• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zat aditif terdiri dari dua macam, yaitu aditif sintesis (aditif buatan) nitrat, peroxidedan bioaditif (berasal dari tumbuhan). Telah banyak penelitian dalam melakukanreformulasi bahan bakar ini. Terobosan yang semakin tajam dalam pemilihan aditifpada bahan bakar adalah aditif organik (bioaditif) yang berasal dari tumbuhanalam. Indonesia merupakan produsen utama beberapa minyak esensial, sepertiMinyak Nilam (Patchouli Oil), Minyak Akar Wangi (Vertiver Oil), Minyak SerehWangi (Cintronella Oil), Minyak kenanga (Cananga Oil), Minyak Kayu Putih(Cajeput Oil), Minyak Sereh Dapur (Lemon Grass), Minyak Cengkeh (Cloves Oil),Minyak Cendana (Sandal wood Oil), Minyak Pala (Nutmeg Oil), Minyak KayuManis (Cinamon Oil), Minyak Kemukus(CubeOil) dan Minyak Lada (PepperOil)(Kadarohman.2009).

Alternatif untuk meningkatkan efisiensi hasil pembakaran bahan bakar danmengurangi pencemaran adalah mereformulasi bahan bakar dengan zat aditif yangberfungsi untuk memperkaya kandungan oksigen dalam bahan bakar mengemukakan zat aditif‘penyedia oksigen’ pada bahan bakar solar berperan untuk meningkatkan bilangan setana (cetane number), sehinggapembakaran menjadi lebih sempurna.Minyak atsiri dapat larut dalam minyak solar dan hasil analisis terhadapkomponen penyusunnya banyak mengandung atom oksigen (Kadarohman.2003),yang diharapkan dapat meningkatkan pembakaran bahan bakar dalam mesin.Hallain yang cukup penting dari struktur senyawa penyusun minyak atsiri, adalahterdapat senyawa dalam bentuk siklis dan rantai terbuka, yang diharapkan dapatmenurunkan kekuatan ikatan antar molekul penyusun solar sehingga prosespembakaran akan lebih efektif. Berdasarkan uraian di atas penting untuk diteliti

mengenai karakterisasi bioaditif dari minyak nilam serta uji kinerjanya terhadap mesin diesel yang menggunakan bahan bakar biosolar.

2.6. Pemakaian Bioaditif terhadap Bahan BakarBiosolar

Golongan senyawa yang dapat digunakan sebagai aditif bahan bakar biosolar diantaranya adalah golongan minyak atsiri. Golongan minyak atsiri biasanya mengandung senyawa aromatis. Pada umumnya biosolar yang mengandung kadar aromatis yang tinggi memiliki berat jenis besar dan bilangan setana yang lebih rendah. Namun demikian minyak cengkeh, sereh, kayu putih, terpentin terbuktik memberi hasil yang baik karena mempunyai ukuran molekul besar dan molekulnya mengandung atom oksigen.Minyak ini dapat larut dalam bahan bakar, dan dari hasil analisis terhadap komponen penyusunnya banyak mengandung oksigen yang dapat meningkatkan laju pembakaran, sehingga pembakaran bahan bakar dalam mesin menjadi lebih sempurna. Hal lain yang cukup penting dari ruang struktur senyawa penyusun minyak tersebut yaitu berada dalam rantai terbuka yang dapat menurunkan kekuatan ikatan antar molekul penyusun bahan bakar sehingga proses pembakaran akan lebih efektif dan sempurna. Aditif bahan bakar diesel sangat dianjurkan sebagai penyokong untuk meningkatkan performan mesin, irit bahan bakar tenaga yang dihasilkan besar dan mengurangi tingkat emisi gas buang dan ramah lingkungan (Silaban. 2010)

Beberapa jenis zat aditif dengan kandungan oksigen berbeda-beda yang telah diujicobakan pada suatu penelitian didapatkan bahwa masing-masing zat aditif tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda. Dari beberapa penelitian sebelumnya penambahan aditif berbasis senyawa nitrat pada solar yang diblending dengan biodisel

untuk mendapat bahan bakar baru emisi rendah dan hemat pemakaian (Munawir.2006). Minyak cengkeh juga memiliki potensi untuk dijadikan bioaditif karena memiliki kinerja tinggi dalam menurunkan laju komsumsi bahan bakar sebesar 4,43 % (Kadorahman.2009).Emisi gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga terjadi pencemaran

lingkungan (tidak ramah lingkungan) pengaruh zat aditif dapat menurunkan emisi gas buang sehingga pencemaran udara dapat diperkecil .

2.7. Emisi Gas Buang

Proses pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar merupakan serangkaian proses kimia yang melibatkan campuran bahan bakar berupa HC dengan oksigen. Proses pembakaran ini menghasilkan empat macam gas buang, berupa CO2, CO, NOx, dan HC. Keempat macam gas buang ini terbentuk pada proses pembakaran sempurna dan tidak sempurna. Proses pembakaran bahan bakar dengan udara dapat menghasilkan panas, dan untuk memperbanyak panas yang dihasilkan pada saat pembakaran maka dapat dilakukan dengan cara menyepurnakan proses pembakaran. Penyempurnaan proses pembakaran dapat dilakukan dengan cara memberikan udara lebih pada saat proses pembakaran dan dengan cara menyempurnakan proses percampuran bahan bakar dengan udara melalui turbulensi yang baik. Dengan demikian akan diperoleh hasil pembakaran yang optimal dan sebagai konsekuensinya akan diperoleh panas pembakaran yang lebih besar dibandingkan dengan proses pembakaran normal. Hal ini dapat menghemat penggunaan bahan bakar yang di bakar untuk menghasilkan panas pembakaran(Silaban.2010)

Untuk menghasilkan tenaga pada kendaraan bermotor memerlukan reaksi kimia berupa pembakaran senyawa hidrokarbon. Hidrokarbon yang biasa digunakan adalah oktana. Pada dasarnya, reaksi yang terjadi adalah: C8H18 + 25O2 8CO2 + 9H2O. Ini adalah pembakaran yang terjadi secara sempurna walaupun masih terdapat polutan, yaitu karbon dioksida (CO2). Tetapi pada praktiknya, pembakaran yang terjadi tidak selalu sempurna, yaitu karbon yang tidak berikatan sempurna dengan oksigen sehingga terdapat sisa karbon monooksida (CO) yang menjadi polutan berbahaya Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang ketat, ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu senyawa HC, CO, CO2, O2 dan senyawa NOx. Sedangkan pada negara-negara yang standar emisinya tidak terlalu

ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2,

termasuk Indonesia. (Amril. 2010).

2.7.1. Hidrokarbon

Hidrokarbon yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya BBM yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Walaupun rasio

perbandingan antara udara dan bahan bakarsudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari BBM seolah-olah tetap dapat “bersembunyi” dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi. (Naibaho.2009)

2.7.2. Karbon Monoksida (CO)

Gas karbonmonoksida adalah gas yang relative tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain. Karbon monoksida, dapat diubah dengan mudah menjadi CO2 dengan bantuan sedikit oksigen dan panas. Saat mesin bekerja dengan AFR yang tepat, emisi CO pada ujung knalpot berkisar 0.5% sampai 1% untuk mesin yang dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2.5% untuk mesin yang masih menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection sistem atau CC, maka CO dapat dibuat serendah mungkin mendekati 0%. (Naibaho.2009)

2.7.3. Karbon Dioksida (CO2

Konsentrasi CO

)

2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang

bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2

berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2 berada dibawah 12%, maka kita

harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus. Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila

CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran pipa

pembuangan. (Naibaho.2009).

2.7.4. Oksigen (O2

Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO

)

2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar

oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bahan bakar dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bahan bakar dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bahan bakar seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna. (Naibaho.2009).

2.7.5. Pengendalian Emisi Gas Buang

Tingkat polusi udara dari mesin kenderaan tidak hanya di pengaruhi

Oleh teknologi pembakaran yang diterapkan dalam sistim itu saja tetapi juga dipengaruhi oleh mutu bahan bakar yang dipakai. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh pembakaran kenderaan bermotor pada umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan . Untuk mengatasi kenderaan bermotor diesel yang menghasilkan emisi gas buang yang relatif besar sehingga terjadi pencemaran lingkungan ( tidak ramah lingkungan) dipergunakan bahan bakar yang dapat menurunkan emisi gas buang sehingga pencemaran udara dapat diperkecil atau bahan bakar ini ramah lingkungan . Sesuai Keputusan Menteri Lingkungan hidup no 141 tahun 2003 dimana untuk standar CO : 4 %, HC : 500 ppm, CO2:12 % dan O2 : 2 %.

2.8.

GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu Kromatografi gas (GC) untuk menganalisis

jumlah senyawa secara kuantitatif dan SpektrometriMassa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit.Gas kromatografi merupakan salah satu tehnik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.

Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.

Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data lebih akurat dalam mengidentifikasi senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya.Kromatografi gas ini juga mirip dengan destilasi fraksinasi, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih atau tekanan uap. Namun destilasi fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala besar sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang lebih kecil

Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium. Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik anlitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan indentitas atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem tidak bagus.Pada metode analisis GC-MS adalah dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung tersebut.Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak senyawa, terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel.

Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam instrument spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada grafik yang berbeda.Informasi yang diperoleh dari kedua tehnik ini yang digabung dalam instrument GC-MS adalah hasil dari masing-masing spektra.Untuk spektra GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relative dari senyawa sampel tersebut (Guenther. 1990)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat

Peralatan yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah Seperangkat alat destilasi uap (Sthal) , timbangan, satu set alat pembuatan biodisel dan untuk menganalisa komposisi minyak atsiri, hasil campuran minyak nilam dan biosolar di gunakan GC-MS dan uji karakteristik seperangkat alat mengukur viskositas, seperangkat alat mengukur Flash Point , Piknometer untuk mengukur densisity dan autogas Analyzer untuk mengukur emisi gas buang .

3.1.2. Bahan

Penelitian ini menggunakan bahan daun nilam segar diperoleh dari Pakpak Barat, RBDPO ,bahan bakar solar produksi Pertamina , aquades, Metanol, KOH dan Natrium Sulfat Anhidrat.

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Pengolahan Minyak Nilam

Daun nilam basah sebanyak 200 g dibersihkan, dirajang, dan di timbang kemudian di destilasi dengan menggunakan alat destilasi uap (Sthal).Minyak yang diperoleh dari destilasi Stahl masih mengandung air sehingga dilakukan penambahan Natrium Sulfat Anhidrat untuk mengikat airnya kemudian dipisahkan dengan menggunakan speed, hasil minyak nilam yang diperoleh dianalisa komposisi dengan menggunakan GC-MS dan selanjutnya digunakan dalam pencampuran biosolar( biodisel + solar ).

3.2.2.Proses Pembuatan Biodisel dari RBDPO

Metanol yang digunakan sebesar 30% dari volume RBDPO direaksikan dengan KOH yang jumlahnya 1 % dari berat RBDPO dalam botol aspiratur, dan diaduk pada

kecepatan 2000 rpm. Reaksi metanol + KOH dan RBDPO dijaga suhunya sekitar 60 – 650C selama 3 jam, aduk dengan menggunakan pengaduk mekanik pada kecepatan 2000 rpm.Setelah reaksi terjadi akan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas adlah Fatty acid Methyl Ester (FAME) atau biodisel, sedangkan lapisan bawah adalah gliserin dipisahkan kedua lapisan dengan menggunakan corong pemisah.Biodisel dicuci dengan menggunakan air untuk menghilangkan ekses metanol kemudian dipisahkan didalam corong pemisah selanjutnya tambahkan dengan Na2SO4 anhidrat dan disaring,

filtrat adalah biodisel dari RBDPO.

3.2.3. Proses Pencampuran

Setelah dilakukan pencampuran dengan berbagai komposisi,minyak nilam+biodisel+solar dimana jumlahminyak nilam yang digunakan 1 %,2 %, 3 % dan 4 % ditambah biosolar ( 800 ml solar + 200 ml biodisel) setelah itu dilakukan uji GC-MS untuk mengetahui komposisi kimianya, viskositas, density, titik Nyala, dan emisi gas buang.

3.2.4. Analisis dan pengujian Hasil Pencampuran minyak nilam dan biosolar 3.2.4.1. Penentuan Densitas (Density)

Densitas atau berat jenis fluida adalah suatu perbandingan antara massa suatu zat dengan volumenya. Densitas adalah salah satu variabel untuk menentukan :

Kerapatan suatu fluida (�) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volum

Ρ

=mv

Dimana :� = rapat massa ( kg/m3

m = massa (kg)

)

v = volume (m3)

3.2.4.2. Penentuan Viskositas

Sebanyak 75ml sampel (m.nilam + biosolar ) kedalamnya dimasukkan higrometer untuk mengukur SG . Dimasukkan media pemanas kedalam wadah bagian luar

viskometer Redwood dan dipasang thermometer. Ditutup konp penutup aliran dan kemudian sampel dimasukkan sampai tanda batas. Disambungkan kabel arus listrik kemudian alat dipanaskan hingga suhu 40oC. Setelah suhu 40o

Perhitungan untuk menghitung Viskositas

C arus listrik dimatikan kemudian knop penutup dibuka dan ditampung ke flash glass sampai tanda batas sambil di hidupkan stopwatch. Jika sampel telah sampai batas ,stopwatch dimatikan dan di catat waktunya.

1. Kecepatan alir V = SG x t Dimana : V : Kecepatan alir SG : spesific grafity t : waktu (dtk)

2. Perhitungan Viskositas Kinematik (VK) VK = waktu alir x faktor pengali Redwood Dimana : VK = viskositas kinematik (cm2 Faktor pengali = 4,10

/dtk)

3. Perhitungan Viskositas Viskositas = VK x ρ

Dimana : VK : Viskositas kinematik (cm2

Ρ : Densitas (gr/cm

/dtk)

3

)

3.2.4.3. Pengujian Titik Nyala

Sebanyak 75 ml sampel dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup disambungkan kabel arus listrik dan kemudian alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Diatur kuat arus sebesar 2 Ampere. Dihidupkan pengaduk dan dinyalakan api. Dipasang thermometer analisa dilakukan setiap kenaikan 10C. Jika sampel sudah memperlihatkan adanya nyala api, maka di catat temperaturnya.

3.2.4.4. Penentuan kadar air

Sebanyak 5 g biodisel dimasukkan ke dalambotol timbang, kemudian dikeringkan dengan ovenpada suhu 105oC sebelum dimasukkan ke desikator dan ditimbang sampai berat konstan. Berkurangnya berat sampel dinyatakan sebagai beratair yang menguap dari sampel.

3.2.4.5 .Prosedure Pengujian Emisi Gas Buang

Pengujian emisi gas buang yang dilakukan meliputi kadar HC, CO,CO2dan NO2

Prosedur Pelaksanaan Pengujian Emisi Gas Buang

yang terdapat pada hasil pembakaran bahan bakar. Pengujian ini dilakukan bersama dengan pengujian unjuk kerja motor disel dimana gas buang yang dihasilkan oleh mesin kerja pada saat pengujian diukur untuk mengetahui kadar emisi dalam gas buang. Pengujian emisi gas buang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat Auto Logic gas Analizer.

1. Dinstall software Autogas Analyzer pada notebook

2. Dirangkai alat Autogas Analyzer dan menghubungkannya dengan notebook

3. Dipanaskan mesin uji selama beberapa menit agar kondisinya stabil 4. Diset range pengambilan data setiap 10 detik untuk selama 100 detik 5. Dihubungkan sensor alat uji emisi gas buang ke lubang knalpot mesin 6. Disimpan data emisi gas buang berupa CO2, CO, HC, O2

7. Untuk mengganti / memvariasikan bahan bakar maka langkah yang harus dilakukan: dan NOx

a. Dimatikan mesin uji

b. Dibersihkan tangki dan filter bahan bakar dari sisa-sisa bahan bakar sebelumnya Ditinggu waktu sekitar 5 - 10 menit agar tangki, filter dan selang aliran bahan bakar c. Ditunggu waktu sekitar 5 - 10 menit agar tangki, filter dan selang aliran bahan bakar

bersih dari sisa bahan bakar sebelumnya

d. Dimasukkan bahan bakar yang baru ke dalam tangki bahan bakar e. Ditunggu sekitar 15 detik agar bahan bakar sampai ke filter bahan bakar f. Dihidupkan mesin sekitar 5 menit agar kondisi stabil

3.3. Skema Penelitian

3.3.1. Diagram alir perolehan minyak nilam

Nilam (segar)

Alat destilasi uap (sthal)

Residu (Ampas) Destilat (Minyak Nilam+ Air) dirajang

ditimbang

didestilasi

+ Na2SO4 anhidrat

Minyak Nilam Air

Analisis GC-MS Hasil Analisis dibersihkan dipisahkan Minyak Nilam Na2SO4.xH2O Dipisahkanmengunakan speed

3.3.2. Diagram Alir Proses Produksi Biodisel

KOH 1 % dari berat RBDPO

30 % metanol dari volume RBDPO

Temperatur 60 – 65 oC (diaduk3 jam, 2000 rpm)

Didiamkan sampai pada suhu kamar

Dicuci dgn aquades 3 kali

Ditambah Na2SO4

Disaring

anhidrat

Digunakan untuk pencampuran dengan solar

RBDPO Hasil Proses Lapisan atas (biodisel) Lapisan bawah (gliserol) Lapisan atas (biodisel) Lapisan bawah (air) HASIL Uji GC-MS ,density, viskositas, titik nyala,

3.3.3. Rasio Pencampuran Minyak Nilam dengan Biosolar. Minyak nilam (1%,2%,3%,4% Biosolar (solar+biodisel) 8 : 2 (v/v) Minyak nilam + biosolar Hasil - Density - Viskositas - Titik nyala Emisi gas buang

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HasilAnalisisdenganGC – MS dari Minyak Nilam

Minyak Nilam yang diperolehmelalui penyulingan secara hidrodestilasi setelah dianalisis dengan GCdiperolehkromatogram GC sebanyak 15puncaksenyawa(gambar 4.1) dan spektrum MS dari minyak nilam ( lampiran 8 ) dengan komposisi senyawa pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Kompisisi jenis Senyawakimiahasilanalisa GC-MS yang terhadap pada minyak nilam

No. Peak

RT (menit) Massa Rumus Senyawa [Rumus Molekul Nama Senyawa % Area 1 2,270 58 C3H6O Propanon 22,33 2 8,357 136 C10H16 Beta-Pinene 0,87 3 16,784 204 C15H24 Beta-Caryophyliene 1,64 4 17,157 204 C15H24 Seychellene 1,35 5 17,456 202 C15H22 1,5-dimetyl-4-hexenyl 9,59 6 17,860 204 C15H22 Beta-Bisabolen 1,27 7 18,889 220 C15H24O Caryophylen Oksida 1,62 8 19,413 - - - 0,77 9 19,622 - - - 8,02 10 19,700 - - - 1,62 11 19,810 - - - 6,04 12 20,005 222 C15H26O Patchouli Alkohol 33,44 13 20,937 - - - 3,52 14 21,107 152 - - 5,31 15 21,907 204 C15H24 Alpha Humulene 2,63

Masing-masing struktur dari senyawa yang ditemukan pada minyak nilam adalah seperti pada gambar 4.2

H3C C O CH3 Propanone H3C H3C CH3 CH2 beta-caryophyliene H3C H3C CH2 Beta-Pinene CH3 CH3 CH3 Seychellene Alpha-curcumen H3C H C CH3 H2 C H2 C C H C CH3 CH3 CH3 OH H3C CH3 H3C Patchouli Alkohol C H3C CH2 H2 C H2 C C H C CH3 CH3 beta-bisabolene O CH3 CH3 H3C H2C Caryophylen Oksida CH3 CH3 CH3 CH3 alpha humulene

Gambar 4.2 Struktur masing-masing senyawa yang ditemukan dalam minyak nilam

4.1.1 Senyawa Propanon

Hasil analisis spektroskopi MS dari senyawa propanon memberikan spektrum seperti pada gamabar 4.3

a)

b)

Gambar 4.3 Spektrum MS senyawa propanon yang terdapat dalam minyak nilam

Keterangan : a. Sampel

b. Standart library

Senyawa ini memberikan RT 2,270 menit sebanyak 22,33 %. Hasil MS memberikan puncak ion molekul pada m/e = 58 (M)+ diikuti puncak hanya fragmentasi pada m/e = 43 (M-CH3)+ yang merupakan puncak dasar. Berdasarkan standard libary bahwa

senyawa tersebut memiliki rumus molekul C3H6O yang merupakan senyawa

propanon.Secara hipotesa berdasarkan spektrum MS pola fragmentasi puncak-puncak yang diberikan seperti pada gambar 4.4 :

CH + e 3 – CO – CH3 [ CH3 – CO – CH3 ] +. � �⁄ = 58 –. CH - 2e O 3 CH3 – C � �⁄ = 43 Gambar 4.4 Pola fragmentasi senyawa Propanon

4.1.2. Senyawa Caryophylen Oksida

Hasil analisis spektroskopi MS dari senyawa Caryophylen Oksida memberikan spektrum seperti pada gambar4.5

a)

b)

Gambar 4.5 Spektrum MS senyawaCaryophylen Oksida dari minyak nilam

Keterangan : a. Sampel

b. Standart library

Senyawa ini memberikan RT 18,889 menit sebanyak 1,62 % Hasil analisa MS memberikanspektrum masa dengan puncak ion molekul pada m/e = 220 yang merupakan massa rumus relatif dari caryophylen oksida (C15H24O)di ikuti

puncak-puncak fragmentasi pada m/e = 177(M-CH3-C=O), m/e 149 (177-C2H4), m/e= 109

(149-C3H4) m/e= 79 (109-C2H6) dan puncak dasar m/e=41 (79-C3H2).Secara

hipotesis berdasarkan spektrum MS pada pragmentasi dari senyawa tersebut ( gambar 4.6)

O CH2 CH3 CH3 CH3 (C15H24O) +1e - 2e O CH2 CH3 CH3 CH3 m/e = 220 (C15H24O) -C2H3O CH2 CH3 CH3 m/e = 177 (C13H21)+ -C2H4 CH2 m/e = 149 (C11H17)+ -C3H4 m/e = 109 (C8H13)+ -C2H6 m/e = 79 (C6H7)+ -C3H2 m/e = 41 (C3H5)+ Gambar 4.6 Pola fragmentasi senyawa Caryophylen Oksida

4.1.3 Patchouli Alkohol

Hasil analisis spektroskopi MS dari senyawa Patchouli Alkoholmemberikan spektrum seperti pada gambar 4.7

a)

b)

Gambar 4.7 Spektrum MS senyawaPatchouli Alkohol dari minyak nilam

Senyawa ini memberi RT 20,005 menit sebanyak 33,44 % . Hasil MS memberikan puncak ion molekul pada m/e= 222 yang merupakan Mr dari patchouli alkohol (C15H26O) diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e = 207 (M-CH3) , m/e =189 (207-H2O), m/e = 147 (189-C3H6),dengan puncak dasar m/e = 83 (147-C5H4).Secara hipotesis berdasarkanspektrum Mspada fragmentasi dari senya tersebut ( gambar 4.8)

CH3 CH3 OH CH3 CH3 (C15H26O) + 1e - 2e CH3 CH3 OH CH3 CH3 m/e = 220 (C15H26O) CH3 CH3 OH CH3 CH3 m/e = 207 (C14H23O)+ - H2O CH3 CH3 CH3 m/e = 189 (C14H21)+ - C2H4 CH3 CH3 m/e = 161 (C12H17)+ CH3 m/e = 147 (C11H15)+ -C3H6 -C5H4 m/e = 83 (C6H11)+

4.2 .Analisa Bahan Biodisel dari RBDPO

Analisa yang dilakukan terhadap bahanRifineryBleaching Deodorization Palm Oil (RBDPO) meliputi analisa kadar asam lemak bebas (ALB) dan analisa kadar air hasil analisa dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2. Hasil Analisa bahan biodisel dari RBDPO

Parameter %

Asam lemak Bebas (ALB) 0,11

Kadar Air 0,12

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas bahan biodisel yang diperoleh sebesar 0,11 % , dimana kadar ALB masih di bawahbatas maksimum 1 % untuk proses transesterifikasi. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi , dapat meningkatnya reaksi samping pada reaksi transesterifikasi yaitu reaksi penyabunan yang dapat mengakibatkan pembentukan emulsi pada campuran ester dan gliserol sehingga sukar dipisahkan.

Kadar airyang diperoleh sebesar 0,12 % , kadar air yang tinggi akan mengakibatkan reaksi akan berjalan sangat lambat atau terhenti dan kemungkinan terjadi reaksi hidrolisis semakin besar yang dapat mengakibatkan konversi transesterifikasi semakin kecil.Pembuatan biodiesel RBDPO dilakukansecaratransesterifikasi (metanolisis) menggunakankatalisbasa KOH..Dari hasilpenelitianrendemenmetil ester (biodiesel) yang diperoleh ≥ 98 %.

4.3. Hasil pengujian Biodisel, Solar dan Bahan aditif minyak nilam terhadap Biosolar

Tabel 4.3 Hasil pengujian Biodisel, Solar dan Bahan aditif minyak nilam terhadap biosolar

No Para Meter Uji Biodisel Solar Bahan aditif terhadap biosolar 0,1% 0,2% 0,3% 0,4% 1 Densiti ( kg/m3) 866 825 854 854,6 855 856 2 Viskositas Kinematik 400C (cSt) 3,78 2,02 2,648 2,741 2,798 2,849 3 Titik Nyala ( 0C ) 140 65 80 80 79 79 4 Kadar Air ( % ) 0,045 0,05 - - - -

Hasil uji tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dokumen terkait