• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

C. Zat yang Biasa Disalahgunakan, Gejala, Resiko,

3. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah zat atau bahan yang dapat menimbulkan gejala ketagihan atau adiksi (addiction) dan ketergantungan atau dependensi

(dependention). Zat adiktif terbagi atas beberapa jenis dan pembagiannya

berdasarkan cara pemakaian bahan tersebut seperti diminum (alkohol), dihirup (solvent), dimakan (magic mushrooms) (Sudirman, 2000).

B. Penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan napza menurut organisasi kesehatan dunia adalah pemakaian napza yang berlebihan, secara terus-menerus atau berkala di luar maksud medis atau pengobatan. Menurut Depkes RI, penyalahgunaan napza adalah pemakaian zat terus-menerus atau berkali-kali secara berlebihan dan tidak menurut petunjuk dokter. Penyalahgunaan napza dapat menimbulkan gangguan tertentu pada seseorang baik fisik maupun psikologik yang diikuti bahaya yang tidak diinginkan (Hawari, 2000).

Manifestasi penyalahgunaan obat dapat diketahui dari hal-hal sebagai berikut yaitu, terdapat tanda-tanda pemakai obat (penyalahgunaan obat), terjadinya keadaan putus obat (withdrawal syndrome atau sindroma abstinentia), terjadinya kelebihan dosis akut, adanya komplikasi medik (penyulit kedokteran), dan komplikasi lainnya (sosial dan legal) (Asikin,2002).

Asas manfaat dan resiko penggunaan psikotropika adalah, penggunaan psikoropika yang rasional akan mengakibatkan meredanya sasaran gejala dan

memberikan peluang untuk integrasi biologis dan sosial terapi psikososial akhirnya pemulihan dari keadaan sakit (Asikin,2002 ).

Penggunaan psikotropika yang tidak rasional akan mengakibatkan ketergantungan obat dan disintegrasi biologis psikologis dan sosial terjadi disabilitas akhirnya cacat yang makin lama makin berat (Maslim, 2000).

Ketagihan napza adalah keadaan dimana seseorang secara psikologis merasa ingin untuk menggunakan atau memakai kembali napza (Rahardja, 2002).

Ketergantungan napza adalah keadaan ketergantungan fisik maupun psikologik, yang ditandai oleh adanya toleransi dan gejala-gejala putus obat (Rahardja, 2002).

Tidak semua zat atau obat dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Zat atau bahan yang dapat menimbulkan ketagihan atau ketergantungan mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut :

a. keinginan yang tak tertahankan (unpowering desire) terhadap zat yang dimaksud, dan jika perlu dengan jalan apapun untuk memperolehnya.

b. kecenderungan untuk menambah takarannya (dosis) sesuai dengan toleransi tubuh.

c. ketergantungan psikik (psychological dependence), apabila pemakaian zat dihentikan akan timbul kecemasan, kegelisahan, depresi, dan lain-lain gejala psikik.

d. ketergantungan fisik (physical dependence), apabila pemakaian zat ini dihetikan, akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus obat (withdrawal syndrome) (Hawari, 1999).

1. Ciri-ciri penyalahguna napza

Ciri-ciri remaja atau anak yang mempunyai kemungkinan besar mengalami gangguan atau ketergantungan terhadap napza, adalah sebagai berikut:

a. sifat mudah kecewa dan kecenderungan menjadi agresif dan destruktif. b. perasaan rendah diri (low self-esteem).

c. tidak bisa menunggu atau bersabar yang berlebihan.

d. suka mencari sensasi, melakukan hal-hal yang mengandung resiko berbahaya berlebihan.

e. cepat bosan dan merasa tertekan, murung dan merasa tidak sanggup berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.

f. hambatan atau penyimpangan psikoseksual dengan akibat kegagalan. g. keterbelakangan mental.

h. cenderung mengalami gangguan kejiwaan, seperti kecemasan, obsesi, apatis, menarik diri dalam pergaulan, depresi, kurang mampu menghadapi stress atau sebaliknya hiperaktif.

i. kurangnya motivasi untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan atau pekerjaan atau bidang lapangan lainnya (Alatas, 2001).

2. Tingkatan ketergantungaan napza

Secara umum ketergantungaan terhadap napza dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut :

a. Ketergantungan primer,

ketergantungan primer ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian yang tidak stabil.

b. Ketergantungan simptomatis,

Ketergantungan simptomatis adalah penyalahgunaan napza sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian psikopatik (anti-sosial), kriminal, dan pemakaian napza untuk kesenangan semata.

c. Ketergantungan reaktif,

Ketergantungan reaktif adalah terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan teman kelompok sebaya (peer group pressure) (Hawari,1999).

Dilihat dari kebutuhan pemakaiannya, penyalahgunaan napza dapat digolongkan menjadi:

a. pemakaian coba-coba (experimental use) yang bertujuan hanya ingin mencoba memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti menggunakan dan sebagian lain meneruskan pemakaian.

b. pemakaian sosial (social use) yang bertujuan hanya untuk bersenang-senang (saat rekreasi atau santai). Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini, sebagian lagi meningkat ke tahap selanjutnya.

c. pemakaian situasional (situational use), pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu (ketegangan, kesedihan, kekecewaan) dengan maksud menghilangkan perasaan tersebut.

d. Penyalahgunaan (abuse), pemakaian sebagai salah satu pola penggunaan yang bersifat patologik atau klinis (menyimpang), minimal satu bulan lamanya, dan telah terjadi gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

e. ketergantungan (dependence), telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian zat dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya (Asikin, 2002).

3. Mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza

Mekanisme terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza dapat diterangkan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan organobiologik, psikodinamik, dan psikososial (Hawari, 2000).

a. Pendekatan organobiologik

Dari sudut pandang organobiologik (susunan saraf pusat) mekanisme terjadinya adiksi (ketagihan) hingga depedensi (ketergantungan) napza dikenal dengan dua istilah, yaitu gangguan mental organik akibat napza atau sindrom otak organik akibat napza, dan gangguan penggunaan napza termasuk didalamnya pengertian penyalahgunaan napza atau ketergantngan napza, yang lebih banyak menyoroti berbagai kelainan perilaku (behavior disorder) yang berkaitan dengan penggunaan napza yang mempengaruhi susunan saraf pusat (Hawari, 2000).

Teori yang mengemukakan tentang proses terjadinya adiksi (ketagihan) dan depedensi (ketergantungan) pada penyalahgunaan napza, antara lain sebagai berikut :

1) Conditioning theory berpendapat bahwa seseorang akan menjadi

ketergantungan terhadap napza apabila ia terus menerus diberi napza tersebut. Hal ini sesuai dengan teori adaptasi seluler (neuro-adaptation), tubuh beradaptasi dengan menambah jumlah reseptor dan sel-sel saraf bekerja keras. Jika napza dihentikan, sel-sel yang masih bekerja keras tadi mengalami

keausan, yang dari luar nampak sebagai gejala-gejala putus napza. Gejala ini memaksa orang untuk mengulangi pemakaian napza tersebut, demikianlah seterusnya (Hawari, 1999).

2) Kebanyakan napza berinteraksi dengan cara yang khas pada tempat sasaran dalam suatu sistem biologik di otak. Tempat itu dalam farmakologi disebut sebagai reseptor. Interaksi napza dengan reseptor biasanya bukan merupakan ikatan kovalen kimiawi, melainkan suatu interaksi yang lebih lemah (Hawari, 1999).

3) Gen berperan dalam ketergantungan terhadap alkohol, tetapi untuk jenis-jenis lainnya faktor gen sebagai etiologis masih lemah. Dalam hubungan dengan hal ini , secara umum contoh orang tua (parenteral example) lebih penting dari pada gen (sifat turunan) orang tua (parental genes) (Hawari, 1999).

b. Psikodinamik

Hasil penelitian Hawari pada tahun 1998 tentang penyalahgunaan napza menyatakan bahwa seseorang akan terlibat penyalahgunaan napza dan dapat sampai pada ketergantungan napza, apabila pada itu sudah ada faktor predisposisi, yaitu faktor yang membuat seseorang cenderung menyalahgunakan napza(Hawari, 2000 ).

Adanya faktor predisposisi ini belum cukup sehingga diperlukan faktor lain yang berperan serta dalam penyaahgunaan dan ketergantungan napza, yang disebut dengan faktor kontribusi(Hawari, 2001).

Bila faktor predisposisi dan faktor kontribusi ini sudah ada, maka diperlukan lagi faktor yang mendorong terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza, yaitu faktor pencetus (Hawari, 2001 ).

Dalam penelitian lebih lanjut disebutkan bahwa yang termasuk faktor predisposisi adalah gangguan kejiwaan yaitu gangguan kepribaian (anti-sosial), kecemasan, dan depresi. Sedangkan yang termasuk faktor kontribusi adalah kondisi keluarga yang terdiri dari tiga komponen yaitu keutuhan keluarga, kesibukan orangtua, hubungan interpersonal antar keluarga. Yang termasuk faktor pencetus adalah pengaruh teman sebaya dan napza itu sendiri (Hawari, 2001).

Proses terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza adalah hasil dari interaksi antara faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus yang dapat dilihat dalam bagan berikut (Hawari, 2001).

gambar 1. Skema terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan napza (Hawari, 2001)

C. Zat Yang Biasa Disalahgunakan, Gejala, Resiko, Dan Cara Pemakaian 1. Narkotika

Penyalahgunaan obat yang termasuk narkotika biasanya dilakukan oleh pengguna (user) yang telah lama melakukan penyalahgunaan obat. Gejala kelebihan dosis obat yang termasuk dalam golongan narkotika secara umum di tunjukkan dengan tiga gejala klasik, yaitu terjadinya pinpoin (pupil mata mengecil), pernapasan satu-satu dan koma. Sedangkan gejala-gejala kondisi putus

Faktor predisposisi 1. gangguan kepribadian (antisosial) 2. kecemasan 3. depresi. Faktor kontribusi 4. kondisi keluarga 4.1 keutuhan keluarga 4.2 kesibukan orang tua 4.3 hubungan interpersonal

Faktor pencetus

Teman kelompok(+NAPZA)

Penyalahgunaan NAPZA Penyalahgunaan NAPZA Ketergantungan NAPZA

obat ditandai dengan timbulnya agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, dan nyeri kepala. Bila pemakaiannya sangat banyak atau dalam dosis sangat tinggi maka akan terjadi konvulsi (kejang) dan koma. Keluar airmata (lacrimasi), keluar air dari hidung (rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkay, pupil yang berdilatasi, tekanan darah yang meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh yang sangat tinggi), gelisah, cemas, tremor, dan kadang-kadang psikosis toksik juga sering kali terjadi (Wresniwiro, 2000).

a. Golongan Opiat.

Sumber utama narkotik alami, berasal dari tumbuh-tumbuhan tahunan, berupa tumbuhan jenis terna di antaranya yang paling ternama adalah Asian poppy. Opioid adalah segolongan zat baik yang alamiah, semi sintetik, maupun sintetik yang kasiatnya dalam bidang kedokteran adalah sebagai analgetika (Yanny,2001). Ada juga yang menyatakan, opioid atau opiat merupakan hasil eksudat dan resin tanaman papaver putih (whitepoppy). Efek klinis lainnya adalah dapat menurunkan susunan saraf pusat, menurunkan sensasi nyeri, menunkan emosi, nyeri penurunan respirasi, sedasi, menimbulkan rasa lemah, miosis, mual atau muntah, konstipasi, pucat, euforia,pusing, drowsiness. Biasanya obat-obatan ini secara umum digunakan dengan cara dihisap, injeksi, peroral. (Suwarso, 2002).

Opium adalah getah berwarna putih susu yang keluar dari kotak biji tanaman Papaver somniferum (candu) yang belum masak. Dulu opium banyak digunakan untuk menghentikan diare, namun sekarang lebih banyak diolah untuk menghasilkan morfin dan kodein murni yang digunakan dalam bidang kedokteran.

Opioid semisintetik adalah opioid yang diperoleh dari opioid alamiah dengan perubahan sedikit kimiawi. Salah satu opioid semi sintetik yang paling dikenal adalah heroin. Heroin atau diamorphine adalah candu yang berasal dari

opium poppy (Papaver somniferum). Candu merupakan zat kebal tubuh yang

efektif dengan pengaruh penenang diri (sedatif), dengan menekan sistem saraf termasuk berpengaruh dalam memperlambat pernafasan dan memperlambat detak jantung, juga dapat memperbesar pembuluh darah tertentu, menciptakan perasaan hangat dan mengurangi diare. Ciri khusus pada pengguna candu adalah tertariknya atau terbatasnya bola mata (miosis). Beberapa zat turunan yang tergolong dalam kelompok ini adalah dilaudid, perkodan, etorfin (Yanny,2001).

Opioid sintetik bekerja dengan mekanisme kerja yang sama dengan morfin, meski begitu opioid sintetis tidak memiliki hubungan secara struktural dengan morfin. Zat-zat yang tergolong dalam kelompok opioid sintetik adalah meperidin (Demerol, Petidin), propoksifen (Darvon) (Yanny, 2001).

b. Ganja (Cannabis).

Nama yang sering digunakan adalah : grass, cimeng, ganja, dan gelek. Penggunaan napza jenis ini dengan dihisap, dengan cara dipadatkan lalu digulung menyerupai rokok atau bisa juga dengan menggunakan pipa rokok (Sudirman, 2000).

Ada beberapa jenis tanaman ini yang mempunyai efek sama tergantung pada iklim, keadaan tanah tempat cannabis itu ditanam dan kapan cannabis itu dipetik. Ganja dapat tumbuh hampir di semua tempat di seluruh penjuru dunia dan

ada beberapa negara yang tidak melarang adanya pertumbuhan tanaman sejenis ini (Sudirman, 2000).

Efek dari ganja tergolong sangat cepat, efek yang ditimbulkan oleh ganja adalah : cenderung merasa lebih santai, euforia atau rasa gembira yang berlebihan (mudah tertawa), perasaan waktu berlalu lambat, sering berfantasi, aktif berkomunikasi, mempunyai selera makan yang tinggi, lebih sensitif pada suatu hal yang sedang mereka hadapi, denyut nadi bertambah cepat, suhu badan naik, kering pada mulut dan tenggorokan (Sudirman, 2000)

Ciri-ciri yang mencolok pada orang yang keracunan ganja terdapat pada mata yang memerah dan bola mata yang turun. Pada pemakaian yang berlebihan cenderung akan membuat mereka merasa lemas, paranoia, perasaan gelisah yang berlebihan, rasa cemas, curiga yang tidak wajar, mengalami gangguan persepsi serta halusinasi dan konsentrasi terganggu. Tidak jarang juga dijumpai adanya

flash back pada pemakai dengan intensitas pemakaian tinggi. Tetapi tidak jarang pada pemakaian cukupan atau banyak sudah mengalami gangguan persepsi serta gangguan mental lainnya (Sudirman, 2000).

Bahaya yang ditimbulkan pada pemakaian napza jenis ini adalah : sesak nafas, bronkhitis dan kanker paru-paru. Efek samping ini timbul karena kadar tar yang sangat tinggi melebihi kadar tar yang ada pada tembakau. Tidak dapat disangkal bahwa hampir setiap orang yang terlibat napza jenis yang lebih berat, seperti heroin hingga pada taraf ketergantungan berawal dari penggunaan ganja (Sudirman, 2000).

c. Kokain

Nama populer dari kokain adalah putih, koka, coke, charlie, srepet, salju. Bentuk dari jenis ini berupa bubuk putih. Cara pemakaiannya adalah dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang memiliki permukaan yang rata, kemudian dihirup dengan menggunakan alat penyedot, seperti sedotan atau dengan cara dibakar dengan tembakau, yang sering disebut dengan cocopuff. Ada juga yang melalui suatu proses menjadi bentuk padat untuk dihirup asapnya, yang populer disebut dengan freebasing (Sudirman, 2000).

Penggunaan dengan cara dihirup akan beresiko kering dan luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Efek rasa dari pemakaian kokain ini mambuat si pemakai merasa segar, kehilangan nafsu makan, menambah rasa percaya diri juga dapat menghilangkan rasa sakit dan lelah (Sudirman, 2000).

Bagi yang menggunakan jenis ini secara terus menerus dan sudah mencapai taraf kecanduan, si pemakai akan susah mengontrol banyaknya dosis yang mereka konsumsi dan pada saat mereka berhenti memakai secara sengaja atau tidak sengaja ia akan menjadi lemas, tidak bergairah, lupa ingatan dan turunnya berat badan secara drastis. Juga menyebabkan si pemakai merasa gelisah, ketakutan berlebihan (paranoia), rasa cemas yang berlebihan dan susah tidur. Biasanya si pemakai jenis ini akan sulit untuk dapat menolong dirinya sendiri, karena penggunaan kokain akan menimbulkan rasa percaya diri yang berlebihan (Sudirman,2000).

Cara kerja kokain yaitu dengan mempengaruhi susunan saraf pusat, menimbulkan gangguan pada otak, timbul pengaruh pada kesadaran, akan timbul waspada berlebihan, perubahan elektrisitas atau listrik di otak. Timbul semacam reaksi pada hormon yang akan mengakibatkan ada kelainan pada manusia, kemudian menimbulkan euforia (Sudirman, 2000).

2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. a. Stimulansia

Dalam dosis rendah stimulantia menimbulkan peninggian kewaspadaan (increased alertness), perasaan segar-nyaman (well being), dan penekanan nafsu makan (anorexic). Toleransi terhadap efek-efeknya yang timbul cepat menyebabkan ketergantungan efeknya juga timbul dengan cepat, dan tidak jarang menimbulkan episode psikotik sesudah pemakaian dosis tinggi yang lama. Dalam bidang kedokteran digunakan dalam pengobatan narkolepsi, obesitas (karena efek penekanan nafsu makan), dan pengobatan keadaan depresi (Sudirman, 2000).

Gejala kelebihan dosis ditunjukkan dengan adanya perasaan panik, delirium, agitasi, euforia, dan sibuk seperti ingin perang. Bila belum ada toleransi dapat terjadi pula hyperpyrexia, arrhytmia, hipertensi, dan pelebaran pupil. Pada klien-klien dengan riwayat pemakaian yang lama dan dosis tinggi, tidak jarang terjadi halusinasi dan kecurigaan (paranoid idenation). Pemakaian secara intravena dapat disertai dengan kerusakan arteriole ginjal. Kelebihan dosis

biasanya dapat menimbulkan kejang-kejang, kolaps sirkulatoir, perdarahan otak dan koma, juga dapat berakibat kematian.

Gejala putus obat ditunjukkan dengan terjadinya keadaan depresi yang berat sesudah toksik akut, berkurangnya nafsu makan, combativeness, kecenderungan suicidal dan tidur untuk waktu yang lama (Wresniwiro, 2000). b. Amfetamin

Nama lain dari zat adiktif ini adalah : speed, uppers, whizz, billy dan sulphate. Jenis ini merangsang rasa gelisah dan membuat si pemakai susah tidur, bernafas cepat seperti habis lari dan jantung berdebar-debar. Juga membuat si pemakai merasa sangat energik terkadang membuat rasa kelelahan yang berlebihan dan menimbulkan rasa percaya diri. Pemakaian dalam dosis kecil jenis ini dapat mempengaruhi suasana hati secara drastis, apatis, temperamental, mengakibatkan iritasi pada kulit dan tidak dapat beristirahat dengan tenang, karena jenis ini memberikan energi ekstra yang sesaat tetapi pada hari berikutnya setelah efek rasanya hilang si pemakai akan mengalami gangguan daya ingat untuk sementara waktu (Sudirman, 2000).

Ciri-ciri orang yang keracunan zat ini, seperti: rasa gembira, rasa harga diri meningkat, banyak bicara, waspada berlebihan, denyut jantung cepat, pupil mata melebar, tekanan darah naik, berkeringat atau rasa dingin, mual hingga muntah, emosi yang tidak stabil, gangguan daya nilai realita (Sudirman,2000)

Pemakaian terus-menerus dalam jangka yang panjang akan menyebabkan si pemakai insomnia, timbul rasa ketakutan yang berlebihan dan gangguan ringan pada kejiwaan. Fisik si pemakai akan berangsur-angsur memburuk karena kurang

tidur dan kurang makan, pemakaian yang sangat berat akan menimbulkan depresi. Ada yang berbentuk bubuk berwarna putih dan keabu-abuan, digunakan dengan cara dihirup atau disuntikkan. Sedangkan yang berbentuk tablet diminum dengan air. Penggunaan dengan cara menyuntik jika jarum suntiknya digunakan secara bersama-sama akan mengakibatkan tertularnya virus HIV, Hepatitis A, B, C dan infeksi lainnya. Efek yang timbul karena zat ini menyerang saraf pusat dan juga dapat menyerang jantung, mengakibatkan rasa berdebar dan nyeri di dada juga pada pernafasan akan menimbulkangangguan pada pencernaan, seperti kram perut dan rasa mual (Sudirman, 2000).

Pada fase pemutusan obat si pemakai akan mengalami suatu kondisi yang sangat mengganggu karena keinginan yang kuat akan pemakaian obat tersebut. Pada saat ini perlu ada dukungan yang kuat atau treatment dalam bentuk

psikoterapi (terapi kejiwaan), diperlukan suatu bimbingan yang cukup panjang agar si pemakai tidak memakai kembali (Sudirman, 2000).

c. Metamfetamine

Metamphetamine atau lebih dikenal dengan nama shabu-shabu menyerang saraf dan menimbulkan efek rasa gelisah, sulit tidur pernafasan pendek, jantung berdebar, si pemakai akan merasa enerjik dan kehilangan nafsu makan (Sudirman, 2000).

Efek farmakodinamik metamfetamin serupa dengan amfetamin, bedenya pada perbandingan antara efek sentral dan efek perifer (Setiawati,1995).

d. Sedativa Hipnotika

Di dunia kedokteran terdapat jenis obat yang berkhasiat sebagi obat tidur (sedativa/hipnotika) yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturat atau senyawa lain yang khasiatnya sama. Golongan ini tidak termasuk narkotika melainkan termasuk psikotropika golongan IV (Hawari, 2001).

Golongan sedativa/hipnotika ini sangat membantu bagi pengobatan mereka (klien) yang menderita stress dengan gejala-gejala kecemasan dan gangguan tidur (insomnia). Penggunaan obat jenis ini harus di bawah pengawasan dokter dan hanya dibeli dengan resep dokter di apotik (golongan daftar G) (Hawari, 2001).

Penggunaan sedativa/hipnotika izin yang seharusnya sebagai pengobatan (medicine) bila disalahgunakan dapat juga menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan), apalagi bila dosisnya melampaui batas (overdosis) (Hawari, 2001).

Penyalahgunaan napza jenis ini dapat menimbulkan gangguan mental bagi pemakainya dengan gejala-gejala sebagai berikut :

1) Gejala Psikologik:

Emosi labil, hilangnya hambatan dorongan atau impulse seksual dan agresif. Yang bersangkutan kehilangan pengendalian diri sehinggan sering terlibat tindak kekerasan dan hubungan seks bebas sampai pada pemerkosaan. mudah tersinggung dan marah, banyak bicara (melantur).

2) Gejala Neurologik (saraf) :

Pembicaraan cadel (slurred speech), gangguan koordinasi, cara jalan yang tidak mantap, dan gangguan perhatian dan daya ingat.

3) Efek perilaku maladaptif

Perilaku maladaptif adalah perilaku tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Misalnya gangguan daya nilai realitas, perkelahian, halangan/hendaya (impairment) dalam fungsi sosial atau pekerjaannya dan gagal bertanggungjawab (Hawari, 2001).

Bagi mereka yang sudah ketagihan napza jenis ini, bila pemakaiannya dihentikan akan timbul gejala putus sedativa/hipnotika yaitu berupa gejala-gejala ketagihan dan ketergantungan sebagai berikut : mual dan muntah, kelelahan umum atau keletihan, hiperaktivitas saraf otonom, misalnya berdebar-debar, tekanan darah naik dan berkeringat, kecemasan (rasa takut dan gelisah), gangguan alam perasaan (afektif/mood) atau iritabilitas, misalnya murung, sedih atau mudah tersinggung dan marah, hipotensi ortostatik (tekanan darah rendah bila yang bersangkutan berdiri), dan tremor kasar (gemetar) pada tangan, lidah dan kelopak mata (Hawari, 2001)

Sindrom putus sedativa/hipnotika merupakan gejala yang tidak mengenakkan baik secara psikis maupun fisik, untuk mengatasinya yang bersangkutan harus menelan tablet sedativa/hipnotika dengan dosis semakin bertambah dan semakin sering (Hawari, 2001).

3. Zat Adiktif

Solvents atau yang sering disebut dengan uap gas biasa digunakan dengan cara dihirup, merupakan jenis zat adiktif yang dapat diperoleh di mana saja. Dan biasanya yang memakai zat ini adalah orang yang hanya mau mencoba dari kalangan bawah dan sering ditemukan pada usia di bawah umur (Sudirman, 2000).

Inhalant atau solvents merupakan peralatan rumah tangga atau hasil

produksi industri, jika dihirup melalui melalui hidung atau dihisap melalui mulut, dapat dengan cepat mengakibatkan keracunan zat (mabuk) (Anonim, 1999).

Penggunaan solvents dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan kerusakan organ secara permanen (seperti kerusakan hati, sumsum tulang, jantung). Ketergantungan solvents yang cukup berat pada masa kehamilan dapat berakibat serius terhadap janin dan hampir sama dengan sindrom keracunan alkohol (seperti kerusakan otak, kerusakan wajah, dan pertumbuhan terhambat). Resiko untuk cidera maupun kematian cukup besar dapat terjadi pada orang menyalahgunakan solvents. Jika anak-anak atau remaja yang kurang berpengalaman mengalami keracunan solvents akan melakukan tindakan yang berbahaya maupun tindakan yang gegabah. Kematian juga dapat terjadi sebagai akibat serangan jantung, kejang dan muntah-muntah karena sakit kepala yang hebat (Anonim a, 1999).

Ciri-ciri orang yang keracunan karena pemakaian solvents antara lain : rasa gembira, agresivitas, emosi yang tidak stabil, sehingga mudah berkelahi,

gangguan daya ingat, halusinasi ringan, bicara cadel, kekurangan zat asam sehingga kulit membiru, pusing (Sudirman, 2000).

Contoh dari solvents antara lain : amyl nitrite atau butyl nitrite (pada pembersih head video), benzene (pada bensin), butane atau propane (pada isi korek gas dan hair spray atau cat pilox), freon (pada lemari es), methylene chloride (pada penghapus cat), nitrous oxyde, toluene (pada penghapus cat, bensin, tipe-ex), trichlorethylene (Leshner, 2000).

Walaupun solvents dapat ditemukan di tempat umum dan dijual bebas

Dokumen terkait