• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Penelitian tahap kedua

4.2.2 Waktu onset pemingsanan

Waktu onset adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan dimana status hewan uji kehilangan kesadaran (Mckelvey dan Wayne 2003). Pencatatan waktu onset pemingsanan ikan bawal dilakukan mulai dari kondisi normal sampai kondisi pingsan. Pencatatan ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak hati hati batang pisang terhadap waktu yang dibutuhkan ikan

bawal hingga pingsan. Hasil pengamatan terhadap waktu onset pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik pengaruh perlakuan terhadap waktu onset

Gambar 5 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati batang pisang tunas, muda dan tua serta perbedaan konsentrasi ekstrak hati batang pisang yang digunakan menyebabkan waktu onset yang berbeda-beda.. Waktu onset paling cepat ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati atang pisang tua dengan pemberian konsentrasi sebesar 15 %, yaitu selama 66,66 menit. Waktu onset paling lama ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dengan pemberian konsentrasi sebesar 5 %, yaitu selama 145 menit. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil beda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dengan konsentrasi 10 % dan 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya.

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa waktu tercepat didapatkan pada konsetrasi 15 % pada perlakuan ekstrak hati batang pisang tua yang disebabkan karena pada hati batang pisang tua memiliki kandungan bahan-bahan yang lebih tinggi daripada hati batang pisang yang tunas dan muda. Menurut Djulkarnain (1998) hati batang pohon pisang dapat dijadikan penghilang rasa sakit. Kandungan bahan-bahan kimia antara lain flavonoid dan saponin. Flavonoid

merupakan senyawa polifenol yang merupakan satu golongan fenol alam yang terbesar dan bersifat polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, butanol, aseton, dan sebagainya (Markham 1988). Pengujian terhadap waktu onset akibat pemberian ekstrak hati batang pisang pada penelitian ini dapat disimpulkan kurang memuaskan karena waktu onset yang dibutuhkan ikan hingga pingsan cukup lama. Menurut Gunn (2001), anestesi yang ideal adalah anestesi yang mampu memingsankan ikan kurang dari tiga menit. Lamanya waktu yang dibutuhkan ekstrak hati batang pisang untuk memberikan pengaruh terhadap aktivitas ikan uji diduga karena konsentrasi uji yang diberikan belum cukup untuk mempengaruhi keseimbangan fungsi saraf dan jaringan otak ikan uji.

4.2.3 Tingkat kelulusan hidup (survival rate) ikan

Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup atau survival rate (SR) pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas dari penggunaan ekstrak hati hati batang pisang sebagai bahan anestesi dan mengetahui konsentrasi optimum yang sebaiknya digunakan pada proses imotilisasi ikan untuk kemudian diterapkan pada sistem transportasi ikan. Pengujian terhadap tingkat kelulusan hidup juga penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi uji mana yang menyebabkan tingginya kematian pada ikan uji. Pengujian terhadap nilai SR dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada waktu anestesi

Gambar 6 menunjukkan bahwa pembedaan pemberian ekstrak hati hati batang pisang tunas, muda dan tua setelah perbedaan konsentrasi ekstrak hati hati batang dengan melihat tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar setelah diberikan anestesi. Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat kandungan ekstrak hati batang pisang tua dengan konsentrasi 15 % didapatkan tingkat kelulusan ikan sebesar 26,67. Konsentrasi 5 % di hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 93,33 %. Pada konsentrasi 10 % pada hati batang tunas dan muda didapatkan kelulusan hidup ikan sebesar 86,67 %. Perlakuan tunas hati pisang memberikan hasil berbeda nyata konsentrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 %. Perlakuan ekstrak hati batang pisang muda memberikan hasil beda nyata konsetrasi 5 % dan 10 % dengan konsentrasi 15 % sedangkan pada perlakuan hati batang pisang tua konsentrasi 5 % memberikan hasil berbeda nyata terhadap konsentrasi lainnya.

Kelulusan hidup ikan bawal air tawar terkecil didapatkan pada ekstrak hati batang tua sebesar 15 %. Saat ikan diberikan anestesi ikan menjadi shock karena perubahan lingkungan sehingga ikan melakukan gerakan yang berlebihan. Pada proses shock teersebut menyebabkan ikan mengalami kematian karena pada kondisi tersebut ikan yang stres akan terjadi peningkatan asam laktat dalam darah (Pratisari 2010). Pada konsentrasi yang tinggi, kandungan bahan kimia di hati batang pisang juga tinggi seperti saponin. Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan (Cheek 2005).

4.3 Penelitian tahap ketiga

Penelitian tahap ketiga ini dilakukan setelah mendapatkan hasil dari penelitian tahap kedua. Pada tahap ini konsentrasi yang digunakan adalah 10 % dari ekstrak hati batang pisang muda, hal ini dilakukan karena ikan mempunyai waktu memingsankan lebih cepat dan mempunyai nilai kelulusan hidup yang tinggi. Pada tahap ini di hitung kualitas air saat perlakuan anestesi, pengujian kelulusan hidup ikan air tawar dalam simulasi transportasi dan pengujian glukosa darah ikan setelah di transportasikan.

4.3.1 Pengujian kualitas air

Kualitas air merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh mendasar bagi kelangsungan hidup bawal air tawar. Pengujian kualitas air pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kimia fisik air baik sebelum maupun setelah proses pemingsanan. Pengujian sebelum proses pemingsanan bertujuan untuk melihat kelayakan kualitas air yang akan digunakan sebagai media pada proses pemingsanan. Sedangkan, proses pengujian kualitas air setelah proses pemingsanan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian berbagai konsentrasi berbeda terhadap karakteristik fisik kimia air yang telah digunakan setelah proses pemingsanan. Hasil analisis kualitas air dicantumkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah proses pemingsanan

Perlakuan Parameter uji

pH DO (ppm) TAN (mg/ℓ)

Sebelum 7,40 6,31 2,17

Sesudah 4,97 1,23 3,28

Berdasarkan tabel 8 hasil pengujian kualitas air pada saat sebelum diberikan perlakuan bahan anestesi didapatkan pH 7,40 , DO 6,31 dan total amoniak 2,17. Kualitas air setelah diberi perlakuan didapatkan nilai pH 4,97 , DO 1,23 dan nilai Total amoniak 3,28. Setelah perlakuan nilai pH dan DO semakin menurun dan total amoniak menaik. Keasaman air menurut Pudjianto (1984) adalah kemampuan kuantitatif (banyaknya asam) untuk menetralkan basa kuat sampai pH yang dikehendaki. Tingginya amoniak didapatkan ikan pada kondisi stress dan membuang metabolisme yang berlebihan. Pembuangan metabolisme mengakibatkan tingginya amoniak dalam kualitas air (Wedeyemer 1996)

Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi organisme perairan. Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan ikan dan sebagai fasilitator proses oksidatif kimiawi (Amanah 2011). Jika konsentrasi DO yang sesuai tidak dipertahankan, ikan akan stres yang akhirnya menyebabkan kematian. Penurunan oksigen dari kualitas air tersebut disebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen dari ikan bawal air tawar.

Nilai oksigen terlarut yang didapatkan 1,23 mg/ℓ. Dari kondisi ini ikan masih bisa bertahan hidup namun masih kurang mencukupi untuk melakukan kegiatan lain sehingga ikan akhirnya mengurangi proses metabolismenya. Kadar oksigen dari 1,0-5,0 ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu (Swingle (1969) dalam Boyd (1990))

Menurut Swingle (1969) dalam Boyd (1990), kisaran pH 6,5 – 9,0 merupakan kisaran yang layak bagi ikan untuk reproduksi. Kisaran pH air yang digunakan pada penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, sehingga bisa diasumsikan bahwa perubahan pH air akibat pemberian ekstrak hati batang pisang masih dapat ditolerir oleh ikan bawal air tawar untuk tetap bertahan hidup namun pH air setelah diberi perlakuan ikan di bawah batas normal. Pengaruh penurunan pH terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan CO₂ bebas akan semakin meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai pH air (Muhamad 2012). Tingkat stress ikan yang banyak mengeluarkan CO2 mengakibatkan perubahan pH pada kualitas air setelah perlakuan. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan pH air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya pH akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kottelat et al.1993). Penurunan pH terjadi reaksi kimia antara air dengan ion karbondioksida yang mengakibatkan pH menjadi turun. Persamaan reaksinya sebagai berikut

CO2+ H2O H2CO3 H2CO3 HCO3 +H-

4.3.2 Pengujian kelulusan hidup ikan bawal dalam simulasi transportasi kering

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui limit waktu yang bisa ditempuh oleh ikan air tawar yang dipingsankan dengan ekstrak hati batang pisang dengan konsentrasi 10 % pada hati batang muda. Hal ini dikarenakan tingkat kelulusan hidup pada perlakuan hati batang pisang muda yang paling tinggi dan dengan waktu pingsan yang relatif cepat. Hasil pengamatan nilai SR ikan bawal pingsan yang disimpan dalam media serbuk gergaji disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Grafik kelulusan hidup ikan bawal air tawar saat simulasi transportasi

Berdasarkan data Gambar 7 didapatkan bahwa tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar dalam simulasi transportasi kering pada jam ke 1, 2 dan ke 3 nilai kelulusan hidupnya mencapai 100 %. Tingkat kelulusan hidup ikan bawal air tawar pada jam ke 4 sebesar 86,67 %, jam ke 5 sebesar 66,67 % dan jam ke 6 sebesar 40 %. Berdasarkan data tersebut tingkat kelulusan hidup bawal air tawar semakin menurun mulai dari jam ke 4. Hal ini menunjukan bahwa semakin lama ikan bawal ditransportasikan maka tingkat kelulusan hidup akan semakin menurun. Hal yang perlu diperhatikan dalam transportasi biota perairan hidup sistem kering antara lain suhu lingkungan, kadar oksigen dan proses metabolisme (Andasuryani 2003).

Tingkat kelulusan hidup ikan bawal pada jam ke 4, 5, dan 6 semakin menurun. Hal ini disebabkan perubahan suhu media kemasan yang semakin meninggi. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan ikan sadar dan aktivitas ikan akan tinggi. Makin tinggi aktivitas ikan maka akan menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi untuk dikonsumsi. Di dalam media kering ketersediaan oksigen terbatas maka ikan akan mengalami kekurangan oksigen dan berakibat kematian (Karnila dan Edison 2001). Menurut Nirwansyah (2012), suhu kritis yang tidak dapat ditoleransi dalam transportasi ikan hidup yaitu diatas 30 oC, karena pada suhu ini metabolisme ikan yang ditransportasikan dipastikan akan meningkat

pesat. Suhu media kemasan yang digunakan juga tidak boleh terlalu dingin atau kurang dari 12oC. Suhu yang dipakai dalam penelitian ini adalah 12 oC pada saat pengemasan. Lamanya waktu penyimpanan mengakibatkan perubahan suhu yang ada di dalam media semakin meningkat. Pada saat transportasi ikan suhu media pengisi harus disesuaikan karena suhu merupakan salah faktor yang berpengaruh dalam transportasi sistem kering sehingga suhu harus di pertahankan hingga akhir transportasi (Pratisari 2010). Simulasi transportasi ini menggunakan suhu 12 0C pada awal transportasi dan mengalami perubahan setelah dilakukan pengemasan dari waktu ke waktu dengan suhu terakhir pada jam ke 6 berada pada 16 0C

Perubahan metabolisme pada saat transportasi juga dapat terjadi karena sadarnya ikan saat ditransportasikan yang mengakibatkan pergerakan ikan pada saat pengemasan. Hal ini berarti bahwa perombakan adenosin triphosphat (ATP) menjadi adenosin diphosphat (ADP), adenosin monophosphat (AMP) dan inosin monophosphat untuk menghasilkan energi juga sangat rendah, sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat rendah (Karnila dan Edison 2001).

Tingkat kesehatan ikan saat ditransportasikan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam transportasi sistem kering. Menurut Pratisari (2010) tingkat kelulusan hidup ikan selain di pengaruhi oleh suhu juga dipengaruhi oleh kesehatan ikan saat akan ditransportasikan. Kualitas ikan yang diangkut merupakan krtieria yang sangat menentukan dalam keberhasilan proses transportasi ikan hidup (Praseno 1990 diacu dalam Suryanigrum et.al 2008).

Kematian juga disebabkan oleh bahan pengisi yaitu serbuk gergaji. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan damar dan terpenten pada serbuk gergaji yang bersifat toksik (Prasetyo 1993). Bahan pengisi yang baik juga dapat menyerap air dan mempertahankan suhu. Semakin tinggi daya serap air, semakin tinggi pula nilai kapasitas dingin dari bahan pengisi sehingga suhu lingkungan dapat dipertahankan lebih lama (Hastarini et al. 2006). Serbuk gergaji merupakan media pengisi yang bersifat voluminous (padat) dan memiliki sedikit rongga udara. Hal ini menyebabkan cadangan oksigen yang terkandung di dalamnya juga sedikit (Sufianto 2008).

4.3.3 Kadar glukosa darah

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah ikan setelah simulasi transportasi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai glukosa darah dengan menggunakan alat indikator glukosa darah.

Berdasarkan hasil yang didapatkan tingkat glukosa darah mengalami kenaikan dari 113 ± 28,16 (mg/ℓ) sampai 259 ± 43,71 (mg/ℓ). Kontrol mengalami kenaikan sampai nilai tidak terdefinisi yaitu di atas 498 mg/ℓ. Perubahan suhu yang terjadi pada proses transportasi dapat mengakibatkan kenaikan nilai glukosa darah ikan. Peningkatan glukosa darah dapat dilihat dari perubahan suhu yang terjadi di lingkungan ikan (Enriquez et.al 2009). Kenaikan glukosa darah ini diakibatkan tingkat kestressan ikan setelah diberikan perlakuan. Menurut Subandiyono et.al (2003) peningkatan glukosa darah diakibatkan oleh tingkat kestressan ikan.

Menurut Enriquez et.al (2009), mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Kemudian hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin dan kortisol melalui serabut syaraf simpatik. Adanya kortisol ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Peningkatan glukosa darah akibat adanya gerakan tubuh ikan yang tersadar pada saat ditransportasikan sehingga ikan menjadi stress dan merespon ke dalam syarafnya.

5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Perlakuan pembedaan jenis batang pisang tunas, muda dan tua serta konsentrasi yang berbeda memliki pengaruh dalam penelitian ini. Ikan bawal yang diberikan konsentrasi ekstrak hati batang pisang sebesar 15 %, Waktu onset paling cepat yaitu selama 66,66 menit. Waktu onset paling lama ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak hati batang pisang muda dengan pemberian konsentrasi sebesar 5 %, yaitu selama 145 menit

2) Kelulusan hidup ikan bawal air tawar terkecil didapatkan pada ekstrak batang tua sebesar 15 %. Pada konsentrasi yang tinggi juga kandungan bahan kimia pada batang pisang juga tinggi seperti saponin. Konsentrasi terbaik didapatkan pada ekstrak hati batang pisang 10 % yang memberikan waktu pemingsanan 90 menit dan dengan tingkat kelulusan hidup 86,67 %.

3) Pada simulasi transportasi ikan bawal air tawar didapatkan pada jam ke 1, 2, dan 3 memiliki tingkat kelulusan hidup 100 % sedangkan dari jam 4, 5, dan 6 mengalami penurunan dari 86,67 %, 66,67 % dan 40 %. Hal ini dikarenakan perubahan suhu pengemasan dan tersadarnya ikan kembali setelah diberi anestesi.

4) Kenaikan kadar glukosa darah pada saat transportasi terjadi perubahan kadar glukosa

ikan dari 113 mg/ℓ menjadi 259 mg/ℓ . Perubahan suhu yang terjadi pada proses

transportasi dapat mengakibatkan kenaikan nilai glukosa darah ikan. 5.2 Saran

1) Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan cara untuk mempertahankan suhu media pengemasan agar tetap rendah dan mengamati perubahan suhu media pengisi kemasan setiap interval waktu.

2) Pengujian toksisitas hati batang pisang terhadap ikan bawal air tawar dan penggunaan ekstrak murni hati batang pisang sebagai zat anestesi

3) Pengujian transportasi secara langsung.

4) Penggunaan pelepah pisang juga perlu diteliti untuk melihat pengaruhnya pada proses pemingsanan ikan

jaring apung di danau lido, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Andasuryani. 2003. Pengendalian suhu dan pengukuran oksigen peti kemas transportasi sistem kering udang dan ikan dengan kendali fuzzy [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anonima. 2008. http://www.thaifishingguide.com/ 2008 [21 desember 2011] Anonimb. 2008. www.papirusaustralia.us.id [17 juni 2012]

Arie U. 2000. Budidaya Bawal air Tawar untuk Konsumsi dan Ikan Hias. Jakarta ; Penebar Swadaya

Arliansyah. 2009. Perbedaan Pengaruh Pemberian Propofol dan Penthotal Terhadap Agregasi Platelet. [Tesis]. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik Dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Anestesiologi. Semarang.Universitas Diponegoro.

Berka R. 1986. The Transport of Live Fish. A Review. EIFAC Tech. Pap. FAO. (48):52

Boyd. 1982. Water Quality Mangement for Pond Fish Culture. USA: Departement of Fisheries and Apllied Aquaculture, Agricultural Experiment Station Auburn University, Alabama

________ . 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham Publishing Company. Birmingham, Alabama. P: 482.

Cheek PR. 2005. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding Thrid Edition. Upper Sadle River. United States of America.

Chobyah, Inti. 2011. Pembesaran Ikan Bawal Air tawar (Colossoma macropomum). www.kp3k.dkp.go.id/ [19 desember 2011].

Djulkarnain HB.1998. Pohon Obat Keluarga.Intisari.Jakarta. Effendi H.2010. Telaah Kajian Kualitas Air. Kanisius. Jogjakarta

Enriquez RR, Marcel MP, Luis Rafael MP. 2009. Cortisol and Glucose: Reliable indicators of fish stress?. Pan-American Journal of Aquatic Sciences, 4(2): 158-178

Gunn, E. 2001. Floundering in the Foibes of Fish Anestesia. Hlm: 211

Habibie, Mas Agung Hambari Akbar. 2006. Pengujian Ekstrak Ubi Kayu (Manihot esculata) Sebagai Bahan Anestesi Pada Transportasi Udang

Galah (Macrobrachium rosenbegii) Hidup Tanpa Media Air. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hambali E, Nasution MZ, Sutedja W, Yoesoef K, Nabil M. 1990. Pengantar

Pengemasan. Bogor: Laboratorium Pengemasan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hastarini E, Ikasari D, Suryaningrum T D. 2006. Karakterisasi Media Kering

sebagai Bahan Pengisi untuk Kemasan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Sistim Kering (Disampaikan pada Deseminasi Teknologi Pengembangan Perikanan di Lampung). Hal 39-48

Herodian S, Hariyadi S, Yamin M. 2004. Perancangan Sistem Transportasi Udang dan Ikan Hidup Metoda Kering dengan Sistem Kendali Otomatik. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing X Tahun 2002-2004. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor Institut Pertanian Bogor Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Karnila R, Edison. 2001. Pengaruh Suhu dan Waktu Pembiusan Bertahap terhadap Ketahanan Hidup Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi F) dalam Transportasi Sistem Kering. Jurnal Natur Indonesia III (2): 151-167. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater

Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus: Jakarta. Kordi K.M.G.H. 2011. Budidaya Bawal Air Tawar. Jakarta : @kademia. Lukito dan Prayugo. 2007. Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Maskluhah Ummi. 2008. Ekstrak Pisang Sebagai Suplemen Media MS Dalam Mdia Kultur Tunas Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB GROUP) In Vitro. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit ITB. Mckelvey D, Wayne K. 2003. Veterinary anesthesia and analgesia. Amerika:

Occation the veterinarian.

Muhammad Vickar. 2012. Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Muslih I. 1996. Rancangan media pengisi kemasan untuk transportasi udang windu tambak (Penaeus monodon) hidup dalam media bukan air [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ning S. 2009. Studies on the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii live transportation without using water. Marine Sciences.

Nirwansyah GA. 2012. Pembiusan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) menggunakan suhu rendah secara bertahap dan cara pengemasan pada transportasi hidup sistem kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nitibaskara R, Wibowo S dan Uju. 2006. Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup untuk Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ostergaard. 2009. Colossoma macropomum. www.fishbase.us. [19 desember 2011]

Prasetiyo. 1993. Kajian kemasan dingin untuk transportasi udang hidup secara kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pratisari, Dan. 2010. transportasi ikan nila (Oreochromis niloticus) hidup sistem kering dengan menggunakan pembiusan suhu rendah secara langsung. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Priosoeryanto BP, Huminto H, Wientarsih I, Estuningsih S. 2006. Aktivitas Getah Batang Pohon Pisang dalam Proses Persembuhan Luka dan Efek Kosmetiknya pada Hewan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Pudjianto, WE. 1984. Analisis Kualitas Air. Surabaya: Bina Indra Karya.

Rahman KM, Srikirishnadhas B. 1994. Packing of live lobster the Indian experience. Infofish Internasional 6(94).

Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jakarta: Bina Cipta. Subandiyono, S.H astuti, E. Supriyono, I. Mokoginta. 2003. Respon Glukosa

Darah Ikan Gurami (Osphronemus gouramy,L\C.) Terhadap Stres Perubahan Suhu Lingkungan. Jurnal Akuakultur Indonesia,( 2): 73 -77 Sufianto B. 2008. Uji transportasi ikan mas koki (Carassius auratus) hidup sistem

kering dengan perlakuan suhu dan penurunan konsentrasi oksigen [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Suryaningrum ThD, Utomo BSB. 1999. Pengaruh suhu media serbuk gergaji dingin terhadap sintasan udang windu (Penaeus monodon) dalam kemasan kering. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional dan Diseminasi Teknologi Budidaya Laut dan Pantai. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan hlm 235-239.

Suryaningrum ThD, Indriati N, Amini S. 2000. Penelitian model kemasan transportasi hidup ikan kerapu sistem kering. Di dalam: Prosiding Seminar

Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000, Sukamandi, 21-22 September 2000 hlm 278-284.

Suryaningrum ThD, Utomo BSB, Wibowo S. 2005. Teknologi Penanganan dan Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Suryaningrum ThD, Syamdidi, Ikasari D. 2007. Teknologi penanganan dan transportasi lobster air tawar. Squalen 2(2):37-42.

Suryaningrum ThD, Ikasari D, Syamdidi. 2008. Pengaruh kepadatan dan durasi dalam kondisi transportasi sistem kering terhadap kelulusan hidup lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 3(2): 171-18.

Tjitrosoepomo G. 1994. Toksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Tidwell H. James ,Shawn D. Coyle, Robert M. Durborow. 2004. Anesthetics in Aquaculture. SRAC Publication No. 3900

Wedemeyer, G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman dan Hall. New York. 232p.

Lampiran 1

Bobot ikan hewan uji (gr)

197 211 202 184 197 211 198 185 196 207 211 200 185 203 195 186 195 206 195 195 206 191 191 207 182 185 182 195 192 211 182 195 186 183 207 190 185 188 210 181 195 194 208 182 197 182 182 193 Rata-rata 180±10,25

Lampiran 2

Lampiran 3 Biota Uji

Lampiran 4

Hasil analisis data waktu pingsan

Multiple Comparisons Waktu Tukey HSD (I) Konsent rasi (J) Konsent rasi Mean Difference (I- J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 5,00 10,00 38.8889* 3.71295 .000 29.4128 48.3649 15,00 48.3333* 3.71295 .000 38.8573 57.8094 10,00 5,00 -38.8889* 3.71295 .000 -48.3649 -29.4128 15,00 9.4444 3.71295 .051 -.0316 18.9205 15,00 5,00 -48.3333* 3.71295 .000 -57.8094 -38.8573 10,00 -9.4444 3.71295 .051 -18.9205 .0316

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 62,037. *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Dokumen terkait