BAB II LANDASAN TEORI
2.6 QoS (Quality of Service)
2.6.4 Waktu Konvergensi
Klasifikasi standarisasi nilai jitter berdasarkan TIPHON TR 101 329 V2.1.1 (1999-06) diuraikan pada Tabel 2.2 [21].
Tabel 2.2 Standarisasi Jitter Menurut TIPHON
Kategori Jitter (ms) Indeks
Sangat Bagus 0 4
Bagus 0 – 75 3
Sedang 75 – 125 2
Jelek 125 – 225 1
Tabel 2.2 menjelaskan mengenai standarisasi nilai jitter menurut TIPHON dimana terdapat 4 kategori yaitu sangat bagus, bagus, sedang dan jelek. Nilai jitter diambil menggunakan satuan mili second (ms). Semakin besar nilai jitter, maka performansi jaringan semakin buruk.
2.6.4 Waktu Konvergensi
Waktu konvergensi adalah ukuran seberapa cepat sekelompok router mencapai keadaan konvergensi [22]. Ini adalah salah satu indikator kinerja penting untuk protokol routing yang harus menerapkan mekanisme yang memungkinkan semua router yang menjalankan protokol routing untuk konvergen dengan cepat dan andal. Ukuran jaringan juga memainkan peran penting. Jaringan yang lebih besar akan memiliki waktu konvergensi lebih lambat daripada yang lebih kecil.
Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi di dalam jaringan adalah link terputus atau pemutusan link, perubahan bandwidth pada link dan node (router/switch) di jaringan mati atau down.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian berisi uraian alur penelitian yang digambarkan dalam bentuk flow chart penelitian, alat dan bahan yang digunakan, rancangan sistem penelitian yang digunakan serta analisis hasil yang mencakup uraian tentang model dan cara menganalisis hasil.
3.1 Alur Penelitian
Penelitian dijalankan secara bertahap berdasarkan diagram alur flowchart ditujukan pada Gambar 3.1. Tahapan penelitian yaitu perancangan sistem, tahap pembuatan simulasi, tahap pengujian simulasi, tahap pengambilan data dan yang terakhir adalah tahap analisis dan kesimpulan dari hasil pengujian simulasi.
Gambar 3.1 Flowchart Alur Simulasi Penelitian
28
Tahap simulasi dimulai dari melakukan instalasi pada bagian control plane yaitu RouteFlow dan pada bagian data plane yaitu mininet. Simulasi yang dilakukan berada pada VirtualBox. RouteFlow dipasang pada sistem operasi Ubuntu 12.04 sedangkan mininet dipasang pada sistem operasi Ubuntu 16.04 sehingga dalam satu waktu terdapat 2 mesin virtual yang berjalan.
Tahap selanjutnya adalah merancang bentuk topologi jaringan yang digunakan pada bagian data plane yaitu pada mininet. Merancang bentuk topologi jaringan dilakukan dengan membuat script menggunakan bahasa python. Tahap selanjutnya adalah mengkonfigurasi bagian control plane yaitu pada RouteFlow.
Bagian yang dikonfigurasi meliputi file-file yang berada pada folder rftest seperti konfigurasi interface, pengalamatan IP,dan protokol routing pada switch.
Konfigurasi yang gagal maka akan dilakukan troubleshooting. Konfigurasi yang berhasil yaitu dengan cara menjalankan RouteFlow dan mininet secara bersamaan dan saling dihubungkan, kemudian melakukan pingall pada mininet untuk memastikan antar host telah terhubung, kemudian dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu mulai pengambilan data dengan melakukan pengukuran QoS menggunakan software D-ITG serta melakukan pengukuran waktu konvergensi.
Setelah mendapatkan hasil data, selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap hasil pengukuran QoS dengan melihat standarisasi yang mengacu pada TIPHON dan membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengukuran yang didapat.
3.2 Perangkat yang Dibutuhkan
Simulasi yang dilakukan membutuhkan beberapa perangkat yang digunakan seperti perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) agar simulasi dapat berjalan. Bab 3.2.1 dan 3.2.2 akan dijelaskan mengenai hardware dan software yang digunakan dalam penelitian ini.
3.2.1 Perangkat Keras (Hardware)
Kebutuhan perangkat keras yang digunakan untuk melakukan simulasi jaringan SDN adalah 1 buah laptop yang mendukung teknologi virtualisasi yang akan digunakan sebagai tempat instalasi beberapa perangkat lunak. Perangkat keras
29
yang digunakan untuk melakukan simulasi pada penelitian dengan spesifikasi hardware pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Spesifikasi Perangkat Keras
Spesifikasi PC Keterangan
Processor AMD A9-9420e @ 2.6 GHz
RAM 4GB DDR4
VGA AMD RadeonTM R5 Graphic
Storage SSD 120GB
3.2.2 Perangkat Lunak (Software)
Perangkat lunak yang dibutuhkan pada simulasi ini yaitu sistem operasi yang digunakan untuk host OS (Operating System) atau sistem operasi yang terpasang secara fisik adalah Windows 10 pro. Di dalam host OS dipasang mesin virtual yaitu virtual box versi 6.1 untuk instalasi guest OS atau sistem operasi yang terpasang secara virtual. Ubuntu 12.04 dipasang sebagai guest OS untuk instalasi RouteFlow sebagai control plane dan Ubuntu 16.04 dipasang sebagai guest OS untuk instalasi mininet sebagai data plane. Perangkat lunak yang digunakan sebagai alat ukur QoS adalah D-ITG (Distributed Internet Traffic Generator). Wireshark versi 3.4.2 digunakan untuk pengujian waktu konvergensi.
Tabel 3.2 Spesifikasi Perangkat Lunak
Software Keterangan
Sistem Operasi
Windows 10 Pro Host Os Ubuntu 12.04 (RouteFlow) Guest
OS
Ubuntu 16.04 (Mininet) Guest OS
Mesin Virtual Virtual Box 6.1
Controller (Control Plane) RouteFlow Emulator Jaringan (Data
Plane) Mininet
Alat ukur QoS D-ITG
Capture packet Wireshark
30
3.3 Konfigurasi Sistem Simulasi Jaringan SDN
Simulasi SDN terdiri dari control plane dan data plane yang di dalamnya terdapat beberapa file yang harus dikonfigurasi supaya sistem simulasi jaringan SDN dapat berjalan. Bagian ini akan menjelaskan hal-hal yang akan dikonfigurasikan baik pada control plane maupun data plane.
3.3.1 Konfigurasi Control Plane
Konfigurasi control plane pada penelitian ini yaitu Routeflow yang mana akan dilakukan pengubahan file pada folder rftest. File tersebut antara lain file rftest2config.csv, file rftest2, file config, file daemons, file zebra.conf dan file ospfd.conf.
1. File rftest2config.csv
Konfigurasi pada file rftest2config.csv berisikan informasi mengenai MAC address switch, id rfvm, rfvm port , controller port, data plane id dan data plane port. Informasi tersebut digunakan sebagai komunikasi antara control plane dengan data plane. File rftest2config.csv terletak di dalam folder rftest.
2. File rftest2
Konfigurasi pada file rftest2 berisikan informasi mengenai pengintegrasian komponen dan file pada RouteFlow supaya RouteFlow dapat berjalan. File rftest2 terletak di dalam folder rftest.
3. File config
Konfigurasi pada file config berisikan informasi mengenai identitas port switch seperti pemberian MAC address pada port switch sehingga setiap switch memiliki informasi yang berbeda. Mengatur banyaknya port switch yang aktif digunakan juga dikonfigurasi pada file config. File config terletak di dalam masing-masing folder rfvm.
4. File daemons
Konfigurasi pada file dameons berisikan informasi mengenai pengaktifan penggunaan IP address dan protokol routing yang digunakan dalam simulasi ini yaitu OSPF. File daemons terletak di dalam folder quagga pada masing-masing folder rfvm.
31 5. File zebra.conf
Konfigurasi pada file zebra berisikan informasi mengenai pemberian IP address dan netmask di setiap port switch yang aktif digunakan. File zebra.conf terletak di dalam folder quagga pada masing-masing rfvm.
6. File ospfd.conf
Konfigurasi pada file ospfd.conf berisikan informasi mengenai protokol routing OSPF seperti alamat network, netmask dan area OSPF. File ospfd.conf terletak di dalam folder quagga pada masing-masing rfvm.
3.3.2 Konfigurasi Data Plane
Konfigurasi yang dilakukan setelah konfigurasi control plane pada RouteFlow adalah konfigurasi data plane pada mininet supaya jaringan pada data plane dapat berkomunikasi dengan control plane. Terdapat dua file yang dikonfigurasi pada mininet seperti file topologi dan file ipconf. File topologi menggunakan bahasa pemrograman python yang berisikan informasi mengenai jumlah host, jumlah switch, IP address setiap host dan pengaturan link antar switch dan host dengan switch. File ipconf berisikan informasi mengenai IP address gateway yang digunakan oleh masing-masing host.
3.4 Topologi Jaringan
Topologi jaringan yang digunakan yaitu topologi jaringan ring pada Gambar 3.2. Rancangan topologi dibuat pada bagian data plane yaitu pada mininet dengan melakukan konfigurasi pada file script topologi menggunakan bahasa pemrograman python. Hal-hal yang dikonfigurasi pada pada script tersebut meliputi jumlah host dan switch yang dibuat, pengalamatan IP host, port yang digunakan serta mengatur koneksi host dengan switch maupun switch dengan switch.
32
Gambar 3.2 Topologi Pengujian
Gambar 3.2 merupakan topologi pengujian yang menggunakan topologi ring terdiri dari 14 switch, 2 host dan 1 controller SDN. Host 1 akan mengirimkan beban traffic ke host 2 yang nantinya akan diamati sebagai hasil data penelitian menggunakan software D-ITG. Topologi pada Gambar 3.2 digunakan sebagai topologi pengujian skenario pertama bagian 6, skenario kedua dan skenario ketiga.
3.5 Skenario Pengujian
Skenario pengujian terdiri dari 3 skenario yaitu yang pertama pada penambahan switch dimulai dari 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 dengan beban traffic sama yaitu sebesar 30 MB. Untuk lebih jelasnya pada Gambar 3.3.
(a)
33 (b)
(c)
(d)
(e)
34 (f)
Gambar 3.3 Topologi Pengujian Skenario Pertama (a) 9 Switch, 2 host
(b) 10 Switch, 2 host (c) 11 Switch, 2 host (d) 12 Switch, 2 host (e) 13 Switch, 2 host (f) 14 Switch, 2 host
Skenario pengujian pertama dilakukan dengan cara menambahkan jumlah switch sebanyak 1 buah dari 9 switch sampai 14 switch. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan switch sebanyak 1 buah switch terhadap performansi jaringan SDN. Berikut merupakan tabel pada skenario pertama yang ditampilkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Skenario Pertama Beban
Traffic (MB)
Topologi (Switch)
30
9 10 11 12 13 14
35
Skenario pengujian kedua dilakukan dengan menaikkan beban traffic secara bertahap dari 5 MB sampai 30 MB dengan topologi yang digunakan seperti pada Gambar 3.2. Nilai beban traffic yang dikirim pada skenario kedua ditampilkan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Skenario Kedua Topologi
Skenario ketiga yaitu dengan melakukan waktu konvergensi dengan cara melakukan ping dari host 1 ke host 2 dengan topologi yang digunakan seperti pada Gambar 3.2 untuk mengirimkan paket ICMP, kemudian memutus satu link yaitu antara switch 1 dan switch 2 karena link tersebut yang digunakan sebagai jalur utama dalam komunikasi host 1 dan host 2. Ketika link mengalami down, maka jaringan akan melakukan proses pembaharuan jaringan sehingga komunikasi antara host 1 dan host 2 akan menghasilkan pesan request terus menerus sampai jaringan berhasil melakukan pembaharuan jaringan. Setelah jaringan berhasil melakukan pembaharuan jaringan, maka pesan yang ditampilkan adalah reply.
Tabel 3.5 Skenario Ketiga
Topologi
36 3.6 Pengambilan Data
Proses pengambilan data QoS menggunakan software D-ITG. Proses pembangkitan trafik menggunakan software D-ITG akan menghasilkan sebuah log file, dimana log file tersebut nantinya digunakan sebagai data penelitian. Log file yang dihasilkan oleh software D-ITG memiliki nilai untuk parameter QoS. Nilai-nilai parameter tersebut yang digunakan sebagai hasil data penelitian. Proses pengambilan data dilakukan dari komunikasi h1 ke h2. Pada h1 menjalankan D-ITG sebagai pengirim data sedangkan h2 menjalankan D-D-ITG sebagai penerima.
Kedua host menjalankan terminal untuk menggunakan D-ITG. D-ITG dijalankan menggunakan perintah dasar seperti pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Keterangan Perintah Dasar D-ITG
Sebagai contoh untuk h1 akan mengirimkan data protokol TCP dengan paket per detiknya adalah 25, ukuran paketnya 60000 Bytes yang dikirimkan selama 20 detik akan menghasilkan data yang diterima oleh h2 sebesar 30 MB dengan nama log file data1.log maka perintah yang dituliskan pada h1 seperti pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Perintah yang Dijalankan Pada H1
Selanjutnya, perintah yang dijalankan pada h2 dilakukan seperti pada Gambar 3.6. Arti dari perintah yang ditampilkan pada Gambar 3.6 menunjukkan bahwa h2 akan bertindak sebagai host penerima.
Gambar 3.6 Perintah yang Dijalankan Pada H2
37
Selanjutnya, perintah yang digunakan untuk membuka log file adalah dengan mengetikkan perintah seperti pada gambar 3.7. Log file berisi informasi nilai delay, jitter dan throughput yang digunakan sebagai hasil data penelitian.
Gambar 3.7 Perintah Membuka Log File
Pengambilan data selanjutnya adalah proses pengambilan data waktu konvergensi yang menggunakan bantuan software wireshark, kemudian dilakukan dengan melakukan ping dari host 1 ke host 2 pada terminal dengan topologi yang digunakan seperti pada Gambar 3.2 untuk mengirimkan paket ICMP, kemudian memutus satu link yaitu antara switch 1 dan switch 2 karena link tersebut yang digunakan sebagai jalur utama dalam komunikasi host 1 dan host 2. Ketika link mengalami down, maka jaringan akan melakukan proses pembaharuan jaringan sehingga komunikasi antara host 1 dan host 2 akan menghasilkan pesan request terus menerus yang terlihat pada wireshark sampai jaringan berhasil melakukan pembaharuan jaringan.
38
Gambar 3.8 Pengambilan Data Waktu Konvergensi
Setelah jaringan berhasil melakukan pembaharuan jaringan, maka pesan yang ditampilkan adalah reply. Selisih waktu ketika link diputus sehingga muncul pesan request terus menerus sampai jaringan berhasil melakukan pembaharuan jaringan yang ditandai pesan reply adalah waktu konvergensi yang digunakan sebagai data penelitian. Contoh pada Gambar 3.8 dimana selisih waktunya adalah 10,626045081 - 6,603488422 = 4,022556659 detik.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menjelaskan analisa terhadap hasil data pengukuran parameter QoS yang didapat yaitu delay, jitter dan throughput serta waktu konvergensi pada simulasi jaringan SDN menggunakan protokol routing OSPF dengan topologi yang digunakan yaitu topologi ring. Pengambilan data diambil sebanyak 30 kali di setiap skenario, kemudian diambil rata-rata sebagai hasil akhirnya. Penelitian ini melakukan tiga skenario pengujian yaitu yang pertama dilakukan penambahan switch dari 9,10,11,12,13 dan 14 dengan beban traffic tetap sebesar 30 MB. Skenario pengujian kedua dilakukan dengan menaikkan beban traffic secara bertahap dari 5 MB sampai 30 MB (kelipatan 5) dengan topologi yang digunakan seperti pada Gambar 3.2. Skenario pengujian ketiga dengan melakukan pengujian waktu konvergensi yaitu dengan memutus link utama pada komunikasi host 1 dan 2 kemudian diambil waktu pembaharuan jaringan. Pengukuran QoS dilakukan antar host dimana host 1 mengirimkan beban traffic ke host 2, kemudian hasilnya akan diamati sebagai hasil data penelitian. Standarisasi yang digunakan pada penelitian ini sebagai acuan dalam menganalisis QoS yaitu TIPHON.
4.1 Pengukuran Delay
Delay merupakan waktu yang dibutuhkan paket data untuk menempuh jarak dari host asal ke host tujuan. Pengukuran delay dilakukan menggunakan software D-ITG dengan cara mengirimkan paket data dari host 1 ke host 2, kemudian menghasilkan log file dimana log file berisikan informasi parameter delay. Hasil pengukuran delay ditampilkan pada grafik perubahan jumlah switch yang digunakan terhadap perubahan waktu (ms) pada skenario pengujian pertama dan ditampilkan pada grafik perubahan beban traffic (MB) terhadap perubahan waktu (ms) pada skenario pengujian kedua.
40 (a)
(b)
Gambar 4.1 Grafik Pengukuran Delay (a) Skenario Penambahan Switch
(b) Skenario Penambahan Beban Traffic
Hasil pengukuran delay skenario pertama dengan jumlah switch naik dan beban traffic tetap sebesar 30 MB mendapat nilai delay pada 9 switch sebesar 5,201 ms dan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah switch sampai 14 switch. Nilai rata-rata pertambahan delay sebesar 0,019 ms. Pengukuran delay pada skenario kedua dilakukan dengan menaikkan beban traffic dengan jumlah switch tetap sebanyak 14 switch. Nilai delay pada beban traffic yang dikirim sebesar 5 MB
5,201
41
yaitu 0,239 ms dan terus meningkat seiring dengan meningkatnya beban traffic sampai 30 MB dengan nilai rata-rata kenaikan nilai delay sebesar 1,012 ms.
Berdasarkan hasil dari pengukuran parameter delay skenario pertama dan kedua menunjukkan bahwa nilai delay akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah switch dan beban traffic yang diberikan. Peningkatan nilai delay pada kondisi pertama disebabkan karena adanya delay processing yang merupakan waktu yang dibutuhkan switch untuk membaca header paket dan menentukan kemana paket harus dikirim. Header paket tersebut berisi informasi yaitu alamat MAC, alamat IP dan nomor port. Switch akan mencocokkan alamat-alamat tersebut pada flow table yang sudah dibuat pada bagian control plane kemudian meneruskan paket sesuai dengan header paketnya. Semakin besar besaran traffic yang dikirim dalam jaringan juga akan meningkatkan nilai delay.
Rata-rata nilai parameter delay yang didapatkan masih dalam kategori sangat bagus sesuai Tabel 2.1 yaitu kurang dari 150 ms baik pada skenario pertama maupun kedua.
4.2 Pengukuran Jitter
Pengukuran jitter dilakukan menggunakan software D-ITG dengan cara mengirimkan paket data dari host 1 ke host 2, kemudian menghasilkan log file dimana log file berisikan informasi parameter jitter. Hasil pengukuran jitter ditampilkan pada grafik perubahan jumlah switch yang digunakan terhadap perubahan waktu (ms) pada skenario pengujian pertama dan ditampilkan pada grafik perubahan beban traffic (MB) terhadap perubahan waktu (ms) pada skenario pengujian kedua.
42 (a)
(b)
Gambar 4.2 Grafik Pengukuran Jitter (a) Skenario Penambahan Switch
(b) Skenario Penambahan Beban Traffic
Hasil pengukuran jitter skenario pertama dengan jumlah switch naik dan beban traffic tetap sebesar 30 MB mendapat nilai jitter pada 9 switch sebesar 0,624 ms dan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah switch sampai 14 switch. Nilai rata-rata pertambahan jitter sebesar 0,014 ms. Pengukuran jitter pada skenario kedua dilakukan dengan menaikkan beban traffic dengan jumlah switch
0,624
43
tetap sebanyak 14 switch. Nilai jitter pada beban traffic yang dikirim sebesar 5 MB yaitu 0,045 ms dan terus meningkat seiring dengan meningkatnya beban traffic sampai 30 MB dengan nilai rata-rata kenaikan nilai jitter sebesar 0,130 ms.
Berdasarkan hasil dari pengukuran parameter jitter skenario pertama dan kedua menunjukkan bahwa nilai jitter akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah switch dan beban traffic yang diberikan. Rata-rata nilai parameter jitter yang didapatkan masih dalam kategori bagus sesuai Tabel 2.2 dengan rentang 0 hingga 75 ms baik pada skenario pertama maupun pada skenario kedua.
4.3 Pengukuran Throughput
Pengukuran throughput dilakukan menggunakan software D-ITG dengan cara mengirimkan paket data dari host 1 ke host 2, kemudian menghasilkan log file dimana log file berisikan informasi parameter throughput. Hasil pengukuran throughput ditampilkan pada grafik perubahan jumlah switch yang digunakan terhadap perubahan waktu (ms) pada skenario pengujian pertama dan ditampilkan pada grafik perubahan beban traffic (MB) terhadap perubahan waktu (ms) pada skenario pengujian kedua.
(a)
11877,013 11873,883 11876,020 11872,446 11872,759 11874,416
11700,000 11750,000 11800,000 11850,000 11900,000 11950,000 12000,000
9 10 11 12 13 14
Bitrate (kbit/s)
Jumlah Switch
Throughput
44 (b)
Gambar 4.3 Grafik Pengukuran Throughput (a) Skenario Penambahan Switch
(b) Skenario Penambahan Beban Traffic
Hasil pengukuran throughput skenario pertama dengan jumlah switch naik dan beban traffic tetap sebesar 30 MB mendapat nilai throughput cenderung stabil dengan nilai rata-rata throughput di semua topologi adalah 11874,423 kbit/s.
Pengukuran throughput pada skenario kedua dilakukan dengan menaikkan beban traffic dengan jumlah switch tetap sebanyak 14 switch. Nilai throughput pada beban traffic yang dikirim sebesar 5 MB yaitu 1978,968 kbit/s dan terus meningkat seiring dengan meningkatnya beban traffic sampai 30 MB dengan nilai rata-rata kenaikan nilai throughput sebesar 1979,090 kbit/s.
Berdasarkan hasil dari pengukuran parameter throughput skenario pertama dan kedua menunjukkan bahwa nilai throughput akan meningkat karena nilai throughput yang dihasilkan akan tergantung dengan besaran traffic data yang mengalir dalam jaringan. Semakin besar besaran traffic yang mengalir dalam jaringan, maka nilai throuhgput yang dihasilkan akan semakin besar sehingga bertambahnya jumlah switch tidak mempengaruhi nilai throughput.
1978,968
3959,433
5937,885
7917,778
9898,123
11874,416
0,000 2000,000 4000,000 6000,000 8000,000 10000,000 12000,000 14000,000
5 10 15 20 25 30
Bitrate (kbit/s)
Besar Data (MB)
Throughput
45 4.4 Pengukuran Waktu Konvergensi
Waktu konvergensi adalah waktu yang dibutuhkan sebuah jaringan ketika terjadi perubahan jaringan seperti menemukan jalur yang baru ketika terjadi pemutusan jalur. Pengukuran waktu konvergensi dilakukan dengan memutus link utama yang digunakan untuk komunikasi antara host 1 dengan host 2 sehingga jaringan akan melakukan pembaruan jaringan untuk mencari jalur lain. Berdasarkan Gambar 3.2, komunikasi dari host 1 ke host 2 memiliki rute h1→s1→s2→s3→s4→s5→s6→s7→h2, kemudian dilakukan pemutusan link antara s1 dan s2 sehingga komunikasi antara h1 dan h2 akan terganggu. Jalur yang terbentuk antara h1 ke h2 setelah mengalami perubahan jaringan menjadi h1→s1→s8→s9→s10→s11→s12→s13→s14→s7→h2.
Gambar 4.4 Grafik Pengukuran Waktu Konvergensi
Pengukuran parameter waktu konvergensi dilakukan dengan mengirimkan paket ICMP dengan ukuran paket yang bervariasi dari 64 Bytes sampai 384 Bytes.
Berdasarkan grafik pengukuran waktu konvergensi pada Gambar 4.4, besar paket 64 Bytes memiliki nilai 4,706 s dan terus meningkat seiring bertambah besar ukuran paket hingga 384 Bytes. Nilai rata-rata pertambahannya sebesar 88 ms.
Meningkatnya waktu yang dihasilkan disebabkan oleh besar paket yang dikirim semakin meningkat sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama oleh sebuah jaringan mendapatkan jalur yang baru.
4,706
4,861 4,896
5,074 5,101 5,147
4,400 4,500 4,600 4,700 4,800 4,900 5,000 5,100 5,200
64 128 192 256 320 384
Waktu (s)
Besar Paket (Bytes)
Waktu Konvergensi
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terdapat beberapa kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:
1. Peningkatan jumlah switch sebesar 1 buah akan meningkatkan nilai delay dan jitter dengan rata kenaikkan nilai delay sebesar 0,019 ms dan rata-rata kenaikkan nilai jitter sebesar 0,014 ms, namun nilai throughput cenderung stabil.
2. Peningkatan beban traffic sebesar 5 MB akan meningkatkan nilai delay, jitter dan throuhput dengan rata-rata kenaikkan nilai delay sebesar 1,012 ms, kenaikkan nilai jitter sebesar 0,130 ms dan kenaikkan nilai throughput sebesar 1979,090 kbit/s.
3. Waktu konvergensi yang dihasilkan menggunakan protokol routing OSPF meningkat seiring bertambahnya ukuran paket yang dikirim sebesar 64 Byte dengan rata-rata kenaikkan nilai sebesar 88 ms.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang diusulkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai topik ini sebagai berikut:
1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan switch dengan jumlah yang lebih banyak dari penelitian ini untuk mengetahui skalabilitas sistem simulasi jaringan yang dibuat.
2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan nilai beban traffic lebih dari 30 MB untuk melihat perubahan nilai parameter QoS.
3. Mengembangkan simulasi penelitian ini untuk diimplementasikan kedalam jaringan real.
47
DAFTAR PUSTAKA
[1] “Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.”
https://apjii.or.id/content/read/104/348/BULETIN-APJII-EDISI-22---Maret-2018 (accessed Nov. 10, 2020).
[2] E. P. Aprilianingsih, R. Primananda, and A. Suharsono, “Analisis Fail Path Pada Arsitektur Software Defined Network Menggunakan Dijkstra Algorithm,” J. Pengemb. Teknol. Inf. dan Ilmu Komput. Univ. Brawijaya, vol. 1, no. 3, pp. 174–183, 2017, [Online]. Available: http://j-ptiik.ub.ac.id/index.php/j-ptiik/article/view/59.
[3] K. A. Agung Nugroho, Widhi Yahya, “Analisis Perbandingan Performa Algoritma Round Robin dan Least Connection untuk Load Balancing pada Software Defined Network,” J. Pengemb. Teknol. Inf. dan Ilmu Komput., vol. 1, no. 12, pp. 1568–1577, 2017.
[4] R. M. Negara and R. Tulloh, “Analisis Simulasi Penerapan Algoritma OSPF Menggunakan RouteFlow pada Jaringan Software Defined Network (SDN),” J. Infotel, vol. 9, no. 1, pp. 75–83, 2017, doi:
[4] R. M. Negara and R. Tulloh, “Analisis Simulasi Penerapan Algoritma OSPF Menggunakan RouteFlow pada Jaringan Software Defined Network (SDN),” J. Infotel, vol. 9, no. 1, pp. 75–83, 2017, doi: