• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEOR

B. Analisis Karakteristik Psikometri

4. Validitas

a. Pengertian Validitas

Menurut Osterlind (2010), validitas merupakan inti dari pengujian mental. Validitas berarti bahwa informasi yang diungkap oleh sebuah tes adalah informasi yang sesuai, bermakna, dan berguna untuk pengambilan keputusan yang merupakan tujuan pengukuran mental. Standards Text (dalam Osterlind, 2010)

mendeskripsikan bahwa validitas adalah pertimbangan yang paling fundamental dalam mengembangkan dan mengevaluasi tes dimana validitas mengarah pada sejauh mana bukti dan teori mendukung interpretasi skor tes berdasarkan tujuan penggunaan tes. Garrett (dalam Osterlind, 2010) mengatakan bahwa validitas suatu tes merupakan tingkat dimana suatu alat tes mengukur apa yang hendak diukurnya.

Kumar (2009) menyatakan validitas suatu tes mengambarkan ketepatan alat ukur mengukur apa yang akan diukur dengan membandingkan alat ukur tersebut dengan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Azwar (2005), validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukuran

dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannnya pengukuran tersebut, sehingga pengertian validitas terlihat berkaitan sangat erat dengan tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Pernyataan valid terhadap suatu pengukuran harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan awal pengukuran serta kelompok subjek yang mana yang hendak diukur (Azwar, 2005).

b. Sumber-sumber Bukti Validitas

Bukti-bukti validitas harus terkumpul dari banyak sumber ketika akan mengevaluasi validitas. Sumber-sumber ini memberikan informasi mengenai tingkat kepercayaan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan berdasarkan skor dalam situasi tertentu (Osterlind, 2010). Beberapa bukti yang mendukung dalam mengevaluasi validitas diberikan dalam Standards for Educational and

Psychological Testing/Standards text (American Educational Research

Association, dkk, 1999, dalam Osterlind 2010). 1) Bukti Validitas Berdasarkan Isi Tes

Mengevaluasi bukti untuk kesimpulan yang valid dari skor tes hampir selalu memasukkan informasi mengenai isi dari suatu pengukuran yang secara khusus mengarah pada content domain (dalam pengukuran berdasarkan domain)

atau konstruk (dalam model trait tersembunyi). Banyak fungsi mental, seperti IQ dan proses psikologi lainnya, yang bisa diterangkan sebagai pengukuran konstruk, trait, atau domain. Ketika menilai konstruk psikologis yang tidak mudah untuk dijelaskan maka akan muncul masalah khusus, misalnya pengukuran IQ. Studi

tentang inteligensi manusia penuh dengan pemikiran dan teori yang berlainan tentang apa yang termasuk dan tidak termasuk. Dalam hal ini spesifikasi konstruk dibutuhkan dalam tujuan yang berbeda. Ketika membangun sebuah instrumen, seringkali orang yang mengembangkan tes mengkombinasikan deskripsi isi tes dan jenis proses respon dalam sebuah blueprint tes, dimana blueprint ini bisa

menjadi dokumen yang sangat berguna bagi pengguna tes ketika akan mengevaluasi validitas berdasarkan isi tes. Menurut Azwar (2005), Validitas isi menunjukkan sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek atau ciri atribut yang hendak diukur. Validitas isi ini diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional

judgement. Dengan kata lain validitas isi sangat tergantung pada penilaian

subjektif subjekal dan tidak melibatkan perhitungan statistik. 2) Bukti Validitas Berdasarkan Proses Respon

Pengujian mental atau proses kognitif digunakan untuk mengungkap respon terhadap stimulus pengukuran adalah sumber lain untuk bukti validitas. Beberapa metode berdasarkan variabel-variabel laten dan proses kausal sebuah konstruk mungkin memasukkan analisis variabel laten, structural equation

modeling (SEM), Hierarchical linear modeling(HLM), dan beberapa meta-

analisis. Metode-metode ini juga bisa mengungkap informasi penting mengenai proses respon subjek.

3) Bukti Validitas Berdasarkan Struktur Internal

Struktur internal tes sangat berhubungan dengan pembuatan kesimpulan yang sesuai dan terpercaya mengenai konstruk yang sedang diukur. Ada beberapa metode psikometri yang bisa secara empiris menginvestigasi struktur internal,

tetapi tidak ada satu metode pun yang dianggap terbaik secara umum. Kesesuaian metode yang digunakan tergantung pada konteks dimana tes dikembangkan, bagaimana tes tersebut digunakan dan keputusan apa yang ingin diinformasikan. Beberapa cara yang relevan untuk mempelajari pengukuran struktur internal sebagai berikut :Analisis faktor, analisis kluster, analisis komponen prinsipal, konfirmasi teori psikologi: faktor analisis konfirmatori, multitrait-multimethod matrix, teknik estimasi parameter kemampuan (IRT), strategi-strategi yang melibatkan teori kemampuan-generalisasi.

Model faktor umum (common factor model) adalah teori satu faktor dari

Charles Spearman mengenai sebuah tes berisi aitem-aitem yang umum dan memiliki pengaruh yang unik. Dalam situasi praktis untuk validasi tes, model faktor umum diukur dengan menggunakan analisis faktor (factor analysis) atau

analisis komponen prinsipal (principal component analysis, PCA). Inti prosedur

ini adalah untuk mengurangi varians total diantara aitem-aitem dalam sebuah matriks kovarians sehingga jumlahnya bisa diestimasi.

Menurut Azwar (2012), analisis faktor merupakan metode statistik yang berisi kumpulan prosedur matematik yang kompleks dalam pengembangan alat ukur untuk menganalisis adanya saling hubungan di antara variabel-variabel dan menjelaskan saling hubungan tersebut dalam bentuk kelompok variabel yang terbatas yang disebut faktor. Oleh karena validitas ini ditegakkan melalui prosedur analisis faktor maka disebut sebagai validitas faktorial. Menurut Field (2009), analisis faktor digunakan untuk melihat hubungan atau korelasi antara komponen- komponen aitem dengan variabel laten yang mendasari.

Sebuah faktor adalah kombinasi aitem-aitem tes yang diyakini sebagai suatu kumpulan. Aitem-aitem yang berhubungan membentuk sebagian dari konstruk dan dikelompokkan bersama, aitem-aitem yang tidak berhubungan tidak membentuk bagian dari konstruk dan harus dikeluarkan dari kelompoknya (Munro, dalam Azwar, 2012).

Analisis faktor memiliki dua jenis prosedur yang dilandasi oleh dasar pemikiran yang agak berbeda, yaitu analisis faktor eksploratori (exploratory

factor analysis, EFA) dan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor

analysis, CFA). Prosedur faktor analisis eksploratori membantu pengembang tes

dalam mengenali dan mengidentifikasi berbagai faktor yang membentuk suatu konstruk dengan cara menemukan varians skor terbesar dengan jumlah faktor yang paling sedikit yang dinyatakan dalam bentuk eigenvalue > 1,0 (Azwar,

2012). Prosedur analisis faktor konfirmatori biasanya akan menindaklanjuti hasil EFA dengan menyertakan dasar teori yang melandasi bangunan tes tersebut agar dapat menguji validitas konstruknya lebih lanjut. Jadi, CFA menguji sejauhmana model statistik yang dipakai sesuai dengan data empirik (Waltz dkk., dalam Azwar, 2012). Analisis faktor konfirmatori hampir selalu digunakan dalam proses pengembangan instrument untuk menguji struktur laten suatu tes, dalam hal ini CFA digunakan untuk memverifikasi banyaknya dimensi yang mendasari bangunan suatu tes dan pola hubungan antara aitem dengan faktor (factor loading

atau yang disebut muatan faktor)(Brown, dalam Azwar, 2012).

Pada prosedur analisis faktor, tes yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu disebut sebagai tes yang memiliki muatan faktor (factor loading) yang

koefisien korelasi. Bila faktor-faktor tidak berkorelasi satu sama lain maka muatan faktor bukanlah koefisien korelasi akan tetapi seringkali diinterpretasikan seakan- akan koefisien korelasi (Azwar, 2012).

Analisis struktur faktor dilakukan untuk melihat struktur internal tes sebagai dukungan terhadap validitas model persamaan structural yang digunakan dalam konstruksi tes yang bersangkutan (Azwar, 2012). Untuk tujuan tersebut digunakan prosedur common factor analysis sebagai salahsatu metode pengujian

model, terutama yang mengikuti anggapan bahwa satu konstruk dasar akan menghasilkan skor tampak (Aneshensel, dalam Azwar 2012). Bila model yang diajukan ternyata cocok dengan data skor subjek, berarti struktur internal tes adalah valid (Azwar, 2012)

Metode multitrait-multimatriks secara konseptual mirip dengan analisis faktor yang merupakan prosedur untuk menganalisis hubungan dan menentukan pola-pola data. Metode ini bisa menyediakan bukti validitas yang berguna untuk evaluasi struktur internal. Dalam menggunakan metode ini harus berhati-hati untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang membingungkan informasi dari metode multitrait-multimethod dengan yang diungkap melalui analisis faktor (Osterlind, 2010). Campbell dan Fiske (dalam Azwar, 2012) telah mengembangkan pendekatan ini yang dapat digunakan bilamana terdapat dua trait atau lebih yang diukur oleh dua macam metode atau lebih. Dasar pemikiran dalam proses validasi ini adalah bahwa validitas yang baik diperlihatkan oleh adanya korelasi yang tinggi di antara hasil pengukuran terhadap trait yang sama oleh beberapa metode yang berbeda (convergent validity), atau sebaliknya tidak adanya

korelasi di antara hasil pengukuran terhadap beberapa trait yagn berbeda sekalipun diukur menggunakan metode yang serupa (discriminant validity).

4) Bukti Validitas Berdasarkan Hubungan dengan Variabel Lain

Hubungan antara skor tes dan kriteria yang diuji sering diidentifikasi dengan melabel bukti kriteria sebagai bukti prediktif atau konkuren dalam validitas. Kedua jenis bukti ini menunjukkan kemunculan hubungan antara tes dan sebuah kriteria eksternal, perbedaanya hanya waktu kapan pengukuran hubungan korelasional. Bukti prediktif juga adalah sebuah indikator yang muncul dari perbandingan antara sebuah tes dengan tes di masa depan atau kriteria administrasi posttest. Dalam mengevaluasi validitas, masalah muncul ketika sebuah hubungan korelasional adalah sumber utama dalam bukti validitas. Kesulitan muncul dari fakta bahwa dalam CTT, skor murni hanya bisa didapat secara teoritis dan tidak bisa diketahui secara pasti. Dalam dunia praktis, terbukti bahwa reliabilitas korelasional sebagai bukti kriteria untuk validitas tes, ditekan oleh derajat eror pengukuran dalam kriteria. Keadaan ini disebut sebagai masalah kriteria. Masalah kriteria adalah ketika reliabilitas kriteria bergantung pada hubungan korelasional dengan kriteria eksternalnya.

5) Bukti Validitas Berdasarkan Pertimbangan-pertimbangan Eksternal Validitas Tampang sebagai Sumber Bukti

Validitas tampang berarti bahwa peserta tes yang melihat instrumen tes untuk pertama kali seharusnya tidak terkonfrontasi dengan dokumen yang tidak lazim, sering terjadi karena persiapan yang tidak profesional. Validitas tampang

tidak bisa diuji dengan metode statistik, bukan berarti validitas tampang bisa dianggap rendah. Memberikan sebuah instrumen tes yang memiliki tampilan profesional pada peserta tes adalah tanggung jawab validitas pembuat tes.

c. Interpretasi Koefisien Validitas

Interpretasi koefisien validitas bersifat relatif. Tidak ada batasan universal yang mengarah kepada angka minimal yang harus dipenuhi agar suatu tes dikatakan valid. Menurut Cronbach (dalam Azwar, 2005) koefisien validitas yang baik adalah yang tertinggi yang bisa didapatkan. Jadi tidak ada batasan. Hal yang menjadi pertimbangan adalah sejauh mana tes tersebut dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Tes yang berfungsi untuk memprediksi hasil suatu prosedur seleksi dapat dikatakan memberikan kontribusi yang baik jika koefisien validitas berkisar antara 0,3 sampai dengan 0,5. Menurut Azwar (2005) koefisien validitas yang tidak begitu tinggi, sekitar 0,5 akan lebih dapat diterima dan dianggap memuaskan dan koefisien validitas yang kurang dari 0,3 biasanya dianggap tidak memuaskan. Sedangkan dalam penggunaan analisis faktor konfirmatori dengan bantuan program Lisrel 8.30, suatu aitem dikatakan memiliki validitas yang baik jika memenuhi dua nilai muatan faktor, yaitu t-values dan

standardize loading factor (muatan faktor standar) dengan batasan nilai kritikal

tertentu. Jika nilai dari t-values <1,96 berarti estimasi muatan faktor tersebut

tidak signifikan dan variabel teramati terkait bisa dihaput dari model. Sedangkan jika muatan faktor standar <0.50 makan variabel teramati tersebut bisa dihapus dari model (Wijanto, 2008). Suatu aitem dapat dikatakan valid jika kedua nilai muatan faktor tersebut terpenuhi

Dokumen terkait