• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENURUNAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENURUNAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG DENGAN

MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

Oleh

Elisabeth Ocktarina Br Tarigan

Masalah dalam penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang tinggi pada siswa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “apakah tingkah laku menyimpang siswa dapat diturunkan dengan menggunakan konseling kelompok?” Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penurunan tingkah laku menyimpang siswa dengan menggunakan konseling kelompok.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental dengan One group pretest-posttest design. Subjek dalam penelitian sebanyak delapan siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkah laku menyimpang siswa melalui konseling kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai rata-rata skor dari analisis data post rate-base rate pada delapan subjek yang dinyatakan dengan persentase perubahan -37,2%. Juga hasil dari pretest

dan posttest yang memperoleh skor 79 point menjadi 41,8 point yang artinya tingkah laku subjek menurun.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang dapat diturunkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Saran yang dapat diberikan (1) Kepada siswa yang tingkah laku nya menyimpang agar dapat mengindentifikasi perilakunya setiap hari sehingga mengalami perubahan. (2) Kepada guru bimbingan dan konseling, agar dapat membuat daftar tabel perilaku menyimpang bagi siswa sehingga perilaku tersebut dapat di identifikasi setiap harinya. (3) Kepada para peneliti hendaknya dapat mengatur cara untuk bisa mengumpulkan siswa dari kelas berbeda tersebut agar dapat mengikuti konseling kelompok.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Metro tanggal 11 Oktober 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara,

pasangan bapak Rubenta Tarigan dan ibu Teresia Rusmilawati.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari:

1. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Xaverius Metro diselesaikan tahun 1998,

2. Sekolah Dasar (SD) Xaverius Metro lulus tahun 2004,

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Metro lulus tahun 2007,

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Yos Sudarso Metro lulus tahun 2009.

5. Bulan September tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu

Pendidikan, Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Unila melalui jalur seleksi

mandiri (UM).

Pada bulan Juli-September 2013, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan

Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMA Negeri 1

Sekincau, Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah tergabung sebagai anggota Forum Mahasiswa

Bimbingan dan Konseling Unila (Formabika) tahun 2012 / 2013. Penulis juga anggota

Perhimpunan Mahasiswa (Permata) di Gereja Batak Karo Kristen Protestan Bandar

(7)

MOTO

Kebanggaankita yangterbesaradalahbukantidakpernahgagal,

tetapibangkitkembalisetiapkali kitajatuh.

(MARIO TEGUH)

“Tiadakata menyerahuntukmencapaisesuatu yang kitainginkan,

namunperjuanganlebihkeras yang

dibutuhkanuntukmencapainya”.

(8)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas Mukzizat Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penurunan Tingkah Laku

Menyimpang Dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa

Kelas XI SMK Negeri 1 Metro Tahun Pelajaran 2013 / 2014.”. Adapun maksud

penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu

Pendidikan, FKIP Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Drs. Baharudin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Lampung;

4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd., selaku pembahas dan penguji pada

penulisan skripsi ini yang telah memberikan kritik dan saran dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Drs. Syaifuddin Latif, M.Pd., selaku pembimbing 1 yang telah

menyediakan waktunnya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan

(9)

6. Ibu Ranni Rahmayanthi Z, S.Pd., M.A selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis selama

ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling FKIP Unila. Terima Kasih

atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;

8. Bapak dan ibu Staf serta karyawan Unila, terima kasih atas bantuannya

selama ini dalam membantu menyelesaikan segala keperluan administrasi;

9. Ibu Dra Dwi Widyaningsih. S.Pd selaku kepala SMK Negeri 1 Metro dan

bapak Bekti. S.Pd selaku guru Bimbingan dan Konseling, terima kasih telah

berkenan memberikan izin dan kesediaannya membantu penulis untuk

melaksanakan penelitian;

10. Siswa-siswi SMK Ngeri 1 Metro (Abid, Alka, Mario, Ujang, Catur, Fitri,

Rosneli, Wempy) yang telah bersedia untuk melakukan kegiatan konseling

kelompok;

11. Kedua orangtua tercinta, bapak dan mamak yang tidak henti-hentinya

menyayangiku, memberikan doa, dukungan, semanggat untuk ku, serta

menantikan keberhasilanku;

12. Kakak, abang, dan adik ku tersayang. Kakak Kristy Valentina Br Tarigan,

Kakak Devi Ginting, Mbak Yeni Purnamasari, Abang Bahtera Sembiring,

Abang Frans Situmorang, adik ku Ronald Christian Tarigan, serta seluruh

Keluarga besarku, eyang dan itingku, terima kasih atas doa dan dukungan

yang diberikan kepada ku.

13. Sahabat terbaik dalam mengejar mimpi bersama: Ditha Acay, Lusi

(10)

Endarwati, Natalia Devi Sylviana, Nailul Fauziah, Emilia Roza, kalian

motivatorku untuk menjadi seorang yang lebih baik. Terimakasih atas

kebersamaan yang penuh dengan berjuta cerita dan cinta selama empat tahun

perjuangan di Unila;

14. Teman-teman KKN dan PPL: Adit, Mas Yudi, Rizki, Ditha, Rosiana,

Kanjeng mami Erma, Mbak Iis, Novi, Frida, dan Rani, Pengalaman yang

tidak terlupakan bersama kalian selama tiga bulan di Sekincau.

15. Sahabat-sahabatku SMP, Permata GBKP Bandar lampung: Fitri Aprianan,

Aima Nur Azizah, Eni Maryam, Nopi, Hasrul Marwan, Dodi Rahmad, Jeni

Depari, Ruth Prayesta, Ruth Prayesti, Rio Meliala Sembiring, Aleya Yostha

Kaban, Jerry Surbrakti, Hans sembiring, Antonio Rajoli Ginting, Hotmauli

Simanjuntak, Abang Andi Sinulingga, Natalia Utari Tarigan, Abang Cerdas

Ginting, Abang Bastian, Abang Daniel Suryana, Necy, Mega Khusnul, Uli,

Eva, Eka tarigan, Silvana Pinem, Devi Sartika, Turang Ferdinan Silangit

Tarigan, Eliasip Sembiring, Paulinus Rainaldino, Ayu Meilindha, dan Ery

Sembiring.

16. Teman-teman seperjuangan ku selama 4 tahun di BK Unila; teman-teman

Angkatan 2010, Miss u all.

17. Kakak tingkat BK Unila yang aku sayang spesial untuk Mbak Hanny, Mbak

Nelly Oktaviani, Teteh Kharunisa, Kakak Dian Sukmawati, Kakak Nanda,

Kakak Ardian Mandela, Kakak Andreas, Kakak Widi, Mbak Nuraini, Mbak

Irma Hera, Kakak Adit, Kakak Ikhwan, Kakak Ari, Kakak Awan, Kakak

Agus, Dan Kakak BK Unila Lainnya, terima kasih atas bantuan dan

(11)

18. Guru-guru dan murid SMA Negeri 1 Sekincau; Ibu Erma, Ibu Novi, Bapak

Aprin, Bapak Adji.

19. Almamaterku tercinta.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 2014

Penulis,

(12)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 8

2.1 Tahap Pembentukan Dalam Konseling Kelompok ... 25

2.2 Tahap Peralihan Dalam Konseling Kelompok ... 26

2.3 Tahap Kegiatan Dalam Konseling Kelompok ...27

2.4 Tahap Pengakhiran Dalam Konseling Kelompok ...28

3.1 Pola One Group Pretest-Posttest Design ... 32

4.1 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Sebelum Dan Setelah Pemberian Konseling Kelompok……… 56

4.2 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Abidta……….. 59

4.3 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Alka………..61

4.4 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Mario………63

4.5 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Ujang………...65

4.6 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Catur………...67

4.7 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Rosneli………69

4.8 Grafik Perubahan Tingkah Laku Menyimpang Fitri……….71

(13)

iv

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kisi-kisi Observasi Tingkah Laku Menyimpang ………....90

2. Lembar Observasi Perilaku Menyimpang………... 92

3 . Hasil Uji Ahli………94

4. Uji Coba Observasi Koefisien Kesepakatan...97

5. Data Hasil Uji Coba Observasi...98

6. Hasil Uji Coba Observasi……… 99

7. Hasil Uji Reliabilitas Koefesien Kesepakatan……….100

8. Persentase Post rate base rate Penurunan Tingkah Laku Menyimpang.101 9. Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling………104

10.Wawancara Pelaksanaan Konseling Kelompok………...120

11.Tahap Pelaksanaan Penelitian………136

12.Foto Kegiatan Konseling Kelompok……….137

(14)

ii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kategori Observasi Tingkah Laku Menyimpang………. 37

4.1 Data Hasil (Pretest) Sebelum Pemberian Konseling Kelompok…………. 42

4.2 Data Hasil (Posttest) Sesudah Pemberian Konseling Kelompok ………... 53

4.3 Data Hasil Pretest dan Posttest...55

4.4 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Abid………..58

4.5 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Alka………..60

4.6 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Mario ………...63

4.7 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Ujang………65

4.8 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Catur………67

4.9 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Rosneli……….69

4.10 Skor Perubahan Perilaku Menyimpang Fitri..………...71

(15)

PERSEMBAHAN

S

yallom….

Puji tuhan Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yesus atas

terselesaikannya skripsi ini, kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Bapak dan mamak ku tercinta, Teresia Rusmilawati dan Drs Rubenta Tarigan yang

telah mengasuh dan mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang, kesabaran dan

ketulusan, serta tak pernah hentinya selalu memberikan dukungan dan doa untukku.

kakak, abang dan adik ku tersayang , Kristy Valentina Br tarigan, Ronald

Christian Tersiar Tarigan, Bahtera Sembiring, Frans Situmorang, Surya Situmorang,

Norman Situmorang, Mbak Hany Septia, Mbak Nelly Oktaviani, Mbak Nuraini

Indri, Mbak Irma Hera, Kakak Ardian Mandela, Kakak Nanda Ardiyanta, Kakak

Adit, Kakak Ikhwan, Kakak Ari, Kakak Awan, yang selalu memberikan bantuan

dan semangat untuk diriku

Keluarga besarku dan sahabatku tercinta

Ditha, Lusi, Desti, Ivana, Nita, Mega, Luluk,

Natalia, Nailul, Annisa, Dyah, Bunda, Dina,

Emilia, Aditya Purnama, dan Teman - teman BK

2010, Kakak tngkat BK Unila, Sahabat SMP,

Dosen- dosen BK Unila

serta

Almamaterku tercinta Universitas Lampung.

(16)

DAFTAR ISI

2. Teori Yang Melandasi Tingkah Laku Menyimpang……… 11

3. Karakteristik Tingkah Laku Menyimpang ………... 13

4. Bentuk- Bentuk Dari Tingkah Laku Menyimpang ... 14

5. Faktor Penyebab Timbulnya Tingkah Laku Menyimpang Pada Siswa ………... 16

B. Layanan Konseling Kelompok ... 17

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 17

2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok ... 18

3. Isi Layanan Konseling Kelompok ... 18

4. Komponen Layanan Konseling Kelompok ... 19

5. Pendekatan Konseling Kelompok……… 24

6. Teknik dalam Konseling Kelompok……… 29

(17)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian………... 31

B. Desaian Penelitian ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas………... 37

G. Teknik Analisis Data ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40

1. Gambaran Umum……….. 40

2. Deskripsi Data Pretest……… 41

3. Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok………….. 42

4. Deskripsi Data Posttest……….. 53

5. Teknik Analisis Data……….. 56

6. Deskripsi Hasil Subjek Pada Setiap Pertemuan Konseling Kelompok………... 57

B. Pembahasan Hasil Pada Subjek Penelitian………. 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 88

B. Saran ………89

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(18)

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kemajuan teknologi merupakan suatu proses yang terjadi dalam

kehidupan dikarenakan adanya percepatan arus globalisasi yang dapat

memberikan nilai tambah tersendiri, hal ini dilihat dari kemudahan individu dalam

mengakses segala informasi yang dibutuhkan olehnya. Dari penggunaan sarana

atau suatu alat tersebutlah sehingga berdampak pada perkembangan perilaku

masyarakat.

Khususnya terjadi pada salah satu kelompok yang rentan untuk mengarah ke

negatif yaitu remaja. Kelompok yang tergolong memasuki masa remaja adalah

siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Para siswa sekolah menengah mengalami masa transisi atau peralihan dari

anak-anak menuju remaja yang sering ditandai dengan krisis kepribadian sehingga

menyebabkan perubahan pada siswa. Perubahan-perubahan yang terjadi

meyebabkan perubahan pada fisik, dan mental (perilaku) siswa. Selain itu dampak

dari perubahan itu mempengaruhi diri siswa akan peranan, dorongan untuk

(19)

2

timbulnya fantasi yang berlebihan, serta persolan yang dapat menimbulkan

penyimpangan dalam tingkah lakunya (Kartono, 1998).

Adanya pengaruh akan perubahan siswa tersebut menimbulkan suatu persoalan.

Persoalan yang terjadi pada siswa bukan hanya dikarenakan oleh faktor pribadi

dan lingkungan saja melainkan tidak terpenuhinya kebutuhan psikologi dasar

dalam diri siswa. Kebutuhan yang dimaksudkan yaitu kebutuhan akan cinta dan

rasa nyaman dari orang lain. Adapun pemenuhan kebutuhan psikologis yang

diberikan secara langsung bagi siswa, akan menuntun siswa kearah yang positif.

Tetapi apabila seorang siswa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan psikologi

itu akan cenderung melakukan suatu penyimpangan.

Selain pemenuhan terhadap kebutuhan dasar siswa, pendidikan juga menjadi

bagian utama yang harus diperoleh siswa. Pendidikan itu didapatkan dari keluarga

dan sekolah, yang mana akan mempengaruhi pola pikir siswa. Pola pikir pada

setiap siswa itu tidak akan menyimpang, apabila tidak adanya pengaruh dari

lingkungan luar. Karena lingkungan yang negatif akan berdampak pada tingkah

laku siswa yang akhirnya menimbulkan penyimpangan, begitupun sebaliknya.

Salah satu teori yang berkaitan dengan tingkah laku individu itu adalah teori

behavior (dalam Boeree, 2009). Teori ini mengatakan bahwa pada dasarnya

tingkah laku setiap individu itu tidak menyimpang dan juga dapat dikendalikan.

Tingkah laku individu juga berbeda antara satu dengan yang lain. Contohnya

seorang siswa suka datang terlambat ke sekolah, dan guru memberikan hukuman.

Siswa tersebut dapat memiliki dua pandangan yang berbeda akan hukuman

(20)

3

membuat perilakunya menjadi jera, sadar sehingga siswa tersebut tidak akan

mengulangi perilakunya. Namun yang kedua beranggapan bahwa hukuman itu

sebagai sesuatu hal yang biasa, yang membuat perilakunya tidak jera dan tidak

sadar, sehingga siswa tersebut akan terus melakukan penyimpangan. Teori ini

juga memiliki pandangan bahwa lingkungan menjadi pengaruh yang kuat

terhadap perilaku setiap individu. Sehingga apabila individu tidak mampu

mengendalikan diri di dalam lingkungannya secara baik, maka dapat

menimbulkan suatu penyimpangan dalam tingkah lakunya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang bertingkah laku

menyimpang dikarenakan siswa tersebut tidak terpenuhi psikologis dasarnya juga

adanya pengaruh lingkungan (pergaulan) yang membuat pola pikir siswa berubah

terhadap pendidikan akan nilai-nilai serta norma-norma yang telah diperoleh

sebelumnya.

Sehingga berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMK Negeri 1 Metro,

terdapat beberapa tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh siswa disekolah

tersebut seperti (1) Adanya siswa yang tidak menggunakan atribut sekolah sesuai

dengan aturan sekolah; (2) adanya siswa yang membolos; (3) siswa yang tidak

mengerjakan PR; (4) siswa yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang jelas;

(5) mengobrol dikelas saat jam pelajaran; (6) bercanda gurau dengan teman saat

jam pelajaran; (7) bermain handphone dan mendengarkan musik dikelas saat jam

pelajaran; (8) siswa yang saling adu mulut saat berkelahi; (9) siswa yang berkata

kasar; (10) siswa yang suka mengatur dan memerintah orang lain dengan

(21)

4

siswa yang suka membuat kegaduhan dengan menjahili temannya; (13) siswa

yang tidak memiliki rasa empati; dan juga (14) adanya siswa yang marah jika

diberikan kritik dan saran oleh orang lain. Oleh karena itu untuk mengurangi

tingkah laku menyimpang yang dilakukan siswa SMK Negeri 1 Metro, peneliti

menggunakan layanan konseling kelompok.

Layanan Konseling kelompok yang merupakan salah satu layanan dalam

bimbingan konseling yang memungkinkan siswa dalam memperoleh kesempatan

untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui

dinamika kelompok. Dinamika kelompok ialah suasana yang terbentuk di dalam

layanan konseling kelompok, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama

anggota kelompok. Menurut Prayitno (dalam Vitalis, 2008). Konseling kelompok

yang merupakan langkah efektif bagi guru bimbingan konseling disekolah agar

mampu membantu setiap permasalahan yang dialami oleh siswa terlebih

permasalahan pada tingkah lakunya.

Adapun tujuan konseling kelompok menurut Prayitno (dalam Tohirin, 2011)

adalah untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi siswa, khususnya

kemampuan berkomunikasi, berprilaku agar dapat berkembang secara optimal dan

baik.

Atas penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian skripsi

yang berjudul: “Penurunan tingkah laku menyimpang dengan menggunakan

konseling kelompok pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Metro tahun pelajaran

(22)

5

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu:

a. Terdapat siswa yang membangkang aturan sekolah

b. Terdapat siswa yang bertingkah laku agresi

c. Terdapat adanya persaingan tingkah laku diantara siswa

d. Terdapat adanya tingkah laku berkuasa yang dilakukan oleh siswa

e. Terdapat siswa yang tingkah lakunya egois

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini

adalah tingkah laku menyimpang tinggi pada siswa. Maka rumusan

masalahnya “Apakah tingkah laku menyimpang siswa dapat diturunkan

dengan menggunakan konseling kelompok”.

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai peneliti dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui penurunan tingkah laku menyimpang siswa dengan menggunakan

konseling kelompok.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan, dapat dirinci menjadi

kegunaan secara teoritis dan manfaat praktis

a. Kegunaan Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu

(23)

6

pengetahuan dibidang bimbingan dan konseling khususnya mengenai

kegiatan dalam menurunkan tingkah laku menyimpang siswa.

b. Kegunaan Praktis

1) Sebagai masukan terhadap ide-ide pemikiran bagi sekolah untuk

menurunkan tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh siswa

dengan bimbingan dan konseling.

2) Sebagai kontribusi bagi guru pembimbing untuk lebih meningkatkan

mutu layanan bimbingan dan konseling, khususnya dalam menurunkan

tingkah laku menyimpang siswa dengan menggunakan konseling

kelompok.

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah dasar dari penelitian yang disintesiskan dari

fakta-fakta hasil observasi dan telaah kepustakaan yang memuat mengenai teori, dalil

atau konsep-konsep.

Semua individu akan mengalami fase perkembangan pada dirinya, fase dimana

individu memasuki tahap perkembangan yang lebih lagi dibandingkan tahap

sebelumnya. Tahap perkembangan usia individu dibagi kedalam beberapa rentang

yaitu; usia sejak lahir-2 tahun adalah tahap perkembangan masa bayi, usia 2 tahun

-12 tahun adalah masa kanak-kanak, usia 12-15 tahun masa pra remaja, usia 15-20

tahun masa remaja, dan usia 20 tahun keatas adalah masa dewasa. Sehingga siswa

sekolah menengah kejuruan tergolong kedalam masa remaja. Masa remaja sering

dikenal dengan fase mencari jati diri, dan juga mulai berpikir untuk menentukan

(24)

7

pertumbuhan dan perkembangan pada dirinya. Pertumbuhan yang terjadi sebagai

perubahan pada individu yang mengacu pada aspek perubahan fisik, sedangkan

untuk perkembangan lebih mengacu pada perubahan karakteristik, psikis ataupun

mental individu (perilaku).

Pertumbuhan dan perkembangan itu erat kaitanya dikarenakan setiap individu

mengalaminya. Tetapi yang akan menjadi pembahasan disini adalah perubahan

pada tingkah laku individunya. Pada dasarnya semua tingkah laku individu itu

baik, karena individu mendapatkan pendidikan yang utama dari orangtua berupa

nilai-nilai kejujuran, kebaikan, ketaatan serta kedisplinan untuk pengembangan

dirinya. Bukan hanya dari orang tua saja, individu juga memperoleh pendidikan

akan norma-norma serta nilai-nilai dari sekolah. Setelah individu memperoleh

pemahaman akan nilai-nilai tersebut, dan tidak adanya pengaruh dari lingkungan

luar maka secara otomatis pola pikir setiap individu akan tetap baik.

Namun yang terjadi tidak demikian. Tingkah laku individu mulai terpengaruh

dengan adanya pergaulan dari teman-teman disekolah dan sekitarnya. Akibatnya

apa yang telah dilakukan oleh individu itu bertentangan dengan nilai-nilai yang

sudah diperoleh sebelumnya. Sehingga ketika masyarakat memandang dan

mengukur tingkah lakunya tersebut dengan suatu norma-norma, tingkah laku itu

dikatakan sebagai tingkah laku yang menyimpang.

Oleh karena itu untuk dapat mengembalikan tingkah laku menyimpang siswa

perlu dilakukan suatu upaya yang itensif yaitu dengan menggunakan layanan yang

ada dalam bimbingan dan konseling. Layanan yang dimaksudkan adalah layanan

(25)

8

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan layanan konseling kelompok yang

bertujuan untuk mengurangi tingkah laku menyimpang siswa agar mengalami

perubahan menjadi tingkah laku yang tidak menyimpang, karena konseling

kelompok itu merupakan proses pemberian bantuan dalam memecahkan

permasalahan yang terjadi pada siswa. Siswa dapat dengan bebas, leluasa dan

terbuka dalam mengungkapkan permasalahannya secara kelompok.

Berikut merupakan gambar paradigma berfikir dalam penelitian ini:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang dapat diturunkan

dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas XI SMK Negeri 1

Metro Tahun Pelajaran 2013 / 2014. Maka hipotesis statistiknya adalah: Tingkah Laku

Menyimpang Tinggi

Tingkah Laku Menyimpang

Rendah

(26)

9

Ha : Tingkah laku menyimpang dapat diturunkan dengan menggunakan

konseling kelompok pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Metro

Tahun Pelajaran 2013 / 2014

Ho : Tingkah laku menyimpang tidak dapat diturunkan dengan

menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas

(27)
(28)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tingkah Laku Menyimpang

1. Pengertian Tingkah Laku Menyimpang

Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku tercela, yang dilakukan

oleh individu yang timbul akibat adannya faktor-faktor internal dan

eksternal pada remaja. Tingkah laku menyimpang juga diartikan sebagai

segala tindakan negatif yang dapat mempengaruhi individu dengan

lingkungannya serta hubungan sosialnya.

Hal ini diperkuat dengan teori behavior (dalam Boeree, 2009) yang

menyatakan bahwa perilaku menyimpang itu dapat dikatakan sebagai

behavior disorder yang artinya perilaku menyimpang itu terbentuk

karena adanya stimulus negatif yang mempengaruhi individu sehingga

menimbulkan suatu respon dalam dirinya untuk melakukan hal tersebut

dan mewujudkanya dalam bentuk perilaku yang menyimpang.

Stimulus yang terbentuk bukan karena kemauan individu itu sendiri

melainkan adanya pengaruh dari luar diri individu yang menyebabkan

individu tersebut meresponya dengan cara yang salah, yang akhirnya

(29)

11

Adapun pengertian tingkah laku menyimpang lainnya yang

dikemukakan menurut Hurlock (1998) menjelaskan bahwa tingkah laku

menyimpang adalah tingkah laku yang dianggap tercela, tingkah laku

yang melanggar aturan-aturan serta nilai-nilai sosial.

Selain itu, dibawah ini terdapat pendapat tentang pengertian tingkah laku

menyimpang lainnya yang dijabarkan oleh para ahli yaitu:

Menurut Sparinah Saldi (dalam Willis, 2008) yang mengemukakan

bahwa: Tingkah Laku menyimpang adalah bentuk tindakan yang

melanggar dari Norma-norma sosial, dan nilai-nilai kehidupan.

Dan menurut Dwikurnia (dalam Zanden, 2004) yang menjelaskan bahwa

penyimpangan perilaku itu adalah perilaku yang dilakukan oleh sejumlah

besar orang dianggap sebagai hal yang tercela.

Jadi berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku yang dianggap tercela,

melanggar norma-norma, nilai-nilai sosial yang dihasilkan dari suatu

stimulus negatif sehingga menyebabkan respon terhadap tingkah laku

individu.

2. Teori yang Berhubungan Dengan Tingkah Laku Menyimpang

Teori yang berkaitan dengan tingkah laku menyimpang yaitu:

a. Teori Behaviorisme

Teori Behaviorisme merupakan teori yang dikemukan oleh ahli

(30)

12

tentang perkembangan perilaku individu yang dapat diukur, diamati dan

dihasilkan oleh respon dari individu terhadap suatu rangsangan.

Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik

positif atau negatif terhadap perilaku serta kondisi yang diinginkan.

Teori ini lebih dikenal dengan nama teori belajar, dikarenakan seluruh

perilaku manusia merupakan hasil dari belajar. Belajar artinya ada suatu

perubahan perilaku terhadap organiseme yang sebagai pengaruh dari

lingkungan. Teori Behavior ini tidak mempersoalkan apakah manusia

baik atau jelek, rasional atau emosional, karena teori behavior ini hanya

ingin mengetahui bagaimana perilaku dapat dikendalian oleh

faktor-faktor dari lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan

pada tingkah laku manusia, memandang individu itu sebagai makhluk

reaktif yang merespon terhadap lingkungan, serta adanya suatu

pengalaman yang akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini,

timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori

ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, yang bersifat

mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan

pembentukan reaksi ataupun respon, menekankan pentingnya latihan

pengendalian diri, mementingkan mekanisme hasil belajar, serta

mementingkan peranan kemampuan dari hasil belajar yang diperoleh

terhadap munculnya perilaku yang diinginkan. Penggambaran teori ini

dapat dijelaskan seperti dibawah ini:

(31)

13

R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (individu/manusia).

Yang artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran

atau reward serta penguatan ataupun reinforcement dari lingkungan.

Dengan demikian dalam tingkah laku terdapat hubungan yang erat antara

reaksi-reaksi behavior dengan stimulusnya. Ahli behaviorisme lainnya

yang menganut pandangan ini seperti Thorndike, John Watson, Pahlov

yang berpendapat sama bahwa tingkah laku individu itu merupakan

suatu respon dari lingkungan dan juga merupakan hasil dari

pembelajaran.

Dengan demikian berdasarkan uraian diatas, teori behavior ini dapat

menjadi landasan dengan tingkah laku menyimpang dilihat dari adanya

keterkaitan dengan teorinya.

3. Karakteristik dari Tingkah Laku Menyimpang

Adapun karakteristik dari tingkah laku menyimpang itu dapat mudah

dilihat, diamati dan nampak secara langsung oleh orang lain. Tingkah

laku menyimpang pada individu juga memiliki karakteristik yang khas

dan berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya.

Menurut Ahli behavior yaitu Skinner (dalam Corey, 2009) yang

membagi karakteristik tingkah laku menyimpang itu menjadi beberapa

macam yaitu:

a. Tingkah laku menyimpang itu dapat diamati, diukur dan diramalkan

b. Tingkah laku menyimpang itu merupakan hasil dari pembelajaran yang

(32)

14

c. Tingkah laku menyimpang itu merupakan bentuk dari sebab-akibat

d. Tingkah laku menyimpang itu terjadi karena adanya S-R

(Stimulus-Respon)

Adapun tingkah laku siswa yang dapat dikatakan tingkah laku

menyimpang apabila tingkah laku dari individu tersebut berkarakteristik

seperti penjelasan di atas, dan terjadi dalam proses kehidupannya.

4. Bentuk-bentuk dari Tingkah Laku Menyimpang

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkah laku menyimpang itu

terjadi karena adanya stimulus negatif yang menghasilkan suatu respon

dalam dirinya untuk melakukan suatu penyimpangan tersebut.

Adapun bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang menurut Hurlock

(1998) antara lain:

1. Pembangkangan (Negativisme)

2. Tingkah Laku Agresi (Aggression)

3. Persaingan Tingkah Laku (Rivalvy)

4. Tingkah Laku Berkuasa (Ascendant behavior)

5. Egois

Pembangkangan adalah tingkah laku seseorang yang sifatnya melawan /

menentang perintah, contohnya siswa yang tidak beratribut sekolah yang

sesuai, siswa yang berpakaian seragam tidak rapi, siswa yang datang

terlambat ke sekolah, tidak mengerjakan PR, tidak mengikuti upacara

(33)

15

masuk sekolah selama berhari-hari tanpa keterangan yang jelas, mengobrol

saat jam pelajaran, bermain handphone dan mendengarkan musik saat

proses belajar. Tingkah laku agresi adalah tingkah laku yang bersifat

menyerang, contohnya seperti siswa berkelahi dengan adu mulut, berkata

kasar, membuat kegaduhan dikelas dengan menjahili temannya.

Persaingan tingkah laku adalah tingkah laku perlawanan, merasa

sebanding, contohnya seperti membuat contekan dan menconteknya saat

ulangan serta menguasai barang milik temanya dengan mencuri. Tingkah

laku berkuasa adalah tingkah laku yang memiliki suatu kuasa, mempunyai

alih tangan, atau merasa hebat contohnya seperti suka memerintah orang

lain, mengatur orang lain demi kepentimgan pribadi; dan egois adalah

tingkah laku yang hanya mementingkan diri sendiri, contohnya siswa yang

tidak memiliki rasa empati, dan siswa yang marah apabila diberikan kritik

dan saran oleh orang lain

Berdasarkan uraian di atas, bentuk-bentuk tingkah laku menyimpang itu

merupakan penggambaran dari tingkah laku yang dilakukan oleh siswa

disekolah. Penyebab penyimpangan tingkah laku itu dikarenakan adanya

pengaruh temannya disekolah. Adapun contohnya seorang siswa yang

selalu membangkang perintah guru dengan tidak mengidahkan peraturan

sekolah, dikarenakan siswa ingin mendapatkan perhatian dari guru

sekolah. Tingkah laku tersebut dilakukan siswa secara terus-menerus dan

(34)

16

5. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Tingkah Laku Menyimpang Pada Siswa

Menurut Santrock (2007) tingkah laku menyimpang yang dilakukan oleh

siswa terjadi karena adanya pengaruh dari faktor-faktor yaitu:

1). Faktor dari lingkungan yang meliputi:

a. Adannya pengaruh orangtua

b. Pengaruh teman sebaya

c. Kualitas lingkungan serta kondisi tempat tinggal

d. Faktor sekolah (kurangnya harapan terhadap pendidikan sekolah)

2). Faktor pribadi yang meliputi:

a. Pemahaman diri yang salah

b. Pemikiran, serta pandangan yang salah

c. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri

d. Kurangnya pengendalian diri

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dua faktor yang

meyebabkan adannya penyimpangan tingkah laku pada siswa dikarenakan

oleh faktor pribadi. Faktor ini terjadi karena individu kurang memiliki

kemampuan dalam menyeleksi, mengolah, menganalisis terlebih dahulu

adanya pengaruh yang datang dari luar individu sehingga individu mudah

terpengaruh dan akhirnya melakukan penyimpangan. Adannya faktor dari

(35)

17

B. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok adalah layanan yang ada dalam bimbingan dan

konseling yang mengikutkan sejumlah peserta yaitu siswa sebagai klien

dan konselor sebagai pemimpin kegiatan kelompok. Layanan konseling

kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai

hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan pemecahan masalah

individu (siswa).

Konseling kelompok yang digunakan disini adalah konseling kelompok

dengan menggunakan pendekatan behavioral. Konseling kelompok

dengan pendekatan ini adalah bagaimana cara memodifikasi perilaku

individu melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar

untuk perubahan perilaku. Dalam konseling kelompok behavioral ini,

keberadaan konseli tidak harus berasal dari konseli yang mempunyai

permasalahan yang sama, melainkan setiap anggota kelompok diberikan

kesempatan untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh

salah seorang anggota kelompok. Jadi disini sharing pendapat di antara

teman sebaya dalam memecahkan sebuah persoalan. Konselor

memegang peranan aktif dan langsung, hal ini bertujuan agar konselor

dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan

masalah-masalah yang dikemukakan oleh konseli sehingga diharapkan kepada

perubahan perilaku yang baru. Selain itu konseli harus mampu

berpartisipasi dalam kegiatan konseling, harus memiliki motivasi untuk

(36)

18

konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.

Sistem dan prosedur konseling behavioral itu sangat terdefinisikan

dikarenakan peranan yang jelas dari konselor dan konseli menurut

Sherman (dalam Corey, 2009)

Berdasarkan definisi tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa

konseling kelompok pendekatan behavioral ini merupakan usaha

pemberian bantuan yang diberikan kepada siswa yang diselenggarakan

dalam suasana kelompok dengan memodifikasi perilaku individu dengan

memodifikasi perilaku tersebut.

2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok

Konseling kelompok digunakan untuk mengatasi masalah klien serta

mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Prayitno

(dalam Tohirin, 2011) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:

“Terkembangnya perasaan, pikiran, wawasan dan sikap terarah pada

tingkahlaku khususnya dan bersosialisasi dan berkomunikasi; terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu-individu lain yang

menjadi peserta layanan”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa adanya

pencapaian tujuan yang jelas dalam suatu kegiatan layanan konseling

menjadi suatu keharusan agar kegiatan dapat terarah dan dapat

dilaksanakan secara optimal.

3. Isi Layanan Konseling Kelompok

Isi layanan konseling kelompok membahas masalah-masalah yang

(37)

19

anggota kelompok mengemukakan masalahnya baik itu masalah pribadi

ataupun masalah lainnya secara bebas (Tohirin, 2011).

4. Komponen Layanan Konseling Kelompok

Menurut Prayitno (2004) dalam layanan konseling kelompok berperan

dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan anggota kelompok.

a. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang

menyelenggarakan praktik konseling profesional.

1) Karakteristik Pemimpin Kelompok

Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya pemimpin

kelompok adalah seorang yang:

(a)Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga

terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara

anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik,

konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban,

menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman,

menggembirakan, dan membahagiakan; serta mencapai tujuan

bersama kelompok.

(b)Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi,

menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan

kontenbahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.

Konten yang dimaksudkan bukan hanya meliputi materi yang

(38)

20

proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi serta tindakan

yang terkait baik langsung maupun tidak langsung.

(c)Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan

nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan tidak

antagonistik dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa

memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak

berpura-pura, disiplin dan kerja keras.

Keseluruhan karakteristik di atas membentuk pemimpin kelompok yang

berwibawa. Kewibawaan ini harus dapat dirasakan secara langsung oleh

para anggota kelompok. Dengan kewibawaan pemimpin kelompok

Akan menjadi panutan tingkah laku bagi anggota kelompok, menjadi

pengembang dan pensinergian konten bahasan, serta kualitas dalam

mendorong pengembangan dan pemecahan masalah yang dialami para

peserta kelompok.

2) Peran Pemimpin Kelompok

Dalam mengarahkan suasana kelompok melaui dinamika kelompok,

pemimpin kelompok berperan dalam:

(a) Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri

atas 6-10 orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang

mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu:

(1) Terjadinya hubungan antara-anggota kelompok, menuju keakraban

di antara mereka.

(2) Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok, dalam

(39)

21

(3) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan

kelompok.

(4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok,

sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak

menjadi yes-man.

(5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini

berusaha dan mampu “tampil beda” dari kelompok lain.

Berbagai keterampilan, termasuk penggunaan permainan kelompok,

perlu diterapkan pemimpin kelompok dalam pembentukan kelompok.

(b) Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa,

mengapa dan bagaimana layanan konseling kelompok dilaksanakan.

(c) Pentahapan kegiatan konseling kelompok.

(d)Penilaian segera (laiseg) hasil layanan konseling kelompok.

(e)Tindak lanjut layanan.

b. Anggota Kelompok

Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu

membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok (jumlah

anggota kelompok), dan homogenitas/heterogenitas anggota kelompok

dapat mempengaruhi kinerja kelompok.

1) Besarnya Kelompok

Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi

efektifitas konseling kelompok. Kedalaman dan variasi pembahasan

menjadi terbatas, karena sumbernya yaitu para anggota kelompok

(40)

22

karena hanya didapat oleh 2-3 orang saja. Kondisi seperti itu

mengurangi makna dari konseling kelompok. Hal ini tidak berarti

bahwa konseling kelompok yang beranggotakan 2-3 orang saja dapat,

tetapi kurang efektif. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar juga

kurang efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka

partisipasi aktif individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang

intensif; kesempatan berbicara, dan memberikan / menerima sentuhan

dalam kelompok kurang, padahal melalui sentuhan-sentuhan dengan

frekuensi tinggi itulah individu memperoleh manfaat langsung dalam

layanan konseling kelompok. Kekurangan-kekurangan kelompok mulai

terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10 orang.

2) Homogenitas / Heterogenitas Kelompok

Perubahan yang intensif dan mendalam memerlukan sumber-sumber

yang bervariasi. Dengan demikian, konseling kelompok memerlukan

anggota kelompok yang dapat menjadi sumber-sumber bervariasi untuk

membahas suatu topik atau memecahkan masalah tertentu. Dalam hal

ini anggota kelompok yang homogen kurang efektif dalam konseling

kelompok. Sebaliknya anggota kelompok yang heterogen akan menjadi

sumber yang lebih kaya untuk pencapaian tujuan layanan. Pembahasan

dapat di tinjau dari berbagai sesi, tidak monoton, dan terbuka.

Heterogenitas dapat mendobrak dan memecahkan kebekuan yang

(41)

23

3) Peranan Anggota Kelompok

(a)Aktifitas Mandiri

Peran anggota kelompok (AK) dalam layanan konseling

kelompok bersifat dari, oleh, dan untuk para anggota kelompok

itu sendiri. Masing-masing anggota kelompok beraktifitas

langsung dan mandiri dalam bentuk

1) Mendengar, memahami, dan merespon dengan tepat dan positif

(3-M)

2) Berpikir dan berpendapat.

3) Menganalisis, mengkritisi, dan beragumentasi.

4) Merasa, berempati dan bertindak.

5) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama.

(b)Aktifitas mandiri masing-masing anggota kelompok itu

diorientasikan pada kehidupan bersama dalam kelompok.

Kebersamaan ini mewujudkan melalui:

1) Pembinaan keakraban dan keterlibatan secara emosional antar

anggota kelompok.

2) Kepatuhan terhadap aturan kegiatan dalam kelompok.

3) Komunikasi jelas dan lugas dengan lembut dan bertatakrama.

4) Saling memahami, memberi kesempatan dan membantu.

(42)

24

5. Pendekatan Konseling Kelompok

Pendekatan dan teknik konseling kelompok menurut Prayitno (2004) yaitu:

a. Pembentukan Kelompok

Kelompok untuk layanan konseling kelompok dapat dibentuk melalui

pengumpulan individu (siswa dan individu lainnya) yang berasal dari:

1) Satu kelas siswa yang dibagi ke dalam beberapa kelompok.

2) Kelas-kelas siswa yang berbeda dihimpun dalam satu kelompok.

3) Lokasi dan kondisi yang berbeda dikumpulkan menjadi satu

kelompok.

Pengelompokan individu itu dengan memperhatikan aspek-aspek relatif

homogenitas dan heterogenitas sesuai dengan tujuan layanan. Data hasil

instrumentasi, himpunan data dan sumber-sumber lainnya dapat menjadi

pertimbangan dalam pembentukan kelompok.

b. Tahap Penyelenggaraan

Layanan konseling kelompok diselenggarakan melalui empat tahap

kegiatan, yaitu:

1) Tahap pembentukan, yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan

sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan

dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama.

2) Tahap peralihan, yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal

kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian

tujuan kelompok.

3) Tahap kegiatan, yaitu tahapan “kegiatan inti” untuk mengentaskan

(43)

25

4) Tahap pengakhiran, yaitu tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali

apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta

merencanakan kegiatan selanjutnya.

Tahap 1: Pembentukan

Gambar 2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok

Tahap peralihan ini merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan tahap ketiga.

Tahap Pada tahap ini tugas konselor adalah membantu para anggota untuk

mengenali dan mengatasi halangan, kegelisahan, keengganan, sikap

mempertahankan diri dan sikap ketidaksabaran yang timbul pada saat ini Menurut

Gladding (dalam Prayitno, 2004).

TAHAP 1

1. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok.

2. Tumbuhnya suasana kelompok.

3. Tumbuhnya minat anggota mengikuti kegiatan kelompok.

4. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima dan membantu diantara para anggota.

5. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka. 6. Dimulainya pembahasan tentang

tingkah laku dan perasaan dalam kelompok

Kegiatan:

1. Mengungkapkan pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling kelompok. 2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b)

asas-asas kegiatan kelompok. 1. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka

2. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati

(44)

26

Pola keseluruhan tahap kedua tersebut disimpulkan ke dalam bangan berikut:

Tahap II: Peralihan

Gambar 2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok

Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan konseling kelompok dengan

suasana yang ingin dicapai, yaitu terbahasanya secara tuntas permasalahan yang

dihadapi oleh anggota kelompok dan terciptanya suasana untuk mengembangkan

diri, baik yang menyangkut pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun

menyangkut pendapat yang dikemukakan oleh kelompok. Tahap ini disimpulkan

berhasil jika semua solusi yang mungkin telah dipertimbangkan dan diuji menurut

konsekuensinya dapat diwujudkan. Solusi-solusi tersebut harus praktis, dapat

TAHAP II PERALIHAN

Tema: Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga

Tujuan:

1. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya. 2. Makin mantapnya suasana

kelompok dan kebersamaan. 3. Makin mantapnya minat untuk ikut

serta dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan:

1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. 2. Menawarkan atau mengamati apakah

para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).

3. Membahas suasana yang terjadi. 4. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota.

5. Kalau perlu kembali kebeberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan) PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK

1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.

2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya.

(45)

27

direalisasikan dan pilihan akhir harus dibuat setelah melakukan pertimbangan dan

diskusi yang tepat.

Pola keseluruhan tahap ketiga tersebut disimpulkan ke dalam bangan berikut:

Tahap III: Kegiatan

l

Gambar 2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok

Pada tahap pengakhiran terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan

tindak lanjut (follow up). Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian

kegiatan konseling kelompok dengan tujuan telah tuntasnya topik yang dibahas

oleh kelompok tersebut. Dalam kegiatan kelompok berpusat pada pembahasan

dan penjelasan tentang kemampuan anggota kelompok untuk menetapkan hal-hal

yang telah diperoleh melalui layanan konseling kelompok dalam kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu pemimpin kelompok berperan untuk memberikan

TAHAP III KEGIATAN

Tema: Kegiatan pencapaian tujuan

Tujuan:

1. Terungkapnya secara bebas masalah / topik dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. 2. Terbahasnya masalah dan

topik yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas.

3. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dalam pembahasan, baik yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

Kegiatan:

1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan.

2. Menetapkan masalah atau topic yang akan dibahas terlebih dahulu. 3. Anggota membahas masing-masing

topik secara mendalam dan tuntas. 4. Kegiatan selingan.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka

2. Aktif tetapi tidak banyak bicara

(46)

28

penguatan (reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh kelompok

tersebut.

Tahap IV: Pengakhiran

Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok

Berdasarkan tahap-tahap konseling yang telah dikemukakan di atas, kiranya

konseling haruslah dilakukan dengan sistematis, sesuai dengan yang telah

diuraikan agar tujuan dari konseling kelompok yang telah dirumuskan dapat

terlaksana dengan baik dan efektif.

TAHAP IV PENGAKHIRAN

Tema: Penilaian dan Tindak Lanjut

Tujuan:

1. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan.

2. Terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas.

3. Terumuskannya rencana kegiatan lebih lanjut.

4. Tetap dirasakannya interaksi kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri. 4. Mengemukakan pesan dan

harapan.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK 1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas dan terbuka.

2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota. 3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut.

(47)

29

6. Teknik dalam Konseling Kelompok

a. Teknik umum pengembangan dinamika kelompok

Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan

konsling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok

yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan.

Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi:

1. Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka.

2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan,

diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi.

3. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas anngota

kelompok

4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh yang tujuannya untuk

lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan.

5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki.

Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan yang bertujuan untuk

memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan

konseling kelompok.

C. Keterkaitan Penggunaan Konseling Kelompok Untuk Mengatasi Tingkah Laku Menyimpang

Keterkaitan antara konseling kelompok untuk mengatasi tingkah laku

menyimpang tampak pada saat pelaksanaan konseling kelompok yang mana

didalam layanan konseling kelompok, peneliti menggunakan konseling

(48)

30

tingkah laku sebagai fungsi pembawaan dari lingkungan. Tingkah laku yang

dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari konselor sebagi kriteria

pengukuran keberhasilan konseling. Adapun tujuan penggunaan teknik

konseling behavior adalah untuk menghapus / menghilangkan tingkah laku

maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah

laku adaptif yang diinginkan klien

Konseling behavior ini berusaha untuk membantu mengontrol konsekuensi

atas tingkah laku menyimpang yang dilakukan dan juga membantu mengatasi

tingkah laku siswa agar menjadi tidak menyimpang.

Dalam pandangan behavior, menurut Corey (2009) yang menyatakan bahwa

konseling behavioral sebagai aplikasi dari teori belajar untuk mengatasi

tingkah laku menyimpang.

Jadi adanya keterkaitan antara penggunaan konseling kelompok dengan

tingkah laku menyimpang dapat dilihat dari tujuan serta proses pemberian

tekniknya yaitu dengan penggunaan konseling kelompok model pendekatan

behavior yang diharapkan agar tingkah laku menyimpang mengalami

perubahan.

(49)
(50)

31

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang di gunakan untuk

mengumpulkan data dengan tujuan tertentu. Penggunaan metode ini

dimaksudkan agar kebenaran yang diungkap benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan dan memiliki bukti ilmiah yang akurat dan dapat

dipercaya.

Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Experiment. Sebagaimana

dikemukakan oleh Seniati, dkk (2011) yang menjelaskan bahwa penelitian

eksperimen mengukur hubungan sebab-akibat. Peneliti menggunakan metode

Quasi eksperiment ini karena dalam metode ini memenuhi tiga syarat utama

yang menjadi perbedaan dengan penggunaan metode penelitian lainnya yaitu;

dalam metode Quasi ini tidak dilakukan manipulasi terhadap variabel bebas,

dalam menentukan subjek penelitian, subjek tidak dipilih secara random, serta

(51)

32

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu one group pretest-posttest design.

Pelaksanaan dengan desain ini dilakukan dengan cara memberikan perlakuan

atau treatment (X) terhadap suatu kelompok. Sebelum diberikan perlakuan

atau treatment, kelompok tersebut diberikan pretest (O1) dan kemudian

setelah perlakuan atau treatment, kelompok tersebut diberikan posttest (O2).

Hasil dari kedua test ini kemudian dibandingkan untuk mengetahui apakah

perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh atau perubahan terhadap

kelompok tersebut (Sugiyono, 2012).

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pretest Treatment Posttest

O1 X O2

Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design

Keterangan :

O1 : Pretest berupa observasi awal sebelum siswa diberikan perlakuan

X : Perlakuan (treatment)

O2 : Posttest berupa observasi akhir setelah siswa diberikan perlakuan

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dari kelas XI Akuntasi dan XI

Pemasaran. Berdasarkan apa yang peneliti lakukan di sekolah tersebut terdapat

penyimpangan tingkah laku siswa. Salah satu contohnya adalah terdapat siswa

yang menggunakan atribut sekolah yang tidak sesuai dengan aturan sekolah,

(52)

33

Untuk pertama kalinya peneliti melakukan wawancara terlebih dahulu kepada

guru bimbingan konseling disekolah tersebut, kemudian peneliti melakukan

observasi yaitu melakukan pretest dengan menggunakan lembar observasi

untuk memastikan subjek yang diberikan oleh guru BK sesuai dengan kriteria

untuk menjadi subjek penelitian atau tidak dan didapatkan 8 siswa yang

tingkah lakunya menyimpang. Setelah itu subjek diberikan treatment berupa

konseling kelompok, dan yang terakhir peneliti kembali melakukan observasi

dengan melakukan posttest untuk dapat melihat perubahan terhadap tingkah

siswa tersebut.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2011) variabel adalah objek penelitian, atau yang menjadi

titik perhatian suatu penelitian.

Menurut Hatch dan Fardhy (dalam Sugiyono, 2012) secara teoritis variabel

dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai

variasi antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek

lainnya.

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas

(independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu :

a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen

(53)

34

b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah tingkah laku menyimpang.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah tingkah laku Menyimpang

dan konseling kelompok.

Tingkah laku menyimpang adalah tingkah laku yang dianggap tercela,

perilaku melanggar aturan-aturan serta nilai-nilai sosial.

Indikator tingkah laku menyimpang adalah pembangkangan, tingkah laku

agresi, persaingan tingkah laku, tingkah laku berkuasa, dan egois.

Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan layanan yang bertujuan untuk

mengurangi tingkah laku menyimpang siswa dengan memanfaatkan

dinamika kelompok. Konseling kelompok yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik konseling behavioral. Adapun tahap-tahap

pelaksanaan konseling kelompok, yaitu: (1) tahap pembentukan, (2) tahap

peralihan, (3) tahap kegiatan, (4) tahap pengakhiran. Konseling kelompok

dilaksanakan dalam rangka mengatasi tingkah laku menyimpang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian,

yaitu, kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Untuk

(54)

35

pengumpulan apa yang akan digunakan sesuai dengan penelitian yang akan

dilakukan. Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data dengan

menggunakan observasi.

1. Observasi

Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan

akan diamati. Dalam proses observasi, observer (pengamat) tinggal

memberikan tanda checklist (√) pada kolom tempat munculnya peristiwa.

Cara bekerja seperti ini disebut system tanda (sign system).

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi

dilakukan dengan cara pretest dan posttest. Hal yang akan diobservasi

dalam penelitian ini adalah tingkah laku siswa. Observasi dilakukan oleh

dua orang observer, agar peneliti dapat membandingkan hasil observasi

antara observer satu (I) dengan observer dua (II), sehingga dapat

mengurangi adanya penilaian subjektivitas saat observasi.

Saat pelaksanaan observasi peneliti dan observer lain yaitu guru

bimbingan konseling SMK Negeri 1 Metro, Bapak Bekti S.Pd mengamati

perilaku siswa dalam dua hari saat jam sekolah berlangsung. Dalam

pengamatan tersebut akan diperhatikan beberapa kali perilaku-perilaku

yang menjadi target pengamatan muncul pada siswa (sesuai dengan lembar

observasi pada lampiran 2 Hal 91).

Peneliti menggunakan lembar observasi yang berisi 5 skor kemunculan

tingkah laku yang akan dinilai. 5 skor jawaban ini menunjukkan frekuensi

(55)

36

observasi oleh observer. Keterangan penskoran dalam lembar observasi

dijelaskan sebagai berikut: Skor 5 diberikan jika perilaku muncul sebanyak

4 kali , skor 4 jika muncul sebanyak 3 kali, skor 3 jika muncul sebanyak 2

kali, skor 2 jika perilaku muncul sebanyak 1 kali dan skor 0 jika perilaku

sama sekali tidak muncul selama observasi. Perhitungan skor pada lembar

observasi dilakukan dengan menghitung skor total yang diperoleh dari

muncul atau tidaknya perilaku yang diamati. Pada tahap observasi ini

tingkah laku menyimpang siswa dikategorikan menjadi 3 yaitu: tinggi,

sedang, dan rendah. Untuk mengkategorikannya, terlebih dahulu

ditentukan besarnya interval dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

: interval

: nilai tertinggi

: nilai terendah

: jumlah kategori

Perhitunganya:

20+27 = 47 jadi 20 – 47 kategori rendah

48+27 = 75 jadi 48 – 75 kategori sedang dan

75 +27 = 100 jadi 76 – 100 kategori tinggi

Keterangan dari perhitungan:

(56)

37

Sedangkan 3 itu jumlah kategori dari tingkah laku menyimpang; tinggi, sedang, rendah.

Dibawah ini merupakan tabel kategori observasi tingkah laku menyimpang siswa yang dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kategori Observasi Tingkah Laku Menyimpang Siswa

Interval Kategori

76-100 Tinggi

48-75 Sedang

20-47 Rendah

F. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas Observasi

Validitas adalah suatu struktur yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan dan kesalahan suatu instrumen. Uji validitas digunakan untuk

mengetahui apakah instrumen yang dibuat dapat mengukur apa yang

diinginkan.

Uji validitas alat ukur adalah “alat ukur atau pengukur yang berfungsi

dengan baik itu akan mampu mengukur dengan tepat mengenai gejala

sosial tertentu, baru kemudian alat ukur tersebut menunjukkan kevalidan

atau kelebihan suatu instrument” menurut Sudjana (2002). Validitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan

suatu instrument. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(57)

38

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman observasi yang

berupa lembar observasi. Lembar observasi yang merupakan

pengembangan dari pedoman observasi yang berisi rincian dari

aspek-aspek yang akan diobservasi yaitu tingkah laku menyimpang. Lembar

observasi dapat dilihat pada (lampiran 2 Hal 91).

Menurut Sugiyono (2012) untuk menguji validitas isi, dapat dengan

mempertimbangkan pendapat para ahli (judgments experts). Dalam hal ini,

setelah kisi-kisi lembar observasi disusun berdasarkan aspek-aspek tingkah

laku yang akan diukur, maka selanjutnya di uji ahli oleh dosen

pembimbing dan pengajar di program studi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Uji Reliabilitas Observasi

Menurut Ridwan (2011) reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian

bahwa suatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen itu sudah baik.

Teknik mencari reliabilitas lembar observasi dalam penelitian ini dengan

Uji koefesien kesepakatan, yaitu dengan mengevaluasi kesepakatan antara

dua pengamat yaitu peneliti sebagai pengamat 1 dan guru bimbingan dan

konseling sebagai pengamat 2. Dalam melakukan uji penelitian ini

digunakan 20 item yang valid dan di uji cobakan di SMK Negeri 3 Metro.

Hasil yang didapat melalui uji koefisien kesepakatan yaitu 0,795. Kriteria

hasil reliabilitas dalam penelitian ini tergolong tinggi. Hasil dapat dilihat

(58)

39

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh

responden terkumpul. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan

hipotesis penelitian Sugiyono (2012).

Menurut Ridwan (2011) menyatakan bahwa penelitian eksperimen

bertujuan untuk mengetahui dampak dari suatu perlakuan.

Peneliti menggunakan teknik analisis data dengan post-rate dan base-rate

yaitu dengan cara membandingkan hasil persentase perubahan Pretest dan

Posttest yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas perubahan tingkah

laku terhadap treatment yang diberikan kepada siswa.

Menurut Godwin (dalam Latif, 1997) menyatakan bahwa:

“Untuk menjawab masalah apakah ada dampak treatment terhadap

penurunan perilaku klien, maka data yang telah di tabulasi di olah dan di analisis menggunakan rumus presentase. suatu treatment atau konseling dikatakan efektif bila hasil presentase perubahan adalah sebesar 50 % atau lebih.”

Untuk mengetahui efektifitas persentase perubahan perilaku terhadap

treatment yang telah diberikan kepada siswa maka digunakan rumus

sebagai berikut:

Keterangan:

Post Rate = Jumlah skor perilaku sesudah diberikan treatment

(59)

40

Gambar

Gambar 3.1 . Pola pre eksperimental design
Tabel 3.1 Kategori Observasi Tingkah Laku Menyimpang Siswa

Referensi

Dokumen terkait

secara pribadi / tidak mewakilkan, apabila dikuasakan agar menerima kuasa penuh untuk dapat mengambil keputusan dan hadir tepat waktu. Demikian untuk menjadikan

[r]

penelitian dan pengembangan produk yang dikembangkan oleh peneliti yaitu: (1) dari sekian banyak materi geometri yang ada, materi yang dikembangkan dalam media

Dalam perancangan kadang-kadang terdapat kekurangan ide-ide alternatif, sehingga pada saat dilakukan perancangan sedikitnya ide-ide yang muncul yang berakibat

Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, dengan menggunakan sample dalam penelitian yaitu laporan laba rugi dan neraca yang berisi data pendapatan premi dan rentabilitas dan laba dari

merupakan salah satu cabang olahraga permainan dan sebagai kegiatan yang diajarkan di sekolah dasar. Dengan melihat tujuan ekstrakurikuler, khususnya bulutangkis yaitu untuk

Bahwa Pimpinan STIESIA dalam Rapat Pleno tanggal 14 September 2012 telah menerima konsep Rencana Strategis (Renstra) Prodi S3 Ilmu Manajemen Tahun 2012-2016, dan sesuai

70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 72 Pembayaran Pokok