BAB III METODOLOGI PENELITIAN
C. DEFINISI OPRASIONAL
2. Work Family Conflict
pekerjaan dan kehidupan rumah tangga, depresi, cemas, tertekan, kelelahan
emosional, dan gangguan fisik. Dampak lain dari adanya work family conflict adalah rendahnya kepuasan kerja, meningkatkan absensi, menurunkan motivasi karyawan dan dalam jangka waktu tertentu dapat
mengakibatkan turnover.
Selain memiliki dampak negatif, work family conflict akan menciptakan dampak yang positif secara psikologis jika berhasil dikelola
dengan baik misalnya: membuat self estem menjadi lebih tinggi, membuat psikis lebih sehat dan lebih optimis (Obradovic et al., 2007). Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum work family conflict dapat menimbulkan dampak secara psikologis dan perubahan kinerja dari karyawan.
C. PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT
1. Definisi Perceived Organizational Support
Perlakuan-perlakuan dari organisasi kepada karyawan akan dilihat
sebagai stimulus yang dapat dipersepsikan sebagai bentuk dukungan dari
organisasi. Persepsi ini akan menciptakan tingkat kepercayaan tertentu atas
penghargaan dan perhatian yang diberikan organisasi terhadap kontribusi
karyawan dalam suatu perusahaan (Eisenberger et al., 2001).
Perceived organizational support dapat pula didefinisaikan sebagai kepercayaan yang dimiliki karyawan bahwa organisasi memiliki kepedulian
dan menghargai kontribusinya sebagai bagian dari kesuksesan organisasi
(Krishnan dan Mary, 2012). Menurut Rohades et al., (2002) perceived organizational support adalah persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan
mereka. Tingkat kepercayaan karyawan terhadap dukungan organisasi akan
didapatkan dari evaluasi mereka atas pengalaman dan pengamatan tentang
cara organisasi memperlakukan karyawannya secara umum (Eisenberger et al. 2001).
Maka dapat disimpulkan bahwa perceving organizational support
adalah persepsi karyawan mengenai dukungan yang diberikan oleh
2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perceived Organizational Support
Menurut Rhaodes dan Eisenberger (2002) faktor yang mempengaruhi
perceived organizational support sebagai berikut:
a. Fairness adalah perlakuan yang adil dari organisasi kepada setiap karyawannya
b. Supervisor Support adalah dukungan yang diberikan organisasi, baik komunikasi dua arah, melibatkan karyawan dalam pengambilan
keputusan, bantuan teknis yang diberikan kepada karyawan, pemberian
motivasi dan dorongan kepada karyawan dalam mengembangkan
pekerjaan yang mereka.
c. Organizational Reward dan Job Conditions, adalah dukungan organisasi seperti memberikan penghargaan, promosi, keamanan kerja, otonomi
tugas, pelatihan, organizational size, role stressor dan pay.
Menurut Jastin (dalam Shannock et al., 2006) perceived organizational support akan meningkat jika organisasi menerapkan beberapa hal berupa: pemberian penghargaan yang baik terhadap kinerja
karyawan, adanya peluang untuk peningkatan karir bagi karyawan dan
pembuatan kebijakan-kebijakan positif di tempat kerja. Sementara itu
menurut Shannock et al., (2006) perceived organizational support dapat ditentukan dengan cara: sikap organisasi terhadap ide-ide yang dilontarkan
oleh karyawannya, respon organisasi terhadap karyawan yang mengalami
masalah, dan perhatian organisasi terhadap kesejahteraan dan kesehatan
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa, faktor
yang mempengaruhi perceived organizational support adalah keadilan organisasi, dukungan dari atasan dan dukungan organisasi.
3. Pengukuran Perceived Organizational Support
Menurut Rhaodes dan Eisenberger (2002) perceived organizational support dapat diukur dari beberapa faktor yaitu: Fairness, Supervisor Support serta Organizational Reward dan Job Conditions.
Terdapat pula 15 kriteria yang dikembangan oleh Eisenberger et
al.,(1986) untuk mengukur perceived organizational support yaitu: a. Organisasi menghargai kontribusi karyawan
b. Organisasi tidak akan mencari orang lain untuk menggantinya dengan
gaji yang lebih rendah
c. Organisasi cukup memberi pengakuan kerja ekstra yang sudah
dilakukan
d. Organisasi mempertimbangkan secara sungguh-sungguh tujuan dan
nilai-nilai karyawan
e. Organisasi akan menanggapi keluhan karyawan
f. Organisasi menanggapi kepentingan karyawan ketika akan membuat
keputusan yang akan mempengaruhi karyawan
g. Organisasi bersedia memberikan bantuan bila karyawan menghadapi
kesulitan
i. Telah berhasil dengan baik dalam pekerjaan dan organisasi
memperhatikan
j. Organisasi mau membantu karyawan ketika memerlukan bantuan
khusus
k. Organisasi peduli dengan kepuasan kerja karyawan
l. Walaupun ada kesempatan organisasai tidak akan mengambil
keuntungan dari karyawan
m. Organisai menunjukkan perhatian yang cukup ke kaaryawan
n. Organisasi membanggakan keberhasilan yang sudah dicapai oleh
karyawan
o. Organisasi bersedia membuat pekerjaan menjadi semenarik mungkin.
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
perceived organizational support dapat diukur melalui keadilan organisasi, dukungan dari atasan dan beberapa bentuk dari dukungan organisasi. Dalam penelitian ini, perceived organizational support diukur menggunakan 3 faktor yaitu: Fairness, Supervisor Support serta Organizational Reward dan
Job Conditions sesuai dengan teori Rhaodes dan Eisenberger (2002).
4. Dampak Perceived Organizational Support
Menurut Rhaodes dan Eisenberger (2002) perceived organizational support akan menghasilkan dampak baik bagi karyawan dan organisasi.
Perceived organizational support akan meningkatkan kepuasan kerja,
support juga dapat meningkatkan komitment, peningkatan kinerja dan mengurangi turnover pada karyawan sehingga dapat mempengaruhi peningkatan mutu dari suatu organisasi.
Hal yang hampir sama dikatakan oleh Shannock (2006) bahwa
perceived organizational support mampu menciptakan komitmen terhadap organisasi, kepuasan kerja, kebanggaan terhadap perusahaan
serta mengurangi tingkat keluar masuknya (turnover) karyawan pada perusahaan. Dampak negatif yang terjadi bila karyawan di suatu
organisasi tidak merasakan perceived organizational support adalah ketidaknyamanan dalam melaksanakan tugas, ketidakpuasan kerja, tidak
ada komitmen serta tingkat keluar masuk yang tinggi (Kusendi, 2011).
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perceived organizational support dapat menimbulkan dampak positif jika dapat dikelola dengan baik dan dapat berdampak terhadap penurunan kinerja
karyawan bila tidak dirasakan oleh karyawannya.
D. KARYAWAN PERBANKAN
1. Definisi Karyawan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karyawan didefinisikan
sebagai semua orang yang mendapatkan gaji karena bekerja di suatu
lembaga tertentu baik kantor, perusahaan dan sebagainya (bahasa.
2. Pengertian Bank
Di dunia modern ini, bank memiliki peran dalam memajukan
pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Hampir semua sektor usaha
membutuhkan bank sebagai mitra dalam transaksi keuangan. Baik sektor
usaha organisasi maupun individu saat ini dan masa depan akan
membutuhkan bank sebagai pendukung aktivitas keuangan untuk
memperlancar usahanya. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10
tahun 1998, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk
kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka peningkatan taraf hidup
rakyat banyak (Ismail, 2010).
Menurut Budisantoso dan Nuritomo (2014), secara umum bank
memiliki fungsi sebagai perantara keuangan yang menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali dengan tujuan tertentu. Secara
spesifik, bank dapat berfungsi pula sebagai:
a. Agent Of Trust
Bank adalah lembaga yang landasaanya adalah kepercayaan baik dalam
hal penghimpunan dana maupun penyalurannya. Tantangannya adalah
membuat masyarakat percaya bahwa bank akan mengelola dananya dan
menyalurkan dengan baik.
b. Agent Of Development
Bank merupakan lembaga yang menyalurkan dana untuk pembangunan
tersebut membuat masyarakat dapat melakukan investasi, distribusi,
konsumsi barang dan jasa yang, yang selalu berhubungan dengan uang.
Kelancaran kegiatan tersebut yang akan membuat perekonomian
masyarakat.
c. Agent Of Service
Bank adalah lembaga yang mengatur pergerakan dana untuk
pembangunan ekonomi. Di samping melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa ke masyarakat.
Jasa yang ditawarkan berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang
berharga, pemberian jaminan bank dan penyelesaian tagihan.
Menurut Ismail (2010), bank dapat pula berfungsi sebagai lembaga
perantara keuangan yang menjebatani dua nasabah (pihak yang memiliki
dana dan membutuhkan dana). Bank menyalurkan dana dalam bentuk kredit
yang secara garis besar berbentuk investasi, modal kerja dan konsumsi.
Selain itu bank dapat menghimpun dana dalam bentuk simpanan giro,
tabungan, deposito dan penghimpunan dana yang lain.
3. Karyawan Perbankan
Karyawan perbankan adalah orang yang bekerja di bank dalam berbagai
posisi. Terdapat beberapa perbedaan struktur posisi pada bank di tingkat
kantor cabang dan kantor pusat. Bank yang berada pada kantor cabang
memiliki struktur posisi yang lebih sederhana dan memungkinkan adanya
cabang umumnya dipimpin oleh seorang pemimpin cabang dan wakil kepala
cabang. Terdapat lima bagian yang membantu kinerja dari bank tersebut
yaitu:
a. Bagian Pemasaran
Karyawang pada bagian ini secara umum bertugas memasarkan produk-
produk dari bank. Cara pemasarannya adalah dengan memberikan
informasi mengenai produk baru maupun produk bank yang telah lama
agar masyarakat mengetahui manfaat dan menggunakan produk
tersebut. Bagian pemasaran tersebut biasanya terbagi menjadi dua yaitu:
1) Account Officer (AO) yaitu karyawan pemasaran kredit
2) Funding Officer (FO) yaitu karyawan pemasaran dana dan jasa b. Bagian Administrasi Kredit atau Peminjaman
Karyawan pada bagian ini bertugas membantu nasabah dalam
administrasi meliputi pemantauan prosese dan prosedur pemberian
kredit. Bagian ini biasanya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1) Seksi Administrasi Kredit yaitu karyawan yang melakukan
administrasi dokumen peminjaman
2) Seksi Analisis Kredit yaitu karyawan yang melakukan analisis atas
permohonan kredit dari nasabah
3) Seksi Monitor Kredit yaitu karyawan yang memonitor
pengembangan usaha dan membayar bunga serta angsuran kredit
4) Seksi Asuransi yaitu karyawan melakukan administrasi untuk
5) Seksi Pelayanan Hukum yaitu karyawan yang melakukan
pembelaan hukum untuk bank maupun pegawai
6) Seksi Penagihan Tunggakan yaitu karyawan yang melakukan
administrasi pada kredit yang telah macet
c. Bagian Teknologi Asuransi
Karyawan pada bagian ini secara umum bertugas menjamin adanya
sistem akuntansi yang dapat dipergunakan untuk menunjang kegiatan
oprasional.
d. Bagian Operasional
1) Seksi Pelayanan Dana dan Jasa yaitu karyawan yang bertugas
memberi pelayan pada nasabah atau calon nasabah yang akan
menggunakan produk dana maupun jasa. Pelayanan tersebut dapat
berupa pemberian informasi maupun menerima berbagai keluhan
dari nasabah
2) Seksi Pelayanan Pinjaman atau Kredit yaitu karyawan yang
memberikan pelayanan dalam pencairan kredit, angsuran kredit,
pengitungan Bungan dan sebagainya.
3) Seksi Teller atau Kasir yaitu karyawan yang memberi pelayanan
kepada nasabah dalam penarikan maupun penyetoran uang, baik
e. Bagian Rumah Tangga
Karyawan pada bagian ini bertugas menyediakan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan bank. Mereka bertugas untuk menyiapkan ruangan
dan berbagai kebutuhan karyawan seperti minum atau makanan.
Menurut Mackenzie (dalam Jawa Pos National Network, 2013)
semenjak krisis ekonomi dua tahun yang lalu karyawan perbankan mulai
kerap bertemu nasabah yang menyalahkan mereka atas krisis keuangan yang
dialami. Studi yang dilakukan UNI Global Union yang berbasis di Swiss
menemukan lebih dari 80 persen perusahaan perbankan di 26 negara
melaporkan memburuknya kesehatan sebagai masalah yang dialami
pegawainya selama dua tahun terakhir akibat stres kerja. Berdasarkan
struktur kepegawaian bank, tampak bahwa hampir 80% karyawan
perbankan harus berhubungan langsung dengan pelanggan.
E. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA PERCEIVED ORGANIZATIONAL
SUPPORT, WORK F AMILY CONF LICT DAN STRES KERJA
1. Work F amily Conflict Sebagai Mediator
Terdapat beberapa penelitian yang mengkorelasikan antara work family conflict dengan stres kerja (Raharjo, 2009; Fujimoto et al, 2012),
work family conflict dengan perceived organizational support (Kusendi, 2011), perceived organizational support dengan stres kerja (Foley, 2005). Berdasarkan hubungan tersebut didapatkan bahwa stres kerja memiliki
conflict memiliki hubungan negatif dengan perceived organizational support dan perceived organizational support memiliki hubungan negatif dengan stres kerja.
Pada karyawan yang memiliki perceived organizational support
yang tinggi, maka tingkat work family conflictnya akan lebih rendah karena organisasi memberikan dukungan sehingga mereka lebih mampu
menyeimbangkan tuntutan dalam pekerjaan dan rumah tangga. Rendahnya
konflik antara pekerjaan dan keluarga yang terjadi pada work family conflict memungkinkan rendahnya stres kerja yang dialami karyawan tersebut (Casper et al., 2002).
Sementara itu pada karyawan yang memiliki perceived organizational support yang rendah, mereka akan memiliki work family conflict yang tinggi karena mereka akan kesulitan menyisipkan waktu antara tugas sebagai bagian dari keluarga di tengah-tengah kesibukanya
sebagai karyawan (Hyung Lee, 2013). Tingginya konflik antara pekerjaan
dan keluarga yang terjadi pada work family conflict memungkinkan tingginya stres kerja yang dialami pada karyawan. Terdapat pula penelitian
yang mengatakan bahwa work family conflict memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap stres kerja pada karyawan di Bank Rakyat
Indonesia Cabang Wates (Rosaputri, 2012).
Menurut Cooper dalam Rice (1999), kondisi pekerjaan dan struktur
organisasi adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan stres kerja.
terlibatnya karyawan dalam proses pengambilan keputusan, serta
kurangnya dukungan untuk kreativitas dapat menyebabkan karyawan
mengalami stres saat bekerja. Akan tetapi perceving organizational support dapat mengurangi tingkat stres kerja dari karyawa. Hal ini dikarenakan karyawan mampu merasakan bahwa organisasi memberikan
dukungan dan menghargai usaha yang mereka lakukan (Rhaodes dan
Eisenberger, 2002)
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa karyawan yang
memiliki perceived organizational support yang tinggi akan memiliki
work family conflict yang rendah dan cenderung memiliki stres kerja yang rendah. Sementara karyawan yang memiliki perceived organizational support yang rendah akan memiliki work family conflict yang tinggi dan cenderung memiliki stres kerja yang tinggi.
Gambar 1
Model Work F amily Conflict Sebagai Mediator
Perceived Organizational Support
Work Family Conflict
2. Work F amily Conflict Sebagai Moderator
Berdasarkan struktur hubungan antara perceived organizational support, work family conflict dan stres kerja, work family conflict sebagai moderator menunjukkan bahwa stres kerja terjadi karena adanya interaksi
antara perceived organizational support dan work family conflict. Oleh karena itu, hubungan antara perceived organizational support dengan stres kerja dimungkinkan untuk dimoderasi dengan work family conflict.
Hasil penelitian Purnomo (2001) menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara work family conflict dengan stres kerja. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tidak semua karyawan yang bekerja dan
sudah menikah mengalami stres kerja. Sehingga memungkinkan untuk
karyawan yang memiliki work family conflict yang tinggi atau rendah memiliki tingkat stres kerja yang tinggi atau rendah juga.
Pada penelitian Fitri (2013) diketahui bahwa pandangan mengenai
iklim organisasi dan terstruktur yang mendukung tidak memiliki hubungan
terhadap tinggi rendahnya stres kerja pada karyawan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa perceived organizational support yang tinggi belum tentu menghasilkan stres kerja yang rendah. Sebaliknya pula bahwa perceived organizational support yang rendah belum tentu menghasilkan stres kerja yang tinggi.
Karyawan yang memiliki perceived organizational support yang tinggi akan merasa bahwa organisasi mendukung. Dukungan organisasi
yang dialami oleh karyawan dan stres kerja yang dirasakan. Hal ini
dikarenakan meningkatnya rasa tanggung jawab seorang karyawan terhadap
pekerjaan yang menggangu hubungan pribadi sebagai bagian dari keluarga
dan stres kerja. Dan hal tersebut dapat berlaku sebaliknya apabila perceived organizational support menurun, makan dapat menurunkan work family conflict dan stres kerja pada karyawan. (Hyung Lee, 2013; Foley, 2005).
Pada sisi yang lain, karyawan yang memiliki perceived organizational support yang tinggi dapat menurunkan work family conflict yang sedang terjadi karena merasa didukung dan menjadi coping dan menurunkan stres kerja yang dialami (Somech dan Zahavy, 2012)
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
perceived organizational support yang tinggi dapat mengurangi atau meningkatkan work family conflict dan stres kerja pada karyawan. Akan tetapi penelitian ini belum diterapkan kepada karyawan bank secara khusus.
Gambar 2
Model Work F amily Conflict Sebagai Moderator
Work Family Conflict Perceived Organizational Support Work Family Conflict * Perceived Organizational Support Stres Kerja
F. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan penjelasan dinamika penelitian, maka muncul pertanyaan
apa peran work family conflict dalam sruktur hubungan antara perceived organizational support dengan stres kerja pada karyawan bank?
F ramework Work F amily Conflict Sebagai Mediator
Keterangangan:
POS = Perceived Organizational Support
WFC = Work Family Conflict
SK= Stres Kerja POS POS Tinggi POS Rendah WFC Rendah SK Rendah SK Tinggi WFC Tinggi
Gambar 4
F ramework Work F amily Conflict Sebagai Moderator
a) b) c) Perceived Organizational Support Tinggi
Work Family Conflict
Tinggi
Stres Kerja Rendah
Perceived Organizational Support
Rendah
Work Family Conflict
Tinggi
Stres Kerja Tinggi
Perceived Organizational Support
Tinggi
Work Family Conflict
Rendah
d)
e)
Perceived Organizational Support
Rendah
Work Family Conflict
Rendah
Stres Kerja Rendah
Perceived Organizational Support
* Work Family Conflict
Stres Kerja Tinggi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasi yang menghubungkan
variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan antara work family conflict dengan perceived organizational support, perceived organizational support dengan stres kerja, dan stres kerja dengan work family conflict. Berdasarkan struktur hubungan tersebut, peneliti juga ingin mengetahui peran work family conflict dalam hubungan antara perceived organizational support dengan stres kerja.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel Dependen : Stres Kerja
Variabel Independen :Work Family Conflict dan Perceived Organizational Support
C. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah suatu arti dari bentuk konstruk atau
variabel yang menetapatkan perilaku-perilaku yang diperlukan untuk
1. Stres Kerja
Stres kerja pada karyawan bank adalah keadaan dimana terjadi
interaksi antara kondisi kerja dengan pekerjaan yang mempengaruhi fungsi
normal baik fisik, psikologis dan perilaku. Stres kerja pada karyawan bank
ini dapat diukur berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada 4
aspek yaitu: Aspek Fisik (kondisi jasmani dan kesehatan), Aspek Emosi
(kondisi mental), Aspek Intelektual (konsisi yang berhubungan dengan
proses berpikir) dan Aspek Interpersonal (perilaku yang muncul pada
karyawan bank).
Stres kerja pada karyawan bank ini akan diukur menggunakan skala
stres kerja yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan keempat aspek di
atas. Tinggi rendahnya skor dari skala akan menggambarkan seberapa
tingkat stres dari karyawan bank. Semakin tinggi skor total pada Skala
Stres Kerja, maka semakin tinggi stres kerja yang dialami karyawan bank.
Sebaliknya semakin rendah skor total pada Skala Stres Kerja, maka
semakin rendah stres kerja yang dialami karyawan bank
2. Work F amily Conflict
Work family conflict adalah konflik yang terjadi pada karyawan bank ketika menjalankan perannya sebagai karyawan sementara di saat yang
bersamaan mereka harus menjalankan peran sebagai bagian dari suatu
bank ini dapat diukur menggunakan 2 aspek yaitu: Time Based Conflict
(konflik waktu) dan Strain Based Conflict (konflik harapan).
Work family conflict pada karyawan bank ini diukur menggunakan skala work family conflict yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan 2 aspek yang disebutkan di atas. Tinggi rendahnya skor total pada skala
menunjukkan tingkat work family conflict pada karyawan bank. Semakin tinggi skor total pada Skala Work Family Conflict, maka semakin tinggi tingkat work family conflict pada karyawan bank. Sebaliknya semakin rendah skor total pada Skala Work Family Conflict, maka semakin rendah tingkat work family conflict pada karyawan bank