• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELESTARIAN ALAT MUSIK TRADISIONAL GAMOLAN PEKHING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELESTARIAN ALAT MUSIK TRADISIONAL GAMOLAN PEKHING"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Eva Rohmaniyah

Alat musik tradisional Gamolan Pekhing adalah benda budaya yang berasal dari Desa Sekala Brak, Lampung Barat, yang harus tetap terjaga keberadaannya dan wajib dilestarikan. Gamolan Pekhing dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat Desa Sekala Brak. Selain itu, Gamolan Pekhing juga sebagai karya intelektual yang dihasilkan dari kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia, yang harus memperoleh perlindungan berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji tentang dasar perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing, tata cara memperoleh perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan akibat hukum perlindungan terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing.

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan yang bersumber pada data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Data yang sudah terkumpul kemudian diolah. Selanjutnya, data dianalisis secara kualitatif dan kemudian dilakukan pembahasan.

(2)

Eva Rohmaniyah

memperoleh hak cipta atas ekspresi budaya tradisional maka harus dilakukan pencatatan. Pencatatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam UUHC yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengajuan permohonan, pemeriksaan dan penerbitan surat pencatatan ciptaan. Dengan dilakukan pencatatan tersebut, maka Gamolan Pekhing telah terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan memberikan kepastian hukum terhadap status Gamolan Pekhing yang hak ciptanya dimiliki oleh negara.

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELESTARIAN ALAT MUSIK TRADISIONAL GAMOLAN PEKHING

Oleh

Eva Rohmaniyah

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cintamulya, Lampung Selatan pada tanggal 1 September 1993, yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara yaitu dari pasangan Bapak Ahmad Subahri dan Ibu Siti Rohmah.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Mathlaul Anwar Cintamulya pada tahun 1999. Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar Cintamulya yang diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama di MTs Mathlaul Anwar Cintamulya yang diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di MAN 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Mahasiswa melalui Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP).

(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin, pujisyukur kepada-Mu Allah SWT dan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW

yang selalu kita harapkan syafaatnya di hari akhir kelak. Penulis persembahkan karya ini

kepada kedua orang tuaku tercinta:

Ayahandaku Ahmad Subahri dan Ibundaku Siti Rohmah

Yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, perjuangan keras serta doa yang selalu dipanjatkan untuk kebrhasilanku. Terimakasih karena telah

(8)

MOTTO

“Tanpa manusia, budaya tidak ada, namun lebih penting dari itu, tanpa budaya, manusia tidak akan ada”

(Clitford Geetz)

“Segala ilmu pengetahuan tidak lebih dari kemurnian berpikir setiap hari”

(Albert Einstein)

(9)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Alhamdulillahirobbil’alaamiin, puji syukur selalu penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul Perlindungan Hukum terhadap Pelestarian Alat Musik Tradisional Gamolan Pekhing”, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(10)

3. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., L.LM., selaku Dosen Pembahas II yang juga telah memberikan saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

4. Ibu Rilda Murniati, S.H. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

5. Ibu Siti Nurhasanah, S.H, M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan motivasi dan masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

6. Ibu Maya Shafira S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang selanjutnya digantikan oleh ibu Erna Dewi, S.H., M.S., selaku Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

7. Bapak I wayan Sumerta Dana Arta (Wayan Moccoh) selaku Kasi Kebudayaan dan Pariwisata di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung dan Bapak Syafril Yamin selaku Seniman Lampung serta Bapak Budi Suprianto selaku pemandu wisata di Museum Lampung telah banyak membantu dalam penelitian dan penyediaan data untuk penulisan skripsi ini.

(11)

9. Teristimewa untuk keluargaku, mbakku Ashfiyah, Ummi Muallimah, Nurul Hidayati serta adikku Muhammad Rizqi Hidayat yang memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada penulis. Tanpa kasih sayang dan doa kalian semua ini bukan apa-apa.

10. Teruntuk sahabat Suroto dan Alfi Zahrul Fuadah yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis serta selalu menemani dalam setiap kebersamaan yang tak kan pernah terlupakan.

11. Teman-teman seperjuanganku, anak-anak bimbingan Bu Rilda, Yuniar, Birsye, Chelsi, Rani, dan teman-teman Fakultas Hukum caca “Elsha”, Toriqi, Fitri Agista, Ibet, Lia, Dian, Desi, Herra, Clara, Bram, Priska, Laras, Maya, Ferinda, Miranti, Yunika, Yulia, Tria, Tari, Tiara, juga adik-adikku tercinta Nazyra, Nana, Denti, Oca, Ria, Satya, serta semua teman-temanku yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamannya.

12. Untuk Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. I Wayan Sumerta Dana Arta Menabuh Gamolan Pekhing ... 42 Gambar 2. Gambar Bentuk Fisik Gamolan Pekhing ... 42 Gambar 3. Gamolan Pekhing di Museum Lampung ... 43 Gambar 4. Syafril Yamin merupakan Seniman dan Pengrajin Gamolan

(13)

DAFTAR ISI

B. Tinjauan Umum Hak Kekayaan Intelektual ... 10

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ... 10

2. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual ... 12

3. Pendaftaran Hak kekayaan intelektual ... 13

C. Tinjauan Umum Hak Cipta ... 15

1. Pengertian Hak Cipta, Pencipta dan Ciptaan ... 15

2. Ciptaan Yang Dilindungi ... 16

3. Hak Cipta Atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui ... 18

D.Pelestarian ... 19

E. Ekspresi Budaya Tradisional ... 20

F. Gamolan Pekhing ... 22

1. Cara Pembuatan Gamolan Pekhing ... 22

(14)

a. Fungsi Gamolan Pekhing secara Manifes ... 24 A.Dasar Perlindungan Hukum terhadap Alat Musik Tradisional Gamolan Pekhing ... 38

1. Perlindungan Hukum terhadap Alat Musik Tradisional Gamolan Pekhing berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ... 39

2. Perlindungan Hukum terhadap Alat Musik Tradisional Gamolan Pekhing berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ... 47

B.Tata Cara memperoleh Perlindungan Hukum terhadap Alat Musik Tradisional Gamolan Pekhing ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ... 51

1. Pengajuan Permohonan…... 54

2. Pemeriksaan ………. 55

3. Penerbitan Surat Pencatatan Ciptaan……… 56

C.Akibat Hukum Perlindungan terhadap Alat Musik Tradisional Gamolan Pekhing ... 59

1. Terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan ... 61

2. Memberikan Kepastian Hukum ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang kaya dengan keanekaragaman etnik, banyak melahirkan cita rasa seni yang berwujud pada berbagai jenis budaya hasil karya manusia. Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki tiga wujud. Pertama, budaya sebagai suatu rangkaian ide, gagasan, nilai-nilai, dan norma serta peraturan. Kedua, kebudayaan sebagai serangkaian aktifitas kelakuan manusia yang berpola dalam masyarakat. Ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.1 Berdasarkan pengklasifikasian ini, dapat dilihat adanya suatu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan antara ketiga wujud budaya tersebut, yang awalnya hanya berupa ide atau gagasan kemudian dituangkan ke dalam serangkaian kegiatan dan akhirnya menghasilkan benda-benda hasil karya manusia.

Ada banyak benda budaya hasil karya manusia yang berada di sekitar kita, salah satunya adalah benda budaya yang berada di Provinsi Lampung yaitu alat musik tradisional Gamolan Pekhing. Menurut Wirdati Ali yang dikutip dalam I Wayan Sumerta Dana Arta, Gamolan Pekhing atau biasa disebut Cetik merupakan instrumen musik yang terbuat dari bambu yang berasal dari daerah Lampung

1

(16)

2

Barat, tepatnya di Desa Sekala Brak, Kecamatan Batu Brak. Menurut sejarahnya, pada abad ke-17 musik ini dibuat oleh Bujang Khapok atau Bujang Tua dari daerah Sekala Brak Lampung Barat.2 Gamolan Pekhing ini dulunya dibuat hanya untuk sarana pelipur lara dan untuk mengisi kekosongan di waktu luang. Memainkannya dengan cara dipukul dan bunyinya dihasilkan dari ketukan atau pukulan pada badan alat musik.3

Gamolan Pekhing dibuat dari bambu betung yang khusus dari Sekala Brak, yang ditanam diperkebunan atau ladang, bukan bambu yang di hutan. Gamolan Pekhing memiliki nada unik yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Lampung dan juga di Indonesia. Nada dalam Gamolan Pekhing yaitu do, re mi, sol, la, si, biasa disebut dengan laras pelog enam nada. Teknik bermain Gamolan Pekhing juga khas, tangan kanan bergerak memainkan melodi, sementara tangan kiri berfungsi sebagai ketukan atau rhythm. Dibandingkan dengan alat musik tradisional di daerah Jawa sangat berbeda, karena kedua tangan bergerak beriringan, sedangkan di Bali, satu tangan berfungsi sebagai bas dan tetap mengikuti tangan kiri.4

Di tempat asalnya, Gamolan Pekhing tidak begitu berkembang dan dipakai hanya pada saat acara adat, baik acara kematian, menyambut tamu agung atau terhormat dan acara perkawinan, sehingga dikhawatirkan generasi berikutnya tidak mengenal Gamolan Pekhing lagi dan hanya menjadi barang pajangan atau menjadi kisah sejarah saja. Apalagi jika melihat pada langkanya pemain atau

2

I Wayan Sumerta Dana Arta,Gamolan Pekhing: Musik Bambu dari Sekala Berak, Bandar Lampung: Sekelek Institute Publishing House, 2012, hlm. 6.

3

Hasil wawancara dengan Budi Suprianto, pemandu wisata Museum Lampung pada 6 September 2014 pukul 10.44 WIB

4

(17)

3

narasumber yang sekarang ada, tidak banyak orang yang dapat membawakan atau memainkan Gamolan Pekhing.5 Kelangkaan ini disebabkan karena masyarakat Lampung kurang memiliki kepedulian atau kurang rasa memiliki terhadap Gamolan Pekhing sebagai salah satu budaya mereka. Saat ini hanya ada satu pengrajin yang masih membuat alat musik tersebut, ia bernama Syafril Yamin dan ia dijuluki sebagai Rajo Cetik. Menurut Syafril Yamin, seni budaya harus tetap dilestarikan terutama alat musiknya, karena unsur dari kesenian tidak terlepas dari alat musik.6

Alat musik tradisional Gamolan Pekhing merupakan salah satu benda budaya yang harus tetap terjaga keberadaannya dan wajib dilestarikan. Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwasanya benda-benda budaya itu harus dilestarikan, karena menurut ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Cagar Budaya menyatakan bahwa salah satu tujuan pelestarian cagar budaya adalah untuk melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia. Oleh karena itu, Gamolan Pekhing perlu dilestarikan sebagai perwujudan terlaksananya tujuan dari undang-undang tersebut.

Gamolan Pekhing merupakan suatu benda yang bersifat tangible form atau benda yang dapat dilihat dengan kasat mata. Gamolan Pekhing dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat Lampung terutama masyarakat Desa Sekala Brak. Hal ini disebut sebagai hak komunal (communal right). Menurut Wahyu Sasongko, istilah hak komunal mendekati pada unsur-unsur indikasi geografis (IG), yaitu

5

Arta,Gamolan, hlm. 6.

6

(18)

4

mengaitkan antara faktor manusia dan faktor geografis atau wilayah mereka tinggal.7 Produk IG sebagian besar dibuat atau dihasilkan oleh masyarakat yang tinggal atau berdiam dalam suatu lokasi tertentu, kemudian bahan-bahan yang digunakan pun berasal dari lingkungan alam di sekitar desa tempat mereka tinggal dan proses pembuatannya pun tidak terlalu rumit dengan peralatan sederhana, sehingga terkesan unik dan menarik. Barang-barang dengan ciri-ciri seperti itu dapat disebut sebagai barang-barang atau produk tradisional.8 Produk-produk tradisional seperti ini harus dilindungi karena merupakan karya intelektual yang dihasilkan dari kemampuan berpikir yang dimiliki oleh manusia.

Apabila dilihat dari kriteria-kriteria di atas, maka produk-produk tradisional ini merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual yang dapat dilindungi oleh undang-undang. Sehubungan dengan hal itu, pemerintah sebenarnya telah mempunyai ketentuan mengenai perlindungan terhadap suatu karya cipta yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disingkat UUHC).

Pada dasarnya, hak kekayaan intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah dilakukan pendaftaran (pada UUHC yang baru disebut pencatatan), akan tetapi ketentuan dalam UUHC menentukan lain, yakni sejak seorang pencipta itu melahirkan suatu ciptaan maka secara langsung ciptaan tersebut dilindungi oleh undang-undang walaupun tanpa pencatatan. Apabila suatu ciptaan itu telah lahir

7

Wahyu Sasongko,Indikasi Geografis: Studi Tentang Kesiapan Indonesia Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Produk Nasional, Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung, 2012, hlm. 42.

8

(19)

5

maka penciptanya merupakan pemegang hak cipta atas ciptaan tersebut dan sudah dilindungi undang-undang. Lain halnya dengan Gamolan Pekhing sebagai ciptaan yang dimiliki secara bersama-sama atau sebagai hak komunal yang diwariskan dari leluhur terdahulu. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa Gamolan Pekhing merupakan ekspresi budaya tradisional. Ekspresi budaya tradisional adalah karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan dan dipelihara oleh kustodiannya.9

Dalam ketentuan UUHC sebenarnya terdapat pengaturan mengenai ekspresi budaya tradisional. Dalam ketentuan itu, dinyatakan bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara. Dalam rangka melindungi ekspresi budaya tradisional, pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin Negara Republik Indonesia sebagai pemegang hak cipta.10 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak misi kebudayaan Negara Indonesia. Namun demikian, untuk meningkatkan kepastian hukum terhadap Gamolan Pekhing sebagai suatu ciptaan, maka Gamolan Pekhing perlu dilindungi lebih jauh lagi berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam UUHC.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian mengenai perlindungan hukum terhadap pelestarian alat musik

9Modul Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Berbasis Muatan Lokal,< http://kebudayaan.kemdikbud.go.id> diakses 17 Desember 2014, pukul 07.47 WIB.

10

(20)

6

tradisional Gamolan Pekhing, yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul:

Perlindungan Hukum terhadap Pelestarian Alat Musik Tradisional

Gamolan Pekhing”.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa dasar perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing?

2. Bagaimana tata cara memperoleh perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?

3. Bagaimana akibat hukum perlindungan terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing?

C. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup masalah dalam penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu.

1. Ruang Lingkup Bidang Ilmu

(21)

7

2. Ruang lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan membatasi ruang lingkup kajian ini pada lingkup perlindungan hukum terhadap pelestarian alat musik tradisional Gamolan Pekhing.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di atas, adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Memperoleh deskripsi lengkap dan rinci tentang dasar perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing.

b. Memperoleh deskripsi lengkap dan rinci tentang tata cara memperoleh perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. c. Memperoleh deskripsi lengkap dan rinci tentang akibat hukum pendaftaran

hak cipta terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat penelitian ini ada 2 (dua) macam yaitu: a. Kegunaan Teoritis

(22)

8

(1) Secara teori penelitian ini memberikan informasi dan menambah wawasan dalam bidang musik karena Gamolan Pekhing sebagai alat kesenian yang teknik bermainnya berbeda dengan yang lainnya yaitu menggunakan nada do, re, mi, sol, la, si atau disebut dengan laras pelog enam nada.

(2) Penelitian ini memberikan informasi mengenai perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional yang bentuk perlindungannya berbeda dengan ciptaan yang lainnya.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis merupakan kegunaan yang secara langsung dapat bermanfaat, yaitu:

(1) Secara praktis penelitian ini dapat menambah koleksi bahan bacaan mengenai Gamolan Pekhing.

(23)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum

Secara etimologi, kata perlindungan berasal dari kata lindung (berlindung) yang berarti bersembunyi (berada) di tempat yg aman supaya terlindung, kemudian dikembangkan menjadi kata perlindungan yang berarti tempat berlindung; hal (perbuatan) memperlindungi.11 Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu dapat saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Sedangkan kata hukum berarti peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.12

Menurut Wahyu Sasongko, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum.13 Terdapat 2 (dua) konsep perlindungan yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon yaitu:14

a. Perlindungan hukum preventif , yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan terhadap pelestarian Gamolan Lampung.

11

http://kbbi.web.id/ diakses 28 November 2014, pukul 13.42 WIB

12

http://kbbi.web.id/ diakses 28 November 2014, pukul 13.42 WIB

13

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung, 2007, hlm. 31.

14

(24)

10

b. Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Misalnya perlindungan hukum terhadap klaim negara tetangga atas budaya tradisional Negara Indonesia.

Menurut Abdulkadir Muhammad, perlindungan hukum merupakan upaya preventif yang diatur oleh undang-undang guna mencegah terjadi pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual oleh orang yang tidak berhak. Apabila terjadi pelanggaran, upaya preventif menjadi upaya represif, yang berarti pelanggaran hak orang lain itu harus diproses secara hukum.15

Dari pengertian di atas, maka dapat ditafsirkan bahwa perlindungan hukum yang sesuai untuk melindungi Gamolan Pekhing adalah perlindungan hukum preventif. Hal ini dilakukan dengan cara membuat suatu peraturan untuk melindungi Gamolan Pekhing.

B. Tinjauan Umum Hak Kekayaan Intelektual

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat HKI merupakan terjemahan dari intellectual property rights. Dalam sebuah literatur, HKI dapat diartikan dari sisi ekonomi yang diartikan sebagai aset. Aset ini berupa aset tidak berwujud (intangible asset). Dengan memahami HKI sebagai aset tidak berwujud, maka

15

(25)

11

HKI diperlakukan sama dengan aset lainnya, seperti aset berwujud (tangible asset)16.

Secara terminologi hak kekayaan intelektual terdiri dari dua suku kata, yakni hak kekayaan dan intelektual. Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapat perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual berdasarkan kegiatan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa. Jadi hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan berpikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.

Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) merupakan hak yang melekat pada suatu produk/barang hasil karya manusia yang harus dilindungi oleh hukum.17 Menurut World Trade Organization (WTO) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak-hak yang diberikan kepada orang per orang terkait dengan hasil karya yang diciptakannya. Pemberian hak ini bukan tanpa batasan waktu, akan tetapi dibatasi oleh kurun waktu tertentu.18 Menurut beberapa ahli, definisi Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut :

16

Aunur Rohim Faqih, et.al., HKI, Hukum Islam, & Fatwa MUI, Yogyakarta: graha Ilmu, 2010, hlm. 5.

17

Taryana Sunandar, Perlindungan HAKI Di Negara-Negara ASEAN, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm. 1.

18 Iwan Irawan, “Pentingnya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Bagi Perkembangan

(26)

12

a. W.R Cornish, memberi rumusan sebagai berikut Intellectual Property Rights protects applicants of ideas and informations that are of commercial value.19 b. Sri Rejeki Hartono mengemukakan, bahwa hak milik intelektual pada

hakekatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan undang-undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.20

c. David Brainbridge: Intellectual property law is that area of law which concern legal right assorted with creative effort or commercial reputation and

goodwill.21

Jadi hakikat HKI adalah adanya suatu kreasi (creation). Kreasi ini mungkin dalam bidang kesenian (Art) atau dalam bidang industri ataupun dalam bidang ilmu pengetahuan atau kombinasi antara ketiganya.22

2. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Kemunculan HKI pada dasarnya mendapat sambutan yang baik dari beberapa negara karena keberadaanya yang sedikit banyak mendukung bagi negara tersebut. Namun penggunaan istilah HKI dalam masalah ini masih sangat luas karena bidang-bidangnya yang tercakup dalam beberapa ruang yang melingkupinya. Hak kekayaan intelektual ini merupakan suatu hak milik yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan maupun

19

W.R Cornish, sebagaimana dikutip dalam Sentosa Sembiring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 14.

20

Sri Redjeki Hartono sebagaimana dikutip dalam Sembiring, Prosedur, hlm. 14.

21

Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 26.

22

(27)

13

dalam bidang seni dan sastra. Pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya, yaitu diantaranya berupa ide.23

Hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat terbagi dalam dua kategori yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri.24 Hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Sedangkan hak kekayaan industri meliputi:

a. Paten (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten); b. Merek (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001Tentang Merek);

c. Desain Industri (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu);

e. Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang);

f. Varietas Tanaman Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

3. Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual

Pendaftaran adalah perbuatan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual suatu negara dan konvensi-konvensi internasional tentang Hak Kekayaan Intelektual. Dalam hubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual, pendaftaran adalah kegiatan pemeriksaan dan pencatatan setiap Hak Kekayaan

23

Arif Lutviansori, Hak Cipta Dan Perlindungan Folklore Di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 52.

24

(28)

14

Intelektual seseorang oleh pejabat pendaftaran, dalam buku daftar yang disediakan untuk itu, berdasarkan permohonan pemilik/pemegang hak, menurut syarat-syarat dan tata cara yang diatur undang-undang, dengan tujuan untuk memperoleh kepastian status kepemilikan dan perlindungan hukum. Sebagai bukti pendaftaran, diterbitkan Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual.25 Menurut ketentuan UUHC yang baru, kata pendaftaran diganti dengan kata pencatatan, akan tetapi makna dari kedua kata ini tetap sama.

Menurut ketentuan UUHC, setiap Hak Kekayaan Intelektual wajib dilakukan pencatatan. Pencatatan yang memenuhi persyaratan dan tata cara undang-undang menimbulkan pembenaran dan pengesahan atas Hak Kekayaan Intelektual seseorang. Dengan kata lain, pencatatan merupakan cara memperoleh hak secara formal atas kekayaan intelektual. Pencatatan merupakan upaya hukum guna memberikan kepastian hukum tentang status kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual seseorang. Melalui pencatatan, undang-undang menetapkan kepemilikan yang dibuktikan dengan sertifikat. Dengan demikian, akan diketahui dan diakui pemilik sah atas suatu kekayaan intelektual. Di samping memberikan kepastian hukum, pencatatan juga bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum. Prinsip undang-undang hanyalah mengakui Hak Kekayaan Intelektual yang terdaftar. Konsekuensinya, undang-undang hanya akan melindungi Hak Kekayaan Intelektual yang terdaftar, sedangkan yang tidak terdaftar status kepemilikannya dianggap tidak mempunyai kepastian hukum. Dengan demikian, tidak ada perlindungan hukum secara formal. Namun, undang-undang hak cipta tidak mengharuskan pencatatan, tetapi hanya menganjurkannya. Apabila ciptaan

25

(29)

15

dilakukan pencatatan, pencipta/pemegang hak cipta akan memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum. Ciptaan yang tidak dilakukan pencatatan tetap dilindungi asalkan pencipta/pemegang hak cipta dapat membuktikan bahwa dialah pencipta yang sebenarnya (original author) bila ada pihak lain yang mengakui ciptaan itu.26

C. Tinjauan Umum Hak Cipta

1. Pengertian Hak Cipta, Pencipta dan Ciptaan

Hak cipta dapat diartikan sebagai hak milik yang melekat pada karya-karya cipta di bidang kesusteraan, seni dan ilmu pengetahuan seperti karya tulis, karya musik, lukisan, patung, karya arsitektur, film, dan lain-lain. Pada hakikatnya, hak cipta adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mengeksploitasi dengan berbagai cara terhadap karya cipta yang dihasilkannya.27 Ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) merumuskan pengertian hak cipta yaitu hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pada rumusan Pasal 1 Angka 1 UUHC, mengenai hak cipta sebagai hak eksklusif perlu penjelasan lebih jauh lagi. Hak cipta itu adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga pemegang hak dapat mencegah orang lain dapat meniru atau memperbanyak karyanya. Pengertian ini

26

Muhammad, Kajian, hlm. 164.

27

(30)

16

sering ditafsirkan sebagai hak monopoli atau hak yang bersifat mutlak, padahal tidak demikian.28

Ketentuan dalam Pasal 1 Angka 2 UUHC merumuskan pengertian pencipta adalah

seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 2 UUHC tersebut dapat disimpulkan bahwa pencipta adalah

orang-perorangan, akan tetapi, dalam hal suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya,

badan hukum bisa dianggap sebagai penciptanya.29 Setelah pengertian hak cipta dan pencipta, terdapat pula pengertian ciptaan dalam UUHC. Ketentuan Pasal 1 Angka 3 UUHC merumuskan pengertian ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan.

2. Ciptaan yang Dilindungi

Istilah “ciptaan” dapat dikatakan terjemahan dari kata “creation”.30 Eddy Damain

menyebut ciptaan sebagai hasil olah pikir manusia, WIPO Glossary memakai istilah intellectual creation. Konvensi Bern memakai kata work untuk menyebutkan karya-karya cipta yang dilindungi. UUHC memakai kata “ciptaan” yang diartikan sebagai hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.31 Ketentuan dalam Pasal 40

(31)

17

Ayat (1) UUHC dijelaskan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g. karya seni terapan; h. karya arsitektur; i. peta;

j. karya seni batik atau seni motif lain; k. karya fotografi;e.com

l. Potret;

m. karya sinematografi;

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

(32)

18

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

r. permainan video; dan s. program komputer.

3. Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak Diketahui

Hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui diatur dalam Pasal 39 UUHC. Ketentuan pasal 39 UUHC merumuskan hal-hal sebagai berikut:

a. Dalam hal ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan tersebut belum dilakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta.

b. Dalam hal ciptaan telah dilakukan pengumuman tetapi tidak diketahui penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran penciptanya, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan pengumuman untuk kepentingan pencipta.

c. Dalam hal ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui pencipta dan pihak yang melakukan pengumuman, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta.

d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak berlaku apabila pencipta dan/atau pihak yang melakukan pengumuman dapat membuktikan kepemilikan atas ciptaan tersebut.

(33)

19

Penguasaan negara atas suatu ciptaan sebagaimana diatur dalam pasal ini berlaku terhadap ciptaan yang sama sekali tidak diketahui siapa pencipta ciptaan tersebut. Hal ini berarti bahwa hal itu harus didahului dengan upaya untuk mengetahui dan menemukan pencipta yang bersangkutan. Baru setelah benar-benar diyakini bahwa ciptaan yang bersangkutan tidak diketahui atau tidak ditemukan penciptanya maka hak cipta atas ciptaan tersebut ditetapkan dipegang oleh negara. Akan tetapi, apabila dikemudian hari ada pihak yang dapat membuktikan sebagai pencipta atau adanya pencipta tersebut maka negara akan menyerahkan kembali hak cipta kepada yang berhak.32

D. Pelestarian

Pelestarian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata

“lestari” berarti tetap seperti keadaannya semula; tidak berubah; bertahan; kekal.

Sedangkan kata “pelestarian” berarti (a) proses, cara, perbuatan melestarikan;

(b) perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan; pengawetan; konservasi.33

Menurut ketentuan dalam Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Dari pengertian di atas, maka Gamolan Pekhing sebagai benda budaya yang diwariskan secara turun temurun harus dilestarikan untuk mempertahankan keberadaan Gamolan Pekhing.

32

Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta: kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 185.

33

(34)

20

E. Ekspresi Budaya Tradisional

World Intellectual Property Organization (WIPO), memberikan definisi mengenai ekspresi budaya tradisional (TCE- traditional cultural expressions) yakni sebagai berikut:

“...bentuk apapun, kasat mata maupun tak kasat mata, di mana pengetahuan

dan budaya tradisional diekspresikan, tampil atau dimanifestasikan, dan mencakup bentuk-bentuk ekspresi atau kombinasinya berikut ini...”34

Hal ini meliputi ekspresi lisan, seperti misalnya: kisah, epik, legenda, puisi, teka-teki dan bentuk narasi lainnya; kata, lambang, nama dan simbol; ekspresi musik, dan ekspresi dalam bentuk gerak, seperti misalnya tari, drama, upacara dan ritual. Sebagai tambahan, definisi ini juga mencakup ekspresi yang kasat mata, seperti misalnya produk seni, khususnya gambar, desain, lukisan (termasuk lukisan tubuh), dan juga dengan berbagai macam benda-benda kerajinan, instrument musik, dan berbagai bentuk arsitektural.35

Ketentuan mengenai ekspresi budaya tradisional diatur dalam Pasal 38 UUHC. Ketentuan tersebut merumuskan merumuskan hal-hal sebagai berikut:

(1) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.

(2) Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

34

Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 441.

35

(35)

21

(3) Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam penjelasan Pasal 38 Ayat (1) UUHC dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "ekspresi budaya tradisional" mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut:

1. Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif;

2. Musik, mencakup antara lain, vokal, instrumental, atau kombinasinya; 3. Gerak, mencakup antara lain, tarian;

4. Teater, mencakup antara lain, pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; 5. Seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat

dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan

(36)

22

F. Gamolan Pekhing

1. Cara Pembuatan Gamolan Pekhing

Dalam pembuatannya betul-betul melalui proses yang sangat panjang demi mendapatkan kualitas suara yang maksimal. Adapun cara pembuatan Gamolan Pekhing adalah sebagai berikut:

a. Diawali dengan pemilihan bambu sebagai bahan untuk Gamolan Pekhing, yaitu dipilih bambu yang berumur sekitar sepuluh sampai lima belas tahun yaitu bambu yang sangat tua, lebih bagus lagi bambu yang sudah Mati Temegi (mati di pohon dengan sendirinya);

b. Bambu tersebut kemudian ditebang dan dijemur dengan diangin-anginkan (tidak terkena sinar matahari langsung), proses ini mengambil waktu lima sampai tujuh bulan;

c. Kemudian bambu dipotong-potong berdasarkan ruas yang ada masing-masing untuk dijadikan Baluk (resonansi);

d. Sisanya dibuat bila-bilah untuk nada gamolan;

e. Bilah nada dipotong-potong sesuai nada yang akan dibuat dengan ukuran: 38 cm, 36 cm, 34 cm, 32 cm, 32 cm, 30 cm, 28 cm, (7 bilah nada);

f. Pada baluk dibuat lobang bentuk memanjang sekitar 30 cm;

g. Setelah baluk dan bilah dibentuk lalu kulitnya dikupas untuk memudahkan proses pewarnaan;

(37)

23

i. Lobang tempat tali dibor sekitar 3 cm sampai 7 cm dari ujung bilah, dan lobang tersebut diberi nama lobang Titi Laras;

j. Dalam pelarasan ada rumus yaitu semakin tebal bilah bambu nadanya semakin tinggi dan semakin tipis bilah bambu tersebut, nada yang ditimbulkan semakin rendah, atau;

k. Semakin panjang bilah bambu nadanya semakin rendah dan semakin pendek bilah bambu nada yang timbul semakin tinggi;

l. Di dalam membuat tinggi-rendah nada dalam pelarasan dengan cara mencoak bagian dalam bilah bambu untuk merendahkan nada dan mencoak bagian ujung bilah bambu untuk meninggikan nada. Nada yang diinginkan sesuai patokan dalam Gamolan Pekhing adalah nada: 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 5 (sol), 6 (la), 7 (si), 1 (do oktav). Nada ini sangat unik yang menjadi ciri khas Gamolan Pekhing yang membedakan dengan gamelan yang ada di nusantara.

m. Setelah pelarasan selesai, dilanjutkan dengan proses pewarnaan yaitu bilah beserta balok diberi warna memakai politer warna merah maron sebagai warna khas Lampung, dkiawali dengan pengamplasan media sampai halus lalu dipoleskan politer sampai rata di bawah terik matahari, untuk menghasilkan pewarnaan yang maksimal (mengkilat);

(38)

24

o. Pada awalnya tali pengkait menggunakan tali rotan, mengingat tali rotan semakin langka dan kekuatannya tidak maksimal akhirnya sekarang diganti dengan tali nilon yang dapat tahan lama dan lentur;

p. Di ujung-ujung bilah nada dibuatkan ganjel (ganjel bambu) yang berfungsi memisahkan bilah dengan baluk sehingga tidak bersentuhan waktu memukul gamolan;

q. Setelah pemasangan semua di atas selesai, tinggal terakhir dibuatkan pemukul yang bahannya juga dari bambu tersebut, dibuat berbentuk bulat memanjang ukuran sekitar 20 sampai dengan 25 cm, setelah melewati semua proses tersebut, Gamolan Pekhing siap dimainkan.36

Teknik untuk memainkan Gamolan Pekhing adalah menggunakan dua tangan dengan pemukul bilah bambu yang dibuat berbentuk bulat memanjang, tangan kiri memainkan tempo dan tangan kanan memainkan melodi. Ada juga dalam teknik permainan menggunakan kedua tangan untuk memainkan melodi sesuai dengan lagu atau tabuhan yang dimainkan.37

2. Fungsi Gamolan Pekhing

a. Fungsi Gamolan Pekhing Secara Manifes

Fungsi Gamolan Pekhing pada awalnya terbatas untuk mengiringi acara adat yang dimainkan dengan membawakan beberapa buah lagu sesuai dengan fungsinya, seperti:

36

Arta, Gamolan, hlm. 74-76.

37

(39)

25

(1) Tabuh Sambai Agung berfungsi untuk menyambut para Saibatin/yang terhormat pada saat pesta adat dengan melodi yang gembira dan iringan tarian nyambai dari para Muli (gadis Lampung) sehingga suasana menjadi sangat meriah.

(2) Tabuh Labung Angin berfungsi sama dengan sekali yaitu perpisahan pengantin tetapi dalam hal ini untuk pengantin wanita. Pengantin wanita menangis menyampaikan Patun Hahedo/perpisahan dengan sahabat handai taulan karena tidak dapat lagi bermain sebagaimana di waktu masih gadis. (3) Tabuh Sekeli berfungsi untuk mengiringi Tari Selendang yaitu perpisahan

pengantin laki-laki terhadap para sahabatnya, karena sudah tidak bujang lagi sehingga harus berpisah dengan segala kegiatan-kegiatan waktu bujang termasuk kesenian. Tarian yang melambangkan perpisahan ini sering dikenal dengan nama Pulangan dan ditarikan paling terakhir pada saat acara karena orang yang sudah berumah tangga ditabukan untuk menari dan mereka harus mengutamakan mengurus rumah tangga, yang perempuan mengurus rumah tangga di rumah dan yang laki-laki mencari nafkah.

(4) Tabuh Jakhang berfungsi untuk mengiringi Saibatin atau yang dihormati meninggal dunia sesuai dengan lagunya yang mendayu-dayu dengan tempo yang lambat.

(5) Tabuh Tari Pengiring Tari Kipas (Hali Bambang) adalah tabuhan yang digunakan para Muli (gadis Lampung) menari kipas yang melambangkan kemolekan dan kecantikan gadis Lampung saat menari di acara adat.

(40)

26

(7) Tabuh Alau-Alau Kembahang berfungsi untuk mengiringi acara adat disaat acara istirahat dan bersenda gurau.

b. Fungsi Secara Laten

(1) Tabuh Sambai Agung, mengingat fungsinya untuk para Saibatin, Tabuh Sambai Agung adalah tabuhan yang sangat gembira dan juga hidmat dari pemilihan melodinya dan teknik permainan yang unik membuat suasana sangat semarak dan meriah serta melahirkan keagungan.

(2) Tabuh Labung Angin, sesuai dengan nama lagu tersebut Labung yang berarti hujan dan angin sama dengan arti yang sebenarnya, membuat suasana sedih dan meratap-ratap bagaikan riuh hujan yang tertiup angin, menangis yang bersedu-sedu apalagi dalam tabuhan diiringi dengan Patun Hahedo/Pantun Perpisahan oleh seorang gadis yang akan berpisah dengan para sahabatnya yang membuat suasana tambah sedih dan terharu.

(3) Tabuh Sekeli, tabuh ini menggambarkan suasana kesedihan bagi yang mendengarkannya akan terjadi sebuah perpisahan sangat mendalam dan meratap-ratap sesuai dengan kegiatan acara yang diiringinya yaitu Tari Selendang oleh para Mekhanai (Pemuda) dalam melepas masa lajangnya. Tabuhan yang dimainkan membuat suasana renyuh/sedih dan membuat terharu bagi yang mendengarkannya.

(41)

27

(5) Tabuh tari, iringan Tari Kipas (Hali Hambang) adalah tabuhan dengan tempo sedang dan pemilihan melodi yang sangat merdu sehingga membuat terpesona bagi yang mendengarkannya dan terbayang, yang menarikannya adalah para Muli (gadis Lampung) yang sangat molek dan cantik. Tabuhan ini menimbulkan suasana gembira hingar-bingar, biasanya menarik perhatian yang mendengarkan untuk melihat gadis siapa yang menari.

(6) Tabuh Jakhang Kenali (Khapot), fungsi Tabuh Khapot sesuai dengan namanya Khapot berarti repot atau semangat, yang mana tabuhannya sangat dinamis dengan tempo yang cepat membuat suasana semangat bagi yang mendengarkannya sehingga dalam proses mengantar mayat timbul energi bagi yang menggotongnya.

(7) Tabuh Alau-Alau Kembalang, tabuhan ini sangat manis dan menghibur dan terkadang terlena bagi yang mendengarkannya, seolah-olah kita diajak bercanda dan bersenda gurau. Tabuhan ini juga dapat mendatangkan suasana kantuk kalau diperdengarkan selesai acara makan siang.38

3. Makna Gamolan Pekhing

Makna yang tersirat dalam Gamolan Pekhing sangat mendalam baik dalam acara adat maupun dalam acara-acara sosial lainnya. Dari nada yang terdapat dalam Gamelan tersebut sangat luwes yang memiliki Laras Pelog Enam Nada yang dapat berubah tangga nada seperti halnya Gemelan Jawa dan Bali, yang mencerminkan kehidupan masyarakatnya juga sangat luwes dan terbuka menerima berbagai kalangan semasih sesuatu hal yang positif dan membangun.

38

(42)

28

Dalam teori musik dikatakan alat musik mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakatnya, dan itulah yang terjadi di masyarakat Sekala Brak hidup gotong royong, menerima masukan-masukan dari berbagai informan, materi-materi seni dari pelestarian dan perkembangan Gamolan Pekhing khususnya dan seni Lampung umumnya. Makna bagi seniman Lampung khususnya Gamolan Pekhing sangat simpel, karena bentuk dan ukurannya yang kecil dan mudah dibawa. Nadanya yang unik yaitu pelog dan mendekati diatonis sehingga sangat mudah dikolaborasikan dengan alat musik lain untuk memperkaya garapan dan kreatifitas kesenian. Yang paling penting adalah makna pendidikan yang terkandung dalam setiap lagu dan fungsi lagu yang dimainkan baik untuk mengiringi tari, patun, dalam setiap acara adat di Sekala Brak, seperti dalam fungsi di atas dalam upacara-upacara yang dilaksanakan sangat sarat dengan spiritual religius dan pendidikan yang disampaikan dengan tabuhan/lagu yang dimainkan seperti: dalam proses pembuatan gamolan selain melewati proses sesuai dalam tahapan pembuatan, juga diisi sejenis barang dari alam yang dianggap mempunyai kekuatan-kekuatan gaib seperti yang terjadi di daerah pelosok Sekala Brak bertujuan untuk mendapatkan roh dalam permainannya. Sebelum memainkan Gamolan Pekhing juga dilakukan persembahyangan atau doa-doa mohon izin dengan membakar menyan, doa-doa ditujukan kepada penunggu bumi dan alam gaib serta leluhur diruntun/diurutkan dari yang terdahulu sampai sekarang sesuai silsilah diantaranya:

a. Izin kepada penunggu Gunung Pesagi yang diyakini masyarakat Sekala Brak sebagi pusat gaib yang ada di Lampung;

(43)

29

c. Izin kepada penunggu Matu (goa di laut); d. Izin kepada Pulau Dewa;

e. Izin kepada penunggu tempat bermain.

Semua ini dilakukan untuk mendapatkan kesuksesan dalam permainan dan jauh dari marabahaya/bencana. Di sini terdapat makna spiritual yaitu percaya dengan kebesaran Tuhan dan kekuatan alam.39 Makna pendidikan yang lain yaitu kehidupan bergotong royong sebagai ciri khas masyarakat Sekala Brak khusunya dan Lampung umumnya yang dikenal dengan Sakai Sambayan dalam filosofi kehidupan masyarakat Lampung.40

39

Arta, Gamolan, hlm. 101-102.

40

(44)

30

G. Kerangka Pikir

Guna memperjelas pembahasan ini, maka penulis membuat kerangka pikir sebagai berikut: musik tradisional Gamolan Pekhing merupakan benda budaya yang telah diwariskan secara turun temurun. Untuk itu, Gamolan Pekhing harus dilestarikan

(45)

31

sesuai dengan tujuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Gamolan Pekhing sebagai warisan budaya yang dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat Desa Sekala Brak merupakan ekspresi budaya tradisional yang berupa karya intelektual bidang seni yang dilindungi hak ciptanya.

(46)

32

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum normatif-empiris (applied law research) adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.41 Dalam hal ini penelitian dikaitkan dengan aspek hukum perlindungan terhadap pelestarian alat musik tradisional Gamolan Pekhing ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.42 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas dan rinci dalam memaparkan bagaimana perlindungan terhadap pelestarian alat musik tradisional Gamolan Pekhing.

41

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 134.

42

(47)

33

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan normatif-terapan (applied law approach). Dalam pendekatan normatif terapan, peneliti mengikuti presedur yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: a. Identifikasi pokok bahasan dan subpokok berdasarkan rumusan masalah

penelitian;

b. Identifikasi ketentuan hukum normatif yang menjadi tolok ukur terapan yang bersumber dari dan lebih sesuai dengan subpokok bahasan;

c. Penerapan ketentuan hukum normatif, tolok ukurnya adalah terapan pada peristiwa hukum yang bersangkutan, yang menghasilkan perilaku terapan yang sesuai atau tidak sesuai.43

D. Data dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian hukum normatif-empiris adalah data primer dan data sekunder. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka.44

a. Data Primer, diperoleh dengan melakukan studi lapangan seperti melakukan wawancara.

43

Muhammad, Hukum, hlm. 144.

44

(48)

34

b. Data Sekunder, terdiri dari: (1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu data diperoleh dengan melakukan studi literatur atau studi kepustakaan dengan cara mengambil data dari undang-undang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan judul penulisan, yaitu:

(a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta;

(b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

(2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik.45

(3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder: contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.46

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer maupun data sekunder dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:

45

Muhammad, Hukum, hlm. 82.

46

(49)

35

a. Pengumpulan data primer dilakukan melalui studi lapangan. Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan cara wawancara. Wawancara dilakukan dengan bapak Budi Suprianto selaku pemandu wisata di Museum Lampung, bapak I Wayan Sumerta Dana Arta selaku Kasi Kebudayaan dan Pariwisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung dan bapak Syafril Yamin selaku seniman Lampung.

b. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kegiatan studi pustaka. Pustaka yang dimaksud terdiri dari perundang-undangan, buku atau literatur-literatur lainnya dalam bidang hukum. Kegiatan studi pustaka dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap berikut:

(1) Penentuan sumber data sekunder (bahan hukum primer, dan tersier) berupa perundang-undangan, dokumen hukum, catatan hukum dan literatur bidang ilmu pengetahuan hukum.

(2) Identifikasi data sekunder yang diperlukan, yaitu proses mencari dan mengenal bahan hukum berupa ketentuan pasal perundang-undangan, nama dokumen hukum, nama catatan hukum dan judul, nama pengarang, tahun penerbitan, dan halaman karya tulis bidang hukum.

(3) Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara pengutipan dan pencatatan.

(50)

36

F. Metode Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Identifikasi

Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan Gamolan Pekhing. Serta mengidentifikasi segala literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Editing

Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang diperlukan.

c. Penyusunan Data

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.

d. Penarikan Kesimpulan

(51)

37

G. Analisis Data

(52)

63

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dasar perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing didasarkan pada Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Undang-Undang Cagar Budaya), serta Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). 2. Perlindungan hukum terhadap alat musik tradisional Gamolan Pekhing

ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diperoleh melalui pencatatan. Ketentuan dalam UUHC menyatakan bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara. Agar negara dapat memperoleh hak cipta atas ekspresi budaya tradisional maka harus dilakukan pencatatan. Pencatatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam UUHC yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengajuan permohonan, pemeriksaan dan penerbitan surat pencatatan ciptaan.

(53)

64

B. SARAN

(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Arta, I wayan Sumerta Dana. 2012. Gamolan Pekhing : Musik Bambu dari Sekala Berak.Bandar Lampung: Sekelek Institute Publishing House. Djaja, Ermansyah. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar

Grafika.

Faqih, Aunur Rohim et.al. 2010.HKI, Hukum Islam, & Fatwa MUI. Yogyakarta: graha Ilmu.

HR, Ridwan. 2008.Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Rajawali Pers.

Hutagalung, Sophar Maru. 2012. Hak Cipta: kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan,Jakarta: Sinar Grafika.

Jened, Rahmi. 2014. Hukum Hak Cipta (copyright’s law). Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Lutviansori, Arif. 2010. Hak Cipta Dan Perlindungan Folklore Di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

____________________. 2007. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Nainggolan, Bernard. 2011. Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif. Bandung: Alumni.

Sardjono, Agus 2010. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Bandung: Alumni.

(55)

_______________. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen.Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung.

Sembiring, Sentosa. 2001. Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Hak Cipta, Paten dan Merek. Bandung: Yrama Widya.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2006.Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soelistyo, Henry. 2011.Hak Cipta Tanpa Hak Moral.Jakarta: Rajawali Pers. Sunandar, Taryana. 2007. Perlindungan HAKI Di Negara-Negara ASEAN.

Jakarta: Sinar Grafika.

Sutedi, Adrian. 2009.Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika

2. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

3. Jurnal/Majalah

Iwan Irawan, “Pentingnya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Bagi

Perkembangan Kewirausahaan (The Importance Of Protection Intellectual Property Rights For Development Of Entrepreneurship)”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 10 No. 02, Juni 2013.

4. Website

http://www.dgip.go.id, diakses 19 Agustus 2014. www.tribunnews.com, diakses 6 Oktober 2014. http://kbbi.web.id diakses 28 November 2014.

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id diakses 17 Desember 2014. http://www.tempo.co, diakses pada 1 Februari 2015.

Referensi

Dokumen terkait

KELAYAKAN TEKNO-EKONOMI MIGRASI TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI GULA KRISTAL PUTIH DARI SULFITASI KE DEFEKASI REMELT

Efektifitas tim kerja didasarkan pada dua hasil, hasil produktif dan kepuasan pribadi. Kepuasan berkenaan dengan kemampuan tim untuk memenuhi kebutuhan pribadi

Konfigurasi dengan superposisi phasa STR-TSR pada tinggi pengukuran 1 meter, 5 meter dan 10 meter menghasilkan kerapatan fluks magnet lebih tinggi dibandingkan

lain Jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi jasmani tertentu terutama panca indra dan status gizi (gizi seimbang), intelegensi, minat, sikap, disiplin dan motivasi, sedangkan

Dengan menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja yang menjadi dasar dalam pemberian kompensasi bonus, hambatan dalam mengevaluasi keberhasilan suatu proyek atau

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Masyarakat memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan Lubuk Larangan di Sungai Subayang : (1) Perencanaan, masyarakat

Secara umum kandungan logam berat baik Pb, maupunCu dalam air memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ada di sedimen.Hal ini disebabkan karena

Pada fenomena yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009 bertentangan dengan teori yang ada, dimana menurut dimana menurut (Tjiptono Darmadji dan Hendy M, 2006:195)