• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori

15) Varises pada kaki atau vulva

Dasar anatomis dan fisiologisnya adalah kongesti vena dalam bagian bawah yang meningkat, kecenderungan bawaan keluarga, dan disebabkan faktor usia dan lama berdiri. Cara meringankan atau mencegah :

Tinggikan kaki sewaktu berbaring atau duduk, Berbaring dengan posisi kakditinggikan kurang lebih 90 derajat beberapa kali sehari, Jaga agar kaki janganbersilangan, Hindari berdiri atau duduk

terlalu lama, Istirahat dalam posisi berbaring miring ke kiri, Senam, hindari pakaian dan korset yang ketat, jaga

postur tubuh yang baik, Kenakan kaus kaki yang menopang (jika ada)Sediakan penopang fisik untuk variositis vulva dengan bantalan karet busayang ditahan di tempat dengan ikat pinggang sanitari(Kusmiyati, 2010).

g. Tanda Bahaya Trimester III

Menurut Kusmiyati (2010), terdapat enam tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi dalam kehamilan lanjut adalah sebagai berikut:

Perdarahan pervaginam, Sakit kepala yang hebat, Penglihatan kabur bengkak diwajah dan jari-jari tangan, Keluar cairan pervaginam.

h. Deteksi Dini Faktor Resiko Kehamilan Trimester III dan Penanganan serta Prinsip-prinsip Rujukan Kasus

1) Risiko Tinggi

Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk terjadinya suatu keadaan gawat-darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang yaitu kemungkinan terjadi komplikasi obstetrik pada saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan, atau ketidak puasan pada ibu atau bayi (Poedji Rochjati, 2003).

2) Wanita risiko tinggi (High Risk Women) adalah wanita yang dalam lingkaran hidupnya dapat terancam kesehatan dan jiwanya oleh karena sesuatu penyakit atau oleh kehamilan, persalinan dan nifas. 3) Ibu risiko tinggi (High Risk Mother) adalah faktor ibu yang dapat

mempertinggi risiko kematian neonatal atau maternal.

4) Kehamilan risiko tinggi (High Risk Pregnancies) adalah keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi.

5) Faktor-faktor risiko ibu hamil

Faktor risiko adalah beberapa keadaan yang menambah risiko kehamilan, tetapi tidak secara langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Beberapa peneliti menetapkan kehamilan dengan risiko tinggi sebagai berikut:

a) Rochyati (2003): primipara muda berusia < 16 tahun, primipara tua berusia > 35 tahun, primipara sekunder dangan usia anak terkecil diatas 5 tahun, tinggi badan < 145 cm, riwayat kehamilan yang buruk (pernah keguguran, pernah persalinan prematur, lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, operasi sesar), pre-eklampsi-eklamsia, gravid serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum, kehamilan dengan kelainan letak, kehamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan.

b) Riwayat operasi (operasi plastik pada vagina-fistel atau tumor vagina, operasi persalinan atau operasi pada rahim).

c) Riwayat kehamilan (keguguran berulang, kematian intrauterin, sering mengalami perdarahan saat hamil, terjadi infeksi saat hamil, anak terkecil berusia lebih dari 5 tahun tanpa KB, riwayat molahidatidosa atau korio karsinoma).

d) Riwayat persalinan (persalinan prematur, persalinan dengan berat bayi rendah, persalinan lahir mati, persalinan dengan induksi, persalinan dengan plasenta manual, persalinan dengan perdarahan postpartum, persalinan dengan tindakan (ekstrasivakum, ekstraksi forsep, letak sungsang, ekstraksi versi, operasi sesar).

e) Hasil pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik umum (tinggi badan kurang dari 145 cm, deformitas pada tulang panggul, kehamilan disertai: anemia, penyakit jantung, diabetes melitus, paru-paru atau ginjal). Hasil pemeriksaan kehamilan (kehamilan trimester satu: hiperemesis

gravidarum berat, perdarahan, infeksi intrauterin, nyeri abdomen, servik inkompeten, kista ovariumatau mioma uteri, kehamilan trimester dua dan tiga: pre-eklampsi-eklampsia, perdarahan, kehamilan kembar, hidromnion, dismaturitas atau gangguan pertumbuhan, kehamilan dengan kelainan letak: sungsang, lintang, kepala belum masuk PAP minggu ke 36 pada primigravida, hamil dengan dugaan disproporsi sefalo-pelfik, kehamilan lewat waktu diatas 42 minggu).

f) Saat inpartu

pertolongan akan menentukan tinggi rendahnya kematian ibu dan neonatus (perinatal).

6) Keadaan risiko tinggi dari sudut ibu (ketuban pecah dini, infeksi intrauterin, persalinan lama melewati batas waktu perhitungan partograf WHO, persalinan terlantar, rupture uteri iminens, ruptur uteri, persalinan dengan kelainan letak janin: (sungsang, kelainan posisi kepala, letak lintang), distosia karena tumor jalan lahir, distosia bahu bayi, bayi yang besar, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, ruptur vasa previa).

7) Keadaan risiko tinggi ditinjau dari sudut janin (pecah ketuban disertai perdarahan (pecahnya vasa previa), air ketuban warna hijau, atau prolapsus funikuli, dismaturitas, makrosomia, infeksiintrauterin, distress janin, pembentukan kaput besar, retensio plasenta).

8) Keadaan risiko tinggi postpartum (persalinan dengan retensio plasenta, atonia uteri postpartum, persalinan dengan robekan perineum yang luas, robekan serviks, vagina, dan ruptur uteri). 9) Skor Poedji Rochjati

a) Pengertian

Skor Poedji Rochjati adalah suatu cara untuk mendeteksi dini kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari biasanya (baik

bagi ibu maupun bayinya), akan terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan (Rochyati, 2003). Ukuran risiko dapat dituangkan dalam bentuk angka disebut skor. Skor merupakan bobot prakiraan dari berat atau ringannya risiko atau bahaya. Jumlah skor memberikan pengertian tingkat risiko yang dihadapi oleh ibu hamil. Menurut Rochyati (2003) berdasarkan jumlah skor kehamilan dibagi menjadi tiga kelompok:

(1) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2 (2) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10 (3) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah

skor ≥ 12 (Rochjati Poedji, 2003). b) Tujuan sistem skor

(1) Membuat pengelompokkan dari ibu hamil (KRR, KRT, KRST).

(2) Melakukan pemberdayaan ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat.

c) Fungsi skor

(1) Alat Komunikasi Informasi Dan Edukasi/KIE bagi klien/ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat.

(2) Alat peringatanbagi petugas kesehatan. d) Cara pemberian skor

Tiap kondisi ibu hamil (umur dan paritas) dan faktor risiko diberi nilai 2, 4 dan 8. Umur dan paritas pada semua ibu hamil diberi skor 2 sebagai skor awal. Tiap faktor risiko skornya 4 kecuali bekas sesar, letak sungsang, letak lintang, perdarahan antepartum dan pre-eklamsi berat/eklamsi diberi skor 8. Tiap faktor risiko dapat dilihat pada gambar yang ada pada Kartu Skor ‘Poedji Rochjati’ (KSPR), yang telah disusun dengan format sederhana agar mudah dicatat dan diisi (Rochyati, 2003).

Skor Poedji Rochjati Tablel terlampir Keterangan :

(1) Ibu hamil dengan skor 6 atau lebih dianjurkan untuk bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan.

(2) Bila skor 12 atau lebih dianjurkan bersalin di RS/DSO e) Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi

(1) Penyuluhan, komunikasi, informasi, edukasi/KIE untuk kehamilan dan persalinan aman.

(2) Kehamilan Risiko Rendah (KRR), tempat persalinan dapat dilakukan di rumah maupun di polindes, tetapi penolong persalinan harus bidan, dukun membantu perawatan nifas bagi ibu dan bayinya.

f) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT)

Petugas kesehatan memberi penyuluhan agar pertolongan persalinan oleh bidan atau dokter Puskesmas, di Polindes atau Puskesmas (PKM), atau langsung dirujuk ke Rumah Sakit, misalnya pada letak lintang dan ibu hamil pertama (primi) dengan tinggi badan rendah.

g) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST), diberi penyuluhan dirujuk untuk melahirkan di Rumah Sakit dengan alat lengkap dan dibawah pengawasan dokter spesialis (Rochjati Poedji, 2003).

h) Pengawasan antenatal, memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya.

(1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan, dan kala nifas. (2) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil,

(3) Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana.

(4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal (Manuaba, 2010).

i) Prinsip rujukan

Menurut walyani, 2014

(1) Menentukan kegawat daruratan penderita

(a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat.

(b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas, tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

(2) Menentukan tempat rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

(a) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga (b) Mengirimkan informasi kepada tempat rujukan yang

dituju.

(c) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk (d) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam

rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.

(e) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim

(3) Persiapan penderita (BAKSOKUDA) (a) B (Bidan):

Pastikan bahwa ibu atau bayi didampingi oleh penolong persalinan yg kompeten untuk menatalaksanakan gawat darurat obstetri dan bayi dibawa ke fasilitas rujukan. (b) A (Alat):

Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir bersama ibu ketempat rujukan.

(c) K (Keluarga):

Beritahu ibu dan keluarga kondisi terakhir ibu atau bayi dan mengapa perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan tujuan dirujuk kefasilitas tersebut. Suami atau anggota keluarga lain harus menemani hingga ke fasilitas rujukan.

(d) S (Surat):

Berikan surat rujukan dan sertakan juga partograf untuk membuat keputusan klinik.

(e) O (Obat):

Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan. Obat-obatan tersebut mungkin akan diperlukan selama di perjalanan.

(f) K (kendaraan):

Siapkan kendaraan yg paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup nyaman.

(g) U (Uang):

Ingatkan pada keluarga untuk membawa uang yang cukup untuk membeli obat-obatan yg diperlukan dan bahan kesehatan lain yg diperlukan di fasilitas rujukan.

(h) DO (Donor):

Siapkan donor darah yang mempunyai golongan darah yang sama dengan pasien minimal 3 orang.

(4) Pengiriman penderita (5) Tindak lanjut penderita:

(a) Untuk penderita yang telah dikembalikan.

(b) Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus kunjungan rumah.

j) Pendidikan kesehatan

(1) Diet dan pengawasan berat badan, kekurangan atau kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang tidak diinginkan pada wanita hamil. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan (anemia, partus prematur, abortus, dll), sedangkan kelebihan nutrisi dapat menyebabkan pre-eklamsia, bayi terlalu besar, dll (Sarwono, 2014).

(2) Hubungan seksual, hamil bukan merupakan halangan untuk melakukan hubungan seksual (Manuaba, 2010). Pada umumnya hubungan seksual diperbolehkan pada masa kehamilan jika dilakukan dengan hati-hati (Sarwono, 2014). (3) Kebersihan dan pakaian, kebersihan harus selalu dijaga pada

masa hamil.

(4) Perawatan gigi, pada triwulan pertama wanita hamil mengalami enek dan muntah (morning sickness). Keadaan ini menyebabkan perawatan gigi yang tidak diperhatikan dengan baik, sehingga timbul karies gigi, gingivitis, dan sebagainya (Sarwono, 2014).

(5) Perawatan payudara, bertujuan memeliharahygiene payudara, melenturkan/menguatkan puting susu, dan mengeluarkan puting susu yang datar atau masuk ke dalam (Manuaba, 2010).

(6) Imunisasi TT, untuk melindungi janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus neonatorum (Sarwono, 2014).

(7) Wanita pekerja, wanita hamil boleh bekerja tetapi jangan terlampau berat.

(8) Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik, ketiga kebiasaan ini secara langsung dapat mempangaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dan menimbulkan kelahirkan dangan berat badan lebih rendah, atau mudah mengalami abortus dan partus prematurus, dapat menimbulkan cacat bawaan atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan mental (Manuaba, 2010).

i. Konsep Antenatal Care Standar Pelayanan Antenatal(10 T) 1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan (T1) 2) Ukur tekanan darah (T2)

3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA) (T3) 4) Ukur tinggi fundus uteri (T4)

Tabel 2.2 TFU Menurut Penambahan Tiga Jari Tinggi (cm) Fundus uteri (TFU)

16 Pertengahan pusat-simfisis 20 Dibawa pinggir pusat 24 Pinggir pusat atas 28 3 jari atas pusat

32 ½ pusat – proc. Xiphoideus 36 1 jari dibawa proc. Xiphoideus 40 3 jari dibawa proc. Xiphoideus Sumber : Nugroho dkk, 2014.

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (T5) Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.

6) Pemantauan imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi (T6).

Tabel 2.3 Rentang Waktu Pemberian Immunisasi dan Lama Perlindungannya

Imunisasi TT Selang Waktu Minimal Lama Perlindungan

TT 1

Langkahawal

pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit tetanus

TT 2 1 bulan setelah TT 1 3 tahun

TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun

TT 4 12 bulan setelah TT 3 10 tahun TT 5 12 bulan setelah TT 4 >25 tahun Sumber : Kemenkes RI, 2015.

7) Beri tablet tambah darah (T8) 8) Periksa laboratorium (T9)

a) Tes golongan darah, b) Tes haemoglobin.

c) Tes pemeriksaan urin (air kencing).

d) Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan pada ibu hamil dengan indikasi diabetes melitus.

e) Tes pemeriksaan darah lainnya, sesuai indikasi seperti malaria, HIV, sifilis dan lain-lain (Kemenkes RI, 2015).

f) Tatalaksana atau penanganan kasus (T9) 9) Temuwicara atau konseling (T10)

j. Kebijakan Kunjungan Antenatal Care Menurut Kemenkes.

Menurut Depkes 2009, kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4 kali selama masa kehamilan yaitu:

1) Minimal 1 kali pada trimester pertama (K1). 2) Minimal 1 kali pada trimester kedua.

3) Minimal 2 kali pada trimester ketiga.

Jadwal pemeriksaan antenatal menurut Walyani aza(2015) adalah sebagai berikut:

1) Pemeriksaan pertama. Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui ibu terlambat haid.

2) Pemeriksaan ulangan. Adapun jadwal pemeriksaan ulang sebagai berikut :

a) Setiap bulan sampai umur kehamilan 6 sampai 7 bulan. b) Setiap 2 minggu sampai usia kehamilan berumur 8 bulan.

c) Setiap 1 minggu sejak umur kehamilan 8 bulan sampai terjadi persalinan.

Frekuensi pelayanan menurut WHO (Marmi, 2014) ditetapkan 4 kali kunjungan ibu hamil dalam pelayanan antenatal.

2. Konsep Dasar Anemia dalam Kehamilan

mencegah Anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar haemoglobin kurang dari 11gr/dl selama masa kehamilan trimester I dan III dan kurang dari 10 gr/dl selama masa trimester II dan masa postpartum. Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak dan membahayakan bagi ibu dan janin. Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan postpartum. Bila terjadi saat awal kehamilan dapat mengakibatkan kejadian prematur (Proverawati, 2009).Menurut Saifuddin (2009), anemia dalam kehamilan dapat terjadi karena peningkatan volume plasma darah yang menyebabkan konsentrasi sel darah merah menurun dan darah menjadi encer, inilah yang menyebabkan kadar haemoglobin dalam darah menurun.

Pengenceran darah yang terjadi ini memiliki manfaat yaitu meringankan kerja jantung dalam memompa darah dan terjadinya kehilangan unsur besi yang berlebih saat persalinan. Penurunan konsentrasi sel darah merah ini harus disertai pemenuhan gizi yang cukup terutama kebutuhan akan zat besi. Hal ini untuk mencegah terjadinya anemia yang lebih lanjut dimana kadar Hb dibawah 10,5 gr/dl. terjadi pada umur kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jadi bila haemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr/dl maka dengan terjadinya hemodilusin akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan haemoglobin ibu akan menjadi 9.5 gr/dl sampai 10 gr/dl (Manuaba, 2010) sebagai suatu keadaan khusus, kehamilan, persalinan dan nifas cukup menguras cadangan besi ibu. Oleh karena itu jarak minimum

antara persalinan yang satu dengan kehamilan berikutnya sebaiknya 2 tahun. Jarak ini dianggap adekuat untuk menggantikan kurang lebih 100 mg zat besi yang terkuras selama kehamilan, persalinan, dan nifas, dengan syarat diet harus seimbang.

a.Teori Anemia pada ibu hamil 1. Pengertian

Anemia adalah defisiensi kualitas jumlah sel darah merahyang menyababkan Penurunan kadar hemoglobin dalam darah membawa oksigen ( Debbie Holmes, 2012 ).

Anemia adalah suatu kondisis dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau hemoglobin ( buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasisilitas kesehatan dasardanrujukan ,2013 ).anemia pada kehamilan merupakan anemia yang ditemukan selama kehamilan dengan kadar produksi hemoglobin dan kadar zat ensensisl yang rendahseperti zat besi dan asam folat (Debbie Holmen,2012 ).WHO mendefinisikan anemia. Sebagai konsentrasiHemoglobin dalam darah < 11 g/dL

b. Faktor predisposisi

menurut buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan factorpredis posisi dari anemia adalah sebagi berikut :

Diet rendah zat besi,B12, dan asam folat, kelainan gastrointestinal, penyakit kronis Riwayat keluarga.Selain itu, ada beberapa factor yang menyebabkan terjadian anemia dalam kehamilan adalah ( manuaba,2007 ) :

a ) Kekurangan asupan zat gizi

kecukupan atas zat besi tidak hanya di lihat dari konsumsi makanan sumber zat besi tetapijuga tergantung dari variasi penyerapannya.yang membentuk 90 % Fe pada makanan non daging ( seperti biji – bijian, sayur,telur,buah ) tidak mudah diserap tubuh.

b ) peningkatan kebutuhan fisiologis

kebutuhan FE akan meningkat selama kehamilan untuk memnuhi kebutuhan ibu janin,plasenta, seta untuk mengganti kehilangan darah saat persalinan.

c ) Kebutuhan yang berlebihan

Bagi ibu yang sering hamil ( multiparitas ), kehamilan kembar, riwayat anemia Maupun Perdarahan pada kehamilan sebelumnya membutuhkan pemenuhan zat Besi yang lebihbanyak.

d ) malabsorbsiGangguan penyerapan zat besi pada usus dapat menyebabkan pemenuhan zat besi Pada ibu hamil terganggu.

e ) kehilangan darah yang banyak ( persalinan yang lalu, operasi,perdarahan akibatinfeksi kronis misalnya cacingan.

a.PenilaianKlinisAnemia

Tnda-tanda klinis (Proverawati, 2009) :

Letih, sering mengantuk, malaise, Pusing, lemah, Nyeri kepala, Luka pada lidah, Kulit pucat, Membran mukosa pucat (misalkonjungtiva).Bantalan kuku pucat, Tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.

b.Diagnosis

Diagnosis anemia dalam kehamilan dapat ditegakkan dengan dilakukannya anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah hebat pada hamil muda. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa anemia :

Anamnesa,Riwayat nutrisi, Latar belakang geografis, Gejala dan keluhan padaPenderita,Pemeriksaan fisik, meliputi tanda-tanda anemia, serta yang mendasariPenyakit-penyakit tertentu penyebab anemia, Pemeriksan hematologik dasar untuk pemeriksaan kadar Hb.Derajat anemiaibu hamil menurut Manuaba dalam Proverawati, 2009:Normal > 11 gr %,Anemiaringan 9-10 gr%, Anemia sedang7-8 gr%, Anemia berat < 7 gr%.

c. Etiologi Anemia

Menurut Proverawati dan Purwitasari (2009), penyebab anemia pada kehamilan adalah:

Kecukupan akan zat besi tidak hanya dilihat dari konsumsi makanan sumber zat besi tetapi juga tergantung variasi penyerapannya. Yang membentuk 90% Fe pada makanan non daging (seperti biji-bijian, sayur, telur, buah) tidak mudah diserap tubuh.

2) Peningkatan kebutuhan fisiologis.

Kebutuhan akan zat besi meningkat selama kehamilan untuk memenuhi kebutuhan ibu, janin, dan plasenta serta untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan.

3) Kebutuhan yang berlebihan.

Bagi ibu yang sering mengalami kehamilan

(multiparitas), kehamilan kembar, riwayat anemia maupun perdarahan pada kehamilan sebelumnya membutuhkan pemenuhan zat besi yang lebih banyak.

4) Malabsorbsi

Gangguan penyerapan zat besi pada usus dapat menyebabkan pemenuhan zat besi pada ibu hamil terganggu.

5) Kehilangan darah yang banyak (persalinan yang lalu, operasi, perdarahan akibat infeksi kronis misalnya cacingan).

d. Klasifikasi Anemiadalam Kehamilan 1) Anemiadefisiensi besi

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Konsentrasi haemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya proses pembentukan sel darah merah akibat kurangnya zat besi dalam darah (Proverawati, 2009). Pada ibu hamil konsentrasi haemoglobin<11,0 g/dl di trimester I, <10,5 g/dl di trimester I, dan <11,0 g/dl di trimester III.

Jumlah zat besi fungsional di dalam tubuh dan konsentrasi protein Haemoglobin yang mengandung zat besi yang bersikulasi di dalam sel darah merah diukur dengan dua uji darah sederhana yakni konsentrasi Hb dan hematokrit, dan konsentrasi feritin serum

(Robson, 2011). Pada pemeriksaan darah seseorang pertama kali dicurigai menderita anemia defisiensi besi jika pemeriksaan hitung darah lengkap rutin menunjukkan kadar Hb yang rendah. Pada pemeriksaan asupan darah bisa menunjukkan sel darah merah lebih kecil dan lebih pucat dari normal maupun sel darah merah yang bervariasi dalam ukuran dan bentuk (Proverawati, 2009).

2) Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi asam folat dan juga dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin) (Proverawati, 2009).

3) Anemia hipoplastik

Anemia hipoplastik terjadi karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar rontgen atau sinar radiasi.

4) Anemia hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/ pemecahan sel darah merah lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi pada organ-organ vital.

e. Bahaya Anemia Terhadap Kehamilan

Adapun bahaya anemia adalah dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD). Anemia pada trimester III meningkatkan resiko buruknya pemulihan akibat kehilangan darah saat persalinan, begitu juga takikardi, napas pendek dan keletihan maternal (Robson, 2011). Bahaya anemia terhadap janin antara lain anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi

gangguan dalam bentuk abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligensia rendah (Proverawati, 2009)

f. Penanganan Anemiadalam Kehamilan

Penatalaksanaan dan asuhan kebidanan terhadap anemia yaitu:

1) Pada pemeriksaan ANC bidan mengkaji penyebab anemia dari riwayat diet untuk mengetahui adakah kemungkinan pica, kebiasaan mengidam berlebihan dan mengonsumsi makanan-makanan tertentu dan riwayat medis yang adekuat dan uji yang tepat (Robson, 2011). 2) Memberikan sulfat ferosus 200 mg 2-3 kali sehari. Sulfat ferosus

diberikan 1 tablet pada hari pertama kemudian dievaluasi apakah ada keluhan (misalnya mual, muntah, feses berwarna hitam), apabila tidak ada keluhan maka pemberian sulfat ferosus dapat dilanjutkan hingga anemia terkoreksi (Robson, 2011)

3) Apabila pemberian zat besi peroral tidak berhasil (misalnya pasien tidak kooperatif) maka bisa diberikan dosis parenteral (per IM atau per IV) dihitung sesuai berat badan dan defisit zat besi (Robson, 2011).

4) Transfusi darah diindikasikan bila terjadi hipovolemia akibat kehilangan darah atau prosedur operasi darurat. Wanita hamil dengan anemia sedang yang secara hemodinamis stabil, dapat beraktifitas tanpa menunjukan gejala menyimpang dan tidak septik, transfusi darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi besi selama setidaknya 3 bulan (Cunningham, 2013)

5) Evaluasi pemberian terapi dengan cara pemantauan kadar Hb dapat dilakukan 3-7 hari setelah hari pertama pemberian dosis sulfat ferosus (retikulosit meningkat mulai hari ketiga dan mencapai

Dokumen terkait