• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

Pembangunan mendorong tujuan bernegara sebagaimana amanat konstitusi terwujud, untuk melaksanakan agenda pembangunan tersebut disusunlah tahapan dalam sistim perencanaan yang mengakomodir perkembangan atau dinamika masyarakatnya. Dalam penyusunan Prolegda Kab . didasarkan atas: a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi; b. rencana pembangunan daerah; c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan aspirasi masyarakat daerah. Perencanaan pembangunan disusun secara berjangka salah satunya meliputi: RPJM daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana hubungan program legislasi daerah dengan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan dan bagaimanakah produk hukum daerah untuk mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan?

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang dilakukan melalui pendekatan melalui studi kepustakaan dan pendekatan yuridis empiris yang dilakukan berdasarkan realitas atau studi kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pembentukan produk hukum daerah, Prolegda memiliki kedudukan yang sangat penting. Dengan berfungsinya Prolegda, maka pembentukan produk hukum daerah memiliki acuan yang memuat skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek. Penyusunan Prolegda tidak hanya untuk kepentingan pembentukan Perda semata, tapi lebih luas lagi terkait dengan keseluruhan program pembangunan daerah. Kabupaten Way Kanan sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 hingga saat ini belum mempunyai peraturan daerah terkait dengan Program Legislasi Daerah.

Pada akhirnya disarankan kepada Pemerintah Daerah bahwa Program Legislasi Daerah yang disusun hendaknya mencerminkan kerangka regulatif RPJMD dengan memperhatikan karakteristik dan aspirasi masyarakat.

(3)

HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN WAY KANAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

Oleh

Indra Zakariya Rayusman

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

HUBUNGAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN WAY KANAN

(Tesis)

Oleh

Indra Zakariya Rayusman

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ………... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Kerangka Teori dan Konseptual ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 29

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemerintahan Daerah ... 30

B. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ... 36

C. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarkhi Peraturan Perundang- Undangan ... 37

D. Pembentukan Peraturan Daerah ... 45

E. Wewenang dan Prakarsa Pembentukan Peraturan Daerah ... 55

F. Dasar Hukum dan Pengertian Program Legislasi Daerah... 56

G. Perencanaan Pembangunan Daerah ... 57

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 61

B. Jenis dan Sumber Data ... 62

(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Program Legislasi Daerah dengan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan ... 65

B. Produk Hukum Daerah untuk Mewujudkan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan ... 88

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 109

B. Saran ... 110

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

vii

PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan untuk:

 Kedua Orang Tuaku tersayang (Alm) Hi. Rosjidi Jusuf dan Ibunda Hj. Lies

Maslihah Ghofur, dan Istriku Elmufida Harumi Pertiwi. S.S. tercinta yang

selalu tak henti memberi dukungan dan do’a hingga saya mampu

menyelesaikan studi Magister Hukum dengan baik.

 Kakakku tercinta, Martono Udjianto Rajusman, S.H., M.Pd., Mahmuddin

Aris Rayusman, S.Ag. M.Pd.I, dan adikku tercinta Ridwan Khaidir

Rayusman, SE.dan Yuni Muanah Rahmah, SE, atas kebersamaan dan

dukungan serta doanya.

 Bupati Way Kanan Bapak Bustami Zainudin, S.Pd. M.H., Kepala Bappeda

Kabupaten Way Kanan Drs. Rudijoko Kurnianto, SH, beserta jajarannya

Kepala Bagian Hukum Setdakab Way Kanan Yusron Lutfi, S.H., M.H.

beserta jajarannya atas dukungan dan bantuan menyelesaikan studi ini.

 Keluarga besar di Bandar Lampung, Talang Padang Kabupaten Tanggamus dan Malang Jawa Timur .

 Rekan-rekan Bappeda Kabupaten Way Kanan Anang Risgianto,SKM,

M.Kes, Ari Firdaus Alharist, ST.MH, Harmadi, SP.Msi, Pujiono,

S.Sos.MM, Zahruddin, SE Serta rekan-rekan PPS MH UNILA 2012 Kelas

A yang tak bisa kusebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.

(12)

vi

(13)

viii

R I W A Y A T H I D U P

Penulis dilahirkan di Malang, pada tanggal 26 September

1975 adalah anak ke 3 (Tiga) dari 5 (Lima) bersaudara, dari

pasangan Bapak H. Rosjidi Jusuf (Alm) dan Ibu Lies

Maslihah Ghofur.

Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak di TK Kartika Chandra Kirana

diselesaikan Tahun 1981, Sekolah Dasar di SD Persit KCK Sriwijaya II dan

diselesaikan Tahun 1988, melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri

5 Tanjung Karang diselesaikan Tahun 1991, kemudian melanjutkan Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Tanjung Karang diselesaikan Tahun 1994, selanjutnya

penulis pada Tahun 2000 menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas

Lampung.

Pada Tahun 2012 penulis diterima pada Program Pascasarjana Program Studi

Magister Hukum Universitas Lampung.

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan di Indonesia dilakukan sebagai pelaksanaan konstitusi,

sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang

berbunyi: "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”.

penyelengaraan pembangunan tersebut dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud

pelaksaaan mandat konstitusi, dan untuk melaksanakan mandat konstitusi tersebut

maka dibentuk organ-organ pemerintahan mulai dari tingkatan pusat sampai ke

daerah.

Pembangunan yang dilaksanakan tersebut untuk mendorong bagaimana tujuan

bernegara sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi itu terwujud.

Penyelenggaraan pembangunan meliputi disegala bidang seperti ekonomi,sosial

budaya, infrastruktur dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan agenda

pembangunan tersebut maka disusunlah tahapan-tahapan dalam sebuah sistim

perencanaan yang mengakomodir perkembangan atau dinamika masyarakatnya.

(15)

bahwa pembangunan adalah sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih

baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana1. Untuk menggerakan

pembangunan tersebut diperlukan instrumen hukum guna memberikan arah

sebagai pedomana bagi pelaksanaanya. Instrumen hukum dalam konteks regulasi

adalah peraturan perundang-perundang yang disusun sebagai suatu produk hukum

yang dibentuk oleh organ-organ negara yang tercermin dalam susunannya yaitu2:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti; 4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pancasila ditempatkan sebagai sumber segala sumber hukum dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diletakkan sebagai hukum dasar

dalam peraturan perundang-undangan dibawahnya.3 Di dalam bukunya berjudul

Allgemeine Rechtslehre, Hans Nawiasky menyatakan bahwa suatu norma hukum

dinegara manapun tidak saja selalu berlapis dan berjenjang, dimana norma yang

dibawah berlaku dan mengacu pada norma diatasnya, sedangkan norma yang

lebih tinggi berlaku dan bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi,tetapi juga

norma hukum itu berkelompok-kelompok. Kelompok norma hukum itu ialah

norma hukum fundamental negara (staatsfundamentalnorm), aturan dasar atau

1

http://ilearn.unand.ac.id/blog/index.php?entryid=57 diunduh pada tanggal 25 februari 2014

2

Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

3

(16)

aturan pokok negara (staatsgrundgesetz,), undang-undang formal (formal gesetsz),

dan aturan pelaksana dan aturan otonom (verordnung und autonome satzung)4.

Pelaksanaan pembangunan tujuannya ada pada kesejahteraan masyarakat, maka

produk hukum sebagai landasan pelaksanaan pembangunan dibentuk sebagai

instrumen penggerak mencapai tujuan tersebut, menurut Satjipto Rahardjo5

hukum adalah suatu institusi yang mengantarkan manusia pada kehidupan yang

adil,sejahtera dan membuat manusia bahagia. Titik sentral pembangunan sampai

dengan hari ini masih menempatkan warga negara sebagai objek, sehingga

pembangunan diharapkan tidak saja menyentuh pada perubahan wujud fisik

fasilitas atau infrastruktur yang lebih baik, namun seyogyanya mampu memicu

terjadinya perubahan perilaku, sehingga hukum sebagai instrumen penggerak

pembangunan mampu menjadi alat rekayasa sosial (law as a tool of social

engineering). Dengan demikian esensi pembangunan harus juga ditujukan

bagaimana merubah prilaku rakyat bangsa Indonesia, dari perilaku yang serba

terbelakang menuju kearah perilaku yang lebih maju sosial ekonomi, budaya,

akhlak serta perilaku yang sejahtera dengan memahami hak dan kewajibannya

sebagai warganegara. Dalam konteks ini jelas pembangunan tidak dapat

dipisahkan dari kesadaran dan kepatuhan manusia atau masyarakat terhadap

nilai-nilai hukum.6

4

Soimin. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2010. hlm. 40.

5

Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif-sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta, Genta Publishing, 2009.

6

(17)

Selaras dengan hal tersebut pembentukan sebuah produk hukum tidak bisa

dipisahkan dari tujuan mengapa produk hukum tersebut dibuat atau dibentuk.

Pembentukan sebuah produk hukum oleh organ-organ negara yang memiliki

kompetensi berdasarkan kewenangannya sebagaimana diatur dalam UUD 1945

dalam tiap tingkatannya merupakan sebuah produk kebijakan untuk mencapai

tujuan tertentu atau sebagai sebuah politik hukum. Satjipto Rahardjo menjelaskan

bahwa politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai

tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam

masyarakat, demikian pula menurut C.F.G Sunaryati Hartono mendefinisikan

politik hukum sebagai suatu alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat

digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang

dikehendaki dan dengan sistim hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita

Bangsa Indonesia.7

Pasca reformasi dinamika penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia mengalami

perubahan yang cukup signifikan, salah satu hasil reformasi yang penting adalah

dengan diterbitkannya perangkat hukum yang menjamin dilaksanakannya

otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Perubahan dasar itu antara

lain diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri,

sehingga praktek sentralisasi pemerintahan yang telah berjalan bertahun-tahun

berubah kearah desentralisasi. Desentralisasi dalam teori dan prakteknya lebih

7

(18)

memberikan kebebasan dan kemandirian kepada masyarakat daerah di dalam

proses perencanaan dan pengambilan keputusan, terutama terhadap kepentingan

masyarakat daerah.

Terbitnya undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut sebagai bentuk

politik hukum dalam rangka percepatan dan pemerataan pembangunan di daerah.

Penyelenggaraan pembangunan saat ini bukan hanya menjadikan masyarakat atau

warga negara sebagai objek pembangunan namun dituntut peran sertanya sebagai

pelaku pembangunan atau sebagai subjek pembangunan. Sebagai subjek

pembangunan masyarakat memiliki ruang yang lebih luas untuk memberikan

kontribusi dalam pembangunan sejak saat perencanaan atau yang lebih dikenal

dengan pendekatan perencanaan secara partisipatif yang melibatkan seluruh

stakeholder pemangku kepentingan.

Penyelenggaraan pembangunan baik ditingkatan nasional ataupun di daerah

secara substansi memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu untuk mewujudkan

tujuan bernegara seperti yang diamanatkan dalam Alinea ke-4 UUD 1945.

Penyelenggaraan pembangunan di daerah membutuhkan instrumen hukum untuk

menggerakan pembangunan di daerah. Instrumen hukum dalam bentuk produk

hukum daerah dimaksud adalah sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan

pembangunan diadaerah berlandaskan semangat otonomi daerah. Kewenangan

daerah yang lebih besar ini menjadi faktor pendorong agar disetiap daerah akan

tumbuh prakarsa atau inisiatif dan kreativitas daerah untuk mendayagunakan

potensi setempat, dan menjadi semakin responsif terhadap

(19)

daerah ini dimulai sejak tahap perencanaan yang melibatkan peran aktif semua

pemangku kepentingan atau (Stakeholders). Proses perencanaan ini memiliki arti

yang strategis bagi arah serta capaian pembangunan di daerah setiap tahunnya,

dokumen perencanaan ini menjadi pedoman bagi penyelenggaraan

pembanguanan. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan

masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber

daya yang tersedia8.

Penyelenggaraan pemerintah daerah oleh karena itu perlu disusun perencanaan

pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan

pembangunan nasional, sebagai harmonisasi kebijakan/politik hukum

pemerintahan, maka dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 yang

mengatur tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional membagi beberapa

kelompok rencana pembangunan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

untuk periode 20 Tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk

periode 5 tahun dimana RPJM tersebut memuat arah kebijakan keuangan daerah,

strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja

perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan

disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan

yang bersifat indikatif, Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut

RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu)

tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan

daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh

8

(20)

pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat,

dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah (RKPD)9.

Produk hukum daerah yang dibentuk baik yang bersifat penetapan (beschikking)

ataupun pengaturan (regerings), adalah sebagai bentuk produk kebijakan yang

dibuat dalam kerangka regulasi untuk mencapai tujuan pembangunan di daerah.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan mengamanatkan tentang bagaimana proses

pembentukan produk hukum di daerah dibentuk berdasarkan kebutuhan bagi suatu

daerah yang tercermin dalam program legislasi daerah (prolegda). Prolegda

merupakan potret politik hukum di daerah yang memuat rencana materi dan

sekaligus merupakan instrumen pembuatan hukum dalam bentuk kebijakan

pemerintah daerah. Dimana prolegda berisi daftar perundang-undangan yang akan

dibentuk dalam tiap tahunnya. Penyusunan prolegda ini didasarkan atas perintah

Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi, rencana pembangunan daerah,

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta aspirasi masyarakat

daerah10.

Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu kabupaten muda di Provinsi

Lampung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999

tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung

Timur, dan Kotamadya Dati II Metro. Kabupaten Way Kanan, sebagai salah satu

unit pemerintahan daerah, mempunyai Produk Hukum Daerah untuk

9

Lihat Pasal 150 ayat 1 sd ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

10

(21)

melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan. Untuk melaksanakan agenda

pembangunannya tersebut disusun pula dalam dokumen perencanaan berdasarkan

beberapa kelompok rencana pembangunan. Pada tahun 2010 Kabupaten Way

Kanan telah melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis. Kepala

Daerah yang dipilih oleh rakyat dalam kurun lima tahunan untuk merealisasikan

janji-janji politik pada saat kampanye dituangkan dalam sebuah dokumen

perencanaan pembangunan daerah yang menjadi visi dan misi kepala daerah yang

dijabarkan dalam program-program indikatif yang merupakan implementasi dari

visi misi untuk mencapai kondisi yang diharapkan dimasa lima tahun yang akan

datang di Kabupaten Way Kanan .

Sebagaimana amanat undang-undang sistem perencanaan pembangunan nasional

dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah bahwa arah kebijakan keuangan

daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja

perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan

disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan

yang bersifat indikatif yang tercermin dalam dokumen rencana pembangunan

daerah.

Kerangka regulasi tersebut salah satunya dalam bentuk Peraturan Daerah, dimana

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, pembentukannya meliputi tahapan

persiapan, perencanaan, pembentukan, pembahasan dan pengesahan,

pengundangan dan penyebarluasan. Pembentukan Perda ini memperhatikan visi

dan misi kepala daerah dan rencana pembangunan daerah. Pembentukan Perda

(22)

Kedudukan Perda merupakan bentuk implementasi otonomi daerah (local

autonomie) karena Perda sebagai perangkat dan salah satu produk daerah. Esensi

otonomi daerah sebagai bentuk kemandirian (zelfstan’digheid) dan bukan suatu

kebebasan sebuah satuan pemerintahan yang merdeka (onafhan’kelijkheid).11

Sebagai kerangka regulasi perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan

dalam program legislasi daerah (Prolegda).

Sumber penyusunan prolegda ini salah satunya adalah rencana pembangunan

daerah. Sehingga produk hukum dalam bentuk Peraturan Daerah yang tertuang

dalam program legislasi daerah Kabupaten Way Kanan pada akhirnya merupakan

kerangka regulatif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersumber

dari dokumen perencananaan pembangunan daerah, sehingga diharapkan dalam

proses pembentukan prolegda dan perda baik pihak eksekutif dan legislatif

merujuk pada rencana pembangunan daerah sehingga produk hukum daerah yang

dihasilkan dapat menjadi instrumen penggerak pembangunan di Kabupaten Way

Kanan dimana pembentukan Perda pada dasarnya bagian dari kegiatan

pembangunan daerah.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan dalam

pembentukan program legislasi daerah berdasarkan rencana pembangunan daerah

dalam bentuk tesis yang berjudul “Hubungan Program Legislasi Daerah Dengan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Way Kanan”.

11

(23)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah hubungan program legislasi daerah dengan perencanaan

pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan?

b. Bagaimanakah produk hukum daerah untuk mewujudkan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan?

2. Ruang Lingkup

Tesis ini termasuk dalam ruang-lingkup bidang Hukum Tata Negara kajian

Hukum Peraturan Perundang-Undangan. Untuk membatasi tulisan ini agar tidak

meluas, maka ini hanya dibatasi pada hubungan program legislasi daerah dengan

perencanaan pembangunan daerah dan produk hukum daerah untuk mewujudkan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Way Kanan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis kebijakan pembentukan program legislasi daerah dalam

kaitannya dengan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan.

b. Menganalisis produk hukum daerah apa saja yang dibutuhkan untuk

mewujudkan Rencan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten

(24)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoretis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah

pengetahuan ilmu hukum, khususnya tata negara yang berkaitan dengan kebijakan

Program Legislasi Daerah dan Perencanaan Pembangunan Daerah, meliputi

Proses penyusunan prolegda di Kabupaten Way Kanan dan perencanaan

pembangunan daerah Kabupaten Way Kanan.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna:

1) Sebagai upaya perluasan pengetahuan bagi peneliti dan dapat menjadi sumber

informasi bagi pembaca untuk dapat mengetahui penyusunan program

legislasi daerah berkaitan hubungannya dengan perencanaan pembangunan

daerah di Kabupaten Way Kanan.

2) Sebagai tambahan bahan atau masukan bagi pengambil kebijakan dalam

pembentukan program legislasi daerah dan peraturan daerah di Kabupaten

Way Kanan.

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

a. Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Teori perundang-undangan (gesetzgebungstheorie) merupakan bagian dari Ilmu

(25)

sosiologi.12 Ilmu pengetahuan perundang-undangan secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:

1) Teori Perundang-undangan, yang berorientasi pada mencari kejelasan makna atau pengertian-pengertian (begripsvorming dan begripsverheldering), dan bersifat kognitif (erklarungsorientiert).

2) Ilmu Perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang berorientasi pada melakukan perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan besifat normatif (handlungsorientiert).13

Kata perundangan diartikan sebagai yang bertalian dengan

undang-undang atau seluk-beluk undang-undang-undang-undang. Kata undang-undang-undang-undang diartikan

ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan negara yang di buat oleh pemerintah

(menteri, badan eksekutif, dsb) disahkan oleh parlemen (dewan perwakilan rakyat,

badan legislatif, dsb) ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala

pemerintah, raja) dan mempunyai kekuatan yang mengikat.

Menurut A. Hamid, S.A. yang mengutip Kamus Hukum S.J. Fockema Andreae

istilah perundang-undangan (wetgeving) diartikan sebagai berikut: 1) Proses

membentuk peraturan negara, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah; 2)

Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan baik

tingkat pusat dan tingkat daerah.14 Istilah Wet’telijke Regeling diartikan sebagai

peraturan-peraturan yang bersifat perundang-undangan. Menurut N.A.S

Natabaya, mendifinisikan peraturan perundang-undangan adalah keseluruhan

12

Maria Farida Indrati Soeprapto. Ilmu Perundang-Undangan 1 (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), Cet 5. Yogyakarta; Kanasius, 2007. hlm.8

13

Ibid 14

(26)

aturan tertulis yang di buat oleh pejabat/lembaga negara pusat dan daerah yang

berwenang untuk itu yang isinya mengikat secara umum.15

Peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari hukum tertulis dan merupakan

bagian dari sistem hukum maka pengertian sistem peraturan perundang-undangan

Indonesia adalah suatu rangkaian unsur-unsur hukum tertulis yang saling terkait,

pengaruh-mempengaruhi, dan terpadu yang tidak dapat dipisahkan satu sama

lainnya yang terdiri atas: asas-asas, pembentuk dan pembentukannya, jenis,

hierarki, fungsi, materi muatan, pengundangan, penyebarluasan, penegakan, dan

pengujian yang semuanya dilandasi oleh falsafah Pancasila dan UUD 1945.16

Menurut Bagir Manan,17 peranan peraturan perundang-undangan terjadi karena

beberapa hal:

1) Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali, mudah diketemukan kembali dan mudah ditelusuri. Sebagai kadiah hukum tertulis bentuk, jenis dan tempatnya jelas, begitu pula pembuatnya.18 2) Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum lebih jelas

nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan kembali.19

3) Struktur dan sistematika peraturan perundang-undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya.20

4) Pembentukan dan pengembangan peraturan perudang-undangan dapat direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi negara yang sedang membangun sistem hukum baru sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.21

15

H.A.S. Natabaya. Sistem Peraturan Perundang-Perundangan Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006, hlm. 17

16

Ibid, hlm 18

17

Bagir Manan. Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia. Jakarta: Ind-Hill. 1992, hlm. 8.

(27)

M. Solly Lubis mengatakan perundang-undangan adalah proses pembuatan

peraturan negara.22 Peraturan negara adalah peraturan tertulis yang diterbitkan

oleh instansi resmi, baik dalam pengertian lembaga atau pejabat tertentu.23

Menurut Maria Farida Indrati S, ilmu perundang-undangan mencakup

pembahasan tentang proses pembentukan atau perbuatan membentuk peraturan

negara yang merupakan hasil dari pembentukan peraturan negara, baik di Pusat

maupun di Daerah.24 Peraturan perundang-undangan adalah setiap keputusan

tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang,

yang bersifat atau mengikat secara umum.25

Satjipto Rahardjo mengatakan suatu peraturan perundang-undangan menghasilkan

peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:26

1) Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan

kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.

2) Bersifat universal yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya oleh

karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa

tertentu saja.

Menurut Pasal 1 angka (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah:

1) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan

Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Indonesia. Bandung: PT Alumni. 2008, hlm. 18.

26

(28)

2) Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh

lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang

ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Teori perundang-undangan merupakan teori yang mempelajari pembuatan

peraturan perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan ditetapkan oleh lembaga atau pejabat

yang berwenang melalui mekanisme yang telah ditentukan.

b. Teori Kebijakan Publik

Salah satu definisi mengenai kebijakan diberikan oleh Robert Eyestone, ia

mengatakan bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai

“hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. Konsep yang

ditawarkan Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang

pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak

hal27.

Dikatakan sebagai kebijakan publik kerena kepentingan yang dilayani, disini

adalah kepentingan-kepentingan publik yang dinamakan public interest. Maka

yang aktif dan bekerja dalam hal ini ada beberapa lembaga publik yang

dinamakan public institutions. Oleh karena itu untuk keberhasilan dan

penyelenggaraan pelayanan kepentingan umum ini harus ada management

27

(29)

(pengelolaan) yang dijalankan lembaga-lembaga atau jabatan resmi, secara

tersistem dan terarah. Management yang dilakukan oleh jabatan-jabatan resmi itu

disebut Public Management. Management ini bertujuan melakukan pelayanan

terhadap masyarakat itu disebut public service. Istilah publik menunjukkan

sifat-sifat yang umum dan berarti bukan masalah-masalah pribadi (individual/privat).

Harus dibedakan antara state office atau public office (kantor/jabatan pemerintah)

yang berbeda dengan private office (kantor swasta). Di dalam rangka kegiatan dan

tugas-tugas pemerintahan itu kepentingan yang dihadapi dan ditanggulangi adalah

kepentingan-kepentingan masyarakat yakni public interest28.

Beberapa definisi kebijakan publik ditemukan bermacam-macam definisi untuk

menjelaskan pengertian “kebijakan”.29

1) Thomas R.Dye: Menyebut kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk

menentukan langkah untuk “berbuat” atau “tidak berbuat “(to do or not to do). Definisi Thomas ini kata Said Zainal Abidin adalah hasil gabungan dari definisi yang dibuat David Easton Lasswell dan Kaplaen, dan dari Carl Friedrich.30

2) Carl J Friedrich: Kebijakan adalah serangkaian konsep tindakan yang diusulkan oleh seorang atau sekelompok orang atau pemerintah dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan peluang, terhadap pelaksanaan usulan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Carl Friedrich merinci apa-apa yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu adanya: a) tujuan (goal), b) sasaran (objectives) dan c) kehendak (purpose).31 3) Amara Raksasataya32: Menurut Amara kebijakan adalah suatu taktik dan

strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Ada 3 unsur dalam kebijakan menurut Amara:

(1) Identifikasi tujuan yang akan dicapai

(2) Strategi untuk mencapainya (apa yang dimaksud dengan strategi?)

(3) Penyediaan berbagai input atau masukan yang memungkinkan pelaksanaannya.

28

M.Solly Lubis. Kebijakan Publik. Bandung, Mandar Maju, 2007, hlm.1.

(30)

4) James Anderson33: Kebijakan negara (state policy) adalah kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga pejabat pemerintah dengan ciri-ciri khas sebagai berikut:

(1) Kebijakan itu mempunyai tujuan (2) Kebijakan itu berisi pula tindakan

(3) Kebijakan itu ada tindakan yang nyata bukan sekedar harapan. (4) Kebijakan itu mungkin positif dan mungkin negatif

(5) Kebijakan itu selalu dituangkan pada sesuatu peraturan yang otoritatif. 5) Lasswell dan Kaplan: melihat kebijakan itu sebagai “sarana” untuk mencapai

“tujuan”.Kebijakan itu tertuang dalam “program”yang diarahkan kepada pencapaian “tujuan”, “nilai”, dan “praktek”(a projected program of goals, values, and practices)”34

6) Hugh Heglo: kata said, menyebutkan kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud mencapai tujuan (goal,end) tertentu (a course of action intended to accomplish some end)35

Rumusan cakupan publik policy (kebijakan publik) adalah serangkaian tindakan

yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dengan tujuan tertentu demi

kepentingan masyarakat. Jika suatu pemerintah negara melakukan pelayanan

dengan berorientasi kepada public interest atau public needs maka yang harus

dipikirkan oleh pemerintah itu ialah How to serve the public, sehingga pemerintah

itu bertindak sebagai public servant (pelayanan masyarakat) yang

menyelenggarakan public service (layanan publik).36

c. Teori Desentralisasi

Pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi.37 Kata Desentralisasi

berasal dari bahasa latin yaitu “de” yang artinya lepas dan “centrum” artinya

pusat. Berarti desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat. Desentralisasi38

Gramedia Widiasarana Indonesia. 2005, hlm. 7.

38

Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

(31)

adalah tata pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada

pemerintah daerah atau desentralisasi adalah penyerahan sebagian wewenang

pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang dsb). Sarundajang39

mendefinisikan desentralisasi sebagai berikut:

“Desentralisasi adalah suatu sistem yang dipakai dalam bidang pemerintahan yang merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintah pusat. Pejabat-pejabat di daerah hanya melaksanakan kehendak pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi, sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan pelimpahan kewenangan pemerintah kepada

pihak lain untuk dilaksanakan disebut dentralisasi”.

Menurut Sarundajang,40 mengatakan terdapat empat bentuk desentralisasi adalah;

pertama, desentralisasi menyeluruh (comprehensive local government system),

adalah sistem pemerintahan daerah yang menyeluruh dalam hal pelayanan

pemerintah di daerah dilaksanakan oleh aparat-aparat yang mempunyai tugas

bermacam-macam (multi purpose local authorities), kedua, sistem kemitraan

(partnership system), adalah beberapa jenis pelayanan dilaksanakan langsung oleh

aparat pusat dari beberapa jenis yang lain dilaksanakan oleh aparat daerah, ketiga,

sistem ganda (dual system), adalah pusat melaksanakan pelayanan teknis secara

langsung demikian juga aparat di daerah, keempat, sistem administrasi terpadu

(integrated administrative system) adalah aparat pusat melakukan pelayanan

teknis secara langsung di bawah pengawasan seorang pejabat koordinator. Fokus

perhatian dalam studi tentang pemerintahan daerah (Pemda) adalah asas otonomi

dan pelaksanaan desentralisasi dalam hubungan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.Tentang hal ini. Yamin menulis bahwa: “Susunan tata negara

39

Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, Jakarta: Sinar Harapan. 1999, hlm. 45.

40

(32)

yang demokratis membutuhkan pemecahan kekuatan pemerintahan pada bagian

pusat sendiri dn pula membutuhkan pembagian kekuasaan itu antara pusat dengan

daerah. Asas demokrasi daridesentralisasi tenaga pemerintahan ini berlawanan

dengan asas hendak mengumpulkan segala-galanya pada pusat pemerintahan”41

Apa yang dikatakan Yamin memberi kesimpulan bahwa otonomi daerah dan

desentralisasi merupakan bagian dari negara yang menganut paham demokrasi.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, Hatta juga mengatakan hal yang sama ketika

menulis” Menurut dasar kedaulatan rakyat itu, hak rakyat untuk menentukan

nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pemerintahan negeri melainkan juga pada

tiap tempat, di kota, desa dan di daerah...Dengan keadaan yang demikian, maka

tiap-tiap bagian atau golongan rakyat mendapat otonomi (membuat dan

menjalankan peraturan-peraturan sendiri) dan zelfbestuur Menjalankan

peraturan-peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi...keadaaan seperti itu penting

sekali, karena keperluan tiap-tiap tempat dalam satu negeri tidak sama, melainkan

berlain-lainan”42. Otonomi haruslah menjadi salah satu sendi susunan

pemerintahan yang demokratis. Artinya di negara demokrasi dituntut adanya

pemerintah daerah yang memperoleh hak otonomi. Adanya pemerintah daerah

yang demikian juga menyempurnakan suatu ciri negara demokrasi, yakni

kebebasan.43

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan ada tiga faktor yang

memperlihatkan kaitan erat antara desentralisasi dengan demokrasi, yaitu:44

41

Moh. Mahfud. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta, Raja Grafindo Persada. 2009, hlm. 92.

42

Ibid 43

Ibid 44

(33)

1) Untuk mewujudkan prinsip kebebasan (liberty).

2) Untuk menumbuhkan kebiasaan rakyat memutuskan sendiri berbagai kepentingan yang bersangkutan langsung dengan mereka. Memberi kesempatan bagi masyarakat untuk memutuskan sendiri kepentingan-kepentingannya merupakan hal yang sangat esensial di dalam suatu masyarakat yang demokratis.

3) Untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang mempunyai tuntutan yang berbeda.

Bagir Manan mencatat juga pendapat Kelsen yang menyatakan, kerakyatan itu

bisa juga ada di dalam negara yang pemerintahannya sentralistis, tetapi adanya

desentralisasi lebih demokratis daripada sentralisasi.45 Adanya desentralisasi dapat

dilihat sebagai bagian perwujudan negara hukum, sebab di dalam prinsip ini

terkandung maksud pembatasan kekuasaan terhadap pemerintah pusat. Adanya

pembatasan itu merupakan salah satu ciri negara hukum. Di antara ciri negara

hukum klasik terdapat tiga hal yang berkaitan dengan pembatasan kekuasaan,

yakni, (1) Adanya UUD sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan

antara pemerintah dan warganya, (2) Adanya pembagian kekuasaan yang dapat

menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman, (3) adanya pemencaran kekuasaan

negara/pemerintah.46

Asas desentralisasi merupakan salah satu cara pembatasan kekuasaan yang dengan

demikian berarti merupakan salah satu cara menegakkan negara hukum.47 Istilah

otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan,

sehingga daerah otonomi itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai wujud

pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban

itu sendiri ada dua unsur: Pertama, pemberian tugas dalam arti melaksanakannya.

(34)

Kedua, pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan

menetapkan sendiri bagaimana menyelesaikan tugas itu. Dengan demikian,

pemberian otonomi mempunyai sifat mendorong atau memberi stimulasi untuk

berusaha mengembangkan kemampuan sendiri yang dpat membangkitakan

oto-aktivitas dan mempertinggi rasa harga diri dalam arti yang sebaik-baiknya.48

Hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah pada umumnya berdasarkan atas

tiga asas yaitu, asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas pembantuan. Dalam

asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah

dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik yang menyangkut policy,

perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan

aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan.49

Asas pembantuan berarti keikutsertaan, pemerintah daerah untuk melaksanakan

urusan pemerintah pusat didaerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah

setempat (daerah) memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantuk

melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat.50

Walaupun demikian, menurut Devas, pengertian dan penafsiran terhadap

desentralisasi ternyata sangat beragam, dan pendekatan terhadap desentralisasipun

sangat bervariasi dari negara yang satu ke negara yang lain. Tetapi, secara umum

definisi dan ruang lingkup desentralisasi selama ini banyak diacu adalah pendapat

Rondinelli dan Bank Dunia, bahwa desentralisasi adalah transfer kewenangan dan

48

Ibid, hlm. 95.

49

Ibid.

50

(35)

tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada swasta. Sebagai

pembanding, baik juga mengacu pendapat Turner dan Hulme yang berpendapat

bahwa desentralisasi di dalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan

dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau

lembaga pemerintahan di tingkat pusat kepada pejabat atau lembaga pemerintahan

yang lebih dekat kepada masyarakat yang harus dilayani. Desentralisasi

merupakan alat mencapai tujuan pemberian pelayanan publik yang lebih baik dan

menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis.51 Dengan

demikian maka Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.52

d. Teori Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar

manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak

menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan

sosial (Johan Galtung).53

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena

meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam

kesejahteraan ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan

51

Oswar Mungkasa; Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia:Konsep, Pencapaian dan Agenda Kedepan

52

Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

53

(36)

san bahkan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya

(Bintiro Tjokroamidjojo).54

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk

menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara

untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan

Rochmin Dahuri).55

Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang

bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja

diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan

daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu

kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan

(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah).56

Siagian memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam

rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita

memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses

perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara

terencana”.

54

Ibid 55

Ibid 56

(37)

Menurut Deddy T. Tikson bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan

sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan

dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi,

misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang

cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan

nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi

semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan

modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian

kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya

sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi,

dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan

transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat

kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang

dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke

materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada

penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan

rasional.57

Pembangunan Nasional secara umum adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.58 Kemudian yang

dimaksud Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki

untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek

57

Ibid 58

(38)

pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan

kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.59

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam melaksanakan penelitian.60 Sesuai dengan defenisi tersebut maka peneliti

akan memberikan pembatasan terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Legislasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Legislasi61 adalah pembuatan

undang-undang, dan Daerah62 adalah lingkungan pemerintah.

b. Prolegda (Program Legislasi Daerah)

Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen

perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.63

Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Perda yang disusun

berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem

59

Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

60

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1983, hlm. 4.

61

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 508.

62

Ibid, hlm. 178.

63

(39)

peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis, dalam sistem

hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.64

c. Peraturan Daerah

Peraturan daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan persetujuan bersama Kepala

Daerah. Perda merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya

dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.65

d. Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.66 Pemerintah daerah adalah gubernur,

bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah.67 Pemerintah daerah yang dimaksud adalah Bupati Way

Kanan dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah

Kabupaten Way Kanan .

64

Mahendra, Oka AA, Mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah.

Makalah disajikan pada acara Seminar Sehari Pansus DPRD Provinsi Jawa Timur Mengenai Tata Cara dan Pengelolaan Prolegda di Jakarta, pada tanggal 6 Juni 2006, hlm 5.

65

Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 66

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

67

(40)

e. Dewan Pewakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga

perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.68

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dimaksud adalah Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Way Kanan.

f. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan

perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan,

teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan

penyebarluasan.69 Pembentukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud

dalam tesis adalah proses pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan

yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,

pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

g. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan.70 Pembahasan dalam tesis tidak dibatasi hanya pada peraturan yang

terdapat dalam jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan, tetapi peraturan

tertulis lain yang dibentuk oleh lembaga negara seperti Permendagri dan Peraturan

Daerah.

68

Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

69

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

70

(41)

h. Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang

tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang

tersedia.71

i. Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan,

kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan,

berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.72

j. Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan

tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di

dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah

dalam jangka waktu tertentu73.

71

Bab I Pasal 1 angka 1 PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

72

Bab I Pasal 1 angka 2 ibid 73

(42)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan penelitian ini nantinya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, berisikan latar belakang masalah, permasalahan dan

ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran

dan konseptual, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan kajian-kajian teori terkait dengan

permasalahan yang ada dalam penelitian ini, antara lain terkait

dengan Program Legislasi Daerah dan Perencanaan Pembangunan

Daerah di Kabupaten Way Kanan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan metode penelitian yang dilakukan untuk

menjawab permasalahan yang ada, yaitu berupa pendekatan

masalah, jenis dan sumber data, prosedur pengumpulan data, serta

analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan uraian atau pembahasan tentang hasil

penelitian terhadap permasalahan yang ada, yaitu mengenai

harmonisasi Program Legislasi Daerah dengan Perencanaan

Pembangunan Daerah.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini, merupakan bab terakhir adalah bab yang berisikan

(43)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Pemerintahan Daerah

1. Pengertian Pemerintahan Daerah

Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.74 Dimana Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.75 Pemerintah daerah

yang merupakan sub-sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung tiga

hal utama didalamnya76, yaitu: pertama, Pemberian tugas dan wewenang untuk

menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada Pemerintah

Daerah; kedua, Pemberian kepercayaan dan wewenang untuk memikirkan,

mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian tugas tersebut;

74

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

75

Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

76

(44)

dan ketiga, dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan mengambil

keputusan tersebut mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung maupun

DPRD. Kewenangan pemerintahan daerah, meliputi kewenangan membuat

Perda-Perda (zelf wetgeving) dan penyelenggaraan pemerintahan (zelfbestuur) yang

diemban secara demokratis.77 Jadi pelaksanaan Pemerintah Daerah tidak terlepas

dari asas desentralisasi dan otonomi daerah.

Pengertian Pemerintahan Daerah Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1

ayat (2) adalah sebagai berikut : “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Melihat definisi

pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka yang

dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-urusan yang

menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah daerah dan

DPRD.

Penyelenggara Pemerintahan Daerah Penyelenggara pemerintahan daerah adalah

pemerintah daerah dan DPRD (Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dalam menyelenggarakan

77

(45)

pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan,

dan dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah).

Sementara itu, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan

daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3)

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Dengan

demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan daerah dan

DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah harus

mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik dengan penuh tanggung jawab

dan jauh dari praktik-praktik korupsi.

Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan

fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibekali

dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak daerah tersebut menurut Pasal 21

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah:

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya; 2. Memilih pemimpin daerah;

3. Mengelola aparatur daerah; 4. Mengelola kekayaan daerah;

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

(46)

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah dan

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu:

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi; 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; 8. Mengembangkan sistem jaminan social;

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 11. Melestarikan lingkungan hidup;

12. Mengelola administrasi kependudukan; 13. Melestarikan nilai sosial budaya;

14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya;

15. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan

dilakukan secara efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh, dan

taat pada peraturan perundang-undangan78. Dengan demikian pemerintah daerah

harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 21

Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah agar

penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan dengan baik. Urusan-urusan

Pemerintahan Daerah melalui sistem pemerintahan daerah diberi wewenang untuk

mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal

78

(47)

13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah,

urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang

merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan

oleh kabupaten/kota; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan. Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala

kabupaten/kota meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

(48)

e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

2. Dasar Hukum Pemerintahan Daerah

Kekuasaan yang dimiliki pemerintah pusat dalam bentuk negara kesatuan

sangatlah besar, oleh sebab itu bentuk negara kesatuan terkesan sentralistik.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam bentuk negara kesatuan mengadopsi

model negara serikat dengan mendistribusikan sepenuhnya kekuasaan kepada

Pemerintah Daerah. Kekuasaan di level pusat dikurangi melalui Pemerintah

Daerah yang otonom sehingga kekuasaan Pemerintah yang cukup besar dikurangi

melalui pendistribusian kewenangan kepada Pemerintah Daerah. Hubungan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah sebagai pelindung dan

pengawas kekuasaan yang ada di daerah-daerah sehingga pusat menjalankan

fungsi sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan citra negara kesatuan.

Kekuasaan negara kesatuan berada di tangan pemerintah dan di implementasikan

(49)

penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan otonomi maka semangat

penyelengaraan menggunakan asas dekonsentrasi, asas desentralisasi dan asas

pembantuan (medebewind). Terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

menjadi sebuah landasan yuridis bagi pelaksaanaan penyelenggaraan

pemerintahan daerah

B. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

1. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Asas adalah suatu hal yang dianggap oleh masyarakat hukum sebagai basic truth,

sebab melalui asas hukum pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk

kedalam hukum, dan menjadi sumber menghidupi nilai-nilai etis, moral dan sosial

masyarakatnya.79 Dalam Pasal 20 Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas

Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:

a. asas kepastian hukum;

b. asas tertib penyelenggara negara c. asas kepentingan umum;

d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas;

g. asas akuntabilitas; asas efisiensi; dan asas efektivitas.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas

desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

79

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 baik sebelum maupun setelah amandemen, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, pasal 4 Ayat (1)

Sedangkan dasar hukum presiden sebagai kepala pemerintahan dapat di lihat pada pasal 4 ayat (1) UUD Negara RI tahun 1945 yang menentukan bahwa :” Presiden Republik Indonesia

Bahwa penyelenggaraan pemerintahan berdasakan Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUD Negara RI Tahun 1945 selengkapnya berbunyi ayat (1), ” Presiden RI memegang kekuasaan Pemerintahan

bahwa memenuhi ketentuan Pasal 181 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah sebanyak dua kali terakhir dengan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum

Pancasila sebagai Dasar Negara : Pengertian dan kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara, Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, Penjabaran Pancasila dalam

Sedangkan dasar hukum presiden sebagai kepala pemerintahan dapat di lihat pada pasal 4 ayat (1) UUD Negara RI tahun 1945 yang menentukan bahwa :” Presiden Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 18, Tambahan Lembaran