• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Wilayah Tugas Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

RSUP H. Adam Malik merupakan pusat rujukan kesehatan regional untuk wilayah Sumatera Bagian Utara dan Bagian Tengah yang meliputi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Riau, dan Propinsi Sumatera Barat.

Rekapitulasi Pasien Masuk diperinci berdasarkan Provinsi.

Tabel 1.2 Rekapitulasi Pasien Rawat Jalan, Rawat Inap dan IGD RSUP H.Adam Malik diperinci berdasarkan Provinsi Tahun 2011

Sumber Data : bagian SDM RSUP H Adam Malik

Analisa :

Berdasarkan grafik 3.20.12. diketahui bahwa Statistik Registrasi Masuk Pengunjung Rawat Jalan ke RSUP H. Adam Malik Tahun 2011 sebanyak 170.025 pengunjung ternyata dari Provinsi NAD sebanyak 11.084 (6.52%), Sumatera Utara 158.168 (93.3%), Riau 534 (0.31%), Jambi 38 (0.02%), Bengkulu 41 (0.2%), Kepulauan Riau 74 (0.24%) dan Sumatera Barat 86 (0.05%).

Jumlah Pasien Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Tahun 2011 sebanyak 25.487 pasien dari Provinsi NAD sebanyak 2.784 (10.92%), Sumatera Utara 22.509 (88.32%), Riau 98 (0.38%), Jambi 12 (0.05%), Bengkulu 12 (0.05%, Kepulauan Riau 25 (0.10%) dan Sumatera Barat 47 pasien (0.18%).

Instalasi Gawat Darurat (IGD) pengunjung RSUP H. Adam Malik Tahun 2011 sebanyak 25.724 dari NAD 2.358 (9.17%), Sumatera Utara 23.144 (89.97), Riau 96 (0.37%), Jambi 9 (0.03%), Bengkulu 12 (0.04%), Kepulauan Riau 17 (0.06%) dan Sumatera Barat 87 (0.33%)

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 Provinsi NAD Provinsi Sum. Utara Provinsi Riau Provinsi Jambi Provinsi Bengkul u Provinsi Kepri Provinsi Sumbar IGD 2358 23144 96 9 12 17 87 Rawat Inap 2784 22509 98 12 12 25 47 Rawat Jalan 11084 158168 534 38 41 74 86

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG UNDANG-UNDANG No. 43 TAHUN 1999

A. Latar belakang keluarnya Undang-undang No. 43 Tahun 1999

Perubahan sistem Pemerintahan daerah sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian di sempurnakan dengan Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah dilakukan perubahan dengan Undang-Undang no. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua Undang-Undang No 32 Tahun 2004.

Perubahan mendasar Undang-undang ini terletak pada paradigma yang digunakan, yaitu dengan memberikan kekuasaan otonomi melalui kewenangan-kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya, khususnya kepada daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dengan Berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.15

Melalui dua undang-undang ini Bangsa Indonesia telah mengambil langkah untuk meninggalkan paradigma pembangunan sebagai pijakan Pemerintah untuk beralih kepada paradigma pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma ini tidak berarti bahwa pemerintah sudah tidak

15

Agus Dwiyanto, dkk, Teladan dan Tantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Yogyakarta, 2003 hal 165

lagi memiliki komitmen untuk membangun, tetapi lebih pada meletakan pembangunan pada landasan nilai pelayanan dan pemberdayaan.

Dengan berlakunya UU No 32 Tahun 2004 sebagaimana telah dilakukan perubahan kedua dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua Undang-undang 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah tersebut telah menggeser paradigma pelayanan, dari yang bersifat sentralistis ke desantralistis dan mendekatkan pelayanan secara langsung kepada masyarakat.

Dengan adanya perubahan sistem Pemerintahan Daerah berimplikasi pada perunahan UU No 8 Tahun 1974 menjadi UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Perubahannya yang paling mendasar adalah tentang manajemen kepegawaian yang lebih berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, Pemerintah dan pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pegaruh semua golongan dan partai politik dan tidak diskrimatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.16 Untuk melaksakan tugas pelayanan masyarakat denga persyaratan yang demikian, sumber daya manusia aparatur di tuntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

16

Lahirnya undang No 43 tahun 1999 sebagai pengganti Undang-undang No 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian tersebut membawa perubahan mendasar guna mewujudkan sumber dasar aparatur yang profesional

yaitu dengan pembinaan karir Pegawai Negri Sipil yang dilaksanakan atas dasar

perpaduan antara sistem prestasi dan karir yang di titikberatkan pada sistem prestasi kerja yang pada hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik.

B. Pengertian tentang Disiplin PNS menurut Undang-Undang No 43 tahun 1999.

Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat, jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap yang layak terhadap pekerjaan.17

Didalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah :

“Sikap mental yang tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap

17

peraturan-peraturan yang di tetapkan Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.18

Dalam rangka memelihara kewibawaan pegawai Negri Sipil, maka tindakan Kepolisian sebagai penyidik terhadap Pegawai Negri Sipil hendaknya dilakukan dengan tertib dan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam kaitan ini apabila seorang Pegawai Negri Sipil diperiksa, ditangkap dan atau ditahan sementara oleh pejabat yang berwajib tersebut secepat mungkin memberitahukan kepada atasan Pegawai Negri Sipil yang bersankutan.19

Adapun menurut peraturan disiplin Pegawai Negri Sipil sebagaimana telah dimuat di dalam Bab II Pasal 2 (dua) Undang-undang No.43 Tahun 1999, ada beberapa keharusan yang harus dilakukan yaitu :

1. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku serta melaksanakan perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berhak.

2. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang-bidangnya.

3. Menggunakan dan memelihara barang-barang dinas dengan sebaik-baiknya.

18

Wawasan Kerja Aparatur Negara, BP-7 Pusat, (Jakarta: 1993), hal. 24.

19

Sastra Djatmika Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia Djambatan, 1990, Jakarta, hal, 47.

4. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negri Sipil dan atasannya.

Dengan demikian, maka disiplin kerja merupakan praktek secara nyata dari para pegawai terhadap perangkat peraturan yang terdapat dalam suatu oerganisasi. Dalam hal ini disiplin tidak hanya dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi, berdasarkan pada hal tersebut diharapkan efektifitas pegawai akan meningkat dan bersikap serta bertingkah laku disiplin.

Kaitannya denga kedisiplinan, Astrid S. Susanto20 juga mengemukakan sesuai dengan keadaan di dalam setiap organisasi, maka disiplin dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

1) Disiplin yang bersifat positif.

2) Disiplin yang bersifat negatif.

Tugas seorang peminpin untuk mengusahakan terwujudnya suatu disiplin yang mempunyai sifat posotif, denga demikian dapat menghindarkan adanya disiplin yang bersifat negatif.

Disiplin positif merupakan suatu hasil pendidikan, kebiasaan atau tradisi dimana seseorang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan, adapun disiplin negatif sebagai unsur sikap patuh yang di sebabkan oleh adanya perasaan takut akan hukuman.

20

Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Bina Aksara, 1974), hal. 305

Kedisiplinan pegawai dapat ditegakan apabila peraturan-peraturan yang telah ditetapkan itu dapat diatasi sebagian besar pegawainya dalam kenyataan, bahwa dalam suatu instansi apabila sebagian besar pegawainya mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan, maka disiplin pegawai sudah dapat ditegakan.

Adapun pengertian pelanggaran disiplin berdasarkan Pasal 1 huruf (a) UU No 43 Tahun 1999 adalah : setiap ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negri Sipil, baik yang dilakukan didalan maupun diluar kedinasan.

Kemudian menurut Pasal 1 huruf (c) dari undang-undang tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negri Sipil. Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang-undang No 43 Tahun 1999 disebutkan pula mengenai tingkat dan jenis hukuman Pegawai Negri Sipil.

1. Tingkat dan jenis hukuman disiplin :

1) Hukuman Disiplin ringan

Dalam tingkat hukuman disiplin ringan terdapat 3 (tiga) jenis hukuman yang terdiri dari :

a. Teguran Lisan,

c. Penyataan tidak puas secara tertulis.

2) Hukuman Disiplin Sedang

Pada tingkat hukuman disiplin sedan ini juga terdapat 3 (tiga) jenis hukuman, yaitu :

a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,

b. Penundaan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun

c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

3) Hukuman Disiplin Berat

Adapun pada tingkat disiplin berat terdapat 4 (empat) jenis hukuman :

a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun,

b. Pembebasan dari jabatan

c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negri Sipil

d. Pemberhentian sebagai Pegawai Negri Sipil dengan tidak hormat.

Sebagaimana telah diliat diats, Pegawai Negri Sipil diangkat oleh pejabat yang berwenang baik mengankat maupun memberhentikan yang bersifat hukuman, menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) huruf (a – e) Peraturan UU No 43 tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a. Presiden

b. Menteri dan Jaksa Agung

c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen

d. Gubernur Kepala Daerah Tigkat 1

e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negri.

Kemudian yang di sebut dengan jabatan Negri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya, kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Kepentingan Pengadilan.

3. Berlakunya Putusan Hukuman Disiplin

Menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawain Nomor 21/SE/1980 tentang peraturan disiplin Pegawai Negri Sipil, pada angka Romawi VIII disebutkan bahwa hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada seorang pegawai negri sipil mula berlaku sejak :

1) Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negri Sipil yang bersangkutan, bagi jenis hukuman disiplin ringan.

2) Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Nehri Sipil yang bersangkutan, bagi hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur kepala daerah tingkat 1, kecuali :

a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negri Sipil.

b. Pemberhentian tidak denga hormat sebagai Pegawai Negri Sipil.

3) Terhitung mulai tanggal keputusan hukuman disiplin ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, bagi jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.

4) Hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal penyampaian surat keputusan hukuman disiplin, kepada Pegawai Negri Sipil yang bersangkutan apabila tidak ada keberatan mengenai jenis hukuman disiplin

a. Penundaan kenaikan gaji

b. Penurunan gaji

c. Penundaan kenaikan pangkat

e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai Begri Sipil

f. Pemberhentian tidak denga hormat sebagai Pegawai Negri Sipil.

5) Terhitung mulai tanggal keputusan atas keberatan hukuman disiplin itu ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum atau oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, apabila ada keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhakn mengenai jenis hukuman disiplin :

a. Penundaan kenaikan gaji

b. Penurunan gaji

c. Penundaan kenaikan pangkat

d. Penurunan pangkat

e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negri Sipil

f. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negri Sipil.

6) Hari ketiga puluh terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk menyampaikan keputusan hukuman disiplin tersebut, apabila Pegawai Negri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin.

Adapun yang menjadi dasar-dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negri Sipil adalah sebagai berikut :

a) Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaga Negara Tahun 1974 No 8, Tambahan Lembaran Negara No. 3041).

b) Peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 1974, tentang Pembatasan kegiatan Pegawai Negri Sipil dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Nomor 8 Tahun 1974, tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).

c) Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02 tahun 1999 tentang ketentuan Pelaksanaan Pegawai Negri Sipil yang menjadi anggota Partai Politik.

d) Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1980 tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.

e) Surat Edaran Bdan Administrasi Kepegawaian Nomor 23/SE/1980, tentang Disiplin Pegawai Negri Sipil.

Dasar hukum pelaksanaan disiplin Pegawai Negri Sipil di atas, diharapkan memberikan dukungan atau dorongan supaya Pegawai Negri Sipil bisa melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Namun dasar hukum ini dirasa masih kurang tanpa didukung oleh sikap dan mental dari para pegawai itu sendiri, oleh karena itu di perlukan adanya pembinaan pada Pegawai Negri Sipil, sebagaimana telah dijelaskan didalam pasal 12 dari Undang-undang No. 43 Tahun 1999 yaitu bahwa, agar pegawai negri sipil dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu diatur pembinaan Pegawai Negri Sipil secara

menyeluruh, yaitu suatu peraturan pembinaan yang berlaku baik bagi Pegawai Negri Sipil Pusat maupun Pegawai Negri Sipil yang ada di daerah. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku di tingkat pusat akan berlaku di tingakat daerah, kecuali di tentukan lain. Selain itu perlu dilaksanakan usaha penerbitan dan pembinaan aparatur negara yang meliputi baik struktur, prosedur kerja, fasilitas, dan sarana untuk menunjang Aparatur Negara yang bersih dan berwibawa.

C. Pengertian Sanksi Menurut Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999

Pegawai Negeri Sipil yang tidak melakukan kewajiban dan melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, dianggap telah melakukan pelanggaran disiplin PNS dan tentu saja harus mendapatkan hukuman disiplin. Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Karena itu setiap pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan hukuman disiplin harus memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang

melakukan pelanggaran disiplin.

Terhadap PNS yang disangka melakukan pelanggaran disiplin diadakan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan juga bertujuan untuk mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong pelanggaran disiplin tersebut. Pemeriksaan dilaksanakan sendiri oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk.

Apabila pejabat pada waktu memeriksa PNS yang disangka melakukan pelanggaran disiplin berpendapat, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaannya hukuman disiplin yang wajar dijatuhkan adalah di luar wewenangnya, maka pejabat tersebut wajib melaporkan hal itu kepada pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi melalui saluran hirarkhi. Laporan tersebut disertai dengan hasil-hasil pemeriksaan dan bahan-bahan lain yang diperlukan. Pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi wajib memperhatikandan mengambil keputusan atas laporan itu. Pelanggaran disiplin itu sendiri adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin PNS, baik di dalam maupun di luar jam kerja. PNS dinyatakan melanggar Peraturan Disiplin apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut secara sah terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau larangan PP No. 30 Tahun 1980.

Yang dimaksud dengan ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya.

Sedangkan tulisan merupakan pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dan lain-lain yang serupa dengan itu.

Adapun sanksi-sanksi hukuman disiplin yaitu :

1) Hukuman Disiplin ringan

Dalam tingkat hukuman disiplin ringan terdapat 3 (tiga) jenis hukuman yang terdiri dari :

a. Teguran Lisan,

b. Teguran Tertulis

c. Penyataan tidak puas secara tertulis

2) Hukuman Disiplin Sedang

Pada tingkat hukuman disiplin sedan ini juga terdapat 3 (tiga) jenis hukuman, yaitu :

a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun,

b. Penundaan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun

c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

3) Hukuman Disiplin Berat

Adapun pada tingkat disiplin berat terdapat 4 (empat) jenis hukuman :

a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun,

c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negri Sipil

d. Pemberhentian sebagai Pegawai Negri Sipil dengan tidak hormat.

2. Pejabat yang mempunyai Wewenang Menghukum

Sebagaimana telah diliat diats, Pegawai Negri Sipil diangkat oleh pejabat yang berwenang baik mengankat maupun memberhentikan yang bersifat hukuman, menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) huruf (a – e) Peraturan UU No 43 tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a. Presiden,

b. Menteri dan Jaksa Agung,

c. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi atau Tinggi dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen,

d. Gubernur Kepala Daerah Tigkat 1,

e. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negri.

Kemudian yang di sebut dengan jabatan Negri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya, kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Kepentingan Pengadilan.

Menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawain Nomor 21/SE/1980 tentang peraturan disiplin Pegawai Negri Sipil, pada angka Romawi VIII disebutkan bahwa hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada seorang pegawai negri sipil mula berlaku sejak :

1. Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Negri Sipil yang bersangkutan, bagi jenis hukuman disiplin ringan.

2. Terhitung mulai tanggal disampaikannya kepada Pegawai Nehri Sipil yang bersangkutan, bagi hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Presiden, Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Gubernur kepala daerah tingkat 1, kecuali :

a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negri Sipil.

b. Pemberhentian tidak denga hormat sebagai Pegawai Negri Sipil.

3. Terhitung mulai tanggal keputusan hukuman disiplin ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, bagi jenis hukuman disiplin pembebasan dari jabatan.

4. Hari ke 15 (lima belas) terhitung mulai tanggal penyampaian surat keputusan hukuman disiplin, kepada Pegawai Negri Sipil yang bersangkutan apabila tidak ada keberatan mengenai jenis hukuman disiplin :

b. Penurunan gaji,

c. Penundaan kenaikan pangkat,

d. Penurunan pangkat,

e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai Begri Sipil,

f. Pemberhentian tidak denga hormat sebagai Pegawai Negri Sipil.

5. Terhitung mulai tanggal keputusan atas keberatan hukuman disiplin itu ditetapkan oleh atasan pejabat yang berwenang menghukum atau oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian, apabila ada keberatan atas hukuman disiplin yang dijatuhakn mengenai jenis hukuman disiplin :

a. Penundaan kenaikan gaji,

b. Penurunan gaji,

c. Penundaan kenaikan pangkat,

d. Penurunan pangkat,

e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negri Sipil,

f. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negri Sipil.

6. Mengatur hukuman disiplin, bagi PNS yang tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alas an yang sah.

7. Pemanggilan dan pemeriksaan :

a. PNS yang diduga melanggar disiplin, dipanggil untuk diperiksa oleh atasan langsung,

b. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat membentuk Tim Pemeriksa apabila ancaman hukuman disiplin tingkat sedang atau berat,

c. Pemeriksaan secara tertutup,

d. Dapat meminta keterangan dari orang lain,

e. Apabila pada saat diperiksa, PNS tersebut ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, hanya dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat,

f. PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifat nya sama, dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat,

g. PNS tidak boleh dijatuhi hukuman disiplin 2 (dua) kali atau lebih untuk satu pelanggaran disiplin,

h. Mengatur durasi waktu untuk pemanggilan, penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin, Pengajuan Upaya Administratif, tanggapan dan keputusan atau keberatan,

i. Mengatur jenis hukuman disiplin yang dapat diajukan upaya administrative : keberatan kepada atasan Pejabat yang berwenang

menghukum dan banding Administratif kepada BAPEK (Badan Pertimbangan Kepegawaian),

j. Mulai berlakunya hukuman disiplin yang dijatuhkanoleh pejabat yang berwenang menghukum/Atasan Pejabat yang berwenang menghukum.

Dari berlakunya sanksi-sanksi yang ditetapkan dalam UU nomor 43 tahun1999 ini, tentunya ada harapan yang ingin di capai, seperti :

a) Kepatuhan dan kesadaran PNS terhadap peraturan disiplin menjadi meningkat,

b) Setiap PNS diharapkan mengetahui nama yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan,

c) Setiap pejabat Struktural harus dapat menjadi teladan yang baik bagi bawahannya,

d) Ketaatan bukan karena ada ancaman sanksi,

e) Reformasi birokrasi dan pelaksanaan kepemerintahan yang baik (Good Govermance) akan terwujud.

BAB IV

PELAKSANAAN SANKSI PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGRI SIPIL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 43 TAHUN 1999 (Studi

Pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan)

A. Wewenang Pimpinan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dalam Pelaksanaan Disiplin Pegawai Negri Sipil.

Dalam wewenangnya pimpinan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik memiliki tugas dalam pelaksanaa Disiplin Pegawai di lingkungan RSUP H Adam Malik. Adapun hal yang dilakukan oleh pimpinan RSUP H Adam Malik ialah membentuk komite etik dan hukum yang merupakan wadah non struktural. Anggotanya langsung dipilih dan diangkat oleh pimpinan atau Direktur Utama RSUP H Adam Malik dengan masa kerja 3 tahun, dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama, mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal menyusunan dan merumuskan medicoetikolegal dan etika pelayanan rumah sakit, penyelesaian masalah etik kedokteran, etik rumah sakit, serta penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit, pemeliharaan etika penyelenggaraan fungsi rumah sakit, kebijakan yang terkait dengan “ Hospital Bylaws “ serta “ Medical Staff Bylaws “, gugus tugas bantuan hukum dalam penanganan masalah hukum di rumah sakit.

Pimpinan atau Direktur Utama RSUP H Adam Malik juga melakukan tindakan pengawasan terhadap kinerja Pegawai di lingkungan RSUP H Adam Malik Medan.

Dewan Pengawas RSUP H.Adam Malik Medan adalah unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan yang diangkat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 351/Menkes/SK/II/2011 dengan masa kerja 5 (lima) tahun dengan tugas :

1. Melakukan pengawasan terhadap pengurusan Badan Layanan Umum (BLU) yang meliputi pelaksanaan rencana bisnis dan anggaran, rencana strategis bisnis jangka panjang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dokumen terkait