• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon karakter fisiologi dan produksi lateks beberapa klon tanaman karet terhadap beberapa simulasi etilen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon karakter fisiologi dan produksi lateks beberapa klon tanaman karet terhadap beberapa simulasi etilen"

Copied!
288
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)

RESPONS KARAKTER FISIOLOGI

DAN PRODUKSI LATEKS

BEBERAPA KLON TANAMAN KARET

TERHADAP STIRlULASI ETILEN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(147)

y a

A u u

jadjkan aku

sebagai orang

yang selalu bersyukur

. . .

untuk yang tercinta Susi isterku,

yang selalu membangun

smnguiku;

yang tersayang amkumkku, Pam, Annis, lpu/& M n ; yang senantiasa

(148)

ABSTRAK

RESPONS KAMKTER FISIOLOGI DAN PRODUKSI LATEKS

BEBERAPA KLON TANAMAN

KARET

TERHADAP STIMULASI ETILEN

smmmmn

Pembimbing: Sudirman Yahya, Achmad Surkati Abidin, Alex Hartana, Bambang Sapta Purwoko, dan Siswanto

Penelitian bertujuan untuk mengetahui variasi musiman karakter fisiologi tanaman karet akibat pemberian etepon, dan hubungan antar karakter fisiologi dengan produksi lateks. Penelitian dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat (250 m dpl) mulai September 1997 hingga Desember 1998. Percobaan dalam dua faktor perlakuan, yaitu delapan klon karet (AVROS 2037, BPM 24, PR 261, RRIM 712, GT 1, BPM 1, PR 228, dan LCB 1320) dan tiga sistem eksploitasi (& = '/z S d/2, El = '/z

S d/3.ET2.5%, E2 = '/z S d/3.ETS.O%). Peubah yang diarnati adalah produksi lateks,

indeks penyumbatan, kadar karet kering, %-KAS, pH lateks, kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, kadar tiol, aktivitas SOD, produksi etilen, kadar ACC, aktivitas

ACC-oksidase; dan protein dalam fraksi serum-C dan lutoid Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perlakuan stimulasi meningkatkan produksi lateks pada empat klon (PR 261, BPM 24, PR 228, dan AVROS 2037). Produksi lateks yang tinggi

ditandai oleh indeks penyumbatan

dan

kadar karet kering yang rendah, serta kadar

fosfat anorganik, produksi etilen, dan kejadian KAS yang tinggi. Klon LCB 1320 dan RRLM 712 lebih peka terhadap gangguan KAS. Dari semua klon yang diuji, pengaruh stimulan terhadap penurunan kadar sukrosa hanya nyata pada AVROS 2037; sedangkan kadar ti01 tinggi hanya pada PR 261 sebagai klon yang paling responsif etepon. Kadar ti01 dan aktivitas SOD diduga dapat menghambat mekanisme penuaan dan kejadian KAS. Variasi musiman mempengaruhi semua peubah yang diamati, terutama pada sukrosa, tiol, dan fosfat anorganik. Pada siklus setahun terdapat pola peningkatan produksi lateks, kadar karet kering, dan fosfat anorganik; sedangkan indeks penyumbatan dan pH lateks cenderung menurun. Perlakuan etepon pada klon

AVROS 2037 dan BPM 24 meningkatkan produksi etilen secara langsung, atau

melalui metabolisme etilen dengan ditandai oleh peningkatan kadar ACC. Puncak produksi etilen terjadi 1 hari SAE (setelah aplikasi etepon), sedangkan puncak produksi lateks baru terjadi pada 8 hari SAE. Hasil elektroforesis (SDS-PAGE) mendapatkan protein responsif etilen 27 kDa pada serum-C yang diduga berhubungan dengan influks air dalarn sel pembuluh lateks; serta protein-protein 30,35,37,40, 56, 70, dan 88 kDa pada fraksi lutoid yang diduga berhubungan dengan mekanisme koagulasi lateks. Dengan elektroforesis-2D dari fiaksi ini diperoleh protein 35 dan 70 kDa dengan pHi 5.8.

(149)

ABSTRACT

RESPONSE OF PHYSIOLOGICAL CHARACTERS

AND

LATEX PRODUCTION TO

ETHYLENE

STIMULATION

ON SEVERAL RUBBER TREE CLONES

SUMARMADJI

Advisors: Sudirman Yahya, Achmad Surkati Abidin, Alex Hartana, Bambang Sapta Purwoko, and Siswanto

The objectives of the study were to determine the seasonal variation of physiological characters of hevea by ethephon application, and the relationship among physiological characters influencing latex production. The experiment was carried out in Bogor, West Java (250 m above sea level) from September 1997 to December 1998. It was designed with two factors of treatment, which were eight hevea clones (AVROS 2037, BPM 24, PR 261, RRIM 712, GT 1, BPM 1, PR 228, and LCB 1320) and three exploitation systems (& = "A S d12, El = "A S d/3.ET2.5%,

ES = % S d/3.ET5.0%). Observed variables were latex production, plugging index,

dry rubber content, %-TPD, latex pH, contents of sucrose, thiol and inorganic phosphate, ethylene release, ACC content, activity of ACC-oxidase and SOD; and proteins in C-serum and lutoid fraction. The results showed that the stimulant increased the latex production in four clones (PR 26 1, BPM 24, PR 228, and AVROS 2037). The high latex production possessed low plugging index and dry rubber content, and high inorganic phosphate content, ethylene release, and incidence of TPD. Potentially, LCB 1320 and RRIM 712 were the most susceptible clones to incidence of TPD. In all clones tested, the significant effect of stimulant to sucrose content was found only in AVROS 2037. Otherwise, the highest thiol content was found in PR 261 as the most ethephon responsive clone. The results also suggested that thiol and SOD activity could inhibit the senescence process and incidence of

TPD. Seasonal variation had influenced to all observed variables, mostly to sucrose, thiol, and inorganic phosphate. When the latex production, dry rubber content and inorganic phosphate content increased, on contrary the plugging index and latex pH decreased. Ethephon treatments in AVROS 2037 and BPM 24 induced the production of ethylene directly, and also endogenously, by increasing ACC content. Ethephon treatment could induce maximal production of ethylene at one day after the application, whereas that of latex occurred at the eighth day. By electrophoresis

(SDS-PAGE), an ethylene responsive protein of 27 kDa was found in C-serum. This

protein probably has relationship with water influx in laticiferous cells. Otherwise, proteins 30,35,37,40, 56,70, and 88 kDa was found in the lutoid, which may have relationship with mechanism of latex coagulation. By 2D-electrophoresis, proteins of 35 and 70 kDa with pHi 5.8 were found in this fraction.

(150)

RESPONS KARAKTER FISIOLOGI

DAN PRODUKSI LATEKS

BEBERAPA KLON TANAMAN KARET

TERHADAP STIMULASI ETILEN

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA

a

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(151)

Judul Disertasi

:

RESPONS KARAKTER FISIOLOGI DAN

PRODUKSI LATEKS BEBERAPA KLON

TANAMAN KARET

TERHADAP

STIMULASI ETILEN

N a m a

SUMARMADJI

N I M

95526

Program

Studi

:

AGRONOMI

Komisi Pembimbing

.

-

I-

&

Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc

Anggota

Anggota h g g o t a

Ketua Direktur

Program Studi Agronomi Program Pascasarjana

JY&=

Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc afrida Manuwoto

(152)

Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah tanggal 20 Mei 1959 sebagai anak ke tujuh dari delapan bersaudara hasil perkawinan bapak M. Roestarnadji dan

ibu Kartidjah. Kedua orang tua kini telah almarhum.

Pada tahun 1983 penulis lulus dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

dan menyandang gelar Sarjana Pertanian. Pada tahun 1989 penulis menyelesaikan

program Magister di Fakultas Pascasa jana, Institut Pertanian Bogor dan menyandang

gelar Magister Sains. Kemudian mulai tahun 1995 penulis berkesempatan mengikuti

pendidikan S3 (Doktor) di Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1984 hingga sekarang, penulis bergabung dengan Pusat Penelitian

Karet di Sungei Putih, Sumatera Utara; sebagai staf peneliti dalam bidang agronomi,

eksploitasi dan usahatani tanaman karet. Penulis telah menikah pada tahun 1986 dengan Susiana, dan sekarang telah dikaruniai dua orang anak laki-laki dan dua orang

anak perempuan; masing-masing Arief Pambudi (12 tahun), Annis Dwilestari (9

(153)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahrnat,

hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun laporan penelitian untuk

menyelesaikan program S3 dalam bentuk disertasi ini.

Kepada Komisi Pembimbing, penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang talc terhingga khususnya kepada Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc

selaku ketua; Prof. Dr. Ir. H. Achmad Surkati Abidin, 'Dr. Ir. Alex Hartana, MSc, Dr.

Ir. Bambang S. Purwoko, MSc dan Dr. Siswanto, DEA masing-masing selaku

anggota, atas birnbingan dan pengarahan selama penyusunan rencana dan

pelaksanaan penelitian serta penulisan disertasi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pimpinan Asosiasi Penelitian

Perkebunan Indonesia (AP21), Pusat Penelitian Karet dan Pimpinan Bagian Proyek

Penelitian Karet Sungei Putih atas kesempatan bagi penulis mengikuti pendidkan S3,

bantuan beasiswa dan dana penelitian selama pendidikan.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Pimpinan beserta staf Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Program Pascasarjana

IPB yang telah memberikan kesernpatan dalam pendidikan S3.

2. Pimpinan beserta staf Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor (UPBP)

yang telah memberikan fasilitas laboratorium dan kebun percobaan, khususnya

(154)

teknis laboratorium; serta Sdr. Abad dan Sdr. Mica yang membantu pelaksanaan

dan pengurnpulan data lapangan.

3. Kepala Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor beserta staaaryawan

atas bantuan dan kemudahan administratif berhubungan dengan Pusat Penelitian

Karet selama penulis berdomisili di Bogor.

4. Kepala Laboratoriurn Biokimia & Enzimatik, Balitbio Tanaman Pangan beserta

karyawan khususnya Sdr. Eman Sulaiman dan Sdr. Danuwarsa yang membantu

analisis metabolisme etilen.

5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pendidikan S3 di IPB.

Khusus kepada isteri dan anak-anak tercinta, yang dengan sabar dan penuh

pengertian, senatiasa memberi dorongan moril, membangun semangat dan

menumbuhkan inspirasi, maka dengan ini penulis menyarnpaikan terima kasih yang

tulus dan mendalam.

Akhirnya dengan disertai do'a dan harapan, kiranya hasil penelitian ini

(155)

DAFTAR SINGKATAN ACC ACC-oksidase AOS AP2I AVROS BO-2 Ba BB BM BN BPM CEPA CPO dl2, dl3 2D 2,4-D DAL DMAPP dpl DTNB

Eo

E 1

E2 EDTA EFE ERE EREBPS ET FA W s Gcm GACC G-SH GT HEVER IEF

1 -arninocyclopropane-1 -carboxylic acid, prekursor etilen

enzim oksidase terhadap ACC untuk menjadi etilen

active oxygen species, molekul oksigen toksik, senyawa radikal asosiasi penelitian perkebunan Indonesia

algemene veriniging rubber planters oostkust Sumatera kulit perawan bidang sadap kedua

bark application, aplikasi stimulan pada kulit bidang sadap brown bast, KAS, TPD

berat molekul

bark necrosis, gangguan bidang sadap karet yang bersifat patogenik balai penelitian Medan

2-chloroethyl phosphonic acid, etepon, Ethel@ crude palm oil, minyak sawit kasar

frekuensi sadap 2 hari sekali, 3 hari sekali 2 dimensi pada gel elektoforesis

2,4-dichlorophenoxyacetic acid (suatu auksin sintetik) daerah aliran lateks

dimetil alil pirofosfat di atas permukaan laut dithiobis-nitrobenzoat

perlakuan sistem eksploitasi pada percobaan: !4 S d/2

perlakuan sistem eksploitasi pada percobaan: ?4 S d/3.ET2.5%

perlakuan sistem eksploitasi pada percobaan: !4 S d/3.ET5.0%

etilen diamin tetra acetic acid

ethylene forming enzyme, enzim pembentuk etilen

ethylene responsive element, sekuens DNA berkorespondensi etilen protein pengikat sekuens DNA berkorespondensi etilen

sistem eksploitasi dengan aplikasi etepon fosfat anorganik, inorganic phosphate

gram (satuan massa), atau gravitasi (satuan dalam sentrifugasi) groove application, aplikasi stimulan pada alur sadap

satuan produksi lateks gram/pohon/sadap gas chromatographylflame ionization detector T-glutamil-ACC

glutation Gondang Tapen

hevea ethylene responsive, nama gen karet yang responsif etilen isoelectric focussing, pemisahan protein berdasarkan gradien pH

IP indeks penyumbatan, parameter aliran/koagulasi lateks

(156)

KAS kDa kgihalth kg/p/th KKK LAH LCB m MACC MGD

MH

MK mm

m M

MnSOD MVA NBT nrn PAGE PH pHi PI

PIR

PLD PR PTPN rpm RRIM R-SH % S SAE SAM SDS Serum-C SOD 2,4,5-T TCA TNB TPD UJGD UPBP

kekeringan alur sadap, penyakit fisiologis pada bidang sadap karet kilo dalton, satuan berat molekul

satuan produksi lateks: kilogram per ha per tahun

satuan produksi lateks: kilogram per pohon per tahun

kadar karet kering (%)

lipolitik ail-hidrolase land caoutchouc bedrijven meter (satuan panjang) malonil-ACC

musim gugur daun karet, terjadi setahun sekali selama 2 3 bulan musim hujan

musim kemarau

milimeter (satuan panjang) satuan kadar senyawa: milimolar

gen SOD yang berikatan dengan

Mn

asam mevalonat nitroblue tetrazolium

mikrometer (satuan panjang), 1

o6

m nanometer (satuan panjang), 1

o - ~

m polyacrilamide gel electrophoresis

-

log

m

pH pada titik isoelektrik

plugging index, indeks penyurnbatan perusahaan inti rakyat

fosfolipase-D

proefstation voor rubber

perseroan terbatas perkebunan nusantara rotation per minute (putaran per menit) rubber research institute of Malaysia tiol, gugus R dengan sulfhidril

'/Z spiral batang karet yang disadap setelah aplikasi etepon

S-adenosyl-L-methionine, Adomet, prekursor ACC sodium dodecyl sulphate

cairan sel, sitosol sel pembuluh lateks superoksida dismutase

2,4,5-trichlorophenoxyacetic acid (suatu auksin sintetik) asam trikloro asetat

thio-nitrobemoat

tapping panel dryness, KAS

' ujibeda jarak berganda Duncan

(157)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

x

...

DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN ...

...

Latar Belakang

...

Perurnusan Masalah

...

Tujuan dan Manfaat Penelitian

...

Hipotesis

...

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Karet

...

Produksi Lateks Tanaman Karet ...

Pemberian Etepon ...

Biosintesis Etilen Tanaman ...

...

Protein Responsif Etilen padaTanaman Karet

...

Identifikasi Protein dengan Elektroforesis .

.

...

Karakter F~s~ologi

Kekeringan Alur Sadap (KAS)

...

BAI-IAN DAN METODE ...

Tempat dan Waktu

...

Bahan dan Alat ...

...

Metode Penelitian

...

HASIL

Kondisi Iklim dan Musim Gugur Daun

...

Hasil Analisis Statistik

...

Produksi Lateks (glp/s) ...

...

Kadar Karet Kering (KKK)

Indeks Penyurnbatan (IP)

...

Kekeringan Alur Sadap (KAS)

...

pH Lateks

...

...

Kadar Sukrosa

...

Kadar Fosfat Anorganik (FA)

Kadar Ti01

...

Aktivitas Superoksida Dismutase (SOD)

...

(158)

. .

[image:158.568.42.502.9.772.2]

Produksi Etilen

...

...

Kadar ACC

Aktivitas ACC-oksidase ...

Pola Pita Protein

...

...

PEMBAHASAN

...

Produksi Lateks

...

Karakter Fisiologi dan Kaitan dengan Produksi Lateks

...

Variasi Musiman Produksi Lateks dan Karakter Fisiologi

...

Kejadian KAS sebagai Tolok Ukur Eksploitasi Berlebih

...

Sistem Eksploitasi yang Diskriminatif

...

Metabolisme Etilen dalam Jaringan Kulit

Protein Responsif Etilen pada Dua Fraksi Lateks ...

...

KESIMPULAN DAN SARAN

(159)

DAFTAR

TABEL

Nomor Halaman

1

.

Sifat beberapa klon skala besar (dalam nilai skor)

...

22

2

.

Musim gugur daun tahun 1998 masing-masing klon karet dan

pengaruh perlakuan stimulasi pada sistem eksploitasi El dan E2

...

40

...

3

.

Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap produksi lateks 44

4

.

Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kadar karet kering

...

46 5

.

Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap indeks penyumbatan ... 49

...

6

.

Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kekeringan alur sadap 51

7

.

Pengaruh klon dan sistem . eksploitasi terhadap kadar sukrosa lateks

...

53 8 . Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kadar fosfat

anorganik lateks

...

-55 9

.

Pengaruh klon dan sistem eksploitasi terhadap kadar ti01 lateks ... 58

...

10

.

Pengaruh klon terhadap aktivitas enzim superoksida dismutase 60

1 1

.

Pengaruh sistem eksploitasi terhadap aktivitas ACC-oksidase 2 klon

karet

...

63

12

.

Pola pita protein yang muncul khas pada SDS-PAGE fraksi serum-C

beberapa klon dengan perlakuan

by

El dan EZ

...

-64 13

.

Penyebaran pita protein dari fiaksi lutoid masing-masing klon

dengan perlakuan eksploitasi

...

... ...

66

14

.

Kesesuaian sistem eksploitasi masing-masing klon berdasarkan

...

(160)

Lampiran

Nomor Halaman

1. Perhitungan produksi kg/ha/tahun pada perlakuan klon dan sistem

eksploitasi; serta respons masing-masing klon terhadap etepon ... 109

2. Tetua masing-masing klon, perkiraan jumlah pohodha dan lilit

batang tanaman yang digunakan dalam penelitian (umur 1 1 tahun) ... .I10

3. Kecepatan awal(5 menit pertama) aliran lateks pada faktor tunggal

klon (4 jenis) dan sistem eksploitasi Eo, El dan Ez ... 110

4. Analisis ragam: produksi lateks (g/p/s), kadar karet kering (KKK),

indeks penyumbatan

(IP),

kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik

(FA), dan kadar ti01 ... 11 1

...

5. Analisis ragam: %KAS, pH lateks, dan aktivitas SOD 11 1

...

6 . Analisis ragam: etilen, kadar ACC, dan aktivitas ACC-oksidase 11 1

7. Rekapitulasi hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05) beberapa peubah

...

pada dua faktor perlakuan Klon x Eksploitasi 1 12

8. Rekapitulasi hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05) beberapa peubah

pada dua faktor perlakuan Bulan x Klon ... 1 12

9. Rekapitulasi hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05) beberapa peubah

...

pada dua faktor perlakuan Bulan x Eksploitasi 1 12

10. Hasil ujibeda OJJGD pada P < 0.05) produksi g/p/s pada perlakuan

sistem eksploitasi setiap klon setiap bulan ... 1 13

1 1. Hasil ujibeda (UJGD pada P

.

.

.

< 0.05) KKK pada perlakuan sistem

eksplortasr setrap klon setiap bdan ... 113

12. Hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05)

IP

pada perlakuan sistem

.

.

.

eksplo~tasr setiap klon setiap bulan ... 1 14

13. Hasil ujiberla (UJGD pada P < 0.05) sukrosa pada perlakuan sistem

(161)

14. Hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05) FA pada perlakuan sistem

...

eksploitasi setiap klon setiap bulan 1 15

15. Hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05) ti01 pada perlakuan sistem

...

eksploitasi setiap klon setiap bulan.. 1 15

16. Hasil ujibeda (UJGD pada P < 0.05) pH lateks pada perlakuan sistem

...

eksploitasi setiap klon setiap bulan 116

...

17. Koefisien korelasi (r) linear sederhana menurut Pearson 116

1 8. Analisis regresifkorelasi ganda produksi lateks (g/p/s) terhadap

peubah-peubah lain ... 117

(162)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Anatomi batang karet (Hebant, 198 1).

...

10 2. Fraksi lateks setelah sentrifugasi 50 000 g selama 60 menit (d'Auzac

& Jacob, 1989)

...

1 1 3. Berbagai lintasan sintesis produk sekunder dalam tanaman (Taiz &

...

Zeiger, 199 1) 13

4. Sintesis karet dalam sel pembuluh lateks Hevea brasiliensis (Jacob

& Prevot, 1992).

...

1 5

5. Pengaruh stimulasi etepon terhadap daerah aliran lateks

(Pakianathan et al., 1989)

...

18 6. Degradasi membran lutoid dari tanaman produksi tinggi dan yang

...

terserang KAS (Chrestin, 1989) 28

7. Kondisi iklim selama waktu penelitian (September 1997 - Agustus

1998) berdasarkan data curah hujan, hari hujan, kelembaban udara,

...

dan suhu udara 39

8. Variasi musiman produksi lateks g/p/s masing-masing klon dengan

...

sistem eksploitasi

&,

El dan E2 45

.,

5'

9. Variasi musiman kadar karet kering masing-masing klon dengan

sistem eksploitasi Eo, El dan E2 ... 47

10. Variasi musiman indeks penyumbatan masing-masing klon dengan

...

sistem eksploitasi

&,

El dan E2 50

11. Variasi musiman pH lateks 8 klon karet selama beberapa bulan

pengarnatan

...

52

12. Variasi musiman kadar sukrosa lateks masing-masing klon dengan

sistem eksploitasi

&,

El dan E2

...

54

13. Variasi musiman kadar fosfat anorganik lateks masing-masing klon

(163)

14. Variasi musiman kadar ti01 lateks masing-masing klon dengan

dengan sistem eksploitasi EQ, El dan E2

... . . .

.

. . .

59 15. Variasi musiman produksi etilen pada ketiga sistem eksploitasi

... . . .

.

6 1

16. Variasi musiman kadar ACC bebas pada ketiga sistem eksploitasi ... .. ... ... 62

17. Variasi musiman aktivitas ACC-oksidase pada ketiga sistem

eksploitasi

...

63

18. Pita protein hasil elektroforesis SDS-PAGE fraksi serum-C klon

RRLM 71 2, GT 1, dan BPM 1 masing-masing dengan perlakuan EQ,

El danE2

...

65

19. Pita protein hasil elektroforesis SDS-PAGE fraksi lutoid beberapa

klon masing-masing dengan perlakuan EQ, El dan E2

...

67

20. Pita protein hasil elektroforesis IEF fraksi lutoid klon GT 1, BPM 24

dan

RRIM

7 12 masing-masing dengan perlakuan

&,

El dan E2..

. . .

68

21. Protein hasil elektroforesis-2D (IEF-SDS-PAGE) dari fraksi lutoid

klon GT 1 dan BPM 24 dengan perlakuan

&,

El dan E2

...

68

22. Produksi lateks beberapa klon dalam satuan kghaftahun dan %.

Masing-masing klon adalah AVROS 2037, BPM 24, PR 261,

RRIM

712, GT 1, BPM 1, PR 228 dan LCB 1320..

. .. . .

.

.

.

.

. .

. . .

.

. .

.

.

. . .

. .

.

.

.

. .

.

.

70

23. Hubungan penurunan IP terhadap peningkatan produksi g/p/s

berbagai klon dan perlakuan eksploitasi

...

75

24. Pengaruh stimulasi terhadap IP dan produksi M s . Panjang dan ketegakan garis menggambarkan respons produksi lateks masing-

masing klon terhadap stimulasi etepon 2.5%

...

76

25. Fluktuasi produksi lateks (a) dan kandungan etilen dalam jaringan

kulit pohon karet (b) klon AVROS 2037 dan BPM 24 pada 1

-

12

hari SAE (setelah aplikasi etepon) 2.5%(E1) atau 5.0%(E2) ... 94

26. Skema hipotetik: Stimulasi etilen terhadap produksi lateks dalam

sistem sel pembuluh lateks

...

96
(164)

Nomor

Lampiran

1

.

Lintasan biosintesis etilen dan jalur-jalur reaksi altematif lain

(Mathooko. 1996) ... 119

2

.

Transkrip

HEVER

(Hevea ethylene.responsive). dari sel daun Hevea

(a) dan sel pembuluh lateks Hevea yang diinduksi oleh etepon (b). serta dari jaringan Hevea yang diinduksi oleh asarn salisilat (c);

...

(Sivasubramaniarn et al.. 1995) 1 2 0

3

.

Denah percobaan di KP Ciomas. Bogor (250 m dpl)

...

121

4

.

Hubungan produksi glpls dan KKK ... 122

5

.

Hubungan produksi g/p/s dan IP ... 122

6

.

Hubungan produksi g/p/s dan FA

...

122

...

7

.

Hubungan KAS dan SOD 123

8

.

Hubungan produksi g/p/s dan etilen ... 123
(165)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sedikitnya telah seabad tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

mempunyai kedudukan penting dalam kebutuhan hidup manusia akan elastomer

karena nilai sosial-ekonominya yang cukup tinggi. Kebutuhan tersebut menyebabkan

karet dibudidayakan secara meluas sejak dari negeri asalnya di Brasil, Amerika Latin

hingga diintroduksi ke Asia dan Afiika. Saat ini negara produsen karet hevea yang

utama antara lain Thailand, Indonesia, Malaysia, Srilanka, dan Papua New Guinea.

Industri karet berkembang pesat baik di tingkat bahan baku maupun barang jadi,

bukan hanya di negara penghasil karet tetapi juga di negara-negara maju sebagai

konsumen. Perkembangan industri karet melibatkan banyak manusia yang

menggantungkan hidupnya di sektor ini, mulai dari pertanian, perdagangan maupun

perindustrian.

Karet alarn merupakan salah satu komoditas ekspor andalan bagi Indonesia,

karena menduduki urutan ekspor nonrnigas ketiga setelah kayu dan tekstil. Luas perkebunan karet di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 3 448 5 10 ha dengan total

produksi 1 654 096 tonltahun, yang terdiri atas perkebunan rakyat 84.4%, perke-

bunan besar negara (PTP Nusantara) 8.7% dan perkebunan besar swasta 6.9%

(Ditjenbun, 1996).

Saat ini terdapat 20 klon unggul anjuran dan 18 klon unggul harapan hasil

pemuliaan (Puslit Karet, 1995). Di samping berlaku spesifik terhadap kondisi

(166)

terhadap sistem eksploitasi (suatu sistem yang meliputi tindak penyadapan, frekuensi

dan stimulasi; yang dapat dituliskan dalam notasi baku). Oleh karena itu di dalam

penerapannya harus menggunakan sistem eksploitasi yang paling tepat. Pada kondisi

krisis dewasa ini, peningkatan produksi tanarnan karet merupakan bidang kajian

yang makin mendapatkan prioritas terutama karena produktivitas tanaman masih

tergolong rendah. Beberapa usaha untuk meningkatkan produktivitas karet di

Indonesia telah dilakukan melalui berbagai pola pengembangan, yaitu pola unit

pelaksana proyek

(PRPTE,

PPKR, atau SRDP), perusahaan inti rakyat (PIR) dan pola

swadaya berbantuan.

Hevea bukan satu-satunya tanaman penghasil karet, karena ada tanaman

lain seperti guayule (Parthenium argentantum), rambung (Ficus elastics), dan

jelutung (Dyera Spp), namun produksi karet dari hevea memiliki keunggulan

komparatif sehingga secara umum lebih menguntungkan. Bahkan meskipun industri

maju telah mampu membuat karet sintetik, eksistensi karet alam dari hevea tidak

dapat dihilangkan. Komplementasi antara karet alam dan karet sintetik dewasa ini

cenderung makin kokoh dibutuhkan dalam berbagai industri. Kelemahan karet

sintetik yang paling mendasar dan dimaklumi oleh semua pihak adalah sumber

bahannya berasal dari minyak bumi, sehingga tidak memiliki sifat dapat diperbarui

(renewable) seperti halnya karet alam khususnya Hevea brasiliensis.

Tanaman hevea sebagai penghasil karet tergolong produktif, terlebih setelah

melalui masa pembudidayaan yang panjang telah terpilih klon-klon unggul, dan

(167)

tanaman hevea lebih rendah dibandingkan dengan tanaman penghasil karet lain.

Partikel karet sangat mudah diperoleh dengan penyadapan kulit batang yang

mengeluarkan getah (lateks) yaitu cairan atau sitoplasma yang berisi sekitar 30%

partikel karet. Pada tanaman hevea, lateks dibentuk dan terakumulasi &lam sel-sel

pembuluh lateks yang tersusun pada setiap jaringan bagian tanaman, namun

penyadapan yang menguntungkan hanya dilakukan pada kulit batang dengan sistem

eksploitasi tertentu.

Secara fisiologis produksi lateks yang diperoleh dari hasil penyadapan

ditentukan antara lain oleh lamanya lateks mengalir dan kecepatan biosintesis atau

regenerasi lateks (Kekwick, 1989). Biosintesis lateks ditentukan oleh ketersediaan

bahan dasar pembentuk lateks berupa sukrosa dan oleh aktivitas enzim yang

berperan secara langsung, baik pada tahap glikolisis maupun anabolisme partikel

karet (cis-poliisoprena) (Jacob & Prevot, 1992).

Berhentinya aliran lateks disebabkan oleh adanya koagulasi partikel karet

yang menyumbat luka irisan sadap, sebagai akibat dari pecahnya organel di dalam

sel pembuluh lateks yang disebut sebagai lutoid dan partikel Frey Wyssling. Organel

tersebut akan membebaskan senyawa yang berperan secara langsung sebagai

penyebab koagulasi karet. Lutoid selain mengandung protein juga mengandung

serum asam, kation bervalensi dua seperti M$+, ca2+ sehingga muatan negatif dari

pertikel-partikel karet akan dinetralkan dan menyebabkan te rjadinya koagulasi.

Penambahan etepon (2-chloroethyl phosphonic acid, CEPA) sebagai bahan

(168)

dilakukan terutama pada perkebunan besar. Aplikasi etepon dimaksudkan untuk

menekan biaya eksploitasi clan memperoleh produksi yang tinggi. Narnun setiap

klon memiliki respons yang berbeda terhadap intensitas eksploitasi. Intensitas

eksploitasi mencakup faktor panjang irisan sadap, fiekuensi sadap dan aplikasi stimulasi etepon. Penggunaan etepon yang berlebihan atau intensitas sadapan yang

tinggi misalnya S/1 dl1 (irisan sadap 1 spiral dan dilakukan setiap hari) seperti yang

sering tejadi di perkebunan rakyat, biasanya diikuti oleh tingginya jumlah pohon

yang mengalami kekeringan alur sadap (KAS) (Darussamin et al., 1995; Siswanto,

1997). Sistem eksploitasi yang baik adalah yang memberikan produksi optimal,

tidak menekan perturnbuhan tanarnan, hemat kulit dan biaya murah serta tidak

menimbulkan KAS

--

yang merupakan gangguan fisiologis sehingga tanaman karet

tidak dapat mengalirkan lateks apabila disadap. Diperkirakan kerugian produksi yang

diakibatkan oleh KAS setiap tahunnya mencapai Rp 1.7 triliun; yakni pada

perkebunan besar negara (PTP Nusantara) Rp 1.4 triliun, perkebunan rakyat Rp 147

milyar dan perkebunan besar swasta Rp 1 16 milyar (Siswanto, 1998).

Untuk penetapan sistem eksploitasi yang optimal dikenal suatu program di

perkebunan karet yang disebut sebagai diagnosis lateks (Jacob et al., 1989). Di

Indonesia diagnosis lateks belum diterapkan secara luas. Perintisan baru dimulai di

perkebunan besar swasta asing, khususnya di Sumatra Utara yaitu pada konsorsiurn

PT Lonsum, Socfindo, Sipef dan Goodyear (Sembiring, 1994); sedangkan di

perkebunan besar negara (PTP Nusantara) masih pada tahap penyusunan data base.

(169)

solid content (TSC), pH lateks, kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik dan kadar tiol.

Karakter fisiologi lain yang diperkirakan penting adalah indeks penyumbatan

(plugging index,

IP)

(Milford, Paardekooper &' Ho, 1969) dan aktivitas enzim

superoksida dismutase (Miao & Gaynor, 1993).

Pembentukan etilen dalam jaringan tanaman antara lain terjadi karena

proses penuaan, pematangan buah, pelukaan, cekaman kekeringan atau

penggenangan, dan sebagainya, sudah merupakan fenomena umurn yang diketahui

pada berbagai tanaman (Mathooko, 1996; Harrison, 1997). Namun demikian,

pembentukan etilen dalam tanaman karet akibat pelukaan sadap atau aplikasi

stimulasi oleh sistem eksploitasi masih belum banyak diketahui (Sivakumaran,

Pakianathan & Abraham, 1984).

Kajian fisiologi perlakuan etepon pada tanaman karet umumnya tidak

dikaitkan dengan metabolisme etilen dalam jaringan kulit. Oleh karena itu fenomena

respons perubahan kadar etilen endogen terhadap pemberian etepon secara

kuantitatif perlu dipelajari secara simultan dengan berbagai karakter fisiologi

tanaman karet. Pembentukan etilen endogen dapat diduga melalui pengukuran

produksi etilen, kadar ACC ( 1 -aminocyclopropane- 1 -carboxylic acid) sebagai

prekursor etilen, dan aktivitas enzim ACC-oksidase sebagai enzim terakhir

pembentuk etilen (Paranjothy et al., 1979; Sivakumaran et al., 1984; Dominguez &

Vendrell, 1993, Katherisan, 1996). Pengdcuran tersebut penting mengingat ketiganya

berada pada penghujung metabolisme etilen, dan merupakan jalur yang berbeda

(170)

Peningkatan produksi oleh stimulasi etepon dapat diterangkan oleh

pengaruhnya terhadap aliran dan regenerasi lateks. Pengaruh etepon terhadap aliran

lateks antara .lain: meningkatkan influks air, sehingga memperluas daerah aliran

lateks (Pakianathan et al., 1989), dan meningkatkan kestabilan lutoid sehingga

indeks penyumbatan menurun (Jacob, Prevot & Kekwick, 1989). Pengaruh etepon

terhadap regenerasi lateks antara lain meningkatkan influks sukrosa melalui ATPase

clan pirofosfatase pompa proton sehingga meningkatkan metabolisme lateks serta meningkatkan fosforilasi oksidatif (Jacob et al., 1992; Siswanto, 1993).

Untuk menetapkan sistem eksploitasi sesuai dengan jenis klon dan variasi

musiman, perlu diidentifikasi faktor pembatas utarna serta kombinasi dari beberapa

k a r d e r fisiologi sebagai penanda produksi. Karakter fisiologi tersebut hendaknya

digunakan secara bersarna-sama karena produksi lateks tidak hanya ditentukan oleh

salah satu karakter saja namun ditentukan oleh keseimbangan yang harmonis antara

beberapa faktor pembatas yang potensial. Karakter fisiologi yang diarnati adalah

yang berkaitan dengan regenerasi dan aliran lateks antara lain kadar sukrosa, fosfat

anorganik, tiol, pH lateks, total solid content, atau kadar karet kering (Jacob et al.,

1989), indeks penyumbatan (Milford et al., 1969), termasuk etilen dan

metabolismenya (Paranjothy et al., 1979; Sivakumaran et al., 1984), serta aktivitas

enzim superoksida dismutase M a o & Gaynor, 1993) dan pola pita protein

(171)

Perumusan Masalah

Sampai saat ini perkebunan karet di Indonesia, baik perkebunan rakyat

maupun perkebunan besar, masih kurang mempertimbangkan jenis klon maupun

variasi musim &lam penerapan sistem eksploitasi. Padahal, kemarnpuan regenerasi

lateks berbeda untuk setiap klon dan khususnya ditentukan oleh karakter fisiologi.

Hal tersebut mengakibatkan klon yang tampalcnya memiliki produksi rendah tetapi

memiliki potensi produksi tinggi, tidak dieksploitasi secara optimal. Sebaliknya klon

yang sudah tinggi produksinya, jika masih dilakukan stimulasi berlebihan maka akan

memperbanyak tanaman terserang KAS. Variasi musiman dapat mempengaruhi

fluktuasi produksi karena adanya pengaruh musim gugur daun tahunan serta

perubahan musim kering dan musim hujan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi musiman beberapa

karakter fisiologi tanaman karet akibat stimulasi etilen yang berasal dari etepon, dan

mengetahui keterkaitan antara karakter-karakter fisiologi pada lateks maupun etilen

endogen pada jaringan kulit terhadap tingkat produksi beberapa klon tanaman karet.

Adapun manfaat penelitian maupun perspektif penelitian yang diharapkan

antara lain adalah :

1) Hasil kajiap karakter fisiologi dapat digunakan dalam upaya mengoptimalkan

sistem eksploitasi tanaman karet secara diskriminatif terhadap jenis klon karet

(172)

2) Selanjutnya sistem eksploitasi yang tepat berdasarkan sifat suatu klon karet dan variasi musiman akan mendukung tingkat produksi karet yang optimal sekaligus

menglundari KAS.

3) Pada tingkat penelitian lebih lanjut dengan antibodi dari protein penanda tingkat

produktivitas, dapat dipergunakan untuk menduga potensi produksi Mon karet

atau untuk mendeteksi dini tanarnan karet muda hasil persilangan.

Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah :

1) Karakter fisiologi tanaman karet berupa kadar karet kering, indeks penyumbatan,

pH lateks, kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik, kadar ti01 dan aktivitas enzim

superoksida dismutase; dapat digunakan untuk menilai tingkat yang optimal

suatu sistem eksploitasi. Stimulasi etepon dapat meningkatkan produksi lateks

yang diceminkan oleh perubahan karakter fisiologi yang mendukung.

2) Karakter-karakter fisiologi tanarnan karet tersebut memiliki pola respons spesifik berdasarkan perbedaan jenis klon dan variasi musimannya.

3) Stimulasi etepon sebagai generator etilen dapat menginduksi ekspresi tanaman

karet dalam sintesis suatu protein tertentu, dan kemudian akan mendukung

peningkatan produksi tanaman karet. Protein tersebut berperan sebagai protein

(173)

'I'INJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) merupakan tanaman

tahunan (perennial) dari famili Euphorbiaceae penghasil lateks yang telah lama

dibudidayakan. Tanaman turnbuh baik di dataran rendah hingga menengah (0

-

400

m di atas permukaan laut) dengan curah hujan yang cukup sepanjang tahun (1500

-

2500 mrnltahun), dan marnpu hidup di lahan masam (pH 4.0

-

4.5) dengan tanah bersolum dalam dan miskin hara (Dijkman, 195 1; Webster & Baulkwill, 1989).

Saat ini di Indonesia terdapat 20 klon unggul anjuran dan 18 klon unggul

harapan hasil pemuliaan (Puslit Karet, 1995). KIon unggul anjuran adalah klon-klon

yang direkomendasikan untuk pertanaman komersial dan dilepas secara resmi

men.& benih bina dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian. Klon-klon dimaksud

adalah AVROS 2037, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, GT 1, PB 2 17, PB 235,

PB 260, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303,

RRIC

100, RRIC 102, RRIC 110, RRIM

600, RRIM 712, TM 2 dan

TM

9. Klon unggul harapan adalah klon yang

dikembangkan secara terbatas di Perusahaan Perkebunan berdasarkan rekomendasi

dari Pusat Penelitian Karet, di antaranya adalah

IRR

2, IRR 5, IRR 7, PB 280, PB 330,

RCG

2604,

TM

6 dan

TM

8 (Woelan et al., 1995).

Klon-klon anjuran tidak berlaku universal, tetapi perlu agroekosistem yang

tepat dalam ha1 curah hujan dan kelembaban udara, kedalaman solum tanah,

topografi, penyakit utarna, dan gangguan angin. Namun berdasarkan ciri genetik

(174)

10

setidaknya dibedakan dalam 6

-

8 kelompok pola pita protein (Pnmatillake & Yapa,

1985; Lasminingsih et at., 1989). Di antara klon-klon anjuran, GT 1 misalnya

berbeda kelompok dengan kelompok PR 300

-

PR 303 dan kelompok RRIM 600.

Pencirian genetik berdasarkan pola pita protein masih memiliki kelemahan, yaitu

adanya variasi tampilan elektroforegram suatu klon akibat perbedaan umur

penyadapan; atau dengan kata lain faktor penyadapan dapat mempengaruhi

kestabilan pola protein dari suatu klon yang diidentifikasi. Oleh karena itu pencirian

genetik berdasarkan pola pita isozim (enzim-enzim yang berbeda gugus

hgsionalnya tetapi aktivitas enzimatiknya sarna) juga sedang diupayakan

(Sitompul, 1995).

Keterannan: X- Xylem, Floern (U- h i t keras + ki- lculit lunak),

[image:174.574.31.515.29.789.2]

L ~embuluh lateka C- karnbium dan PV- ~embuluh vaskuler.

Gambar 1. Anatomi batang karet (Hebant, 198 1)

Meskipun lateks terdapat dalarn daun, ranting dan percabangan, namun

penyadapan yang menguntungkan adalah pada kulit batang. Anatomi batang karet

(175)

dilakukan pada tanaman benunur 5

-

6 tahun, yakni apabila telah memenuhi kriteria

matang sadap. Kriteria matang sadap yang masih berlaku hingga saat ini adalah lilit

batang pada ketinggian 1.0 atau 1.3 m di atas 'kaki gajah' (bekas pertautan okulasi)

sebesar 45 cm atau lebih, dan lebih dari 60% populasi telah memenuhi ukuran lilit

batang tersebut. Penyadapan diharapkan dapat dilakukan selama 25

-

30 tahun.

Oleh karena itu hams diusahakan agar kulit pulihan dapat terbentuk dengan baik,

sehingga pada saatnya dapat disadap lagi. Pengirisan kulit makin mendekati

kambium akan makin banyak mengeluarkan lateks, namun apabila mengenai

kambium

dan

kayu akan mengakibatkan buruknya kulit pulihan. Oleh karena itu

penyadapan yang baik merniliki kedalaman be rjarak 1.0

-

1.5 rnm dari kambium

(Junaidi & Kuswanhadi, 1992).

1. fraksi karet, berwarna putih

2. partikel Frey Wyssling, kuning-jingga

3. senun-C (sitosol), cairan bening

4. fraksi bawah (lutoid), endapan kuning

Gambar 2. Fraksi lateks setelah sentrifugasi 50 000 g selama 60 menit (d7Auzac &

Jacob, 1989)

Lateks yang keluar dari penyadapan pohon karet sebenarnya merupakan

sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung antara lain partikel karet,

lutoid, nuklek, mitokondria, ribosom dan partikel Frey Wyssling. Dengan cam

[image:175.568.44.506.0.767.2]
(176)

12

tiga bagian utama yaitu lapisan atas berupa partikel karet yang berwama putih,

lapisan tengah merupakan cairan bening yang dinamakan serum-(: (sitosol), dan

endapan kuning pada dasar tabung disebut sebagai 'fraksi bawah' yang terdiri atas

partikel lutoid (Gambar 2).

Partikel karet berbentuk bulat berukuran antara 5 nm

-

3 pm, mengandung

beberapa ratus molekul cis- l,4-poliisoprena (d' Auzac dan Jacob, 1989). Partikel

karet dikelilingi oleh membran berupa fosfolipoprotein yang bermuatan

elektronegatif dan berperan untuk menjaga stabilitasnya. Enzim rubber transferase

berada pada membran tersebut dan berfimgsi dalam pembentukan molekul karet.

Serum C adalah cairan bening yang merupakan sitosol dari sel pembuluh lateks,

mengandung berbagai persenyawaan antara lain sukrosa, protein dan

asam-asam

organik. Adapun lutoid meliputi kurang lebih 10

-

20% dari volume lateks. Lutoid

adalah organel yang disebut juga sebagai vakuolisosom karena sifatnya yang

menyerupai vakuola (pada sel tanaman) dan lisosom (pada sel hewan). Partikel

lutoid berdiarneter 2

-

10 pm, dikelilingi oleh satu lapisan membran yang tipis clan

bersifat peka terhadap perbedaan tekanan osmosis sehingga dapat pecah pada

medium yang hipotonik.

Lutoid mengandung cairan (serum lutoid) dengan pH 5.0

-

5.5 yang

merupakan tempat akurnulasi senyawa atau ion yang bersifat racun, antara lain asam

sitrat, asam oksalat, M ~ ~ + , ca2+, FA, hevein, dan lisosim. Hevein mencakup 70%

dari total protein terlarut &lam serum lutoid dan dinyatakan bahwa hevein

(177)

13

ini diperkirakan berfhgsi sebagai suatu sistem proteksi tanaman karet untuk

menghambat terjadinya infeksi patogen pada saat pelukaan batang akibat

penyadapan. Namun, Kush et al. (1990) melaporkan bahwa hevein bila berasosiasi

dengan reseptor berukuran 23 kDa pada membran partikel karet akan menyebabkan

penggumpalan atau koagulasi lateks. Asosiasi hevein dengan reseptor tersebut

kemudian ternyata diduga kuat memerlukan N-asetil glukosamin (Jacob et al., 1998).

Produksi Lateks Tanaman Karet

Dalam metabolisme tanaman, fotosintesis merupakan proses awal penghasil

glukosa kemudian te rjadi proses-proses pembentukan sukrosa atau karbohidrat lain,

lipid, protein, dan metabolit sekunder melalui berbagai lintasan yang terkoordinasi

dengan proses respirasi (glikolisis, siklus trikarboksilat). Metabolit sekunder berupa

senyawa fenolik, terpen maupun produk sekunder mengandung N; secara spesifik

memiliki lintasan tertentu antara lain lintasan sikimat, malonat maupun mevalonat

(Gambar 3) (Taiz & Zeiger, 1991).

.

PEP

Senyawa fenolik

Gambar 3. Berbagai lintasan sintesis produk sekunder dalam tanaman (Taiz &

(178)

Lateks mengandung partikel karet (isoprena) yang dihasilkan oleh tanaman

karet dan merupakan produk sekunder yang tergolong sebagai terpen (politerpen),

yang disintesis melalui lintasan asam mevalonat (MVA). Sebagai prekursor dari

isoprena adalah asetil koA atau asam asetat, tetapi dalam jaringan dipersiapkan

berupa sukrosa yang mudah ditranslokasikan (Kekwick, 1989; West, 1990; Jacob et

al., 1998). Secara fisiologis produksi lateks pada tanaman karet dipengaruhl oleh dua

faktor utarna, yaitu biosintesis atau regenerasi lateks antara dua penyadapan, dan

lamanya lateks mengalir setelah penyadapan (Kekwick, 1989).

Biosintesis/Regenerasi Lateks

Biosintesis/regenerasi lateks berlangsung dalam sel pembuluh lateks

(laticferous cells) dkngan bahan dasar berupa sukrosa yarig berasal dari daun,

sebagai pusat fotosintesis. Metabolisme yang berlangsung terutama berotientasi

untuk pembentukan partikel karet (cis-poliisoprena atau (C&& yang mewakili 33

-

50% bobot segar atau 90% bobot kering lateks. Skema sintesis karet dalam sel

pembuluh lateks disajikan pada Gambar 4 (Jacob & Prevot, 1992). Ada dua tahap

utama pembentukan karet yaitu glikolisis dan anabolisme cis-poliisopre~.

Dalam sel pembuluh lateks, sebagian besar sakarida berbentuk sukrosa

(Tupy & Resing, 1968; d'Auzac & Pudarniscle, 1959). Aktivitas jaringan pembuluh

lateks tergantung pada ketersediaan sukrosa tersebut (Tupy, 1989). Dalam analisis,

kadar sukrosa merupakan residu dari jurnlah sukrosa tersedia dikurangi

(179)

15

sangat kompleks, menyangkut mekanisme tingkat membran sel yang memerlukan

energi biokimia (Jacob et al., 1995).

Molekul sukrosa melalui serangkaian reaksi enzimatik (invertase clan

(180)

utama dari cis-poliisoprena dengan pembentukan energi biokimia berupa ATP serta

akurnulasi senyawa pereduksi NAD(P)H. Asetil koA yang dihasilkan dari glikolisis

selanjutnya membentuk monomer isoprena yaitu isopentenil pirofosfat (IPP). Proses

pembentukan IPP ini memerlukan energi terutama dalam bentuk ATP dan tenaga

pereduksi NADH yang dihasilkan dari proses glikolisis. Dari IPP secara berturut-

turut terbentuk partikel karet (poliisoprena) yang makin besar. Biosintesis lateks

dikendalikan antara lain oleh pengaturan pH dan komposisi ion dalam sitosol lateks.

Adanya korelasi positif antara produksi lateks dan pH sitosol telah terbukti dengan r

= 0.639 (Brzozowska et al., 1979).

Biosintesis karet sebenarnya melalui reaksi biokimia yang melibatkan

sangat banyak enzim sebagai biokatalisator. Namun untuk lintasan utama dapatlah

disederhanakan dalam lima tahap sebagai berikut :

1. Pembentukan 3-hidroksi 3-metil ~lutaril koA

112

asetil koA

*

asetoasetil koA

+

asetil koA

,

3-5-3-hidroksi 3-metil glutaril koA El = asetil koA asil transferase (EC 2.3.1.9, serum)

(H

MG-k0A) E2 = 3Wmksi 3-metil glutaril koA sinthase (K 4.1.3.5, serum)

2. Reduksi 3-hidroksi 3-metil glutaril koA dm ~embentukan mevalonat pirofosfat

I S I 4

3-5-3-hidroksi 3-metil glutaril koA

+

2 NADPH

+

2H++ 3-R-mevalonat

+

mevalonat 5-PP

(HMG-koA) (MVA) Is (MVA-PP)

E3 = 3 h imetil glutad koA reduktase (K 1.1 .I .3.4, fraksi bawah RE)

E4 = meMknat kinase (K 2.7.1.3.6, serum) E5 = mevabnat-PP base (EC 2.7.4.2, serum)

3. Pembentukan monomer isoprenoid: iso~entenil pirofosfat dan primer dimetilalil pirofosfat

.

E 6 I7

mevalonat-5PP

-+

isopentenil pirofosfat

<-

dimetilalil pirofosfat

(

MVA-PP)

(Ipp)

(DMAPP)

(181)

4. Pembentukan semua trans vrenol virofosfat vrimer

11 8

dimetilalil pirofosfat

+

3 isopentenil pirofosfat ->

geranil geranil pirofosfat

(DMApp)

(Ipp)

(GGPP)

E8 = prenil transferase (EC 2.5.1 .l, serum)

5. Pembentukan cis-wliiso~rena E 9 E 9 E 9

geranil geranil pirofosfat

+

isopentenil pirofosfat

+

-,

+

cis-poliisoprena

(GGPP)

(Ipp)

E9 = rubber transferase (K 2.5.1.20, permukaan partikel k tkecil)

(KARET)

Dari lima tahapan reaksi di atas terdapat sembilan enzim yang terlibat langsung dalarn biosintesis partikel karet (cis- l,4-poliisoprena). Menurut Kekwick

(1989) sembilan enzim tersebut, yang termasuk dalam kelas oksidoreduktase ialah

enzim HMG-koA reduktase, dalam kelas transferase ialah enzim asetil-koA-asil

transferase, MVA kinase, WA-PP kinase, prenil transferase, dan rubber transferase;

dan dalam kelas liase ialah enzim HMG-koA sinthase dan MVA-PP dekarboksilase.

Terdapat satu enzim dalam kelas isomerase yaitu enzim IPP isomerase. Sebagian

besar enzim-enzim utama pembentuk karet ini terdapat dalam serum atau sitosol sel

pembuluh lateks, kecuali enzim

HMG

koA reduktase yang terdapat pada fhksi

bawah (lutoid) dan enzim rubber transferase yang terdapat di permukaan partikel

karet. Kedudukan enzim ini berkaitan langsung dengan bgsinya dalam reaksi

biokimia dalam sel.

Lama Aiiran Lateks

Penyadapan dilakukan pada kulit pohon hingga mencapai dekat kambium.

Lateks berada dalam pembuluh lateks pada tekanan turgor 10-14 atmosfer. Segera

(182)

18

menembus dinding sel pembuluh lateks sehingga lateks mengalir sepanjang irisan

sadap. Lateks yang diperoleh dari penyadapan tidak saja berasal dari sel-sel

pembuluh lateks yang terlukai tetapi merupakan kumpulan lateks yang mengalir dari

daerah aliran lateks. Lamanya aliran lateks ditentukan oleh besarnya tekanan turgor

&lam pembuluh lateks

dan

kecepatan koagulasi pada alur sadap. Kandungan

osmotikurn yang tinggi pada lateks seperti sukrosa, ion mineral, serta diimbangi oleh

tersedianya air yang cukup, merupakan kondisi ideal agar tekanan turgor mencapai

maksimum. Kondisi tersebut memungkinkan berlangsungnya aliran lateks yang

cukup lama serta indeks penyumbatan (plugging index) yang relatif rendah sehingga

produksi meningkat, sebagaimana terbukti dalam penggunaan stimulasi etepon

(Pakianathan et al., 1989) pada Gambar 5.

[image:182.572.38.531.34.776.2]

!% penurunan tckanan turgor

(183)

Beberapa jam setelah batang karet disadap, aliran lateks &an terhenti.

Berhentinya aliran lateks lebih disebabkan oleh adanya koagulasi partikel karet yang

menyurnbat luka irisan sadap sebagai akibat dari perusakan lutoid dan partikel Frey

Wyssling. Organel tersebut melepaskan beberapa senyawa yang berperan secara

langsung sebagai penyebab koagulasi karet.

Terdapat dua enzim penting yang terlibat dalam proses koagulasi karet,

yaitu 0-difenol oksidase yang terdapat dalarn partikel Frey Wyssling dan enzim

fosfolipase-D yang terdapat pada serum sitosol. 0-difenol oksidase mengkatalisis

tejadinya koagulasi apabila senyawa fen01 berasosiasi dengan oksigen udara.

Adapun fosfolipase-D (PLD) marnpu menghidrolisis komponen utama membran

lutoid, yakni fosfolipid. Enzim ini dapat terpacu aktivitasnya oleh ion ca2+ yang keluar dari lutoid yang mengalami kebocoran atau kerusakan, sehingga akan

mempercepat proses koagulasi (d'Auzac & Jacob, 1989). Degradasi fosfolipid pada

membran sel oleh PLD belakangan dilaporkan diinduksi oleh etilen (pada wortel),

yang diikuti oleh aktivitas enzim lipolitik asil-hidrolase (LAH) (Soo et al., 1998).

Pemberian Etepon

Penggunaan stimulan untuk meningkatkan produksi lateks pada mulanya

berawal dengan pemberian bahan-bahan tradisional, yaitu dengan memoleskan

campuran kotoran lembu dengan tanah liat ke bidang sadap, maupun minyak yang

mengandung hormon tanaman (Webster & Baulkwill, 1989); kemudian berkembang

(184)

sulfat yang diinjeksikan ke &lam kayu (Mainstone &

Tan,

1964, dan Lowe, 1964) ,

gas etilen oksida, gas asetilen, dan etepon (CEPA) yang mampu melepaskan gas

etilen (Abraham et al., 1971% b, c) dan secara komersial diproduksi dengan nama

~threl", cephaa,

lot?'

dan ~thad@.(Lukrnan, 197 1 ; Tjasadihardja, 1976; 1977)

Penelitian dan penerapan di perkebunan selama periode 1955 hingga 1980-

an membuktikan bahwa penggunaan stimulan sebaiknya dilakukan pada tanaman

karet yang cukup tua yaitu sudah disadap lebih dari 12 tahun. Penerapan stimulan

bagi tanaman yang lebih muda umurnnya lebih berisiko. Berbagai faktor yang

diketahui berpengaruh terhadap respons tanarnan antara lain adalah kualitas kulit,

umur pohon, kultivar (klon), sistem sadap, konsentrasi bahan aktif dalam campuran,

serta cara dan frekuensi aplikasi (Webster & Baulkwill, 1989).

Pengaruh stimulasi dengan etepon terutarna adalah meningkatkan produksi

lateks, menurunkan kadar karet keririg (KKK), namun juga berpengaruh terhadap

komposisi lateks, sifat teknis lateks dan karet (antara lain viskositas, plastisitas,

stabilitas mekanis dan warna), kekeringan batang, perturnbuhan lilit batang, kulit

pulihan, komposisi dam; dan memiliki pengaruh jangka panjang yang berkaitan

dengan kapasitas produksi (Sivakumaran et al., 1984).

Peningkatan produksi lateks berkisar antara 20

-

100% selama satu siklus

stimulasi, terutarna disebabkan oleh lamanya aliran lateks. Pemanjangan waktu

aliran lateks disebabkan oleh turunnya tingkat penyumbatan lateks. Secara normal

pohon karet yang disadap akan mengeluarkan lateks dalam jangka waktu tertentu,

(185)

penyumbatan (IP). Semakin rendah IP semakin lama lateks mengalir. Proses

penyumbatan terjadi akibat pecahnya lutoid dalam sel pembuluh lateks, dan ini

berarti pemberian stimulan akan lebih menstabilkan lateks (lutoid tidak pecah),

sehingga Iateks tetap mengalir. Pemberian stimulan umurnnya memberi tambahan

hasil setelah lateks dikutip, yakni berupa lump mangkok pada hari berikutnya.

Etepon biasanya diaplikasikan pada pohon karet dalam bentuk produk

komersial ~threl" (Am.Chem.; Rhone Poullenc) dengan konsentrasi 10.0% dan

kemudian dapat diencerkan dengan minyak kelapa sawit sampai dengan konsentrasi

2.5%. Pada sistem eksploitasi dengan frekuensi sadap yang lebih rendah, konsentrasi

etepon dapat ditingkatkan sampai 5.0

-

10.0%. Aplikasi etepon pada pohon ada dua

macam yaitu pada alur irisan sadap (Ga=groove application) atau pada kulit bidang

sadap dengan pengerokan (Ba=bark application). Bagi tanaman karet dengan

kondisi normal dan cukup urnur (lebih dari 10 tahun), sistem eksploitasi yang sering

dianjurkan adalah %S&3.ET2.5%.Ba1.0(1.5)9/y(m); yaitu sadapan % spiral, disadap

3 hari sekali dengan pemberian etepon 2.5% sebanyak 1.0 gram yang diaplikasikan

pada bidang sadap yang dikerok selebar 1.5 cm selama 9 bulan per tahun; berarti

selama 3 bulan gugur daun, tanaman diistirahatkan (Lukman,

Gambar

Tabel ........................................................................................................
Gambar 1. Anatomi batang karet (Hebant, 198 1)
Gambar 2. Fraksi lateks setelah sentrifugasi 50 000 g selama 60 menit (d7Auzac &
Gambar 5. Pengaruh stimulasi etepon terhadap daerah aliran lateks
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian mengenai Profil Penggunaan Ranitidin pada Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sidoarjo periode Juli 2014 sampai

Pengujian Masukan Keluaran yang diharapkan Keluaran yang didapat Hasil Sukses Gagal C-01 Memilih tempat makan Klik tempat makan yang telah terdaftar Tidak ada

Secara simultan (bersama-sama) variabel pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, keberadaan keluarga inti, lama migran menetap, frekuensi pengiriman remitan, sarana

dengan tersedianya makanan dalam jumlah yang memadai ,tidak akan. diikuti deng an panen yang

Kajian ini juga amat berguna untuk Jabatan Pendidikan Teknikal dan Kejuruteraan (JPTK) di Fakulti Pendidikan UTM melihat minat dari segi dalaman dan luaran, pencapaian

Dari ketiga habitat yang diamati di Gunung Slamet, pada hutan sekunder ditemukan hewan karnivora dengan jumlah dan spesies terbanyak (4 spesies, 5 ekor) dibanding dengan hutan primer