ABSTRAK
PENURUNAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG DENGAN
MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014
Oleh
Elisabeth Ocktarina Br Tarigan
Masalah dalam penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang tinggi pada siswa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah tingkah laku menyimpang siswa dapat diturunkan dengan menggunakan konseling kelompok?” Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penurunan tingkah laku menyimpang siswa dengan menggunakan konseling kelompok.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental dengan One group pretest-posttest design. Subjek dalam penelitian sebanyak delapan siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkah laku menyimpang siswa melalui konseling kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai rata-rata skor dari analisis data post rate-base rate pada delapan subjek yang dinyatakan dengan persentase perubahan -37,2%. Juga hasil dari pretest
dan posttest yang memperoleh skor 79 point menjadi 41,8 point yang artinya tingkah laku subjek menurun.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang dapat diturunkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.
Saran yang dapat diberikan (1) Kepada siswa yang tingkah laku nya menyimpang agar dapat mengindentifikasi perilakunya setiap hari sehingga mengalami perubahan. (2) Kepada guru bimbingan dan konseling, agar dapat membuat daftar tabel perilaku menyimpang bagi siswa sehingga perilaku tersebut dapat di identifikasi setiap harinya. (3) Kepada para peneliti hendaknya dapat mengatur cara untuk bisa mengumpulkan siswa dari kelas berbeda tersebut agar dapat mengikuti konseling kelompok.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Metro tanggal 11 Oktober 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara,
pasangan bapak Rubenta Tarigan dan ibu Teresia Rusmilawati.
Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari:
1. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Xaverius Metro diselesaikan tahun 1998,
2. Sekolah Dasar (SD) Xaverius Metro lulus tahun 2004,
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Metro lulus tahun 2007,
4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Yos Sudarso Metro lulus tahun 2009.
5. Bulan September tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu
Pendidikan, Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Unila melalui jalur seleksi
mandiri (UM).
Pada bulan Juli-September 2013, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan
Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMA Negeri 1
Sekincau, Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah tergabung sebagai anggota Forum Mahasiswa
Bimbingan dan Konseling Unila (Formabika) tahun 2012 / 2013. Penulis juga anggota
Perhimpunan Mahasiswa (Permata) di Gereja Batak Karo Kristen Protestan Bandar
MOTO
Kebanggaankita yangterbesaradalahbukantidakpernahgagal,
tetapibangkitkembalisetiapkali kitajatuh.
(MARIO TEGUH)
“Tiadakata menyerahuntukmencapaisesuatu yang kitainginkan,
namunperjuanganlebihkeras yang
dibutuhkanuntukmencapainya”.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas Mukzizat Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penurunan Tingkah Laku
Menyimpang Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa
Kelas XI SMK Negeri 1 Metro Tahun Pelajaran 2013 / 2014.”. Adapun maksud
penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu
Pendidikan, FKIP Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung;
2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Lampung;
4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd., selaku pembahas dan penguji pada
penulisan skripsi ini yang telah memberikan kritik dan saran dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., selaku pembimbing 1 yang telah
menyediakan waktunnya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan
6. Ibu Ranni Rahmayanthi Z, S.Pd., M.A selaku pembimbing II yang telah
banyak memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis selama
ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;
7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila. Terima Kasih
atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;
8. Bapak dan ibu Staf serta karyawan Unila, terima kasih atas bantuannya
selama ini dalam membantu menyelesaikan segala keperluan administrasi;
9. Ibu Dra Dwi Widyaningsih. S.Pd selaku kepala SMK Negeri 1 Metro dan
bapak Bekti. S.Pd selaku guru Bimbingan dan Konseling, terima kasih telah
berkenan memberikan izin dan kesediaannya membantu penulis untuk
melaksanakan penelitian;
10. Siswa-siswi SMK Ngeri 1 Metro (Abid, Alka, Mario, Ujang, Catur, Fitri,
Rosneli, Wempy) yang telah bersedia untuk melakukan kegiatan konseling
kelompok;
11. Kedua orangtua tercinta, bapak dan mamak yang tidak henti-hentinya
menyayangiku, memberikan doa, dukungan, semanggat untuk ku, serta
menantikan keberhasilanku;
12. Kakak, abang, dan adik ku tersayang. Kakak Kristy Valentina Br Tarigan,
Kakak Devi Ginting, Mbak Yeni Purnamasari, Abang Bahtera Sembiring,
Abang Frans Situmorang, adik ku Ronald Christian Tarigan, serta seluruh
Keluarga besarku, eyang dan itingku, terima kasih atas doa dan dukungan
yang diberikan kepada ku.
13. Sahabat terbaik dalam mengejar mimpi bersama: Ditha Acay, Lusi
Endarwati, Natalia Devi Sylviana, Nailul Fauziah, Emilia Roza, kalian
motivatorku untuk menjadi seorang yang lebih baik. Terimakasih atas
kebersamaan yang penuh dengan berjuta cerita dan cinta selama empat tahun
perjuangan di Unila;
14. Teman-teman KKN dan PPL: Adit, Mas Yudi, Rizki, Ditha, Rosiana,
Kanjeng mami Erma, Mbak Iis, Novi, Frida, dan Rani, Pengalaman yang
tidak terlupakan bersama kalian selama tiga bulan di Sekincau.
15. Sahabat-sahabatku SMP, Permata GBKP Bandar lampung: Fitri Aprianan,
Aima Nur Azizah, Eni Maryam, Nopi, Hasrul Marwan, Dodi Rahmad, Jeni
Depari, Ruth Prayesta, Ruth Prayesti, Rio Meliala Sembiring, Aleya Yostha
Kaban, Jerry Surbrakti, Hans sembiring, Antonio Rajoli Ginting, Hotmauli
Simanjuntak, Abang Andi Sinulingga, Natalia Utari Tarigan, Abang Cerdas
Ginting, Abang Bastian, Abang Daniel Suryana, Necy, Mega Khusnul, Uli,
Eva, Eka tarigan, Silvana Pinem, Devi Sartika, Turang Ferdinan Silangit
Tarigan, Eliasip Sembiring, Paulinus Rainaldino, Ayu Meilindha, dan Ery
Sembiring.
16. Teman-teman seperjuangan ku selama 4 tahun di BK Unila; teman-teman
Angkatan 2010, Miss u all.
17. Kakak tingkat BK Unila yang aku sayang spesial untuk Mbak Hanny, Mbak
Nelly Oktaviani, Teteh Kharunisa, Kakak Dian Sukmawati, Kakak Nanda,
Kakak Ardian Mandela, Kakak Andreas, Kakak Widi, Mbak Nuraini, Mbak
Irma Hera, Kakak Adit, Kakak Ikhwan, Kakak Ari, Kakak Awan, Kakak
Agus, Dan Kakak BK Unila Lainnya, terima kasih atas bantuan dan
18. Guru-guru dan murid SMA Negeri 1 Sekincau; Ibu Erma, Ibu Novi, Bapak
Aprin, Bapak Adji.
19. Almamaterku tercinta.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 2014
Penulis,
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 8
2.1 Tahap Pembentukan Dalam Konseling Kelompok ... 25
2.2 Tahap Peralihan Dalam Konseling Kelompok ... 26
2.3 Tahap Kegiatan Dalam Konseling Kelompok ...27
2.4 Tahap Pengakhiran Dalam Konseling Kelompok ...28
3.1 Pola One Group Pretest-Posttest Design ... 32
4.1 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Sebelum Dan Setelah Pemberian Konseling Kelompok……… 56
4.2 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Abidta……….. 59
4.3 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Alka………..61
4.4 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Mario………63
4.5 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Ujang………...65
4.6 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Catur………...67
4.7 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Rosneli………69
4.8 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Fitri……….71
iv
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kisi-kisi Observasi Tingkah Laku Menyimpang ………....90
2. Lembar Observasi Perilaku Menyimpang………... 92
3 . Hasil Uji Ahli………94
4. Uji Coba Observasi Koefisien Kesepakatan...97
5. Data Hasil Uji Coba Observasi...98
6. Hasil Uji Coba Observasi……… 99
7. Hasil Uji Reliabilitas Koefesien Kesepakatan……….100
8. Persentase Post rate base rate Penurunan Tingkah Laku Menyimpang.101 9. Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling………104
10.Wawancara Pelaksanaan Konseling Kelompok………...120
11.Tahap Pelaksanaan Penelitian………136
12.Foto Kegiatan Konseling Kelompok……….137
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kategori Observasi Tingkah Laku Menyimpang………. 37
4.1 Data Hasil (Pretest) Sebelum Pemberian Konseling Kelompok…………. 42
4.2 Data Hasil (Posttest) Sesudah Pemberian Konseling Kelompok ………... 53
4.3 Data Hasil Pretest dan Posttest...55
4.4 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Abid………..58
4.5 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Alka………..60
4.6 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Mario ………...63
4.7 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Ujang………65
4.8 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Catur………67
4.9 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Rosneli……….69
4.10 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Fitri..………...71
PERSEMBAHAN
S
yallom….
Puji tuhan Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yesus atas
terselesaikannya skripsi ini, kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
♥
Bapak dan mamak ku tercinta, Teresia Rusmilawati dan Drs Rubenta Tarigan yang
telah mengasuh dan mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang, kesabaran dan
ketulusan, serta tak pernah hentinya selalu memberikan dukungan dan doa untukku.
♥
kakak, abang dan adik ku tersayang , Kristy Valentina Br tarigan, Ronald
Christian Tersiar Tarigan, Bahtera Sembiring, Frans Situmorang, Surya Situmorang,
Norman Situmorang, Mbak Hany Septia, Mbak Nelly Oktaviani, Mbak Nuraini
Indri, Mbak Irma Hera, Kakak Ardian Mandela, Kakak Nanda Ardiyanta, Kakak
Adit, Kakak Ikhwan, Kakak Ari, Kakak Awan, yang selalu memberikan bantuan
dan semangat untuk diriku
♥
Keluarga besarku dan sahabatku tercinta
Ditha, Lusi, Desti, Ivana, Nita, Mega, Luluk,
Natalia, Nailul, Annisa, Dyah, Bunda, Dina,
Emilia, Aditya Purnama, dan Teman - teman BK
2010, Kakak tngkat BK Unila, Sahabat SMP,
Dosen- dosen BK Unila
serta
♥
Almamaterku tercinta Universitas Lampung.
DAFTAR ISI
2. Teori Yang Melandasi Tingkah Laku Menyimpang……… 11
3. Karakteristik Tingkah Laku Menyimpang ………... 13
4. Bentuk- Bentuk Dari Tingkah Laku Menyimpang ... 14
5. Faktor Penyebab Timbulnya Tingkah Laku Menyimpang Pada Siswa ………... 16
B. Layanan Konseling Kelompok ... 17
1. Pengertian Konseling Kelompok ... 17
2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok ... 18
3. Isi Layanan Konseling Kelompok ... 18
4. Komponen Layanan Konseling Kelompok ... 19
5. Pendekatan Konseling Kelompok……… 24
6. Teknik dalam Konseling Kelompok……… 29
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian………... 31
B. Desaian Penelitian ... 32
C. Subjek Penelitian ... 32
D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 34
F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas………... 37
G. Teknik Analisis Data ... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40
1. Gambaran Umum……….. 40
2. Deskripsi Data Pretest……… 41
3. Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok………….. 42
4. Deskripsi Data Posttest……….. 53
5. Teknik Analisis Data……….. 56
6. Deskripsi Hasil Subjek Pada Setiap Pertemuan Konseling Kelompok………... 57
B. Pembahasan Hasil Pada Subjek Penelitian………. 73
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 88
B. Saran ………89
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam
kehidupan dikarenakan adanya percepatan arus globalisasi yang dapat
memberikan nilai tambah tersendiri, hal ini dilihat dari kemudahan individu dalam
mengakses segala informasi yang dibutuhkan olehnya. Dari penggunaan sarana
atau suatu alat tersebutlah sehingga berdampak pada perkembangan perilaku
masyarakat.
Khususnya terjadi pada salah satu kelompok yang rentan untuk mengarah ke
negatif yaitu remaja. Kelompok yang tergolong memasuki masa remaja adalah
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Para siswa sekolah menengah mengalami masa transisi atau peralihan dari
anak-anak menuju remaja yang sering ditandai dengan krisis kepribadian sehingga
menyebabkan perubahan pada siswa. Perubahan-perubahan yang terjadi
meyebabkan perubahan pada fisik, dan mental (perilaku) siswa. Selain itu dampak
dari perubahan itu mempengaruhi diri siswa akan peranan, dorongan untuk
2
timbulnya fantasi yang berlebihan, serta persolan yang dapat menimbulkan
penyimpangan dalam tingkah lakunya (Kartono, 1998).
Adanya pengaruh akan perubahan siswa tersebut menimbulkan suatu persoalan.
Persoalan yang terjadi pada siswa bukan hanya dikarenakan oleh faktor pribadi
dan lingkungan saja melainkan tidak terpenuhinya kebutuhan psikologi dasar
dalam diri siswa. Kebutuhan yang dimaksudkan yaitu kebutuhan akan cinta dan
rasa nyaman dari orang lain. Adapun pemenuhan kebutuhan psikologis yang
diberikan secara langsung bagi siswa, akan menuntun siswa kearah yang positif.
Tetapi apabila seorang siswa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan psikologi
itu akan cenderung melakukan suatu penyimpangan.
Selain pemenuhan terhadap kebutuhan dasar siswa, pendidikan juga menjadi
bagian utama yang harus diperoleh siswa. Pendidikan itu didapatkan dari keluarga
dan sekolah, yang mana akan mempengaruhi pola pikir siswa. Pola pikir pada
setiap siswa itu tidak akan menyimpang, apabila tidak adanya pengaruh dari
lingkungan luar. Karena lingkungan yang negatif akan berdampak pada tingkah
laku siswa yang akhirnya menimbulkan penyimpangan, begitupun sebaliknya.
Salah satu teori yang berkaitan dengan tingkah laku individu itu adalah teori
behavior (dalam Boeree, 2009). Teori ini mengatakan bahwa pada dasarnya
tingkah laku setiap individu itu tidak menyimpang dan juga dapat dikendalikan.
Tingkah laku individu juga berbeda antara satu dengan yang lain. Contohnya
seorang siswa suka datang terlambat ke sekolah, dan guru memberikan hukuman.
Siswa tersebut dapat memiliki dua pandangan yang berbeda akan hukuman
3
membuat perilakunya menjadi jera, sadar sehingga siswa tersebut tidak akan
mengulangi perilakunya. Namun yang kedua beranggapan bahwa hukuman itu
sebagai sesuatu hal yang biasa, yang membuat perilakunya tidak jera dan tidak
sadar, sehingga siswa tersebut akan terus melakukan penyimpangan. Teori ini
juga memiliki pandangan bahwa lingkungan menjadi pengaruh yang kuat
terhadap perilaku setiap individu. Sehingga apabila individu tidak mampu
mengendalikan diri di dalam lingkungannya secara baik, maka dapat
menimbulkan suatu penyimpangan dalam tingkah lakunya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang bertingkah laku
menyimpang dikarenakan siswa tersebut tidak terpenuhi psikologis dasarnya juga
adanya pengaruh lingkungan (pergaulan) yang membuat pola pikir siswa berubah
terhadap pendidikan akan nilai-nilai serta norma-norma yang telah diperoleh
sebelumnya.
Sehingga berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMK Negeri 1 Metro,
terdapat beberapa tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh siswa disekolah
tersebut seperti (1) Adanya siswa yang tidak menggunakan atribut sekolah sesuai
dengan aturan sekolah; (2) adanya siswa yang membolos; (3) siswa yang tidak
mengerjakan PR; (4) siswa yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang jelas;
(5) mengobrol dikelas saat jam pelajaran; (6) bercanda gurau dengan teman saat
jam pelajaran; (7) bermain handphone dan mendengarkan musik dikelas saat jam
pelajaran; (8) siswa yang saling adu mulut saat berkelahi; (9) siswa yang berkata
kasar; (10) siswa yang suka mengatur dan memerintah orang lain dengan
4
siswa yang suka membuat kegaduhan dengan menjahili temannya; (13) siswa
yang tidak memiliki rasa empati; dan juga (14) adanya siswa yang marah jika
diberikan kritik dan saran oleh orang lain. Oleh karena itu untuk mengurangi
tingkah laku menyimpang yang dilakukan siswa SMK Negeri 1 Metro, peneliti
menggunakan layanan konseling kelompok.
Layanan Konseling kelompok yang merupakan salah satu layanan dalam
bimbingan konseling yang memungkinkan siswa dalam memperoleh kesempatan
untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui
dinamika kelompok. Dinamika kelompok ialah suasana yang terbentuk di dalam
layanan konseling kelompok, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama
anggota kelompok. Menurut Prayitno (dalam Vitalis, 2008). Konseling kelompok
yang merupakan langkah efektif bagi guru bimbingan konseling disekolah agar
mampu membantu setiap permasalahan yang dialami oleh siswa terlebih
permasalahan pada tingkah lakunya.
Adapun tujuan konseling kelompok menurut Prayitno (dalam Tohirin, 2011)
adalah untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi siswa, khususnya
kemampuan berkomunikasi, berprilaku agar dapat berkembang secara optimal dan
baik.
Atas penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian skripsi
yang berjudul: “Penurunan tingkah laku menyimpang dengan menggunakan
konseling kelompok pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Metro tahun pelajaran
5
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu:
a. Terdapat siswa yang membangkang aturan sekolah
b. Terdapat siswa yang bertingkah laku agresi
c. Terdapat adanya persaingan tingkah laku diantara siswa
d. Terdapat adanya tingkah laku berkuasa yang dilakukan oleh siswa
e. Terdapat siswa yang tingkah lakunya egois
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini
adalah tingkah laku menyimpang tinggi pada siswa. Maka rumusan
masalahnya “Apakah tingkah laku menyimpang siswa dapat diturunkan
dengan menggunakan konseling kelompok”.
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai peneliti dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui penurunan tingkah laku menyimpang siswa dengan menggunakan
konseling kelompok.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan, dapat dirinci menjadi
kegunaan secara teoritis dan manfaat praktis
a. Kegunaan Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
6
pengetahuan dibidang bimbingan dan konseling khususnya mengenai
kegiatan dalam menurunkan tingkah laku menyimpang siswa.
b. Kegunaan Praktis
1) Sebagai masukan terhadap ide-ide pemikiran bagi sekolah untuk
menurunkan tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh siswa
dengan bimbingan dan konseling.
2) Sebagai kontribusi bagi guru pembimbing untuk lebih meningkatkan
mutu layanan bimbingan dan konseling, khususnya dalam menurunkan
tingkah laku menyimpang siswa dengan menggunakan konseling
kelompok.
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah dasar dari penelitian yang disintesiskan dari
fakta-fakta hasil observasi dan telaah kepustakaan yang memuat mengenai teori, dalil
atau konsep-konsep.
Semua individu akan mengalami fase perkembangan pada dirinya, fase dimana
individu memasuki tahap perkembangan yang lebih lagi dibandingkan tahap
sebelumnya. Tahap perkembangan usia individu dibagi kedalam beberapa rentang
yaitu; usia sejak lahir-2 tahun adalah tahap perkembangan masa bayi, usia 2 tahun
-12 tahun adalah masa kanak-kanak, usia 12-15 tahun masa pra remaja, usia 15-20
tahun masa remaja, dan usia 20 tahun keatas adalah masa dewasa. Sehingga siswa
sekolah menengah kejuruan tergolong kedalam masa remaja. Masa remaja sering
dikenal dengan fase mencari jati diri, dan juga mulai berpikir untuk menentukan
7
pertumbuhan dan perkembangan pada dirinya. Pertumbuhan yang terjadi sebagai
perubahan pada individu yang mengacu pada aspek perubahan fisik, sedangkan
untuk perkembangan lebih mengacu pada perubahan karakteristik, psikis ataupun
mental individu (perilaku).
Pertumbuhan dan perkembangan itu erat kaitanya dikarenakan setiap individu
mengalaminya. Tetapi yang akan menjadi pembahasan disini adalah perubahan
pada tingkah laku individunya. Pada dasarnya semua tingkah laku individu itu
baik, karena individu mendapatkan pendidikan yang utama dari orangtua berupa
nilai-nilai kejujuran, kebaikan, ketaatan serta kedisplinan untuk pengembangan
dirinya. Bukan hanya dari orang tua saja, individu juga memperoleh pendidikan
akan norma-norma serta nilai-nilai dari sekolah. Setelah individu memperoleh
pemahaman akan nilai-nilai tersebut, dan tidak adanya pengaruh dari lingkungan
luar maka secara otomatis pola pikir setiap individu akan tetap baik.
Namun yang terjadi tidak demikian. Tingkah laku individu mulai terpengaruh
dengan adanya pergaulan dari teman-teman disekolah dan sekitarnya. Akibatnya
apa yang telah dilakukan oleh individu itu bertentangan dengan nilai-nilai yang
sudah diperoleh sebelumnya. Sehingga ketika masyarakat memandang dan
mengukur tingkah lakunya tersebut dengan suatu norma-norma, tingkah laku itu
dikatakan sebagai tingkah laku yang menyimpang.
Oleh karena itu untuk dapat mengembalikan tingkah laku menyimpang siswa
perlu dilakukan suatu upaya yang itensif yaitu dengan menggunakan layanan yang
ada dalam bimbingan dan konseling. Layanan yang dimaksudkan adalah layanan
8
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan layanan konseling kelompok yang
bertujuan untuk mengurangi tingkah laku menyimpang siswa agar mengalami
perubahan menjadi tingkah laku yang tidak menyimpang, karena konseling
kelompok itu merupakan proses pemberian bantuan dalam memecahkan
permasalahan yang terjadi pada siswa. Siswa dapat dengan bebas, leluasa dan
terbuka dalam mengungkapkan permasalahannya secara kelompok.
Berikut merupakan gambar paradigma berfikir dalam penelitian ini:
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang dapat diturunkan
dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI SMK Negeri 1
Metro Tahun Pelajaran 2013 / 2014. Maka hipotesis statistiknya adalah: Tingkah Laku
Menyimpang Tinggi
Tingkah Laku Menyimpang
Rendah
9
Ha : Tingkah laku menyimpang dapat diturunkan dengan menggunakan
konseling kelompok pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Metro
Tahun Pelajaran 2013 / 2014
Ho : Tingkah laku menyimpang tidak dapat diturunkan dengan
menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tingkah Laku Menyimpang
1. Pengertian Tingkah Laku Menyimpang
Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku tercela, yang dilakukan
oleh individu yang timbul akibat adannya faktor-faktor internal dan
eksternal pada remaja. Tingkah laku menyimpang juga diartikan sebagai
segala tindakan negatif yang dapat mempengaruhi individu dengan
lingkungannya serta hubungan sosialnya.
Hal ini diperkuat dengan teori behavior (dalam Boeree, 2009) yang
menyatakan bahwa perilaku menyimpang itu dapat dikatakan sebagai
behavior disorder yang artinya perilaku menyimpang itu terbentuk
karena adanya stimulus negatif yang mempengaruhi individu sehingga
menimbulkan suatu respon dalam dirinya untuk melakukan hal tersebut
dan mewujudkanya dalam bentuk perilaku yang menyimpang.
Stimulus yang terbentuk bukan karena kemauan individu itu sendiri
melainkan adanya pengaruh dari luar diri individu yang menyebabkan
individu tersebut meresponya dengan cara yang salah, yang akhirnya
11
Adapun pengertian tingkah laku menyimpang lainnya yang
dikemukakan menurut Hurlock (1998) menjelaskan bahwa tingkah laku
menyimpang adalah tingkah laku yang dianggap tercela, tingkah laku
yang melanggar aturan-aturan serta nilai-nilai sosial.
Selain itu, dibawah ini terdapat pendapat tentang pengertian tingkah laku
menyimpang lainnya yang dijabarkan oleh para ahli yaitu:
Menurut Sparinah Saldi (dalam Willis, 2008) yang mengemukakan
bahwa: Tingkah Laku menyimpang adalah bentuk tindakan yang
melanggar dari Norma-norma sosial, dan nilai-nilai kehidupan.
Dan menurut Dwikurnia (dalam Zanden, 2004) yang menjelaskan bahwa
penyimpangan perilaku itu adalah perilaku yang dilakukan oleh sejumlah
besar orang dianggap sebagai hal yang tercela.
Jadi berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku yang dianggap tercela,
melanggar norma-norma, nilai-nilai sosial yang dihasilkan dari suatu
stimulus negatif sehingga menyebabkan respon terhadap tingkah laku
individu.
2. Teori yang Berhubungan Dengan Tingkah Laku Menyimpang
Teori yang berkaitan dengan tingkah laku menyimpang yaitu:
a. Teori Behaviorisme
Teori Behaviorisme merupakan teori yang dikemukan oleh ahli
12
tentang perkembangan perilaku individu yang dapat diukur, diamati dan
dihasilkan oleh respon dari individu terhadap suatu rangsangan.
Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik
positif atau negatif terhadap perilaku serta kondisi yang diinginkan.
Teori ini lebih dikenal dengan nama teori belajar, dikarenakan seluruh
perilaku manusia merupakan hasil dari belajar. Belajar artinya ada suatu
perubahan perilaku terhadap organiseme yang sebagai pengaruh dari
lingkungan. Teori Behavior ini tidak mempersoalkan apakah manusia
baik atau jelek, rasional atau emosional, karena teori behavior ini hanya
ingin mengetahui bagaimana perilaku dapat dikendalian oleh
faktor-faktor dari lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan
pada tingkah laku manusia, memandang individu itu sebagai makhluk
reaktif yang merespon terhadap lingkungan, serta adanya suatu
pengalaman yang akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,
timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori
ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, yang bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi ataupun respon, menekankan pentingnya latihan
pengendalian diri, mementingkan mekanisme hasil belajar, serta
mementingkan peranan kemampuan dari hasil belajar yang diperoleh
terhadap munculnya perilaku yang diinginkan. Penggambaran teori ini
dapat dijelaskan seperti dibawah ini:
13
R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (individu/manusia).
Yang artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran
atau reward serta penguatan ataupun reinforcement dari lingkungan.
Dengan demikian dalam tingkah laku terdapat hubungan yang erat antara
reaksi-reaksi behavior dengan stimulusnya. Ahli behaviorisme lainnya
yang menganut pandangan ini seperti Thorndike, John Watson, Pahlov
yang berpendapat sama bahwa tingkah laku individu itu merupakan
suatu respon dari lingkungan dan juga merupakan hasil dari
pembelajaran.
Dengan demikian berdasarkan uraian diatas, teori behavior ini dapat
menjadi landasan dengan tingkah laku menyimpang dilihat dari adanya
keterkaitan dengan teorinya.
3. Karakteristik dari Tingkah Laku Menyimpang
Adapun karakteristik dari tingkah laku menyimpang itu dapat mudah
dilihat, diamati dan nampak secara langsung oleh orang lain. Tingkah
laku menyimpang pada individu juga memiliki karakteristik yang khas
dan berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya.
Menurut Ahli behavior yaitu Skinner (dalam Corey, 2009) yang
membagi karakteristik tingkah laku menyimpang itu menjadi beberapa
macam yaitu:
a. Tingkah laku menyimpang itu dapat diamati, diukur dan diramalkan
b. Tingkah laku menyimpang itu merupakan hasil dari pembelajaran yang
14
c. Tingkah laku menyimpang itu merupakan bentuk dari sebab-akibat
d. Tingkah laku menyimpang itu terjadi karena adanya S-R
(Stimulus-Respon)
Adapun tingkah laku siswa yang dapat dikatakan tingkah laku
menyimpang apabila tingkah laku dari individu tersebut berkarakteristik
seperti penjelasan di atas, dan terjadi dalam proses kehidupannya.
4. Bentuk-bentuk dari Tingkah Laku Menyimpang
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkah laku menyimpang itu
terjadi karena adanya stimulus negatif yang menghasilkan suatu respon
dalam dirinya untuk melakukan suatu penyimpangan tersebut.
Adapun bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang menurut Hurlock
(1998) antara lain:
1. Pembangkangan (Negativisme)
2. Tingkah Laku Agresi (Aggression)
3. Persaingan Tingkah Laku (Rivalvy)
4. Tingkah Laku Berkuasa (Ascendant behavior)
5. Egois
Pembangkangan adalah tingkah laku seseorang yang sifatnya melawan /
menentang perintah, contohnya siswa yang tidak beratribut sekolah yang
sesuai, siswa yang berpakaian seragam tidak rapi, siswa yang datang
terlambat ke sekolah, tidak mengerjakan PR, tidak mengikuti upacara
15
masuk sekolah selama berhari-hari tanpa keterangan yang jelas, mengobrol
saat jam pelajaran, bermain handphone dan mendengarkan musik saat
proses belajar. Tingkah laku agresi adalah tingkah laku yang bersifat
menyerang, contohnya seperti siswa berkelahi dengan adu mulut, berkata
kasar, membuat kegaduhan dikelas dengan menjahili temannya.
Persaingan tingkah laku adalah tingkah laku perlawanan, merasa
sebanding, contohnya seperti membuat contekan dan menconteknya saat
ulangan serta menguasai barang milik temanya dengan mencuri. Tingkah
laku berkuasa adalah tingkah laku yang memiliki suatu kuasa, mempunyai
alih tangan, atau merasa hebat contohnya seperti suka memerintah orang
lain, mengatur orang lain demi kepentimgan pribadi; dan egois adalah
tingkah laku yang hanya mementingkan diri sendiri, contohnya siswa yang
tidak memiliki rasa empati, dan siswa yang marah apabila diberikan kritik
dan saran oleh orang lain
Berdasarkan uraian di atas, bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang itu
merupakan penggambaran dari tingkah laku yang dilakukan oleh siswa
disekolah. Penyebab penyimpangan tingkah laku itu dikarenakan adanya
pengaruh temannya disekolah. Adapun contohnya seorang siswa yang
selalu membangkang perintah guru dengan tidak mengidahkan peraturan
sekolah, dikarenakan siswa ingin mendapatkan perhatian dari guru
sekolah. Tingkah laku tersebut dilakukan siswa secara terus-menerus dan
16
5. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Tingkah Laku Menyimpang Pada Siswa
Menurut Santrock (2007) tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh
siswa terjadi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor yaitu:
1). Faktor dari lingkungan yang meliputi:
a. Adannya pengaruh orangtua
b. Pengaruh teman sebaya
c. Kualitas lingkungan serta kondisi tempat tinggal
d. Faktor sekolah (kurangnya harapan terhadap pendidikan sekolah)
2). Faktor pribadi yang meliputi:
a. Pemahaman diri yang salah
b. Pemikiran, serta pandangan yang salah
c. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
d. Kurangnya pengendalian diri
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dua faktor yang
meyebabkan adannya penyimpangan tingkah laku pada siswa dikarenakan
oleh faktor pribadi. Faktor ini terjadi karena individu kurang memiliki
kemampuan dalam menyeleksi, mengolah, menganalisis terlebih dahulu
adanya pengaruh yang datang dari luar individu sehingga individu mudah
terpengaruh dan akhirnya melakukan penyimpangan. Adannya faktor dari
17
B. Konseling Kelompok
1. Pengertian Konseling Kelompok
Konseling kelompok adalah layanan yang ada dalam bimbingan dan
konseling yang mengikutkan sejumlah peserta yaitu siswa sebagai klien
dan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok. Layanan konseling
kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai
hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan pemecahan masalah
individu (siswa).
Konseling kelompok yang digunakan disini adalah konseling kelompok
dengan menggunakan pendekatan behavioral. Konseling kelompok
dengan pendekatan ini adalah bagaimana cara memodifikasi perilaku
individu melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar
untuk perubahan perilaku. Dalam konseling kelompok behavioral ini,
keberadaan konseli tidak harus berasal dari konseli yang mempunyai
permasalahan yang sama, melainkan setiap anggota kelompok diberikan
kesempatan untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh
salah seorang anggota kelompok. Jadi disini sharing pendapat di antara
teman sebaya dalam memecahkan sebuah persoalan. Konselor
memegang peranan aktif dan langsung, hal ini bertujuan agar konselor
dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan
masalah-masalah yang dikemukakan oleh konseli sehingga diharapkan kepada
perubahan perilaku yang baru. Selain itu konseli harus mampu
berpartisipasi dalam kegiatan konseling, harus memiliki motivasi untuk
18
konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Sistem dan prosedur konseling behavioral itu sangat terdefinisikan
dikarenakan peranan yang jelas dari konselor dan konseli menurut
Sherman (dalam Corey, 2009)
Berdasarkan definisi tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa
konseling kelompok pendekatan behavioral ini merupakan usaha
pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa yang diselenggarakan
dalam suasana kelompok dengan memodifikasi perilaku individu dengan
memodifikasi perilaku tersebut.
2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok
Konseling kelompok digunakan untuk mengatasi masalah klien serta
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Prayitno
(dalam Tohirin, 2011) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:
“Terkembangnya perasaan, pikiran, wawasan dan sikap terarah pada
tingkahlaku khususnya dan bersosialisasi dan berkomunikasi; terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu-individu lain yang
menjadi peserta layanan”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa adanya
pencapaian tujuan yang jelas dalam suatu kegiatan layanan konseling
menjadi suatu keharusan agar kegiatan dapat terarah dan dapat
dilaksanakan secara optimal.
3. Isi Layanan Konseling Kelompok
Isi layanan konseling kelompok membahas masalah-masalah yang
19
anggota kelompok mengemukakan masalahnya baik itu masalah pribadi
ataupun masalah lainnya secara bebas (Tohirin, 2011).
4. Komponen Layanan Konseling Kelompok
Menurut Prayitno (2004) dalam layanan konseling kelompok berperan
dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan anggota kelompok.
a. Pemimpin kelompok
Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang
menyelenggarakan praktik konseling profesional.
1) Karakteristik Pemimpin Kelompok
Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya pemimpin
kelompok adalah seorang yang:
(a)Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga
terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara
anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik,
konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban,
menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman,
menggembirakan, dan membahagiakan; serta mencapai tujuan
bersama kelompok.
(b)Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi,
menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan
kontenbahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.
Konten yang dimaksudkan bukan hanya meliputi materi yang
20
proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi serta tindakan
yang terkait baik langsung maupun tidak langsung.
(c)Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan
nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan tidak
antagonistik dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa
memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak
berpura-pura, disiplin dan kerja keras.
Keseluruhan karakteristik di atas membentuk pemimpin kelompok yang
berwibawa. Kewibawaan ini harus dapat dirasakan secara langsung oleh
para anggota kelompok. Dengan kewibawaan pemimpin kelompok
Akan menjadi panutan tingkah laku bagi anggota kelompok, menjadi
pengembang dan pensinergian konten bahasan, serta kualitas dalam
mendorong pengembangan dan pemecahan masalah yang dialami para
peserta kelompok.
2) Peran Pemimpin Kelompok
Dalam mengarahkan suasana kelompok melaui dinamika kelompok,
pemimpin kelompok berperan dalam:
(a) Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri
atas 6-10 orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang
mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu:
(1) Terjadinya hubungan antara-anggota kelompok, menuju keakraban
di antara mereka.
(2) Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok, dalam
21
(3) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan
kelompok.
(4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok,
sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak
menjadi yes-man.
(5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini
berusaha dan mampu “tampil beda” dari kelompok lain.
Berbagai keterampilan, termasuk penggunaan permainan kelompok,
perlu diterapkan pemimpin kelompok dalam pembentukan kelompok.
(b) Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa,
mengapa dan bagaimana layanan konseling kelompok dilaksanakan.
(c) Pentahapan kegiatan konseling kelompok.
(d)Penilaian segera (laiseg) hasil layanan konseling kelompok.
(e)Tindak lanjut layanan.
b. Anggota Kelompok
Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu
membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok (jumlah
anggota kelompok), dan homogenitas/heterogenitas anggota kelompok
dapat mempengaruhi kinerja kelompok.
1) Besarnya Kelompok
Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi
efektifitas konseling kelompok. Kedalaman dan variasi pembahasan
menjadi terbatas, karena sumbernya yaitu para anggota kelompok
22
karena hanya didapat oleh 2-3 orang saja. Kondisi seperti itu
mengurangi makna dari konseling kelompok. Hal ini tidak berarti
bahwa konseling kelompok yang beranggotakan 2-3 orang saja dapat,
tetapi kurang efektif. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar juga
kurang efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka
partisipasi aktif individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang
intensif; kesempatan berbicara, dan memberikan / menerima sentuhan
dalam kelompok kurang, padahal melalui sentuhan-sentuhan dengan
frekuensi tinggi itulah individu memperoleh manfaat langsung dalam
layanan konseling kelompok. Kekurangan-kekurangan kelompok mulai
terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10 orang.
2) Homogenitas / Heterogenitas Kelompok
Perubahan yang intensif dan mendalam memerlukan sumber-sumber
yang bervariasi. Dengan demikian, konseling kelompok memerlukan
anggota kelompok yang dapat menjadi sumber-sumber bervariasi untuk
membahas suatu topik atau memecahkan masalah tertentu. Dalam hal
ini anggota kelompok yang homogen kurang efektif dalam konseling
kelompok. Sebaliknya anggota kelompok yang heterogen akan menjadi
sumber yang lebih kaya untuk pencapaian tujuan layanan. Pembahasan
dapat di tinjau dari berbagai sesi, tidak monoton, dan terbuka.
Heterogenitas dapat mendobrak dan memecahkan kebekuan yang
23
3) Peranan Anggota Kelompok
(a)Aktifitas Mandiri
Peran anggota kelompok (AK) dalam layanan konseling
kelompok bersifat dari, oleh, dan untuk para anggota kelompok
itu sendiri. Masing-masing anggota kelompok beraktifitas
langsung dan mandiri dalam bentuk
1) Mendengar, memahami, dan merespon dengan tepat dan positif
(3-M)
2) Berpikir dan berpendapat.
3) Menganalisis, mengkritisi, dan beragumentasi.
4) Merasa, berempati dan bertindak.
5) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama.
(b)Aktifitas mandiri masing-masing anggota kelompok itu
diorientasikan pada kehidupan bersama dalam kelompok.
Kebersamaan ini mewujudkan melalui:
1) Pembinaan keakraban dan keterlibatan secara emosional antar
anggota kelompok.
2) Kepatuhan terhadap aturan kegiatan dalam kelompok.
3) Komunikasi jelas dan lugas dengan lembut dan bertatakrama.
4) Saling memahami, memberi kesempatan dan membantu.
24
5. Pendekatan Konseling Kelompok
Pendekatan dan teknik konseling kelompok menurut Prayitno (2004) yaitu:
a. Pembentukan Kelompok
Kelompok untuk layanan konseling kelompok dapat dibentuk melalui
pengumpulan individu (siswa dan individu lainnya) yang berasal dari:
1) Satu kelas siswa yang dibagi ke dalam beberapa kelompok.
2) Kelas-kelas siswa yang berbeda dihimpun dalam satu kelompok.
3) Lokasi dan kondisi yang berbeda dikumpulkan menjadi satu
kelompok.
Pengelompokan individu itu dengan memperhatikan aspek-aspek relatif
homogenitas dan heterogenitas sesuai dengan tujuan layanan. Data hasil
instrumentasi, himpunan data dan sumber-sumber lainnya dapat menjadi
pertimbangan dalam pembentukan kelompok.
b. Tahap Penyelenggaraan
Layanan konseling kelompok diselenggarakan melalui empat tahap
kegiatan, yaitu:
1) Tahap pembentukan, yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan
sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan
dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama.
2) Tahap peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal
kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian
tujuan kelompok.
3) Tahap kegiatan, yaitu tahapan “kegiatan inti” untuk mengentaskan
25
4) Tahap pengakhiran, yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali
apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta
merencanakan kegiatan selanjutnya.
Tahap 1: Pembentukan
Gambar 2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok
Tahap peralihan ini merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan tahap ketiga.
Tahap Pada tahap ini tugas konselor adalah membantu para anggota untuk
mengenali dan mengatasi halangan, kegelisahan, keengganan, sikap
mempertahankan diri dan sikap ketidaksabaran yang timbul pada saat ini Menurut
Gladding (dalam Prayitno, 2004).
TAHAP 1
1. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok.
2. Tumbuhnya suasana kelompok.
3. Tumbuhnya minat anggota mengikuti kegiatan kelompok.
4. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima dan membantu diantara para anggota.
5. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka. 6. Dimulainya pembahasan tentang
tingkah laku dan perasaan dalam kelompok
Kegiatan:
1. Mengungkapkan pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling kelompok. 2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b)
asas-asas kegiatan kelompok. 1. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka
2. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati
26
Pola keseluruhan tahap kedua tersebut disimpulkan ke dalam bangan berikut:
Tahap II: Peralihan
Gambar 2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok
Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan konseling kelompok dengan
suasana yang ingin dicapai, yaitu terbahasanya secara tuntas permasalahan yang
dihadapi oleh anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan
diri, baik yang menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun
menyangkut pendapat yang dikemukakan oleh kelompok. Tahap ini disimpulkan
berhasil jika semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji menurut
konsekuensinya dapat diwujudkan. Solusi-solusi tersebut harus praktis, dapat
TAHAP II PERALIHAN
Tema: Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga
Tujuan:
1. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya. 2. Makin mantapnya suasana
kelompok dan kebersamaan. 3. Makin mantapnya minat untuk ikut
serta dalam kegiatan kelompok.
Kegiatan:
1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. 2. Menawarkan atau mengamati apakah
para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).
3. Membahas suasana yang terjadi. 4. Meningkatkan kemampuan
keikutsertaan anggota.
5. Kalau perlu kembali kebeberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan) PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK
1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.
2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya.
27
direalisasikan dan pilihan akhir harus dibuat setelah melakukan pertimbangan dan
diskusi yang tepat.
Pola keseluruhan tahap ketiga tersebut disimpulkan ke dalam bangan berikut:
Tahap III: Kegiatan
l
Gambar 2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok
Pada tahap pengakhiran terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan
tindak lanjut (follow up). Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian
kegiatan konseling kelompok dengan tujuan telah tuntasnya topik yang dibahas
oleh kelompok tersebut. Dalam kegiatan kelompok berpusat pada pembahasan
dan penjelasan tentang kemampuan anggota kelompok untuk menetapkan hal-hal
yang telah diperoleh melalui layanan konseling kelompok dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu pemimpin kelompok berperan untuk memberikan
TAHAP III KEGIATAN
Tema: Kegiatan pencapaian tujuan
Tujuan:
1. Terungkapnya secara bebas masalah / topik dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. 2. Terbahasnya masalah dan
topik yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas.
3. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dalam pembahasan, baik yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.
Kegiatan:
1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan.
2. Menetapkan masalah atau topic yang akan dibahas terlebih dahulu. 3. Anggota membahas masing-masing
topik secara mendalam dan tuntas. 4. Kegiatan selingan.
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka
2. Aktif tetapi tidak banyak bicara
28
penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok
tersebut.
Tahap IV: Pengakhiran
Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok
Berdasarkan tahap-tahap konseling yang telah dikemukakan di atas, kiranya
konseling haruslah dilakukan dengan sistematis, sesuai dengan yang telah
diuraikan agar tujuan dari konseling kelompok yang telah dirumuskan dapat
terlaksana dengan baik dan efektif.
TAHAP IV PENGAKHIRAN
Tema: Penilaian dan Tindak Lanjut
Tujuan:
1. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan.
2. Terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas.
3. Terumuskannya rencana kegiatan lebih lanjut.
4. Tetap dirasakannya interaksi kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri. 4. Mengemukakan pesan dan
harapan.
PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK 1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka.
2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota. 3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut.
29
6. Teknik dalam Konseling Kelompok
a. Teknik umum pengembangan dinamika kelompok
Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan
konsling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok
yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan.
Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi:
1. Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka.
2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan,
diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi.
3. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas anngota
kelompok
4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh yang tujuannya untuk
lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan.
5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki.
Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan yang bertujuan untuk
memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan
konseling kelompok.
C. Keterkaitan Penggunaan Konseling Kelompok Untuk Mengatasi Tingkah Laku Menyimpang
Keterkaitan antara konseling kelompok untuk mengatasi tingkah laku
menyimpang tampak pada saat pelaksanaan konseling kelompok yang mana
didalam layanan konseling kelompok, peneliti menggunakan konseling
30
tingkah laku sebagai fungsi pembawaan dari lingkungan. Tingkah laku yang
dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari konselor sebagi kriteria
pengukuran keberhasilan konseling. Adapun tujuan penggunaan teknik
konseling behavior adalah untuk menghapus / menghilangkan tingkah laku
maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah
laku adaptif yang diinginkan klien
Konseling behavior ini berusaha untuk membantu mengontrol konsekuensi
atas tingkah laku menyimpang yang dilakukan dan juga membantu mengatasi
tingkah laku siswa agar menjadi tidak menyimpang.
Dalam pandangan behavior, menurut Corey (2009) yang menyatakan bahwa
konseling behavioral sebagai aplikasi dari teori belajar untuk mengatasi
tingkah laku menyimpang.
Jadi adanya keterkaitan antara penggunaan konseling kelompok dengan
tingkah laku menyimpang dapat dilihat dari tujuan serta proses pemberian
tekniknya yaitu dengan penggunaan konseling kelompok model pendekatan
behavior yang diharapkan agar tingkah laku menyimpang mengalami
perubahan.
31
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang di gunakan untuk
mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode ini
dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan dan memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat
dipercaya.
Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment. Sebagaimana
dikemukakan oleh Seniati, dkk (2011) yang menjelaskan bahwa penelitian
eksperimen mengukur hubungan sebab-akibat. Peneliti menggunakan metode
Quasi eksperiment ini karena dalam metode ini memenuhi tiga syarat utama
yang menjadi perbedaan dengan penggunaan metode penelitian lainnya yaitu;
dalam metode Quasi ini tidak dilakukan manipulasi terhadap variabel bebas,
dalam menentukan subjek penelitian, subjek tidak dipilih secara random, serta
32
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu one group pretest-posttest design.
Pelaksanaan dengan desain ini dilakukan dengan cara memberikan perlakuan
atau treatment (X) terhadap suatu kelompok. Sebelum diberikan perlakuan
atau treatment, kelompok tersebut diberikan pretest (O1) dan kemudian
setelah perlakuan atau treatment, kelompok tersebut diberikan posttest (O2).
Hasil dari kedua test ini kemudian dibandingkan untuk mengetahui apakah
perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh atau perubahan terhadap
kelompok tersebut (Sugiyono, 2012).
Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pretest Treatment Posttest
O1 X O2
Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design
Keterangan :
O1 : Pretest berupa observasi awal sebelum siswa diberikan perlakuan
X : Perlakuan (treatment)
O2 : Posttest berupa observasi akhir setelah siswa diberikan perlakuan
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dari kelas XI Akuntasi dan XI
Pemasaran. Berdasarkan apa yang peneliti lakukan di sekolah tersebut terdapat
penyimpangan tingkah laku siswa. Salah satu contohnya adalah terdapat siswa
yang menggunakan atribut sekolah yang tidak sesuai dengan aturan sekolah,
33
Untuk pertama kalinya peneliti melakukan wawancara terlebih dahulu kepada
guru bimbingan konseling disekolah tersebut, kemudian peneliti melakukan
observasi yaitu melakukan pretest dengan menggunakan lembar observasi
untuk memastikan subjek yang diberikan oleh guru BK sesuai dengan kriteria
untuk menjadi subjek penelitian atau tidak dan didapatkan 8 siswa yang
tingkah lakunya menyimpang. Setelah itu subjek diberikan treatment berupa
konseling kelompok, dan yang terakhir peneliti kembali melakukan observasi
dengan melakukan posttest untuk dapat melihat perubahan terhadap tingkah
siswa tersebut.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2011) variabel adalah objek penelitian, atau yang menjadi
titik perhatian suatu penelitian.
Menurut Hatch dan Fardhy (dalam Sugiyono, 2012) secara teoritis variabel
dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai
variasi antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek
lainnya.
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu :
a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
34
b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah tingkah laku Menyimpang
dan konseling kelompok.
Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku yang dianggap tercela,
perilaku melanggar aturan-aturan serta nilai-nilai sosial.
Indikator tingkah laku menyimpang adalah pembangkangan, tingkah laku
agresi, persaingan tingkah laku, tingkah laku berkuasa, dan egois.
Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan layanan yang bertujuan untuk
mengurangi tingkah laku menyimpang siswa dengan memanfaatkan
dinamika kelompok. Konseling kelompok yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik konseling behavioral. Adapun tahap-tahap
pelaksanaan konseling kelompok, yaitu: (1) tahap pembentukan, (2) tahap
peralihan, (3) tahap kegiatan, (4) tahap pengakhiran. Konseling kelompok
dilaksanakan dalam rangka mengatasi tingkah laku menyimpang.
E. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian,
yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Untuk
35
pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan
menggunakan observasi.
1. Observasi
Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan
akan diamati. Dalam proses observasi, observer (pengamat) tinggal
memberikan tanda checklist (√) pada kolom tempat munculnya peristiwa.
Cara bekerja seperti ini disebut system tanda (sign system).
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi
dilakukan dengan cara pretest dan posttest. Hal yang akan diobservasi
dalam penelitian ini adalah tingkah laku siswa. Observasi dilakukan oleh
dua orang observer, agar peneliti dapat membandingkan hasil observasi
antara observer satu (I) dengan observer dua (II), sehingga dapat
mengurangi adanya penilaian subjektivitas saat observasi.
Saat pelaksanaan observasi peneliti dan observer lain yaitu guru
bimbingan konseling SMK Negeri 1 Metro, Bapak Bekti S.Pd mengamati
perilaku siswa dalam dua hari saat jam sekolah berlangsung. Dalam
pengamatan tersebut akan diperhatikan beberapa kali perilaku-perilaku
yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa (sesuai dengan lembar
observasi pada lampiran 2 Hal 91).
Peneliti menggunakan lembar observasi yang berisi 5 skor kemunculan
tingkah laku yang akan dinilai. 5 skor jawaban ini menunjukkan frekuensi
36
observasi oleh observer. Keterangan penskoran dalam lembar observasi
dijelaskan sebagai berikut: Skor 5 diberikan jika perilaku muncul sebanyak
4 kali , skor 4 jika muncul sebanyak 3 kali, skor 3 jika muncul sebanyak 2
kali, skor 2 jika perilaku muncul sebanyak 1 kali dan skor 0 jika perilaku
sama sekali tidak muncul selama observasi. Perhitungan skor pada lembar
observasi dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari
muncul atau tidaknya perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini
tingkah laku menyimpang siswa dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi,
sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu
ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
: interval
: nilai tertinggi
: nilai terendah
: jumlah kategori
Perhitunganya:
20+27 = 47 jadi 20 – 47 kategori rendah
48+27 = 75 jadi 48 – 75 kategori sedang dan
75 +27 = 100 jadi 76 – 100 kategori tinggi
Keterangan dari perhitungan:
37
Sedangkan 3 itu jumlah kategori dari tingkah laku menyimpang; tinggi, sedang, rendah.
Dibawah ini merupakan tabel kategori observasi tingkah laku menyimpang siswa yang dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kategori Observasi Tingkah Laku Menyimpang Siswa
Interval Kategori
76-100 Tinggi
48-75 Sedang
20-47 Rendah
F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas Observasi
Validitas adalah suatu struktur yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan dan kesalahan suatu instrumen. Uji validitas digunakan untuk
mengetahui apakah instrumen yang dibuat dapat mengukur apa yang
diinginkan.
Uji validitas alat ukur adalah “alat ukur atau pengukur yang berfungsi
dengan baik itu akan mampu mengukur dengan tepat mengenai gejala
sosial tertentu, baru kemudian alat ukur tersebut menunjukkan kevalidan
atau kelebihan suatu instrument” menurut Sudjana (2002). Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrument. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
38
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman observasi yang
berupa lembar observasi. Lembar observasi yang merupakan
pengembangan dari pedoman observasi yang berisi rincian dari
aspek-aspek yang akan diobservasi yaitu tingkah laku menyimpang. Lembar
observasi dapat dilihat pada (lampiran 2 Hal 91).
Menurut Sugiyono (2012) untuk menguji validitas isi, dapat dengan
mempertimbangkan pendapat para ahli (judgments experts). Dalam hal ini,
setelah kisi-kisi lembar observasi disusun berdasarkan aspek-aspek tingkah
laku yang akan diukur, maka selanjutnya di uji ahli oleh dosen
pembimbing dan pengajar di program studi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Uji Reliabilitas Observasi
Menurut Ridwan (2011) reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian
bahwa suatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen itu sudah baik.
Teknik mencari reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini dengan
Uji koefesien kesepakatan, yaitu dengan mengevaluasi kesepakatan antara
dua pengamat yaitu peneliti sebagai pengamat 1 dan guru bimbingan dan
konseling sebagai pengamat 2. Dalam melakukan uji penelitian ini
digunakan 20 item yang valid dan di uji cobakan di SMK Negeri 3 Metro.
Hasil yang didapat melalui uji koefisien kesepakatan yaitu 0,795. Kriteria
hasil reliabilitas dalam penelitian ini tergolong tinggi. Hasil dapat dilihat
39
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh
responden terkumpul. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan
hipotesis penelitian Sugiyono (2012).
Menurut Ridwan (2011) menyatakan bahwa penelitian eksperimen
bertujuan untuk mengetahui dampak dari suatu perlakuan.
Peneliti menggunakan teknik analisis data dengan post-rate dan base-rate
yaitu dengan cara membandingkan hasil persentase perubahan Pretest dan
Posttest yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas perubahan tingkah
laku terhadap treatment yang diberikan kepada siswa.
Menurut Godwin (dalam Latif, 1997) menyatakan bahwa:
“Untuk menjawab masalah apakah ada dampak treatment terhadap
penurunan perilaku klien, maka data yang telah di tabulasi di olah dan di analisis menggunakan rumus presentase. suatu treatment atau konseling dikatakan efektif bila hasil presentase perubahan adalah sebesar 50 % atau lebih.”
Untuk mengetahui efektifitas persentase perubahan perilaku terhadap
treatment yang telah diberikan kepada siswa maka digunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
Post Rate = Jumlah skor perilaku sesudah diberikan treatment
40