GAMBARAN UMUM
3.1 Variabel Ekonomi Makro Dan Fundamental Ekonomi Makro
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
Ekonomi makro adalah merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari masalah ekonomi secara keseluruhan/totalitas (agregate) atau dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang membicarakan perekonomian sebagai suatu keseluruhan yang mengabaikan unit-unit individu serta masalah-masalah yang dihadapinya. Maksud digunakannya istilah “keseluruhan (agregate)” yaitu untuk menonjolkan bahwa yang menjadi pusat perhatian dari ekonomi makro adalah variabel-variabel ekonomi secara totalitas, variabel-variabel ekonomi makro yang digunakan oleh penulis adalah inflasi, jumlah uang beredar, investasi, besarnya nilai ekspor dan impor.
Variabel adalah elemen dasar dari sebuah model dan karenanya perlu didefinisikan secara jelas dan tepat.
Pengelompokan variabel –variabel dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel eksogen yaitu variabel-variabel yang nlainya ditentukan diluar model atau dengan kata lain nilai variabel ini sudah tertentu. Sementara variabel endogen merupakan variabel yang nilainya baru dapat ditentukan bila nilai variabel-variabel eksogen diketahui nilainya.
Untuk membangun ekonomi makro indonesia, salah satunya dapat ditempuh melalui salah satu pendekatan fundamental ekonomi makro kuat.
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi makro kuat menurut H. Soeharsono Sagir, prasyaratnya adalah: "Pertumbuhan ekonomi tinggi/GDP/GNP yang meningkat signifikan, minimal 3 kali dari pertumbuhan penduduk (6%/tahun); yang didukung oleh: perluasan kesempatan kerja, tidak terjadi carry over penganggur yang tidak terserap oleh pasar kerja/kenaikan GDP/GNP."
Yang terjadi sekarang bukan saja carry over tenaga kerja yang tidak terserap, tetapi justru bertambah karena PHK atau makin meningkatnya angka pengangguran.
Korelasi positif antara pertumbuhan dan perluasan kesempatan kerja, dapat pula tercermin dari dukungan kemampuan pemerintah (fiskal) yang tidak terus menerus defisit, hingga makin tergantung pada utang luar negeri (memperbesar utang) ditambah menutup defisit dengan menjual kekayaan negara (aset negara); kemampuan sektor moneter (bank) sebagai lembaga intermediasi, memupuk modal (simpanan masyarakat) untuk disalurkan sebagai kredit meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (perluasan kesempatan kerja artinya peningkatan pendapatan).
Selain sektor fiskal dan moneter yang sehat, fundamental ekonomi makro kuat, perlu didukung sektor perdagangan luar negeri yang sehat atau neraca pembayaran yang favorable. Artinya cadangan devisa yang tersedia dan tercatat di Bank Indonesia
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
sebagai manajer cadangan devisa - merupakan hasil dari surplus ekspor, bukan bersumber dari masuknya modal dari luar negeri, tambahan utang atau arus masuknya asing (PMA).
Per t um b uh an ek on om i, per luasan k esem pat an k er j a, f isk al, m onet er / b ank y ang sehat dan per d agang an lu ar neger i y ang su r plus ( cad angan dev isa n aik , b uk an k ar ena t am bah an ut ang) , per t um b uhan ek onom i t anpa k er usak an lingk u ngan ( b anj ir , h ut an g und ul, p olusi air ) m er upak an p r asy ar at unt uk f undam ent al ek on om i m ak r o k u at . Men ur ut H. Soehar sono Sagir Fundam ent al ek onom i k uat , t id ak hany a ber ind ik asi inf lasi dan n ilai t uk ar t er k endali at au st ab il. Ek on om i m ak r o k u at , j ik a k it a beb as dar i ek on om i biay a t ingg i, dan pr od uk k it a m em ilik i unggu lan d ay a saing ( k om pet it if, deng an ek sp or leb ih besar d ar ipada im por ) .
3.2 Inflasi (inflation)
Inflasi sendiri didefenisikan sebagai kondisi apabila tingkat harga-harga dan biaya- biaya umum naik, harga beras, bahan bakar mobil, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga mengalami kenaikan. Kebalikannya adalah deflasi dimana harga-harga dan biaya-biaya secara umum turun. (Samuelson, 1989:196).
Sedangkan Lerner (Gunawan, 1991:1) mendefenisikan inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang- barang dalam perekonomian, secara keseluruhan dan terus-menerus. Kelebihan
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
permintaan tersebut dapat diartikan ganda yaitu, pengeluaran yang diharapkan terlalu banyak dibandingkan dengan barang yang tersedia, atau barang yang tersedia terlalu sedikit bila dibandingkan dengan tingkat pengeluaran yang diharapkan.
Ada beberapa alasan pentingnya laju inflasi diperhatikan dan dipelajari oleh penentu kebijakan, yaitu:
1. Inflasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan distribusi tidak merata.
2. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi bagi negara sedang berkembang.
3. Inflasi yang tinggi mengakibatkan terjadinya deficit neraca perdagangan dan meningkatkan utang luar negeri.
4. Inflasi yang tinggi dapat berdampak terhadap ketidakstabilan politik dalam negeri.
5. Inflasi dapat merangsang pertumbuhan ekonomi melalui transfer sumber- sumber dari masyarakat (rumah tangga) ke investor.
Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi:
 Kenaikan harga  Bersifat umum
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
 Berlangsung terus menerus
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harga bisa dilakukan dengan jarak waktu yang lebih panjang: seminggu, sebulan, triwulan dan setahun.
Perbandingan harga juga bisa dilakukan berdasarkan patokan musiman. Misalnya, pada musim paceklik harga beras bisa mencapai Rp. 5000 per kilogram. sebab harga gabah telah naik. Tetapi di musim panen, harganya dapat lebih murah, karena harga gabah juga biasanya lebih murah. Dengan demikian, dapat dikatakan pada musim paceklik selalu terjadi kenaikan harga beras.
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut menyebabkan harga-harga secara umum naik. Misalnya harga buah mangga di medan, jika belum musimnya dapat mencapai Rp. 15.000,00 per kilogram. Tetapi jika sudah musimnya, dpat di beli hanya dengan harga Rp. 5.000,00 – Rp. 7.500,00 per kilogram. Jadi harga mangga pada periode-periode tertentu akan mengalami kenaikan dua sampai tiga kali lipat. Tetapi kenaikan mangga yang sangat tajam tersebut tidak menimbulkan inflasi, karena komoditas lain tidak naik. Mangga bukanlah komoditas pokok, sehingga tidak memiliki dampak besar terhadap sabilitas harga.
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Jika pmerintah melaporkan bahwa inflasi tahun ini adalah 10%, artinya akumulasi inflasi adalah 10% per tahun. Inflasi triwulan rata-rata 2,5% (10%:4), sedangkan inflasi bulanan sekitar 0,83% (10%:12).
Milton Friedman seorang ekonom besar yang memenangkan hadiah nobel dalam ilmu ekonomi pada tahun 1976 memandang bahwa inflasi merupakan bagian dari ekonomi moneter, sebagaimana diungkapkannya dalam sebuah tulisannya, bahwa “Inflasi selalu dan dimana pun merupakan fenomena moneter,” (Mankiw, 2000:154)
Analisis ekonomi dan kebijakan ekonomi terhadap inflasi sejak tahun 1970-an dapat dibedakan menjadi dua kelompok aliran, yakni Keynesian dan Monetaris.
Teori inflasi Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini akan
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi.
Teori inflasi Moneterisme berpendapat bahwa, inflasi timbul disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing.
Inflasi sendiri didefenisikan sebagai kondisi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar mobil, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga mengalami kenaikan. Kebalikannya adalah deflasi dimana harga-harga dan biaya-biaya secara umum turun. (Samuelson, 1989:196).
Sedangkan Lerner (Gunawan, 1991:1) mendefenisikan inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang- barang dalam perekonomian, secara keseluruhan dan terus-menerus. Kelebihan permintaan tersebut dapat diartikan ganda yaitu, pengeluaran yang diharapkan terlalu
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
banyak dibandingkan dengan barang yang tersedia, atau barang yang tersedia terlalu sedikit bila dibandingkan dengan tingkat pengeluaran yang diharapkan.
3.3 Investasi
Investasi didefinisikan sebagai semua pengeluaran pada barang-barang kapital riil. Akan tetapi, dalam investasi juga mencakup pembelian aktiva. Secara umum pengeluaran invesasi berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang ada saat ini untuk diperoleh penggunaan atau manfaatnya pada saat yang akan datang.
Dilihat dari jenisnya, investasi dapa di bagimenjadi dua macam yaitu investasi riil dan investasi finansial. Yang dimaksud dengan investasi riil yaitu investasi terhadap barang-barang tahan lama (barang-barang modal) ang akan digunakan dalam proses produksi. sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga, misalnya pembelian saham, obligasi dan surat bukti hutang lainnya. Dari segi siapa kah yang pada umumnya melakukan investasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. pemerintah (public investment) 2. swasta (private investment) 3. pemerinah dan swasta
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009
Investasi mempunyai peranan yang penting dalam unsur pendapatan nasional, penurunan investasi akan memberikan dampak penurunan yang lebih besar terhadap pendapatan nasional. Penurunan investasi akan menyebabkan tingkat tingkat pendapatan nasional akan menurun karena peranan investasi terhadap kapasitas produksi sangat besar. Investasi akan memperbesar pengeluaran masyaraka melalui peningkatan pendapatan masyarakat. Faktor produksi akan mengalami penyusutan, sehingga akan mengalami produktivitas. Supaya tidak terjadi penurunan produktivitas harus diimbangi dengan investasi yang lebih besar dari penyusunan faktor-faktor produksi. Perekonomian masyarakat akan berkembang secara dinamis dengan naiknya investasi yang lebih besar dari penyusuan faktor produksi. Bila penambahan investasi lebih kecil, maka terjadi stagnasi perekonomian untuk dapat berkembang.
Ketidakstabilan investasi ini, membuat ahli ekonomi mengikuti pandangan keynes: agar perekonomian dapat berkembang dan tumbuh, kebijakan moneter diperlukan untuk mengatur tingkat bunga yang layak untuk mengadakan invstasi, karena tingkat bunga yang tinggi akan menekan tingkat investasi dalam perekonomia. Keynes mengatakan, masalah investasi baik diinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep tingkat pengembalian modal. Investasi dilakukan, apabila itngkat pengembalian modal lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku.
Ahmad Iqbal : Analisis Pengaruh Beberapa Variabel Makro Terhadap Laju Inflasi (Kasus Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1990-2006), 2008.
USU Repository © 2009