• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wakaf Harta Tak Bergerak

Dalam dokumen PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF DI INDONESI (Halaman 45-50)

Wakaf yang paling umum dan luas dilaksanakan di Indonesia adalah wakaf harta tak bergerak, khususnya tanah. Pengelolaan harta wakaf berupa tanah yang berlangsung saat ini mengikuti mekanisme seba- gai mana terlihat pada Bagan 4. Dari bagan tersebut terlihat bahwa wakif bisa perorangan atau organisasi. Setelah memenuhi persyaratan administrasi wakaf, agar harta benda wakaf menjadi aset yang pro- duktif, pengelola wakaf (nazhir) dapat melakukan kerja sama dengan investor (funding) melalui skim bagi hasil tertentu. Investor (funding) dimungkinkan berasal dari lembaga keuangan syariah (LKS). Bahkan harta benda wakaf yang akan diproduktikan itu juga diasuransikan (dijamin) dengan menggunakan asuransi syariah (LKS). Hasil pe-

ngelolaan dan pengembangan harta wakaf produktif itu lebih lanjut dibagi hasilnya, dengan komposisi 10 persen untuk nazhir dan 90 persen didistribusikan kepada maukuf ‘alaih.

Bagan 4. Manajemen Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak

Sumber : Nasuion (2013)

Secara statistik, dalam tahun 2015 tanah wakaf di seluruh Indonesia mencapai 435.768 persil dengan luas 4,405,128,860.2 m2 atau se-

kitar 440.512,89 ha. Dengan tanah wakaf seluas itu, Indonsia me ru - pakan negara dengan harta wakaf (tanah) terluas di seluruh dunia. Berdasarkan orientasi penggunaannya, harta benda wakaf di Indo- nesia lebih banyak diperuntukkan bagi kepentingan keagamaan (ibadah), pendidikan dan sosial (Graik 1). Lebih dari 73 persen harta benda (tanah) wakaf dimanfaatkan untuk sarana ibadah (mesjid dan mushalla), dan sekitar 13,3 persen untuk sarana pendidikan, sedangkan sisanya untuk tujuan sosial (makam dan sosial lainnya).

Masjid 44.93% Mushalla 28.80% Sekolah 10.41% Makam 4.63% Pesantren 2.98% Sosial lainnya 8.25%

Graik 1. Penggunaan Harta Benda (Tanah) Wakaf di Indonesia

Sumber : siwak-kemenag, 2016 (diolah)

Sementara itu, bila diperhatikan berdasarkan wilayah/regional, harta wakaf seluas 4,405,128,860.2m2 tersebut tersebar di 33 provinsi

seluruh Indonesia. Provinsi yang memiliki harta benda (tanah) wakaf paling luas adalah Riau (118.397,7 Ha) dan yang paling kecil adalah Papua Barat (59,1 Ha). Secara berurutan, terdapat 8 (delapan) daerah yang memiliki harta benda (tanah) wakaf cukup luas, yaitu: (i) Provinsi Riau sekitar 118.397,7 Ha; (ii) Provinsi Sulawesi Selatan seluas 102.903,0 Ha; (iii) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) seluas 76.786,9 Ha; (iv) Provinsi Sumatera Selatan seluas 38.045,6 Ha; (v) Provinsi Sumatera Barat seluas 21.221,2 Ha; (vi) Provinsi Sulawesi Tengah seluas 16.504,3 Ha; (vii) Provinsi Jawa Tengah seluas 16.317,0 Ha; dan (viii) Provinsi Jawa Barat seluas 11.666.2 Ha (lihat Gambar 2). Dengan luas harta benda (tanah) wakaf tersebut sebenarnya potensi untuk mengembangkannya menjadi harta wakaf yang lebih produktif sangat besar.

Sejauh ini data/informasi terkait dengan harta wakaf yang telah dikembangkan secara produktif masih sangat terbatas. Ada beberapa

contoh pengembangkan harta wakaf yang telah dilakukan di Indonesia, antara lain sebagai berikut (Hosen, 2016, Muljawan, et al., 2016): • Yayasan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII). Yayasan ini

memiliki 13.000 m2 tanah wakaf di kota Yogyakarta. Lingkup

kegiatan adalah pendidikan mulai dari TK sampai universitas. • Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (UMI), yang

didirikan tanggal 8 Februari 1953 di Makasar, Sulawesi Selatan. Yayasan ini memiliki luas lahan 11.200 m2 untuk kampus I,

140.200 m2 untuk kampus II, 7.000 m2 untuk kampus III dan IV,

292.300 m2 untuk kampus V dan VI, dengan beberapa gedung

asrama. Lingkup kegiatan yayasan adalah pendidikan, riset dan pemberdayaan komunitas Islam.

• Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, yang didirikan pada tanggal 9 Oktober 1926. Pondok ini memiliki lahan seluas 185.896 hektar, yang terdiri dari dataran tinggi dan sawah serta 15 gedung untuk pendidikan dan asrama. Lingkup kegiatan adalah pendidikan dan bisnis untuk mendukung kegiatan pendidikan. NAD 76786,9 Ha SUMBAR, 21221.2 Ha BENGKULU 712.2 Ha JABAR 11666,2 Ha JATENG 16317.0 Ha SULTENG 16.504,3 Ha SULSEL 102903,0 Ha RIAU 118397.7 Ha Luas : 4.405.128.860,2 m2 440.512.89 Ha SUMUT 3603.5 Ha JAMBI 1351.7 Ha SUMSEL 38045.6 Ha LAMPUNG 2299. 1 Ha BABEL 324.3 Ha BANTEN 3932.2 Ha DKI 301.4 Ha DIY 293.4 Ha JATIM 5823.9 Ha BALI 1399 Ha NTB 2581.6 Ha NTT 531.2 Ha MALUKU 500.6 Ha MALUT 3022.3 Ha SULBAR 325.2 Ha SULTRA 522.6 Ha SULUT 190.5 Ha GORONTALO 166.3 Ha KALSEL 5823.9 Ha KALTENG 577..9 Ha(1.7) KALBAR 2754.4 Ha KALTIM 1398.4 Ha PAPUA BARAT 59.1 Ha PAPUA 69.4 Ha KEPRI 106.7 Ha

Gambar1. Peta Data Tanah Wakaf Seluruh Indonesia, 2015(hektar)

• Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Semarang, Jawa Tengah, yang didirikan pada tanggal 31 Juli 1950. Yayasan ini memiliki luas lahan 368.507m2 di Semarang dan 386.678 m2 di sejumlah

daerah di luar Semarang serta 52.175 m2 di Jepara. Lingkup

kegiatan adalah pendidikan mulai dari TK sampai universitas. • Masjid Jamie Darussalam, yang dibangun di atas tanah hasil

pertukaran (ruislag atau istibdal). Awalnya masjid ini berada di atas tanah wakaf di Jalan Kotabumi, Jakarta Pusat. Kemudian oleh PT Putragaya Wahana tanah wakaf dan bangunan masjid itu di-istibdal dengan tanah dan bangunan yang lebih luas di Jalan Kotabumi Ujung. Bangunan masjid lama hanya satu lantai dan luasnya sekitar 400 m2di atas tanah wakaf sekitar 500 m2.

Sedangkan yang baru dibangun dua lantai di atas lahan sekitar 800 m2. Lantai atas digunakan untuk shalat dan ibadah, sedangkan

lantai satu menjadi ruang serba guna dan disewakan untuk tem- pat usaha. Pemasukan dari penyewaan ruang serba guna dan keuntungan dari pengelolaan tempat usaha diperuntukkan bagi biaya operasional masjid (BWI, 2016).

• Gedung Raudha, yang berdiri di atas tanah bersertiikat wakaf atas nama nazhir, Yayasan Raudhatul Muta’allimin (YRM) dan letaknya sangat strategis di Jalan Raya H.R. Rasuna Said dan Jalan Kuningan Barat Raya. YRM pada awalnya membangun gedung Raudha dengan dana sendiri. Karena kekurangan dana dilakukan kerja sama selama enam tahun (2004 – 2010) dengan investor. Pihak investor menyelesaikan pembangunan gedung dan sebagai kompensasinya berhak atas keuntungan dari penyewaan gedung tersebut. Selanjutnya, pada tahun 2013, YRM (nazhir) bekerja sama dengan investor lain untuk membangun gedung perkantoran komersial, dengan luas tanah ± 4.000 m2. Kerjasama

ini menggunakan skema built, operate, and transfer (BOT). Investor membiayai pembangunan gedung dan menggunakannya selama 35 tahun. Setelah itu kepemilikan dan pengelolaan gedung diserahkan kepada nazhir. Nazhir juga memperoleh kompensasi uang sewa sebesar Rp1,2 miliar per tahun (BWI, 2016).

• Yayasan Al Khairaat, sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan Islam dan berpusat di kota Palu, Sulawesi Tengah. Yayasan Al Khairaat mengelola sejumlah harta wakaf tanah. Pada tahun 1999, terdata ada 17 lokasi tanah wakaf di Kecamatan Palu Barat. Sementara itu, di Kabupaten Posos terdata 46 lokasi. Secara umum, tanah wakaf yang dikelola Al Khairaat luasnya bervariasi, mulai dari 90 m2 hingga 50 ha. Sebaran tanah wakaf Al Khairaat sendiri berada di (i) Kota Palu sekitar 48.4 persen dari seluruh tanah wakaf di Kota Palu; (ii) Kabupaten Donggala sekitar 10.33 persen; dan (iii) Kabupaten Parigi Moutong sekitar 29.89 persen.

Dalam dokumen PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF DI INDONESI (Halaman 45-50)

Dokumen terkait