• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Walimah

25

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan khusus untuk perkawinan. Sebagian ulama menggunakan kata walimah itu untuk setiap jamuan makan, untuk setiap kesempatan mendapatkan kesenangan, hanya penggunaannya untuk kesempatan perkawinan lebih banyak.26

Walimah nikah atau walimatul „ursy adalah perayaan pengantin sebagai ungkapan rasa syukur atas pernikahannya, dengan mengajak sanak saudara beserta masyarakat untuk ikut berbahagia dan menyaksikan peresmian pernikahan tersebut, sehingga mereka dapat ikut serta menjaga kelestarian keluarga yang dibinanya. Jadi, pada dasarnya walimah nikah merupakan suatu pengumuman pernikahan pada masyarakat.

Rasulullah mengisyaratkan bahwa sebaiknya resepsi pernikahan itu dilakukan secepat mungkin, bahkan kalau bisa hari itu juga atau besoknya. Hal ini mengingat bahwa resepsi adalah salah satu cara mengumumkan pernikahan, dan mengumumkan pernikahan lebih cepat tentu lebih baik, demi menghindari fitnah. Untuk konteks Indonesia, resepsi seringkali dibayangkan dengan suatu acara yang sangat meriah sehingga membutuhkan banyak dana. Hal ini kemudian mengakibatkan sejumlah pasangan menunda acara resepsi pernikahannya sampai bebarapa bulan ke depan.

26

Resepsi pernikahan tidak mesti mewah cukup dengan mengundang tetangga, kawan, kerabat, untuk makan bersama, sekalipun tidak memakai daging atau lainnya. Dengan diundurnya resepsi ke beberapa bulan ke depan dengan dalih agar lebih meriah, tentu hal ini sama dengan mengambil hal yang mubah hukumnya dan meninggalkan hal yang sunnah. Namun demikian, Islam sangatlah bijak. Adat kebiasaan setempat terkadang harus dihormati dan dijadikan sebagai hukum. Bagi orang yang resepsi pernikahannya diundur ke beberapa bulan ke depan dengan dalih adat dan lainnya, hal itu sah-sah saja. Walimah yang dianjurkan Islam adalah bentuk upacara yang tidak berlebih-lebihan dalam segala halnya.

Dalam walimah dianjurkan pada pihak yang berhajat untuk mengadakan makanan guna disajikan pada tamu yang menghadiri walimah. Namun demikan, semua itu harus disesuaikan dengan kemampuan kedua belah pihak. Islam melarang upacara tersebut dilakukan, bila ternyata mendatangkan kerugian bagi kedua mempelai maupun kerugian dalam kehidupan masyarakat.

Setelah akad acara nikah maupun walimah selesai, dianjurkan bagi mempelai laki-laki untuk tinggal di rumah mempelai wanita selama beberapa hari. Untuk mempelai wanita yang masih perawan, pihak keluarga si wanita dapat menahan menantunya selama tujuh hari berturut-turut. Adapun bagi mempelai wanita yang janda, pihak keluarga dapat menahan menantu laki-laki selama tiga hari

berturut-turut.27 Makna dari anjuran agar mempelai laki-laki setelah melangsungkan akad nikah tinggal selama seminggu di rumah istrinya adalah untuk memberikan kesempatan si istri dalam menyelam makna kehidupan berkeluarga. Selain itu, anjuran tersebut juga dimaksudkan agar keluarga istri mendapat kesempatan untuk berbagi rasa pada putrinya yang sebentar lagi akan meninggalkan kedua orangtuanya dan hidup bersama selamanya dengan laki-laki pilihannya.

2. Dasar Hukum Walimah Nikah

Hukum walimah menurut paham jumhur ulama adalah sunnah. Hal ini di pahami dari sabda Nabi yang berasal dari Anas ibn Malik menurut penukilan yang muttafaq alaih dalam buku karanagan Amir Syarifuddin28:

ٚىيع ٙأس ٍلى بٍ : ٌّيعٗ ٔٞيع الله ّٚيص ّٜبْىا ُّأ ،ْٔع الله ٜضس ِب ظّأ ِع

ًةأشٍا ُججّٗضح ِّّٚا الله ه٘عسبٝ : هبق ؟ازٕ بٍ : هبقف ٍةشْفُص َشثأ ٍف٘ع ِب ذبع

ٛسبخبىا ٓاٗس( .ٍةبَشِب َْ٘ىٗ ٌِْىٗا لى ُالله كسببف : هبق : ٍبٕر ٍِِْ ٍةاََّ٘ ُِْصٗ ٚيع

.)ٌيغٍٗ

Artinya: “Anas bin Malik RA menceritakan, bahwa Nabi SAW melihat

bekas kuning pada kain Abdur Rohman bin Auf, maka beliau bertanya, apa ini? Jawabannya, sesungguhnya, saya wahai Rasulullah baru menikahkan anak perempuan saya dengan maskawinnya sebesar sebiji kurma emas. Jawab Rasulullah, semoga Allah memberkatinya bagi engkau dan

27

Rahmat Sudirman, Konstruksi Seksualitas Islam dalam Wacana Sosial (Yogyakarta: CV Adipura, 1999), 114.

28

Al-hafid Ibn Hajar Al-Asqolani, Bulughul Al-Marom (Surabaya: Warunnashri, 773-852 H) 219.

adakah kendurinya walau dengan seekor kambing.” (H.R. Bukhori dan Muslim).

Perintah Nabi untuk mengadakan walimah dalam hadis ini tidak mengandung arti wajib, tetapi hanya sunnah menurut jumhur ulama, karena yang demikian hanya merupakan tradisi yang hidup melanjutkan tradisi yang berlaku di kalangan Arab sebelum Islam datang. Pelaksanaan walimah masa lalu itu diakui oleh Nabi untuk dilanjutkan dengan sedikit perubahan dengan menyesuaikannya dengan tuntunan Islam.29

Walimah ini oleh ulama sementara dikatakan wajib hukumnya, sedangkan ulama yang lain mengatakan bahwa walimah itu hukumnya hanya sunnah saja. Akan tetapi, secara mendalam sesungguhnya, walimah memiliki arti yang sangat penting, yaitu masih ada hubungannya dengan masalah persaksian. Sebagaimana persaksian, walimah ini sebenarnya juga berperan sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari berbagai prasangka atau dzan yang salah

tentang hubungan kedua insan yang sesungguhnya telah diikat oleh tali Allah berupa pernikahan. Mengingat pentingnya walimah, maka setelah akad perkawinan dilangsungkan, walimah atau suatu perayaan yang tujuan utamanya untuk memberitahukan kepada sanak kerabat dan tetangganya segera dilaksanakan.30Apabila walimah dalam pesta

29

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indinesia, 156.

30

perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja, maka hukumya adalah makruh.

ُّشش( : هبق ّّٔا ٌّيعٗ ٔٞيع الله ّٚيص ّٜبْىا ِع ْٔع الله َٜضس َةشٝشٕ ٜبأ ِع

ُٝ ٌْى ٍِٗ بَٕبَبأٝ ،ٍَِ بٖٞىإ َٚعْذُٝٗ بَٖٞحأٝ ، ٍِْ بَُٖعََُْْٝ ِتَٞىْ٘ىا ،ًُبعط ًِبعّطىا

،ِبِج

.) ُٔى٘عسٗ الله َٚصَع ْذقف َةَ٘عّذىا

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW,

bersabda: makanan yang paling jelek adalah pesta perkawinan yang tidak mengundang orang kaya yang ingin datang kepadanya (miskin), tetapi mengundang orang yang enggan datang kepadanya (kaya). Barang siapa tidak memperkenankan undangan, maka sesungguhnya durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhori dan Muslim).31

Hadits tersebut di atas menunjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh Nabi SAW, bahwa perbedaan-perbedaan dalam mengadakan walimah bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.32

Dalam walimah, kedua belah pihak yang berhajat juga dianjurkan untuk memperhatikan nasib si miskin, karena pada dasarnya Islam tidak membolehkan adanya pengabaian atas kehidupan orang miskin. Kebahagiaan yang ada dalam walimah nikah akan dipandang sia-sia seandainya pihak yang berhajat dalam upacara tersebut mengabaikan orang miskin. Islam juga membolehkan bagi

31 Abu Bakar Muhammad bin „Abdul Mu‟min Al Hishni Al Husaini Ad Dimasyqi, As Syafi‟i, Khifayatl Akhyar (darul minhaj, 1428 H), 98.

32

kedua belah pihak untuk memeriahkan perkawinannya dengan mengadakan hiburan, namun tetap dalam kondisi yang wajar dan sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Hiburan yang menonjolkan syahwat atau yang dapat merangsang hasrat seksual orang tidak di perbolehkan. Begitu juga dengan ketentuan lain yang berkenaan dengan konsepsi tersebut harus selalu diperhatikan dalam acara walimah, seperti tidak diperbolehkannya bercampur antara laki-laki dengan perempuan di satu tempat, atau larangan yang berkenaan dengan penampakan aurat perempuan.33

3. Adab Walimah Nikah

Adab-adab walimah nikah adalah sebagai berikut :34

a. Bagi pengantin (wanita) dan tamu undangannya tidak di perkenankan untuk memamerkan perhiasan (tabarruj) dan berdandan berlebihan, cukup sekedarnya saja yang penting rapi dan bersih dan harus tetap menutup aurat.

b. Tidak adanya ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan

perempuan. Hendaknya tempat untuk tamu undangan dipisah antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dimaksudkan agar pandangan terpelihara, mengingat ketika menghadiri pesta semacam ini biasanya tamu undangan berdandannya berbeda dan tidak jarang pula yang melebihi pengantinnya.

33

Rahmad Sudirman, Kontraksi Seksualitas Islam Dalam Wacana Islam, 114.

34

Abu Malik Kamal bin As Syayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3 (Jakarta: Pustaka Azzam,, 2007), 110.

ًلٞبع َءبعٗ ًتشحَف ُبم ,ُّّٔإ َّّٚضىا ا٘بشقح لاٗ

Artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya

zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q,S. Al-Israa‟ : 32).35

c. Disunahkan untuk mengundang orang miskin dan anak yatim bukan hanya orang kaya saja.

d. Tidak berlebih-lebihan dalam mengeluarkan harta juga makanan, sehingga terhindar dari mubazir.

e. Boleh mengadakan hiburan berupa nasyid dari rebana dan tidak merusak akidah umat Islam.

f. Mendoakan kedua mempelai.

g. Menghindari berjabat tangan yang bukan muhrimnya, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat kita bahwa tamu menjabat tangan mempelai wanita, begitu pula sebaliknya.

h. Menghindari syirik dan khurafat.

Oleh karena walimah itu merupakan ibadah, maka harus dihindari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada syirik dan khurafat. Dalam masyarakat kita, terdapat banyak kebiasaan dan adat istiadat yang dilandasi oleh kepercayaan selain Allah seperti percaya kepada dukun, memasang sesajen, dan lain-lain.

4. Hikmah Walimah Nikah

Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai beberapa keuntungan (hikmah), antara lain sebagai berikut:

35

a. Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.

b. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.

c. Sebagai tanda resminya adanya akad nikah.

d. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami istri. e. Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah.

f. Sebagai pengumuman bagi masyarakat, bahwa antara mempelai telah resmi menjadi suami istri sehingga masyarakat tidak curiga terhadap perilaku yang dilakukan oleh kedua mempelai.

Dengan adanya walimah kita dapat melaksanakan perintah Rasulullah SAW., yang menganjurkan kaum muslimin untuk melaksanakan walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing.36

Hikmah dari disuruhnya mengadakan walimah ini adalah dalam rangka mengumumkan kepada khalayak bahwa akad nikah sudah terjadi sehingga semua pihak mengetahuinya. Ulama Malikiyah dalam tujuan untuk memberitahukan terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua orang saksi dalam akad perkawinan.37

C. Al-„Urf

1. Pengertian „Urf

36

H. M. Atihami dan Sobari Sahrani, Fiqh Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 151.

37

Kata 'urf berasal dari kata 'arafa ya‟rifu sering diartikan dengan "al-ma'ruf" atau sesuatu yang dikenal.38 Sedangkan secara bahasa „urf

berarti sesuatu yang telah dikenal dan dipandang baik serta dapat diterima akal sehat. Dalam kajian ushul fiqh, „urf adalah suatu kebiasaan masyarakat yang sangat dipatuhi dalam kehidupan mereka sehingga mereka merasa tentram. Kebiasaan tersebut dapat berupa ucapan dan perbuatan baik yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum.39

Arti „urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat 'urf sering disebut dengan istilah adat.40

Sedangkan pengertian 'urf menurut terninologi usul fiqh dapat

kita lihat dari beberapa pendapat berikut ini. a. Abdul Wahab Khallaf mengartikan 'urf:41

.ُٓدبعىا َْٜغُٝٗ ،كشحٗأ ِوْعِفٗا ه٘ق ٍِِْ ِٔٞيع اُٗسبعٗ ُطبّْىا َُٔفسبعَح بٍ

“Suatu yang saling diketahui oleh manusia dan berlaku atau dilestarikan keberadaannya diantara mereka baik berupa

perkataan, perbuatan ataupun meninggalkan sesuatu.„Urf juga dinamakan 'adat”.

b. Wahbah al-Zuhaily menyatakan bahwa 'urf adalah42

38

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid II (Jakarta: Logos, 1999), 363.

39

Firdaus, Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara

Komprehensif (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), 97.

40Rachmat Syafi‟i, Ilmu Ushul Fiqh untuk IAIN, STAIN, PTAIS (Bandung : Pustaka Setia, 1999), 128.

41

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Dar Al-Qalam, 1978), 89.

42

ب ٍعبش ٍوعف ِّوم ٍِِ ِٔٞيع اُْٗسبعٗ ُطبّْىا َُٓذخْعِا بٍ

َُٔقَلْطِا اُْ٘فسبعح ٌظفَى َٗا ،ٌْْٖٞ

.تغُّيىا َُٔفىأح َلا ْصبخ َْٚعٍ ٚيع

“Sesuatu yang telah dibiasakan oleh manusia yang berlaku terus -menerus diantara mereka meliputi perbuatan yang telah berlaku diantara mereka ataupun perkataan yang telah saling dikeuahui

secara khusus bukan dilihat dari segi bahasanya”.

c. Sedangkan menurut TM. Hasby al-Shiddiqiey „urf sebagai berikut:43

ُفِىبخُٝ لا ُْأ ِطَششب ٍٜلْعإ ِشْطق ِوْٕأ ٍِِْ تَٞيَّغىا ُعببَطىاُٗد ُطبّْىا ُٓذخْعَٝ بٍ

.بًّٞعْشَش بصّ

"Sesuatu yang telah dibiasakan oleh manusia dan diterima oleh orang yang mempunyai tabiat yang baik dan telah dibiasakan oleh penduduk suatu daerah dengan tidak menyalahi ketentuan- ketentuan syara".

Ketiga definisi di atas sebenarnya mengandung maksud yang sama hanya berbeda dalam redaksinya saja. Pengertian yang paling umum diberikan oleh Abdul Wahab Khallaf dan Wahbah al-Zuhaily, keduanya menekankan pada suatu hal yang telah dibiasakan dan terus-menerus tanpa memperhatikan apakah itu baik atau tidak. Lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hasby al Shiddieqiy. Beliau memberikan spesifikasi bahwa kebiasaan itu tidak bertentangan

dengan ketentuan syari‟at. Jadi, yang dimaksud „urf adalah suatu hal yang telah dibiasakan dan di pelihara terus-menerus oleh manusia dan keberadaannya diterima oleh akal serta tidak bertentangan dengan

syari‟at.

43

Sedangkan kata „adat berasal dari kata „áda-ya‟üdu-audan yang

berarti mengulangi sesuatu. Menurut terminologi usul fiqh „adat

sebagaimana pendapat Muhammad Abû Zahrâh44 adalah :

.ٌٕٗسٍ٘ا ِٔٞيع ْثبقخْعِاٗ ِثَلٍبعٍُ ٍِِْ ُطبّْىا ُٓاذخْعِا بٍ

"Sesuatu yang telah dibiasakan oleh manusia dalam pergaulannya dan telah mantap dalam urusan-urusannya".

Para ulama ahli bahasa menganggap bahwa kata 'adat dan „urf

adalah dua kata yang bersinonim (Mutarádif). Dari segi asal

penggunaan dan akar katanya, kedua kata itu terlihat ada perbedaan. Kata 'adat mempunyai arti pengulangan (

ساشنح

), sesuatu yang baru

dilaksanakan satu kali belum dinamakan 'adat. Sedangkan kata „urf

mempunyai arti sudah dikenal )

فٗشعَىا

(, tidak melihat dari segi berulang kalinya tetapi dilihat dari segi berulang kalinya bahwa perbuatan itu sudah dikenal dan diakui orang banyak.

Secara prinsip sebenarnya tidak ada perbedaan antara kata 'urf

dan „adat karena bila kita telusuri kedua kata itu mempunyai pengertian yang sama, suatu perbuatan yang telah berulang-ulang dilakukan akan menjadi dikenal dan diakui oleh masyarakat luas. Sebaliknya karena perbuatan itu sudah dikenal dan diketahui oleh orang banyak maka perbuatan itu dengan sendirinya dilakukan orang secara berulang-ulang.45

44

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Dar Al-Fikr Al-„Araby, 272.

45

Para ulama' usul memberikan perbedaan antara 'urf dan 'adat.46

Bila kita perhatikan dari serangkaian pengertian 'urf dan 'adat yang

telah disebutkan di atas dapat kita temukan perbedaan antara keduanya. Kata 'urf digunakan untuk menilai kualitas perbuatan yang dilakukan

yaitu : diakui, diketahui dan diterima oleh orang banyak. Dengan demikian 'urf mengandung konotasi hal-hal yang baik saja. Sedangkan

kata 'adat hanya memandang dari segi pengulangannya tanpa memberikan penilaian baik atau buruk, sehingga 'adat mempunyai konotasi netral dan memunculkan istilah 'adat yang baik atau 'adat yang buruk. Selain dari segi kandungannya perbedaan kata 'urf dan

„adat juga dapat kita lihat dari segi ruang lingkup penggunaannya. Kata

urf selalu digunakan untuk jama'ah atau golongan, sedangkan kata 'adat dapat digunakan untuk sebagian orang disamping berlaku pula untuk golongan.

2. Macam-Macam 'Urf

Penggolongan macam-macam adat atau „urf itu dapat dilihat dari beberapa segi diantaranya dari segi materi, segi ruang lingkup penggunaannya serta dari segi penilaiannya.

a. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan, „urf dibagi menjadi 2:

1) „Urf Qauli (

ٜى٘ق فشُع

) yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata-kata atau ucapan. Contohnya dalam

46

kebiasaan („urf) sehari-hari orang arab, kata walad itu digunakan hanya untuk anak laki-laki dan tidak untuk anak perempuan sehingga dalam memahami kata walad kadang

digunakan 'urf qauli.47

2) „Urf Fi‟li (

ٜيعف فشع

) yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan. Contoh kebiasaan jual beli barang-barang yang enteng (murah dan kurang bernilai) transaksi antara penjual dan pembeli cukup hanya menunjukkan barang serta serah terima barang dan uang tanpa ucapan transaksi. Hal ini tidak menyalahi aturan akad dalam jual beli.48 Dalam kehidupan masyarakat tidak jarang terjadi sebuah peristiwa yang kemudian karena ada kecocokan dan lain hal kemudian dilakukan secara terus-menerus dan dipelihara pelaksanaannya tanpa adanya aturan tertulis yang mengikatnya.

b. Dilihat dari segi ruang lingkup penggunaannya, „urf jenis ini terbagi menjadi dua :

1) Al-„urf al-„âam (kebiasaan yang bersifat umum) adalah semua

'urf yang telah dikenal dan dipraktekkan masyarakat dari

berbagai lapisan di seluruh negeri pada suatu masa.49Urf jenis ini dapat pula diartikan:

47 Ibid, 366. 48 Ibid, 367. 49

ٌٕسبَْعأ ِفلخْخإ ٚيع ِثبقٗلأا ٍَِِ ِجْقٗ ٚف ُطبّْىا ُٔفسبعح بٍ ٕ٘ٗ

.ٌٖىبَعأٗ ٌٖحأِفٗ

"Suatu kebiasaan yang telah dikenal oleh manusia dari waktu ke waktu tanpa memandang umur, golongan dan pekerjaan

mereka”

Dalam aplikasinya dapat kita cermati di kehidupan sehari-hari, seseorang akan menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa dia menyetujui sesuatu hal dan sebaliknya dia akan menggelengkan kepala bila menyatakan menolak atau tidak setuju. Aturan seperti ini tidak pernah tertulis dalam undang-undang di negara manapun, tidak memiliki batasan waktu, berlaku kepada semua orang tanpa memandang umur, golongan dan suku bangsa bahkan profesi orang yang mengerjakannya tetapi karena sudah menjadi kebiasaan bagi semua orang maka dengan sendirinya akan dilakukan. Seandainya ada orang yang berbuat sebaliknya, dia akan dianggap aneh karena menyalahi 'urf yang berlaku.

2) Al-'Urf Al-khas (kebiasaan yang bersifat khusus) adalah

kebiasaan yang hanya dikenal dan tersebar di suatu daerah dan

masyarakat tertentu saja. Dengan kata lain, „urf khusus adalah kebiasaan yang hanya dikenal sebagian kelompok dan suku bangsa tertentu.51

50

Kamal Al-Din Imam, Ushul Fiqh Al-Islamy , 183.

51

.طبّْىا ٍِِ تْٞعٍ تفئبطٗا ٌَِٞيقإٗا ِةذْيب ُوٕأ ٔفسبعخٝ بٍ

52

"Suatu 'adat kebiasaan yang dilakukan sekelompok negara, satu masa atau golongan tertentu dari manusia".

Contoh Al-'Urf Al-khas adalah larangan perkawinan pada

bulan Muharram bagi masyarakat Jawa.

c. Ditinjau dari segi penilaian baik dan buruk, „urf terbagi menjadi 2 yakni:

1) 'Urf Shähih (

حٞحص فشع

)

Yang dimaksud dengan „Urf Shâhih yaitu adat (kebiasaan) yang berulang-ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan agama, sopan santun dan budaya yang luhur. Contoh mengadakan acara halal bihalal (silaturrahim) saat hari raya.53 Hal ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan Abdul Wahab Khallaf dalam kitabnya.

ِطْبُٝ لاٗ بًٍَّشحٍُ ُّوِحٝ لاٗ ًبّٞعْشش لٞىد ُفىبخُٝ لاٗ ُظّْىا ٔفسبعح بٍ

ُو

.بًبِجٗ

54

“Sesuatu yang telah saling diketahui manusia, tidak

bertentangan dengan dalil syara, tidak menghalalkan yang

haram serta tidak juga membatalkan perkara wajib”.

Urf jenis ini tidak memandang apakah termasuk „urf yang berlaku umum („urf „âam)atau bahkan „urf yang berlaku untuk satu daerah saja („urf khas), yang berupa ucapan (urf qawli)

52

Wahbah, UshulFiqh, 830.

53

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 368.

54

ataupun perbuatan („urf fi‟li). „Urf jenis ini lebih mengutamakan pada hal-hal yang menyalahi ketentuan syara‟

atau tidak, dan juga tidak bertentangan dengan sopan santun dan budaya luhur yang telah ada.

2) „Urf Fasid(

ذعبف فشع

)

Yang dimaksud „Urf Fasid (

ذعبف فشع

) yaitu adat (kebiasaan) yang berlaku di suatu tempat meskipun merata pelaksanaannya namun bertentangan dengan agama, undang-undang negara dan sopan santun.55 Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan „Urf

fasid sebagai berikut:

ُوِطبُٝ ٗا ًَُّشحَىا ُّوِحٝ ٗا بّٞعْشش لٞىد ُفىبخُٝ ْٔنىٗ ُظّْىا ٔفسبعح بٍ

. ُبِجا٘ىا

56

"Suatu 'adat (kebiasaan) yang terjadi dalam masyarakat, tetapi dalam pelaksanaannya menyalahi atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalil syara, menghalalkan perkara haram atau membatalkan perkara wajib"

Contohnya berjudi untuk merayakan suatu peristiwa atau kemenangan. Para ulama' sepakat untuk tidak melestarikan

bahkan meniadakan „urf jenis ini dengan tidak menganggapnya sebagai sumber hukum Islam, termasuk juga tidak menjadikannya sebagai dalil dalam Istinbát Al-Hukm Al-Shari.

3. Kedudukan 'Urf Dalam Menetapkan Hukum

55

Amir Syarifuddin, Ushul fiqh, 368.

56

Dalam pengertian 'urf yang telah dikemukakan bahwa 'urf yang

dapat diterima sebagai dalil syara'adalah „urf yang tidak bertentangan dengan nash („urf shahih) saja, tentunya hal ini menafikan 'urf yang fasid. Para ulama banyak yang sepakat dan menerima 'urf sebagai dalil

dalam menetapkan hukum selama 'urf itu tidak bertentangan dengan

syariat. Penerimaan para ulama tersebut bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan memenuhi kebutuhan manusia dalam arti orang

banyak akan mengalami kesulitan bila tidak menggunakan „urf

tersebut. Bahkan ulama menempatkannya sebagai "syarat yang disyaratkan"

بًطشَش ِطٗشُّشىبم ًبفْشُع ُفٗشعَىا

“Sesuatu yang berlaku secara 'urf adaiah seperi suatu yang telah

disyaratkan"

Bila hukum telah ditetapkan berdasarkan kepada „urf maka kekuatannya menyamai hukum yang ditetapkan berdasarkan nash. Para ulama yang mengamalkan 'urf itu dalam memahami dan

mengistinbatkan hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima 'urf tersebut, yaitu :

a. 'Urf itu mengandung kemaslahatan dan dapat diterima akal sehat.57

Syarat ini merupakan sesuatu yang mutlak ada pada 'urf

yang shähih sehingga dapat diterima masyarakat umum.

Sebaliknya, apabila 'urf itu mendatangkan kemudharatan dan tidak

57

dapat diterima akal sehat maka „urf yang demikian tidak dapat dibenarkan dalam Islam.

b. „Urf tersebut berlaku umum pada masyarakat yang terkait dengan lingkungan 'urf atau di kalangan sebagian besar masyarakat.58

Syarat ini semakin jelas dengan melihat contoh yang ada di masyarakat. Misalnya secara umum masyarakat di Indonesia dalam melakukan transaksi senantiasa menggunakan alat tukar resmi, yaitu mata uang rupiah. Karenanya dalam suatu transaksi tidak mengapa jika tidak menyebutkan dengan jelas tentang jenis mata uangnya, karena semua orang telah mengetahui dan tidak ada kemungkinan lain dari penggunaan mata uang rupiah yang berlaku kecuali dalam kasus tertentu.

c. „Urf yang dijadikan dasar bagi penetapan suatu hukum telah berlaku pada saat itu, bukan 'urf yang muncul kemudian.59

Menurut syarat ini, 'urf harus telah ada sebelum penetapan

suatu hukum dilakukan. Dengan sendirinya „urf yang datang kemudian tidak dapat diterima dan diperhitungkan keberadaanya. Misalnya, tentang pemberian mahar kepada istri oleh suami. Orang yang melaksanakan akad nikah dan pada saat akad tidak menjelaskan teknis pembayaran maharnya, dibayar lunas atau dicicil. Sementara 'urf yang berlaku di tempat itu adalah melunasi

seluruh mahar. Ternyata kemudian 'urf di tempat itu mengalami

58

Ibid, 106.

59

perubahan dan orang-orang telah terbiasa mencicil mahar. Lalu muncul kasus yang menyebabkan terjadi perselisihan antara suami