• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi spektrofotometri UV dan kalibrasi multivariat untuk analisis parasetamol dan kafein.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi spektrofotometri UV dan kalibrasi multivariat untuk analisis parasetamol dan kafein."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Penggunakan zat aktif kombinasi semakin sering digunakan akhir–akhir ini, sehingga menuntut peningkatan pengawasan terhadap mutu produk obat yang dihasilkan. Salah satu metode yang umumnya digunakan untuk penjaminan mutu adalah spektrofotometri. Akan tetapi metode spektrofotometri tidak dapat digunakan untuk analisis senyawa multikomponen secara simultan, hal ini disebabkan karena adanya overlappingspektra senyawa. Dengan berkembangnya kemometrika, keterbatasan pada metode spektrofotometri dapat diatasi.

Analisis sediaan farmasi yang mengandung parasetamol dan kafein dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat partial least square (PLS). Validasi model kalibrasi didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R2) , root mean square error of calibration (RMSEC), root mean square of calibration validation (RMSECV), danpredicted residual error sum of square(PRESS).

Hasil pemodelan yang diperoleh memiliki koefisien determinasi (R2) parasetamol sebesar 0,999 dan nilai RMSEC sebesar 0,0036, sementara koefisien determinasi (R2) untuk kafein adalah 0,999 dan RMSEC 0,0027. Model hasil validasi internal memiliki nilai R2 sebesar 0,957, RMSECV 0,0196 , PRESS 1,1892 untuk parasetamol dan R20,999, RMSECV 0,1435, PRESS 0,0053 untuk kafein.

Kata Kunci : Analisis multivariat, spektrofotometri,partial least square

ABSTRACT

The increased use of combined active ingredients require an increased control on the quality of medicines product. One widely used method that used for quality control is spectrophotometry. However, the spectrophotometry cannot be used for the simultaneous analysis of multi-component mixtures, this problem was caused by overlapping of the mixtures. With the development of chemometrics method, the limitation of spectrophotometry can be resolved.

The analysis of pharmaceutical preparations containing paracetamol and caffeine can be conducted using spectrophotometry combined with multivariate partial least square (PLS) calibration. The validation of calibration model is based on the value of the determination coefficient (R2), the root mean square error of calibration (RMSEC), root mean square of calibration validation (RMSECV), and predicted residual error sum of square (PRESS).

(2)

APLIKASI SPEKTROFOTOMETRI UV DAN KALIBRASI MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS PARASETAMOL DAN KAFEIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Gersom Jalaq

NIM : 118114172

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

i

APLIKASI SPEKTROFOTOMETRI UV DAN KALIBRASI MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS PARASETAMOL DAN KAFEIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Gersom Jalaq

NIM : 118114172

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

ii

Persetujuan Pembimbing

APLIKASI SPEKTROFOTOMETRI UV DAN KALIBRASI MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS PARASETAMOL DAN KAFEIN

Skripsi yang diajukan oleh:

Gersom Jalaq

NIM : 118114172

telah disetujui oleh:

tanggal 14 Desember 2015

(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

If you only walk on sunny days you’ll never reach your

destination

-Paulo Coelho

Karya tulis ini ku persembahkan untuk kedua orang tua

tercinta Godwin Limberg dan Ermina Julan kedua adik-ku Erik

Firnandus dan Hermanus Lawing, serta orang yang saya kasihi Elsa

Rika dan kepada seluruh sahabat yang selalu memberi dukungan dan

motivasi.Dan yang terutama bagi Allah Bapa di surga yang

(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau sebagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan plagiarisme dalam naskah ini, maka

saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 3 September 2015

Penulis

(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Gersom Jalaq

Nomor Mahasiswa : 118114172

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

APLIKASI SPEKTROFOTOMETRI UV DAN KALIBRASI

MULTIVARIAT UNTUK ANALISIS PARASETAMOL DAN KAFEIN

beserta perangkat yang diperlukan bila ada. Dengan demikian, saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet

atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

ataupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 21 Februari 2016

Yang menyatakan

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan bantuan tangan-Nyalah penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul

“Aplikasi Spektrofotometri UV dan Kalibrasi Multivariat Untuk Analisis Parasetamol dan Kafein”.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada setiap pihak yang terlibat

dalam penyusunan naskah ini.

1. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan agar penulis dapat

menyelesaikan studi dengan baik, terima kasih banyak atas segala usaha dan

kasih sayang yang telah diberikan, serta kepada kedua adik saya yang selalu

dapat membuat saya lebih termotivasi.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Rohman, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang

sangat baik dan sabar serta banyak memberi masukan dalam penulisan karya

tulis ini.

3. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc., selaku dosen pembimbing

yang sangat baik dan sabar serta banyak memberi masukan dalam

penyusunan karya tulis ini.

4. Ibu Dr. Christine Patramurti, M. Si., Apt. dan Bapak Jeffry Julianus, M. Si.,

sebagai dosen penguji yang memberikan saran yang membangun karya tulis

ini menjadi lebih baik.

5. Elsa Rika Octaviana yang selalu mendampingi dan memberi motivasi agar

segera dapat menyelesaikan studi.

6. I Made Mudiarcana, Arief Dzulfianto, Erfan Gulo, Opi, Devina, atas

kekompakan dan kerja samanya selama mengerjakan penelitian dan selama

(10)

viii

Penulis mengakui bahwa masih terdapat kekurangan dalam karya tulis ini

sehingga penulis terbuka menerima kritik dan saran untuk memperlengkap karya

tulis ini. Besar harapan penulis agar karya ini dapat dimanfaatkan untuk

melakukan penjaminan mutu terhadap sediaan–sediaan farmasi demi

meningkatnya kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.

Yogyakarta, 3 September 2015

(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vi

(12)

x

B. Kafein ...7

C. Spektroskopi Absoprsi UV-Vis ...8

1. Pendahuluan...8

2. Eksitasi Molekul ...9

3. Prinsip Spektroskopi Absorbsi ...10

4. Instrumentasi ...12

D.Kemometrika ...13

E. Validasi Metode Analisis ...15

1. Pengertian dan Pentingnya Validasi Metode Analisis ...15

2. Validasi Metode Kalibrasi Multivariat ...17

3. Parameter Validasi Metode Kalibrasi Multivariat ...17

F. Landasan Teori...19

G. Hipotesis ...20

BAB III METODE PENELITIAN...21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...21

B. Variabel dan Definisi Operasional ...21

1. Variabel Penelitian ...21

2. Definisi Operasional ...21

C. Bahan Penelitian ...22

D. Alat Penelitian ...22

E. Tata Cara Penelitian ...23

1. Scanning Spektra Standar ...23

(13)

xi

3. Preparasi Set Kalibrasi ...23

4. Preparasi Larutan Set Validasi ...25

5. Analisis Sampel ...26

6. Pengolahan Data Secara Statistik Dengan Partial Least Square...27

7. Analisis Data ...29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...31

A. Analisis Secara Spektrofotometri UV yang Dikombinasikan dengan Kalibrasi Multivariat ...31

B. Optimasi Kalibrasi Multivariat Menggunakan Partial Least Square (PLS) ...32

C. Validasi Model Kalibrasi Multivariat Partial Least Square (PLS) ...36

D. Penetapan Kadar Sediaan Farmasi ...40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...44

A. Kesimpulan ...44

B. Saran ...44

DAFTAR PUSTAKA ...45

LAMPIRAN ...48

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi campuran parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) untuk

model kalibrasi ...24

Tabel II. Komposisi campuran parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) untuk

validasi ...26

Tabel III. Nilai sebenarnya dan terhitung hasil kalibrasi PLS dari model

kalibrasi parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) tanpa validasi

silang (cross validation) pada panjang gelombang 220-310 nm ...34

Tabel IV. Nilai sebenarnya dan terhitung hasil kalibrasi PLS dari set

kalibrasi parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) validasi silang

(cross validation ) pada panjang gelombang 220–310 nm ...37

Tabel V. Nilai sebenarnya dan nilai terhitung dari parasetamol dan kafein

hasil validasi eksternal ...39

Tabel VI. Evaluasi parameter validasi metode spektrofotometri UV

kalibrasi multivariat PLS untuk penetapan kadar parasetamol

(PCT) dan kafein (CAF) ...40

Tabel VII. Konsentrasi larutan akhir setelah ditetapkan dengan model

kalibrasi PLS yang telah tervalidasi ...41

Tabel VIII. Hasil penetapan kadar prediksi parasetamol (PCT) dalam

sediaan tablet dengan komposisi parasetamol (PCT) 500 mg

dan kafein (CAF) 65 mg dengan metode spektrofotometri

UV-PLS ...42

Tabel IX. Hasil penetapan kadar prediksi kafein (CAF) dalam sediaan

tablet dengan komposisi parasetamol (PCT) 500 mg dan

(15)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur parasetamol ...6

Gambar 2. Struktur kafein ...7

Gambar 3. Proses eksitasi ...10

Gambar 4. Level energi elektronik dan transisi ...10

Gambar 5. Penyerapan sinar UV oleh larutan ...11

Gambar 6. Skema instrumentasi spektrofotometri Uv-Vis ...13

Gambar 7. Overlay spektra UV parasetamol (PCT), kafein (CAF), dan campuran parasetamol dan kafein pada konsentrasi 5µg/mL yang diukur pada panjang gelombang 200-400 nm ...31

Gambar 8. Overlay campuran baku parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) dan sampel yang mengandung parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) yang diukur pada panjang gelombang 220-400 nm ...32

Gambar 9. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung model kalibrasi parasetamol ...35

Gambar 10. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung model kalibrasi kafein ...35

Gambar 11. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung pada model kalibrasi parasetamol dengan cross validation leave one out ...38

(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Output minitab hasil kalibrasi multivariat PLS parasetamol dari 20

campuran model kalibrasi yang mengandung parasetamol dan kafein

tanpa validasi silang (cross validation) leave one out...49

Lampiran 2. Output minitab hasil kalibrasi multivariat PLS kafein dari 20

campuran model kalibrasi yang mengandung parasetamol dan kafein

tanpa validasi silang (cross validation) leave one out...50

Lampiran 3. Output minitab hasil kalibrasi multivariat PLS parasetamol dari 20

campuran model kalibrasi yang mengandung parasetamol dan kafein

dengan validasi silang (cross validation) leave one out ...51

Lampiran 4. Output minitab hasil kalibrasi multivariat PLS kafein dari 20

campuran model kalibrasi yang mengandung parasetamol dan kafein

dengan validasi silang (cross validation) leave one out ...52

Lampiran 5. Nilai koefisien model kalibrasi PCT dan CAF ...53

Lampiran 6. Nilai absorbansi 20 campuran baku untuk model kalibrasi yang

diukur pada panjang gelombang 220-310 dengan interval 2 nm ...54

Lampiran 7. Nilai absorbansi 10 larutan validasi eksternal ...58

Lampiran 8. Perhitungan kadar parasetamol (PCT) terprediksi dari sampel tablet

yang mengandung campuran parasetamol (PCT) dan kafein (CAF)

menggunakan koefisien hasil validasi silang (cross validation) ...60

Lampiran 9. Perhitungan kadar kafein (CAF) terprediksi dari sampel tablet

yang mengandung parasetamol (PCT) dan kafein (CAF)

menggunakan koefisien hasil validasi silang (cross validation) ....62

Lampiran 10. Sertifikat analisis (CoA) parasetamol ...64

(17)

xv INTISARI

Penggunakan zat aktif kombinasi semakin sering digunakan akhir–akhir ini, sehingga menuntut peningkatan pengawasan terhadap mutu produk obat yang dihasilkan. Salah satu metode yang umumnya digunakan untuk penjaminan mutu adalah spektrofotometri. Akan tetapi metode spektrofotometri tidak dapat digunakan untuk analisis senyawa multikomponen secara simultan, hal ini disebabkan karena adanya overlapping spektra senyawa. Dengan berkembangnya kemometrika, keterbatasan pada metode spektrofotometri dapat diatasi.

Analisis sediaan farmasi yang mengandung parasetamol dan kafein dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat partial least square (PLS). Validasi model kalibrasi didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R2) , root mean square error of

calibration (RMSEC), root mean square of calibration validation (RMSECV),

dan predicted residual error sum of square (PRESS).

Hasil pemodelan yang diperoleh memiliki koefisien determinasi (R2) parasetamol sebesar 0,999 dan nilai RMSEC sebesar 0,0036, sementara koefisien determinasi (R2) untuk kafein adalah 0,999 dan RMSEC 0,0027. Model hasil validasi internal memiliki nilai R2 sebesar 0,957, RMSECV 0,0196 , PRESS 1,1892 untuk parasetamol dan R2 0,999, RMSECV 0,1435, PRESS 0,0053 untuk kafein.

(18)

xvi ABSTRACT

The increased use of combined active ingredients require an increased control on the quality of medicines product. One widely used method that used for quality control is spectrophotometry. However, the spectrophotometry cannot be used for the simultaneous analysis of multi-component mixtures, this problem was caused by overlapping of the mixtures. With the development of chemometrics method, the limitation of spectrophotometry can be resolved.

The analysis of pharmaceutical preparations containing paracetamol and caffeine can be conducted using spectrophotometry combined with multivariate partial least square (PLS) calibration. The validation of calibration model is based on the value of the determination coefficient (R2), the root mean square error of calibration (RMSEC), root mean square of calibration validation (RMSECV), and predicted residual error sum of square (PRESS).

The modeling results obtained had a coefficient of determination (R2) for paracetamol was 0,999 and RMSEC 0,0036. The coefficient of determination (R2) for caffeine was 0,999 and RMSEC 0,0027. The internal validation result for the model had a R2value of 0,957, RMSECV of 0,0196, and PRESS of 1,1892 for paracetamol and R2 of 0,999, RMSECV of 0,1435, PRESS 0,0053 for caffeine.

(19)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sediaan farmasi yang beredar di pasaran kebanyakan berupa campuran

berbagai zat berkhasiat. Campuran ini bertujuan untuk meningkatkan efek terapi

dan kemudahan dalam pemakaian. Salah satu campuran zat aktif yang sering

digunakan adalah parasetamol dan kafein yang berkhasiat sebagai analgetik dan

antipiretik (Damayanti, Ibrahim, Firman, Tjahjono, 2003). Campuran parasetamol

dan kafein banyak ditemukan dalam produk antiinfluenza dengan berbagai merek

dagang. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek analgetik ringan

sampai sedang dan antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzen,

sedangkan kafein adalah basa lemah yang merupakan turunan xantin, memiliki

gugus metil dan berefek stimulasi susunan saraf pusat serta dapat memperkuat

efek analgetik parasetamol (Ganiswarna, 1995).

Dalam pemasarannya, pemeriksaan mutu suatu sediaan obat mutlak

diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan dengan mutu

dan jumlah yang telah ditetapkan dan mengikuti prosedur analisis standar,

sehingga menunjang efek terapeutik yang diharapkan (Sudjadi dan Rahman,

1994). Mutu obat telah menjadi perhatian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

sejak organisasi ini berdiri. Penjaminan mutu suatu obat menjadi perhatian utama

bagi WHO, hal ini berbanding lurus dengan alokasi setiap pemerintahan yang

(20)

negara berkembang porsinya dapat mencapai lebih dari 40% (WHO, 1997).

Apabila tidak ada jaminan bahwa obat–obat tersebut sesuai dengan

prioritas kebutuhan kesehatan serta memenuhi standar mutu, keamanan dan

khasiat obat yang dapat diterima, maka kualitas dari pelayanan kesehatan akan

dipertanyakan. Di negara–negara maju, besar sekali upaya administratif dan teknis

ditujukan untuk memastikan pasien mendapatkan obat yang efektif dan bermutu

baik. Peran dari lembaga–lembaga internasional sangat diperlukan untuk dapat

memberi suatu standar kualitas, rekomendasi, dan instrumen yang memastikan

mutu obat, yang diproduksi dan diperdagangkan baik secara nasional maupun

internasional (WHO, 1997).

Seiring dengan berkembangnya dunia industri kefarmasiaan di Indonesia,

berbagai macam produk farmasi dihasilkan, dengan jumlah zat aktif yang semakin

banyak. Sediaan farmasi dapat terdiri dari obat kombinasi dengan dua atau lebih

zat aktif oleh kalangan industri. Penggunaan senyawa aktif lebih dari satu

komponen ini sangat riskan mengingat interaksi antar obat yang mungkin terjadi

serta kadar zat aktif tersebut dalam sediaan, sehingga penjaminan mutu mutlak

diperlukan (Gitawati, 2008). Sesuai dengan kebijakan–kebijakan Internasional

tentang pemastian mutu obat maka wajib dilakukan analisis rutin terhadap obat.

Metode analisis yang sering digunakan untuk melakukan penetapan kadar suatu

senyawa salah satunya adalah spektrofotometri UV. Metode ini sering digunakan

karena dapat mengumpulkan jumlah data yang banyak dalam waktu yang relatif

singkat sehingga cocok digunakan untuk analisis rutin. Akan tetapi metode ini

(21)

karena terjadinya tumpang tindih spektra senyawa. Meskipun begitu kekurangan

tersebut dapat diatasi seiring dengan berkembangnya penggunaan algoritma

matematika dan statistika sehingga dapat dikombinasikan dengan teknik

spektrofotometri. Sehingga dengan teknik ini memungkinkan untuk pengolahan

data yang berjumlah banyak atau yang disebut data multivariat. Salah satu ilmu

terapan dari ilmu statistika disebut dengan kemometrika. Definisi dari

kemometrika adalah penggunaan statistika dan matematika dalam analisis kimia

(Rohman, 2014). Seiring dengan berkembangnya kemometrika maka dapat

dikombinasikan dengan metode spektrofotometri UV untuk melakukan penetapan

kadar senyawa multikomponen secara simultan tanpa tahap pemisahan. Sehingga

penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan metode spektrofotometri UV

dikombinasikan dengan kemometrika kalibrasi multivariat untuk analisis senyawa

multikomponen.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di

atas, maka dapat diuraikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan dengan kalibrasi

multivariat untuk analisis sediaan tablet yang mengandung parasetamol dan

kafein adalah metode yang optimal?

b. Apakah metode spektrofotometri yang dikombinasikan dengan kalibrasi

multivariat untuk analisis sediaan tablet yang mengandung parasetamol dan

kafein merupakan metode yang valid?

(22)

multivariat dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar parasetamol dan

kafein?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan, belum ditemukan

penelitian yang menggunakan metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan

dengan kalibrasi multivariat untuk menetapkan kadar sediaan tablet dengan

komposisi parasetamol dan kafein. Beberapa penelitian yang telah dilakukan

menggunakan metode spektrofotometri dan kalibrasi multivariat adalah sebagai

berikut :

a. Penetapan kadar parasetamol, fenilefrin HCl dan klorfeniramin maleat secara

simultan menggunakan spektrofotometri UV dengan pendekatan

kemometrika (Khosayand et al., 2010).

b. Penetapan kadar asetaminofen dan klorzoxazone pada sedian tablet dengan

metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan kemometrika

(Pheckrajang, 2011).

c. Penetapan kadar tolperisone hidroklorid dan natrium diklofeak dalam sedian

farmasi menggunakan spektrofotometri UV dengan pendekatan

kemometrika dan RP-HPLC secara simultan (Gohel, Patel, Parmar, 2013).

d. Campuran obat bronkodilator secara simultan menggunakan metode

spektrofotometri dan KCKT serta pendekatan kemometrika (El-Gindy et al.,

(23)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Metodelogis

Dapat membantu pengembangan metode spektrofotometri UV untuk dapat

diaplikasikan tidak hanya pada senyawa tunggal tapi dapat diaplikasikan

juga pada senyawa multikomponen.

b. Manfaat Praktis

Hasil pengembangan metode analisis dapat dikembangkan lebih jauh agar

dapat digunakan untuk melakukan analisis rutin terhadap suatu obat agar

dapat menjamin mutu dan kualitas obat yang beredar.

c. Manfaat Teoretis

Dapat memberikan gambaran serta tambahan pengetahuan mengenai

metode kombinasi spektrofotometri UV dan kalibrasi multivariat tentang

bagaimana validitas data yang dihasilkan serta kemungkinan kekurangan

dari metode analisis tersebut.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui optimasi metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan

dengan kalibrasi multivariat untuk analisis parasetamol dan kafein.

2. Melihat validitas data yang dihasilkan dari kombinasi spektrofometri UV

dengan kalibrasi multivariat.

3. Melakukan penetapan kadar senyawa campuran parasetamol dan kafein dengan

menggunakan metode spektrofotometri UV kombinasi dengan kalibrasi

(24)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Parasetamol

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat, berat molekul parasetamol

151,2. Parasetamol berbentuk kristal atau serbuk kristal berwarna putih, tidak

berbau, rasa sedikit pahit. Syarat kadar yang ditetapkan untuk tablet parasetamol

tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% (Direktorat Jenderal

Pengawas Obat dan Makanan, 1995).

Struktur parasetamol seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

OH

Parasetamol larut dalam etanol, metanol, dimetilformamid, etilen

diklorida, aseton dan etil asetat, sangat sedikit larut dalam kloroform, eter, tidak

larut dalam petroleum eter, pentane, dan benzen.Parasetamol pada larutan asam

mempunyai panjang gelombang 245 nm dengan nilai = 688a, dan dalam

larutan alkali panjang gelombang maksimal 257 nm dengan = 715a (Demme

(25)

B. Kafein

Sinonim dari kafein adalah trimetil-2,6-dioxopurine;

1,3,7-trimetilxantine; 3,7-dihidro-1,3,7-trymetil-1H-purine-2,6-dione; kafein anhidrat;

kafein; guaranin; metiltheobromin; metilxanthine teopillin. Kafein berbentuk

kristal putih atau serbuk kristal putih, titik lebur 238°. Kafein larut dalam pirol,

larut dalam tetrahidrofuran yang mengandung 4% air, larut dalam etil asetat, larut

1 g dalam 46 mL air, 1 g dalam 5,5 mL air dengan suhu 80°, 1 g dalam 1,5 mL air

mendidih, 1 g dalam 66 mL alkohol, 1 g dalam 22 mL alkohol 60°, 1 g dalam 50

mL aseton, 1 g dalam 5,5 mL kloform, 1 g dalam 530 mL eter, 1 g dalam 100 mL

benzen, 1 g dalam 22 mL benzen mendidih, sedikit larut dalam petroleum eter.

Kelarutan dalam air dapat ditingkatkan dengan penambahan alkali benzoat,

sinamat, sitrat atau salisilat, pKa kafein sebesar 10,4 (Dean et al., 1985).

Koefisien oktanol/air sebesar -0,07 (Hansch et al., 1995).

Struktur dari kafein seperti ditunjukkan pada Gambar 2:

Gambar 1. Struktur kafein

Kafein pada larutan asam memiliki panjang gelombang maksimal pada

(26)

C. Spektroskopi Absorpsi UV-Vis

1. Pendahuluan

Spektrofotometri UV–Vis merupakan teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190–380 nm) dan

sinar tampak (380–780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Spektrofotometri UV adalah teknik analisis yang digunakan dengan cara

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang pada 200–400

nm. Pada analisis menggunakan spektrofotometri UV, dilakukan pembacaan

absorbansi (penyerapan) atau transmitansi (penerusan) radiasi elektromagnetik

oleh suatu molekul. Hasil pembacaan absorbansi disebut sebagai absorban (A)

dan tidak memiliki satuan %T (Mulja dan Suharman, 1995).

Kebanyakan molekul organik dan gugus fungsional dalam porsi spektrum

elektromagnetik dapat dikatakan transparan dalam daerah ultraviolet (UV),

daerah ini memiliki panjang gelombang antara 190 nm hingga 400 nm dan

visible (tampak) 400-800 nm, sehingga spektroskopi absorpsi hanya terbatas

pada panjang gelombang ini saja. Meskipun begitu pada beberapa kasus kita

mendapatkan informasi yang bermanfaat dari daerah spektrum tersebut.

Informasi tersebut kemudian dapat dikombinasikan dengan spektroskopi

inframerah maupun nuclear magnetic resonance (NMR) sehingga dapat

(27)

2. Eksitasi Molekul

Ketika suatu radiasi secara terus menerus melalui suatu material yang

transparan, maka sejumlah tertentu dari radiasi tersebut akan di absorbsi.

Ketika hal tersebut terjadi, residu dari radiasi tersebut, ketika melalui sebuah

prisma menghasilkan suatu yield spectrum yang disebut dengan absorption

spectrum. Sebagai hasilnya energi absorpsi, atom atau molekul akan

mengalami tingkat perpindahan energi dari low energy state (ground state) ke

suatu tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Radiasi elektromagnetik

yang diabsorbsi memiliki jumlah energi yang sama dengan perbedaan energi

antara excited states dan ground states (Pavia et al., 2009).

Pada spektroskopi ultraviolet dan tampak, transisi yang menyebabkan

absorpsi pada radiasi elektromagnetik daerah ini adalah spektrum transisi

antara level energi elektronik. Ketika suatu molekul menyerap energi, suatu

elektron mengalami kenaikan dari occupied orbital ke unoccupied orbital

dengan energi potensial yang lebih besar. Hampir pada semua molekul tingkat

energi terendah dari occupied orbital molekuler adalah orbit σ. Sedangkan

orbital Л terletak pada tingkat energi yang lebih tinggi. Orbital unoccupied atau

orbital antibonding ( Л* dan σ*) adalah orbital dengan tingkat energi tertinggi

(Pavia et al., 2009).

Pada gambar 3 dan 4 ditunjukkan proses eksitasi dari suatu molekul dan

(28)

Gambar 2. Proses eksitasi

Gambar 3. Level Energi elektronik dan transisi

Absorbsi sinar UV dan sinar tampak dihasilkan oleh eksitasi elektron–

elektron ikatan sehingga panjang gelombang pita yang menyerap dapat

dihubungkan dengan ikatan yang terdapat dalam suatu molekul (Gandjar dan

Rohman, 2007).

3. Prinsip Spektroskopi Absorpsi

Semakin banyak jumlah molekul yang dapat menyerap cahaya yang

diberikan pada panjang gelombang tertentu, maka akan semakin besar

pemanjangan dari penyerapan cahaya tersebut. Semakin efektif suatu molekul

menyerap cahaya pada panjang gelombang yang diberikan maka akan semakin

besar pemanjangan penyerapan cahaya. Dari hal ini dapat dirumuskan hukum

Lambert–Beer :

(29)

Keterangan:

Io : intensitas radiasi yang masuk

It : intensitas radiasi yang ditransmisikan

A : absorbansi

ɛ : konstanta koefisien molar ekstingsi

b : ketebalan kuvet yang dinyatakan dalam cm

c : konsentrasi analit (mol.L-1) (1)

Radiasi yang diserap oleh sampel (Gambar 5) ditentukan dengan

membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan yang diserap. Serapan

terjadi jika radiasi yang mengenai sampel memiliki energi yang sama dengan

energi yang diperlukan untuk transisi elektronik. Kekuatan radiasi dapat

mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Hubungan antara nilai dengan absorptivitas molar (ε) adalah:

ε = x

(2)

Keterangan:

ε = absorptivitas molar

= absorptivitas molekul dalam satuan konsentrasi (g/100 mL)

BM = bobot molekul (Gandjar dan Rohman, 2007).

I0 It

(30)

4. Instrumentasi

Suatu spektrofotometer ultraviolet-tampak memiliki beberapa bagian

antara lain sumber cahaya, monokromator dan sebuah detektor. Sumber cahaya

yang biasanya digunakan adalah lampu deuterium, yang mana mengemisikan

radiasi elektromagnetik pada daerah spektrum ultraviolet. Sumber cahaya

kedua adalah lampu tungsten, digunakan sebagai sumber cahaya panjang

gelombang pada daerah sinar tampak (visible). Monokromator berfungsi

sebagai kisi difraksi, perannya adalah membiaskan cahaya ke dalam komponen

panjang gelombang atau mengubah cahaya polikromatis menjadi

monokromatis. Terdapat suatu celah yang dapat memfokuskan panjang

gelombang tertentu yang kemudian diteruskan ke sel sampel. Cahaya yang

melalui sel sampel kemudian diteruskan menuju detektor yang akan mencatat

intensitas yang ditransmisikan dari sinar I. Umumnya detektor merupakan

suatu tabung photomultiplier, meskipun pada instrumen modern digunakan

photodiode. Pada instrumen double beam, cahaya memancar dari sumber

cahaya kemudian dipecah menjadi dua sinar, sinar sampel dan sinar blanko

(reference). Ketika tidak ada sel sampel pada sinar blanko (reference), cahaya

yang dideteksi dianggap sama dengan intesitas cahaya yang memasuki sampel

I0.

Skema instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis seperti ditunjukkan

(31)

Gambar 6. Skema instrumentasi spektrofotometer UV-Vis

Sel sampel harus terbuat dari material yang transparan terhadap radiasi

elektromagnetik yang digunakan pada eksperimen. Pada jangkauan spektrum

nampak (visible), sel terbuat dari glas atau plastik yang umumnya cocok.

Sementara pengukuran pada daerah spektrum ultraviolet gelas dan plastik tidak

dapat digunakan karena dapat menyerap radiasi ultraviolet. Sehingga sel

terbuat dari kuarsa karena kuarsa tidak dapat menyerap radiasi pada daerah ini

(Pavia et al., 2009).

D. Kemometrika

Istilah kemometrika pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan

berkebangsaan Swedia, Swante Wold, dan ilmuwan Amerika Bruce R. Kowalski.

Secara umum kemometrika didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang

mengaplikasikan teori–teori matematika dan statistika untuk mengolah data kimia.

Kemometrika dapat digunakan untuk merancang atau memilih prosedur dan

pengujian yang optimal, serta menarik informasi kimia sebanyak–banyaknya dari

suatu data. Menurut International Chemometrics Society, kemometrika adalah

ilmu pengetahuan yang menghubungkan pengukuran yang dibuat pada suatu

proses atau sistem kimiawi melalui penggunaan ilmu matematika dan statistika

(32)

Dengan berkembangnya metode analisis sehingga memungkinkan untuk

dilakukan pengukuran dengan jumlah data besar pada satu spesimen. Situasi

seperti ini yangmana beberapa variabel diukur untuk setiap spesimen disebut data

multivariat (Miller dan Miller, 2005).

Tiap obyek dikarakterisasi dengan serangkaian pengukuran. Jika hanya

dua variabel yang terukur maka informasinya dapat disajikan secara grafik

sederhana, yangmana kordinat–kordinat titik memberikan suatu nilai oleh 2

variabel, nilai–nilai ini juga dapat ditentukan dengan suatu vektor, yang disebut

dengan data vektor. Obyek yang mempunyai sifat serupa akan mempunyai data

vektor yang sama sehingga data–data ini akan terletak secara rapat satu sama lain

dalam suatu ruang yang ditentukan dengan beberapa variabel (Rohman, 2014).

Ada beberapa jenis kemometrika yang sering digunakan dalam analisis

obat atau makanan secara spektroskopi vibrasional, yang secara singkat dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kemometrika yang terkait dengan teknik pemrosesan spektra, seperti

normalisasi spektra, koreksi baseline, centering, derivatisasi dan sebagainya.

2. Metode–metode kemometrika untuk pengelompokan. Dalam hal ini, terdapat

2 jenis cara pengelompokan yakni:

a. Pengelompokan yang tidak disupervisi atau unsupervised pattern

recognition seperti analisis komponen utama (principle component analysis,

PCA), analisis kluster.

b. Pengelompokan yang disupervisi atau supervised pattern recognition

(33)

3. Metode–metode regresi yang menghubungkan antara spektra vibrasional

dengan sifat sampel yang dapat dikuantifikasi (seperti konsentrasi analit),

terutama yang didasarkan pada data multivariat. Regresi yang mana jumlah

variabelnya lebih dari satu disebut regresi multivariat (Rohman, 2014).

Partial least square (PLS) menggunakan kombinasi linier dari variabel

prediktor dibandingkan dengan variabel sebenarnya. Pada PLS, variabel yang

menunjukkan korelasi yang tinggi terhadap variabel respon diberikan bobot lebih

karena variabel tersebut akan lebih efektif untuk memprediksi. Sehingga

kombinasi linier dari variabel prediktor yang dipilih memiliki korelasi yang tinggi

terhadap variabel respon dan juga menjelaskan variabel prediktor (Miller dan

Miller, 2005).

E. Validasi Metode Analisis

1. Pengertian dan Pentingnya Validasi Metode Analisis

Validasi metode adalah suatu proses yang digunakan untuk

mengkonfirmasi bahwa suatu prosedur analisis yang digunakan untuk tes yang

bersifat spesifik sesuai penggunaannya. Hasil dari validasi metode dapat

digunakan untuk memastikan kualitas, reabilitas, dan konsistensi dari hasil

analisis (Huber, 2010). Pengertian validasi berdasarkan ISO/IEC 17025; 2005

adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang obyektif bahwa

persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi.

Menurut International Conference on Harmonisation (ICH) tujuan dari

(34)

parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis. Suatu

metode perlu divalidasi ketika:

a. Metode yang baru dikembangkan untuk analisis tertentu.

b. Revisi dari metode yang sudah baku, untuk menyesuaikan perkembangan.

c. Untuk tujuan penjaminan mutu.

d. Metode baku dilakukan di laboratorium berbeda, oleh analis berbeda, atau

dikerjakan dengan alat yang berbeda.

e. Untuk membandingkan kesetaraan antar dua metode, misalnya metode baku

dan metode baru

(ICH, 1996).

International conference on harmonization (ICH, 1996), menjelaskan

tentang keharusan suatu metode analisis untuk divalidasi dikarenakan oleh

beberapa hal diantaranya :

a. Metode yang baru dikembangkan untuk pengatasan masalah analisis

tertentu.

b. Metode yang sudah baku namun mengalami revisi untuk menyesuaikan

perkembangan atau dikarenakan munculnya suatu permasalahan baru

sehingga mengharuskan metode tersebut direvisi.

c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah

seiring dengan berjalannya waktu.

d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh

(35)

e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode, seperti kesetaraan

antara metode baku dan metode baru.

2. Validasi Metode Kalibrasi Multivariat

Suatu metode analisis dengan menggunakan kemometrika bisa divalidasi

dengan dua cara; (1) Dengan adanya sampel validasi eksternal; (2) Dengan

menggunakan cross validation. Sampel validasi eksternal akan semakin baik

jika semakin banyak jumlahnya. Idealnya, sampel eksternal hendaknya

memberikan konsentrasi terhitung yang seakurat mungkin dengan nilai

sebenarnya. Secara umum, suatu sampel validasi memiliki nilai simpangan

tidak lebih dari ±5%. Sampel validasi masih dapat dipercaya apabila nilai

simpangan tidak lebih dari ±10%. Namun, sampel validasi eksternal tidak perlu

diterapkan apabila nilai simpangan mencapai ±20% dan disarankan untuk

melakukan cross validation (Kramer, 2005).

Standard cross validation melibatkan sebuah data dari bagian populasi

yang diujikan pada populasi data yang sama untuk mengevaluasi kemampuan

prediksi dari sebuah model. Memisahkan populasi data menjadi dua bagian

(tidak harus dengan jumlah yang sama) untuk melihat kemampuan model

terhadap satu bagian yang memvalidasi model tersebut (Esposito et al., 2010).

3. Parameter Validasi Metode Analisis Multivariat

Danzer et al., (2004) menuliskan bahwa kalibrasi dalam analisis kimia

mengacu pada hubungan antara jumlah atau kadar sampel X = fs (Q) dan

fungsi terukur y = f (z) yang bisa berupa spektrum, kromatogram atau yang

(36)

a. Presisi

Ketidakpastian kalibrasi dan prediksi dari konsentrasi yang tidak

diketahui dapat dihitung dengan root mean square error of calibration

(RMSEC) dan root mean square error of calibration validation

(RMSECV), dengan persamaan :

√∑

(3)

dan: root mean square error of calibration validation (RMSECV) :

√∑

(4)

(true,cs)

adalah kadar sebenarnya dari sampel kalibrasi, (true,ts) merupakan

kadar sebenarnya dari sampel validasi, dan (calc) adalah kadar prediksi

sampel. Parameter lain untuk mengukur presisi kalibrasi multivariat adalah

nilai predictive residual error sum of squares (PRESS), dengan persamaan

berikut:

PRESS = = ∑ = ∑ 2 (5)

b. Akurasi

Ada tidaknya suatu kesalahan sistematik dapat dilihat melalui pengujian

secara umum dengan melihat fungsi recovery. Kadar terprediksi dari kurva

kalibrasi ( dibandingkan dengan kadar sebenarnya dari sampel kalibrasi

(c), dihitung dengan persamaan regresi sebagai berikut:

(37)

Koefisien regresi ideal adalah jika nilai dan .

F. Landasan Teori

Parasetamol dan kafein sering digunakan sebagai zat aktif dalam suatu

sediaan, bahkan keduanya sering dikombinasikan untuk mendapatkan efek

terapeutik yang lebih baik. Kombinasi kedua zat aktif ini banyak ditemukan dalam

produk antiinfluenza.

Penjaminan mutu terhadap suatu sediaan farmasi mutlak diperlukan,

dengan semakin banyaknya produk kombinasi maka diperlukan metode yang

efisien baik dari segi biaya maupun waktu. Metode spektrofotometri UV

merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar sediaan

farmasi. Metode spektrofotometri UV tidak mampu diterapkan pada penetapan

kadar senyawa campuran karena adanya spektra overlapping antara senyawa satu

dan senyawa lainnya. Dalam penelitian ini senyawa yang digunakan berupa

senyawa multikomponen yang terdapat dalam suatu sediaan tablet sehingga

analisis dengan menggunakan spektrofotometri UV tidak dapat dilakukan

dikarenakan spektra kedua senyawa tersebut saling tumpang tindih. Hal ini dapat

dilihat dari data spektrum parasetamol dan kafein yang memiliki spektrum

panjang gelombang maksimal 257 nm untuk parasetamol dan 273 nm untuk

kafein. Metode spektrofotometri UV bisa digunakan untuk analisis campuran jika

dikombinasikan teknik kalibrasi multivariat. Salah satu teknik kalibrasi

multivariat yang sedang berkembang adalah partial least square (PLS). PLS

(38)

karena dapat mengatasi masalah overlapping dan memberikan kemampuan

prediksi yang baik.

Pengembangan metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan

dengan kalibrasi multivariat telah berhasil dilakukan, diantaranya adalah

penetapan kadar parasetamol, fenilefrin HCl dan klorfeniramin maleat secara

simultan menggunakan spektrofotometri UV dengan pendekatan kemometrika

(Khosayand et al., 2010), penetapan kadar asetaminofen dan klorzoxazone pada

sedian tablet (Pheckrajang, 2011), penetapan kadar tolperisone hidroklorid dan

natrium diklofeak dalam sedian farmasi menggunakan spektrofotometri UV

dengan pendekatan kemometrika dan RP-HPLC secara simultan (Gohel, Patel,

Parmar, 2013).

G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

ditarik hipotesis sebagai berikut:

1. Metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan dengan teknik kalibrasi

multivariat memiliki kemampuan prediksi yang optimal.

2. Metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan dengan kalibrasi

multivariat untuk analisis senyawa campuran parasetamol dan kafein

merupakan metode yang valid.

3. Metode spektrofotometri UV yang dikombinasikan dengan kalibrasi

multivariat dapat digunakan untuk penetapan kadar sediaan tablet parasetamol

(39)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian noneksperimental yang

menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Termasuk jenis penelitian

noneksperimental karena subyek penelitian tidak diberi perlakuan, dengan

rancangan deskriptif karena peneliti hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Variabel dan Definsi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi campuran

parasetamol dan kafein.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah konsentrasi sampel

parasetamol dan kafein.

c. Variabel pengacau dari penelitian ini adalah pengukuran absorbansi yang

tidak informatif. Dikendalikan dengan pengukuran pada rentang panjang

gelombang tertentu.

2. Definisi Operasional

a. Set kalibrasi merupakan kelompok larutan yang berisi campuran

parasetamol dan kafein yang digunakan untuk membuat model kalibrasi.

b. R2 atau R-sq merupakan koefisien determinasi yang menggambarkan

kemampuan nilai sebenarnya dalam menjelaskan hubungan terhadap nilai

(40)

c. RMSE (root mean square of error) merupakan standar deviasi dari sebuah

pemodelan yang menjelaskan seberapa besar kesalahan suatu model dalam

memprediksikan sampel.

d. PRESS (predicted error of sum square) merupakan nilai kesalahan yang

dilakukan oleh model saat memprediksikan sampel pada proses validasi

silang leave one-out.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku

parasetamol (PT. Combiphar) dan baku kafein (PT. Konimex) yang didapat dari

industri farmasi dengan grade working standards, pelarut yang digunakan adalah

akuabidestilata, sediaan obat yang mengandung campuran parasetamol dan kafein

yang dibeli dari apotek di Yogyakarta, kertas saring.

D. Alat Penelitian

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat–alat gelas

untuk preparasi sampel seperti labu takar (ukuran 10 mL, 50 mL, 100 mL), botol

pelarut, gelas ukur (ukuran 100 mL), glass firn, pipet volume (1 mL, 2mL, 5mL),

micropipette skala 20200 µL, micropipette skala 100-1000 µL merk Socorex,

degasser Retsch UR-275, neraca analitik merk Ohauss PAJ1003 dengan kepekaan

0,1 mg (maksimal 120 gram, minimal 0,001 gram), spektrofotometer UV merk

(41)

E. Tata Cara Penelitian

1. Scanning spektra standar

Scanning standar dilakukan dengan membuat standar parasetamol dan kafein

dengan konsentrasi 5 µg/mL dan dilakukan scanning spketra pada panjang

gelombang 220-400 nm.

2. Pemilihan interval pengukuran dan panjang gelombang pengukuran untuk set

kalibrasi

a. Dilakukan pengamatan spektra dari hasil pengukuran campuran standar

parasetamol dan kafein. Dipilih rentang panjang gelombang saat campuran

senyawa mulai memberikan serapan sampai campuran memberikan serapan

mendekati nilai 0.

b. Rentang panjang gelombang yang dipilih adalah 220-310 nm. Interval

pengukuran yang dipilih adalah 2 nm agar diperoleh data pengamatan dalam

jumlah yang cukup untuk dapat menggambarkan hubungan variabel.

3. Preparasi larutan set kalibrasi

a. Standar parasetamol dan kafein ditimbang seksama ± 50 mg dan

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan pelarut

akuabidestilata sambil dilarutkan, kemudian diencerkan sampai batas tanda,

sehingga didapat larutan stok dengan konsentrasi 500 μg/mL.

b. Dibuat larutan antara parasetamol dan kafein dengan cara mengencerkan

larutan stok hingga konsentrasi 100 µg/mL. Diambil 5,0 mL larutan stok

parasetamol, dimasukkan dalam labu takar 25 mL ditambahkan dengan

(42)

kafein dimasukkan dalam labu takar 25 mL ditambahkan pelarut

akuabidestilata hingga batas tanda. Sehingga didapat larutan antara dengan

konsentrasi 100 µg/mL.

c. Dibuat 20 larutan set kalibrasi, dengan cara setiap larutan antara dipipet

sejumlah tertentu kemudian dimasukkan kedalam labu takar 10 mL dan

ditambahkan pelarut akuabidestilata hingga batas tanda, sehingga

konsentrasi yang diperoleh sesuai dengan tabel I untuk larutan set kalibrasi.

d. Setiap larutan (c) diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 220-310 nm dengan interval pengukuran 2 nm.

Tabel I. Komposisi campuran parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) untuk model kalibrasi.

* Konsentrasi dibuat berdasarkan bilangan acak sesuai dengan nilai

(43)

4. Preparasi larutan set validasi

a. Masing–masing standar parasetamol dan kafein ditimbang seksama ± 50 mg

dan dimasukkan dalam labu takar 100 mL, dilarutkan dengan sebagian

pelarut akuabidestilata, kemudian diencerkan sampai batas tanda (larutan

stok validasi dengan konsentrasi 500 μg/mL).

b. Dilakukan pembuatan larutan antara dengan mengencerkan masing-masing

larutan stok validasi hingga konsentrasi 100 μg/mL. Diambil 5,0 mL larutan

stok parasetamol dilarutkan ke dalam labu takar 25 mL, ditambahkan

dengan akuabidestilata sampai batas tanda. Diambil 5,0 mL larutan stok

kafein dilarutkan ke dalam labu takar 25 mL, dan diencerkan dengan

akuabidestilata sampai batas tanda.

c. Dibuat larutan set validasi, dengan cara, sejumlah tertentu larutan antara

dipipet, dimasukkan dalam labu takar 10 mL kemudian ditambahkan

akuabidestilata hingga diperoleh konsentrasi sesuai tabel II.

d. Setiap larutan (c) diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang

(44)

Tabel II. Komposisi campuran parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) untuk validasi No PCT (μg/mL) CAF (μg/mL)

dilakukan pengujian keseragaman bobot tablet, digerus sampai homogen.

b. Ditimbang seksama dengan jumlah tertentu yang setara dengan 50 mg

parasetamol dan 6,5 mg kafein dilarutkan dalam labu takar 100 mL,

dilarutkan dalam sebagian pelarut akuabidestilata, diultrasonikasi selama 15

menit, dan diencerkan dengan pelarut sampai batas tanda. Larutan disaring

menggunakan kertas saring.

c. Dari larutan yang telah disaring, dipipet sebanyak 5,0 mL dan dimasukkan

dalam labu takar 50 mL, kemudian ditambahkan pelarut sampai batas tanda.

d. Dari larutan (d) tersebut dipipet lagi sebanyak 2,0 mL dan dimasukkan

dalam labu takar 10 mL, kemudian ditambahkan pelarut sampai batas tanda.

e. Dilakukan scanning dari larutan tersebut pada panjang gelombang 220-310

nm dengan interval absorbansi 2 nm.

f. Dilakukan penetapan kadar parasetamol dan kafein sebanyak 6 kali. Kadar

(45)

6. Pengolahan data secara statistik dengan kalibrasi multivariat partial least

square (PLS)

a. Model Kalibrasi Multivariat PLS.

1) Data konsentrasi dan absorbansi kelompok larutan kalibrasi yang

disajikan dalam kertas kerja perangkat lunak Microsoft Excel

dipindahkan ke dalam kertas kerja Minitab® 16 dengan fungsi

copy-paste.

2) Pengolahan data statistik partial least square (PLS) dipilih dengan

menggunakan pilihan Stat pada panel kerja Minitab 16, kemudian dipilih

regression partial least square.

3) Setelah muncul jendela baru dari program Minitab 16, dilakukan

pembuatan model PLS parasetamol dengan cara; kolom response diisi

dengan pilihan variabel konsentrasi PCT dan kolom model dipilih

variabel absorbansi pada panjang gelombang 220-310 nm. Untuk

pembuatan model PLS kafein dibuat dengan cara; kolom response diisi

dengan pilihan variabel konsentrasi CAF dan kolom model dipilih

variabel absorbansi pada panjang gelombang 220-310 nm.

4) Diperoleh nilai terhitung dan nilai sebenarnya dari model kalibrasi

multivariat PLS parasetamol dan kafein, nilai tersebut kemudian

dipindahkan ke dalam kertas kerja perangkat lunak Microsoft Excel

dengan fungsi copy-paste.

5) Akurasi dan presisi dievaluasi dengan dicari nilai R2 dan nilai RMSEC

(46)

Diperoleh nilai R2 serta persamaan linier y=bx+a. persamaan linier

dipakai untuk menentukan nilai RMSEC.

b. Cross Validation Leave-one-out

1) Data dipindahkan dari kertas kerja perangkat lunak Microsoft Excel

dengan menggunakan fungsi copy-paste ke dalam kertas kerja Minitab

16.

2) Dipilih model kalibrasi PLS dengan menekan pilihan stat pada panel

kerja, kemudian dipilih regression partial least square.

3) Proses validasi model kalibrasi dilakukan dengan, dimasukan variabel

konsentrasi PCT ke dalam response dan variabel absorbansi ke dalam

kolom model. Kemudian tekan tombol option yang selanjutnya

ditentukan tambahan proses leave-one-out. Perlakuan sama diberlakukan

untuk proses validasi CAF.

4) Diperoleh nilai sebenarnya dan nilai terhitung, serta nilai PRESS dari

tahap validasi internal dan selanjutnya dipindahkan ke dalam kertas kerja

perangkan lunak Microsoft Excel dengan fungsi copy-paste.

5) Akurasi dan presisi model kalibrasi ditinjau dari nilai R2 dan nilai

RMSECV dengan membuat hubungan linier antara nilai sebenarnya dan

nilai terhitung. Diperoleh persamaan linear y=bx+a hubungan antara nilai

sebenarnya dan terhitung yang nantinya akan digunakan untuk

(47)

7. Anasilis data

a. Akurasi dan presisi model kalibrasi multivariat parasetamol dan kafein

dinyatakan secara statistik dengan nilai R2, RMSEC, RMSECV, dan

PRESS.

b. Konsentrasi sampel dihitung dengan koefisien dari masing-masing model

untuk senyawa parasetamol dan kafein sesuai dengan rumus :

(7)

c. Kadar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :

(

sehingga diasumsikan sebagai bobot persatuan tablet. (8)

(48)

e. Akurasi dari proses penetapan kadar ditetapkan dengan persen perolehan

kembali dengan rentang yang dapat diterima menurut Herrador dan

Gonzales (2007) adalah sebesar 90-107%

f. Presisi dari proses penetapan kadar ditetapkan dengan nilai RSD dengan

nilai maksimal yang masih dapat diterima menurut Gonzales dan Herrador

(2007) adalah sebesar 8%.

(49)

31 1. BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Secara Spektrofotometri UV yang Dikombinasikan dengan

Kalibrasi Multivariat

Tahap awal pada penelitian ini adalah melakukan scanning baku

parasetamol dan kafein secara tunggal maupun campuran dari baku parasetamol

dan kafein. Hal ini dilakukan untuk melihat overlapping yang terjadi dari kedua

komponen tersebut. Gambar 7 memperlihatkan overlapping spektra yang terjadi

pada campuran parasetamol dan kafein.

Gambar 7. Overlay spektra UV parasetamol (PCT), kafein (CAF), dan campuran parasetamol dan kafein pada konsentrasi 5 µg/mL, yang diukur pada panjang

gelombang 220-400 nm

Seperti ditunjukkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa terjadi tumpang

tindih antara spektrum parasetamol dan kafein. Sehingga analisis kuantitatif

menggunakan spektrofotometri UV secara simultan untuk kedua senyawa tersebut

tidak dapat dilakukan. Tetapi dengan berkembangnya kemometrika permasalahan

tersebut dapat diatasi. Dengan penggunaan metode spektrofotometri yang

CAF PCT

(50)

dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat dapat dilakukan penetapan masing–

masing komponen tersebut secara simultan tanpa pemisahan.

Selain melakukan scanning antara baku dan campuran baku juga

dilakukan scanning terhadap sampel dan campuran baku untuk melihat kemiripan

antara sampel dan campuran baku, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Hal ini

juga untuk melihat apakah ada eksipien pada sampel yang memberikan serapan

pada panjang gelombang parasetamol dan kafein, dari gambar 8 dapat dilihat

bahwa tidak terdapat serapan dari eksipien pada panjang gelombang parasetamol

dan kafein.

Gambar 8. Overlay campuran parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) dan sampel yang mengandung parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) pada panjang gelombang

Kalibrasi multivariat partial least square (PLS) digunakan untuk

melakukan pengolahan data absorbansi. Partial least square (PLS) digunakan

untuk melakukan pengolahan data karena mampu menghasilkan model kalibrasi

dengan kemampuan prediksi yang baik untuk jumlah data yang banyak. Data

absorbansi dari 20 set kalibrasi disiapkan sebagai model kalibrasi diukur pada

Sampel Campuran baku PCT dan CAF

220 - 400 nm

(51)

panjang gelombang 220-310 nm dengan interval panjang gelombang 2 nm. Pada

partial least square (PLS) dilakukan pemilihan panjang gelombang, hal ini

bertujuan untuk memperoleh kinerja model yang optimum meskipun pada metode

partial least square (PLS) secara komputerisasi dapat mencakup seluruh spektrum

(El Gindy, 2006). Pada penelitian ini dipilih pengukuran pada panjang gelombang

220–310 nm karena pada panjang gelombang ini memberikan nilai korelasi yang

paling optimum. Pengukuran pada panjang gelombang 220-310 nm juga bertujuan

untuk mengurangi data yang mungkin bersifat tidak informatif yang

dikhawatirkan dapat mengganggu dalam proses pengolahan data.

Data absorbansi dari set kalibrasi diolah menggunakan perangkat lunak

Minitab®, hasil dari pengolahan data menggunakan perangkat lunak Minitab

menghasilkan model kalibrasi, dengan hasil prediksi dari model kalibrasi yang

ditampilkan pada tabel III. Kebaikan suatu model kalibrasi dapat dilihat dari nilai

koefisien determinasi (R2) dan nilai RMSEC (root mean square error of

calibration). Hasil dari analisis varian untuk senyawa parasetamol dan kafein

adalah nilai p = 0,000 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara kedua variabel dalam hal ini konsetrasi dan absorbansi. Selisih antara nilai

sebenarnya dan nilai terhitung yang dihasilkan sangat kecil yang menunjukkan

pengukuran yang dilakukan oleh model kalibrasi baik. Nilai sebenarnya

merupakan konsentrasi yang dibuat berdasarkan bilangan acak pada set kalibrasi,

sedangkan nilai terhitung merupakan nilai hasil prediksi oleh model. Nilai

sebenarnya dan nilai terhitung kemudian diproses menggunakan Microsoft Excel

(52)

error of calibration) yang diperoleh adalah 0,0036 untuk parasetamol (PCT) dan

0,0027 untuk kafein (CAF).

Tabel III. Nilai sebenarnya dan terhitung hasil kalibrasi PLS dari model kalibrasi parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) tanpa validasi silang (cross validation) pada

panjang gelombang 220-310 nm

Nomor

Konsentrasi (µg/mL)

PCT CAF

Sebenarnya Terhitung Sebenarnya Terhitung

1 6,4 6,3969 1,0 1,0006

ditunjukkan bahwa tingkat kesalahan prediksi dari model sangat kecil. Nilai

koefisien determinasi (R2) dari model kalibrasi parasetamol adalah 0,999 dan

kafein sebesar 0,999, dengan persamaan linier hubungan nilai sebenarnya dan

(53)

untuk kafein (CAF). Menurut Danzer (2004) akurasi model kalibrasi dapat dilihat

dari persamaan garis y = bx+a, dimana y merupakan kadar terhitung dihubungkan

dengan x kadar sebenarnya. Jika nilai a mendekati 0 dan nilai b mendekati 1 maka

dapat dinyatakan bahwa akurasi dari pemodelan baik.

Pada gambar 9 dan gambar 10 dapat dilihat hubungan nilai sebenarnya

dan nilai terhitung untuk parasetamol dan kafein.

Gambar 9. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung model kalibrasi parasetamol

Gambar 10. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung model kalibrasi kafein

0,0000 2,0000 4,0000 6,0000 8,0000 10,0000

Kurva Hubungan Nilai

0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000 1,2000

Kurva Hubungan Nilai

Sebenarnya vs Nilai terhitung

(54)

Dapat dilihat pada kurva setiap titik dilewati oleh garis linier yang

menunjukkan hubungan yang sangat baik antara nilai sebenarnya dan nilai

terhitung.

C. Validasi Model Kalibrasi Multivariat Partial Least Square (PLS)

Konfirmasi terhadap kebaikan suatu model dalam menetapkan suatu data

dapat dilakukan dengan melakukan validasi. Salah satu kendala dalam pembuatan

model kalibrasi dengan metode partial least square adalah terjadinya overfitting.

Terjadinya overfitting dapat menimbulkan permasalahan saat melakukan

penetapan suatu data lain (data baru) meskipun model kalibrasi yang dihasilkan

memiliki kriteria yang baik seperti mampu memberikan korelasi yang baik

maupun kesalahan prediksi yang kecil. Masalah overfitting dapat diatasi dengan

adanya metode cross validation leave one out. Pada cross validation leave one out

data yang digunakan berasal dari set kalibrasi dengan mengeluarkan satu data dan

memprediksi hasilnya menggunakan persamaan dari data yang tersisa. Data yang

diuji diperlakukan sebagai data sampel sedangkan data yang tersisa sebagai

prediktor. Hal ini diulang terus menerus hingga tiap sampel diuji sebagai data

sampel.

Hasil cross validation leave one out berupa nilai PRESS (predicted

residual error sum of square) yang menunjukkan kesalahan prediksi yang terjadi,

semakin kecil nilai PRESS maka semakin baik hasil prediksi yang dihasilkan oleh

model. Parameter yang digunakan untuk melihat hasil validasi cross validation

leave one out berupa nilai RMSECV (root mean square error of calibration

(55)

Tabel IIV. Nilai sebenarnya dan terhitung hasil kalibrasi PLS dari set kalibrasi yang mengandung parasetamol (PCT) dan kafein (CAF) validasi silang (cross

validation ) pada panjang gelombang 220–310 nm

Nomor Campuran

Konsentrasi (µg/mL)

PCT CAF

Sebenarnya Terhitung Sebenarnya Terhitung

1 6,3969 6,9175 0,9905 0,9884

validation) yang dihasilkan maka semakin baik kemampuan prediksi oleh model.

Koefisien determinasi (R2) yang mendekati 1 menunjukkan korelasi yang baik

(56)

tabel IV merupakan nilai yang diperoleh dari penetapan model kalibrasi

sebelumnya, sementara nilai terhitung merupakan nilai prediksi yang terjadi pada

proses leave one out. Hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung dinyatakan

dalam persamaan linier, dimana persamaan linier untuk parasetamol y=

0,987x+0,094 dengan nilai RMSECV sebesar 0,0196, nilai R2 sebesar 0,957, dan

nilai PRESS sebesar 1,1892. Persamaan linier untuk kafein y = 1,003x-0,002

dengan nilai RMSECV sebesar 0,1435, nilai R2 0,999, serta nilai PRESS sebesar

0,0053. Persamaan linier yang menggambarkan hubungan nilai sebenarnya dan

nilai terhitung dapat digambarkan dalam bentuk kurva yang ditunjukkan pada

gambar 11 dan gambar 12.

Gambar 11. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung pada model kalibrasi parasetamol dengan cross validation leave one out

y = 0,9872x + 0,0949

0,0000 2,0000 4,0000 6,0000 8,0000 10,0000

Kurva Hubungan Nilai Sebenarnya vs

Nilai Terhitung Model

Cross

(57)

Gambar 12. Kurva hubungan nilai sebenarnya dan nilai terhitung pada model kalibrasi kafein dengan cross validation leave one out.

Setelah dilakukan cross validation leave one out dimana telah diperoleh model

yang dapat mengatasi permasalahan yang mungkin terjadi yaitu overfitting untuk

melihat kesahihan model hasil validasi silang leave one out dilakukan validasi

eksternal. Hasil dari validasi eksternal dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Nilai sebenarnya dan nilai terhitung dari parasetamol dan kafein hasil validasi eksternal

No PCT CAF

Sebenarnya Terhitung Sebenarnya Terhitung

1 7,7 9,124 1,2 1,214

0,0000 0,2000 0,4000 0,6000 0,8000 1,0000 1,2000

Kurva Hubungan Nilai Sebenarnya vs

Nilai Terhitung Model

Cross

(58)

Validasi eksternal dilakukan dengan cara menetapkan konsentrasi 10

larutan tersendiri yang disiapkan untuk melihat kemampuan prediksi dari model

kalibrasi setelah divalidasi silang leave one out. Hasil dari validasi eksternal

dapat digunakan untuk melihat kemampuan prediksi model kalibrasi yang telah

melalui proses cross validation leave one out.

Seluruh parameter yang digunakan sebagai tolak ukur kebaikan suatu

model dievaluasi ditunjukkan pada tabel VI.

Tabel VI. Evaluasi parameter validasi metode spektrofotometri UV-kalibrasi multivariat PLS untuk penetapan kadar parasetamol (PCT) dan kafein (CAF)

Tahap Parameter PCT CAF

Dilihat dari parameter yang dihasilkan maka pemodelan memiliki akurasi

dan presisi yang baik sehingga model dapat digunakan untuk melakukan

penetapan kadar sediaan farmasi.

D. Penetapan Kadar Sediaan Farmasi

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sediaan tablet

dengan dua kandungan senyawa yaitu parasetamol dan kafein. Sediaan tablet ini

(59)

dan kafein sebanyak 65 mg. Model kalibrasi yang telah divalidasi akan digunakan

untuk memprediksi sampel sediaan farmasi yangmana merupakan sampel data

baru. Informasi terkait kandungan dalam tablet dapat digunakan dalam

menentukan konsentrasi akhir analit. Sehingga dapat dipastikan bahwa sampel

yang diuji masuk dalam kisaran set kalibrasi sehingga dapat meminimalkan

terjadinya outlier prediction (Rimbaud et al., 1999).

Penetapan kadar parasetamol dan kafein dilakukan dengan melarutkan

sejumlah 68 mg serbuk sampel yang setara dengan 50 mg parasetamol dan 6,5 mg

kafein.Konsentrasi akhir larutan sampel parasetamol akan sebanyak 10 (µg/mL)

dan kafein sebanyak 1,3 (µg/mL). Setelah dilakukan pengukuran pada panjang

gelombang 220–310 nm dengan interval pengukuran 2 nm diperoleh data

absorbansi sampel yang akan ditetapkan kadarnya dengan model kalibrasi yang

telah tervalidasi.

Hasil pengolahan data dengan menggunakan model kalibrasi yang telah

divalidasi untuk memperoleh konsentrasi analit pada larutan akhir dapat dilihat

pada tabel VII.

Gambar

Tabel I.
Gambar 1. Struktur parasetamol
Gambar 2. Proses eksitasi
Gambar 5. Penyerapan sinar UV oleh larutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM PEMBINAAN SISWA BERBAKAT ISTIMEWA/BERPRESTASI LUAR BIASA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA, DAN OLAHRAGA.. PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SISWA SMA

In free space cell Ci, applications of some constraints C2 of locomotion type create obstruction (nonnavigable space) and the decision to create that obstruction

Dengan ini diumumkan bahwa berdasarkan Ketetapan Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov. Kurnia

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa

sinkronnya program SPAM Regional yang digagas oleh Pemerintah Provinsi dengan. Pemerintah Kabupaten sehingga masih ada tumpang tindih dalam

[r]

Sebagian orang tak menyadari sebab atau syarat-syarat tersebut, sehingga mereka berpendapat bahwa larangan ini bersifat mutlak terhadap yang berlainan

2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 3 Tahun