• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4. Wawancara

Menurut Joko Subagyo dalam sebuah bukunya yang berjudul

Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik, wawancara adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden.30 Menurut Yatim Riyanto dalam sebuah bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Pendidikan, wawancara atau interview merupakan metode pengumpuan data yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subjek atau responden.31 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wawancara diartikan sebagai suatu tanya jawab dengan seseorang yang dimintai keterangan atau pendapat; tanya jawab dari wartawan kepada sumber berita atau pakar; tanya jawab dari oleh kapala personalia kepada calon pegawai.32 28 Ibid., h. 287-288. 29 Ibid., h. 289-290. 30

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Cet. IV, h. 39.

31

Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: SIC, 2001), Cet. II, h. 70.

32

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. IV, h. 1270.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, wawancara dapat diartikan suatu cara yang dilakukan seseorang dalam pengambilan informasi atau data dari responden untuk kepentingan tertentu

a. Jenis-jenis Wawancara

Ada beberapa jenis wawancara yang dikutip oleh Yatim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Pendidikan. Pertama, menurut Donald Ary dkk., wawancara terbagi dua yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur pertanyaan dan alternatif jawaban yang diberikan kepada subjek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara. Keuntungannya, jawaban dapat dengan mudah dikelompokkan dan dianalisis serta proses wawancara lebih terarah dan sistematis. Kelemahannya, suasana kaku dan terlalu formal serta tidak memberi kesempatan kepada responden untuk mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan persoalan yang sedang diselidiki. Wawancara tak berstruktur lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subjek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subjek. Subjek diberi kebebasan menguraikan jawabannya serta mengungkapkan pandangannya sesuka hati, tetapi sering tidak terarah dan sulit dalam mengolah dan menganalisis datanya.

Berdasarkan banyaknya responden yang terlibat dalam satu kali wawancara dapat dibedakan menjadi wawancara pribadi (personal interview) dan wawancara kelompok (group interview). Dalam wawancara pribadi, wawancara dilakukan secara face to face

antara seorang pewancara dengan orang yang diwawancarainya. Ini akan memberikan privasi yang maksimal sehingga sangat besar kemungkinannya memperoleh data yang intensif.

Dalam wawancara kelompok, seorang pewancara atau lebih sekaligus menghadapi dua orang atau lebih orang yang diwawancarainya. Wawancara kelompok dilakukan apabila memang

dalam penelitian dimungkinkan memperoleh data dengan wawancara kelompok, misalnya hanya menanyakan tentang fakta-fakta objektif yang sederhana.

b. Cara Pencatatan Wawancara

Ketika seseorang melakukan wawancara kepada seseorang yang diwawancarainya, narasumber atau orang yang diwawancarai memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pewawancara tersebut. Oleh karena itu, seorang pewawancara harus mencatat informasi yang diberikan oleh orang diwawancarai. Menurut Yatim Riyanto, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melakukan pencatatan dalam proses wawancara, yaitu:

1. Pencatatan secara langsung, yaitu melakukan wawancara sambil mencatatnya.

2. Pencatatan dari ingatan, yaitu pencatatan tidak dilakukan pada waktu wawancara, tetapi setelah wawancara yang mengandalkan daya ingat pewancara

3. Pencatatan dengan bantuan alat perekam.

4. Pencatatan dengan angka, yaitu mencatat data hasil wawancara dengan angka-angka, misalnya: setuju angka 3, kurang setuju angka 2, tidak setuju angka 1, dan sebagainya.

5. Pencatatan dengan kode, yaitu pencatatan dengan cara memberikan kode, misalnya dengan huruf A, B, C, D, dan seterusnya. Misalnya: responden yang mengerti tentang yang ditanyakan diberikan kode A.33

Pencatatan hasil wawancara sangat beragam, mulai dari pencatatan secara langsung sampai dengan menggunakan alat perekam. Beberapa cara di atas bisa dilakukan sesuai dengan tujuan masing-masing dalam wawancara tersebut.

33

c. Keterampilan Sosial Pewawancara

Keterampilan sosial dalam melakukan wawancara harus dimiliki oleh pewawancara. Hal ini perlu dilakukan agar proses wawancara bisa berjalan lancar sehingga informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan maksimal. Dalam proses wawancara, tidak jarang seseorang yang diwawancarai tersinggung dengan sikap dan perkataan pewawancaranya, bahkan mereka menolak untuk diwawancarai dan yang lebih parah yaitu terjadinya keributan dalam proses wawancara. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal-hal demikian, keterampilan sosial seorang pewawancara harus dimiliki. Ada beberapa keterampilan sosial dalam berwawancara, yaitu:

1. Menggunakan intonasi suara yang menarik, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembut.

2. Bersikap ramah, sopan, dan berpakaian rapi.

3. Menggunakan bahasa yang sopan, ringkas, dan mudah dipahami.

4. Bersikap luwes, supel, dan penuh bijaksana.

5. Peka terhadap situasi orang yang diwawancarai, pada saat-saat tertentu dapat ikut merasakan sesuatu yang terjadi pada diri orang yang sedang diwawancarai. Misalnya: bila orang yang sedang diwawancarai sedang menceritakan penderitaan atau kegembiraannya, pewancara dapat menghayatinya.

6. Tidak memojokkan jawaban responden. 7. Terbuka, lapang dada, dan rendah hati.

8. Ciptakan situasi informal jika menggunakan pedoman wawancara.

9. Tunjukan perhatian kepada orang yang sedang diwawancarai. Ketika sedang bicara tataplah wajah orang yang sedang diwawancarai dan begitu pula ketika mendengarkan jawaban-jawaban dari mereka.

10.Waktu wawancara berlangsung, lebih baik menyebut nama responden daripada hanya dengan menyebut kata “bapak/ibu/saudara”34

Jadi, keterampilan sosial dalam berwawancara meliputi intonasi suara yang menarik, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembut, bersikap ramah, sopan, dan berpakaian rapi, menggunakan bahasa yang sopan, ringkas, dan mudah dipahami.

d. Faktor yang Mempengaruhi Wawancara

Berhasil atau tidaknya sebuah proses wawancara sangat tergantung dari berbagai faktor pendukung yang terkait dengannya. Faktor itu bisa berasal dari pewawancara, subjek wawancara, ataupun dari pihak yang diwawancarai. Faktor tersebut saling mendukung. Jika ada salah satu faktor yang kurang mendukung, kegiatan wawancara kurang berjalan dengan maksimal.

Faktor di atas dijelaskan juga oleh P. Joko Subagyo, faktor yang mempengaruhi wawancara berasal dari dalam dan berasal dari luar. Faktor yang berasal dari dalam meliputi pewawancara dan materi, sedangkan faktor yang berasal dari luar meliputi responden dan pelaksanan wawancara. Faktor-faktor tersebut akan dirinci kembali dengan rincian sebagai berikut:

1. Faktor pewawancara, meliputi:

a. Tingkat pengetahuan atau penguasaan materi. b. Keterampilan dalam melaksanakan wawancara. c. Motivasi yang tertanam.

d. Rasa kecurigaan terhadap pihak lain.

e. Konsentrasi pemikiran terhadap suatu permasalahan. f. Tingkat minat untuk berkecimpung sebagai pewawancara.

34

2. Materi wawancara, meliputi:

a. Susunan dalam pembuatan mata rantai pertanyaan. b. Sukar untuk mengerti secara spontan.

c. Ada beberapa penafsiran dalam satu pertanyaan. d. Peka untuk ditanyakan.

e. Menimbulkan kekhawatiran sehingga rasa kurang aman apabila dipertanyakan.

3. Responden, meliputi:

a. Tingkat pengetahuan atas suatu permasalahan. b. Karakteristik yang melekat padanya.

c. Tanggapannya berbelit-belit.

d. Kemampuan menangkap pertanyaan. e. Spontanitas.

f. Rasa kekhawatiran karena kurang aman. 4. Pelaksanaan wawancara meliputi:

a. Waktu yang paling tepat untuk dilakukan wawancara. b. Kehadiran pihak ketiga dalam wawancara

c. Tempat sesuai dengan responden

d. Sikap masyarakat dalam menerima kehadiran orang lain. e. Kesibukan sekeliling, keberisikan akan menggnggu

suasana.35

e. Cara Menarasikan Teks Wawancara dengan Baik

Teks wawancara yang ditulis oleh seorang pewawancara biasanya masih dalam bentuk dialog. Kalimat-kalimat yang digunakan dalam teks wawancara pun masih menggunakan kalimat langsung. Oleh karena itu diperlukan keterampilan dalam mengubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung. Selain itu, diperlukan juga keterampilan dalam menghubungkan antargagasan dan mengembang-kannya sehingga terwujud suatu kesatuan karangan yang utuh.

35

Ada beberapa langkah agar dapat menarasikan teks wawancara dengan baik, di antaranya:

1. Bacalah teks wawancara dengan cermat. 2. Catatlah pokok-pokok isi wawancara. 3. Buatlah pengantar ke arah isi wawancara.

4. Narasikan isi wawancara dengan mengembangkan pokok-pokok isi.

5. Lengkapilah narasi dengan bagian penutup.

5. Teks Wawancara sebagai Salah Satu Media Pembelajaran Menulis

Dokumen terkait