• Tidak ada hasil yang ditemukan

Visum et Repertum Korban Hidup dan Permasalahannya

Dalam dokumen Visum et Repertum pada Korban Hidup (Halaman 32-36)

BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM 1. PRO JUSTISIA

D. Visum et Repertum Korban Hidup dan Permasalahannya

Terkait dengan visum et repertum korban hidup, ada kalanya seorang korban mendapat dua atau lebih visum et repertum sementara dan lanjutan. Sebagai contoh, seseorang bernama X dianiaya oleh majikannya bernama Y. Si X yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Y mengalami luka bakar akibat disetrika oleh majikannya, dan tangan kanannya patah setelah dipukuli bertubi-tubi. Lalu si X dibawa ke rumah sakit A, kemudian dokter membuatkan visum et repertum sementara. Lalu ternyata keluarga X memindahkan X ke rumah sakit B di kotanya. Dokter di rumah sakit A membuatkan visum et repertum lanjutan untuk korban X. Kemudian dokter di rumah sakit B menerima korban X atas rujukan dari rumah sakit A, membuat visum et repertum sementara korban X. Bila setelah dirawat di rumah

sakit B korban X sembuh dan pulang, dokter rumah sakit B membuatkan visum et repertum lanjutan, yang dalam kesimpulannya memuat kualifikasi luka korban X. Sementar bila ternyata setelah dirawat di rumah sakit B ternyata korban X meninggal dunia, maka dokter membuat visum et repertum jenazah.

Perlu ditekankan, kapan seorang dokter berhak dan atau berkewajiban memberikan visum et repertum korban hidup. Visum et repertum diberikan bila ada SPVR (Surat Permintaan Visum et Repertum) dari kepolisian. Bila ada SPVR seorang dokter berkewajiban memberikan visum et repertum sebagai bukti tertulis untuk peradilan.

Pada beberapa kasus, mungkin suatu saat dokter menemukan kejanggalan pada pasiennya, dan merasa curiga kalau pasiennya telah mengalami penganiayaan, maka dokter berhak menghubungi pihak berwajib, untuk menindak lanjuti, selanjutnya pihak berwajib akan membuatkan SPVR, sehingga dokter yang bersangkutan dapat membuatkan visumnya.

3.1.4 Waktu penyerahan visum et repertum kepada penyidik

Memang tidak ada batasan kapan visum et Repertum harus selesai dan diserahkan kepada penyidik. Tetapi sebaiknya secepatnya karena hal ini berkaitan dengan penahanan seorang tersangka yang belum tentu bersalah.

Menurut pasal-pasal di KUHAP

KUHAP Oleh Lama Penahanan

Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Penyidik

Diperpanjang oleh penuntut umum Penuntut umum

Diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri Hakim Pengadilan negeri

Diperpanjang oleh ketua pengadilan agama Hakim pengadilan tinggi

Diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi Hakim Mahkamah Agung

Max 20 hari Max 40 hari Max 20 hari Max 30 hari Max 30 hari Max 60 hari Max 30 hari Max 60 hari Max 50 hari

Diperpanjang oleh ketua mahkamah agung Max 60 hari Jadi disarankan untuk menyerahkan visum et repertum sebaiknya kurang dari 20 hari.

3.2 Contoh Aplikasi Kualifikasi Luka

Untuk mendapatkan gambaran yang konkrit dalam hal luka yang disebabkan oleh suatu tindak pidana, maka di bawah ini digambarkan berbagai kemungkinan dari luka itu, misalnya dalam kasus sebagai berikut :

“Si A dengan sengaja menendang perut si B”

Sebagai akibat daripada tendangan si A itu maka timbul beberapa kemungkinan pada tubuh si B yaitu :

Kemungkinan I :

Pada perut si B kulitnya bengkak, merah dan sakit, tetapi hal itu tidak menyebabkan penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan.

Bagi dokter hal itu berarti luka derajat pertama (luka ringan), dan bagi hakim perbuatan itu merupakan “penganiayaan ringan”.

Jadi dalam Visum et Repertum harus dicantumkan :

“Luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan”.

Kemungkinan II :

Perut si B luka sehingga terpaksa harus diobati dan dirawat di Rumah Sakit, misalnya selama seminggu, dan setelah itu si B sembuh dan tidak menunjukkan akibat-akibat lain lagi.

Bagi dokter hal itu berarti luka derajat kedua (luka sedang), dan dicantumkan dalam visum et repertum : “Luka yang berakibat penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu/seminggu”.

Tendangan si A mengakibatkan limpa si B robek, sehingga menimbulkan perdarahan dalam rongga perut dan jika tidak segera ditolong dengan jalan operasi, maka tentu mengakibatkan maut.

Si B dapat ditolong dengan cepat dan tepat yaitu dioperasi dan setelah dirawat/diopname di Rumah Sakit selama kurang lebih sebulan, maka kesimpulan dalam Visum Et Repertum ialah : “Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut”. (Luka derajat ketiga).

Misalkan si B itu adalah wanita yang sedang hamil dan tendangan si A tersebut menyebabkan keguguran dalam kandungannya atau kematian janin dalam rahimnya, maka kesimpulan dalam Visum Et Repertum ialah: “Luka yang menyebabkan keguguran kandungan atau kematian janin dalam rahimnya”.

Kemungkinan IV :

Karena tendangan itu si B limpanya robek dan menimbulkan pendarahan dalam rongga perutnya serta tidak tertolong lagi dan meninggal dunia.

Dengan demikian berubahlah sifat pemeriksaannya, yaitu harus dilakukan pemeriksaan bedah mayat, untuk menentukan hubungan sebab akibat (causal verband) apakah benar sebab kematian si B itu karena limpanya koyak yang diakibatkan oleh tendangan/ kekerasan sehingga menimbulkan pendarahan dalam perutnya dan meninggal dunia.

Pemeriksaan bedah mayat dilakukan oleh dokter atas permintaan tertulis dari penyidik. Meliputi pemeriksaan mayat di bagian luar dan pemeriksaan dalam yaitu membuka dan memeriksa ketiga rongga besar daripada tubuh yakni rongga dada, rongga perut dan rongga tengkorak.

Dalam ilmu kedokteran kehakiman ada suatu hukum yaitu : “Untuk menentukan sebab mati seseorang harus dilakukan periksa bedah mayat”. Jadi tanpa periksa bedah mayat tidak mungkin ditentukan sebab mati seseorang.

Hal ini sesuai dengan Instruksi Kapolri No. Pol. INS/E/20/IX/75 tanggal 19 September 1975 yang menyatakan bahwa : “dengan Visum Et Repertum atas mayat,

berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan Visum Et Repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja”.

Kemudian perlu dikemukakan lagi di sini bahwa barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi, merintangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 4.500,- .

3.3 Contoh Aplikasi Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Dalam dokumen Visum et Repertum pada Korban Hidup (Halaman 32-36)

Dokumen terkait