• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi anak didik tentang profesionalisme guru pendidikan agama islam pada MA Al-khairiyah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi anak didik tentang profesionalisme guru pendidikan agama islam pada MA Al-khairiyah Jakarta"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI ANAK DIDIK TENTANG PROFESIONALISME

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MA.

AL-KHAIRIYAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

Oleh: Ahmad Luthfi NIM 103011026666

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H/2007M

(2)

PERSEPSI ANAK DIDIK TENTANG PROFESIONALISME

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MA.

AL-KHAIRIYAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: Ahmad Luthfi NIM. 103011026666

Dosen Pembimbing

Drs. H. A. Syafi’ie Noor NIP. 150009403

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.

Karena dengan inayah, rahmat dan karunia Allah SWT, penulisan skripsi ini

dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad

saw sebagai revolusioner dunia dan pembawa risalah serta kepada kelurga, dan

para shahabatnya, mudah-mudahan kita semua akan mendapatkan syafa’atul

’udzma di yaumil kiamat kelak Amin.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali

mendapati kesulitan. Akan tetapi, dengan adanya bantuan dan pertisipasi dari

berbagai pihak Alhamdulillah penulisan skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.

Namun penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak sekali kekurangan

sehingga saran serta keritik dengan kerendahan hati penulis terima sehingga

skripsi dapat lebih sempurna lagi.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, serta para pembantu

Dekan.

2. Bapak Kajur beserta Sekjur dan seluruh staf jurusan PAI, serta para

Dosen yang telah ikhlas membimbing dan mendidik penulis.

Mudah-mudahan Allah selalu melindungi dalam setiap langkah serta

memberikan keberkahan dalam kehidupannya.

3. Bapak Drs. H. A. Syafi’ie Noor, selaku pembimbing skripsi, yang telah

sabar membimbing, memberikan saran, arahan, motivasi dan telah

meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran di sela-sela kesibukannya

dalam penyusunan skripsi ini.

4. Kepala MA. Al-Khairiyah Jakarta Drs. H. Abidin Nawawi, beserta wakil

dan jajarannya. Serta seluruh dewan guru khususnya guru Pendidikan

Agama Islam yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusinya

dalam memperoleh informasi, data-data dan yang telah meluangkan

(4)

5. Pimpinan dan para staf Administrasi Perpustakaan Utama. Perpustakaan

FIT&K UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

pinjaman buku kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

6. Ayahanda H. Abd Rohim dan (alm) Ibunda Hj. Suroya yang telah

membiayai, memberikan motivasi, do’a serta kasih sayang hingga

terselesainya skripsi ini. Ananda mungkin tidak bisa membalas semuanya

itu, ananda hanya bisa mengucapkan Syukron katsiron. Jazakumullah

ahsana jaza. Amin.

7. Abang serta kakaku tercinta (Zikri, Hj. Zikro, Syukri, Abd Rahman, Abd

Wadud Mahfuzh, St. Azizah dan Zulfah) adik-adikku Husnulkhotimah,

Neneng Farha dan Ahmad Syibli, dan seluruh keponakanku juga

saudara-saudaraku yang tidak dapat disebutkan. Jazakumullah khairon katsiron.

8. Sahabatku A. Rizki yang telah menemani selama penelitian. A. Hulaifi

yang selalu mengantarku pergi dan pulang selama kuliah.

9. Teman-teman seperjuangan ( St. Purnama, Fani al Ayumi, Lili Halimah,

Zainurmashithoh) dan lebih khususnya lagi teman teman kelas ”B” yang

selalu memberikan motivasi, membantu selama perkuliahan dan

selesainya skripsi ini. Tetap semangat, do’aku selalu bersamamu

mudah-mudahan tali silaturrahim kita senantiasa terjaga dunia dan akhirat.

10.Teman-teman P2KT di MTs. Al-Khairiyah yang selalu memberikan

sugesti, dan masukan. Mudah-mudahan kita selalu bersama.

Jazakumullah.

Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Mudah-mudahan dapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis mudah-Mudah-mudahan skripsi

ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya untuk

menambah ilmu pengetahuan.Amin ya Robbal ’alamin.

Jakarta 30, September 2007

(5)

ABSTRAKSI

Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Dalam penciptaannya manusia memiliki perbedaan dengan makhluk lainnya. Perbedaannya itu adalah berupa ”akal” pada makhluk lain akal ini tidak Allah berikan sehingga pertanggungjawaban yang akan dimintai Allah tentulah berbeda.

Berbicara masalah pendidikan tidak terlepas dari dua ikatan yang tidak terpisahkan dalam pendidikan pasti ada yang namanya pendidik dan anak didik. Pendidikan merupakan ikhtiar atau usaha yang dilakukan oleh sebagian orang yang dewasa kepada siapa saja dengan harapan adanya perubahan dan penambahan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pemerintah sendiri melalui undang-undangnya mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak sebab, dengan mutu pendidikan yang berkualitas maka suatu negara akan semakin kuat. Oleh karena itu untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas maka dibutuhkan guru yang profesional.

Profesional merupakan suatu keahlian yang dimiliki oleh tiap-tiap individu pada masing-masing bidangnya. Bila ia seorang guru maka ia ahli dalam mengajar. Ahli di sini bukan hanya pandai mengajar saja akan tetapi, menguasai ilmu kependidikan bahkan ilmu kejiwaan. Sebab, para guru akan menghadapi anak didik yang memiliki karakter yang sangat bervariasi.

Persepsi diartikan penglihatan, pengamatan serta daya untuk memahami dan menanggapi sesuatu. Dalam tulisan ini menjelaskan tetang persepsi anak didik tentang profesionalisme guru PAI. Masalah ini merupakan sesuatu yang konkrit sebab antara pendidik dan anak didik memiliki terikatan yang sangat jelas. Bila anak didik mempersepsikan seorang guru itu merupakan hal yang wajar hala yang masuk akal sebab dalam proses belajar mengajar anak didik langsung mengalaminya.

(6)

TABEL

1. Tabel 1 instrumen mengenai profesionalisme guru.

2. Tabel 2 Struktur organisasi sekolah MA. Al-Khairiyah Jakarta.

3. Tabel 3 Profil Guru dan Karyawan Jumlah 35 Orang

4. Tabel 4 Kurikulum MA. Al-Khairiyah Jakarta.

5. Tabel 5 Struktur Program Kurikulum KTSP

6. Tabel 6 Sarana dan prasarana

7. Tabel 7 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

8. Tabel 8 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

9. Tabel 9 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

10.Tabel 10 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

11.Tabel 11 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

12.Tabel 12 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

13.Tabel 13 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

14.Tabel 14 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

15.Tabel 15 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

16.Tabel 16 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

17.Tabel 17 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

18.Tabel 18 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

19.Tabel 19 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

20.Tabel 20 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

21.Tabel 21 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

22.Tabel 22 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

23.Tabel 23 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

24.Tabel 24 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

25.Tabel 25 Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAKSI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Metode Pembahasan ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 7

A. Pengertian Persepsi ... 7

B. Profesinalisme Guru ... 9

1. Pengertian guru ... 9

2. Profesionalisme Guru ... 18

3. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ... 27

4. Tugas dan tanggung jawab guru ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel ... 34

C. Variabel Penelitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

A. Gambaran Umum MA. Al-Khairiyah Jakarta ... 40

1. Sejarah MA. Al-Khairiyah Jakarta ... 40

2. Visi dan Misi ... 42

3. Struktur Organisasi MA. Al-Khairiyah Jakarta ... 44

4. Kurikulum MA. Al-Khairiyah Jakarta ... 45

5. Sarana dan prasarana ... 47

B. Diskripsi, Analisis dan Interpretasi Data ... 48

BAB V PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau dengan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan iman dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan warga negara

.

1

Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk

mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung

jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain,

hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna sangat luas,

transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan penguasaan

pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan

sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda

yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi

manusia dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu

guna memperkaya kemampuan pengetahuan dan keterampilan dirinya juga

dikualifikasikan sebagai peserta didik2.

Sesungguhnya pendidikan adalah masalah penting yang aktual sepanjang

zaman. Karena pendidikan, orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan

(10)

dan teknologi, orang mampu mengolah alam yang dikaruniakan Allah swt.

Kepada manusia, Islam mewajibkan setiap orang, baik laki-laki maupun

perempuan untuk menuntut ilmu. Orang dianjurkan untuk belajar sejak dari

buaian sampai ke liang lahat.

Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab terhadap

perkembangan anak didik adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung

jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal : Pertama, karena kodrat

yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya. Kedua, karena

kepentingan kedua orang tua, yaitu, orang yang berkepentingan terhadap

kemajuan perkembangnan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tuanya.

Sama dengan teori pendidikan Barat, tugas pendidik dalam pandangan

Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan seluruh potensi anak

didik, baik potensi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Potensi ini harus

dikembangkan secara seimbang sampai ke tingkat yang paling optimal, menurut

ajaran Islam.3

Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan

pengajaran dengan sengaja, teratur dan tugas pembinaan. Pendidik dan pengajar

tersebut adalah orang-orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anak

didik, dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan.

Guru adalah spiritual father atau bapak-rohani bagi seorang murid, Ia lah

yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan

membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap

anak-anak kita, menghargakan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak-anak-anak kita,

dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu

menunaikan tugasnya dengan sebaiknya. Abu Darda’ melukiskan pula mengenai

guru dan murid itu bahwa keduanya adalah berteman dalam kebaikan, dan tanpa

keduanya tidak akan ada kebaikan.4

3. Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar 2004), cet-1 hal.172-173

(11)

Sekarang ini masih banyak guru yang sebenarnya bukanlah lulusan

kependidikan. Apakah mereka mengerti berbagai metode, strategi belajar

mengajar, memahami penyusunan bahan pelajaran dan sebagainya? Jika tidak,

dapatkah mereka menjalankan profesinya sebagai guru dengan profesional?

Karena apabila mutu hasil peserta didik rendah, maka yang pertama menjadi

sorotan adalah guru yang mengajarnya. Sehingga ada masyarakat yang

memandang rendah profesi seorang guru.

Profesi guru telah hadir cukup lama di negara kita tercinta ini, meskipun

hakikat, fungsi, latar tugas, dan kedudukan sosiologisnya telah banyak mengalami

perubahan. Bahkan ada yang secara lugas mengatakan bahwa sosok guru telah

berubah dari tokoh yang digugu dan ditiru, dipercaya dan dijadikan panutan,

diteladani, agaknya menurun dari tradisi latar padepokan menjadi oknum yang

wagu lan kuru, kurang pantas dan kurus, di tengah-tengah pelbagai bidang

pekerjaan dalam masyarakat yang semakin terspesialisasikan.5

Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya pengakuan

masyarakat terhadap profesi guru, yaitu :

1. Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pun dapat

menjadi guru asalkan ia berpengetahuan.

2. Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk

mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi

guru.

3. Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha

mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi

guru, penyalahgunaan profesi untuk kekuasaan dan kepentingan

pribadinya, sehingga wibawa guru semakin merosot.

Dengan demikian untuk menjadi seorang guru tidak hanya dibutuhkan

berpengetahuan, tapi juga harus memiliki keahlian yang khusus dipersiapkan

untuk hal tersebut. Sehingga ketika seorang peserta didik tidak dapat

menyelesaikan masalah yang dihadapi atau tidak memiliki kemampuan yang baik,

5 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching 2005), cet-3 hal.1

(12)

maka orang tua tidak akan menyalahkan atau menuding guru tidak kompeten,

tidak berkualitas, tidak professional dan sebagainya. Untuk itu sangat penting

untuk meningkatkan profesionalisme guru.

Bagi guru pendidikan agama Islam yang sangat berperan dalam

pembentukan pribadi dan kecerdasan spiritual peserta didik, tentu diperlukan kerja

yang professional sebagai seorang pengajar dan pendidik. Guru pendidikan agam

Islam itu harus mempunyai pengetahuan luas tentang agama Islam, metode

penyampaian dan penerapan yang benar, agar peserta didik mudah memahami dan

dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena semua tingkah laku

mereka menjadi panutan bagi peserta didik. Cara guru agama berpakaian,

berbicara, bergaul bahkan caranya berjalan, makan, minum, duduk dan diamnya,

semuanya itu akan ditiru oleh siswanya.

Guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama

di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberitahukan pengetahuan

keagamaan, ia juga harus melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi

peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, di

samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para

peserta didik. Maka untuk melakukan itu semua tentu dituntut sikap

profesionalisme yang baik.

Untuk menilai guru itu profesionalisme atau tidak, perlu penelitian yang

melibatkan siswa yang menjadi anak didiknya. Karena siswalah yang secara

langsung menerima pengajaran dan merasakan hasilnya. Oleh karena itu, siswa

pasti dapat menilai bagaimana guru itu dari segi perilaku, penampilan dan

tentunya cara guru tersebut mengajar baik atau tidak.6

Dengan penjelasan-penjelasan di atas memberikan ide pada penulis untuk

mengetahui profesionalisme guru pendidikan agama Islam di Madrsah Aliyah

Al-Khairiyah Jakarta. Sudahkah para guru pendidikan agama Islam di Madrasah

Aliyah Al-Khairiyah memiliki sikap profesionalisme yang baik dalam

menjalankan profesinya sebagai seorang pengajar dan pendidik?

6

(13)

Inilah sekilas latar belakang masalah yang diangkat oleh penulis mengenai

“Persepsi Anak didik Tentang Profesionalisme Guru Pemdidikan Agama Islam

Pada Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Jakarta”.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan pada penulisan skripsi ini terarah dengan baik, maka

masalah yang akan dibahas dibatasi pula :

Pembatasan Masalah

a. Objek penelitian ini adalah Guru pendidikan agama Islam

b. Profesional yang di maksud adalah profesional dalam hal pengajaran dan

prilaku keseharian

Perumusan Masalah

Untuk lebih terarahnya pembatasan tentang penulisan ini penulis akan

mencoba merumuskan masalahnya yaitu :

a. Bagaimana persepsi anak didik tentang profesionalisme guru pendidikan

agama Islam?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirinci, maka tujuan dari penelitian adalah

Untuk mengetahui bagaimana profesionalisme guru pendidikan agama Islam

MA. Al-Khairiyah dalam hal pengajaran

D. Metode Penelitian

Untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terdapat dalam skripsi ini,

penulis menggunakan metode Penelitian kepustakaan (library research), dan

Penelitian lapangan ( field research). Penelitian dilakukan langsung ke tempat

yang dijadikan objek penelitian, yaitu MA. Al-Khairiyah Jakarta.

Adapun sebagai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pada

(14)

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2007.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui lebih jelas isi skripsi ini, maka penulis menguraikan

sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan yang penulis terapkan adalah

sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penelitian, metode pembahasan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Kajian Teoritis, pada bab ini akan diuraikan mengenai pengertian persepsi, profesionalisme guru yang terdiri dari

(pengertian guru, profesionalisme guru, pengertian guru

pendidikan agama Islam serta tugas dan tanggung jawab guru).

Bab III : Metodologi Penelitian, pada bab ini akan diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, populasi dan sample, variabel

penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Bab IV : Hasil Penelitian, pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum MA. Al-Khairiyah dan diskripsi, analisis dan

interpretasi data.

Bab V : Penutup, pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran.

(15)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Persepsi

Di dalam psikologi, diketahui dua istilah pemrosesan informasi yang diterima dari pengamatan, yaitu sensasi dan persepsi. Dalam pengertian yang sempit, kedua istilah ini tidak dibedakan karena kedua fungsi ini merupakan dua proses yang melibatkan pengamatan. Tetapi, secara fungsional kedua fungsi psikis ini sangat berbeda.

Sensasi didefinisikan sebagai sistem yang mengkordinasi sejumlah

peralatan untuk mengamati yang dirancang secara khusus. Dalam proses kerjanya

sistem sensasi ini dikerjakan dalam sebuah deteksi sejumlah rangsang sebagai

bahan informasi yang dibuat menjadi impuls syaraf dan dikirim ke otak melalui

benang-benang syaraf. Oleh karenanya, secara sederhana proses sensasi ini

diartikan sebagai alat penerima (reseptor) sejumlah rangsang yang akan

diteruskan ke otak yang kemudian akan menyeleksi rangsang yang diterima

tersebut. Sedangkan persepsi merupakan fungsi psikis yang dimulai dari proses

sensasi, tetapi diteruskan dengan proses mengelompokkan,

menggolong-golongkan, mengartikan, dan mengkaitkan beberapa ransang sekaligus.

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang

pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami.

Persepsi ini didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan

mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan

sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar

akan diri sendiri. Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan

membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu

objek rangsang.1

(16)

Kata persepsi berasal dari kata ”perception” yang berarti penglihatan,

tanggapan, daya memahami atau menanggapi sesuatu1. Dalam kamus bahasa

Indonesia, persepsi diartikan “Tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu”.2

Persepsi juga diartikan sebagai proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui

panca inderanya .3 Alisuf Sabri menyatakan bahwa persepsi adalah proses di mana

individu dapat mengenali objek-objek dan fakta obyektif dengan menggunakan

alat-alat individu.4

Pengertian persepsi juga dikemukakan oleh Bimo Walgito bahwa persepsi

merupakan keadaan yang untegrated dari individu terhadap stimulus yang

diterimanya. Stimulus yang diterima oleh individu diorganisasikan, kemudian

diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang

diterima oleh alat penginderaannya, baik indera pendengar dan lainnya.5

Sama seperti pemahaman psikologi modern, Ibn ‘Arabi memahami persepsi

diawali melalui indera-indera yang dimiliki oleh manusia. Indera menerima

stimulus dari cahaya yang dipersepsikan , kesan-kesan yang dikumpulkan oleh

indera-indera ini dari luar masuk langsung ke dalam hati (heart), yang kemudian

dikirim ke akal. Akal (yang berkedudukan di otak) mengidentifikasikan

kesan-kesan ini sebagai persepsi-persepsi indera dan mengirimkan objek-objek kepada

imajinasi, yang kemudian mengirimkannya ke pemahaman (mufakkira) yang

tugasnya adalah untuk memisahkan persepsi-persepsi. Ketika proses persepsi

asimilasi dan diskriminasi itu telah selesai, beberapa persepsi yang ternyata

menarik bagi mind disimpan oleh ingatan (memory), indera terdekat dengan hati

1 Jhon M, Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia, 1990), h. 242.

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999) cet, ke- 10, h. 759

3 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet, ke-3,h. 675

4 Alisuf Sabri, PengatntarPsikologi umum dan perkembangan, (Jakarta :Pedoman Ilmu, 1993), h. 45

5 Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum, ( Yogyakarta : Andi Offset, 1991), h. 53

(17)

dibanding indera-indera yang lainnya. Hati bekerja sepenuhnya walaupun

energinya tersebar berjalan melalui saluran-saluran yang berbeda-beda.

Menurut Ibn ‘Arabi, berasal dari energi hatilah semua indera dan semua

kemampuan mental melakukan aktifitas-aktifitas “rasional” mereka, dan hati itu

dapat melakukan aktifitasnya tanpa bantuan indera lainnya, bahkan melangkah

lebih jauh ketika ia mengatakan bahwa situasi-situasi perceptual (kayfiyyat

mahsusa) dapat di tangkap oleh hati yang bahkan dalam ketiadaan objek-objek

yang dapat di persepsikan. Hati “melihat objek di dalam dirinya sendiri sebagai

salinan-salinan dari ide-ide abadi jiwa”.7

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mencoba menyimpulkan persepsi

adalah proses penerimaan, pemahaman, serta pengorganisasian dan ditafsirkan

dari stimulus yang diterima individu melalui alat-alat inderanya. Oleh karena itu,

dibutuhkan syarat yang harus dipenuhi oleh tiap-tiap individu agar dapat

mengadakan persepsi yaitu adanya objek yang dipersepsikan, alat indera untuk

menerima stimulus dan adanya perhatian dari tiap-tiap individu itu sendiri, sebab

tanpa adanya perhatian maka tidak akan terjadi persepsi. Pada skripsi ini maksud

dari persepsi anak didik adalah bagaimana tanggapan, penafsiran dari anak didik

terhadap guru pendidikan agama Islam MA. Al-Khairiyah Jakarta dari segi sikap,

sifat, dan profesionalismenya dalam menjalankan tugasnya.

B. Profesionalisme Guru

1. Pengertian Guru

Guru adalah salah satu di antara faktor pendidikan yang memiliki peranan

yang paling strategis, sebab gurulah sebetulnya ‘pemain’ yang paling menentukan

di dalam terjadinya proses belajar mengajar. Di tangan guru yang cekatan fasilitas

dan sarana yang kurang memadai dapat diatasi, tetapi sebaliknya di tangan guru

yang kurang cakap, sarana, dan fasilitas yang canggih tidak banyak memberi

manfaat.8

7Netty Hartati dkk, Psikologi Dalam Tinjauan Tasawuf, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004) cet ke-1, h. 82

(18)

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi

para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki

standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa,

mandiri, dan disiplin.

Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui serta memahami

nilai, norma, moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai

dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap

segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan

bermasyarakat.

Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam

merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intlektual dalam

pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri

(independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran

dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik,

dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan mengambil keputusan secara

cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan masalah

pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala

sekolah.

Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai

peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena

mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah, terutama

dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin guru harus

memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan prilakunya.9

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah

merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan

yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka itu, tatkala menyerahkan anaknya

ke sekolah sekaligus, berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan

(19)

anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak

mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak

sembarang orang dapat menjadi guru.10

Dalam kajian ilmu pendidikan, baik ilmu pendidikan Islam, maupun ilmu

pendidikan pada umumnya selalui dijumpai pembahasan tentang masalah guru.

Berbagai alasan yang memandang pentingnya kajian terhadap masalah guru ini

telah banyak dikemukakan. Para guru dipandang sebagai faktor yang sangat

menentukan berlangsungnya kegiatan pendidikan dan pengajaran. Nana Saodik

Sukmadinata misalnya, mengatakan bahwa tanpa adanya kurikulum, ruang kelas

dan lainnya, kegiatan pendidikan akan tetap berjalan apabila ada guru yang

bertugas sebagai pendidik dan pengajar.11

Dalam perspektif Islam pendidik menempati posisi penting dalam proses

pendidikan. Dialah yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.

Potensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang terhadap pada anak didik harus

diperhatikan perkembangannya agar tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang

diharapkan.

Pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam sistem kependidikan,

karena ia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan.

Permasalahannya sekarang, apa yang kita artikan pendidik dalam terminologi

pendidikan Islam. Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Khoiron Rosyadi

mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-mu’alim ( guru),

al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-walid (orang tua).12

Dari segi bahasa, pendidik sebagaimana yang dijelaskan oleh

Poerwadarminta adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan

bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.

Dalam bahasa Inggris, dijumpai pula beberapa kata yang berdekatan artinya

dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher dan tutor. Begitu pula dalam

bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’allim dan muaddib. Adapun kata

10 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara 2006), cet ke-6, hal. 39 11 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, ( Jakarta : UIN Jakarta Press 2005), cet, 1, hlm. 127

(20)

mudarris berarti teacher (guru), instructur ( pelayih) dan lecturer (dosen).

Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructur, trainer

(pemandu). Begitu pula kata muaddib yang berarti educatur, pendidik atau

teacher in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur’an. Beberapa

kata tersebut di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena

seluruh kata tersebut mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan,

keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata yang bervariasi tersebut

menunjukan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan dimana pengetahuan

dan keterampilan diberikan .

Dalam ini, kita akan mengkaji ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah

guru yang kemudian dianalisa berdasarkan pandangan para ahli pendidikan. Kita

misalnya menjumpai istilah Ulama(Q.S. Syu’ara, 26:107;); Rasikhuna fi

al-‘ilm (Q.S.Ali Imran,3:7); ahl-Dzikr, (Q.S.an-Nahl,16:43); al-Murabbi

(Q.S.al-Fatihah, 1:2); al-Mudzakki (Q.S. AL-Baqarah, 2:151); Ulul al-Bab, (Q.S.: Ali

Imran, 3:190). Beberapa istilah ini lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, istilah ulama. Istilah ulama adalah bentuk jamak (plural) dari kata

‘alim yang menunjukan pada seseorang yang memiliki pengetahuan di atas

rata-rata kemampuan yang dimiliki orang lain. Kata ‘ulama dan ‘alim selanjutnya

diartikan sebagai orang yang mengetahui, yang memiliki pengetahuan ilmu agama

dan ilmu pengetahuan kealaman yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki

rasa takut dan tunduk kepada Allah SWT.

Di dalam al-Qur’an kata ‘ulama detemukan pada surat al-Fathir ayat 28

yang berbunyi :

ا

ﻰﺸْ

ﺎ إ

ﻚ ﺬآ

اﻮْأ

ْ

مﺎ ْﺄْاو

باوﺪ او

سﺎ ا

و

رﻮ

ﺰ ﺰ

ا

نإ

ءﺎ ْا

دﺎ

ْ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya

hanyalah ‘ulama13.

(21)

Kedua, al-rasikhuna fi al –‘ilm. Kata al-rasikhuna berasal dari kata

rasakha, yarsukhu, rusukhan yang berarti tetap dan lekat, dan al-rasikhu berarti

orang yang tetap dan orang yang lekat. Pemahaman tentang al-rasikhuna fi al-‘ilm

di dalam al-Qur’an lebih lanjut dapat dipahami dari ayat yang berbunyi :

بﺎ ﻜْا

مأ

ه

تﺎ ﻜْ

تﺎ اء

ْ

بﺎ ﻜْا

ﻚْ

لﺰْأ

يﺬ ا

ﻮه

ْ

ﺎﺸ

نﻮ

ْز

ْ ﻬ ﻮ

ﺬ ا

ﺎ ﺄ

تﺎﻬ ﺎﺸ

ﺮ أو

ْ

ﺎ و

وْﺄ

ءﺎ ْاو

ﺔ ْ ْا

ءﺎ ْا

نﻮ ﺳاﺮ او

ا

ﺎ إ

وْﺄ

بﺎ ْﺄْا

ﻮ وأ

ﺎ إ

ﺮآﺬ

ﺎ و

ﺎ ر

ﺪْ

ْ

ﱞ آ

ﺎ اء

نﻮ ﻮ

ْ ْا

Dia-lah yang menurunkan al-kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isinya) ada ayat-ayat yang muhkamat (ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah), itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam, atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal-hal yang ghaib, misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga dan lain-lain). Adapun orang-orang yang dalam hatinya cenderung kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dariapdanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-oarang yang berakal (Q.S Ali Imran, 3:7)14.

Berdasarkan ayat tersebut, seorang yang al rasikhuna fi al-‘ilm adalah

orang yang mendalam ilmunya sehingga ia tidak hanya dapat memahami

ayat-ayat yang jelas dan terang maksudnya (ayat-ayat-ayat-ayat muhkamat), juga memahami

ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian (interpretable).

Ketiga, istilah ahl –Dizkr. Kata ahl-Dzikr dijumpai pada ayat yang

berbunyi :

(22)

ْنإ

ﺮْآﺬ ا

ْهأ

اﻮ ﺄْﺳﺎ

ْ ﻬْ إ

ﺎ ﺎﺟر

ﺎ إ

ﻚ ْ

ْ

ﺎ ْﺳْرأ

ﺎ و

نﻮ ْ

ْ ْآ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yan kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. (Q.S an-Nahl, 16:43)15.

Keempat, istilah al- murabbi, Kata al –Murabbi berasal dari kata al-rabb

yang secara harfiah berarti insyu al-sya’ihalan fa halan ila hadd al- tamam, yakni

mengembangkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapi tingkat

kesempurnaan. Kata al-murabbi, lebih lanjut dapat dipahamai dari kata-kata rabb

yang terdapat pada beberapa ayat sebagai berikut;

ﺎ ْا

بر

ﺪْ ْا

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S. Al-fatihah, 1:2).

Kelima, istilah al-Muzakki. Kata al-muzakki berasal dari kata zakka,

yuzakki, tazkiyatan yang berarti menyucikan atau membayarkan zakat.

Selanjutnya al-Raghib al-Asfahani mengatakan sebagai berikut: “ Asal pokok

makna al-zakat adalah al-numu yang perkembangan atau pertumbuhan yang di

hasilkan dari keberkahan Allah SWT. Kata zakat tersebut terkadang digunakan

untuk urusan dunyawiyah dan ukhrawiyah, seperti pada ucapan zaka al-zar’u,

maksudnya adalah membersihkannya yang daripadanya dihasilkan pertumbuhan

dan pekembangan.16

Berdasarkan ayat tersebut, maka yang melakukan tugas membersihkan dan

menyucikan diri adalah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Dengan

demikian Allah dan Rasul-Nya disebut sebagai al-mudzakki. Selanjutnya karena

Allah dan Nabi Muhammad SAW juga terkadang tampil sebagai guru, maka Nabi

Muhammad SAW adalah sebagai al-mudzakki.

(23)

Kata-kata al-muzakki atau al-tazkiyah lebih lanjut dapat dipahami dari ayat-ayat

sebagai berikut:

ﻜ و

ْ ﻜ آﺰ و

ﺎ ﺎ اء

ْ ﻜْ

ﻮ ْ

ْ ﻜْ

ﺎ ﻮﺳر

ْ ﻜ

ﺎ ْﺳْرأ

ﺎ آ

نﻮ ْ

اﻮ ﻮﻜ

ْ

ْ ﻜ و

ﺔ ْﻜ ْاو

بﺎ ﻜْا

Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah,2;151)17.

Keenam, sebagai Ulul al-bab. Kata Ulul al-bab dapat diartikan sebagai

orang yang berakal. Di dalam al-Qur’an, kata Ulu al-bab dapat dijumpai pada

beberapa ayat yang berbunyi :

اﺮ ﺜآ

اﺮْ

وأ

ْﺪ

ﺔ ْﻜ ْا

تْﺆ

ْ و

ءﺎﺸ

ْ

ﺔ ْﻜ ْا

ْﺆ

بﺎ ْﺄْا

ﻮ وأ

ﺎ إ

ﺮآﺬ

ﺎ و

Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikendaki-Nya, dan barangsiapa yang diberi hikmah, maka sungguh ia telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapt mengambil pelajaran kecuali Ulul al-Bab ( orang yang berakal), (Q.S al-baqarah, 2;269).

Beberapa ayat yang digunakan sebagai sampel pada uraian ini memberi

isyarat yang jelas bahwa yang dimaksud dengan Ulul al-bab adalah orang yang

berakal atau orang yang dapat berfikir dengan menggunakan akalnya itu. Sebagai

Ulul al-bab, maka seorang guru adalah sesungguhnya orang yang senantiasa

menggunakan akalnya untuk memikirkan dan menganalisa berbagai ajaran yang

berasal dari Tuhan, peristiwa yang terjadi di sekitarnya untuk diambil makna dan

ajaran yang terdapat di dalamnya. Dengan cara demikian, ia selalu dapat

menangkap makna dari setiap peristiwa yang terjadi. Dalam kedudukannya

(24)

sebagai Ulul al-bab, seorang guru adalah seorang tercerahkan, memiliki inside

yang kuat terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat.18

Sedangkan menurut Quraish Shihab, kata ( بﺎ ْﺄْاﻮ وأ) terdiri dari dua kata

ulu yang berarti pemilik atau penyandang, sedangkan albab sebagaimana

dijelaskan dalam ayat 179 surah ini adalah bentuk jamak dari ( ) lubb, yaitu

saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi

kacang dinamai lubb. Ulu al-bab adalah orang-orang yang memiliki akal murni,

yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan

kerancuan dalam berpikir. Yang memahami petunjuk-petunjuk Allah,

merenungkan ketetapan-ketetapan-Nya, serta melaksanakannya, itulah yang telah

mendapat hikmah, sedangkan yang menolaknya pastilah ada kerancuan dalam

cara berpikirnya, dan dia belum sampai pada tingkat memahami sesuatu. Ia baru

sampai pada kulit masalah. Memang fenomena alam mungkin dapat ditangkap

oleh yang berakal, tetapi fenomena dan hakikatnya tidak terjangkau kecuali oleh

yang memiliki saripati akal.19

Guru adalah spiritual father atau bapak-rohani bagi seorang murid, ialah

yang memberi santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak dan

membenarkannya, maka menghormati guru berarti penghormatan terhadap

anak-anak kita, menghargakan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak-anak-anak kita,

dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang, sekiranya setiap guru itu

menunaikan tugasnya dengan sebaiknya. Abu Darda’ melukiskan pula mengenai

guru dan murid itu bahwa keduanya adalah berteman dalam kebaikan, dan tanpa

keduanya tidak akan ada kebaikan.20

Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi

seorang guru yang baik dan dapat memenuhi tanggung jawab yang di

bebankannya hendaklah bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmiahnya, baik

akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.

Sekarang ini masih banyak guru yang sebenarnya bukanlah lulusan

kependidikan. Apakah mereka mengerti berbagai metode, strategi belajar

18 Nata … hal 145

(25)

mengajar, memahami penyusunan bahan pelajaran dan sebagainya? Jika tidak,

dapatkah mereka menjalankan profesinya sebagai guru dengan profesional?

Karena apabila mutu hasil peserta didik rendah, maka yang pertama menjadi

sorotan adalah guru yang mengajarnya tidak berkompeten.

Kompetensi guru ialah “kemampuan atau kecakapan seorang guru dalam

melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak”.21 Kompetensi

guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam

menjalankan profesi keguruannya. Kompetensi guru mempunyai kaitan erat dalam

peningkatan prestasi belajar siswa. Tanpa adanya kompetensi guru akan sulit

berlangsung proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan yang telah di

tetapkan. Hal tersebut dapat dipahami berdasarkan asumsi berupa guru tanpa

kompetensi akan membawa hasil yang tidak atau kurang memuaskan.

Seorang guru harus kompeten dalam mengajar di antaranya dalam

menguasai materi, metodologi serta mengevaluasi, karena jikalau seorang guru

tidak kompeten dalam hal itu tentu saja akan berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa.

Pada mulanya kompetensi ini diperoleh dari ”pre service traiffin” yang

kemudian dikembangkan dalam pekerjaan profesional guru dan dibina melalui

”lin service tariffing”. Pada dasarnya guru harus mempunyai tiga kompetensi,

yaitu : kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan bahan dan kompetensi

dalam cara-cara mengajar.

a. Kompetensi kpribadian

Setiap guru memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang tidak ada guru yang

sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi guru. Jadi pribadi keguruan

itu pun “unik” pula dan perlu dikembangkan secara terus menerus agar guru

tampil dalam hal:

1. Mengenal dan mengakui harakat dan potensi dari setiap individu atau

murid yang diajarnya.

(26)

2. Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar

sehingga amat bersifat menunjang secara moral (bathiniyyah) terhadap

murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran

serta perbuatan murid dan guru.

3. Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab

dan saling percaya mempercayai anatara guru dan murid.

b. Kompetensi Atas Bahan Pengajaran

Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi (takhashshus) atas ilmu

atau kecakapan/pengetahuan yang diajarkan. Penguasaan yang meliputi bidang

studi sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi.

Kesemuanya ini amat perlu dibina karena selalu dibutuhkannya dalam beberapa

hal:

1. Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus

diajarkannya kedalam bentuk komponen-komponen dan informasi yang

sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecakapan.

2. Menyusun komponen-komponen atau informasi-informasi itu sedemikian

rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari

pelajaran yang diterimanya.

c. Kompetensi dalam cara mengajar

Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau keterampilan mengajar sesuatu

bahan pengajaran sangat diperlukan guru khususnya keterampilan dalam bidang:

1. Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian

pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu

satuan waktu (catur wulan/semester atau tahun ajaran).

2. Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau

alat peraga) bagi murid dalam proses belajar yang dipergunakannya.

3. Mengembangkan dan mempergunakan semua metode-metode mengajar

sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasi yang efektif.

Ketiga aspek kompetensi tersebut di atas harus berkembang secara selaras

(27)

diharapkan daripadanya untuk mengerahkan segala kemampuan dalam mengajar

secara profesional dan efektif.22

2. Profesionalisme Guru

Menurut Dictionary of Education yang dikutip oleh Syafruddin Nurdin dijelaskan bahwa: profession is anaccuption usually involving relatively long and specialived preparation on the level of higher education and governed by its own code of etchic; profession is one who has acquired a learned skill and conforms to ethical standar of the profession in which he practice to skill. (Good, 1973,440). Selanjutnya menurut Mc Cully yang dikutip oleh Syafruddin Nurdin pula

mengatakan: Profession is a vocation in which professed knowledge of some

departement of learning or science of an art founded upon it (1969;130).23

Untuk memahami pengertian professionalisme, perlu diketahui apa itu

profesi dan professional terlebih dahulu. Kata profesi masuk ke dalam kosa kata

bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris (Profession). Kata dalam bahasa barat ini

menerima kata ini, dari bahasa Latin (profession). Dalam bahasa Latin kata

profession berarti pengakuan atau pernyataan. Berarti profesi mengandung

pengertian tentang pengakuan atau pernyataan tentang bidang pekerjaan yang

telah dipilihnya, misalkan seseorang menyatakan bahwa saya adalah guru. Dari

perkataannya tersebut ada suatu pernyataan atau pengakuan bahwa pekerjaannya

adalah guru.

Sedangkan pengertian professionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak

tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional. Artinya

guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru

yang kompeten dan professional. Profesionalisme juga diartikan sebagai

pandangan tentang bidang pekerjaan yang menganggap bidang pekerjaan sebagai

suatu pengabdian melalui keahlian tertentu dan menganggap keahlian itu sebagai

22 Abuddin Nata dan Fauzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2005), cet-1 hal. 215-216

(28)

sesuatu yang harus diperbaharui secara terus menerus dengan memanfaatkan

kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam bidang ilmu pengetahuan24

Dalam kaitan seorang pekerja profesional dapat dibedakan dari seorang

amatir walaupun sama-sama menguasai sejumlah teknik dan prosedur kerja

tertentu, seorang pekerja profesional harus memiliki informed responsiveness

“ketanggapan yang berlandaskan ke arifan” terhadap implikasi kemasyarakatan

atas objek kerjanya. Dengan perkataan lain seorang pekerja profesional memiliki

filosofi untuk menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya.25

Sebelum kita beranjak lebih jauh mengenai definisi profesionalisme,

alangkah baiknya apabila kita kenali terlebih dahulu mengenai sejumlah definisi

mengenai profesi. Salah satu definisi seperti yang dikemukakan oleh sikun pribadi

menyatakan sebagai berikut: ”Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan

atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu

jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena orang tersebut merasa terpanggil

untuk menjabat pekerjaan itu”.26 Hakikat profesi adalah suatu

pernyataan atau suatu janji terbuka, suatu janji yang dikemukakan oleh tenaga

profesional. Pernyataan profesional mengandung makna terbuka,

sungguh-sungguh dan pernyataan tersebut keluar dari lubuk hati yan paling dalam tanpa

adanya paksaaan dan intervensi dari pihak lain.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka Profesionalisme atau

profesionalisasi berkembang sesuai dengan kemajuan modern yang menuntut

berbagai macam ragam spesialisasi yang sangat diperlukan dalam kehidupan

masyarakat yang makin lama makin komplek. Profesionalisme dalam berbagai

bidang tentunya yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat ini, melihat

fenomena dalam dunia lapangan pekerjaan sekarang ini hal yang paling utama dan

terutama yang menjadi buah persyaratan untuk memasuki dunia pekerjaan selain

background dari lembaga pendidikan yaitu pengalaman dan spesialisasi terhadap

24 Muchtar Buchari, Pendidikan dalam Pembangunan, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 19994), h. 36-39

25 Nurdi… hal14

(29)

dunia pekerjaan yang ada. Hal inilah yang mengakibatkan tingkat pengangguran

di negara kita tiap tahunnya bertambah banyak.

Profesi merupakan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian

tertentu.27 Profesi juga mengandung unsur pengabdian, hal ini dikarenakan

profesi bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan semata-mata bagi

dirinya melainkan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, oleh karena itu

tenaga profesi yang profesional tidak boleh sampai merugikan, merusak, atau

menimbulkan malapetaka bagi masyarakat. Sebaliknya profesi itu harus berusaha

menimbulkan kebaikan, keberuntungan dan kesempurnaan atau kesejahteraan

bagi masyarakat.

Menurut Suharsimi Arikunto, bertumpu dari definisi profesi dapat dilihat bahwa:

a. Di dalam suatu pekerjaan professional diperlukan teknik serta prosedur yang

bertumpu pada landasan intlektual yang dipelajari dari suatu lembaga,

kemudian diterapkan di masyarakat untuk memecahkan suatu masalah.

b. Seorang pekerja professional dapat dibedakan dengan seseorang teknisi dalam

hal pemilihan filosofi yang kuat untuk mempertanggungjawabkan

pekerjaannya, serta mantap dalam menyikapi dan melaksanakan

pekerjaannya.

c. Seorang yang bekerja berdasarkan profesinya memerlukan teknik dan

prosedur yang ilmiah serta memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi

lapangan pekerjaan yang berdasarkan atas sikap seorang ahli.28

Jabatan guru adalah pelaksanaan tugas profesionalisme dan jabatan tersebut

melekat pada orangnya, sehingga seorang guru agama dimanapun selalu diberi

panggilan Pak guru, Pak guru Agama atau Pak Ustadz.

Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang

hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan

bukan pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau

tidak memperoleh pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pekerjaan pofesional adalah pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses

27 Depdikbud... hal.702

(30)

pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus

dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya. 29

Maka dapat disimpulkan profesionalisme guru adalah suatu pandangan

mengenai seseorang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam

bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai guru dengan maksimal dan proses pendidikan berhasil dengan baik. Jika

ia guru pendidikan agama Islam, maka harus menguasai pengetahuan bidang studi

yang dijelaskannya selain memiliki keahlian dalam bidang keguruan.

Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka

profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan sebagai

berikut:

2. Menentukan adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu

pengetahuan yang mendalam.

3. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang

profesinya.

4. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

5. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang

dilaksanakannya.

6. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

( Drs. Moh. Ali , 1985)

Menurut Uzer Usman, selain persyaratan di atas tersebut, masih ada lagi

persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam

suatu profesi antara lain:

1. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya.

2. Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya,

guru dengan muridnya.

3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.

(31)

Atas dasar persyaratan tersebut, jelaslah jabatan profesional harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pula dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan pre service education.30

Suatu profesi erat kaitannya dengan jabatan atau pekerjaan tertentu yan

dengan sendirinya menuntut ke ahlian, pengetahuan dan keterampilan tertentu

pula, dalam pengertian profesi telah tersirat adanya suatu keharusan kompetensi

agar profesi itu berfungsi sebaik-baiknya.

Dalam uraian di atas telah dijelaskan, bahwa jabatan guru adalah suatu

jabatan profesi. Guru yang di maksud adalah guru yang yang melaksanakan

fungsinya di sekolah. Dalam pengertian tersebut, telah terkandung suatu konsep

bahwa guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah

harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut agar guru mampu

melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Tanpa mengabaikan

kemungkinan adanya perbedaan tuntutan kompetensi profesional yang disebabkan

oleh adanya perbedaan lingkungan sosial kultural dari setiap institusi sekolah

sebagai indikator, maka guru yang dinilai kompeten secara profesional, apabila:

1. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan

sebaik-baiknya.

2. Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil.

3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan

( tujuan instruksional) sekolah.

4. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses mengajar

dan belajar dalam kelas.31

Kalau kita layangkan sejenak pikiran kita ke dalam ke dalam sebuah kelas,

dimana sedang berlangsung pengajaran maka akan bisa lihat seorang guru sedang

mengajar. Sebelum ia membuat tugasnya sebagi guru, ia harus mempelajari

pendidikan yang sedang dilaksanakan. Ia pun baru mengenal keadaan gedung

30 Uzer Usman... h.15-16

(32)

ruangan kelas, perpustakaan fasilitas belajar, pelengkapan sekolah, alat-alat

peraga, dan semua sarana yang berguna bagi pengajar.

Pada hari pertama dan beberapa hari selanjutnya, guru harus berusaha

sedemikian rupa untuk mengenal tentang peserta didiknya dan berkenalan dengan

semua guru serta staf sekolah lainnya, selanjutnya ia akan melaksanakan program

pendidikan di sekolah itu. Setiap akan mengajar, ia perlu membuat persiapan

mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dan rencana tahunan. Dalam

persiapan itu sudah terkandung tentang: tujuan mengajar, pokok yang diajarkan,

metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga, dan teknik evaluasi yang akan

digunakan.

Karena itu harus memahami benar tentang tujuan pengajaran, cara

merumuskan tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode

mengajar sesuai dengan tujuan yanng hendak dicapai, memahami bahan pelajaran

sebaik mungkin dengan menggunakan berbagai sumber, cara memilih,

menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan

menggunakannya, dan pengetahuan tentang alat-alat evaluasi lainnya..

Setiap ia mengajar, ia perlu malaksanakan hal-hal yang bersifat rutin,

bertanya kepada kelas, menerangkan pelajaran dengan suara yang baik dan mudah

ditangkap serta ia sendiri dapat memahami pertanyaan-pertanyaan atau pendapat

peserta didiknya, ia harus pandai berkomunikasi dengan para peserta didik. Setiap

saat ia siap memberikan bimbingan atas kesulitan yang dihadapi para siswa,

pekerjaan ini hanya mungkin dilakukan apabila berbadan sehat, dan memiliki

kepribadian yang menarik.

Dalam suasana di dalam kelas, di mana siswa bermacam-macam latar

belakang minat dan kebutuhannya maka ia harus sanggup merangsang para

peserta didik belajar, menjaga disiplin kelas, melakukan supervisi belajar dan

memimpin para peserta didik belajar sehingga pengajaran berjalan baik dan

memberikan hasil yang memuaskan.32

(33)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi

berarti kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang dimiliki seseorang

berkenaan tugas, jabatan maupun profesinya. Jadi, kompetensi guru berarti

kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang yang bertugas

mendidik siswa agar mempunyai kepribadian yang luhur dan mulia sebagaimana

tujuan dari pendidikan. Kompetensi menjadi tuntutan dasar bagi seorang guru.

Untuk terwujudnya tujuan pendidikan, diperlukan oleh semua guru adalah

yang memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas mereka mampu

melaksanakan tugas yang dipikulnya dengan baik. Setidaknya ada tiga bidang

kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar,

yaitu: “kompetensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi profesional”.33

a. Kompetensi pribadi, meliputi:

1). Peka terhadap perubahan dan pembaharuan

2). Berfikir alternatif

2). Adil, jujur dan objektif

5). Berdisiplin dalam menjalankan

6). Ulet dan tekun bekerja

7). Berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya

8). Simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak.

Dalam beberapa jenis yang termasuk dalam kompetensi pribadi, dapat

disimpulkan bahwa: Seorang guru dituntut memiliki kepribadian yang baik,

karena disamping mengajarkan ilmu, guru juga harus membimbing dan membina

anak didiknya. Perbuatan dan tingkah lakunya harus dapat dijadikan sebagai

teladan, artinya seorang guru harus berbudi pekerti yang luhur. Dengan kata lain

guru harus bersikap yang terbaik dan konsekuen terhadap perkataan dan

perbuatannya, karena guru adalah figur sentral yang akan dicontoh dan diteladani

anak didik.

33 Departemen Agama RI, Pengembangan Profesional dan petunjuk Penulisan Karya Ilmiah,

(34)

Oleh karena itulah seorang guru harus benar-benar memiliki kompetensi

kepribadian yang mantap, baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga

negara yang konsisten dengan profesinya..

b. Kompetensi Sosial

Seorang guru tidak hanya bertangungjawab di dalam kelas, tetapi juga harus

mewarnai perkembangan anak didik di luar kelas. Guru bukanlah sekedar orang

yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu

tetapi juga anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta

kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didik untuk menjadi anggota

masyarakat sebagi orang dewasa. Sebagai pendidik, kehadiran guru di masyarakat

sangat diharapkan baik secara langsung sebagi anggota masyarakat maupun secara

tidak langsung yaitu melalui peranannya membimbing dan mengarahkan anak

didik. Karena pada kenyataannya dimata masyarakat, terutama dimata anak didik,

guru merupakan panutan yang layak di teladani.

Dalam kehidupan sosial guru juga merupakan figur sentral yang menjadi

ukuran bagi masyarakat untuk mengambil keteladanannya. Hal ini menuntut guru

untuk berperan secara proposional dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga guru

harus memiliki kemampuan untuk hidup bermasyarakat dengan baik. Keterlibatan

seorang guru dalam kehidupan masyarakat akan menjadi tuntunan bagi anak

didik.

Guru pendidikan agama Islam, harus dapat mengambil peranan yang tepat

di dalam kehidupan masyarakat. Keterkaitannya dengan profesi sebagai guru

pendidikan agama Islam akan membawanya kepada peranan tokoh yang menjadi

panutan, terutama yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai ajaran Islam di

masyarakat. Oleh karena itu kompetensi sosial yang dimiliki untuk dapat terlibat

dalam kehidupan masyarakat harus merupakan cerminan nilai-nilai ajaran Islam

itu sendiri.

c. Kompetensi Profesional

Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsekuensi jabatan

terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Tinggi rendahnya pengakuan

(35)

ditempuh. Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar

pengaruhnya terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan tugasnya

sehari-hari di sekolah dan masyarakat. Pengetahuan dan pemahamannya tentang

kompetensi guru akan mendasari pola kegiatan dalam menunaikan profesi guru.

Dengan demikian seorang yang telah memilih guru sebagi profesinya harus

benar-benar profesional di bidangnya. Disamping itu juga harus memiliki

kecakapan dan kemampuan dalam mengelola interaksi belajar mengajar. Hal ini

dapat dipahami bahwa profesionalitas seorang guru dapat menentukan

keberhasilan proses belajar siswa. Sejalan dengan pendapat di atas, maka menurut

Sardiman. A.M, dalam bukunya “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar”

mengemukakan ada 10 (sepuluh) kompetensi guru yaitu:

1. Menguasai bahan

2. Mengelola program belajar 3. Mengelola kelas

4. Menggunakan media

5. Menguasai landasan-landasan kependidikan 6. Mengelola interaksi belajar-mengajar

7. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan penngajaran

8. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah 9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah

10.Memahami prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran34

Jadi berdasaran pengertian serta syarat yang telah d jelaskan di atas maka

penulis menyimpulkan bahwa kompetensi sangat di harapkan untuk melaksanakan

fungsi profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat komplek seperti

sekarang ini. Profesi menuntut kemampuan untuk membuat keputusan serta

kebijaksanaan yang tepat.

3. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Pengertian guru telah banyak dijelaskan di atas dan penamaan guru juga

bervariatif. Dalam hal ini penulis akan mencoba mendefinisikan atau mengartikan

mengenai pendidikan agama Islam, pendidikan agama Islam adalah usaha-usaha

(36)

secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya mereka hidup

dan menjalankan ajaran agama Islam secara kaffah (sempurna). Dari pengertian

ini penulis mencoba menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan guru

pendidikan agama Islam adalah guru atau orang yang menyampaikan pelajaran

tentang keislaman di sekolah, seperti fiqh. Aqidah. Sejarah Kebudayaan Islam,

dan al-Qur’an Hadits. Atau bisa dikatakan pula guru pendidikan agama Islam

adalah seseorang yang hanya terkonsentrasi pada persolan-persoalan toritis

keagamaan yang bersifat kognitif semata serta amalan-amalan ibadah peraktis,

dan lebih berorientasi pada belajar tentang agama.35 Tidak jauh beda memang

guru dalam bidang studi umum dan agama keduanya sama-sama memiliki

tanggung jawab atas terciptanya individu yang dewasa dan akademis namun,

mungkin ada perbedaannya guru agama selain mencetak manusia yang akademis

namun juga mempunyai tanggung jawab dalam mencetak manusia yang berakhlak

mulia dan mampu melaksanakan syariatnya secara sempurna pula.

Dalam kaitannya dengan guru pendidikan agama Islam, maka seseorang

dikatakan guru agama Islam harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari

keridhaan Allah semata

2. Kebersihan guru

3. Ikhlas dalam pekerjaan

4. Suka pemaaf

5. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia seorang guru

6. Harus mengetahui tabi’at murid

7. Harus menguasai mata pelajaran36

Setiap guru agama hendaknya menyadari, bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan

anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi, pendidikan agama jauh lebih luas

daripada itu, ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian anak,

sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental dan akhlak, jauh lebih

35 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2002), cet-2. hal 111

(37)

penting daripada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum agama, yang

tidak diresapkan dan dihayatinya dalam hidup.

Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga

agama itu, benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi

pengendali dalam hidupnya di kemudian hari. Pendidikan agama menyangkut

manusia seutuhnya. Ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama,

atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan

perasaan (sentiment) agama saja, akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri

pibadi anak, mulai dari latihan-latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan

ajaran agama, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia

dengan manusia lain, manusia dan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri.37

4. Tugas dan tanggung jawab guru

Guru mempunyai peranan ganda sebagi pengajar dan pendidik. Kedua peran tersebut bisa dilihat perbedaannya, tetapi tidak bisa dipisahkan. Tugas utama

sebagai pendidik adalah membantu mendewasakan anak. Dewasa secara

psikologis, sosial, dan moral.

Sebaik-baik keadaan adalah yang dikatakan mengenal ilmu dan amal.

Itulah orang yang dinilai agung dalam kerajaan langit. Tidaklah patut ia menjadi

seperti jarum yang memberi pakaian kepada selainnya, sedang ia sendiri

telanjang, atau seperti sumbu lampu yang menyinari lainnya, sedang ia sendiri

terbakar. Barang siapa menjalankan tugas sebagai pengajar, maka ia pun telah

melakukan tugas besar. Oleh sebab itu, hendaklah ia memelihara tata krama dan

tugas-tugasnya.

Tugas pertama ialah menunjukkan kasih sayang kepada pelajar dan

menganggapnya seperti anak. Sebagaimana Rasulullah mencontohkan umatnya

dalam sabdanya, ”Sesungguhnya aku bagi kamu adalah seperti ayah terhadap

anaknya”. Bahkan guru adalah bapak yang sebenarnya, karena bapak

menyebabkan kehidupan yang fana, sedangkan pengajar menyebabkan kehidupan

yang kekal. Oleh karena itu, guru diutamakan haknya dari ayah dan ibu.

(38)

Tugas kedua ialah mengikuti teladan Rasulullah. Walaupun ia mempunyai

jasa atas mereka, mereka pun mempunyai jasa atasnya karena mereka

menyebabkan pendekatan dirinya kepada Allah Ta’ala dengan menanamkan ilmu

dan iman dalam hati.

Tugas ketiga ialah tidak menyimpan sesuatu nasihat bagi hari esok, seperti

melarangnya dari mencari kedudukan sebelum patut memperolehnya dan

melarangnya belajar ilmu yang tersembunyi sebelum menyempurnakan ilmu yang

terang.

Tugas keempat ialah menasihati pelajar dan melarangnya dari akhlak

tercela, bukan dengan cara yang tegas, tetapi sindiran. Sebab, penegasan

menghilangkan wibawa, dan patutlah ia bersikap lurus, kemudian menuntutnya

bersikap lurus. Kalau tidak, maka nasihat itu tidak berguna, karena meneladani

perbuatan lebih kuat daripada meneladani perkataan.38

Agama pada anak membawa ciri tersendiri, dengan menampakkan pasang

surut kognitif, afektif, dan volusional (kemauan). Memahami konsep keagamaan

pada anak berarti memahami sifat agama itu sendiri. Sifat agama anak mengikuti

pola ideas concept on authority, artinya konsep keagamaan pada diri mereka

dipengaruhi oleh faktor luar diri mereka. Ketaatan mereka pada ajaran agama

merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka, yang dipelajari dari orang tua

atau guru mereka.39

Manusia dapat disebut sebagai manusia yang bertanggung jawab apabila dia mampu membuat pilihan dan membuat keputusan atas dasar nilai-nilai dan

norma-norma tertentu, baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun yang

bersumber dari lingkungan sosialnya. Dengan kata lain manusia bertanggung

jawab apabila dia mampu bertindak atas dasar keputusan moral atau moral

decision.

Setiap guru profesional harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang

bertanggung jawab dalam bidang pendidikan, tetapi di pihak lain dia juga

mengemban sejumlah tanggung jawab dalam mewariskan nilai-nilai dan

38 Imam Ghazali, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin. Terj, dari Mukhtashar Ihya ‘ulumuddin, oleh Zaid Husein Al-Hamid,(Jakarta: Pustaka Amani 1995), cet-1 hal. 11-12

(39)

norma kepada generasi muda sehingga terjadi proses konservasi nilai, bahkan

melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru. Dalam konteks

ini pendidik berfungsi mencipta, memodifikasi, mengkonstruksi niali-nilai baru.

Guru akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya apabila dia

memiliki kompetensi yang diperlukan untuk itu. Setiap tanggung jawab

memerlukan kompetensi dapat dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi yan

Gambar

Tabel 1 Instrumen
Tabel 2
Tabel 3                         Profil Guru dan Karyawan Jumlah 35 Orang
Tabel 5 STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM KTSP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi profesional yang dimaksud adalah kompetensi atau keahlian guru pendidikan agama Islam dalam mengajar bidang studi/mata pelajaran agama Islam yang meliputi

Dalam proses belajar mengajar Burhanuddin al-Zarnuji menjelaskan bahwa; hubungan seorang guru dengan muridnya harus memiliki kepribadian yang baik, memelihara diri

Kompetensi sosial sangat perlu dan harus dimiliki seorang guru. Karena bagaimanapun proses pendidikan itu berlangsung dampaknya akan dirasakan bukan hanya oleh

Menurut Uno (2007: 18) “kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh sorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajar

Bahwasanya pemahaman kompetensi guru dikalangan guru PAI yaitu guru yang profesional dimana harus dimiliki oleh setiap guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan

Kompetensi dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik diperlukan berbagai macam kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan Agama Islam

Untuk itu seorang guru harus menguasai 4 kompetensi yang meliputi: kompetensi akademik (profesional), kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi

Guru ikut berperan aktif dalam kegiatan diluar pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah dan masyarakat Kompetensi sosial dianggap sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang