• Tidak ada hasil yang ditemukan

VITAMIN B12 DAN DAYA INGAT

Daya ingat (ingatan) anak merupakan suatu proses yang terjadi di otak tentunya sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan organ otak dan bagaimana stimulasi atau rangsangan diberikan agar otak dapat berkembang optimal menjalankan fungsinya.

Keadaan gizi sejak janin dalam kandungan sampai bayi lahir dan usia dini perlu terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, karena akan berpengaruh pada perkembangan otak. Menurut Pollit (1990) apabila anak lahir dengan berat badan rendah akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan kecerdasan intelektual pada usia sekolah. Kekurangan gizi pada masa bayi hingga usia 2 tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan kemampuan motoriknya, bahkan dapat mengakibatkan cacat permanen.

Gizi yang tidak seimbang, gizi buruk, serta derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, menyimpan, memproduksi dan merekonstruksi informasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pertumbuhan otak anak ditentukan oleh bagaimana cara orangtua mengasuh dan memberi makan serta menstimulasi anak pada usia dini. Namun stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak tidak akan bermanfaat bagi masa depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak pada kondisi yang tidak baik. Keadaan gizi pada usia dini yang terus dipertahankan secara optimal sampai anak usia sekolah, akan berpengaruh besar pada perkembangan otak (Jalal F 2003)

Banyak penelitian yang menilai dampak defisiensi gizimikro pada perkembangan anak merupakan pengaruh langsung, kemungkinan melalui perubahan anatomi syaraf atau neurotransmission. Namun demikian, ada kemungkinan lain bahwa perubahan perilaku berhubungan dengan defisiensi gizimikro disamping perawatan anak, sehingga mempengaruhi perkembangan

anak dimasa selanjutnya (Black 2003). Faktor yang berpengaruh terhadap sintesis neurotransmitter di dalam syaraf antara lain keberadaan prekursor dan enzim-enzim. Prekursor tersebut tidak dapat disintesis oleh otak sehingga harus diperoleh dari sirkulasi darah. Kadar prekursor dalam plasma darah secara normal berfluktuasi tergantung pada asupan makanan dan daya serap

(bioavailabilitas). Pada kondisi normal, peningkatan konsumsi makanan yang

mengandung prekursor akan menstimulasi pembentukan neurotransmitter. Namun laju prekursor memasuki otak bervariasi sesuai dengan konsentrasinya dalam plasma (Kanarek dan Mark-Kaufman 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa sejumlah vitamin juga mempunyai peranan yang penting dalam mendukung fungsi syaraf pusat dan perkembangan manusia. Vitamin ini meliputi tiamin, niasin, piridoksin, cobalamin (vitamin B12), dan asam folat, yang sudah banyak dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan percobaan.

Vitamin B12, vitamin B6 dan asam folat mempengaruhi fungsi kognitif terutama melalui perannya sebagai kofaktor dalam pembentukan dan pemeliharaan sistem syaraf pusat (Bryan J et al 2002) melalui dua proses mekanisme. Pertama, disebut hipotesis hypomethyllation bahwa vitamin B secara langsung mempengaruhi penghambatan penyediaan methyl yang diperlukan pada reaksi-reaksi komponen sistem syaraf pusat seperti protein, pospolipid, DNA; metabolisme neurotransmitter seperti monoamin (depamin, norepineprin, dan serotonin), melatonin, yang berperan penting untuk status neurologi dan psikologi. Kedua, hipotesis homosyistein, bahwa asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 secara tidak langsung dan mungkin dalam waktu yang lama berpengaruh pada otak melalui cerebrovasculature, dan berfungsi memelihara integritas sistem syaraf pusat melalui perannya dalam mencegah penyakit vasculer, yang sangat penting dalam fungsi kognitif.

Beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara defisiensi vitamin B12 dengan penurunan fungsi kognitif pada subyek kelompok dewasa dan usia lanjut telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Bryan J et al (2002) di Australia menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari supelemen vitamin B12, vitamin B6 dan asam folat terhadap kemampuan memori yang diukur melalui kecepatan pemerosesan, kemampuan mengingat dan mengenal

serta kemampuan verbal. Sedangkan penelitian Lewerin C et al (2005) pada kelompok lanjut usia di swedia, menunjukkan bahwa plasma homosistein dan serum Methyl Malonic Acid (MMA) yang tinggi berkorelasi terbalik dengan kemampuan kognitif dan kemampuan bergerak. Pemberian vitamin B12 secara oral dapat menormalkan kadar plasma homosistein dan serum MMA, walaupun tidak berpengaruh pada kemampuan kognitif dan kemampuan bergerak. Hal ini kemungkinan disebabkan penurunan fungsi kognitif saat kekurangan vitamin tidak dapat dikembalikan (irreversible) atau mungkin dosis dan lama pemberian yang kurang tepat. Penelitian lain oleh Ellen MW et al (2002) dari pusat penelitian kedokteran University of Pittsburgh, mengemukakan bahwa subyek dengan level vitamin B12 yang rendah secara signifikan mempunyai skor kognitif yang lebih rendah dan skor demensia yang lebih tinggi dibandingkan subyek yang mempunyai level vitamin B12 normal.

Selain berkaitan dengan defisiensi vitamin B12, penurunan fungsi kognitf sering juga dihubungkan dengan zat gizi lain seperti asam folat yang merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin disamping zat gizi lain. Quadri P et al (2004) mengemukakan bahwa defisiensi folat dapat mendahului terjadinya Alzheimer Disease (AD) dan Vascular Dementia (VaD). Hiperhomosisteinemia atau tingginya kadar homosistein dalam darah juga merupakan faktor risiko awal terjadinya penurunan kognitif pada lanjut usia, walaupun perannya dalam demensia masih belum jelas sehingga masih diperlukan studi longitudinal. Morris MS et al (2007) dalam penelitiannya pada kelompok usia lanjut di Amerika menemukan bahwa status vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan anemia dan penurunan fungsi kognitif walaupun serum folat tinggi. Selanjutnya dikatakan bahwa bila status vitamin B12 normal dan konsentrasi folat tetap tinggi akan dapat mencegah penurunan fungsi kognitif. Hal ini menunjukkan vitamin B12 berkaitan dengan fungsi kognitif. Hasil penelitian Mooijaart SP et al (2005) menunjukkan peningkatan serum homosistein dan penurunan asam folat dihubungkan dengan penurunan kognitif pada lanjut usia, tetapi tidak dapat diprediksi besarnya penurunan kognitif tersebut. Namun demikian penelitian lain oleh Eussen SJ et al (2006) menemukan bahwa suplementasi oral dengan vitamin B12 atau dikombinasi dengan asam folat selama

24 minggu pada lanjut usia tidak dapat memperbaiki fungsi kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan fungsi kognitif sulit dikembalikan menjadi kondisi normal, sehingga yang paling baik dilakukan adalah pencegahan agar tidak terjadi penurunan fungsi kognitif.

Hubungan antara defisiensi vitamin B12 dengan fungsi kognitif pada anak-anak juga menjadi topik bahasan yang cukup menarik walaupun masih terbatas. Studi kasus anemia bayi dan ibu ( yang tidak mampu menyerap vitamin B12) atau ibu vegetarian. Bayinya akan berisiko untuk terhambatnya perkembangan – milestones. Studi observasi anak-anak yang defisiensi vitamin B12 dari ibu yang hanya mengkonsumsi pangan nabati di Belanda mengalami hambatan perkembangan motorik dan bahasa dibandingkan dengan bayi dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati dan hewani. Pada usia 12 tahun, anak-anak dari ibu yang makan pangan nabati mempunyai tingkat ‘methilmalonic acid’ lebih tinggi dan skor yang lebih rendah pada penilaian kognitif (termasuk Raven’s progressive matrices, Digit Span dan Block Design) dibandingkan anak-anak dari ibu yang mengkonsumsi pangan nabati dan hewani (Black 2003).

Penelitian Kustiyah (2004) terhadap murid sekolah dasar kelas empat, lima dan enam di kabupaten Bogor, tentang pengaruh pemberian makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah, hemoglobin dan daya ingat anak. Daya ingat anak diukur dengan metode mengingat kata dan gambar. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pemberian makanan kudapan berpengaruh positif nyata terhadap kadar glukosa darah. Sedangkan konsumsi protein dan zat besi berpengaruh positif terhadap kadar hemoglobin. Dengan mengontrol variabel konsumsi karbohidrat, konsumsi protein dan kadar hemoglobin, kadar glukosa darah berpengaruh positif sangat nyata terhadap daya ingat anak terhadap gambar. Sedangkan daya ingat terhadap kata dipengaruhi secara nyata oleh kadar hemoglobin dan konsumsi energi.

Sungtthong R et al (2002) dalam studinya pada anak-anak sekolah di Thailand menemukan bahwa terjadi peningkatan fungsi kognitif sejalan dengan meningkatnya kadar hemoglobin pada anak yang mengalami defisiensi besi, akan tetapi tidak terjadi perubahan kadar hemoglobin pada anak-anak yang mempunyai serum ferritin normal. Anak-anak dengan anemia defisiensi besi mempunyai

fungsi kognitif yang rendah (IQ point dibawah rata-rata), sedangkan anak-anak yang tidak mengalami defisiensi besi dan kadar hemoglobinnya normal mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik (IQ point diatas rata-rata).

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, berikut ini pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa penelitian yang berkaitan dengan vitamin B12 dengan berbagai disain dan subyek penelitian.

Tabel 5 Beberapa hasil studi tentang defisiensi vitamin B12 dengan berbagai disain penelitian

No Sumber Tempat/ negara

Disain, subyek Intervensi 1 Eussen SJ et al

2006

Belanda Double blind placebo controlled trial, 195 orang usia lanjut (≥ 70 tahun)

Suplemen kapsul - 1000 μg vitamin B12 - 1000 μg vitamin B12 + 400 μg asam folat - selama 24 minggu 2 Hin H et al 2006

Inggris Cross sectional study dilanjutkan intervensi 3 bulan, 1000 orang usia lanjut (≥ 75 tahun)

Khusus yang mempunyai serum vitamin B12 < 133 pmol/L diberi suplemen 1000 μg intramuscular/ bulan selama 3 bulan 3 Eussen SJ et al

2005

Belanda Randimized parallel group double blind dose finding trial, 120 orang usia lanjut

Suplemen vitamin B12 secra oral, dosis 2.5, 100, 250, 500, 1000 μg

selama 16 minggu 4

Dhonukshe-Rutten RAM et al 2005

Belanda Two double blind randomized controlled intervention study, usia lanjut yang defisiensi vitamin B12 ringan (≥ 70 tahun)

- Susu fortifikasi vit B12 1000 μg/125 ml /hari - Kapsul vitamin B12 1000 μg/hr - Selama 12 minggu Lanjutan 5 Tucker KL et al 2004 Amerika Serikat

Randomized double blind trial

189 orang usia 50-85 tahun

Intervensi 1 cangkir sarapan sereal yang difortifikasi dengan 440 μgasam folat, 1.8 mg vitamin B6 dan 4.8 μg vitamin B12 selama 14

minggu 6 Siekmann JH et

al 2003

Kenya Eksperimen: studi efek pangan hewani secara random menurut sekolah, 555 anak sekolah (5-14 tahun) Makanan tambahan - daging sapi 60-85 g/hr - susu 200-250 ml/hr - Suplemen energi - selama 1 tahun 7 Lewerin C et al 2000 Swedia Placebo-controlled randomized study

Kapsul berisi 0.5 μg vitamn B12 + 0.8 μg asam folat + 3 mg vitamin B6

Diberikan selama 4 bulan

8 Rustan E dkk 2001

Indonesia Randomised clinical trial with double blinded placebo controlled study

74 ibu hamil anemia

Suplemen kapsul 200 mg ferrosus sulfat dan 0.25 mg asam folat

Lanjutan

9 Kartika V dkk 1998

Indonesia Eksperimental study 155 WUS yang anemia

suplementasi pil besi + folat + vitamin B12

10 Clarke R et al 2007

Inggris Cohort study 1993-2003, 1648 orang

11 Hoey L et al 2007

Inggris Cross sectional study, 662 orang dewasa

12 Morris MS et al 2007

Boston Amerika

Cross sectional study, 1458 orang umur ≥ 65 tahun

13 Bor MV et al 2006

Denmark Cross sectional study Wanita postmenopause (41-75 tahun)

Lanjutan

14 Clarke R et al 2004

Inggris Cross sectional study, 3511 orang usia lanjut ≥ 65 tahun

15 Quadri P et al 2004

Itali Cross sectional study 228 usia lanjut

16 Rogers LM et al 2003

Guatemala Cross sectional study, 553 anak sekolah (8-12 tahun)

17 Clarke R et al 2003

Inggris Cross sectional study 1562 orang usia lanjut ≥ 65 tahun

18 Monsen AB et al 2003

Norwegia Cross sectional study 700 anak umur 4 hari – 19 tahun

Lanjutan

19 Hao Ling et al 2003

China Cross sectional study 2407 orang dewasa (35-64 tahun)

20 Kwan LL et al 2002

Amerika Serikat

Cross sectional study 449 orang Hispanic dan 154 orang nonHispanic umur 60-93 tahun

21 Sungtthong R et al 2002

Thailand Cross sectional study 427 anak sekolah 22 Shibly UF

1999

Indonesia Cross sectional study 70 orang penderita PJK 36 orang nonpenderita PJK Lanjutan 23 Tucker KL et al 2000 Amerika Serikat

Cross sectional study 2999 orang dewasa umur ≥ 26 tahun

24 Martoatmodjo S dkk 1973

Indonesia Cross sectinal study - 217 wanita hamil triwulan II dan III

Dokumen terkait