Lampiran 1. Gambar Sediaan Tablet
Lampiran 2. Daftar Spesifikasi Sediaan tablet Ocuson®
1. Ocuson® (Sanbe)
No. Reg : DKL9722221010A1 Expire Date : September 2016
Lampiran 3. Gambar Alat
Gambar 2. Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu 1800)
Gambar 3. Sonikator (Branson 1510)
Lampiran 4. Bagan Alir Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Larutan Induk Baku Betametason
diukur serapan maksimum pada
λ 200-400 nm Baku Betametason
LIB I Betametason 1000 μg/mL
Betametason 11,0 μg/mL
λ Betametason= 239 nm LIB II Betametason 500 μg/mL
ditimbang sebanyak 50 mg
dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL dilarutkan dan dicukupkan dengan
metanol p.a
dipipet 0,55 mL
dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL dilarutkan dan dicukupkan dengan
metanol p.a dipipet 12,5 mL
dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL dilarutkan dan dicukupkan dengan
Lampiran 4. (Lanjutan)
2. Pembuatan Larutan Induk Baku Deksklorfeniramin Maleat
dipipet 12,5 mL dipipet 12,5 mL
dimasukkan kedalam labu tentukur 25Ml dilarutkan dan dicukupkan dengan
metanol p.a
dipipet 1,05 mL
dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL dilarutkan dan dicukupkan dengan
metanol p.a
diukur serapan maksimum pada
λ 200-400 nm Baku Deksklorfeniramin Maleat
LIB I Deksklorfeniramin Maleat 1000 μg/mL
LIB II Deksklorfeniramin Maleat 500 μg/mL
Deksklorfeniramin Maleat 21,0 μg/mL
λ Deksklorfeniramin maleat = 259 nm
ditimbang sebanyak 50 mg
Lampiran 4. (Lanjutan)
3. Pembuatan Larutan Standar Betametason dan Deksklorfeniramin Maleat
Larutan standar Betametason 5,0; 8,0; 11,0; 14,0; 17,0; 20,0; dan 23,0 μg/mL
diambil 0,25; 0,4; 0,55; 0,7; 0,85; 1 dan 1,15 mL
dilarutkan dan dicukupkan ke dalam labu tentukur 25 mL dengan
pelarut metanol p.a LIB II Betametason 500 μg/mL
Larutanstandar Deksklorfeniramin maleat 10,0; 16,0; 21,0; 26,0; 31,0; 35,0 dan 40 μg/mL
diambil 0,5; 0,8; 1; 1,3; 1,55; 1,75 dan 2 mL
dilarutkan dan dicukupkan ke dalam labu tentukur 25 mL dengan pelarut metanol p.a
Lampiran 4. (Lanjutan)
4. Penentuan Panjang Gelombang Analisis Deksklorfeniramin Maleat dan Betametason
Betametason 5,0 μg/mL Deksklorfeniramin
Maleat 40,0 μg/mL
diukur serapan dari masing-masing
deksklorfeniramin maleat dan betametason panjang gelombang 200 - 400 nm
ditumpang tindihkan
ditentukan 5 titik panjang gelombang analisis
diambil panjang gelombang dari spektrum serapan komponen mulai memberikan serapan sampai hampir tidak memberikan serapan.
Lampiran 4. (Lanjutan)
4. Penentuan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason dalam campuran
Timbang 10 mg deksklorfeniramin maleat dan betametason dalam campuran
Larutkan 10 mg deksklorfeniramin maleat dan betametason dalam 10 mL metanol p.a
Dari masing – masing larutan, ambil 0,4 mL dari larutan deksklorfeniramin maleat dan 0,2 mL dari larutan
betametason
Campur kedua larutan ad metanol p.a sampai 10 mL
Larutan diukur pada 5 panjang gelombang penelitian
Lakukan pengulangan sebanyak 6 kali
Lampiran 4. (Lanjutan)
5. Penentuan Kadar Sediaan Tablet
ditimbang
digerus dalam lumpang sampai halus dan homogen
ditimbang setara 4,5 mg deksklorfeniramin maleat dihitung kesetaraan betametason yang terkandung didalamnya (penimbangan dilakukan sebanyak 6
kali pengulangan)
dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL
ditambahkan dengan metanol p.a sampai garis tanda sambil dikocok
dihomogenkan dengan sonikator selama 15 menit disaring
dibuang ± 10 mL filtrat pertama dan filtrat selanjutnya ditampung
dipipet 4,4 mL
dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL
dicukupkan dengan metanol p.a sampai gari tanda dipipet lagi 2 mL
dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL
Lampiran 5. Perhitungan kadar teoritis deksklorfeniramin maleat dan betametason
Pengulangan 1
Kadar deksklorfeniramin maleat :
V1 x C1 = V2 x C2
Kadar deksklorfeniramin maleat :
Pengulangan 3
Kadar deksklorfeniramin maleat :
V1 x C1 = V2 x C2
Kadar deksklorfeniramin maleat :
Pengulangan 5
Kadar deksklorfeniramin maleat :
V1 x C1 = V2 x C2
Kadar deksklorfeniramin maleat :
Lampiran 6. Data penimbangan baku deksklorfeniramin maleat dan betametason, serta kadar teoritis dari deksklorfeniramin maleat dan betametason
Pengulangan
Penimbangan deksklorfeniramin
maleat (mg)
kadar teoritis deksklorfeniramin
maleat (µg/mL)
Penimbangan betametason
(mg)
Kadar teoris betametason (µg/mL)
1 10 8,00 10,2 4,08
2 10,1 8,08 10,4 4,16
3 10,2 8,16 10,2 4,08
4 10,1 8,08 10,0 4,00
5 10,2 8,16 10,3 4,12
Lampiran 7. Contoh Perhitungan penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason dalam sampel
Berat 20 tablet = 3,9925 g
Komposisi Tablet : Betametason 0,25 mg
Deksklorfeniramin maleat 2 mg
Ditimbang serbuksetara dengan 4,5 mg deksklorfeniramin maleat, maka jumlah serbuk yang ditimbang adalah :
x1 =
Selanjutnya dari desklorfeniramin maleat dihitung kesetaraan betametason yang terkandung dalam 0,4491 g adalah:
x2 = 0,4491 g x
Jadi secara teoritis kadarnya betametason dalam analit adalah 0,5624 mg. Dilarutkan dengan metanol dengan kuantitatif dalam labu tentukur 50 mL. Konsentrasi desklorfeniramin maleat =
Konsentrasi betametason =
Konsentrasi deksklorfeniramin maleat sampel
Dari konsentrasi diatas deksklorfeniramin maleat 8 μg/mL dan betametason 1
μg/mL (8:1) untuk menjadikan perbandingan (2:1) maka, di tambahkan baku
betametason yang diambil dari LIB III (11,25 μg/mL) yaitu :
Konsentrasi betametason dari LIB III =
mL)
Dari LIB III dipipet 1,5 mL di masukkan dalam labu tentukur 10 mL Maka volume analisis betametason adalah
Lampiran 8. Data kadar terukur deksklorfeniramin maleat dan betametason Larutan sampel yang telah dibuat kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 219, 229, 239, 249, 259 nm. Data serapan larutan sampel dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Data serapan larutan sampel
NO Keterangan
Serapan pada panjang gelombang
Lampiran 9. Spektrum tumpang tindih serapan dari larutan standar deksklorfeniramin maleat dan betametason
Gambar 5. Kurva tumpang tindih serapan betametason dalam berbagai konsentrasi
Gambar 6. Kurva tumpang tindih serapan deksklorfeniramin maleat dalam berbagai konsentrasi
Gambar 7. Tumpang tindih spektrum serapan deksklorfeniramin maleat konsentrasi 40,0 µg/mL dan betametason 5,0 µ g/mL
nm .
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
1,00000
0,80000
0,60000
0,40000
0,20000
Lampiran 10. Spektrum serapan dari larutan baku campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason (pengulangan)
Pengulangan 1
n m .
2 0 0 ,0 0 2 5 0 ,0 0 3 0 0 ,0 0 3 5 0 ,0 0 4 0 0 ,0 0
Ab
s.
2 ,0 0 0 0 0
1 ,5 0 0 0 0
1 ,0 0 0 0 0
0 ,5 0 0 0 0
Pengulangan 5
nm.
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
b
s.
2,00000
1,50000
1,00000
0,50000
Lampiran 11. Spektrun serapan dari sampel deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet O® (pengulangan)
Pengulangan 1
nm .
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
bs.
2,00000
1,50000
1,00000
0,50000
Pengulangan 4
nm.
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
b
s.
2,00000
1,50000
1,00000
0,50000
Lampiran 12. Perhitungan operasi matriks kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason
Data serapan tersebut digunakan untuk menghitung kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason dalam sampel melalui operasi matriks sebagai berikut:
pengulangan 1
= x
=
pengulangan 2
= x
=
pengulangan 3
= x
=
-1
-1
pengulangan 4
= x
=
Pengulangan 5
= x
=
Pengulangan 6
= x
=
Keterangan :
C1 : Konsentrasi Deksklorfeniramin Maleat C2 : Konsentrasi Betametason
-1
-1
Lampiran 13. Perhitungan operasi matriks dan % KV deksklorfeniramin maleat dan betametason
Pengulangan 1 Deksklorfeniramin maleat = x 99,70 % = 99,99 %
Betametason = x 102,21 % = 102,07%
Pengulangan 2 Deksklorfeniramin maleat = x 99,70 % = 99,51%
Betametason = x 102,21 % = 100,48%
Pengulangan 3 Deksklorfeniramin maleat = x 99,70 % = 98,49%
Betametason = x 102,21 % = 101,04%
Pengulangan 4 Deksklorfeniramin maleat = x 99,70 % = 99,17 %
Betametason = x 102,21 % = 101,72 %
pengulangan 5 Deksklorfeniramin maleat = x 99,70 % = 98,63 %
Betametason = x 102,21 % = 101,04%
pengulangan 6 Deksklorfeniramin maleat = x 99,70 % = 99,53%
Betametason = x 102,21 % = 101,39 %
Rerata Deksklorfeniramin maleat = 99,22 %
t hitung 6 = = 1,5523 (diterima)
Data 1 dan 5 ditolak karena nilai t hitung≥ t tabel dan t hitung≤-t tabel , maka data yang
dipakai adalah data 2, 3, 4, dan 6.
No.
(X)
Kadar akurasi dari hasil matriks (%)
X - (X - )2
2. 99,51 0,34 0,1156
3. 98,49 -0,68 0,4624
4. 99,17 0,00 0,000
6. 99,53 0,36 0,1296
= 99,17 Σ(X - )2= 0,7076
SD =
=
=
= 0,4856
Uji statistik pada taraf kepercayaan 95% maka nilai α = 0,05 ; dk = 4-1 = 4-1 = 3 Diperoleh ttabel= (1 – ½ α); dk
= (1 – 0,025); 3 = 0,975; 3 = 3,1824
Dasar penerimaan data jika t hitung≤ t tabel
thitung =
t hitung 3 = = 2,8006 (diterima)
t hitung 4 = = 0,0000 (diterima)
t hitung 6 = = 1,4827 (diterima)
Semua data diterima, maka kadar deksklorfeniramin maleat sebenarnya adalah:
μ = ( ± ttabel x ) %
t hitung 5 = = 1,0879 (diterima)
Dasar penerimaan data jika t hitung≤ t tabel
thitung =
t hitung 3 = = (diterima)
t hitung 5 = = 1,5314 (diterima)
t hitung 6 = = 0,6125 (diterima)
Semua data diterima, maka kadar betametason sebenarnya adalah:
μ = ( ± ttabel x ) %
Lampiran 16. Perhitungan %KV (koefisien variasi) deksklorfeniramin maleat dan betametason
% KV = x 100%
%KV Deksklorfeniramin maleat =
99,17
0,4856 X 100% = 0,4896 %
%KV Betametason =
101,29 0,3265
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. (2015). Optimasi dan Analisisi Kadar Campuran Deksklorfeniramin maleat dan Betametason dengan Metode Spektrofotometri Derivatif. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 27, 60, dan 89.
Andrianto, Y.C. (2009). Validasi Metode Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen secara Spektrofotometri UV Dengan Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda. Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Halaman 2, 24, 25, 33, dan 35. Ansel, C.H (1985). Introduction to Pharmaceutical Dosage forms. Fourth Edition.
Penerjemah: Ibrahim, F. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Ke empat. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 1-2.
Cairns, D. (2008). Essentials of Pharmaceutical Chemistry. Edisi Ketiga. London : Pharmaceutical Press. Halaman 177.
Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1998). Quantitative Analysis. Sixth Edition. Penerjemah: Sopyan, I. (2002). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Ke Enam. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 413.
Denny, R.C., dan Sinclair, R. (1991). Visible and Ultraviolet Spectroscopy. Analytical Chemistry by Open Learning. Singapore : John Wiley and Sons. Halaman 84-85.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 135, 136, 293 dan 1067.
Ditjen BKAK. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 136 dan 1068.
Ermer, J., dan McB. Miller, J.H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. A Guide to Best Practice. Dalam: E. Joachim. Linearity. Weiheim: Wiley-VCH. Halaman 80 dan 89.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 235-236.
Harkness, R. (1984). Drug interactions. Penerjemah : Agoes, G dan Widianto, M.B. (1989) Interaksi Obat. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 9.
Khopkar, S.M. (1985). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: Saptorahardjo, A. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Halaman 225.
Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2004). Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons Edisi Ketiga. London : Pharmaceutical Press. Halaman 234 dan 973
Mulja, M., dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University Press. Halaman 26 -41.
Munson, J.W. (1984). Pharmaceutical Analysis: Part B Modern Methods. Penerjemah: Harjana. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 335, 369-385.
Mustarichie, R., Levitaa, J., Musfiroha, I. (2014). Spectrophotmetric Validation method of Dexchlorpheniramine maleat and Betamethasone. International Journal of Research and Development in pharmacy and Life Sciences. 3(4): 1096-1105.
Nurhidayati, L. (2007). Spektrofotometri Derivatif dan Aplikasinya dalam Bidang Farmasi. Jurnal ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(2): 93 - 99.
Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D.H., Kartasasmita, R.E. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 49, 87 - 93.
Sudjana, (2002). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito. Halaman 226 -227.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan metode spektrofotometri ultraviolet metode panjang gelombang berganda terhadap analisa campuran betametason dan deksklorfeniramin maleat yang terkandung dalam satu sediaan tablet merek dagang.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015 di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV-Visible (dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 49), Personal Computer (PC) yang dilengkapi software UV Probe 2.42 (UV-1800 Shimadzu), sonikator (Branson 1510), neraca analitik (Boeco), kuvet, alat gelas (Oberoi) dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan sampel.
3.4 Bahan
3.5Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan yang diteliti (Sudjana, 2005). Sampel yang digunakan adalah tablet yang mengandung deksklorfeniramin maleat 2 mg dan betametason 0,25 mg. Gambar dan daftar spesifikasi tabletdapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2 halaman 47 dan 48.
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Pembuatan Larutan Induk Baku
3.6.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Betametason
Ditimbang 50 mg betametason, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, ditambahkan metanol p.a dikocok hingga larut, lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan metanol p.a sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 μg/mL, larutan ini disebut larutan induk baku I (LIB I). Dari larutan ini dipipet
12,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan metanol p.a sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 50 0 μg/mL (LIB II). Dari larutan ini dipipet 2,25 mL, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL, diencerkan dengan metanol p.a sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 11,25 μg/mL (LIB III) (Ditjen POM., 1995).
3.6.1.2Pembuatan Larutan Induk Baku Deksklorfeniramin maleat
konsentrasi 1000 μg/mL, larutan ini disebut larutan induk baku I (LIB I). Dari larutan ini dipipet 12,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan metanol p.a sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 μg/mL (LIB II) (Ditjen POM., 1995).
3.6.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum
3.6.2.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Betametason
Dipipet 0,55 mL Larutan Induk Baku II (LIB II) betametason (konsentrasi = 500 μg/mL), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan metanol p.a hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 11,0 μg/mL, kemudian diukur serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Kurva serapan maksimum betametason dapat dilihat pada Gambar 4.1 halaman 26.
3.6.2.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Deksklorfeniramin maleat
3.6.3 Pembuatan Larutan Standar
3.6.3.1Pembuatan larutan standar deksklorfeniramin maleat
Dipipet Larutan Induk Baku II deksklorfeniramin maleat (konsentrasi = 500 μg/mL) sebanyak 0,5 mL; 0,8 mL; 1,05 mL; 1,3 mL; 1,55 mL; 1,75 mL; 2 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan metanol p.a hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10,0; 16,0; 21,0; 26,0; 31,0; 35,0; dan 40,0 μg/mL. Kemudian diukur pada panjang gelombang 200–400 nm.
3.6.3.2 Pembuatan larutan standar betametason
Dipipet Larutan Induk Baku II betametason (konsentrasi = 500 μg/mL) sebanyak 0,25 mL; 0,4 mL; 0,55 mL; 0,7 mL; dan 0,85 mL; 1 mL; dan 1,15 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan metanol p.a hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5,0; 8,0; 11,0; 14,0; 17,0; 20,0; 23,0 μg/mL. Kemudian diukur pada panjang gelombang 200 – 400 nm.
3.6.4 Panjang Gelombang
Dari seri kadar yang telah diperoleh pada penetapan rentang kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason, masing-masing diambil satu seri kadar yaitu konsentrasi tengah dan dilakukan pengukuran absorbansi kedua larutan pada rentang panjang gelombang 200 - 400 nm, sehingga dapat diketahui masing-masing absorbansi larutan pada berbagai panjang gelombang.
untuk mengukur absorbansi larutan baku desklorfeniramin maleat dan betametason.
3.6.5 Penentuan harga serapan
Larutan baku deksklorfeniramin maleat dan betametason yang telah dibuat, diukur absorbansinya pada multi panjang gelombang yang telah ditentukan. Harga serapan kedua senyawa ditentukan dengan menggunakan metode regresi linear yang dioperasikan pada data konsentrasi dan absorbansi masing-masing senyawa pada setiap panjang gelombang pengukuran.
Dari persamaan regresi yang diperoleh, y = aX + b , y adalah harga serapan (A), b adalah koefisien regresi yang menunjukkan harga serapan (a), X adalah kadar (mg/100 mL), sedangkan a adalah konstanta.
3.6.6 Penetuan Kadar Baku Campuran Deksklorfeniramin maleat dan Betametason
Ditimbang masing-masing 10 mg deksklorfeniramin maleat dan betametason, masing-masing dimasukkan ke labu tentukur 10 mL, dilarutkan dengan pelarut metanol p.a sampai garis tanda. Kemudian dipipet 0,4 mL dari larutan deksklorfeniramin maleat dan 0,2 mL dari larutan betametason, campur larutan kedalam labu tentukur 10 mL, dan diencerkan dengan pelarut metanol p.a. Dari larutan tersebut dipipet 2 mL dimasukkan ke labu tentukur 10 mL diencerkan dengan pelarut metanol p.a. Diukur serapan dengan panjang gelombang 200-400 nm. Dilakukan sebanyak enam kali pengulangan.
3.6.7 Perhitungan Kadar Deksklorfeniramin maleat-Betametason dalam Campuran
halus dan homogen. Serbuk ditimbang setara dengan 4,5 mg deksklorfeniramin maleat dan dihitung kesetaraan betametason yang terkandung didalamnya, penimbangan dilakukan sebanyak enam kali pengulangan. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan pelarut metanol p.a sampai garis tanda. Dibantu pelarutannya menggunakan sonikator selama 15 menit, lalu disaring (± 10 mL filtrat pertama dibuang, filtrat selanjutnya ditampung). Kemudian dari larutan filtrat ini, dipipet 4,4 mL, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL, lalu dicukupkan dengan metanol p.a hingga garis tanda. Kemudian dipipet lagi 2 mL, dan untuk betametason ditambahkan LIB III sebanyak 1,5 mL agar tercapainya konsentrasi 4 μg/mL dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL, lalu dicukupkan dengan metanol p.a hingga garis tanda (konsentrasi = 4 μg/mL untuk betametason dan konsentrasi = 8 μg/mL untuk deksklorfeniramin maleat) Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang yang telah ditetapkan.
3.6.8 Perhitungan Kadar Deksklorfeniramin Maleat-Betametason dalam Campuran
Perhitungan kadar masing-masing komponen dalam campuran dilakukan atas dasar absorbansi campuran (Ac) dan serapan tiap komponen pada multi panjang gelombang yang telah diketahui dari hasil pengukuran dengan menggunakan persamaan matriks:
[c] = [[a] x [a1]]-1 X [a] x [Ac] Keterangan :
[c] : kadar komponen dari campuran
[a] : matriks serapan senyawa penyusun campuran [a1] : transp matriks serapan senyawa penyusun campuran
3.6.9 Analisis Hasil
Analisis hasil dilakukan untuk mengetahui validitas metode yang digunakan dalam penelitian. Parameter yang diukur:
3.6.9.1 Akurasi
Nilai akurasi dihitung dari hasil matriks kadar yang terukur atau kadar hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya dikalikan 100%. Akurasi dikatakan baik jika berada dalam rentang 98-102%. (Ditjen BKAK., 2014).
Akurasi dari hasil matris =
sebenarnya kadar
hasil kadar
X % kadar sertifikat analisis
3.6.9.2 Presisi
Penentuan presisi berdasarkan harga koefisien variasi (KV) atau Coefficient of Variation (CV). Jika KV lebih kecil dari 2%, maka dinilai
mempunyai presisi yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007). Koefisien variasi (KV) diperoleh dengan rumus:
KV =
3.6.9.3 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik
Data perhitungan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji ttabel distribusi t dapat dilihat
pada Lampiran 14 halaman 71.
Menurut sudjana (2005), Rumus yang digunakan adalah :
SD =
( )
t hitung =
n SD
x Xi
/
−
Data diterima jika ttabel < thitung < ttabel pada interval kepercayaan 95%
dengan nilai α = 0,005.
Keterangan :
SD : Simpangan baku
xi : Kadar dalam satu perlakuan
−
X : Kadar rata-rata dalam satu sampel (mg/100g)
n : Jumlah perlakuan α : Tingkat kepercayaan
Untuk menghitung kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason sebenarnya dalam sampel secara statistik dapat digunakan rumus
µ = X ± (t(α/2, dk) x SD / √n ) Keterangan :
SD : Simpangan baku −
X : Kadar rata-rata dalam satu sampel
n : Jumlah perlakuan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Kurva Serapan Maksimum
Penentuan kurva serapan maksimum dilakukan pada panjang gelombang 200-400 nm untuk betametason dilakukan pada konsentrasi 11,0 μg/mL, sedangkan untuk deksklorfeniramin maleat pengukuran dilakukan pada konsentrasi 21,0 μg/mL. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kurva serapan maksimum pada λ = 239 nm untuk betametason dan pada λ = 259 nm untuk deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2.
Gamb ar 4.1 Kurva serapan maksimum betametason 11,0 μg/mL
Gambar 4.2 Kurva serapan maksimum deksklorfeniramin maleat 21,0 μg/mL
nm.
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
b
s.
1,00000
0,80000
0,60000
0,40000
0,20000
4.2 Hasil Penentuan Kurva Serapan betametason dan deksklorfeniramin Telah didapatkan serapan dari, larutan betametason dibuat dalam konsentrasi 5,0; 8,0; 11,0; 14,0; 17,0; 20,0; 23,0 μg/mL dan larutan deksklorfeniramin maleat dalam konsetrasi 10; 16; 21; 26; 31; 35; dan 40 μg/mL pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurva tumpang tindih serapan betametason dalam berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Gambar 4.3 – 4.4.
nm.
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
b
s.
1,00000
0,80000
0,60000
0,40000
0,20000
Gambar 4.4 Kurva tumpang tindih serapan deksklorfeniramin maleat dalam berbagai konsentrasi
nm.
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
b
s.
1,00000
0,80000
0,60000
0,40000
0,20000
menggambarkan besar konsentrasi zat tersebut dalam campurannya. Berbeda dengan spektrofotometri ultraviolet (UV) metode panjang gelombang berganda yang dapat menetapkan kadar suatu zat dalam campuran zat tersebut dengan zat lainnya.
4.3 Penentuan Panjang Gelombang Penelitian
Setelah didapat spektrum serapan dari masing-masing komponen, maka spektrum ini kemudian digunakan untuk menentukan panjang gelombang penelitian yang digunakan. Pembacaan spektrum serapan ini dilakukan pada rentang panjang gelombang 200-330 nm, karena pada rentang panjang gelombang ini deksklorfeniramin maleat dan betametason tumpang tindih secara keseluruhan. Penentuan dilakukan dengan menggabungkan 2 spektrum tersebut kemudian dicari 5 titik sebagai panjang gelombang yang akan digunakan. Spektrum yang dipilih adalah spektrum deksklorfeniramin maleat konsentrasi tinggi dan spektrum betametason konsentrasi rendah, karena mewakili perbandingan konsentrasi deksklorfeniramin maleat dan betametason yaitu 8:1.
Spektrum tumpang tindih dari deksklorfeniramin maleat dan betametason dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.6 Spektrum tumpang tindih serapan deksklorfeniramin maleat konsentrasi 40,0 µg/mL dan betametason konsentrasi 5,0 µg/mL
Berdasarkan kurva Gambar 4.6 maka diperoleh lima panjang gelombang analisis yang digunakan. Lima panjang gelombang analisis yang digunakan adalah 219 nm, pada panjang gelombang ini merupakan awal serapan dari zat betametason dan deksklorfeniramin maleat. Pada panjang gelombang 229 nm deksklorfeniramin maleat dan betametason masih sama-sama memberikan serapan yang cukup besar. Pada panjang gelombang 239 nm deksklorfeniramin maleat dan betametason masih sama-sama memberikan serapan dan merupakan panjang gelombang maksimum betametason. Pada panjang gelombang 249 nm deksklorfeniramin maleat dan betametason masih sama-sama memberikan serapan. Pada panjang gelombang 259 nm merupakan panjang gelombang deksklorfeniramin maleat dan sama-sama masih memberikan serapan.
4.4 Penentuan Serapan
Setelah dilakukan pengukuran serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang analisis 219, 229, 239, 249, dan 259 nm dengan pengulangan sebanyak enam kali. Data perhitungan serapan deksklorfeniramin maleat dan betametason dapat dilihat pada Tabel 1-12 :
Tabel 2 Data serapan panjang gelombang betametason pengulangan 2
Tabel 3 Data serapan panjang gelombang betametason pengulangan 3 C
Tabel 5 data serapan panjang gelombang betametason pengulangan 5
Tabel 6 data serapan panjang gelombang betametason pengulangan 6 C Tabel 7 Data serapan panjang gelombang deksklorfeniramin maleat pengulangan 1
Tabel 8 data serapan panjang gelombang deksklorfeniramin maleat pengulangan
Tabel 9 data serapan panjang gelombang deksklorfeniramin maleat pengulangan 3 C
Tabel 11 data serapan panjang gelombang deksklorfeniramin maleat pengulangan 5
Tabel 12 data serapan panjang gelombang deksklorfeniramin maleat pengulangan 6 C
1. Dasar lain dalam memilih nilai serapan yang akan digunakan dapat dilihat dari nilai a dari persamaan, nilai a ini melambangkan noise atau pengganggu. Dalam suatu penelitian harga noise yang diterima adalah semakin mendekati 0, karena menunjukkan bahwa hasil penelitian ini dapat dipercaya. Nilai a dari deksklorfeniramin maleat dan betametason pada pengulangan II memberikan hasil yang baik, yaitu nilai a nya semakin mendekati 0, meskipun untuk nilai a dari deksklorfeniramin maleat dan betametason pengulangan 2 bukan nilai a yang terkecil. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah melihat nilai r nya. Nilai r diterima bila lebih besar dari nilai r tabel, dan nilai r yang semakin mendekati 1.
Berdasarkan pada penilaian tersebut maka nilai serapan yang digunakan untuk deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah nilai serapan pada duplikat kedua, didukung dengan nilai a dan r yang baik.
4.5 Kadar Teoritis Baku Campuran Deksklorfeniramin maleat dan betametason
4.6 Hasi Penentuan Kadar Deksklorfeniramin maleat dan Betametason dalam Sediaan Tablet
Penentuan penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason dalam tablet yang beredar diapotik mengandung deksklorfeniramin maleat 2 mg dan betametason 0,25 mg. Pengukuran deksklorfeniramin maleat dan betametason baku pada sediaan masing-masing deksklorfeniramin maleat 8,0 μg/mL dan betametason 4,0 μg/mL. Agar tercapainya uji perbandingan tersebut maka dilakukan addisi dengan baku pembanding sebanyak 1,5 mL dari larutan induk baku III setelah itu dapat dilakukan pengukuran. Larutan sampel dibuat sebanyak enam pengulangan, dengan tujuan agar data yang diperoleh lebih akurat. Kemudian larutan tersebut diukur serapannya pada kelima panjang gelombang yaitu 219, 229, 239, 249, 259 nm.
Dari hasil pengukuran spektrum sampel campuran diperoleh bentuk spektrum sebagai berikut:
Gambar 4.7 Spektrum sampel campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason
Dari bentuk spektrum campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason berbeda dengan bentuk spektrum tumpang tindih (Gambar 4.7),
nm .
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
Ab
s.
2,00000
1,50000
1,00000
0,50000
karena spektrum campuran merupakan gabungan dari 2 senyawa dalam satu larutan, sehingga tidak dapat diperoleh bentuk spektrum yang sama dengan bentuk spektrum tumpang tindih, karena pada spektrum tumpang tindih bukan merupakan gabungan spektrum deksklorfeniramin maleat dan betametason, tapi merupakan tumpang tindih dari spektrum masing-masing larutan. Pada spektrum campuran, deksklorfeniramin maleat dan betametason terdapat dalam satu larutan sehingga spektrum yang diperoleh merupakan spektrum dari campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason, bukan gabungan dari 2 spektrum.
Data serapan larutan sampel campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason yang didapat digunakan untuk mengukur kadar masing-masing campuran, dengan cara memasukkan data yang tersedia pada rumus perhitungan matriks. Kemudian dari perhitungan akan diperoleh kadar masing-masing komponen campuran. Sehingga dapat dihitung nilai metode matriks dan % Koefisien variasinya dan dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini :
Tabel 13 Data hasil perhitungan kadar, metode matriks, dan % Koefisien variasi Nomor
sampel
Berdasarkan Tabel 13 diatas, kadar betametason dan deksklorfeniramin maleat pada sediaan tablet O® memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014) yaitu untuk sediaan tablet betametason dan sediaan tablet deksklorfeniramin maleat yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Diperoleh rentang kadar akurasi dari hasil matriks untuk masing-masing deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah 98,17%-99,94% dan 100,77%-101,81%. Koefisien variasi (%KV) untuk masing-masing deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah 0,4896% dan 0,3223%. Nilai rentang kadar akurasi deksklorfeniramin maleat dan betametason memiliki akurasi yang baik karena berada pada rentang 90%-110% dan juga memiliki presisi yang baik karena %KV deksklorfeniramin maleat dan betametason termasuk <2%.
Perhitungan matriks dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 68, perhitungan kadar akurasi hasil matriks dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 70 dan perhitungan koefisien variasi (%KV) dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 77. Perhitungan statistik kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet O® dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 71.
4.7 Hasil Perbandingan Spektrum Serapan Campuran Deksklorfeniramin maleat dan Betametason Sebelum Penambahan Baku dengan Sesudah Penambahan Baku
Gambar 4.8 Spektrum serapan campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason (Sebelum Metode Adisi Standar)
Gambar 4.9 Spektrum serapan campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason (Sesudah Metode Adisi Standar)
Dari Gambar 4.8 dan 4.9 dapat dilihat bahwa adanya perbedaan spektrum sebelum penambahan baku dengan sesudah penambahan baku. Sebelum penambahan baku, spektrum yang terlihat hanya deksklorfeniramin maleat sedangkan betametason tidak terlihat, sehingga tidak dapat dilakukan penetapan kadar betametason karena konsentrasinya di dalam campuran kecil atau hampir tidak ada.
Oleh karena itu, diperlukan metode adisi standar terhadap betametason agar konsentrasi betametason dapat meningkat dan absorbsinya turut meningkat.
nm.
200,00 250,00 300,00 350,00 400,00
A
b
s.
2,00000
1,50000
1,00000
0,50000
Menurut Harmita (2004), dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi biasanya 98% sampai 102% dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya.
4.8 Kadar Deksklorfeniramin maleat dan Betametason dengan Analisis Statistik
Kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada tablet O® dengan analisis secara statistik pada metode panjang gelombang berganda menggunakan pelarut metanol p.a dan juga yang telah dilakukan oleh Aisyah (2015) secara spektrofotometri derivatif dengan teknik zero crossing menggunakan pelarut metanol p.a dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Rentang Kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada tablet O® dengan analisis secara statistik
Metode
Rujukan
Aisyah (2015) Nurbaya (2016) zero crossing Panjang gelombang berganda
pelarut Metanol p.a Metanol p.a
Panjang gelombang
Kadar betametason (92,51 – 96,98)% (0,2312 – 0,2424)mg
yang diperoleh dengan metode panjang gelombang berganda lebih besar dari pada dengan metode spektrofotometri derivatif teknik zero crossing, dan kadar betametason yang diperoleh dengan metode panjang gelombang berganda lebih besar dari pada dengan metode spektrofotometri derivatif teknik zero crossing. Hal ini bisa disebabkan karena adanya perbedaan pada pengambilan panjang gelombang analisisnya. Pada teknik zero crossing panjang gelombang dipilih oleh software pada alat UV probe pada spektrum serapan masing-masing yang telah
diderivatkan dilakukan dengan mengamati panjang gelombang yang menunjukkan nilai serapan senyawa pasangannya nol dan nilai serapan senyawa yang lain dan campurannya memiliki nilai serapan sama atau hampir sama. Pada metode panjang gelombang berganda dilakukan pemilihan panjang gelombang analisis secara variabel bebas oleh si peneliti dimana pemilihan panjang gelombangnya diambil dari spektrum tersebut mulai memberikan serapan sampai hampir tidak memberikan serapan yang dipilih sebanyak 5 lima panjang gelombang dan pada metode ini dilakukan perhitungan kadar dengan operasi matriks. Perhitungan statistik kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet O® dengan metode panjang gelombang berganda dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 71.
4.9 Hasil Uji Validasi Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah
4.9.1 Hasil Uji Akurasi
Perhitungan uji akurasi dari hasil matriks pada sediaan tablet O® dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 70. Data hasil uji akurasi dari hasil matriks deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan pada tablet O® dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Data hasil uji akurasil hasil matriks deksklorfeniramin maleat dan betametason pada tablet O®
Pengulangan
Akurasi hasil matriks (%) Deksklorfeniramin
Berdasarkan Tabel 4.15 diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata persen akurasi dari hasil matriks yang diperoleh sangat dekat dengan nilai sebenarnya dan telah memenuhi syarat akurasi untuk validasi prosedur analisis karena rata-rata berada di antara rentang 90%−110% (Ditjen BKAK., 2014). Persen perolehan kembali deksklorfeniramin maleat dan betametason masing-masing 99,22% dan 101,29%.
4.9.2 Hasil Uji Presisi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:
a. Pelarut metanol p.a dapat digunakan untuk analisis campuran betametason dan deksklorfeniramin maleat secara spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda.
b. Kadar betametason dan deksklorfeniramin maleat dalam sediaan tablet O® memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V (2014) dengan kadar sebesar (99,17±0,7727)% dan (101,29±0,5195)% masing–masing untuk betametason dan deksklorfeniramin maleat.
5.2 Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Betametason
Betametason mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Menurut Ditjen BKAK., (2014), Uraian tentang betametason adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Rumus struktur betametason Rumus molekul dalam kloroform; larut dalam etanol; sukar larut dalam ete : Atropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi,
: C22H29FO5
: 392,47
: 9-Fluoro-11 β, 17, 21-trihidroksi-16 β-metilpregna-1,4-diena 3,20-dion
: Serbuk hablur, putih sampai praktis putih; tidak berbau
Betametason digunakan untuk mengobati alergi dan peradangan lokal, tetapi betametason juga dapat menimbulkan efek samping, antara lain antropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi, dermatitis perioral dan alergi, serta infeksi sekunder. Semua kortikosteroid secara oral di absopsi dengan langsung efeknya baru tampak setelah 4-6 jam, maka untuk efek cepat hendaknya digunakan injeksi dari derivat yang mudah larut. Masa paruhnya berkisar antara 1,5 dan 5 jam, tetapi bertahan jauh lebih lama. Misalnya: deksametason dan betametason (Tan dan Rahardja, 2007).
2.2 Deksklorfeniramin maleat
Deksklorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Menurut Ditjen BKAK., (2014), Uraian tentang deksklorfeniramin maleat adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2 Rumus struktur deksklorfeniramin maleat Rumus molekul : C16H19ClN2. C4H4O4
Berat molekul : 390,87
Nama kimia : (+)-2-[p-Kloro α-[(Dimetilamino)etil]benzil] piridina maleat
Pemerian : Serbuk hablur putih tidak berbau
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam kloroform, sukar larut dalam benzen dan dalam eter Deksklorfeniramin maleat digunakan sebagai antihistamin. Efek samping yang ditimbulkan deksklorfeniramin maleat antara lain fertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, kabur, diplopia, euforia, gelisah, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Deksklorfeniramin maleat setelah pemberian oral atau parenteral, antihistamin (AH1) diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal 1-2 jam. Lama kerja antihistamin (AH1) setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru, sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih rendah (Tan dan Rahardja, 2007).
2.3 Metode Umum Pemeriksaan Analisis Campuran Deksklorfeniramin maleat dan Betametason
Beberapa penelitian telah melakukan pemeriksaan analisis campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan metode umum dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pemeriksaan Analisis Campuran Deksklorfeniramin maleat dan Betametason
Berdasarkan Tabel 2.1 diatas penetapan kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan KCKT dilakukan oleh
Senyawa Metode Pelarut / Fase gerak Rujukan Deksklorfeniramin dengan teknik zero crossing
pada panjang gelombang deksklorfeniramin maleat 249 nm dan betametason
239 nm.
Mustarichie, dkk., (2014). Penggunaan KCKT relatif lebih mahal dan memerlukan tahap pemisahan sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Aisyah, (2015) menggunakan spektrofotometri derivatif untuk penetapan kadar campuran dan deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan pelarut metanol p.a. penggunaan spektrofotometri derivatif metode zero crossing memerlukan pemilihan panjang gelombang kritis untuk pengukuran. Pemilihan ini menyebabkan penurunan sensitivitas dan presisi pada campuran biner (Nurhidayati, 2007).
2.4 Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prima. Suatu spektrofotometer tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan pembanding (Khopkar, 1985).
Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum. Terjadinya dua atau lebih pita spektrum diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih kompleks karena terjadi beberapa transisi sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.1 Hukum Lambert-Beer
Menurut Gandjar dan Rohman (2007) Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :
A = a.b.c (g/Liter) Keterangan: A = absorbansi
a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Menurut Denney dan Sinclair (1991) hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan yaitu:
a. Larutan yang menyerap cahaya adalah campuran yang homogen. b. Menggunakan sinar monokromatis.
Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorbansi (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.2 Kegunaan Spektrofotometri Ultraviolet
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004).
Pada analisis kuantitatif dengan cara penetapan kadar, larutan standar obat yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar dapat ditentukan (Cairns, 2008). Konsentrasi sampel dalam senyawa dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Ct Cs At As
=
Keterangan: As = Absorbansi baku pembanding At = Absorbansi zat dalam sampel Cs = Konsentrasi baku pembanding Ct = Konsentrasi zat dalam sampel
Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet penggunaanya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).
2.4.3 Komponen Spektrofotometer
Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet–visibel terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200 – 800 nm (Cairns, 2004). Diagram spektrofotometer Ultraviolet-Visible dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram spektrofotometer ultraviolet – visible
Menurut Day dan Underwood (1998), unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:
b. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya berupa prisma untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.
c. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan lebih.
d. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang.
2.5 Analisis Multikompenen dengan Spektrofotometri Ultraviolet
Menurut Day dan Underwood (1998) ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada spektrum absorban dua kompenen sebagai berikut:
a. Kemungkinan I dan II
Gambar 2.4 Spektrum absorban senyawa X dan Y Kemungkinan II
Gambar 2.5 Spektrum absorban senyawa X dan Y, spektrum X bertumpang tindih pada spektrum Y
Pada Gambar 2.4 diatas menunjukkan terjadi kemungkinan spektrum tidak tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang digunakan. X dan Y semata-mata diukur masing-masing pada panjang gelombang λ1 dan λ2. Terjadi tumpang
tindih satu cara dari Gambar 2.5 dimana Y tidak mengganggu pengukuran X pada
λ1, tetapi X memang menyerap cukup banyak bersama-sama Y pada λ2.
Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorban larutan pada λ1, kemudian
absorban yang dsumbangkan oleh larutan X pada λ2 dihitung dari absortivitas
dari absorban terukur larutan pada λ2 sehingga akan diperoleh absorban yang
disebabkan oleh Y, kemudian konsentrasi Y dapat diukur dengan cara yang umum. b. Kemungkinan III
Gambar 2.6 Spektrum absorban senyawa X dan Y saling tumpang tindih
Pada Gambar 2.6 spektrum X dan Y saling tumpang tindih secara keseluruhan. Pada absorbansi maksimum dari komponen X pada λ1, komponen Y
memiliki absorbansi tersendiri. Begitu juga komponen Y pada λ2 , komponen X
memiliki absorbansi sendiri.
Sebuah Spektrofotometer tidak dapat menganalisa suatu contoh. Ia menjadi suatu alat berguna hanya setelah contoh telah dikerjakan sedemikian rupa sehingga pengukuran dapat ditafsirkan dalam istilah-istilah yang tidak berarti rangkap. Akan tetapi dalam banyak hal, adalah tidak perlu bahwa setiap komponen sendiri-sendiri dari suatu contoh kompleks dipisahkan dari semua yang lain. Misalkan suatu larutan mengandung dua zat penyerap X dan Y. kerumitan keadaan tergantung pada spektrum absorpsi X dan Y (Underwood , 1998).
melalui perhitungan matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang berganda.
Panjang gelombang dipilih berdasarkan spektrum tersebut mulai memberikan serapan sampai hampir tidak memberikan serapan, dimana konsentrasi larutan yang dipakai serapannnya memenuhi hukum Lambert dan Beer yaitu 0,2-0,8. Penentuan panjang gelombang dengan memilih lima panjang gelombang secara variabel bebas. Pada metode ini tidak diperlukan proses pemisahan komponen zat aktif karena kadar komponen kedua zat dapat ditetapkan secara bersama-sama (Andrianto, 2009).
2.6 Validasi Metode Analisis
Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Secara sederhana hasil uji yang absah dapat digambarkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi (accuracy) dan presisi (precission) yang baik. Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer dan McB. Miller, 2005).
2.6.1 Akurasi (Kecermatan)
2.6.2 Presisi (Keseksamaan)
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik. Dokumentasi presisi seharusnya mencakup simpangan
baku, simpangan baku relative (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran
kepercayaan. Presisi bisa dinyatakan dalam koefisien variasi (KV) dan dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila KV < 2% (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.6.3 Linearitas
Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan McB. Miller, 2005). 2.6.4 Rentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksud untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Zat aktif tersebut dapat dipergunakan sebagai obat terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, dan salep. Sediaan obat terdapat lebih dari satu komponen zat aktif. Salah satu kombinasi yang sering digunakan adalah betametason dan deksklorfeniramin maleat yang tersedia dalam bentuk sediaan tablet dengan berbagai merek dagang. Betametason adalah obat kortikosteroid dan deksklorfeniramin maleat adalah salah satu obat antihistamin (Ansel, 1989; Moffat, dkk., 2005). Bentuk sediaan farmasi seperti tablet harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai dengan standar yang ada pada acuan misalnya pada Farmakope. Salah satu persyaratan tersebut adalah persyaratan kadar. Persyaratan kadar untuk sediaan tablet deksklorfeniramin maleat dan betametason yaitu mengandung betametason dan deksklorfeniramin maleat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen POM., 1995)
pada pelarut etanol panjang gelombang 240 nm (A11=390a) dan natrium fosfat:air
panjang gelombang 241 nm (A11=296a) (Moffat, dkk., 2005).
Deksklorfeniramin maleat merupakan suatu antihistamin yang dapat mencegah gejala-gejala alergi, yang disebabkan sebagian besar oleh histamin (H1). Deksklorfeniramin dapat ditentukan kadarnya dengan Spektrofotometri UV pada pelarut asam panjang gelombang 265 (A11=302a) dan basa panjang
gelombang 260 nm (A11=205a) (Harkness, 1984; Moffat, dkk., 2005).
Penelitian untuk tujuan mengetahui kondisi analisis betametason dan deksklorfeniramin maleat telah dilakukan pada tablet mengunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan dapar metanol pH 7,2 (45:55) sebagai fase gerak. Spektrofotometri derivatif metode zero crossing pada serapan derivat kedua dalam pelarut metanol p.a (Mustarichie, dkk., 2014; Aisyah, 2015).
gelombang maksimum kedua senyawa yang memiliki selisih yang kecil menunjukkan bahwa kurva serapan deksklorfeniramin maleat dan betametason mengalami tumpang tindih secara keseluruhan (Aisyah, 2015).
Metode penetapan kadar yang dapat dilakukan oleh Andrianto (2009) adalah dengan modifikasi metode analisis multikomponen yang lebih praktis secara spektrofotometri ultraviolet dengan prinsip persamaan regresi berganda melalui perhitungan operasi matriks dengan metode pengamatan pada panjang gelombang berganda yang dipilih adalah 219 nm, 229 nm, 239 nm, 249 nm, dan 259 nm. Pemilihan panjang gelombang berdasarkan dari panjang gelombang yang mulai memberikan serapan sampai hampir tidak memberikan serapan, dimana konsentrasi larutan yang dipakai serapannnya memenuhi hukum Lambert dan Beer yaitu 0,2-0,8. Penentuan panjang gelombang analisis dengan memilih lima panjang gelombang secara variabel bebas (Andrianto, 2009).
baku (standard addition method) dan uji presisi (ketelitian) dengan parameter Relative Standard Deviation (RSD).
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini akan dilakukan penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda menggunakan pelarut metanol.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. apakah pelarut metanol p.a dapat digunakan untuk analisis kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan menggunakan spektrofotometri ultraviolet metode panjang gelombang berganda?
b. apakah kadar campuran dekslorfeniramin maleat dan betametason dalam sediaan tablet yang ditetapkan dengan metode spektrofotometri UV metode panjang gelombang berganda memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia Edisi V (2014)?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: a. pelarut metanol p.a dapat digunakan untuk analisis kadar campuran
deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan menggunakan spektrofotometri UV metode panjang gelombang berganda.
panjang gelombang berganda memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V (2014).
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis diatas, maka dibuat tujuan sebagai berikut:
a. untuk melakukan analisis kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason dengan pelarut metanol p.a menggunakan spektrofotometri ultraviolet metode panjang gelombang berganda.
b. untuk membandingkan hasil yang diperoleh pada penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dan betametason menggunakan spektrofotometri ultraviolet metode panjang gelombang berganda dengan persyaratan Farmakope Indonesia Edisi V (2014).
1.5Manfaat Penelitian
PENETAPAN KADAR BETAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA
ABSTRAK
Banyak obat yang terdapat di pasaran dalam kombinasi dua atau lebih zat aktif seperti obat antihistamin. Oleh Karena itu, muncul kesulitan untuk menganalisis kadar masing-masing senyawa dalam campuran yang spektrumnya tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet metode panjang gelombang berganda.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel secara purposif. Penetapan kadar betametason dan deksklorfeniramin maleat secara spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda, dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu menentukan spektrum serapan, menentukan lima titik panjang gelombang analisis, menentukan nilai serapan (a), kemudian menghitung kadar dengan menggunakan operasi matriks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pada operasi matriks yang diperoleh untuk deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah (99,17±0,7727)% dan (101,29±0,5195)%. Nilai koefisien variasi (%KV) yang diperoleh untuk deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah 0,4896% dan 0,3223%. Nilai standard operasi matriks dan koefisien variasi (%KV) yang dipakai adalah 98% - 102% dan <2%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet O® memenuhi persyaratan sesuai dengan persyaratan umum yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi V (2014).
DETERMINATION OF BETAMETASON AND DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT IN TABLET BY SPECTROPHOTOMETRY ULTRAVIOLET
WITH MULTIPLE WAVELENGTH METHOD
ABSTRACT
Many medicines that were found on the market wew the combinations of one or more substance, such as antihistamine. Therefore difficulty appears for analyzing level of each component in mixture that’s its spectrum is hidden in big spectrum form that overlap each other. This research was almed to determine levels mixture to determine of deksklorfeniramin maleat and betametason in tablet by spectrophotometry ultraviolet with multiple wavelength method.
This research was dine by taking sample on purposive. Determine amount of deksklorfeniramin maleat and betametason in tablet by spectrophotometry ultraviolet with multiple wavelength method, done by being some steps they are deciding absorption spectrum, wavelength specified five point analysis, determined the value of the absorption type, then calculated levels using matrix operations.
The results of research shown that range matrix operastions values obtained for deksklorfeniramin maleat and betametason were (99.17±0.7727)% and (101.29±0.5195)%. Value coefficient of variation (%CV) obtained for deksklorfeniramin maleat and betametason was 0.4896% and 0.3223%. Standard values and coefficient of variation matrix operation used is 98% - 102% and <2%.
The result showed that amount of deksklorfeniramin maleat and betametason in tablet O® was fulfilled common requirement of Indonesia Pharmacopoeia V Edition (2014).
PENETAPAN KADAR BETAMETASON DAN
DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT DALAM SEDIAAN
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
DENGAN METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA
SKRIPSI
OLEH:
NURBAYA MENTARI RAMBE
NIM 131524076
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
2016
PENETAPAN KADAR BETAMETASON DAN
DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT DALAM SEDIAAN
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
DENGAN METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NURBAYA MENTARI RAMBE
NIM 131524076
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
PENETAPAN KADAR BETAMETASON DAN
DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT DALAM SEDIAAN
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET
DENGAN METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA
OLEH:
NURBAYA MENTARI RAMBE
NIM 131524076
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 13 Mei 2016
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. UripHarahap, Apt Prof. SumadioHadisahputra, Apt.
NIP 195301011983031004 NIP 1 11281983031002
Pembimbing II, Prof
NI195
Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002
Pembimbing II,
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002
Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001
Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001
Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001
Medan, Juli 2016 Fakultas Farmasi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar Betametason dan Deksklorfeniramin Maleat dalam Sediaan Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Metode Panjang Gelombang Berganda”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Dr Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan penelitian.
Rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung, juga kepada Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
Ibunda Nurlina Pohan S.pd., kakak-kakak dan abang-abang serta seluruh keluarga besar saya yang selalu menyemangati, dan telah memberikan dukungan terbesar, doa, serta materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Penelitian, serta teman-teman seangkatan Ekstensi 2013 yang telah banyak memberikan saran, dukungan, dan doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2016 Penulis,
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nurbaya Mentari Rambe
Nomor Induk Mahasiswa : 131524076 Program Studi : Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Penetapan Kadar Deksklorfeniramin maleat dan Betametason dalam sediaan Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan Metode Panjang gelombang Berganda
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, Juli 2016 Yang membuat pernyataan,
PENETAPAN KADAR BETAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT DALAM SEDIAAN TABLET SECARA
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DENGAN METODE PANJANG GELOMBANG BERGANDA
ABSTRAK
Banyak obat yang terdapat di pasaran dalam kombinasi dua atau lebih zat aktif seperti obat antihistamin. Oleh Karena itu, muncul kesulitan untuk menganalisis kadar masing-masing senyawa dalam campuran yang spektrumnya tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet secara spektrofotometri ultraviolet metode panjang gelombang berganda.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel secara purposif. Penetapan kadar betametason dan deksklorfeniramin maleat secara spektrofotometri ultraviolet dengan metode panjang gelombang berganda, dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu menentukan spektrum serapan, menentukan lima titik panjang gelombang analisis, menentukan nilai serapan (a), kemudian menghitung kadar dengan menggunakan operasi matriks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pada operasi matriks yang diperoleh untuk deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah (99,17±0,7727)% dan (101,29±0,5195)%. Nilai koefisien variasi (%KV) yang diperoleh untuk deksklorfeniramin maleat dan betametason adalah 0,4896% dan 0,3223%. Nilai standard operasi matriks dan koefisien variasi (%KV) yang dipakai adalah 98% - 102% dan <2%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar campuran deksklorfeniramin maleat dan betametason pada sediaan tablet O® memenuhi persyaratan sesuai dengan persyaratan umum yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi V (2014).