• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.2 Variabel Independen

3.1.2 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjelaskan variabel dependen. Varibel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik-karakteristik khusus perusahaan yaitu ukuran perusahaan, rasio keuangan perusahaan (tingkat profitabilitas, tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas), dan corporate governance (kepemilikan saham publik, jenis kepemilikan perusahaan, keahlian komite audit dan frekuensi pertemuan komite audit). Bagian ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai variabel-variabel independen tersebut.

3.1.2.1 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan diwakili dengan menggunakan total aset perusahaan. Penggunaan total aset dalam penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa pada

penelitian Hassan (2009), total aset yang merupakan proksi ukuran perusahaan ditemukan berhubungan secara signifikan dengan tingkat pengungkapan risiko di UAE (United Arab Emirates). Formula yang digunakan dalam menghitung Total Aset adalah:

Total Aset = ln (Total Aset)

3.1.2.2 Tingkat Profitabilitas

Tingkat profitabilitas merupakan tingkat kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Net Profit Margin (NPM) dipilih sebagai proksi tingkat profitabilitas dalam penelitian ini. Net profit margin digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih pada tiap tingkat penjualan tertentu yang dilakukan. Penggunaan NPM sebagai proksi didasarkan pada ditemukannya hubungan signifikan antara tingkat profitabilitas, yaitu Net profit margin dengan luas pengungkapan informasi

forward-looking dalam laporan tahunan perusahaan di UAE yang dilakukan

Aljifri dan Hussainey (2007). Formula yang digunakan dalam menghitung Net

profit margin adalah:

NPM =

3.1.2.3 Tingkat Solvabilitas (Leverage)

Tingkat solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya. Rasio ini juga digunakan dalam menilai batasan perusahaan dalam meminjam uang. Penelitian ini menggunakan debt to asset ratio

sebagai proksi tingkat risiko perusahaan. Penggunaan debt to asset ratio dalam penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa pada penelitian Hassan (2009), debt

to asset ratio yang merupakan proksi tingkat solvabilitas ditemukan berhubungan

signifikan dengan tingkat pengungkapan risiko di UAE. Debt to asset ratio menggambarkan besarnya hutang perusahaan yang digunakan untuk membiayai aset dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Formula yang digunakan dalam menghitung debt to asset ratio adalah :

Debt to asset ratio

=

3.1.2.4 Tingkat Likuiditas

Tingkat likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek perusahaan. Current Ratio (CR) ditentukan sebagai proksi tingkat likuiditas perusahaan dalam penelitian ini. Current Ratio (CR) digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendek dengan menggunakan aset lancar perusahaan. Formula yang digunakan dalam menghitung Current Ratio (CR) adalah:

Current Ratio (CR)

=

3.1.2.5 Keahlian Komite Audit

Keahlian keuangan Komite Audit diukur berdasarkan rasio anggota yang memiliki keahlian keuangan yaitu latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan keuangan. Pengukuran latar belakang pendidikan berdasarkan Keputusan

BAPEPAM Nomor Kep-29/PM/2004, yaitu minimal salah seorang anggota Komite Audit adalah seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan. Latar belakang pendidikan dapat berasal dari lulusan fakultas ekonomika dan bisnis bergelar sarjana muda, sarjana, magister, dan doctor dari universitas dalam negeri maupun luar negeri atau pernah mengikuti pelatihan atau pendidikan non formal yang berkaitan dengan keahlian keuangan keuangan dan administrasi bisnis.

Keahlian Komite Audit =

3.1.2.6 Frekuensi Pertemuan Komite Audit

Frekuensi Pertemuan Komite Audit dilihat pada seberapa banyak jumlah pertemuan yang diadakan dalam satu tahun. Komite Audit yang mengadakan pertemuan rutin dapat mengurangi masalah dalam pelaporan keuangan (Yatim, 2009). FCGI (2002) menyatakan bahwa Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan.

Frekuensi Pertemuan (FREK) = Jumlah Rapat Komite Audit dalam Satu Tahun

3.1.2.7 Struktur Kepemilikan Publik

Struktur kepemilikan saham publik mengindikasikan bahwa kepentingan perusahaan tidak hanya ada pada manajerial perusahaan tetapi secara luas ada di tangan publik. Tipe kepemilikkan saham publik adalah perbandingan jumlah pemegang saham publik dengan yang dimiliki perusahaan (Sudarmadji dan

Sularto, 2007). Formula yang digunakan dalam menghitung struktur kepemilikan publik adalah:

Struktur Kepemilikan Saham Publik

=

3.1.2.8 Jenis Kepemilikan Perusahaan

Jenis kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap perusahaan karena mencerminkan proporsi kekuasaan dan kepemilikan perusahaan. Dalam penelitian ini jenis kepemilikan dibagi menjadi kepemilikan PMDN, kepemilikan pemerintah (BUMN), kepemilikan asing (PMA), dan kepemilikan keluarga. Pengelompokkan dari jenis kepemilikan perusahaan ini menggunakan analisis sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi struktur kepemilikan menjadi 4 klasifikasi, yaitu: kepemilikan Penanam Modal dalam Negeri (PMDN); kepemilikan pemerintah (BUMN); kepemilikan asing (PMA); kepemilikan keluarga. Struktur kepemilikan diidentifikasi dengan melihat ICMD perusahaan sampel pada bagian company

status.

2. Struktur kepemilikan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) adalah kepemilikan yang kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal dalam Negeri dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Negeri, badan usaha Negeri, dan/atau pemerintah Negeri yang melakukan penanaman modal di

wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan usaha usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan dan batasan kepemilikan modal Negeri atas bidang usaha perusahaan diatur didalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

3. Struktur kepemilikan asing diberikan kepada perusahaan dengan

company status PMA atau Penanaman Modal Asing. PMA adalah kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Ketentuan mengenai Penanaman Modal diatur didalam Undang-undang No. 25 Tahun 2005 tentang Penanaman Modal. Penanam Modal Asing dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

4. Status kepemilikan pemerintah diberikan berdasarkan UU No 19 tahun 2003, yang menyatakan bahwa Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya dijelaskan pada butir ke 2 bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara

Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Jadi, dalam struktur kepemilikan pemerintah (BUMN) paling sedikit 51% saham perusahaan dimiliki oleh pemerintah.

5. Struktur kepemilikan keluarga merupakan struktur kepemilikan dengan persentase kepemilikan saham oleh individu atau keluarga sebagai pemegang saham utama. Menurut Chakrabarty (2009) perusahaan keluarga bisa dikatakan sebagai controlling shareholders jika mempunyai minimal 20% dari saham perusahaan dan mempunyai persentasi saham tertinggi dibanding pemegang saham lain (Putri, 2012).

Dokumen terkait