• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh metode qutbound terhadap pembentukan karakter kepemimpinan siswa sekolah alam indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh metode qutbound terhadap pembentukan karakter kepemimpinan siswa sekolah alam indonesia"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE OUTBOUND TERHADAP

PEMBENTUKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN SISWA

SEKOLAH ALAM INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

WAHYU WIJANARKO

NIM : 205070000520

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGARUH METODE OUTBOUND TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN SISWA SEKOLAH ALAM INDONESIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

WAHYU WIJANARKO NIM : 205070000520

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Jahja Umar, Ph.D Ikhwan Lutfi, M.Psi

NIP. 130 885 522 NIP.19730710 200501 1 006

FAKULTAS PSIKOLOGI NON REGULER UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul PENGARUH DUKUNGAN ORANG TUA DAN

MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MUSIK PADA REMAJA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 15 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota :

Dra. Diana Mutiah, M.Si Ikhwan Lutfi, M.Psi

(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Wahyu Wijanarko NIM : 20507000520

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Outbound Terhadap Pembentukan Karakter Kepemimpinan Siswa Sekolah Alam Indonesia” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 15 Juni 2011

Wahyu Wijanarko 205070000520

(5)

Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada

kemudahan

(QS. Al-Insyirah : 5)

Kerja tulus dan nothing to loose

( Jahja Umar )

(6)

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi

B) Juni 2011

C) Wahyu Wijanarko

D) Pengaruh metode outbound terhadap pembentukan karakter kepemimpinan siswa Sekolah Alam Indonesia

E) xiv+ 92 Halaman

F) Peneliti tertarik mengambil tema leadership siswa Sekolah Alam Indonesia karena fenomena tren yang terjadi pada saat ini yakni berkurangnya sossok pemimpin ideal dalam masyarakat akibat krisis kepercayaan. Sekolah alam indonesia sebagai institusi pendidikan memiliki kurikulum leadership yang diberikan dengan metode outbound. Dalam perkembangannya, Sekolah Alam Indonesia yang kini telah memiliki 5 angkatan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apa sajakah variabel yang dapat mempengaruhi perkembangan karakter leadership seorang anak. Selain itu juga memberi pengetahuan kepada pihak terkait yakni guru dan orang tua khususnya dari sekolah alam indonesia dan umumnya pembaca untuk mengetahui variabel apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan karakter kepemimpinan.

Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Alam Indonesia kampus Rawa Kopi yang keseluruhannya berjumlah 130 orang ( 81% laki-laki dan 49% perempuan) Instrument pengumpulan data dengan menggunakan skala Likert. Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik Multiple Regression Analysis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel lama bersekolah dan kesempatan memimpin terhadap perkembangan karakter leadership pada siswa Sekolah Alam Indonesia (0,00 < 0.05).

Berdasarkan koefisien regresi menunjukkan hanya ada dua variabel yang signifikan berpengaruh pada karakter kepemimpinan yaitu lama bersekolah dan kesempatan memimpin. Selanjutnya proporsi varian dari masing-masing IV menunjukkan tidak ada variabel yang berpengaruh signifikan pada karakter kepemimpinan

(7)

perlu mengkaji variabel lain diluar penelitian ini, yang mungkin menjadi faktor berpengaruh terhadap pembentukan karakter pemimpin, terutama dikalangan remaja sebagai calon pemimpin dimasa datang seperti siswa tingkat SMA ataupun mahasiswa.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Outbound Dalam Pembentukan Karakter Kepemimpinan Siswa Sekolah Alam Indonesia”.

Shalawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah sekaligus pembimbing I, Bapak Jahja Umar, Ph.D yang telah banyak memberikan pengarahan, ilmu, dan perhatian kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

2. Pembimbing Akademik Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.si atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.

3. Kepada bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi., dosen pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mambagi ilmunya kepada penulis selama belajar dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Pembimbing seminar skripsi, Ibu Solicha, M.Si, yang tidak pernah bosan untuk menyumbangkan pendapatnya, memberikan saran yang membangun, motivasi, sehingga penulis dapat mengatasi kendala dalam penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis, dan para Staff Perpustakaan (pak Haidir dan pak Badawi) dan Tata Usaha Fakultas psikologi UIN ( bang Ayoung, Mas Dedi, bang Murtadho, dll) atas segala bantuan selama penulis menuntut ilmu.

6. Rekan Syuro Guru di Sekolah Alam Indonesia yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian. (Ust. Hudory, pak Azis, pak Abdul, bu Cache, bu Idet, bu Esti dan lainnya yang tidak penulis sebut tapi kalian benar-benar pejuang sejati), tim outbound (bapak Taufik....terima kasih telah menerima curhat penulis, mang Anjang, Pendi, Mang Acil, Siddik, ade Rahman, Sony, Saman, Madinah...terima kasih tanpa kalian penulis bukan apa-apa).

(9)

bapak.

8. Keluarga bapak Soebijanto dan bu Herry W serta inspirasi ku Seto Radityo juga mas Bhisma semoga kebaikan keluarga ini menjadi amal shalih bekal kehidupan dunia akhirat.

9. Pendamping hidupku, Yuningsih serta buah hatiku Tazkia dan Najib, terima kasih sudah sabar menemani ayah menyusun skripsi ini dan maaf kalau sering marah...banyak cinta untuk kalian

10.Segenap guru, murabbi fii ruuhi khususon lil habib ‘Alwi Assegaf, habib ‘Umar Assegaf, Ust Nurmansyah, ust Sofyan, ust Anwar Saidi terima kasih sudah memberi banyak ilmu agama dan doakan penulis tetap istiqomah.

Segenap rekan majelis ZM dan Tsaqofah Islamiah, syukron ‘ala du’a ikum .

11. Bayu, Adimas, Taufik, Fandi yang telah membantu penulis dalam membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga kepada The GURU’s Mr. Adiyo

pembimbing III biarpun tidak resmi tapi antum sudah banyak membantu penulis. Terima kasih teman... tetap semangat dan istiqomah! kalian akan menjadi orang besar bagi bangsa ini.

12. Kepada teman-teman seperjuangan Non Reguler angkatan 2005 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun kalian tetap menjadi bagian dalam hidupku dan persahabatan kita tetap abadi..

Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.

Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.

Jakarta, 15 Juni 2011

(10)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Pembatasan Masalah ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 KAJIAN TEORI 2. 1 Kepemimpinan ... 11

2.1.1 Definisi Kepemimpinan ... 11

2.1.2 Karakter Kepemimpinan ... 15

2.1.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi

2.2.3 Metodelogi Pelatihan Outbound ... 33

2.2.4 Kriteria Outbound ... 36

2.3 Kerangka Teori... 39

2.4 Hipotesis... 41

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 43

3.1.1 Populasi ... 43

3.1.2 Sampel dan teknik sampling ... 44

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya ... 44

3.2.1 Definisi Operasional ... 45

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 46

(11)

3.3.1.2 Kuisioner Karakter Kepemimpinan ... 49

3.3.2 Prosedur Pengumpulan Data ... 50

3.3.2.1 Tahap Persiapan ... 50

3.3.2.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 57

3.4. Desain Penelitian... 57

3.5. Metode Analisis Data... 58

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif ... 61

4.2 Uji Validitas Alat Ukur ... 62

4.2.1 Uji Validitas skala karakter kepemimpinan ... 63

4.3 Uji Hipotesis penelitian... 76

4.3.1 Analisis Korelasional dari Variabel Penelitian ... 76

4.3.2 Analisis Regresi Variabel Penelitian... 78

4.3.3 Pengujian Proporsi Varians sumbangan masing – masing Independent Variabel... 80

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Diskusi ... 86

5.3 Saran ... 89

5.3.1 Saran Metodologis ... 89

5.3.2 Saran Praktis ... 90

DAFTAR PUSTAKA... 91

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Bobot Skor Pernyataan... 50

Tabel 3.2. Kisi-kisi Alat Ukur Karakter Kepemimpinan ... 52

Tabel 4.1 Distribusi populasi penelitian berdasarkan Jenis Kelamin... 61

Tabel 4.2 Distribusi mean leadership berdasarkan Jenis kelamin... 62

Tabel 4.3 Muatan Faktor item kekuatan dalam karakter kepemimpinan... 65

Tabel 4.4 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item kekuatan dalam skala karakter kepemimpinan ... 66

Tabel 4.5 Muatan Faktor stabilitas emosi dalam karakter kepemimpinan... 67

Tabel 4.6 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item stabilitas emosi dalam skala karakter kepemimpinan ... 67

Tabel 4.7 Muatan Faktor item kemampuan tentang relasi insani dalam karakter kepemimpinan ... 68

Tabel 4.8 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item kemampuan tentang relasi insani dalam skala karakter kepemimpinan... 68

Tabel 4.9 Muatan Faktor item kejujuran dalam karakter kepemimpinan ... 68

Tabel 4.10 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item kejujuran dalam skala karakter kepemimpinan... 69

Tabel 4.11 Muatan Faktor item objektivitas dalam karakter kepemimpinan... 69

Tabel 4.12 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item objektifitas dalam skala karakter kepemimpinan...70

Tabel 4.13 Muatan Faktor item dorongan pribadi dalam karakter kepemimpinan ...70

Tabel 4.14 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item dorongan pribadi dalam skala karakter kepemimpinan ... 71

Tabel 4.15 Muatan Faktor item ketrampilan komunikasi dalam karakter kepemimpinan... 71

Tabel 4.16 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item keterampilan komunikasi dalam skala karakter kepemimpinan ... 72

Tabel 4.17 Muatan Faktor item kemampuan mengajar dalam karakter kepemimpinan... 72

Tabel 4.18 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item kemampuan mengajar dalam skala karakter kepemimpinan ... 73

Tabel 4.19 Muatan Faktor item keterampilan sosial dalam karakter kepemimpinan... 73

Tabel 4.20 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item keterampilan sosial dalam skala karakter kepemimpinan... 74

Tabel 4.21 Muatan Faktor item managerial dalam karakter kepemimpinan... 74

Tabel 4.22 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item managerial dalam skala karakter kepemimpinan ... 75

Tabel 4.23 Matriks Korelasi Antar Variabel... 76

Tabel 4.24 Tabel Anova ... 78

Tabel 4.25 Tabel Rsquare... 79

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Analisis Konfirmatorik dari dimensi kekuatan dalam skala

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian

karakter kepemimpinan siswa, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu krisis terbesar dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Salah satu

penyebab utama adalah ketiadaan pemimpin yang visioner, kompeten, dan

memiliki integritas tinggi dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang diharapkan

adalah yang dapat merajut titik temu dari berbagai elemen yang berbeda baik dari

sisi ideologi, budaya, dan tradisi menjadi suatu tatanan masyarakat baru yang

bergerak menuju peradaban baru. Dengan kata lain seorang pemimpin hendaknya

memiliki karakter yang kuat yang dapat menjadi teladan untuk kelangsungan

orang yang dipimpinnya.

Krisis karakter kepemimpinan juga terjadi di Indonesia dewasa ini

menyebabkan kekecewaan publik yang mengurangi kepercayaan sebagian besar

masyarakat. Bukan hanya pemimpin di tingkat pusat, pemimpin tingkat daerah

pun disinyalir tidak memiliki kekuatan karakter. Dampak nyata dari lemahnya

karakter pemimpin adalah makin maraknya korupsi, kesemerawutan sistem tata

kota, buruknya pelayanan kesehatan, hilangnya rasa keadilan, pendidikan yang

(16)

sebagainya. Hal ini menjadikan bangsa indonesia kian terpuruk dan jauh

ketinggalan dari bangsa-bangsa lain di dunia (Antonio, 2009).

Karakter, watak, sifat, atau trait adalah satu kualitas yang tetap terus

menerus dan relatif menetap yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi

seorang pribadi, suatu objek, atau kejadian (Chaplin 2006). Dalam istilah lain,

karakter dapat diartikan sebagai ciri khas dari seseorang agar kita dapat mengenali

siapa sebenarnya orang tersebut. Menurut Foerster (dalam Muhibbin, 2007)

karakter merupakan sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi, dan karakter

menjadi identitas yang mengatasi pengalaman pribadi yang sering berubah.

Karakter seseorang sangatlah penting karena dapat menunjukkan karakter

bangsa pada umumnya, sehingga dengan kematangan pribadi serta karakter yang

kuat dari seseorang dapat menunjukkan seberapa kuat bangsa tersebut.

Individu-individu yang memiliki karakter kuat tentunya dapat membentuk bangsa yang

kuat pula. Sebaliknya bila individu dari bangsa tersebut lemah, tentunya bangsa

tersebut memiliki karakter yang lemah pula.

Karakter dalam diri manusia tidak ada dengan sendirinya, melainkan

berproses. Proses penanaman nilai karakter kepemimpinan dapat dimulai dari

masa anak-anak karena karakter seorang pemimpin seyogianya harus sudah

dimiliki sejak masa anak-anak, dengan tujuan agar kelak lahir calon pemimpin–

pemimpin bangsa yang berwawasan dan berkemanusiaan. Sehingga penanaman

nilai-nilai kepemimpinan yang baik sejak dini sangatlah penting demi

terbentuknya karakter pemimpin yang baik dikemudian hari. Dan dalam proses

(17)

perlu dirintis dari sekolah karena dinilai penting sebagai treatment awal

pembentuk karakter kepemimpinan. Sejalan dengan hal tersebut, Hurlock (2003)

mengatakan bahwa masa kanak-kanak adalah masa dimana penanaman nilai-nilai

kehidupan berawal.

Pembentukan karakter sejak dini dapat dilakukan melalui pendidikan. Baik

yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal dalam hal ini

sekolah ataupun lembaga-lembaga non formal lainnya, yang diharapkan mampu

mencetak generasi yang tangguh serta berkarakter. Kementrian pendidikan

nasional telah merancang grand design pembelajaran pendidikan karakter yakni

pengelompokan konfigurasi karakter yang bermuara pada olahhati, olahpikir,

olahraga, dan olahkarsa. Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan

emosional, olahpikir bermuara pada pengelolaan intelektual, olahraga bermuara

pada pengelolaan fisik, sedangkan olahrasa bermuara pada pengelolaan kreativitas

(Herawati, dalam Solo Pos 2010).

Sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah salah satu tempat penanaman

nilai pembentuk karakter kepemimpinan, dengan memberikan pendidikan

karakter. Pendidikan karakter akan menumbuhkan kecerdasan emosi siswa yang

meliputi kemampuan mengembangkan potensi diri dan melakukan hubungan

sosial dengan manusia lain ( UU Sisdiknas, 2003).

Untuk mencetak calon-calon pemimpin yang baik serta kompeten dalam

bidangnya, dalam dunia kependidikan perlu diadakan alternatif-alternatif

penyampaian program kepada peserta didik melalui metode-metode yang baru dan

(18)

penting karena diharapkan dapat menarik minat peserta didik yang kemudian akan

menumbuhkan keinginan untuk terus belajar sehingga terbentuk suatu karakter

dapat menjadi ciri individu yang diharapkan mampu menjadi identitasnya kelak di

masa datang. Dengan segala keterbatasan dalam dunia pendidikan nasional yang

selama ini dijalankan, maka banyak pihak mencoba berbagai alternatif dalam

memberikan pendidikan kepada anak didik. Diantaranya home schooling,

boarding school, sekolah alam dan lain-lain. Berbagai metode diterapkan demi

tercapainya tujuan pendidikan yang menghasilkan manusia atau peserta didik

yang handal. Berbagai metode pendidikan tersebut intinya ingin memberikan

metode pembelajaran yang menyentuh tiga ranah belajar yaitu area kognitif,

afektif dan psikomotorik. Di antara metode yang menarik adalah metode

outbound, yang oleh banyak pihak telah diuji coba dan terbukti efektif dalam

menyelesaikan kebuntuan dalam proses belajar (Asti, 2009).

Menurut Muhibbin (2007), metode pembelajaran yang efektif harus dapat

menyentuh pada tiga aspek tingkatan proses belajar, yaitu area pemikiran

(kognitif), perasaan (afektif), dan aksi (psikomotor). Ketiga unsur tersebut dapat

dipadukan sekaligus dengan metode kegiatan belajar dari pengalaman(experiental

learning). Sejalan dengan Muhibbin, Tony Stockwell (dalam Gordon 2002)

berpendapat bahwa untuk mempelajari sesuatu dengan cepat dan efektif kita

harus melihat, mendengar dan merasakan. Dengan karakteristik yang demikian,

maka menurut penulis metode outbound adalah metode yang dapat mewakili

unsur-unsur tersebut. Diantaranya dalam permainan yang digunakan sebagai

(19)

digunakan dalam rangka berfikir untuk penyelesaian masalah dan perasaan

biasanya dilibatkan untuk menimbang apakah keputusan yang diambil tidak

merugikan diri sendiri serta orang lain dan aksi diperlukan untuk mencoba

menjalankan hal yang sudah diputuskan.

Afani (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan hasil yang signifikan

dalam reaksi, pemahaman pengetahuan, dan perubahan perilaku pada individu

yang pernah mendapatkan treatment outbound. Sejak awal dikenalkan oleh sang

penggagas bahwa outbound dapat menyebabkan perubahan perilaku terutama

karakter individu. Penelitian dalam penanaman karakter kepemimpinan melalui

outbound sejak lama menjadi perhatian para peneliti. Hahn (dalam Neill 2004)

sebagai penggagas outbound, mendefenisikan outbound sebagai training yang

melibatkan pikiran yang diteruskan ke tubuh dengan berusaha memberikan

pengalaman menantang kepada para pemuda dengan format pengajaran yang

merangsang inner strength, karakter dan perubahan. Inti dari Outbund program

adalah “development by challenge” (perubahan berdasarkan pengalaman).

Program yang diberikan meliputi kemampuan berorganisasi, rescue training,

tantangan fisik, dan adventurer. Selintas medium pengajaran yang digunakan

menitik beratkan pada pisik semata, tetapi dibalik itu sangat ber efek pada ranah

psikologis dan sosial ( Neill 2004).

Metode outbound juga dapat dijadikan salah satu jalan keluar dari tingkat

kejenuhan yang tinggi para peserta didik akan metode-metode konvensional yang

telah dilakukan selama puluhan tahun. Karena dalam outbound, penyampaian

(20)

sederhana, menggunakan pendekatan belajar dari pengalaman, dan yang paling

menarik adalah metode ini dilakukan dengan penuh kegembiraan karena

penyampaiannya melalui permainan (Ancok, 2002)

Dalam hal ini sekolah alam sebagai pionir dalam dunia pendidikan di

Indonesia telah menggunakan metode outbound sebagai tools dalam pendidikan

kepemimpinan yang diharapkan mampu menyumbang bibit-bibit pemimpin bagi

bangsa ini kelak. Sekolah Alam Indonesia dengan penerapan metode

outbound-nya pula serta pendidikan berbasis alam yang diajarkan kepada peserta didikoutbound-nya

mampu menyedot perhatian publik sehingga untuk menyekolahkan anaknya orang

tua perlu antri dan menginap demi mendapatkan formulir pendaftaran (detik.com).

Dalam proses belajar menjadi seorang pemimpin, selain diperlukan

aspek-aspek di atas, diperlukan juga sebuah kerjasama yang kompak dalam segala hal

yang menyangkut proses tersebut, terutama saat belajar di luar ruangan. Dengan

demikian, Sekolah Alam Indonesia, sebuah sekolah yang menjadikan alam

terbuka sebagai kelas dan laboratorium, menjadikan metode outbound sebagai

media pembentuk karakter kepemimpinan disamping kurikulum akhlak dan logika

berpikir. Metode outbound dipilih karena dirasa cocok dengan karakteristik

proses kegiatan belajar mengajar yang lebih banyak dilakukan di luar ruangan

serta terdapat banyak pembelajaran pada tiap permainan yang dilakukan untuk

dapat menumbuhkan karakter kepemimpinan (leadership) pada setiap siswanya

(buku panduan Sekolah Alam Indonesia).

Terkait dengan penerapan metode outbound tersebut, maka diperlukan

(21)

yang berisi kegiatan-kegiatan atau permainan yang terkait unsur pembentuk

karakter kepemimpinan atau team building yang bisa merefleksikan proses

memimpin dan dipimpin, sarana yang memadai terkait ketersedian alat terutama

alat-alat yang dapat menunjang proses permainan khususnya alat-alat safety yang

direkomendasikan badan safety dunia, dan tidak ketinggalan tenaga pelaksana

yang handal(fasilitator, observer dan rescuer), yang memiliki penguasaan materi

dan metode pelatihan yang baik sebagai garansi untuk hal yang dijunjung tinggi

dalam dunia outbound, terutama faktor keselamatan (Jaelani, 2008)

Dari uraian diatas, penulis ingin melihat sejauh mana pengaruh outbound

program terhadap pengembangan karakter kepemimpinan siswa. Dari beberapa

penelitian terdahulu yang ternyata signifikan mengubah reaksi, pengetahuan , dan

perilaku, penulis berargumen bahwa outbound sebagai metode alternatif

pengembangan karakter serta penanaman nilai-nilai kepemimpinan di sekolah

sangat penting dilakukanuntuk mencetak pemimpin masa depan yang memiliki

karakter yang kuat.

1.2 Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

1. Variable apa sajakah yang mempengaruhi pembentukan karakter

kepemimpinan siswa?

2. Dari variable penelitian yang dianalisis manakah yang memiliki pengaruh

(22)

3. Bagaimanakah model persamaan regresi yang dapat digunakan untuk

memprediksi pembentukan karakter kepemimpinan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara pokok dan prinsip, tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan

penelitian yang telah peneliti rumuskan diatas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat

subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya

yaitu:

1. Menemukan faktor –faktor yang dominan memengaruhi pembentukan karakter siswa, sehingga dapat digunakan sebagai prediktor pembentuk

karakter kepemimpinan.

2. Melihat secara statistik hasil pembentukan karakter kepemimpinan di Sekolah

Alam Indonesia

3. Jika sudah didapat model regresinya, maka peneliti mampu membuat

rangkuman tentang faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter

kepemimpinan.

1.4 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak mengalami perluasan serta pelebaran masalah, maka

penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan berikut :

1. Karakter kepemimpinan yang dimaksud adalah ciri-ciri seorang pemimpin

merujuk trait kepemimpinan dalam hal ini meliputi, Kekuatan, baik badaniah

(23)

meledak ledak secara emosional; pengetahuan tentang relasi insani; Kejujuran;

Objektif; Dorongan pribadi, meliputi kesedian untuk muncul sebagai pemimpin

dari diri sendiri; Keterampilan berkomunikasi; Kemampuan mengajar,

membagi pengetahuan untuk tujuan bersama; Keterampilan sosial; Kecakapan

teknis atau kecakapan managerial.

2. Outbound yang dimaksud adalah sekumpulan permainan di alam terbuka yang

merupakan analogi dari kehidupan, berdasar pada belajar dari pengalaman,

dengan refleksi pasca kegiatan yang dikemas dengan unsur-unsur pembentukan

karakter.

3. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas lima sampai kelas sembilan yang

bersekolah di Sekolah Alam Indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian

karakter kepemimpinan, pertanyaan penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian, pembatasan masalah dan sistematika

penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta

(24)

BAB III : Metodelogi Penelitian

Bab ini meliputi, subyek penelitian, variabel penelitian,

instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis

data.

BAB IV : Analisis Hasil Penelitian

Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian

meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian

dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan

(25)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan dipaparkan tentang Pengertian kepemimpinan (leadership),

definisi kepemimpinan, karakter kepemimpinan, faktor-faktor yang

mempengaruhi karakter kepemimpinan, metode outbound sebagai pembentuk

karakter kepemimpinan, dan hipotesis Penelitian.

2.1 KEPEMIMPINAN 2.1.1 Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang menjadi bahasan dalam tulisan ini adalah kepemimpinan

yang diambil dari istilah dalam bahasa Inggrisleadership.

Kepemimpinan adalah tema yang populer, yang bukan saja menjadi bahan

diskusi dan penelitian kaum terpelajar tapi semua lapisan masyarakat pun turut

membicarakan masalah kepemimpinan. Bertolak dari itu semua, telah banyak

orang yang mengembangkan teori ini sehingga pengertian tentang kepemimpinan

sangat banyak serta berbanding lurus dengan orang yang mengembangkannya.

Dari sekian banyak teori yang ada ada beberapa pengertian atau definisi yang

penulis anggap cocok dengan bahasan pada kali ini, diantaranya :

Bennis dan Nanus (dalam Munandar, 2001) mendefinisikan leading are

influencing, guiding in direction, course, action, opinion.

Sedangkan menurut Davis (dalam Munandar, 2001) Leadership is part of

(26)

Pemimpin merupakan suatu peran dalam kelompok yang diemban oleh

salah satu anggota kelompok dengan kriteria tertentu. Melalui perannya itu

pemimpin akan melaksanakan kepemimpinannya, yaitu suatu aktivitas untuk

mempengaruhi kelompoknya untuk mencapai tujuan kelompok. Hal ini

dikemukakan oleh Gibson (dalam Munir, 2001) bahwa kepemimpinan merupakan

usaha untuk mempengaruhi orang lain secara orang perorang (interpersonal),

lewat proses komunikasi, untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan. Definisi

tersebut juga mengandung arti bahwa kepemimpinan mencakup penggunaan

pengaruh lewat hubungan interpersonal melalui proses komunikasi efektif untuk

mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan bersama-sama pula.

Dengan kata lain, dalam kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia.

Yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuh-taatan

para pengikut/ bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin.

Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi,

memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi

efektifitas dan keberhasilan organisasi ( House 1999).

Menurut Chaplin (1995) Leadership adalah penggunaan otoritas kontrol,

bimbingan yang memerintah tingkah laku orang lain. Masih menurutnya pula,

leadership adalah kualitas kepribadian dan latihan yang mengarah pada

keberhasilan dalam membimbing dan mengontrol orang lain.

Wahjosumidjo (1984) berpendapat bahwa butir-butir pengertian dari

(27)

kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang

berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.

Dari beberapa definisi diatas, dapat diartikan bahwa setiap pemimpin

haruslah memiliki karakter yang kuat sehingga tujuan dalam kelompok dapat

tercapai. Selain itu juga diperlukan rasa saling menghargai sehingga tercipta

hubungan yang harmonis antar anggota kelompok.

Kepemimpinan adalah berfungsinya pemimpin, bawahan, dan dalam

situasi tertentu, kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok

dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran organisasi. Peranan pemimpin sangat

penting dan menentukan dalam usaha pencapaian sasaran atau tujuan organisasi

yang telah ditetapkan. Keberhasilan suatu organisasi sangatlah bergantung pada

kualitas dan efektifitas kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang

bersangkutan.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah salah satu

bagian dari manajemen kelompok dimana sang pemimpin memiliki peran untuk

mempengaruhi kelompoknya dalam mencapai tujuan bersama melalui kecakapan

komunikasi efektif yang dimilikinya. Dan dapat pula dikemukakan bahwa

kepemimpinan akan terjadi apabila didalam situasi tertentu seseorang

mempengaruhi perilaku orang lain baik perseorangan maupun kelompok.

Dalam dunia islam, istilah kepemimpinan telah ada sebelum manusia

diciptakan seperti tertuang dalam al-Quran surat al-Baqoroh (2):30 yang artinya

(28)

Engkau dan mensucikan Engkau?" Allah berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Kata Khalifah berarti pengganti atau pemegang otoritas Tuhan dimuka

bumi. Antonio (2009) menyebutkan bahwa dalam islam istilah khalifah dipakai

sebagai sebutan bagi pemimpin muslim setelah Rosulullah wafat, seperti kepada

Khulafa ar-Rasyidin. Para khalifah diyakini memiliki otoritas duniawi dan

keagamaan. Sedangkan dalam faham teokrasi, raja atau kaisar dianggap sebagai

perwujudan atau titisan tuhan misalnya Kaisar Jepang dipercayai sebagai

keturunan dewa matahari, raja-raja Mesir sebagai titisan Dewa Ra dan sebagainya.

Nabi Muhammad Saw secara jelas menyebut soal kepemimpinan dalam

salah satu sabdanya,

Setiap orang diantara kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya tersebut. Seorang imam akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin ditengah keluarganya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dan akan ditanya soal kepemimpinannya. Seorang pelayan/pegawai juga pemimpin dalam mengurus harta majikannya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Dalam hadist yang lain di sabdakan,

dari Ibnu Umar menyatakan bahwa Rosulullah bersabda masing-masing dari kamu adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinan tersebut. Seorang penguasa adalah pemimpin rakyatnya, seorang laki-laki dewasa adalah pemimpin keluarganya, seorang perempuan dewasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan kamu semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.

Dari uraian definisi kepemimpinan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak, mengarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu dalam organisasi, yang timbul dari situasi tertentu.

Untuk mengajak dan mengarahkan diperlukan seorang pemimpin yang

(29)

Studi tentang kepemimpinan dikelompokkan menjadi tiga pendekatan,

yaitu (a) yang mendasarkan atas traits (sifat, perangai) atau kualitas yang

diperlukan seseorang untuk menjadi pemimpin, (b) yang mempelajari perilaku

yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif, (c) pendekatan

contingency yang berdasarkan atas faktor-faktor situasional untuk menentukan

gaya kepemimpinan yang efektif.

2.1.2 Karakter Kepemimpinan

Untuk berhasilnya tujuan suatu organisasi, diperlukan konsep kepemimpinan yang

berkarakter. Diantara karakter kepemimpinan yang baik dari seorang pemimpin

adalah dapat bermain peran. Peran tersebut mewakili penggolongan perilaku

domain dari seorang pimpinan yang terlihat dari kinerja pengikutnya. Menurut

Mintzberg (dalam Mulyani, 2004) mendefenisikan peran sebagai seperangkat

kemungkinan seorang pemimpin akan berperilaku dalam unjuk kerjanya.

Mintzberg (dalam Mulyani, 2004) membagi dalam tiga katagori yang

masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yaitu,

a. Peraninterpersonal yang meliputi peranfigurehead, leader, liaison

b. Peran informational yang meliputi peran sebagai monitor, disseminator,

spokesperson

c. Peran decisional yang meliputi peran enterpreneur, disturbance-handler,

resource-allocator, dan negotiator

Dalam terminologi psikologi karakter digambarkan sebagai watak,

(30)

menerus dan kekal dan dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang

pribadi.

Karakter dalam diri seorang pemimpin sangat erat kaitannya dengan

proses kepemimpinannya. Sesuai dengan gambaran karakter dalam ranah

psikologi yakni melihat karakter seseorang dengan mengetahui sifat dasar dari

orang tersebut.

WarrenBennis (dalam Antonio 2009), menggambarkan sifat-sifat dasar

seorang pemimpin yang dapat dilihat dari perilakunya yaitu, guiding vision

(visioner), passion (berkemauan kuat), integrity (integritas), trust (amanah),

curiosity (rasa ingin tahu), andcourage ( berani). Serangkaian karakteristik yang

disebutkan diatas selayaknya dimiliki oleh seorang pemimpin untuk dapat

mempengaruhi, mengubah dan mengarahkan tingkah laku pengikutnya demi

tercapainya tujuan bersama.

Untuk dapat menentukan kriteria atau syarat untuk menjadi seorang

pemimpin, ada beberapa pendekatan yang dapat dijadikan rujukan seperti yang

dikemukakan William G. Scott (dalam Kartono 2008) yakni, the great man

approach (pendekatan orang besar), the trait approach (pendekatan ciri atau

sifat), the modified trait approach (pendekatan ciri yang sudah diubah), dan

situational approach (pendekatan situasional). Dalam hal ini penulis mengambil

satu pendekatan yang dinilai relevan dalam penelitian ini yaitu pendekatan trait

atau sifat.

Trait kepemimpinan merujuk pada keistimewaan karakteristik kepribadian,

(31)

membedakan seorang pemimpin dengan pengikut. Ide dasarnya adalah bahwa

seorang pemimpin dilahirkan(born to lead) dimana proses perkembangannya

melalui trait yang unik (Latemore, dalam July 2005). Teori ini tidak selalu dapat

mendefinisikan trait dari kepemimpinan yang sukses bahkan para ahli

kepemimpinan menemukan trait yang lain. Akan tetapi teori ini dapat

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan seseorang dimana kelemahan dan

kekuatan seseorang dapat memberikan kontribusi dalam belajar berkelanjutan dan

perkembangan diri. Tomlinson (dalam July 2005) meyakini bahwa kualitas dari

karakter seseorang (dapat dipercaya baik sebagai individu maupun dalam

kelompok, kekuatan managerial, dan kemampuan mengorganisasi) dapat

menggambarkan sifat pemimpin yang paling mendasar.

Saint (2004) mengatakan bahwa trait seorang pemimpin dapat

digambarkan dengan dapat mengambil keputusan, berpikir strategis, memiliki

kecerdasan mental, jujur dalam perkataan, serta objektif.

Selain gaya dan type dari pemimpin, trait seorang pemimpin juga

berkaitan erat dengan karakter seorang pemimpin. Dalam teori-teori kepribadian,

kepribadian terdiri dari trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai

konstruk teoritis yang menggambarkan unit atau dimensi dasar dari kepribadian.

Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang

berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait.

Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality

(32)

Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti

yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait

merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu:

1. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang

membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:

a. Trait relatif stabil dari waktu ke waktu

b. Trait konsisten dari situasi ke situasi

2. Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan,

namun karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:

a. ada proses adaptif

b. adanya perbedaan kekuatan, dan

c. kombinasi dari trait yang ada

Menurut Mc Crae dan Costa (dalam Feist, 2006) mereka berpendapat

bahwa tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa

dewasa. Mereka yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang

sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi

yang tetap stabil setelah usia 30 tahun.

Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain

Allport, terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka

adalah Raymond B. Cattell dan Hans J. Eysenck.

Allport mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang

biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait

(33)

dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem

saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku

seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa

(baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun

demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan

tindakan yang sama. Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara

yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi

pribadi yang unik. Oleh sebab itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat

dipahami secara parsial jika menggunakan tes-tes yang menggunakan norma

kelompok

Untuk menilai sukses atau gagalnya seorang pemimpin antara lain dapat

dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas perilakunya,

yang digunakan sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya tersebut.

Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan

sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang pemimpin menurut George R.

Terry (dalam Kartono 2008) mencakup sepuluh sifat unggul seorang pemimpin

yakni, Kekuatan, baik badaniah maupun rohaniah; Stabilitas emosi, tidak mudah

marah tersinggung atau meledak ledak secara emosional; pengetahuan tentang

relasi insani; Kejujuran; Objectif; Dorongan pribadi, meliputi kesedian untuk

muncul sebagai pemimpin dari diri sendiri; Keterampilan berkomunikasi;

Kemampuan mengajar, membagi pengetahuan untuk tujuan bersama;

(34)

Dari hal-hal yang telah dikemukakan tentang kepemimpinan tersebut dapat

diambil kesimpulan bahwa setiap pemimpin dituntut memiliki karakter serta

kepribadian yang kesemuanya tidak ada dengan sendirinya melainkan berproses.

Sehingga menarik untuk diteliti dan diangkat menjadi suatu wacana bagaimana

kepribadian seorang pemimpin berkembang melalui proses belajar dari masa

anak-anak, dalam hal ini peneliti akan melihat sejauh mana perkembangan

karakter siswa yang telah mendapatkan pelatihan kepemimpinan melalui metode

outbound.

2.1.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Karakter dibentuk tidak melalui suatu proses yang singkat dan mudah. Karakter

dibentuk melalui proses panjang yang membutuhkan konsistensi dan

kesinambungan. Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak

berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu

dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Dalam

hal apa yang mempengaruhi pengembangan karakter, Campbell dan Bond (1982)

menyebutkan beberapa faktor utama dalam pengembangan moral dan perilaku

remaja di Amerika kontemporer:

1. Heredity (keturunan)

2. Early Childhood Experience (pengalaman awal masa kanak-kanak)

3. Modeling by important adults and older youth (pemodelan oleh orang dewasa

berpengaruh dan orang yang lebih tua)

(35)

5. The general physical and social environment (lingkungan fisik dan sosial

umum)

6. The communications media (media komunikasi)

7. What is taught in the schools and other institutions (apa yang diajarkan di

sekolah-sekolah dan lembaga lainnya)

8. Specific situations and roles that elicit corresponding behavior. (spesifik

situasi dan peran yang menimbulkan perilaku yang sesuai).

Sejalan dengan poin pertama, Kartono (2008) menyatakan bahwa banyak

orang berpendapat bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin

merupakan ciri bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, yang ada khusus pada

dirinya, dan tidak dipunyai orang lain (born leader). Karena itu, sifat-sifat

kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya juga tidak bisa ditiru oleh

orang lain. Diantara sifat yang dimiliki adalah kepribadian yang unggul dengan

bakat dan kharisma yang cemerlang disamping punya bakat seni memimpin yang

tidak ada duanya.

Faktor lainnya yang tidak kalah berpengaruh dalam perkembangan

karakter kepemimpinan adalah faktor lingkungan diluar diri individu (nurture).

Diantara yang sangat mempengaruhi adalah lingkungan keluarga, peer group, dan

sekolah. Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2007) dalam teori ekologi

mengungkapkan bahwa perkembangan dipengaruhi oleh lima sistem lingkungan.

Kelima sistem lingkungan itu memberikan kontribusi yang besar dalam

(36)

1. Mikrosistem dimana individu tinggal meliputi keluarga, teman sebaya,

sekolah dan tetangga.

2. Mesosistem mencakup hubungan antar mikrosistem misalnya hubungan

pengalaman dikeluarga dan sekolah, pengalaman teman sebaya dan tempat

ibadah

3. Ekosistem, dimana pengalaman dalam lingkungan sosial lain yang individu

tidak ada peran aktif langsung mempengaruhi individu dalam konteks

langsung contohnya pengalaman disekolah dengan banyak tugas

mempengaruhi peran aktif anak dirumah.

4. Makrosistem, mencakup budaya dimana seseorang tinggal dalam hal ini

adalah pola perilaku, keyakinan

5. Kronosistem mencakup pembuatan pola kejadian lingkungan dan transisi

sepanjang kehidupan.

Merujuk pendapat Bronfenbrenner tersebut konteks yang paling sering

diteliti adalah konteks mesosistem (Santrock,2007) kebanyakan penelitian

mengungkapkan bahwa program khusus yang melibatkan keluarga sering dapat

membuat perbedaan dalam prestasi anak.

Sejalan dengan hal tersebut, Huitt (1999) mengungkapkan bahwa selain

faktor nature yang ada dalam diri individu, sekolah memainkan peran penting

dalam pembentukan karakter disamping peran keluarga dan masyarakat pada

umumnya. Kartono (2007) mengatakan bahwa sebagian orang berpendapat

dengan semakin banyaknya tujuan besar dari berbagai pihak dengan latar

(37)

yang akan menangani hal tersebut. Untuk itu perlu dipersiapkan, dilatih, dan

dibentuk secara berencana serta sistematis. Pada mereka diberikan latihan dan

pendidikan khusus untuk membiasakan bertingkah laku menurut pola-pola

tertentu, agar mampu melaksanaka tugas-tugas kepemimpinan dan sanggup

membawa kelompok atau orang-orang yang dipimpinnya ke sasaran yang ingin

dicapai.

Sekolah adalah salah satu tempat menyiapkan pemimpin, membentuk,

melatih, dan memberikan pola tertentu sesuai dengan kebutuhan pemimpin.

Paradigma pendidikan di indonesia saat ini sudah mendukung pembentukan

karakter di sekolah, bobot atau persentase tentang pendidikan karakter perlu

mendapatkan perhatian khusus mulai dari jenjang pra sekolah, sekolah dasar,

sekolah menengah pertama, sampai perguruan tinggi. Sehingga perlu penegasan,

penekankan kembali, dan menginginkan pendidikan karakter menjadi kesadaran

semua pihak akan pentingnya pendidikan karakter (Nuh, dalam pena pendidikan

2010).

Pembentukan karakter disekolah sebagai tempat untuk mendidik, Walsh

mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang mempersiapkan kaum muda

untuk warisan sosial mereka dan pendukung tiga dimensi pendidikan yakni

pengembangan pengetahuan, pelatihan kemampuan mental, dan pengembangan

karakter.

Pengenalan tentang karakter kepemimpinan yang dilakukan dalam

(38)

dalam kelas, dan lain sebagainya. Sedangkan pembinaan yang dilakukan di luar

jam pelajaran bisa berupa kurikuler dan ekstra kurikuler.

Salah satu kegiatan yang mendukung serta mengarahkan perilaku untuk

membiasakan diri berbuat menurut pola tertentu sebagai sarana membentuk

karakter kepemimpinan diantaranya dapat dilakukan dalam pelatihan outbound.

Dalam hal ini outbound digunakan sebagai media menciptakan situasi tertentu

yang menimbulkan perilaku sesuai yang diharapkan sejalan dengan poin

kedelapan pendapat Campbell dan Bond (1982).

Asti (2009) mengungkapkan bahwa dalam outbound, program kegiatan

telah dirancang sedemikian rupa serta memiliki tujuan dan manfaat tertentu

diantaranya komunikasi efektif, pengembangan tim, pemecahan masalah,

kepercayaan diri, kepemimpinan, kerja sama, permainan yang menghibur,

konsentrasi, dan sportifitas. Sehingga peserta akan mampu mengembangkan

potensi diri baik secara individu maupun dalam kelompok.

Keterampilan yang didapat melalui outbound adalah mengambil resiko

dalam batas kewajaran. Pengalaman di alam terbuka memungkinkan seseorang

untuk mengembangkan keberaniannya dalam upaya mempertahankan

kelangsungan kelompoknya sehingga ”dipaksa” untuk bertindak berani dalam

mengambil resiko. Juga peserta dilatih untuk bebas dari rasa ketergantungan pada

batas-batas yang telah baku, konsep intelektual yang tidak terbatas kepada norma

tertentu.

Merujuk pada faktor tersebut penelitian ini bertujuan melihat sejauh mana

(39)

2.2.2.2 Metode Outbound sebagai Pembentuk Karakter

Metode outbound diyakini memiliki kontribusi yang besar sebagi pembentuk

karakter. Dalam banyak penelitian metode outbound ternyata efektif dalam

membangun pemahaman akan suatu konsep dan membangun perilaku (Asti,

2009). Karakter dibentuk oleh perilaku yang berulang-ulang dalam waktu yang

lama sehingga menetap dan menjadi kebiasaan. Sejalan dengan hal tersebut, perlu

penanaman nilai-nilai mulai dari masa anak-anak karena pada masa inilah dasar

karakter manusia terbentuk.

Pengembangan karakter kepemimpinan melalui kegiatan alam terbuka

dapat dikonstruksikan sebagai produk maupun sebagi proses pembelajaran. Sesuai

dengan pemikiran David A. Kolb tentang experiental learning yang terdiri dari

kompetisi afektif, persepsi simbolik, dan perilaku. Keterampilan lain yang

diperoleh melalui outbound adalah mengambil resiko dalam batas kewajaran.

Pengalaman di alam terbuka memungkinkan orang untuk mengembangkan

keberaniannya dalam rangka mempertahankan kelangsungan kelompoknya

sehingga dipaksa untuk bertindak berani dalam mengambil resiko (Ancok, 2002).

Alasan kenapa metode outbound digunakan antara lain (Ancok, 2002),

1. Metode ini sebagai sebuah simulasi kehidupan yang kompleks menjadi

sederhana

2. Metode ini menggunakan pendekataan metode belajar dari pengalaman

(experiential learning).

(40)

Dalam dunia pendidikan, pemilihan metode berkaitan langsung dengan

usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan kondisi, sehingga

pencapaian tujuan pembelajaran diperoleh secara optimal. Serta sebagi salah satu

hal yang mendasar dan komponen bagi berhasilnya KBM (kegiatan belajar

mengajar) yang sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam

keseluruhan proses pendidikan. Menurut Djamarah (dalam Sutikno 1995), metode

memiliki kedudukan :

1. Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam KBM

2. Menyiasati perbedaan individual anak didik

3. Untuk mencapai tujuan pembelajaran

Bila ditinjau secara teliti, sebenarnya keunggulan suatu metode terletak

pada beberapa faktor yang berpengaruh antara lain: tujuan, karakteristik siswa,

situasi dan kondisi, kemampuan dan pribadi guru, serta sarana dan prasarana yang

digunakan. (Basyirudin, Usman, 2002)

Cukup banyak metode pengajaran yang diterapkan di Indonesia yang

masing-masing memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Metode outbound

seperti yang dibahas dalam penelitian ini merujuk pada metode proses belajar dari

pengalaman(experiental learning)atau learning by doing.

Saat ini, dalam dunia pendidikan institusional di Indonesia mulai muncul

praktek-praktek metode pembelajaran yang berbeda-beda. Salah satu contoh yang

dapat dilihat adalah munculnya Sekolah Alam Indonesia, dimana sekolah ini

menekankan praktek dalam pembelajaran, sehingga proses kegiatan belajar

(41)

teori yang telah didapat kedalam suatu praktek, sehingga siswa lebih paham teori

dan alasan teori tersebut. Sekolah Alam Indonesia lebih mengedepankan

experiental learning dalam mendidik siswanya, yang paling konkret adalah

outbound. Dalam hal ini siswa tidak hanya dihadapkan tantangan kemampuan

intelegensi tapi juga fisik dan mental, dan diharapkan kemampuan tersebut bila

terus dilatih akan menjadi sebuah pengalaman yang membekali dirinya dalam

merngahadapi tantangan lebih nyata dalam persaingan di kehidupan sosial

masyarakat (yayasan@sekolahrakyat.org)

Asti (2009) juga memandang bahwa metode outbound dilirik dalam dunia

pendidikan dewasa ini di sekolah-sekolah yang sistem pendidikannya berbasis

alam, dimana proses pengajaran dilakukan di alam terbuka. Bahkan di sekolah

non-alam (umum) juga banyak yang menjadikan metode outbound sebagai variasi

pembelajaran.

Untuk mendukung hal tersebut hendaknya dalam setiap metode belajar

yang diberikan kepada setiap individu dalam proses pembelajarannya haruslah

mengedepankan empat pilar seperti yang dikemukakan oleh Jaques Delors (1983)

dalam pidatonya di UNESCO tentang pendidikan abad ke-21, yaitu Learnig to

know ; Learning to do ; Learning to be ; Learning to life together. Sehingga

pendidikan diharapkan dapat menyinergikan semangat kemajuan dan juga

kekokohan karakter.

Dari uraian di atas, secara umum dapat digambarkan bahwa metode belajar

(42)

intelektual saja melainkan juga perkembangan karakter dengan memperhatikan

keunikan setiap individu untuk mencapai hasil yang optimal.

2.2 Outbound

Setelah dijelaskan mengenai kepemimpinan, karakter kepemimpinan, hal yang

mempengaruhi pembentukan karakter dan metode outbound sebagai pembentuk

karakter, maka akan diuraikan tentang Outward Bound yang biasa disebut

outbound yakni penyampaian materi kepada siswa melalui kegiatan di alam

terbuka untuk merangsang pengembangan diri serta karakter kepemimpinan.

2.2.1. Pengertian Outbound

Inti dari Outward Bound program adalah “development by challenge” (perubahan berdasarkan pengalaman) seperti yang diungkapkan sang penggagas Kurt Hahn

dari hasil filosopi, buah pikir, dan kegigihannya akan pengembangan program

pendidikan yang cocok untuk generasi muda. Hahn menekankan bahwa outward

bound sebagai training yang melibatkan pikiran yang diteruskan ke tubuh dengan

berusaha memberikan pengalaman menantang kepada para pemuda dengan format

pengajaran yang merangsang inner strength, karakter dan perubahan. Program

yang diberikan meliputi kemampuan berorganisasi, rescue training, tantangan

pisik, dan adventurer. Selintas medium pengajaran yang digunakan menitik

beratkan pada fisik semata, tetapi dibalik itu sangat ber efek pada ranah psikologis

(43)

Berdasarkan pemikiran Hahn tersebut timbul berbagai macam penelitian

yang dilakukan banyak pihak dengan maksud melihat sejauh mana hubungan

pelatihan outward bound dengan perkembangan karakter.

Menurut Winarso (dalam Soebagio, 2002) mendefinisikan outbound

adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta untuk meningkatkan pemahaman

(insight) konsep pembinaan perilaku dan kepemimpinan di alam terbuka secara

sistematis, terencana, dan penuh kehati-hatian tanpa meninggalkan kemungkinan

mengembangkan kemampuan mengambil resiko yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin melalui kegiatan kelompok.

Simamora (2001) mendefinisikan pelatihan alam terbuka sebagai pelatihan

yang menggambarkan program-program pengembangan manajemen dan eksekutif

yang berlangsung di alam terbuka meliputi pendakian gunung, pelayaran,

berkano, arung jeram, sepeda gunung, dan lain-lain. Tujuan pelatihan alam

terbuka bukanlah pengembangan keahlian-keahlian teknis, melainkan lebih pada

pengembangan dan pengasahan keahlian-keahlian antar pribadi seperti keyakinan

diri, pengembangan diri, kerja sama tim, penetapan tujuan dan kepercayaan.

Sedangkan Atmodiwirio (2002) yang mengutip artikel Republika 1998,

mendefinisikan outbound adalah kegiatan belajar mandiri dalam arti

seluas-luasnya mulai dari mengatasi rasa takut, ketrgantungan pada orang lain, sampai

tidak percaya diri sehingga pada akhirnya menemukan jati dirinya, juga mau

(44)

Pembinaan manajerial dan kepemimpinan di alam terbuka dapat

dikonstruksikan sebagai produk maupun proses pembelajaran. Hal ini sejalan

dengan pemikiran teoritis.

Gardner (dalam Soebagio, 2002) mengemukakan adanya delapan unsur

kecerdasan yang dapat diperoleh melalui belajar di alam terbuka (outbound), yaitu

kecerdasan analitis, kecerdasan pola (pattern), kecerdasan matematika,

kecerdasan musik, kecerdasan spatial, kecerdasan praktis, kecerdasan

interpersonal, dan kecerdasan fisik.

Dalam penelitian yang dilakukan, Neill (1997) menemukan

pengembangan diri yang dapat didapat melalui outbound yang dirangkumnya

dalam life effectiveness yang meliputi domain pengembangan diri, sosial, dan

lingkungan.

Keterampilan yang didapat melalui out bound adalah mengambil resiko

dalam batas kewajaran. Pengalaman di alam terbuka memungkinkan seseorang

untuk mengembangkan keberaniannya dalam upaya mempertahankan

kelangsungan kelompoknya sehingga ”dipaksa” untuk bertindak berani dalam

mengambil resiko. Juga peserta dilatih untuk bebas dari rasa ketergantungan pada

batas-batas yang telah baku, konsep intelektual yang tidak terbatas kepada norma

tertentu.

Berdasarkan substansinya dan berdasarkan teori Kolb serta Gardner

tersebut, outbound yang dilakukan sebagai training mencakup pengembangan

berbagai informasi kepada individu atau kelompok sehingga mereka mendapatkan

(45)

sebagai sekumpulan kegiatan yang bertujuan memperbaiki pengetahuan dan skill

seseorang dalam waktu singkat dengan berdasar pada pertimbangan bahwa

kegiatan tersebut bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Ancok (2002) merujuk hasil penelitian De Potter tentang

quantum learning yang memasukkan unsur pelatihan alam terbuka dalam

pendekatannya yang diyakini memberikan kontribusi positif bagi kesuksesan

belajar peserta didik. Sehingga metode outbound tidak hanya digunakan dalam

dunia pelatihan tetapi dalam dunia pendidikan, termasuk Sekolah Alam Indonesia

yang telah menggunakan metode outbound sebagai media penanaman nilai-nilai

kepemimpinan dalam diri siswa semenjak awal berdirinya sekitar tahun 1998.

2.2.2. Sejarah Outbound

Proses mencari pengalaman melalui kegiatan alam terbuka sudah ada sejak jaman

Yunani kuno (Asti 2009). Kemudian pada tahun 1821 pendidikan melalui

kegiatan alam terbuka mulai dilakukan dengan berdirinya Round Hill School.

Secara sistematik, pendidikan melalui kegiatan outbound dimulai pada tahun 1941

di Inggris. Lembaga pendidikan outbound yang pertama ini dibangun oleh

seorang pendidik berkebangsaan Jerman bernama Kurt Hahn bekerja sama dengan

seorang pedagang Inggris bernama Lawrence holt. Lembaga pendidikan yang

terletak di Aberdovey, Wales diberi namaOutward Bound.

Pada saat itu, tujuan utama pendidikan ditujukan kepada pelaut muda

untuk melatih fisik dan terutama mental, guna menghadapi ganasnya pelayaran di

(46)

pendidikan tersebut, digunakan kegiatan mountaineering (mendaki gunung) dan

petualangan laut sebagai medianya. Dalam masing-masing kegiatan disertakan tim

penyelamat sebagai pendamping. Hahn beanggapan bahwa kegiatan bertualang

semata-mata bertujuan menjadikan seseorang terampil berpetualang, melainkan

sebagai wahana berlatih anak-anak muda menuju kedewasaan (Asti 2009). selain

itu, pendidikan outbound juga bertujuan menumbuhkan kesadaran dikalangan

kaum muda bahwa tindakan mereka membawa konsekuensi dan menumbuhkan

rasa kebersamaan serta kasih sayang pada orang lain.

Selanjutnya model ini banyak digunakan oleh angkatan bersenjata untuk

kepentingan mempersiapkan prajurit yang tangguh untuk mengatasi kesulitan

hidup baik dalam situasi aman maupun dalam situasi perang.

Mengingat media, metode, dan pendekatan yang digunakan dalam

Outward Bound, banyak ahli pendidikan yang mengklasifikasikan bentuk

pelatihan ini sebgai adventure education atau experiential learning. Sukses

Outward Bound dalam menerapkan sistem pendidikannya membuat banyak

lembaga serupa berkembang dan ditiru dibanyak tempat bahkan sampai

dikenalkan di luar Inggris. Setelah era Perang dunia II, lembaga outward bound

banyak didirikan tidak hanya di Inggris melainkan dinegara lain seperti Eropa,

Afrika, Asia, dan Australia.

Model pelatihan ini masuk ke Amerika sekitar tahun 1961, dengan nama

Collorado Outward Bound School (COBS) yang berbentuk yayasan nirlaba atau

foundation, para instrukturnya mendapatkan gaji dari para orang kaya yang

(47)

Outward bound Indonesia yang berlokasi di Jatiluhur, Jawa Barat. (jaelani, 2003).

Dalam perkembangannya di Indonesia, lembaga pendidikan seperti ini banyak

didirikan dengan berbagai level profesionalisme dan kelengkapan program serta

peralatan.

2.2.3 Metodelogi Pelatihan Outbound

Berdasarkan hasil penelitian dari John Dewey dan Kurt Lewin, David A Kolb

seorang teoritikus pendidikan Amerika pada tahun 1984, percaya bahwa belajar

adalah sebuah proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi

pengalaman. Teori ini menyajikan sebuah siklus model belajar sebagai berikut :

Keterangan :

1. Melakukan pengalaman konkret (DO)

2. Refleksi dari pengamatan (Observe)

3. Konseptualisasi abstrak (Think)

4. Percobaan aktif (Plan)

OBSERVE

PLAN DO

(48)

Empat tahapan siklus belajar Kolb menunjukkan bagaimana pengalaman

diterjemahkan melalui refleksi kedalam konsep, yang pada gilirannya digunakan

sebagai pedoman untuk percobaan aktif dalam pilihan pengalaman-pengalaman

baru. Pada tahap pertama, pelajar melaksanakan sebuah aktivitas yang langsung

dirasakan dengan terjun kelapangan. Pada tahap kedua, pelajar secara sadar

merefleksikan kembali pengalamannya (perenungan Pengalaman). Pada tahap

ketiga, pelajar mencoba mengkonseptualisasikan sebuah teori atau model dari apa

yang diamati. Pada tahap keempat, pelajar berusaha untuk merencanakan

bagaimana menguji sebuah teori atau model dan merencanakan pengalaman

selanjutnya (experential-learning.com)

Hal senada juga dikemukakan oleh banyak pakar pendidikan dan

pelatihan, salah satunya adalah menurut Boyett dan Boyett ( dalam Ancok, 2002)

bahwa proses belajar yang efektif memerlukan tahapan berikut ini :

1. Pembentukan Pengalaman(Experience)

Pada tahapan ini peserta dilibatkan dalam suatu kegiatan atau permainan

bersama orang lain. Kegiatan atau permainan tersebut adalah salah satu bentuk

pemberian pengalaman langsung kepada peserta pelatihan. Pengalaman

langsung tersebut adalah sebuah wahana untuk menimbulkan pengalaman

intelektual, pengalaman emosional, dan pengalaman yang bersifat fisikal.

2. Perenungan Pengalaman(Reflect)

Kegiatan refleksi bertujuan memproses pengalaman yang diperoleh dari

kegiatan yang dilakukan. Setiap peserta pada tahapan ini melakukan refleksi

(49)

Apa yang dirasakan secara intelektual, emosional, dan fisikal. Dalam tahapan

ini fasilitator merangsang para peserta untuk menyampaikan pengalaman

pribadi masing-masing setelah terlibat didalam kegiatan tahapan pertama.

3. Pembentukan Konsep(Form Concept)

Pada tahapan ini peserta mencari makna dari pengalaman intelektual,

emosional, dan fisikal yang diperoleh dari keterlibatan dalam kegiatan.

4. Pengujian konsep(Test Concept)

Pada tahapan ini peserta diajak untuk merenungkan dan mendiskusikan sejauh

mana konsep yang telah terbentuk dalam tahapan tiga dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, maupun

bekerja dikantor atau dimana saja.

Sekolah alam dalam hal ini mengimplementasikan alur skema Kolb

dengan memberikan pengalaman nyata kepada para siswa misalnya dengan

melakukan kegiatan yang biasa disebut outing yaitu melakukan perjalanan yang

sesuai dengan tema pembelajaran (buku panduan masuk Sekolah Alam

Indonesia). Outing dilaksanakan dengan terlebih dahulu siswa aktif mencari tahu

hal seputar tema. Melalui kegiatan tersebut, siswa diharapkan mempunyai

pemahaman yang kemudian dikuatkan dengan keadaan langsung yang

ditemuinya. Setelah mengalami secara langsung siswa dirangsang untuk dapat

menginternalisasi pengalaman yang didapat dengan refleksi kegiatan yang

diberikan oleh guru. Pada refleksi ini setiap siswa mengungkapkan apa yang

dirasa dan didapatnya selama kegiatan dan guru memberikan umpan balik untuk

(50)

diterapkan hal yang sama sehingga dapat diketahui sejauh mana keefektifan suatu

proses pembelajaran.

2.2.4 Kriteria Outbound

Menilik dari sejarahnya, outbound sebenarnya adalah kegiatan pelatihan alam

terbuka yang memerlukan ketahanan pisik yang besar. Didalamnya peserta

menjalani petualangan (adventure), tidak hanya sekedar permainan (games) yang

berat dan penuh resiko. Didalam outbound, peserta benar-benar dididik untuk

menjadi manusia tangguh didalam menghadapi kesulitan hidup.

Karena itulah pada awal pengembangannya, kegiatan outbound banyak

dipakai oleh lembaga angkatan bersenjata untuk kepentingan mempersiapkan para

prajurit yang tangguh dalam menghadapi tantangan hidup baik dalam keadaan

aman maupun situasi perang. Pada perkembangannya, outbound memiliki

perluasan makna tidak hanya menunjuk pada suatu pelatihan dialam terbuka

dengan tantangan dan beresiko tinggi, tapi juga menunjuk pada suatu aktifitas

permainan yang ringan dan beresiko kecil (soft games) yang diadakan di luar

ruangan atau alam terbuka(outdoor) (Asti 2009).

Dengan alasan tersebut, banyak praktisi outbound yang mengklasifikasi

atau membagi kegiatan outbound dalam dua katagori, yaitureal outbound danfun

outbound

Real outbound menunjuk pada kegiatan menantang yang membutuhkan

ketahanan pisik yang besar. Para peserta menjalani petualangan (adventure) yang

Gambar

Gambar 4.1 Analisis Konfirmatorik dari dimensi kekuatan dalam skala
Tabel 3.1Bobot Skor Pernyataan
Tabel 3.2Kisi-kisi Alat Ukur Karakter Kepemimpinan
Tabel 3.2.Kisi-kisi Alat Ukur Karakter Kepemimpinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mengetahui efektivitas terbaik antara bulking agent serat buah bintaro dan sekam padi dalam proses biologis yang melibatkan mikroorganisme sehingga dapat diketahui tingkat

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasannya, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : (1) Minat belajar yang dimiliki oleh XY

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, berkah serta hidayah-Nya sehingga penulis mendapat kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penyusunan

Implementation : pelaksanaan inovasi secara bertahap yaitu dilakukan evaluasi praktik kejujuran akademik pada kegiatan pembelajaran mahasiswa Semester I sampai dengan VII

Diibaratkan Laporan keuangan tersebut adalah lukisan Abstrak, Dimana hanya yang berprofesi sebagai pelukis atau orang awam yang telah mempelajari mengenai lukisan yang

COLUMBIA ASIA MEDAN (D/H GLENI MEDAN) JL. BUNDA THAMRIN MEDAN JL. SEI BATANG HARI NO. BAJA RAYA NO. ADVENT MEDAN JL. GATOT SUBROTO, KM. NUR SAADAH JL. SARI MUTIARA JL. MITRA SEJATI

Penulis menyadari dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak baik berupa bimbingan, dorongan, nasihat serta doa yang akhirnya laporan