i
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK
HOTEL, PAJAK RESTORAN, PAJAK REKLAME
DAN PAJAK PARKIRPADA PENDAPATAN ASLI
DAERAH KOTA TANGERANG TAHUN 2010
–
2014
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat–syarat Guna Meraih Gelar Sarjana
Oleh :
Estherini Heratity Pratiwi
109082000117
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BSINIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITASPRIBADI
Nama : Estherini Heratity Pratiwi
JenisKelamin :Perempuan
Tempat/TanggalLahir : Tangerang, 14 Mei1991
Agama :Islam
Alamat :Jl.Puspiptek Raya RT.002/002
Buaran Sepong Tangerang Selatan
Telepon : 081294352080
E-mail :estherinipratiwi@gmail.com
II. PENDIDIKAN
SDN Setu II : 1997 – 2003
SMP N 2 Serpong : 2003 – 2006
SMAN 1 Serpong : 2006 – 2009
UIN Syarif Hidayatullah : 2009 –2016
III. LATAR BELAKANGKELUARGA
Ayah : Heri Santoso
Ibu : Emah
Adik : Dino Ruly Gustavio
Anakkedari : 1 dari2bersaudara
vii
THE ANALYSIS OF EFECTIVENESS AND CONTRIBUTION
HOTEL TAX, RESTAURANT TAX, ADVERTISEMENT TAX
AND PARKING TAX TO THE LOCAL REVENUES
TANGERANG CITY IN 2010-2014
Abstract
The Indonesian government imposed a policy of regional autonomy with the aim to facilitate local governments regulate local affairs independently. Tangerang City is one of the areas that implement decentralization policy and requires a lot of funds to finance regional development. The biggest potential possessed Tangerang City in the financing of regional expenditures derived from local taxes and are expected to provide the largest contribution in PAD. This study aims to determine the effectiveness of tax collection hotels, restaurants, billboards and parking, and its contribution to the PAD Tangerang City. Methods of data analysis in this research is descriptive analysis. The variables in this study are the ratio of the effectiveness and contribution analysis. Data analysis technique in this study is a quantitative analysis. Based on the analysis, the average effective tax collection hotel, restaurant tax, advertisement tax and parking tax years 2010-2014 is very effective and the average contribution collection hotel, restaurant tax, advertisement tax and Tangerang city parking tax years 2010-2014 is lack.
Keywords: effectiveness, contribution, hotel tax, restaurant tax, advertisement tax parking tax, local revenues
viii ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK HOTEL, PAJAK
RESTORAN, PAJAK REKLAME DAN PAJAK PARKIR PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TANGERANG TAHUN 2010-2014
Abstrak
Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan otonomi daerah dengan tujuan untuk memudahkan pemerintah daerah mengatur urusan daerah secara mandiri. Kota Tangerang merupakan salah satu daerah yang melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan membutuhkan banyak dana untuk membiayai pembangunan daerahnya. Potensi terbesar yang dimiliki Kota Tangerang dalam pembiayaan belanja daerah berasal dari pajak daerah dan diharapkan mampu memberikan kontribusi terbesar dalam PAD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas pemungutan pajak hotel, restoran, reklame dan parkir dan kontribusinya pada PAD Kota Tangerang. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah rasio efektivitas dan analisis kontribusi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis, rata-rata efektivitas pemungutan pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkirkota Tangerang tahun 2010-2014 sangat efektif dan rata-rata kontribusi pemungutan hotel, pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkirkota Tangerang tahun 2010-2014sangat kurang.
Kata kunci: efektivitas, kontribusi, pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak parkir, pendapatan asli daerah
ix KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi Robbil’Alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
atas kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan limpahan
karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame dan Pajak Parkir pada Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Tahun 2010–2014”. Penyusunan ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar sarjana ekonomi di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepda semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini terutama pada:
1. Keluarga tercinta, mamah, bapak dan adikku. Terimakasih atas
cinta yang tak pernah henti yang kalian berikan, perhatian,
dukungan serta doa yang tiada henti.
2. Bpk.Dr. Yahya Hamja, MM selaku dosen pembimbing I
semoga amal ibadah selama hidup diterima Allah SWT dan
diberikan tempat terindah di sisi-Nya.
x
3. Yulianti, SE., M.Si selaku dosen pembimbing II yang sudah
dengan sabar menunggu dan berbesar hati meluangkan
waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan
saran serta semangat dan kemudahan dalam penyusunan
skripsi.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Sekretaris
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh Staff Bagian Akademik dan Jurusan Akuntansi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Kulfi Agustiana, S.S.I yang selalu memberikan semangat,
motivasi dan dukungan kepada penulis hingga akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman jurusan akuntansi 2009 terimakasih atas
persahabatan dan motivasinya.
11. Seluruh pihak yang membantu kelancaran pembuatan skripsi
xi
ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan yang diberikan kepada
penulis.
Hanya harapan dan doa yang dapat penulis panjatkan. Semoga
semua pihak yang membantu dalam terselesaikannya skripsi ini
mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahun. Oleh
karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak untuk lebih menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu para
pembaca dan rekan-rekan mahasiswa/i lainnya.
Jakarta, 11 Mei 2016
Estherini Heratity pratiwi
xii DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pengesahan Skripsi... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iii
Lembar Pernyataan Bukan Plagiat ... iv
Daftar Riwayat Hidup ... v
Abstract ... vi
Abstrak ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 9
2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah ... 9
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah ... 9
2.1.3 Kendala Peningkatan PAD ... 11
2.1.4 Pajak ... 12
2.1.4.1 Pengertian Pajak ... 12
2.1.4.2 Asas Pemungutan Pajak ... 14
2.1.4.3 Teori-teori Pemungutan Pajak ... 15
xiii
2.1.4.4 Fungsi Pajak ... 16
2.1.4.5 Sistem Pajak... 18
2.1.4.6 Jenis-jenis Pajak... 19
2.1.5 Retribusi Daerah ... 22
2.1.6 Perbedaan Pajak dan Retribusi ... 24
2.1.7 Pajak Daerah ... 25
2.1.7.1 Pengertian Pajak Daerah ... 25
2.1.7.2 Jenis-jenis Pajak Daerah ... 26
2.1.7.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah ... 28
2.1.8 Syarat Pemungutan Pajak Daerah ... 29
2.1.9 Kriteria Pemungutan Pajak Daerah ... 30
2.1.10 Strategi Pemungutan Pajak Daerah ... 32
2.1.11 Kendala Pemungutan Pajak Daerah... 32
2.1.12 Pajak Hotel... 35
2.1.13 Pajak Restoran ... 38
2.1.14 Pajak Reklame ... 40
2.1.15 Pajak Parkir ... 47
2.1.16 Efektivitas ... 48
2.1.17 Kontribusi ... 49
2.2 Penelitian Terdahulu ... 50
2.3 Kerangka pemikiran... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 58
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 58
3.3 Jenis dan Sumber Data... 59
xiv
3.4 Metode Pengumpulan Data... 59
3.5 Metode Analisis Data ... 60
3.6 Definisi dan Pengukuran Variabel ... 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 63
4.1.1 Gambaran Umum Kota Tangerang ... 63
4.1.2 Visi Kota Tangerang ... 64
4.1.3 Misi Kota Tangerang ... 67
4.1.4 Letak Geografis ... 71
4.1.5 Kondisi Ekonomi ... 73
4.2 Gambaran Umum Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah ... 75
4.2.1 Sejarah Singkat Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah ... 75
4.2.2 Visi dan Misi DPKD ... 77
4.2.3 Tugas Pokok DPKD ... 77
4.2.4Peran/Fungsi DPKD ... 78
4.2.5 Struktur Organisasi ... 78
4.3 Analisis dan Pembahasan ... 80
4.3.1 Analisis Tingkat Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel ... 80
4.3.2 Analisis Tingkat Efektivitas Pemungutan Pajak Restoran ... 81
4.3.3 Analisis Tingkat Efektivitas Pemungutan Pajak Reklame ... 82
4.3.4 Analisis Tingkat Efektivitas Pemungutan Pajak Parkir ... 82
4.3.5 Kontribusi Pajak Hotel pada PAD Kota Tangerang ... 83
4.3.6 Kontribusi Pajak Restoran pada PAD Kota Tangerang ... 84
4.3.7 Kontribusi Pajak Reklame pada PAD Kota Tangerang ... 85
4.3.8 Kontribusi Pajak Parkir pada PAD Kota Tangerang ... 86
xv
4.3.9 Kontribusi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame dan Pajak Parkir pada PAD ... 87
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 89
5.2 Saran ... 90
Daftar Pustaka ... 93
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun
masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945
alinea keempat. Dengan demikian, segenap potensi dan sumber daya
pembangunan yang ada harus dialokasikan secara efektif dan efisien melalui suatu
proses kemajuan dan perbaikan secara terus-menerus yang disebut pembangunan.
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat baik moril maupun materil
(Roni Ekha Putera:2009).
Era desentralisasi dan otonomi daerah menjadi tantangan bagi setiap
daerah untuk memanfaatkan peluang kewenangan yang diperoleh, serta tantangan
untuk menggali potensi daerah yang dimiliki guna mendukung kemampuan
keuangan daerah sebagai modal pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintah di
daerah. Untukitu, perlu dilakukan strategi untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (Abdul Thalib Yunus:2010).
Setiap daerah otonom dalam hal ini provinsi maupun kabupaten/kota di
Indonesia, memiliki sumber daya alam dan potensi ekonomi yang bervariasi,
sehingga jika dimanfaatkan dengan optimal maka akan dapat memberikan
kontribusi yang signifikan bagi penerimaan Pendapatan Asli Daerah, yang pada
2
gilirannya akan memberikan manfaat dalam pembangunan daerah
(Hasannudin:2015).
Masalah mendasar yang dihadapi oleh semua pemerintah daerah
kabupaten dan kota adalah bagaimana meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) agar dapat lebihmandiri dalam penyelenggaraan otonomi daerah dengan
kewenangan yang luas, bertanggung jawab yang diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya yang berkeadilan, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah (I Made Sedana Yasa:2009).
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah merupakan salah
satu bagian dari sumber pendapatan daerah yaitu seluruh penerimaan yang masuk
melalui kas daerah berdasarkan undang-undang yang dipergunakan untuk
menutupi pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 6 disebutkan bahwa
PendapatanAsli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang
sah(Haryani:2013).
Kota Tangerang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang
letaknya sangat strategis dengan adanya bandar udaraS oekarno Hatta maka kota
Tangerang masuk kedalamj alur transit untuk menjangkau k edaerah – daerah lain
yang berpotensi untuk menjadil ahani nvestasi atau membuka usaha dan hal
3
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pertumbuhan target dan realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Tangerang tahun 2010 sampai dengan tahun
2014 dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 1.1
Target dan Realisasi PAD kota Tangerang Tahun 2010–2014
Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Capaian
Kinerja (%)
2010 188.405.038.570,50 230.634.138.044,00 122,41 2011 380.071.981.676,26 499.600.758.688,00 131,45 2012 461.383.233.872,66 631.519.353.723,00 136,88 2013 653.182.027.244,00 815.733.580.158,00 124,89 2014 1.156.097.821.081,00 1.258.788.809.993,00 108,88
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Tangerang, 2015 (data diolah kembali)
Secara sekilas kita dapat melihat secara keseluruhan penerimaan PAD
Kota Tangerang selama kurun waktu tahun 2010–2014 terus mengalami kenaikan
dan melampaui dari target yang telah ditetapkan. Kenaikan PAD tidak saja daris
isi target tetapi juga dari sisi realisasi penerimaan. Kenaikan realisasi PAD pada
tahun 2010 adalahsebesar 19,14% daritahunsebelumnya, padatahun 2011 sebesar
16,62%, realisasi tahun 2012 kenaikannya mencapai 26,40%, dan realisasi tahun
2013 kenaikannya mencapai sebesar 29,17%, serta realisasi tahun 2014
kenaikannya mencapai 54,31% dari tahun 2013. Bila dilihat dari pergerakannya s
truktur penerimaan PAD kota Tangerang memiliki pertumbuhan yang positif.
Pertumbuhan PAD yang positif di kota Tangerang tidak terlepas dari
kontribusi pajak daerah yang adadidalamnya. Menurut Alfan (2015) pentingnya
pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan telah ditetapkan dalam berbagai
produk perundang-undangan pemerintah. Pajak sebagai penerimaan daerah
4
daerahpun meningkat, sehingga daerah dapat berbuat lebih banyak untuk
kepentingan masyarakat.
Adapun jenis – jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah
kota Tangerang berdasarkan Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2014 tentang pajak
daerah adalah sebagai berikut :
1. Pajakhotel;
2. Pajak restoran;
3. Pajak hiburan;
4. Pajak reklame;
5. Pajak penerangan jalan;
6. Pajak parkir;
7. Pajak air tanah;
8. Pajak sarang burung walet;
9. Pajak bumidan bangunan pedesaandan perkotaan;
10.Bea perolehan hakatastanahdan bangunan.
Pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, dan pajak parkir merupakan
pajak yang potensial di kota Tangerang karena jika dilihat sektor–sektor tersebut
saling berhubungan dan pertumbuhan industri di kota Tangerang dalam kurun
waktu lima tahu terakhir terus meningkat. Tabel pertumbuhan industri hotel dan
5 Tabel 1.2
Perkembangan Jumlah Industri Hotel dan Restoran di Kota Tangerang Tahun 2010-2014
Sumber: BPS (diolah kembali)
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa jumlah hotel dan restoran di kota
Tangerang dari tahun 2010-2014 rata-rata mengalami peningkatan. Peningkatan
jumlah hotel dan restoran akan mempengaruhi kebutuhan lahan parkir dan untuk
meningkatkan pendapatan pengelola hotel dan restoran memasarkan produk dan
jasa nya melalui media–media iklan atau yang disebut reklame, oleh karena itu
objek pajak reklame dan parkir akan tumbuh seiring dengan perumbuhan
perusahaan atau industri seperti hotel dan restoran.
Untuk mengoptimalkan pemungutan pajak hotel, pajak restoran, pajak
reklame dan pajak parkir maka perlu dilakukan perhitungan penerimaan pajak
daerah yang akurat sehingga diketahui tingkat efektivitasnya dan bagaimana
kontribusinya terhadap Penerimaan Asli Daerah (PAD).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan efektivitas dan kontribusi pajak daerah pada
Pendapatan Asli Daerah. Penelitian yang dilakukan mengacu pada penelitian
terdahulu yang diteliti oleh Alfan dkk (2015) dengan judul “Analisis Efektivitas
6
dan Kontribusi Pemungutan Pajak Restoran, Pajak Reklame dan Pajak
Penerangan Jalan Pada Pendapatan Asli Daerah KabupatenMinahasa Utara”.
Mengacu pada penelitian tersebut maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Reklame dan Pajak Parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah di kota
Tangerang tahun 2010 - 2014”.
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah terdapat
pada jenis pajak daerah yang diteliti dan tempat dilakukannya penelitian. Jika
penelitian terdahulu menggunakan pajak restoran, pajak reklame dan pajak
penerangan jalan maka pada penelitan ini digunakan pajak hotel, pajak restoran,
pajak reklame dan pajak parkir dengan pertimbangan bahwa antara pajak hotel,
pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkir saling berhubungan. Untuk tempat
penelitian penulis memilih kota Tangerang sebagai tempat melakukan penelitian
karena melihat fenomena penerimaan pajak daerah yang rata-rata mengalami
peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, sehingga peneliti tertarik untuk
menganalisis seberapa efektifkah pemungutan pajak daerah di kota Tangerang dan
melihat bagaimana kontribusi pajak daerah pada Pendapatan Asli Daerah kota
Tangerang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat efektivitas pemungutan pajak hotel, pajak restoran,
pajak reklame dan pajak parkir di kota Tangerang tahun 2010–2014?
2. Bagaimana kontribusi pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame dan pajak
7 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat efektivitas pemungutan pajak hotel, pajak restoran,
pajak reklame dan pajak parkirdi kota Tangerang tahun2010 – 2014.
2. Menganalisis kontribusi pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame dan
pajak parkir pada penerimaan PAD di kota Tangerang tahun2010 – 2014.
1.4 ManfaatPenelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Penulis
Menambah khasanah keilmuan serta sumber pustaka (referensi) dalam
bidang pengembangan potensi pajak daerah di kota Tangerang, khususnya pajak
hotel, pajak restoran, pajak reklame dan pajak parkir.
2. Bagi Pemerintah
a.Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan untuk merumuskan
kebijakan strategis untuk meningkatkan realisasi pajak daerah kota Tangerang.
b.Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah kota Tangerang dan
Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Tangerang dalam menerapkan
kebijakan dalam rangka meningkatkan realisasi penerimaan pajak hotel, pajak
restoran, pajak reklame dan pajak parkir.
3. Bagi Pembaca
Sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi
penelitian-penelitian selanjutnya tentang efektivitas dan kontribusi pajak hotel, pajak
8 4.Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar acuan bagi pengembangan ilmu
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah
Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan
daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self
supporting) dalam bidang keuangan.Bidang keuangan merupakan suatu faktor
yang penting dalam mengukur suatu daerah atas keberhasilan otonominya.Adapun
sumber-sumber peneriman dari suatu daerah menurut pasal 5 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
10
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa
untuk membiayai pembangunan di daerah, salah satu sumber dari penerimaannya
adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pemerintah
daerah melakukan upaya maksimal dalam pengumpulan pajak daerah dan retribusi
daerah. Besarnya penerimaan daerah dari sektor Pendapatan Asli Daerah akan
sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di
daerah serta dapat mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pemerintah pusat sesuai dengan harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh
daerahyang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.Pendapatan Asli Daerah perlu ditingkatkan dandiperluas
pemungutannya mengingat dimasa yang akan datang fungsi PAD akan
lebihdominan dibandingkan dengan dana bantuan dari pusat (DAK dan DAU)
dalampembangunan daerah. Menurut Koswara (2000:34) ciri utama yang
menunjukkansuatu daerah mampu berotonomi terletak pada kemampuan
keuangan daerahnya,artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan
kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri sedang
ketergantungan dengan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga
11
pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasarat mendasar sistem
pemerintahan daerah.
Menurut Mardiasmo (2001:12) rendahnya kemampuan daerah dalam
menggali sumber-sumber pendapatan yang daerah selama ini disebabkan oleh
faktor sumber daya manusia dan kelembagaan yang disebabkan oleh batasan
hukum. Menurut Santosa dalam Lilik Yunanto (2010) ada beberapa hal yang
menyebabkan rendahnya Pendapatan Asli Daerah yaitu:
a. Banyaknya sumber pendapatan kabupaten / kota yang besar tapi digali oleh
instansi yang lebih tinggi.
b. BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemda.
c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah.
d. Adanya kebocoran-kebocoran.
e. Adanya biaya pungut yang masih tinggi.
f. Banyaknya peraturan daerah yang belum disesuaikan dan disempurnakan.
g. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak sangat rendah.
h. Perhitungan potensi tidak dilakukan.
2.1.3 Kendala Peningkatan PAD
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,
pemerintah daerah diharapkan memiliki kemandirian yang lebih besar. Akan
tetapi, saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah
terkait dengan upaya peningkatan penerimaan daerah, antara lain (Mardiasmo,
12
1) Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan
kapasitas fiskal (fiscal capacity) yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan
fiscal gap.
2) Kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk
layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat, direspon secara
negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat
membayar pajak dan retribusi daerah.
3) Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum.
4) Berkurangnya dana bantuan dari pemerintah pusat (Dana Alokasi Umum dari
pusat yang tidak mencukupi).
5) Belum diketahui potensi Pendapatan Asli Daerah yang mendekati kondisi riil.
2.1.4 Pajak
2.1.4.1 Pengertian Pajak
Marihot Pahala Siahaan dalam bukunya “ Hukum Pajak Elementer ”
mengemukakan pengertian pajak menurut beberapa ahli antara lain sebagai
berikut :
a. Definisi menurutAdriani, seorang ahli pajak Belanda: “ Pajak adalah iuran
kepada negara, yang dapat dipaksakan, dan terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan – peraturan yang berlaku, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum,
13
b. Definisi menurut Pierson: “ Pajak adalah setiap sumbangan wajib kepada
keuangan umum, yang tidak merupakan pembayaran langsung terhadap
jasa yang diberikan oleh negara kepada si pembayar pajak ”.
c. Definisi menurut Sinsian Isa Djajadiningrat: “ Pajak adalah suatu
kewajiban menurut peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta
dapat dipaksakan, untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada
negara, yang disebabkan karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan
yang memberi kedudukan tertentu bagi si pembayar pajak, tetapi bukan
sebagian hukuman, tanpa ada jasa balik dari negara secara langsung,
dalam rangka usaha negara untuk memelihara dan meningkatkan
kesejahteraan umum ”.
Pajak menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah pungutan wajib,biasanya
berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbanganwajib kepada
negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan,pemilikan, harga beli
barang dan sebagainya. Sedangkan Rochmat Soemitro, menyatakan sebagai
berikut :
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat cara timbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat diyujukan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran umum” .
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 undang - undang No.28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:
14
Dari beberapa definisi pajak di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
iuran yang dibayarkan oleh penduduk kepada negara yang dapat dipaksakan
dengan didasarkan pada undang–undang dan tidak ada timbal balik langsung
kepada penduduk sebagai wajib pajak.
2.1.4.2 Asas Pemungutan Pajak
Menurut Adam Smith
dalam bukunya Wealth of Nationsdengan ajaran yang terkenal "The Four
Maxims",seperti yang tertulis dalam buku Hukum Pajak karya Erly Suandy (2008)
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang
dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang
dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equality, tidak
diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara sesama
wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan
sama dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda.
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi ( not arbitrary ). Dalam
asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak,
objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.
15
baik bagi wajib pajak, yaitu saat yang paling dekat dengan saat
diterimanya pengahsilan / keuntungan yang dikenakan pajak.
4. Asas Economic of Collections (asas efisien atau asas ekonomis): pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin,
jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak
itu sendiri, karena pemungutan pajak tidak aka nada artinya kalau biaya
yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.
2.1.4.3 Teori-teori Pemungutan Pajak
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak berdasarkan beberapa teori
(Mardiasmo, 2004) :
1) Teori asuransi yaitu negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan
hak-hak rakyatnya, oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan
sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2) Teori kepentingan adalah pembagian pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3) Teori daya pikul yaitu beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,
artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing – masing orang.
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu:
a. Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang
dimiliki oleh seseorang.
b. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang
16 2.1.4.4 Fungsi Pajak
Pajak sebagai salah satu penerimaan pemerintah bertujuan untuk
membiayai pembangunan yang muaranya diharapkan dapat
meningkatkankesejahteraan masyarakat. Dalam Siti Resmi (2009) pajak
mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi anggaran (budgetary)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan.Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah
berupaya memasukkan uang sebanyak – banyaknya untuk kas negara. Upaya
tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi
pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak
seperti Pajak Penghasilan ( PPh ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM ), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ),
dan lain – lain.
b. Fungsi pengatur (regulatory)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, serta mencapai tujuan–tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah :
1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM ) dikenakan pada saat terjadi
17
tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal
harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak
berlomba–lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi
gaya hidup mewah).
2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan : dimaksudkan agar
pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi
(membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan
pendapatan.
3. Tarif pajak ekspor sebesar 0%: dimaksudkan agar pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat
memperbesar devisa negara.
4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri
tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain –
lain : dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri
tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi
(membahayakan kesehatan).
5. Pembebasan Pajak Penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi:
dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
6. Pemberlakuan tax holiday: dimaksudkan untuk menarik investor asing
18 2.1.4.5 Sistem Pajak
Menurut Mangkoesoebroto (2009) dalam bukunya “Ekonomi
Publik”mengemukakan bahwa sistem pajak yang baik harus memiliki kriteria
seperti berikut:
1. Kepastian
Kriteria kepastian ini berhubungan dengan aktivitas investasi
yangdilakukan oleh masyarakat memerlukan biaya yang sangat besar dan
penuhresiko. Oleh karena itu, investor haruslah mendapat kepastian akan besarnya
pajakyang harus dibayar.
2. Biaya administrasi yang minimal
Biaya administrasi untuk melaksanakan suatu jenis pajak yangmerupakan
biaya pemungutan dan pengenaan pajak haruslah diusahakanseminimal
mungkin.Jenis pajak yang berbeda mempunyai biaya administrasiyang berbeda
pula, atau tergantung siapa yang menjadi wajib pajaknya. Ambilcontoh, biaya
administrasi pajak penjualan yang dikenakan kepada produsenberbeda dengan
pajak penjualan yang wajib pajaknya pengecer .
3. Pelaksanaan (enforcement)
Suatu sistem pajak yang baik haruslah dapat dilaksanakan dandipaksakan
(enforceable).Pemerintah harus dapat meneliti usaha-usaha wajibpajak untuk
dapat melakukan penghindaran pajak.Misalnya pada pajakpendapatan, pemerintah
harus dapat meneliti semua pendapatan wajib pajak, jikatidak hal ini dapat
mendorong wajib pajak untuk beralih pada kegiatan-kegiatanyang penghasilannya
19
4. Dapat diterima oleh masyarakat
Kriteria sistem pajak yang lain yaitu dapat diterima masyarakat sebabjika
tidak dapat diterima oleh masyarakat akan menyebabkan usaha-usaha
untukmenghindarkan diri dari pajak yang lebih besar.
2.1.4.6 Jenis-jenis Pajak
Menurut Waluyo (2008), pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok,
yaitu:
2.1.4.6.1 Menurut Golongan
a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2.1.4.6.2 Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan
20
b. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2.1.4.6.3 Menurut Pemungut dan Pengelolanya
a. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b. Pajak Daerah
Jenis - jenis pajak daerah tingkat I (Provinsi)
a. Pajak Kendaraan Bermotor.
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak
atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah dll.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan
21
d. Pajak Air Permukaan
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan.
e. Pajak Rokok
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
Jenis - jenis pajak daerah tingkat II (kab/kota)
a. Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
b. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
c. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
d. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau
22
g. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas
tanah dan/atau bangunan.
2.1.5 Retribusi Daerah
Retribusi daerah sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu
Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan
23
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:6) “Retribusi Daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan”. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan, dengan demikian bila seseorang ingin
menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar
retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ciri-ciri retribusi daerah:
a. Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah
b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis
c. Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang mengunakan/
mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
Menurut Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen
Keuangan-RI (2004:60), Kontribusi retribusi terhadap penerimaan Pendapatan
Asli Daerah Pemerintah kabupaten/pemerintah kota yang relatif tetap perlu
mendapat perhatian serius bagi daerah. Karena secara teoritis terutama untuk
kabupaten/kota retribusi seharusnya mempunyai peranan/ kontribusi yang lebih
besar terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Objek retribusi daerah yang menjadi objek dari retribusi daerah adalah
24
a. Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan. Jasa umum meliputi pelayanan kesehatan, dan
pelayanan persampahan.Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan
umum pemerintah.
b. Jasa Usaha, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prisip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan
oleh sektor swasta. Jasa usaha antara lain meliputi penyewaan aset yang dimiliki/
dikuasai oleh pemerintah daerah, penyediaan tempat penginapan, usaha bengkel
kendaraan, tempat penyucian mobil, dan penjualan bibit.
c. Perizinan Tertentu, pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah tidak harus
dipungut retribusi. Akan tetapi dalam melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah
daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat
dicukupi oleh sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga
perizinan tertentu masih dipungut retribusi.
2.1.6 Perbedaan Pajak dan Retribusi
Menurut Suparmoko dalam Lilik Yunanto (2010), ada beberapa perbedaan
pajak dan retribusi yaitu, pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat
sebagai suatu kewajiban hukum (berdasarkan pengesahan badan legislatif) tanpa
pertimbangan apakah secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari
pelayanan yang mereka biayai. Retribusi di bayar langsung oleh mereka yang
menikmati suatu pelayanan dan biasanya dimaksudkan untuk menutup
25
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pajak
merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah tidak terdapat
kontraprestasi langsung yang dapat di tunjuk di samping itu terdapat unsur
paksaan yang bersifat yuridis yang maksudnya akan membawa akibat hukum,
bagi pelanggarnya. Pada retribusi terdapat adanya kontraprestasi langsung yang
dapat ditunjuk dan unsur paksaan lebih bersifat ekonomis sehingga pada
hakekatnya diserahkan pada pihak yang berkepentingan untuk membayarnya.
2.1.7Pajak Daerah
2.1.7.1 Pengertian Pajak Daerah
Pengertian Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu:
“Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Menurut Erly Suandi (2009) dalam buku “ Hukum Pajak” Pajak Daerah
adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang
pelaksanannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Daerah diatur
dalam undang–undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Pajak Daerah yang diatur dalam undang–undang No.18 Tahun
1997 sebagaimana yang telah diubah dengan undang–undang No.34 Tahun 2004
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdiri dari 4 jenis Pajak Daerah
26 2.1.7.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah
Sesuai dengan pembagian administrasi daerah, menurut Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah dapat digolongkan menjadi dua macam
yaitu:
1) Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Provinsi, terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaaan
kendaraan bermotor.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas penyerahan hak milik
kendaraan bermotor sebagai akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas penggunaan bahan
bakar kendaraan bermotor.
d. Pajak Air Permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan.
e. Pajak Rokok, yaitu pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
2) Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel
adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait
lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk
pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya,
27
b. Pajak Restoran, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan
sejenisnya termasuk jasa boga/catering.
c. Pajak Hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, dan/atau keramaian yang
dinikmati dengan dipungut bayaran.
d. Pajak Reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah
benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang
untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau
untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang
dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
e. Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihasilkan sendiri maupun dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan
mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau
permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral bukan logam dan batuan adalah
mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
g. Pajak Parkir, yaitu pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
28
bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak
bersifat sementara.
h. Pajak Air Tanah, yaitu pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Air tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau
pengusahaan sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yaitu pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu pajak atas perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
2.1.7.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang harus dibayar (pajak yang terhutang) oleh seseorang.
2) Semi self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang
29 3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada setiap wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang.
4) Witholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang
terhutang. Pihak ketiga tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada
fiskus.
2.1.8Syarat Pemungutan Pajak Daerah
Menurut Nurlan Darise (2006: 45-6) pemungutan pajak harus memenuhi
beberapa syarat, diantaranya :
a. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai
keadilanundang-undang dan pelaksanaan pemungutannya harus adil. Adil dalam
perundang-undangan artinya mengenakan pajak secara umum dan merata
sertadisesuaikan dengan kemampuan masing-masing wajib pajak. Sedangkan
adildalam pelaksanaan pemungutannya yakni dengan memberikan hak bagi
wajibpajak untuk mengajukan keberatan,penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis pertimbangan pajak.
b. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Hal ini
memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun
30
c. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian khususnya
padakegiatan perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuhan perekonomian
masyarakat.
d. Syarat Finansial
Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi
budgeter,artinyabiaya pemungutan harus ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
e. Syarat Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.9 Kriteria Pemungutan Pajak Daerah
Ada beberapa kriteria dalam pemungutan pajak daerah (Raksaka Mahi,
2005: 43-4) yaitu:
a. Kecukupan dan Elastisitas
Dalam kaitan dengan kecukupan, penerimaan suatu pajak harus
menghasilkanpenerimaan yang cukup besar sehingga diharapkan mampu
membiayai sebagianatau keseluruhan biaya pelayanan yang dikeluarkan. Secara
tidak langsung dapatdikatakan biaya pungut harus dapat ditutup dari hasil pungut
dan selisihnyadapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran publik. Ada 2
(dua) hal penting yang bisa yang menjadi syarat elastisitas.
1. Terdapatnya pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu
31
2. Kemudahan untuk menarik manfaat dari pertumbuhan pajak tersebut.
Sebagaicontoh, jika jumlah hotel meningkat, maka sudah selayaknya pajak
hotel juganaik. Namun demikian kenaikan itu tidak akan terasa apabila
sistem perpajakantidak dapat mengambil manfaat dari adanya peningkatan
jumlah hotel tersebut.
b. Pemerataan
Pemerataan mempunyai arti bahwa beban pengeluaran pemerintah daerah
haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan
dan kesanggupannya. Ada 3 (tiga) dimensi pemerataan, yaitu;
(i) Pemerataan vertikal yang menghasilkan pajak progresif.
(ii) Pemerataan horizontal,
(iii) Pemerataan geografis, artinya orang tidak seharusnya
membayarbeban pajak lebih hanya karena tinggal di daerah
tertentu.
c. Kelayakan Administrasi
Kelayakan administrasi bermakna bahwa berbagai jenis pajak di daerah
berbedabaik dalam jumlah maupun keputusan yang diperlukan dalam
administrasinya. Ada pajak tertentu yang memiliki tingkat kesulitan dalam
menghitungnya, namun ada jenis pajak yang mudah dihitung.
d. Kesepakatan politis
Keputusan pembebanan pajak sangat tergantung kepekaan
32
yang berlakudalam masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan kesepakatan bersama
dalampengambilan keputusan perpajakan.
e. Menghindari distorsi terhadap perekonomian
Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan beban baik
bagikonsumen maupun produsen. Sehingga jangan sampai suatu pajak akan
menimbulkan beban tambahan yang berlebihan sehingga akan merugikan
masyarakat secara menyeluruh.
2.1.10 Strategi Pemungutan Pajak Daerah
Adapun dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah juga harus
memperhatikan beberapa strategi (Mardiasmo dan Makhfatih, 2000: 2) yaitu:
a. Jenis pajak sedikit mungkin
b. Potensi dan hasilnya besar
c. Administrasinya sederhana
d. Biaya pemungutannya murah
e. Tarif ditentukan dengan prosentase (advelerem)
f. Dasar Pajak (tax base) ditentukan oleh Peraturan Bupati
2.1.11Kendala Pemungutan Pajak Daerah
Merupakan tugas negara dalam pemungutan dan pengelolaan uang pajak
demi pengelolaan dan pembiayaan tugas-tugas negara, sehingga negara bisa
memaksa warganya untuk melakukan pembayaran pajak yang telah diatur dalam
Undang-Undang, akan tetapi bagi petugas pajak daerah dalam hal pemungutan
pajak tidak semudah yang diamanahkan oleh undang-undang. Seringkali petugas
33
daerah. Menurut Yasmin Lisasih (2011) dalam Lilik Yunanto (2015), beberapa
kendala dalam pemungutan pajak daerah adalah sebagai berikut :
1. Realisasi pengawasan peraturan daerah tentang pajak daerah relatif lemah.
Ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2000 mengamanatkan bahwa peraturan
daerah tentang pajak dan restribusi yang diterbitkan oleh pemerintah
daerah harus disampaikan kepada pemerintah pusat, yaitu ke Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 15 (lima belas) hari
sejak ditetapkan. Akan tetapi., tidak semua provinsi dan kabupaten/kota
menyampaikan peraturan daerah ke pemerintah pusat, masih banyak
provinsi dan kabupaten/kota yang tidak memperhatikan amanat dalam
ketentuan undang-undang tersebut. Kurangnya kesadaran Provinsi maupun
kabupaten/kota dalam memenuhi amanat undang-undang tersebut pastinya
melemahkan pemungutan pajak daerah, dengan tidak adanya penyampaian
peraturan daerah tersebut dapat terjadi kemungkinan terbitnya peraturan
daerah yang di kemudian hari ternyata bermasalah karena kepentingan
umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Sentralisasi kekuasaan pemerintah pusat dalam pengawasan pemungutan
pajak daerah. Semua aktivitas pelaksanaan pemerintahan di daerah tetap
diperlukan adanya suatu sistem pengawasan dari pemerintah pusat namun
pengawasan hendaknya tidak lagi menyisakan celah bagi pemerintah pusat
untuk menerapkan sentralisasi kekuasaan yang nantinya
dapatmenimbulkan konflik antarpusat dan daerah atau antar provinsi dan
34
kabur. Pengawasan oleh pemerintah pusat yang terlalu ketat dapat
melemahkan pemungutan pajak dikarenakan dengan adanya pengawasan
Pemerintah Pusat yang terlalu ketat dapat membatasi keleluasaan
pemerintah dan masyarakat daerah sehingga pemerintah daerah tidak dapat
mandiri dalam mengelola aspek kehidupannya sesuai dengan aspirasi, rasa
keadilan dan budaya masing-masing.
3. Kurang siapnya daerah dalam menangani sengketa pajak. Permasalahan
yang timbul dalam sengketa pajak pada umumnya ialah bagaimana
menentukan jenis pajak daerah yang tepat dikenakan (langsung atau tidak
langsung), kepada siapa dan di tingkat pemerintahan mana (kabupaten atau
kota). Sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan pejabat pajak
yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasar undang-undang penagihan pajak dengan
surat paksa. Adanya sengketa pajak tersebut baik sengketa regulasi,
sengketa ketetapan pajak maupun sengketa pelaksanaan penagihan pajak
secara otomatis melemahkan pemungutan pajak.
4. Pemberian perizinan, rekomendasi dan pelaksanaan pelayanan umum yang
kurang atau tidak sesuai dengan ruang lingkup tugasnya.
35
6. Kurangnya kemampuan untuk mendengar, menanggapi dan mencari solusi
dari keluhan staf, baik yang bertugas sebagai pendata, penganalisis data,
perhitungan, penerbitan SKPD, ataupun penagihan.
7. Belum dapat diterapkannya sistem self assessment system dalam
pemungutan pajak daerah.
2.1.12 Pajak Hotel
2.1.12.1 Pengertian Pajak Hotel
Berdasarkan Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2010
tentang Pajak Daerah yang dimaksud pajak hotel adalah pajak atas pelayanan
yang disediakan oleh hotel. fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah
penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10
(sepuluh).
Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Pajak Hotel, hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang
untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan
di miliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
usaha hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain
36 2.1.12.2Objek Pajak Hotel
Objek pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan
pembayaran, termasuk:
a. fasilitas penginapan dan fasilitas tinggal jangka pendek, termasuk gubuk
pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen,
bungalow dan rumah penginapan termasuk rumah kost dengan jumlah kamar 10
(sepuluh) atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan;
b. pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal
jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan termasuk
telepon, faksimil, telex, foto copy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan
lainnya yang disediakan atau dikelola hotel;
c. fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan
untuk umum termasuk pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf,
karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau dikelola hotel;
d. jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel;
Dikecualikan dari objek pajakhoteladalah :
a. penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal
lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;
b. pelayanan tinggal di asrama dan Pondok Pesantren;
c. fasilitas olah raga dan hiburan yang di sediakan di hotel yang dipergunakan
oleh bukan untuk tamu hotel dengan pembayaran;
d. pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang di pergunakan oleh umum di
37
e. pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat
dimanfaatkan oleh umum;
f. pelayanan yang disediakan dihotel terhadap Duta Besar dan Staf Konsulat
Jenderal.
2.1.12.3Subjek Pajak Hotel dan Wajib Pajak Hotel
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan
hotel.Sedangkan wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel.
2.1.12.4Tarif, Dasar Pengenaan dan Perhitungan Pajak Hotel
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar kepada hotel.
Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Besaran pokok
pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebesar 10%
dengan jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.
Pengusaha hotel harus menambahkan pajak hotel atas pembayaran pelayanan di
hotel dengan menggunakan tarif pajak 10%.Dalam hal pengusaha hotel tidak
menambahkan pajak sebagaimana diatas, jumlah pembayaran telah termasuk
pajak hotel.Pajak hotel yang terutang dipungut di daerah.
2.1.12.5 Masa Pajak dan Saat Pajak terutang
Masa pajak menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum Perpajakan adalah jangka waktu yang menjadi dasar
38
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP (Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan).
Dalam hal masa pajak hotel ini, masa Pajak adalah 1 (satu) bulan takwim,
atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Peraturan Walikota Tangerang.Pajak
terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran kepada hotel.
2.1.13Pajak Restoran
2.1.13.1 Pengertian Pajak Restoran
Untuk menyelenggarakan pemerintahan, daerah berhak mengenakan
pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu
perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat,
seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan
undang-undang. Dengan demikian, pemungutan pajak restoran harus didasarkan pada
Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah tentang pajak restoran memberikan kepastian hukum
mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan cara pemungutan pajak.
Selain itu, sanksi dan hukuman bagi setiap pelanggaran pajak juga diatur dalam
Peraturan Daerah tersebut.Akumulasi pemungutan pajak restoran merupakan
Pendapatan Asli Daerah yang sangat bermanfaat untuk membiayai pembangunan
di daerah.
Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 tahun 2010 tentang
39
disediakan oleh restoran. Yang dimaksud dengan restoran adalah fasilitas
penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup
juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
boga/catering.
2.1.13.2 Objek Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah Kota TangerangNomor 7 Tahun 2010 tentang
Pajak Daerah, objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud adalah
meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh
pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
2.1.13.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2010 tentang
Pajak Daerah, subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang
membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. Sedangkan wajib pajak
restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan rrestoran. Setiap
wajib pajak restoran sebagaimana dimaksud di atas harus memiliki perijinan yang
terkait dengan usaha restoran dari Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.
2.1.13.4 Tarif, Dasar Pengenaan dan Perhitungan Pajak Restoran
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2010 tarif
Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).Dasar pengenaan pajak
restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima
40
(1)Besaran pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif 10% dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Perda
tersebut.
(2)Pengusaha restoran harus menambahkan pajak restoran atas pembayaran
pelayanan di restoran dengan menggunakan tarif pajak yang berlaku.
(3)Dalam hal pengusaha restoran tidak menambahkan pajak restoran sebagaimana
dimaksud pada poin (2), maka jumlah pembayaran yang digunakan sebagai dasar
pengenaan Pajak Restoran.
2.1.13.5Masa Pajak dan Saat Pajak Terutang
Menurut Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2010 masa
pajak restoran adalah 1 (satu) bulan kalender.Saat pajak terutang adalah pada saat
pembayaran atas pelayanan di restoran.Pajak restoran yang terutang dipungut di
wilayah daerah tempat restoran berlokasi. Tata cara pengelolaan pajak restoran
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
2.1.14 Pajak Reklame
2.1.14.1 Pengertian Pajak Reklame
Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 26 dan
27 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah :
“Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.”
Beberapa terminologi dalam pemungutan pajak reklame (Siahaan,
2013:382-383) yaitu sebagai berikut:
1. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan