IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pemilihan Matriks Sampel
4.3.1. Verifikasi metode SNI 01-2891-1992 terhadap aspek presisi
Walton (2001) merekomendasikan evaluasi terhadap presisi sebagai langkah pertama dalam validasi metode. Jika presisi metode sudah tidak baik, maka sulit untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya. Salah satu aspek yang umum digunakan dalam verifikasi adalah ripitabilitas (Mullins 2003). Tetapi dalam pengujian presisi metode untuk validasi satu lab (single laboratory validation) dapat berupa ripitabilitas dan reprodusibilitas intralab.
Ripitabilitas memungkinkan variasi terkecil dapat ditemukan pada sebuah analisis (Jelita 2011). Ripitabilitas dapat dilihat dari nilai RSD. Nilai RSD dan RSDR(Horwitz) analisis total karbohidrat dengan
menggunakan metode SNI 01-2891-1992 ditunjukkan pada Tabel 9untuk analisis beberapa bahan acuan, Tabel 10 untuk uji rekoveri dengan spike glukosa.
Tabel 9. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan (N=7)
Bahan acuan Hasil analisis (g/100g) RSD analisis (%) 2/3 RSDH (%) 2xRSD AOAC (%) Rataan Range SD Susu Bubuk 45.72 45.11-46.08 0.43 0.93 1.50 2.25 Kacang kedelai 15.90 15.19-16.50 0.41 2.58 1.76 2.64 Kacang hijau 55.66 55.45-56.16 0.28 0.51 1.45 2.18
Tabel 10. Ripitabilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan dengan penambahan kadar glukosa (N=7)
Bahan acuan
Hasil analisis yang terbaca (g/100g) RSD analisis (%) 2/3 RSDH (%)a 2x RSD AOAC (%)b Rataan Range SD Susu Bubuk 47.65 47.37-48.55 0.43 0.91 1.49 2.24 Kedelai 23.44 22.98-24.05 0.42 1.80 1.66 2.49 Kacang hijau 58.50 58.37-58.66 0.12 0.22 1.47 2.17 aGarfield (2000) bAOAC (2002)
Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh berkisar antara 0,51-2,58% untuk sampel bahan acuan (n=7) dan 0,22- 1,80% untuk sampel bahan acuan yang mengalami penambahan kadar glukosa (n=7). Nilai ini menunjukkan variasi yang kecil dalam ulangan yang dilakukan pada tiap bahan acuan. Garfield (2000) mengatakan bahwa ripitabilitas dikatakan baik jika memiliki nilai RSD yang lebih kecil dari 2/3 RSDR yang dihitung dari rumus Horwitz. Tetapi AOAC (2002)
antara 0.5 sampai 2 kali dari nilai yang terhitung berdasarkan rumus atau di Tabel 2. Bahkan nilai RSD di bawah 5% dapat diterima, meskipun terkadang batas itu tergantung tipe dari analisis (Smith 2010).
Hasil analisis yang didapat pada bahan acuan susu bubuk dan kacang hijau menunjukkan nilai yang didapat kurang dari 2/3 RSDR yang
dihitung dari rumus Horwitz, kecuali pada analisis bahan acuan tepung kedelai. Nilainya masih lebih kecil dari RSDR Horwitz tetapi lebih besar
dari 2/3 RSDR Horwitz. Tetapi jika kita mengikuti acuan AOAC (2002)
nilai ini masih dalam range yang dapat diterima. Begitupula jika mengikuti acuan Smith (2010), yaitu RSD masih di bawah 5%.
Nilai RSD kedelai cenderung lebih besar dibanding kacang hijau dan susu bubuk baik pada bahan acuan dengan penambahan glukosa maupun bahan acuan tanpa penambahan glukosa. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi karbohidrat pada kedelai yang lebih kecil dibandingkan susu bubuk dan kacang hijau. Akan tetapi jika dilihat dari nilai standard deviasi(SD)nya sendiri, kedelai memiliki SD yang hampir sama bahkan cenderung lebih kecil dibandingkan susu bubuk. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi karbohidrat yang lebih kecil (hingga pada range lebih dari ±15,90 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel) bukan berarti menyebabkan keterulangan yang lebih buruk dibandingkan konsentrasi karbohidrat yang lebih tinggi. Adanya kecenderungan bahwa nilai SD susu bubuk> kedelai>kacang hijau perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui komponen apa dari tiap bahan acuan yang mungkin dapat menyebabkan variasi yang ada. Dalam penelitian ini, range konsentrasi ±15,90-58.50 gram karbohidrat setara glukosa/100 gram sampel pada sampel kacang hijau, kedelai dan susu bubuk masih memiliki kerterulangan (ripitabilitas) yang dapat diterima terutama pada lab tempat penelitian dilaksanakan telah dikonfirmasi.
Reprodusibilitas dapat digunakan untuk memperkirakan bias yang terjadi jika analisis dilakukan pada hari yang berbeda. Reprodusibilitas yang diukur adalah reprodusibilitas intralab, yaitu dengan lab yang sama hanya selang waku yang berbeda. Selang waktu yang digunakan untuk mengukur reprodusibilitas intralab yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lebih dari 2 bulan. Reprodusibilitas intralab diukur pada bahan acuan yang dapat dilihat pada Tabel 11 dan sampel matriks pangan cair pada Tabel 12.
Tabel 11. Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai bahan acuan Bahan acuan Tanggal pengerjaan Rataan (g/100g) SD RSDa RSD H Tobs P value
Susu bubuk 28 Juli 2011
a 45.72 0.42 1.77 2.30 29.263 0.000* 11 Oktober 2011b 36.27 0.58 1,79 2,32 Kedelai 28 Juli 2011 a 16.01 0.27 3.31 3.74 3.229 0.012* 11 Oktober 2011b 14.73 1.05 8,58 3,60
Kacang hijau 28 Juli 2011
a 55.66 0.28 3.36 3.95 0.708 0.518 11 Oktober 2011b 55.79 1.68 6,92 3,78 a N=7 bN=3 *berbeda nyata
Tabel 12 Reprodusibilitas metode karbohidrat SNI 01-2891-1992 pada berbagai sampel pangan cair Sampel Tanggal pengerjaan Rataan (g/100g) SD RSDa RSD H Tobs P value
Kecap Manis 5 Juli 2011 38.71 0.68 1.77 2.30 3.179 0.034*
7 Oktober 2011 36.96 0.66 1,79 2,32
Kecap Asin 5 Juli 2011 2.21 0.05 3.31 3.74 1.750 0.155
7 Oktober 2011 2.03 0.17 8,58 3,60
Santan 5 Juli 2011 1.49 0.03 3.36 3.95 0.708 0.518
7 Oktober 2011 1.45 0.10 6,92 3,78
* berbeda nyata
Hasil uji reprodusibilitas diuji statistik dengan perangkat lunak SPSS 17.0 dengan menggunakan uji F dan independent t test untuk mengetahui perbedaan varian dan beda nyata dari rataan kedua metode. Hasil uji F menunjukkan bahwa hasil analisis dari baik semua bahan acuan maupun sampel matriks pangan cair tidak memiliki perbedaan varian yang signifikan dari analisis yang dilakukan pada dua waktu yang berbeda, oleh karena itu uji lanjut dengan independent t test dengan mengasumsikan varian analisis dari dua waktu yang berbeda itu sama.
Hasil independent t test menunjukkan bahwa pada analisis yang dilakukan pada 28 Juli 2011 untuk bahan acuan susu bubuk dan kedelai berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan pada 11 Oktober 2011, sedangkan untuk bahan acuan kacang hijau tidak berbeda nyata. Adapun hasil independent t test pada analisis yang dilakukan pada 5 Juli 2011 untuk sampel matriks pangan cair yaitu kecap asin dan santan tidak berbeda nyata dengan analisis yang dilakukan pada 7 Oktober 2011, sedangkan untuk sampel kecap manis berbeda nyata. Nilai yang berbeda nyata ini mengindikasikan reprodusibilitas yang buruk.
Jumlah total karbohidrat yang ada pada bahan acuan seharusnya tidak akan banyak berubah karena lingkungan. Jika diasumsikan bahwa bahan acuan cenderung bersifat stabil, maka perubahan atau
mempengaruhi performa metode itu sendiri. Reagen yang digunakan untuk analisis pada bulan Oktober 2011 sama dengan yang digunakan pada bulan Juli 2011, sehingga ada kemungkinan jika reagen kurang stabil dalam penyimpanan lebih dari 2 bulan, maka hal ini dapa menyebabkan bias. Adapun ketidakkonsistenan dari analis dan perubahan kondisi pada lingkungan juga dapat mempengaruhi performa metode.
Koefisien variasi atau relatif standard deviasi yang diperoleh untuk analisis yang dilakukan pada bulan Juli 2011 cenderung lebih baik dibandingkan hasil analisis yang dilakukan pada bulan Oktober 2011. Hal ini juga yang dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakkonsistenan pada analisis yang dilakukan pada bulan 2011. Hal ini kemungkinan besar dapat disebabkan karena adanya perubahan pada reagen, matriks, analis dan lingkungan. Reagen dapat mengalami perubahan seperti yang disebutkan sebelumnya. Dari segi analis, metode yang memiliki tahapan yang panjang dan melelahkan dapat menyebabkan performa metode kurang konsisten. Selain itu perubahan dari matriks sampel (dalam hal ini matriks sampel pangan cair) baik secara biologis atau kimia dapat menyebabkan hasil kurang konsisten baik untuk ripitabilitas maupun reprodusibilitas. Dari sini dapat dilihat juga bahwa reprodusibilitas metode dipengaruhi oleh matriks sampel yang dianalisis.
Faulks dan Timms (1985) mengatakan bahwa metode dengan prinsip gula pereduksi memiliki reprodusibilitas yang buruk. Hal ini juga telah dikonfirmasi dalam percobaan ini, yaitu dimana pada matriks kecap manis serta bahan acuan susu bubuk dan kedelai, nilai reprodusibilitasnya buruk (analisis yang dilakukan dalam selang waktu dua bulan hasilnya berbeda nyata).