BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, indikator-indikator yang digunakan untuk membangun sebuah faktor merujuk dari Publikasi FIA 2005 dan FSVA 2009, yaitu faktor ketersediaan pangan, akses pangan, penyerapan pangan, dan kerawanan pangan. Dimana keempat faktor tersebut adalah variabel laten yang memiliki beberapa indikator penyusun. Variabel eksogen (independen) terdiri dari faktor ketersediaan pangan (
1), akses pangan (
2), dan penyerapan pangan (
3). Sedangkan variabel endogen dalam penelitian ini adalah faktor kerawanan pangan (
). Berikut ini indikator dari masing-masing variabel laten tersebut.Tabel 3.2. Variabel Penelitian
Variabel Laten Variabel Manifest
Kerawanan Y1
Persentase balita yang mengalami kekurangan gizi (underweight)
Y2 Persentase kematian balita
Y3 Persentase desa yang mengalami adanya perubahan lahan sawah menjadi nonpertanian
Y4 Persentase desa yang mengalami bencana alam dalam 3 tahun terakhir
Y5 Persentase desa yang mengalami kekeringan lahan
Ketersediaan
X1 Produksi serealia X2 Produksi umbi-umbian
X3 Produksi serealia perkapita perhari X4
Rasio ketersediaan pangan pokok per kapita terhadap konsumsi normatif
Akses
X5 Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan
X6 Persentase rumah tangga yang tidak mempunyai akses listrik
X7 Persentase desa yang tidak memiliki akses jalan kendaraan roda 4
X8
Persentase desa yang tidak memiliki akses pasar permanen ataupun semipermanen
Penyerapan X9
Persentase penduduk usia lebih dari 5 tahun yang buta huruf
X10 Persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air dengan kualitas fisik air yang baik
X11
Persentase rumah tangga yang tidak menggunakan jamban tangki septik sendiri
X12 Rasio fasilitas pelayanan kesehatan per 1.000 penduduk Untuk uraian definisi opresional masing-masing indikator pengukur variabel laten tersebut, disajikan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Definisi Operasional Indikator Variabel Penelitian
Indikator variabel Definsi Operasinal
Y1 Persentase balita yang mengalami kekurangan gizi (underweight)
Indikator ini menunjukkan persentase balita yang mengalami kekurangan gizi di tingkat kabupaten. Dipoleh dari hasil publikasi riset kesehatan dasar nasional dengan membandingkan jumlah balita kekurangan gizi yang ditemukan oleh sarana kesehatan terhadap jumlah total balita, kemudian dikalikan 100%.
Y2 Persentase kematian balita
Persentase kematian balita diperoleh dari data jumlah kematian balita yang terjadi di masing-masing Kabupaten rawan pangan dibandingkan dengan jumlah total balita pada Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%. Y3 Persentase desa yang mengalami adanya perubahan lahan sawah menjadi nonpertanian
Sawah didefinisikan sebagai lahan tanah yang dikelolah atau digarap dan diairi untuk tempat bercocok tanam tamanan pangan. Indikator ini diperoleh dari data jumlah desa yang mengalami adanya perubahan lahan sawah menjadi nonpertanian dalam satu Kabupaten, kemudian dibagi dengan total jumlah desa dari Kabupaten yang bersangkutan dan dan dikalikan 100%.
Y4 Persentase desa yang mengalami bencana alam dalam 3 tahun terakhir
Bencana alam secara langsung akan mengurangi kemampuan suplai makanan dan akses kewilayahan bagi masyarakat. Kejadian bencana alam yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah banjir, tanah longsor, banjir bandang, tsunami, gempa bumi, dan kebakaran hutan. Indikator ini diperoleh dari data jumlah desa yang mengalami kejadian bencana alam dalam 3 tahun terakhir, lalu dibagi dengan jumlah desa di Kabupaten bersangkutan dan dikalikan 100%.
Y5 Persentase desa yang mengalami kekeringan lahan
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Bencana kekeringan dapat menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan khususnya pada pedesaan yang bergantung pada usaha pertanian. Indikator ini diperoleh dari data jumlah desa yang mengalami kekeringan lahan, lalu dibagi dengan jumlah desa di Kabupaten bersangkutan dan dikalikan 100%.
X1
Produksi serealia
Produksi serealia adalah jumlah total hasil produksi panen serealia dalam satu tahun 2010 dengan satuan Ton, dimana komoditi serealia yang diperhitungkan adalah padi dan jagung.
X2 Produksi umbi-umbian
Produksi umbi-umbian adalah jumlah total hasil panen ubi kayu dan ubi jalar dalam satu tahun 2010 dengan satuan Ton. X3 Produksi serealia perkapita perhari
Indikator ini diperoleh dari membagi produksi serealia dengan total penduduk Kabupaten yang bersangkutan dan total hari dalam satu tahun (365 hari).
X4 Rasio ketersediaan pangan pokok per kapita terhadap konsumsi normatif
Indikator ini menunjukkan kecukupan pangan pada suatu wilayah, dimana konsumsi normatif adalah jumlah pangan yang harus dikonsumsi oleh seseorang erhari untuk kilo kalori energi standar. Menurut Angka Pola Pangan Harapan Indonesia, nilai konsumsi normatif telah ditentukan sebesar 300 gram. Sehingga indikator ini diperoleh dengan membandingkan jumlah total pangan pokok (padi, jagung, dan umbi-umbian) perkapita perhari dalam satuan gram terhadap nilai konsumsi normatif. X5 Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan
Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan ini diperoleh dengan membagi data jumlah penduduk di miskin dengan total penduduk di Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%.
X6 Persentase rumah tangga yang tidak mempunyai akses listrik
Indikator ini menunjukkan persentase rumah tangga yang tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan di rumahnya. Diperoleh dengan membagi jumlah rumah tangga yang tidak mempunyai listrik terhadap total rumah tangga di Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%.
X7 Persentase desa yang tidak memiliki akses jalan kendaraan roda 4
Indikator persentase desa yang tidak memiliki akses jalan kendaraan roda empat ini menunjukkan banyaknya desa yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat dibandingkan dengan jumlah total desa yang ada di Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%.
X8 Persentase desa yang tidak memiliki akses pasar permanen ataupun semipermanen
Indikator ini diperoleh dengan membagi jumlah desa yang tidak memiliki pasar permanen ataupun pasar semipermanen dengan total banyaknya desa di Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%.
X9
Persentase penduduk usia lebih dari 5 tahun yang buta huruf
Penduduk usia lebih dari lima tahun pada umumnya sudah mengikuti atau melaksanakan pendidikan secara formal. Indikator ini mengukur penduduk buta huruf dengan memfokuskan pada penduduk usia lebih dari lima tahun yang tidak dapat membaca ataupun menulis, dengan membagi jumlah penduduk usia lebih dari 5 tahun yang tidak dapat membaca ataupun menulis terhadap total penduduk usia tersebut dan kemudian dikaliakan 100%. X10 Persentase rumah tangga yang tidak menggunakan air dengan kualitas fisik air yang baik
Indikator ini diperoleh dengan membagi jumlah rumah tangga yang tidak memiliki atau tidak menggunakan air dari sumber air yang bersih untuk memenuhi kebutuhan air di rumah tangganya terhadap total rumah tangga di Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%.
X11 Persentase rumah tangga yang tidak menggunakan jamban tangki septik sendiri
Sanitasi dapat mencerminkan pola kehidupan sehat yang menjadi salah satu faktor pengukur penyerapan pangan masyarakat. Indikator ini merupakan hasil bagi jumlah rumah tangga yang tidak memiliki jamban tangki septik terhadap total rumah tangga di Kabupaten yang bersangkutan dan dikalikan 100%.
X12
Rasio fasilitas pelayanan kesehatan per 1.000 penduduk
Fasilitas pelayanan kesehatan dalam penelitian ini yang diperhitungkan adalah Posyandu, Puskesmas, Pustu, Polindes dan Poskesdes. Indikator ini diperoleh dengan menjumlahkan kelima fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masing-masing Kabupaten, kemudian membaginya dengan rasio per 1.000 penduduk (total penduduk dibagi 1.000).