• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel analisis klaster berdasarkan aktivitas distribusi PP

PPN Pekalongan (F) 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 9 PPP Asemdoyong (G) 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 PPP Klidang Lor (H) 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 PPP Morodemak (I) 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 4 PPP Bajomulyo (J) 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 4 PPN Brondong (K) 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 5 PPI Bulu (L) 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 3 Jumlah (∑) 2 11 2 2 2 3 2 2 2 3 1 1 3 1 3 1 1

Keterangan: 1= Ada konektivitas, 0= Tanpa konektivitas O= PPN Pengambengan (Bali) M= PPS Cilacap (Cilacap) P= PPN Sungailiat (Babel) N= PPP Lempasing (Lampung) Q= PPS Belawan (Medan)

Tabel 11 menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan di Pantura Jawa sebagai pelabuhan perikanan pemasar adalah PPS Nizam Zachman karena memiliki nilai lebih besar dibanding pelabuhan lainnya. Hal ini dikarenakan pelabuhan tersebut memiliki volume distribusi pemasaran hasil tangkapan terbesar dibanding dengan pelabuhan lainnya, sedangkan pelabuhan perikanan sebagai pemasok di pantura Jawa adalah PPS Nizam Zachman dan PPN Pekalongan karena pelabuhan tersebut memasok penyediaan bahan baku ikan ke pelabuhan perikanan lainnya paling banyak di wilayah pantura Jawa.

Dalam hal pemasaran, Charles (2001) mengatakan bahwa interaksi pemasaran ikan dan pengembangan ekonomi dapat dilihat dari tiga dampak yaitu (i) dampak pemasaran (peningkatan permintaan konsumen, perbaikan sistem distribusi, perbaikan akses pasar, peningkatan alternatif pekerjaan dan peningkatan pemberdayaan nelayan), (ii) dampak menengah (peningkatan produksi pada ikan yang belum dimanfaatkan, saluran pemasaran yang lebih baik, peningkatan ekspor/pertukaran luar negeri, pengurangan ketergantungan nelayan dan pedagang perantara berkurang yang menyebabkan peningkatan pendapatan nelayan), dan (iii) dampak pengembangan (kesempatan kerja yang lebih dan ketersediaan makanan, ketersediaan protein yang lebih, perbaikan keseimbangan pasar, dan pembangunan masyarakat perikanan).

Pola distribusi hasil tangkapan berdasarkan pelaku pemasaran

Pola distribusi hasil tangkapan pelabuhan perikanan di wilayah Pantura Jawa berdasarkan pelaku pemasaran didapatkan 7 pola yakni 5 pola berdasarkan produksi ikan dari dalam pelabuhan dan 2 pola berdasarkan produksi ikan dari luar pelabuhan. Pola pertama adalah pendistribusian dari nelayan ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) kemudian pedagang pengumpul/bakul dilanjutkan ke pedagang grosir, pengecer dan konsumen. Pola ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan ikan segar penduduk setempat. Pola pertama terjadi pada PPN Pekalongan, PPP Eretan Wetan, PPI Karangsong, PPP Asemdoyong, PPP Klidang Lor, PPP Morodemak, PPP Bajomulyo. Pola kedua hampir sama dengan pola

27 pertama, hanya saja pada pola ini ikan dari pedagang pengumpul setelah diolah maupun diawetkan kemudian dilanjutkan ke pedagang pengecer untuk kemudian dijual kepada konsumen. Umumnya pola ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan ikan segar atau ikan olahan bagi penduduk di luar kota, meskipun tidak menutup kemungkinan produk ini dijual kepada penduduk setempat. Pola kedua seperti pada PPN Pekalongan, PPP Eretan Wetan, PPI Karangsong, PPP Asemdoyong, PPP Klidang Lor, PPP Morodemak, PPP Bajomulyo dan PPI Bulu.

Pola ketiga hampir sama dengan pola kedua, hanya saja pada pola ini ikan dari pedagang pengumpul diolah maupun diawetkan oleh industri pengolahan untuk selanjutnya diekspor. Pola ketiga seperti pada PPS Nizam Zachman. Terkait industri pengolahan, sumber bahan baku yang diperoleh oleh industri pengolahan di kawasan pelabuhan perikanan seperti PPS Nizam Zachman mayoritas berasal dari pelabuhan itu sendiri dan sebagian kecil pasokan dari luar pelabuhan. Hal tersebut sesuai penelitian Lubis dan Sumiati (2011) bahwa perusahaan industri pengolahan ikan yang berlokasi di suatu pelabuhan perikanan atau sekitarnya umumnya menggunakan sebagian atau keseluruhan bahan bakunya dari pelabuhan perikanan tersebut.

Pola keempat adalah pendistribusian hasil tangkapan dari nelayan langsung ke pedagang pengecer dilanjutkan ke konsumen. Pola ini terjadi bila nelayan tidak melelang hasil tangkapan ikannya dan menjualnya langsung ke pedagang pengecer. Pola keempat terdapat pada PPN Karangantu, PPN Pekalongan, PPP Bajomulyo, PPN Brondong dan PPI Bulu.

Pola lima hampir sama dengan pola keempat hanya saja pada pola ini ikan dari nelayan kemudian diekspor melalui agen/perusahaan perikanan. Pola kelima seperti pada PPS Nizam Zachman, PPN Kejawanan, PPN Brondong. Sedangkan pada pola keenam dan ketujuh ikan berasal dari luar pelabuhan melalui darat atau laut.

Pola keenam pendistribusian tanpa lelang dari pedagang grosir kemudian dilanjutkan ke pedagang pengecer, pasar tradisional, rumah makan dan lainnya sampai ke konsumen. Pola keenam seperti pada PPS Nizam Zachman dan PPN Brondong.

Pola ketujuh hampir sama dengan pola keenam, hanya hasil tangkapan ikan diolah oleh pedagang pengolah ikan tradisional kemudian selanjutnya ke pedagang pengecer, pasar, dan rumah makan hingga ke konsumen. Pola ketujuh seperti pada PPN Brondong. Bagan pola distribusi hasil tangkapan yang ada di 12 pelabuhan perikanan Pantura Jawa mulai dari ikan didaratkan hingga didistribusikan ke konsumen disajikan pada Gambar 5.

28

Gambar 5 Pola distribusi hasil tangkapan berdasarkan pelaku pemasaran

Berdasarkan Gambar 5 panjang pendeknya pola distribusi yang berbeda dalam suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa faktor tersebut antara lain pertama, jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. Kedua, cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat rusak harus cepat diterima oleh konsumen, dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat. Ketiga, skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil, dimana tidak akan menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, sehingga saluran yang dilalui produk cenderung panjang. Keempat, posisi keuangan pengusaha. Produsen yang kuat modalnya cenderung untuk memperpendek saluran tata niaga.

Penelitian Johanson (2013) menyebutkan bahwa pemasaran yang efektif diindikasikan dengan pola saluran distribusi yang efisien antara lain relatif sedikitnya keterlibatan pedagang perantara dan jalur distribusi relatif pendek. Terkait harga, semakin panjangnya jalur distribusi pemasaran maka harga yang terbentuk semakin tinggi.

Pada penelitian ini pola distribusi hasil tangkapan berdasarkan pelaku pemasaran di Pantura Jawa umumnya masih belum efisien karena masih terdapat panjang dan banyaknya pedagang perantara dalam saluran distribusi yang terlibat. Selain itu belum efisiennya saluran pemasaran hasil perikanan di Pantura Jawa karena tidak memberikan nilai tambah yang sepadan bagi para pelaku pemasaran. Lokasi sentra produksi perikanan yang jaraknya jauh dengan daerah sentra konsumsi atau sentra pengolahan mengakibatkan relatif panjangnya saluran pemasaran hasil perikanan. Permasalahan pemasaran hasil perikanan di Pantura Jawa karena masih adanya pola hubungan patron-klien antara nelayan dengan

29 juragan darat dengan pedagang pengumpul. Pola hubungan ini sangat dipengaruhi oleh aspek ekonomi yang bersifat saling membutuhkan.

Para nelayan memiliki keterbatasan modal usaha, baik untuk pengadaan input produksi maupun modal operasional. Untuk mendapatkan modal dari lembaga keuangan formal membutuhkan banyak persyaratan dan waktu yang lama, sehingga pada akhirnya nelayan Pantura Jawa sebagian besar lebih memilih untuk meminjam modal dari juragan darat atau pedagang pengumpul. Namun ikatan ini tidak sebatas pinjam meminjam, tetapi disertai dengan persyaratan untuk menjual hasil tangkapan kepada peminjam modal. Dalam kondisi ini penetapan harga ikan yang dijual nelayan lebih dominan ditetapkan oleh juragan atau pedagang pengumpul. Nelayan tidak mempunyai pilihan untuk menjual produk hasil tangkapannya kepada pedagang lain yang memberikan harga beli lebih tinggi, karena adanya ikatan dengan juragan atau pedagang pengumpul. Jalur distribusi hasil tangkapan berupa ikan segar di pelabuhan Pantura Jawa termasuk kedalam saluran distribusi tidak langsung karena konsumen tidak bisa langsung membeli ikan ke nelayan namun harus melalui pedagang. Produk perikanan sebelum sampai ke konsumen harus melalui beberapa lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.

Simpulan

Pola distribusi hasil tangkapan pelabuhan perikanan di Pantura Jawa dikelompokkan menjadi 3 yaitu distribusi hasil tangkapan berdasarkan pasar, konektivitas dan pelaku pemasaran. Pola distribusi hasil tangkapan berdasarkan pasar dibagi menjadi 4 tipe yaitu distribusi pasar lokal, regional, luar Jawa dan luar negeri. Distribusi hasil tangkapan pada pelabuhan perikanan Pantura Jawa sebagian besar didistribusikan untuk pasar lokal dan regional karena untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Pasokan ikan untuk pasar domestik dari pelabuhan perikanan Pantura Jawa menyumbang sebanyak 91,32% dan sisanya 8,68% untuk ekspor sehingga dari sisi ketersediaan untuk konsumsi ikan sudah cukup terpenuhi. Pola distribusi hasil tangkapan berdasarkan konektivitas pelabuhan perikanan didapatkan bahwa pelabuhan perikanan sebagai pemasar adalah PPS Nizam Zachman. Hal ini karena pelabuhan tersebut memiliki volume distribusi pemasaran hasil tangkapan terbesar dibanding dengan pelabuhan lainnya, sedangkan pelabuhan perikanan sebagai pemasok adalah PPS Nizam Zachman dan PPN Pekalongan. Hal ini disebabkan kedua pelabuhan perikanan tersebut memasok penyediaan bahan baku ikan paling banyak ke pelabuhan perikanan lainnya di wilayah Pantura Jawa. Adapun pelabuhan perikanan yang memiliki peran keduanya yakni sebagai pemasar dan pemasok adalah PPS Nizam Zachman Jakarta. Pola distribusi hasil tangkapan pelabuhan perikanan berdasarkan pelaku pemasaran didapatkan 7 pola yakni 5 pola berdasarkan produksi ikan dari dalam pelabuhan dan 2 pola berdasarkan produksi ikan dari luar pelabuhan. Secara umum pola distribusi hasil tangkapan berdasarkan pelaku pemasaran masih belum efisien karena masih dijumpai keterlibatan pedagang perantara yang relatif panjang dalam saluran distribusi. Dalam hal ini keterlibatan peran pemerintah dalam membenahi rantai distribusi perikanan dibutuhkan agar bisa menjadi efisien.

30

4

POLA HUBUNGAN PELABUHAN PERIKANAN

Pendahuluan

Pelabuhan perikanan memiliki peranan yang strategis dalam pengembangan usaha perikanan dan masyarakat nelayan. Hal ini karena pelabuhan perikanan merupakan pusat aktivitas masyarakat perikanan yang di dalamnya terdapat hubungan antar kelompok seperti nelayan, pedagang, pengolah maupun unsur masyarakat terkait lainnya.

Pelabuhan perikanan merupakan pusat aktivitas ekonomi perikanan yang akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan. Aktivitas pelabuhan perikanan tersebut tidak terlepas dari adanya hubungan antar pelabuhan perikanan. Hal ini disebabkan karena adanya kesamaan jenis, karakteristik dan pelaku aktivitas di pelabuhan perikanan tersebut.

Pola hubungan pelabuhan perikanan di Pantura Jawa didasari pada aspek pengelolaan dan kelas pelabuhan perikanan. Pengelolaan pelabuhan perikanan di Pantai Utara (Pantura) Jawa, masing-masing kelas mempunyai pola yang berbeda- beda yaitu pengelolaan oleh pemerintah pusat dan daerah. Pengelolaan tersebut menggambarkan rangkaian kegiatan perikanan tangkap mulai dari aktivitas penangkapan ikan sebagai produksi perikanan hingga distribusi hasil perikanan.

Terkait dengan pembangunan perikanan tangkap, tidak dapat dipungkiri bahwa perairan Laut Jawa merupakan wilayah aktivitas perikanan tangkap terpenting di Pantura Jawa ditinjau dari jumlah armada penangkapan, jumlah nelayan, jumlah industri pengolahan perikanan serta potensi pasar berikut prasarananya. Namun demikian jumlah dan aktivitas pelabuhan perikanan di Pantura Jawa, belum mencerminkan gambaran perkembangan kemajuan aktivitas perikanan tangkapnya secara kualitatif dan nyata. Hal itu disebabkan oleh dua hal yaitu lemahnya fasilitas kepelabuhanan perikanan dan kelemahan dalam pengelolaan dan pengorganisasian kepelabuhanan perikanan (Lubis et al. 2005). Karena itu penting adanya pola hubungan pelabuhan perikanan baik yang mencakup aspek aktivitas dan fasilitas operasional maupun distribusi hasil tangkapan dalam suatu pengelolaan.

Sehubungan dengan tujuan utama aspek pengelolaan pelabuhan perikanan. Bagakali (2000) menyatakan bahwa tujuan utama aspek pengelolaan adalah bagaimana mengarahkan organisasi pelabuhan agar mempunyai kemampuan menghasilkan jasa sedemikian produktif dan efektif mungkin, sedangkan aspek perawatan didefinisikan sebagaimana memperpanjang umur pakai fasilitas yang ada untuk melayani kegiatan produksi industri perikanan.

Sementara itu Lubis (2012) menyatakan agar pengorganisasian dan pengelolaan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi pelabuhan, maka perlu diketahui terlebih dahulu rincian kegiatan-kegiatan dan fasilitas yang akan dikelola oleh suatu pelabuhan dan kesiapan sumberdaya manusianya dalam mengelola kegiatan dan fasilitas tersebut baik dari segi jumlah maupun kualitasnya.

Sehubungan dengan hal tersebut klasterisasi beberapa pelabuhan perikanan di Pantura Jawa digunakan untuk mengoptimalkan peran dan fungsi pelabuhan

31 tersebut. Klasterisasi akan mengefisienkan alokasi sumberdaya, dapat mengendalikan persaingan antar pelabuhan perikanan yang terdekat (Zulham, A;Saptanto, S 2012). Klasterisasi pelabuhan menggunakan analisis kelompok atau cluster analysis untuk pengelompokan pelabuhan berdasarkan indikator aktivitas suatu pelabuhan di Pantura Jawa. Klasterisasi mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam kelompok yang sama.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan analisis kelompok atau cluster analysis. Analisis cluster merupakan teknik multivariat yang memiliki tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis cluster mengklasifikasi objek sehingga setiap objek yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam cluster yang sama. Pengelompokan pelabuhan berdasarkan indikator aktivitas operasional dan distribusi pada 12 pelabuhan perikanan di Pantura Jawa.

Data yang diambil meliputi data sekunder. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait antara lain pihak Pelabuhan Perikanan dan Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengklasteran dikelompokkan berdasarkan aktivitas pelabuhan perikanan yang dibagi menjadi variabel operasional berjumlah 32 variabel dan variabel distribusi hasil perikanan berjumlah 4 variabel. Variabel operasional mencakup produksi ikan yang didaratkan, perbekalan, ketersediaan sarana pelabuhan, ukuran fasilitas dan frekuensi kapal perikanan yang mendaratkan (Lampiran 25).

Variabel distribusi hasil perikanan meliputi distribusi lokal, regional, luar Jawa, dan Ekspor. Menurut Supranto J (2004) langkah pengklasteran dalam analisis klaster metode hierarki mencakup tiga hal yaitu: Pertama, mengukur kesamaan jarak. Hal yang penting dalam penggerombolan adalah bagaimana mengkuantifikasi ukuran kemiripan antar objek. Kedua, membentuk klaster secara hierarki. Metode ini menggunakan aglomerasi. Dalam metode aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi. Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap tahap. Ketiga, melakukan interpretasi terhadap klaster terbentuk. Tahap akhir dari analisis klaster adalah menginterpretasikan dari klaster-klaster yang terbentuk.

Data dianalisis menggunakan analisis klaster metode hierarki dengan diagram pohon dendogram untuk mengelompokkan pelabuhan perikanan. Selanjutnya software SPSS versi 22 digunakan untuk membantu dalam melakukan olah data.

Hasil dan Pembahasan Aspek operasional

Operasional pelabuhan perikanan dalam analisis klaster hierarki meliputi produksi ikan yang didaratkan, perbekalan, ketersediaan sarana pelabuhan, ukuran fasilitas dan frekuensi kapal perikanan yang mendaratkan hasil tangkapan.

32

Berdasarkan hasil proses analisis klaster menggunakan dendogram dengan metode average linkage maka diperoleh 3 kelompok pelabuhan perikanan. Sebagaimana pada Gambar 6 berikut.

Sumber: Analisis cluster SPSS versi 22

Gambar 6 Dendogram berdasarkan aspek operasional

Berdasarkan dendogram di atas, tampak bahwa pelabuhan perikanan nomor 7, 9, 5, 4, 6, 8, 10, 3, 12, dan 11 membentuk klaster. Setelah itu pelabuhan perikanan nomor 1 membentuk klaster. Kemudian pelabuhan perikanan nomor 2 membentuk klaster baru. Dengan demikian pelabuhan perikanan dikelompokkan menjadi 3 klaster sebagaimana pada tabel 12.

Tabel 12 Kelompok pelabuhan perikanan di Pantura Jawa berdasarkan aktivitas operasional

Pelabuhan Perikanan Klaster 1 PPN Karangantu

Klaster 2 PPS Nizam Zachman Jakarta

Klaster 3 PPN Kejawanan, PPP Eretan wetan, PPI Karangsong, PPN Pekalongan, PPP Asemdoyong, PPP Klidang Lor, PPP Morodemak, PPP Bajomulyo, PPN Brondong, dan PPI Bulu

Sumber: Hasil dendogram analisis cluster SPSS versi 22

Tabel 12 menunjukkan terdapat 3 klaster pelabuhan perikanan di wilayah Pantura Jawa berdasarkan aspek operasional yaitu klaster 1 meliputi PPN Karangantu. Klaster 2 adalah PPS Nizam Zachman Jakarta, sedangkan klaster 3 adalah PPN Kejawanan, PPP Eretan wetan, PPI Karangsong, PPN Pekalongan, PPP Asemdoyong, PPP Klidang lor, PPP Morodemak, PPP bajomulyo, PPN Brondong, dan PPI Bulu. Klaster 1 yaitu PPN Karangantu terbentuk karena

33 berdasarkan data operasional kedua belas pelabuhan perikanan, PPN Karangantu memiliki kunjungan kapal terbesar dengan jumlah kunjungan 12.743 kali dan kapal yang mendominasi ukuran <10 GT. Klaster 2 yaitu PPS Nizam Zachman Jakarta terbentuk karena volume produksi ikan pada PPS Nizam Zachman Jakarta adalah tertinggi dari kedua belas pelabuhan perikanan di Pantura Jawa yakni 238.487.776,30 kg. Sedangkan klaster 3 terbentuk karena adanya kesamaan dalam tingkat pemanfaatan fasilitas operasional antar pelabuhan perikanan.

Adapun pengelolaan 12 pelabuhan perikanan terkait operasional yang dikelola oleh pemerintah pusat meliputi kelas pelabuhan perikanan tipe PPS dan PPN dalam hal ini terdiri dari PPN Karangantu, PPS Nizam Zachman Jakarta, PPN Kejawanan, PPN Pekalongan, PPN Brondong. Sedangkan pengelolaan oleh pemerintah daerah meliputi PPP Eretan wetan, PPI Karangsong, PPP Asemdoyong, PPP Klidang lor, PPP Morodemak, PPP bajomulyo, dan PPI Bulu. Berdasarkan pengamatan pelabuhan perikanan di Pantura Jawa yang memiliki fasilitas operasional dimanfaatkan dengan baik sesuai kapasitasnya adalah PPS Nizam Zachman. Hal ini disebabkan karena produksi perikanan yang tinggi dibanding pelabuhan lain sehingga membutuhkan fasilitas operasional yang memadai yang dikelola oleh pemerintah pusat.

Aspek distribusi

Distribusi hasil perikanan dalam analisis klaster meliputi distribusi lokal, regional, luar Jawa, dan Ekspor. Hasil analisis klaster menggunakan dendogram menunjukkan terdapatnya 3 kelompok pelabuhan perikanan berdasarkan aktivitas distribusinya. Sebagaimana pada Gambar 7 berikut.

Sumber: Analisis cluster SPSS versi 22

34

Berdasarkan dendogram di atas, tampak bahwa pelabuhan perikanan nomor 7, 8, 5, 9, 10, 1, 12, 4, 6, dan 3 membentuk klaster. Setelah itu pelabuhan perikanan nomor 11 membentuk klaster. Kemudian pelabuhan perikanan nomor 2 membentuk klaster baru. Dengan demikian pelabuhan perikanan dikelompokkan menjadi 3 klaster sebagaimana pada tabel 13.

Tabel 13 Kelompok pelabuhan perikanan di Pantura Jawa berdasarkan aktivitas distribusi hasil tangkapan

Pelabuhan Perikanan

Klaster 1 PPN Karangantu, PPN Kejawanan, PPP Eretan wetan, PPI Karangsong, PPN Pekalongan, PPP Asemdoyong, PPP Klidang lor, PPP Morodemak, PPP Bajomulyo dan PPI Bulu

Klaster 2 PPS Nizam Zachman Jakarta Klaster 3 PPN Brondong

Sumber: Hasil dendogram analisis cluster SPSS versi 22

Tabel 13 menunjukkan terdapat 3 klaster pelabuhan perikanan di wilayah Pantura Jawa berdasarkan aspek distribusi hasil tangkapan yaitu klaster 1 meliputi PPN Karangantu, PPN Kejawanan, PPP Eretan wetan, PPI Karangsong, PPN Pekalongan, PPP Asemdoyong, PPP Klidang lor, PPP Morodemak, PPP Bajomulyo dan PPI Bulu. Klaster 2 adalah PPS Nizam Zachman Jakarta, sedangkan klaster 3 adalah PPN Brondong.

Klaster 1 terbentuk karena berdasarkan data distribusi pelabuhan perikanan, PPN Karangantu, PPN Kejawanan, PPP Eretan wetan, PPI Karangsong, PPN Pekalongan, PPP Asemdoyong, PPP Klidang lor, PPP Morodemak, PPP Bajomulyo dan PPI Bulu memiliki tujuan distribusi sama yaitu distribusi lokal dan regional. Sedangkan klaster 2 terbentuk karena PPS Nizam Zachman memiliki aktivitas distribusi dengan jangkauan luas sampai ke pasar luar negeri (ekspor) seperti negara Asia, Eropa dan Amerika dibanding klaster lainnnya. Adapun klaster 3 terbentuk karena PPN Brondong memiliki aktivitas distribusi ke pasar luar Pulau Jawa seperti Bali dan sekitarnya.

Disamping itu, PPS Nizam Zachman Jakarta di klaster 2 dan PPN Brondong di klaster 3 menjadi satu-satunya anggota klaster, disebabkan karena dilihat dari produksi ikan PPS Nizam Zachman Jakarta dan PPN Brondong memiliki produksi ikan lebih tinggi dibanding pelabuhan lainnya. Sedangkan dilihat tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhannya, fasilitas PPS Nizam Zachman Jakarta dan PPN Brondong telah dimanfaatkan secara optimal.

Dengan demikian dari sisi distribusi perikanan dapat dikatakan bahwa PPS Nizam Zachman Jakarta menguasai pangsa pasar komoditas perikanan di wilayah Pantura Jawa bagian barat. Sedangkan PPN Brondong di wilayah Pantura Jawa bagian timur. Produk ikan dari PPS Nizam Zachman relatif dapat diterima atau terdistribusi oleh semua segmen di Pantura Jawa yang mencakup wilayah pantura provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu komoditas ikan juga terdistribusi ke wilayah lain di luar Jawa antara lain wilayah Sumatera, Bali, dan Kepulauan Bangka Belitung. Bahkan sampai ke tujuan pemasaran negara lain (ekspor) seperti Jepang, Jerman, USA, Taiwan, Bangkok, dan RRC.

35 Aspek geografis

Secara geografis pengelompokkan 12 pelabuhan perikanan di Pantura Jawa dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian barat, tengah dan timur. Sebagaimana pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8 Peta pengelompokkan 12 pelabuhan perikanan di Pantura Jawa Pelabuhan perikanan bagian barat meliputi PPS Nizam Zachman Jakarta, PPN Karangantu, PPP Eretan Wetan, PPI Karangsong, PPN Kejawanan. Pelabuhan perikanan bagian tengah meliputi PPN Pekalongan, PPP Asemdoyong, PPP Klidang lor, PPP Morodemak dan PPP Bajomulyo. Sedangkan pelabuhan perikanan bagian timur meliputi PPI Bulu dan PPN Brondong.

Sehubungan hal tersebut maka peningkatan konektivitas wilayah timur dan barat di wilayah Pantura Jawa sangat diperlukan guna menjamin pasokan ikan baik untuk pasar konsumsi maupun industri dengan harga yang kompetitif (Gumilang 2016).

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan berimplikasi pada sistem logistik perikanan sehingga perlu dikembangkan di wilayah Pantura Jawa. Sistem logistik perikanan merupakan sistem penyelenggaraan dari aspek produksi hingga distribusi sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam merencanakan, mengimplementasikan, dan memantau efisiensi dan efektivitas aliran dan penyimpanan ikan, finansial dan dokumen (informasi) dari titik asal (hulu) menuju titik tujuan (hilir) untuk memenuhi kebutuhan pengguna.

Sistem logistik ikan tidak hanya terbatas pada bagaimana menyediakan fasilitas fisik seperti cold storage, namun terkait dengan seluruh aspek dari produksi hingga distribusi seperti penentuan persediaan, pemilihan lokasi penyimpanan hingga aspek perencanaan transportasi/distribusi (KKP 2013).

Sistem logistik perikanan di Pantura Jawa merupakan upaya merealisasikan pasokan ikan hasil laut secara berkelanjutan, menghadapi kendala mendasar yakni

36

faktor musim dan karakteristik komoditas ikan yang mudah rusak (perishable).

Dokumen terkait