UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG
HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS
(Chilo sacchariphagus Bojer.)
SKRIPSI
OLEH : IIN SUWITA
070302020 HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG
HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS
(Chilo sacchariphagus Bojer.)
SKRIPSI
OLEH : IIN SUWITA
070302020 HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
( Ir. Yuswani P. Ningsih, MS. ) ( Ir. Fatimah zahara ) Ketua Anggota
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Iin Suwita, "Test of Sugarcane Seedlings Growing Power of sugarcane
internode borer (Chilo sacchariphagus Bojer.)" Under supervised by Yuswani P. Ningsih and Fatimah Zahara. Sugarcane is the main ingredient of
sugar manufacture in Indonesia. One of the main pests of sugar cane crops include sugar cane striped stem borer (C. sacchariphagus). Planting sugar cane that has been infected with pests resulted in impaired growth of sugarcane pests in plants and carried away. The aim of the research was to get ability to optimal grow seedlings sugarcane (Saccharum officinarum L.) result at various intensity of attacks sugarcane internode borer (C. sacchariphagus). The research has been conducted in land Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang in December 2010-March 2011. The method of this research used is a randomized block design factorial which consisted of 2 factors: The first are the intensity of attacks (healthy sugar cane, cane attacked by 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) and the second are thickness of soil cover (3 and 5 cm) with 12 combinations treatments and three replications.
The results showed that treatment intensity (%), soil cover thickness and intensity of interaction with a thickness of soil cover significantly increased the percentage of germination (%). Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the number of tillers per hill. Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the plant height. Treatment intensity significantly different attacks while the thickness of soil cover and intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the intensity of shoots attacked .The highest percentage of germination of sugarcane found on I0K1 treatment (healthy cane with 3 cm thickness of soil cover) of 100% and
lowest in treatment I5K2 (cane attacked by 100% with 5 cm thickness of soil
cover) of 11.11%. The number of tillers per hill highest sugarcane found on healthy sugarcane plants (I0) is 9.14 and the lowest number of tillers per hill in
planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 6.72. Higher
plants have the highest sugar cane on healthy sugarcane plants (I0) is 68.85 and
the lowest plant height at planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 11.95. The intensity of shoots attacked (%) at the highest sugarcane
found on sugar cane plants with the intensity of attacks by 80% (I4) which is
20.37% and the intensity of shoots attacked (%) lowest in healthy sugarcane cultivation (I0) is 0.00%.
ABSTRAK
Iin Suwita, “Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama
Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) ” di bawah bimbingan Yuswani P. Ningsih dan Fatimah Zahara. Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Salah satu hama utama tanaman tebu antara lain adalah penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus). Penanaman tebu yang telah terinfeksi hama mengakibatkan tanaman tebu terganggu pertumbuhannya dan terbawa hama pada tanamannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan daya tumbuh bibit tebu (Saccharum officinarum L.) yang optimal pada berbagai intensitas serangan hama penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus). Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan Desember 2010-Maret 2011. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu intensitas serangan (tebu sehat, tebu terserang 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) dan ketebalan penutup tanah (3 dan 5 cm) dengan 12 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas serangan (%), ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah berbeda nyata terhadap persentase perkecambahan (%). Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan per rumpun. Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan intensitas serangan berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap intensitas tunas terserang. Persentase perkecambahan tanaman tebu tertinggi terdapat pada perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup
tanah 3 cm) sebesar 100% dan terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100%
dengan ketebalan penutup tanah 5 cm) sebesar 11.11%. Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu 9,14
dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72. Tinggi tanaman tebu tertinggi terdapat pada
tanaman tebu sehat (I0) yaitu 68,85 dan tinggi tanaman terendah pada penanaman
tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 11,95. Intensitas tunas terserang
(%) pada tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu 20,37% dan intensitas tunas terserang (%) terendah pada
RIWAYAT HIDUP
Iin Suwita lahir pada tanggal 30 Mei 1990 di Simalungun dari Ibunda
Hasnita Br. Saragih dan Ayahanda Supardi. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
- Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 068074 Medan pada tahun 2001.
- Lulus dari SLTP Dwiwarna Medan pada tahun 2004.
- Lulus dari SMA Negeri 7 Medan pada tahun 2007.
- Pada tahun 2007 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur
SPMB.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu :
- Anggota Komus (Komunikasi Muslim) HPT tahun 2007-2011.
- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) Tahun
2007-2011.
- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman tahun 2010-2011
- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan tahun 2010-2011.
- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV, Kebun
Tonduhan, Kabupaten Simalungun pada tahun 2011.
- Melaksanakan penelitian skripsi di Balai Riset dan Pengembangan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana
atas berkat dan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat
waktu. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang
Terserang Hama Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) ”
yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing, Ir. Yuswani P. Ningsih, MS selaku ketua dan
Ir. Fatimah Zahara selaku anggota yang telah memberikan arahan dan masukan
kepada penulis sehingga memberikan banyak pengetahuan dan membantu dalam
penyelesain skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pegawai
dan karyawan di Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang
bagian proteksi tanaman yang telah banyak membantu dan membimbing penulis
selama penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2011
Penanaman Bibit... 17
Pemupukan ... 18
Pemeliharaan Tanaman ... 18
Peubah Amatan ... 19
Persentase Perkecambahan ... 19
Jumlah anakan/rumpun ... 19
Tinggi Tanaman ... 19
Intensitas Tunas Terserang ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Perkecambahan ... 20
Jumlah anakan/rumpun ... 24
Tinggi Tanaman ... 27
Intensitas Tunas Terserang ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hlm
1. Gambar Telur C. sacchariphagus Bojer. ... 5
2. Gambar Larva C. sacchariphagus ... 6
3. Gambar Pupa C. sacchariphagus ... 6
4. Gambar Imago C. sacchariphagus ... 7
5. Gambar Gejala Serangan C. sacchariphagus ... 8
6. Gambar Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek (C. sacchariphagus) terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu ... 22
7. Gambar Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu ... 23
8. Gambar Histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan Dengan faktor ketebalan tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu ... 24
9. Gambar Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek (C. sacchariphagus) terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman tebu ... 26
10.Gambar Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu ... 27
11.Gambar Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek (C. sacchariphagus) terhadap tinggi tanaman tebu... 29
12.Gambar Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap tinggi tanaman tebu... 30
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hlm
1. Tabel 1 Beda Uji Rataan persentase perkecambahan (%) tebu dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris
(C. sacchariphagus) dengan ketebalan
penutup tanah pada pengamatan I-IV...20
2. Tabel 2 Beda Uji Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman tebu dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris
(C. sacchariphagus) dengan ketebalan
penutup tanah pada pengamatan I-III...25
3. Tabel 3 Beda Uji Rataan tinggi tanaman tebu dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan
penutup tanah pada pengamatan I-III...28
4. Tabel 4. Beda Uji Rataan intensitas tunas terserang (%) dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hlm
1. Bagan Penelitian... 37
2. Bagan Tanaman Sampel ... 38
3. Lampiran Data Persentase Perkecambahan I ... 39
4. Lampiran Data Persentase Perkecambahan II... 42
5. Lampiran Data Persentase Perkecambahan III ... 45
6. Lampiran Data Persentase Perkecambahan IV ... 48
7. Lampiran Data Jumlah Anakan per Rumpun I ... 51
8. Lampiran Data Jumlah Anakan per Rumpun II ... 53
9. Lampiran Data Jumlah Anakan per Rumpun III ... 55
10.Lampiran Data Tinggi Tanaman I ... 57
11.Lampiran Data Tinggi Tanaman II... 59
12.Lampiran Data Tinggi Tanaman III ... 61
13.Lampiran Data Intensitas Tunas Terserang I ... 63
14.Lampiran Data Intensitas Tunas Terserang II ... 65
15.Lampiran Data Intensitas Tunas Terserang III ... 67
ABSTRACT
Iin Suwita, "Test of Sugarcane Seedlings Growing Power of sugarcane
internode borer (Chilo sacchariphagus Bojer.)" Under supervised by Yuswani P. Ningsih and Fatimah Zahara. Sugarcane is the main ingredient of
sugar manufacture in Indonesia. One of the main pests of sugar cane crops include sugar cane striped stem borer (C. sacchariphagus). Planting sugar cane that has been infected with pests resulted in impaired growth of sugarcane pests in plants and carried away. The aim of the research was to get ability to optimal grow seedlings sugarcane (Saccharum officinarum L.) result at various intensity of attacks sugarcane internode borer (C. sacchariphagus). The research has been conducted in land Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang in December 2010-March 2011. The method of this research used is a randomized block design factorial which consisted of 2 factors: The first are the intensity of attacks (healthy sugar cane, cane attacked by 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) and the second are thickness of soil cover (3 and 5 cm) with 12 combinations treatments and three replications.
The results showed that treatment intensity (%), soil cover thickness and intensity of interaction with a thickness of soil cover significantly increased the percentage of germination (%). Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the number of tillers per hill. Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the plant height. Treatment intensity significantly different attacks while the thickness of soil cover and intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the intensity of shoots attacked .The highest percentage of germination of sugarcane found on I0K1 treatment (healthy cane with 3 cm thickness of soil cover) of 100% and
lowest in treatment I5K2 (cane attacked by 100% with 5 cm thickness of soil
cover) of 11.11%. The number of tillers per hill highest sugarcane found on healthy sugarcane plants (I0) is 9.14 and the lowest number of tillers per hill in
planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 6.72. Higher
plants have the highest sugar cane on healthy sugarcane plants (I0) is 68.85 and
the lowest plant height at planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 11.95. The intensity of shoots attacked (%) at the highest sugarcane
found on sugar cane plants with the intensity of attacks by 80% (I4) which is
20.37% and the intensity of shoots attacked (%) lowest in healthy sugarcane cultivation (I0) is 0.00%.
ABSTRAK
Iin Suwita, “Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama
Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) ” di bawah bimbingan Yuswani P. Ningsih dan Fatimah Zahara. Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Salah satu hama utama tanaman tebu antara lain adalah penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus). Penanaman tebu yang telah terinfeksi hama mengakibatkan tanaman tebu terganggu pertumbuhannya dan terbawa hama pada tanamannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan daya tumbuh bibit tebu (Saccharum officinarum L.) yang optimal pada berbagai intensitas serangan hama penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus). Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan Desember 2010-Maret 2011. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu intensitas serangan (tebu sehat, tebu terserang 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) dan ketebalan penutup tanah (3 dan 5 cm) dengan 12 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas serangan (%), ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah berbeda nyata terhadap persentase perkecambahan (%). Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan per rumpun. Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan intensitas serangan berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap intensitas tunas terserang. Persentase perkecambahan tanaman tebu tertinggi terdapat pada perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup
tanah 3 cm) sebesar 100% dan terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100%
dengan ketebalan penutup tanah 5 cm) sebesar 11.11%. Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu 9,14
dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72. Tinggi tanaman tebu tertinggi terdapat pada
tanaman tebu sehat (I0) yaitu 68,85 dan tinggi tanaman terendah pada penanaman
tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 11,95. Intensitas tunas terserang
(%) pada tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu 20,37% dan intensitas tunas terserang (%) terendah pada
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Luas
areal pertanaman tebu di Indonesia saat ini sesungguhnya hanya berkisar antara
340 – 350 ribu ha/tahun. Sekitar 70% dari areal pertanaman itu merupakan tebu
rakyat, sementara 63% diantaranya berada di Pulau Jawa. Produksi gula di
Indonesia selama kurun waktu 1994-1996 menurun dengan laju rata-rata 3,37%
per tahun, produksi gula selama periode 1994-2004 terlihat mengalami penurunan
dengan laju rata-rata 0,63% per tahun, sedangkan konsumsi gula pada periode
yang sama tampak meningkat dengan laju rata-rata 1,39% per tahun
(Indraningsih dan Malian, 2004).
Salah satu penghambat potensi produktivitas tebu adalah adanya serangan
hama. Hama penting tebu di Indonesia adalah penggerek pucuk
(Tryporiza nivella) dan penggerek batang berkilat (Chilo auricilius), penggerek
batang bergaris (Chilo sacchariphagus), penggerek batang raksasa
(Phragmatocea castanae), kutu bulu putih (Ceratovaguna lanigera) dan kutu
perisai (Aulacaspis spp.), tikus (Rattus srgentiventer dan R. exulans), lundi
(Lepidiota stigma), rayap (Macrotermes gilvus), serta belalang
(Valanga nigricornis) (Juliadi, 2009).
Hama utama tanaman tebu antara lain adalah penggerek batang tebu
bergaris (C. sacchariphagus Bojer.) dan penggerek batang tebu berkilat
menurunkan kualitas maupun kuantitas nira yang dihasilkan, yang diikuti pula
dengan penurunan produksi gula (Dewi, dkk, 2009).
Kerugian yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman tebu
diperkirakan mencapai 37% dari total produksi, dan 13% di antaranya karena
serangan hama. Di Amerika Serikat, kerugian akibat serangan hama jika
diuangkan mencapai US$7,70 miliar per tahun atau Rp61,60 triliun per tahun
(Bent and Yu, 1999).
Jenis hama dominan saat ini di Jawa adalah penggerek batang dan
penggerek pucuk. Intensitas serangan penggerek pucuk berkisar antara 6% - 49%
dan penggerek batang berkisar antara 9 % - 18 %. Jenis penggerek batang bergaris
lebih dominan dibanding penggerek batang berkilat. Sedang distribusi serangan
relatif merata (Boedijono, 1970).
Perkembangan tingkat serangan penggerek sangat dipengaruhi oleh
kondisi cuaca khususnya angka curah hujan. Makin tinggi jumlah hari dan curah
hujan maka akan makin tinggi pula intensitas serangan. Tingkat serangan
penggerek akan makin meningkat seiring dengan pertambahan umur tebu. Tingkat
serangan makin meningkat dan makin menyebar dengan makin luasnya areal
tertanam oleh tebu (realisasi rencana tanam tebu) (Pramono, dkk, 2006).
Menurut cara penyerangannya penggerek batang dapat dibedakan menjadi
2 yaitu : penggerek ruas dan penggerek tunas. Penggerek ruas yaitu :
C. auricilus Pudg (penggerek berkilat), C. sacchariphagus Bojer (penggerek
bergaris), dan Phragmatocea castanae Hubner (penggerek raksasa) menyebabkan
kerusakan ruas-ruas pada tebu. Sedangkan penggerek tunas yaitu
(penggerek kuning) dan Sesamia inferens Wlk (penggerek jambon) menyebabkan
kematian pada tunas tebu-tebu muda (Deptan, 1944).
Penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) adalah salah satu
hama yang sangat berbahaya pada tanaman tebu. Serangga hama ini menyerang
tanaman tebu sejak dari awal tanam hingga saat panen. Serangan dimulai oleh
larva muda yang sangat aktif menggerek daun muda, kemudian turun menuju
ruas-ruas batang di bawahnya sampai mencapai titik tumbuh (Purnomo, 2006).
Spesies C. sacchariphagus adalah hama serius tebu di Kepulauan
Samudera Hindia. C. sacchariphagus mungkin telah banyak masuk ke
pulau-pulau baik dari Sri Lanka atau Jawa sejalan dengan pengenalan tebu sekitar tahun
1850. Ada laporan yang dikonfirmasi baru-baru ini bahwa C. sacchariphagus
menyerang tebu di Mozambik (Williams, 1983).
Pemerintahan Bhadra di daerah Karnataka (India) mencakup sekitar
18.000 hektar tebu. Hasil tebu rata-rata di daerah ini adalah sekitar 90 ton per ha.
C. sacchariphagus yang merupakan hama utama dalam beberapa tahun terakhir.
Hama yang menyebabkan kerugian besar secara ekonomis pada tanaman di
daerah tersebut. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini berkisar antara
10 - 35 % (Yalawar, dkk, 2007).
Kerugian gula akibat serangan C. sacchariphagus hasil pengamatan di
Jawa Barat pada tingkat serangan ruas sebesar 20 %, penurunan hasil gula dapat
mencapai 10 %. Tingkat serangan penggerek batang di kebun beberapa pabrik
gula di Jawa Barat cukup rendah, dan hanya beberapa kebun tingkat serangannya
pertanaman tebu di lampung cenderung meningkat dari 5 % pada tahun 1998
menjadi 12 % pada tahun 2002 (Wirioatmodjo, 1970; Sunaryo 2003).
Beberapa tahun terakhir tingkat serangan C. sacchariphagus di kebun tebu
Sumatera Utara cukup tinggi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang uji daya tumbuh bibit yang terserang C. sacchariphagus dengan
berbagai intensitas serangan.
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan daya tumbuh bibit tebu (Saccharum officinarum L.)
yang optimal pada berbagai intensitas serangan hama penggerek batang bergaris
(C. sacchariphagus).
Hipotesa Penelitian
Diduga intensitas serangan C. sacchariphagus yang paling kecil optimal
terhadap daya tumbuh bibit tebu .
Kegunaan Penelitian
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama
Menurut Nesbitt, dkk (1980), adapun klasifikasi dari penggerek batang
tebu bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pyralidae
Genus : Chilo
Spesies : C. sacchariphagus Bojer.
Telur
Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan
berubah menjadi hitam sebelum menetas. Telur memiliki panjang 0,75 - 1,25 mm
dengan rata 0,95 mm. Masa inkubasi berkisar antara 4 - 6 hari dengan
rata-rata sebesar 5,13 ± 0,78. Telur yang baru diletakkan berbaris di atas permukaan
daun, (9-12 butir/cm) (David, 1986).
Larva
Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm, dan berwarna kelabu.
Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan
kemudian kuning putih, disamping itu warna garis-garis hitam membujur pada
permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama, 2009).
Periode larva berlangsung selama 35-54 hari. Larva berganti kulit
sebanyak 5 kali dan memiliki 6 instar. Larva berwarna kekuningan dengan
bergaris hitam. Panjang larva di setiap instar (I sampai VI) kira-kira 7,81, 13,1,
18,28, 23,28, 28,29 dan 32,86 (David, 1986).
Gambar 2. Larva C. sacchariphagus Bojer. (Sumber :
Pupa
Kepompong penggerek batang agak keras dan berwarna coklat kehitaman.
Kepompong betina biasanya mempunyai badan lebih besar daripada yang jantan.
masa pupa berkisar antara 8-10 hari dengan rata-rata 8,28 hari (David, 1986).
Imago
Ngengat bergerak lamban lamban. Ngengat betina lebih besar daripada
ngengat jantan. Imago mempunyai sayap dan dada berwarna kecoklatan.Abdomen
imago betina biasanya juga lebih besar daripada yang jantan Betina dewasa dan
jantan memiliki masa 4 - 9 hari dengan rata-rata 6,37 dan 7,22 hari. Jumlah
maksimum telur yang diletakkan oleh betina adalah 400. Siklus hidup total dari
ngengat sekitar 43-64 hari dengan rata-rata 53,5 hari (David, 1986).
Gambar 4. Imago C. sacchariphagus Bojer. .(Sumber :
Gejala Serangan
Larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam
pupus daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini nantinya
membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang grekan yang tidak teratur
pada permukaan daun. Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva
kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun
hingga menembus masuk ke dalam ruas batang. Selanjutnya larva hidup dalam
ruas-ruas batang tebu. Di sebelah luar ruas-ruas muda yang digerek akan didapati
tepung gerek. Daun tanaman yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas
serangan pada batang tebu ditandai adanya lobang gerek pada permukaan batang.
Apabila ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat
lorong-lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik
tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat
lebih dari satu ulat penggerek (Pratama, dkk, 2009).
Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus pada titik tumbuh (a),daun (b) & batang (c & d)
(Sumber : Foto Langsung)
a
d c
Pengendalian
Umumnya pengendalian penggerek batang bergaris
(C. sacchariphagus) yang digunakan adalah:
1. Secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem
hamparan.
2. Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya.
3. Secara mekanis yaitu pengutipan ulat – ulat di lapangan.
4. Secara biologis yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa
pelepasan parasit telur Trichogramma spp., dan parasit larva
Diatraeophaga striatalis Tns.
5. Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50 EC
(3 l/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 l/ha) (Pratama, 2009).
Botani Tanaman
Menurut Chairunnisa (2005), adapun klasifikasi dari tanaman tebu
(Saccharum officinarum L.) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Saccharum
Akar tanaman tebu berakar serabut dan menjalar hingga ke permukaan
tanah. Akar tebu dapat memanjang hingga 1,6 m, yang terdiri dari cabang atau
anak akar yang banyak. Batang tebu berbuku-buku, pada setiap buku terdapat
mata tunas. Buku-buku merupakan pangkal dari daun. Batang berserat dan manis
yang berasal dari kandungan kimia. Daun tebu memiliki bulu-bulu halus pada
permukaannya yang gatal bila disentuh, tipe daun tebu ini tipe lanset dimana
tulang daun sejajar dan bentuk daun memanjang (Mangoendihardjo, 1999).
Penggunaan varietas tebu bersifat sangat dinamis. Setiap periode waktu,
varietas yang telah lama digunakan secara terus menerus tidak selalu
menguntungkan, sebagai akibat akan terjadinya penurunan kualitas genetik,
kepekaan terhadap hama dan penyakit yang dapat meyebabkan merosotnya
perolehan hasil gula. Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi demikian
diupayakan selalu terjadi regenerasi varietas di lapangan untuk mempersiapkan
perolehan varietas pengganti. Varietas tebu sebaiknya tidak ditaman lebih dari 8
tahun (Soedhono, 2009).
Fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat
tergantung kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam bibit. Bibit
dengan kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua
yang kondisi distribusi air dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah
berkurang akan menyulitkan terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Selain itu misalnya
kondisi bibit yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan hambatan dalam
proses inisiasi pertunasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian
jumlah bibit yang ditanam sangat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi
berkorelasi dengan jumlah mata yang berinisiasi menjadi tunas, namun
sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami keseimbangan
mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi
persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan
populasi tanaman pada periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan
populasi tanaman sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal
(Soedhono, 2009).
Kebutuhan terhadap bibit tidak saja hanya didasarkan jumlah yang
memadai sesuai kebutuhan luasan tanam tebu giling, tetapi juga bibit yang
tersedia harus terjamin kualitasnya. Bibit yang bermutu baik ukurannya adalah
bibit yang menghasilkan perkecambahan mendekati pertumbuhan seluruh mata
tunas dan tidak terinfeksi hama penyakit yang dikenal sebagai organisme
pengganggu bawaan. Untuk menghindari terikutkannya penyakit pada bibit tebu,
maka sebelum ditanam sering dilakukan perlakuan perawatan air panas
(Hot Water Treatment, HWT). Dengan jumlah populasi mata tunas berkecambah
yang tinggi akan menentukan perolehan tunas yang menghasilkan batang untuk
dipanen. Sedangkan tidak terikutkannya organisme pengganggu sudah barang
tentu akan menghasilkan kondisi tebu tanpa hambatan secara inhern sehingga
pertumbuhan tebu berjalan normal (Anonimos, 2008).
Syarat Tumbuh Iklim
Hujan yang merata diperlukan setelah tanaman berumur 8 bulan dan
daerah beriklim panas dan lembab. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan
tanaman ini > 70%. Suhu udara berkisar antara 28-34 oC (Anonimos, 2007).
Budidaya tebu harus mengupayakan kebutuhan tebu terhadap variabel
iklim, khususnya terhadap ketersediaan air, baik dalam mengatur kecukupan air
maupun mengurangi ketersediaannya. Dalam budidaya, singkronisasi kebutuhan
pertumbuhan tebu dengan kebutuhan SDA iklim, seperti mengatur masa tanam
yang baik untuk mendapatkan kebutuhan air optimal pada fase pertumbuhan awal
dan ditebang pada periode musim kemarau. Berdasarkan kebutuhan air pada
setiap fase pertumbuhannya, curah hujan bulanan ideal untuk pertanaman tebu
adalah 200 mm / bulan pada 5-6 bulan berturut - turut, 125 mm/bulan pada 2
bulan transisi dan kurang 75 mm / bulan pada 4 - 5 bulan berturut-turut. Menurut
tipe iklim Oldeman, zona yang terbaik untuk tanaman tebu adalah tipe iklim C2
dan C3. Dalam pengembangannya ke lahan kering selain kedua tipe iklim tersebut
ada beberapa lahan dengan tipe iklim yang dapat diusahakan untuk tebu dengan
masukan-masukan teknologi adalah B2, C2, C3, D2, E3. Lahan yang dapat
dikembangkan untuk pertumbuhan tebu dengan tanah cukup ringan dan
berdrainase baik B1, C1, D1 dan E1 (Anonimus, 2009).
Tanah
Tanah yang subur dengan kondisi ketersediaan air, oksigen dan makanan
yang memadai, maka tanaman tebu yang tumbuh di atasnya akan menunjukkan
penampilan pertumbuhan dan hasil produksi tebu yang baik. Sebaliknya, pada
kondisi tanah yang kurang subur sebagai akibat terdapatnya faktor pembatas yang
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil gula yang diperoleh
tidak akan maksimal. Pada kondisi kesuburan tanah tidak menguntungkan, maka
untuk memaksimalkan hasil pertumbuhan tanaman sering dilakukan manipulasi
oleh manusia melalui budidaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui
manipulasi fisik untuk mencapai kondisi status fisik tanah yang menguntungkan
bagi pertumbuhan perakaran dan manipulasi kimia untuk meningkatkan
ketersediaan hara yang biasanya dilakukan melalui penambahan hara dari luar
tanah melalui pemupukan (Soedhono, 2009).
Kesuburan tanah menentukan keberhasilan budidaya tebu, menyangkut
aspek faktor pembatas fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah yang menonjol
adalah drainase / permeabilitas, tekstur dan ruang pori. Sedangkan sifat kimia
tanah adalah kadar bahan organik, pH, ketersediaan hara esensial dan KTK tanah..
Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk tanaman tebu adalah pada kisaran 6,0
– 7,0 namun masih dapat tumbuh pada kisaran pH 4,5 - 7,5. Kesuburan tanah
(status hara), berdasarkan hasil penelitian P3GI untuk menentukan kesesuaian
lahan bagi tanaman tebu dengan kriteria N total > 1,5, P2O5 tersedia > 75 ppm,
K2O tersedia > 150 ppm dan kejenuhan Al > 4 bulan, masa tanam yang optimal
pada akhir musim kemarau sampai awal musim hujan yaitu pertengahan Oktober
sampai dengan masa tanam juga dapat pada akhir musim hujan sampai awal
musim kemarau (pola II) dengan kondisi tanah ringan, ngompol dapat diolah
sepanjang musim. Pada daerah basah (bulan kering ≤ 2 bulan) masa tanam tebu
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan Tanaman
Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat ± 50-60 meter di atas Permukaan
laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 – Maret 2011.
Bahan dan Alat
Adapun bahan - bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain
sebagai berikut : bibit tebu sehat, bibit tebu yang terserang C. sacchariphagus,
tanah, air, cat, pupuk urea dan pupuk SP-36.
Adapun alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain sebagai
berikut : cangkul, gembor, plank, pacak, tali plastik, kuas, meteran, handcounter,
ember, pisau, parang, kamera, alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial,
terdiri dari 2 faktor :
Faktor I : Intensitas Serangan Terhadap Bibit, terdiri dari 6 perlakuan
I0 = Tebu sehat (Kontrol)
I1 = Tebu terserang 20%
I2 = Tebu terserang 40%
I4 = Tebu terserang 80%
I5 = Tebu terserang 100%
Faktor II : Ketebalan Penutup Tanah, terdiri dari 2 perlakuan
K1 = 3 cm
K2 = 5 cm
Adapun kombinasi perlakuan sebagai berikut :
I0K1 I1K1 I2K1 I3K1 I4K1 I5K1
I0K2 I1K2 I2K2 I3K2 I4K2 I5K2
Varietas Tebu : Kidang Kencana (KK)
Jumlah Kombinasi Perlakuan : 12
Jumlah Ulangan : 3
Jarak antar Juring : 120 cm
Jumlah Plot Lahan : 36 plot
Luas Tiap Plot Lahan : 1,2 x 1,5 m
Luas Lahan Seluruhnya : 6,3 x 18,3 = 115,29 m2
Jarak Antar Perlakuan : 30 cm
Jarak Antar Ulangan : 60 cm
Lebar Parit Keliling : 30 cm
Jumlah Juring Tiap Plot : 2 juring
Jumlah Bagal Sampel per Plot : 2 bagal
Jumlah Bagal Seluruhya : 216 bagal
Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :
t1(t2-1) (r-1) ≥ 15
6 (2-1) (r-1) ≥ 15
6 (r-1) ≥ 15
6 r - 6 ≥ 15
6 r ≥ 21
r ≥ 3,5 dibulatkan r = 3
Metode Linear adalah sebagai berikut :
Yijk= µ + ρi + αj+ βk+ αβjk+εijk
i = 1,2,3,...r
j = 1,2,3,...a
k = 1,2,3....b
Keterangan :
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari pengaruh ulangan pada taraf ke-i,
perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k
µ = Nilai tengah umum
i
ρ = Efek blok ke-i
j
α = Pengaruh perlakuan dari faktor A pada taraf ke-j
k
β = Pengaruh perlakuan dari faktor B pada taraf ke-k
jk
αβ = Efek Interaksi dari perlakuan pada taraf ke-j dengan perlakuan pada taraf
ke-k
ijk
ε = Efek error dari ulangan pada taraf ke-i, perlakuan pada taraf ke-j dan
Pelaksaan Penelitian Pengolahan Lahan
Lahan dibersihkan dari sisa- sisa gulma. Pengolahan dilakukan sebanyak 3
kali, yaitu dilakukan terlebih dahulu pencangkulan tanah sedalam 30 cm.
Kemudian meratakan tanah yang telah dicangkul sehingga bongkahan tanah
menjadi halus, setelah itu tanah digemburkan kembali dengan dan membuat
juringan-juringan yang dibentuk menjadi petak- petak percobaan dengan ukuran
yang telah ditentukan yaitu 1,2 m x 1,5 m.
Pemotongan Batang Tebu
Dicari batang tebu yang sehat dan yang sudah terserang hama
C. sacchariphagus dilihat dari gejala dan intensitas serangannya, yaitu dengan
intensitas 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, dimana penentuan intensitas serangan
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% Ruas Serangan (Serangan di Batang) = Jumlah ruas yang terserang X 100 % Jumlah total ruas yg diamati
Dan batang yang terserang dengan kategori intensitas serangan diatas yang
diambil, kemudian batang dipotong sebanyak 3 bagal/juring yang memiliki 3 mata
tunas/bagal.
Penanaman Bibit
Penanaman bibit tebu dilakukan dengan jarak antar juring 120 cm. Pada
setiap plot ditanam sekitar 2 juring dengan jumlah 6 bagal dan memiliki jumlah 18
Pemupukan
Pemupukan untuk memacu pertumbuhan generatif dilakukan dengan
pemberiaan pupuk Urea dan SP36. Memperhatikan setiap hara memiliki
spesifikasi dalam menunjang pertumbuhan tebu, maka seharusnya dilakukan
penyesuaian aplikasi pemupukan dengan kebutuhannya. Pada fase pertumbuhan
tebu yang cepat, yaitu pada masa pertunasan (1-3 bulan) (Soedhono, 2009)
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu (1) saat tanam atau sampai 7 hari
setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8 gram TSP, (2) pada 30 hari setelah
pemupukan pertama ( I ) dengan 10 gram urea per tanaman atau 200 kg urea per
hektar. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm
dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera disiram
supaya pupuk tidak keluar dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan
penyiraman harus selesai dalam satu hari (Anonimos, 2007).
Pemeliharaan Tanaman
Tindakan pemeliharaan tanaman relatif sama dengan perawatan tanaman
baru, antara lain yaitu pengendalian gulma, turun tanah, kelentek dan pemberiaan
air. Khusus untuk perawatan gulma perlu diintensifkan, karena jumlah tunas
keprasan sangat berkurang akibat persaingan gulma yang tumbuh di barisan
tebunya. Penyiangan gulma dikerjakan secara manual tiga kali yakni pada umur
1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam. Pemberian tanah untuk tebu lahan kering
hanya dilakukan dua kali yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan
dan pada umur 2,5-3 bulan, atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan
akibat kekeringan atau akibat kelebihan air (air menggenang). Keprasan biasanya
mampu menderita akibat cekaman air. Tetapi penggenangan air dalam jangka
waktu lama akan berakibat mematikan perakaran tebu. Besarnya gangguan oleh
genangan air terhadap pertumbuhan tebu, tergantung pada saat dan lama kondisi
anaerob berlangsung (Anonimos, 2007).
Peubah Amatan
a. Persentase Perkecambahan (%)
Menghitung persentase perkecambahan bibit tebu. Pengamatan pertama
dilakukan pada 7 hst selama 4 kali pengamatan dengan mengamati seluruh mata
tunas yang tumbuh, dimana menggunakan rumus sebagai berikut :
% Perkecambahan mata tunas = Jumlah mata tunas tumbuh X 100 % Jumlah total mata tunas yg diamati
b. Jumlah Anakan per Rumpun
Diamati jumlah rumpun yang keluar. Pengamatan pertama dilakukan pada 30
hst selama 3 kali pengamatan.
c. Tinggi Tanaman
Diamati tinggi tanaman dari mulai dari pengamatan pertama dilakukan pada 30
hst selama 3 kali pengamatan.
d. Intensitas Tunas Terserang (%)
Diamati tunas tanaman yang terserang, pengamatan dilakukan 30 hst selama 3
kali pengamatan menggunakan rumus sbb :
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persentase Perkecambahan
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan
penutup tanah terhadap persentase perkecambahan pada pengamatan I – IV
menunjukkan pengaruh berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan
penutup tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu dapat dilihat
pada tabel 1 (Lampiran 3-6)
Tabel 1. Beda Uji Rataan persentase perkecambahan (%) tebu terhadap interaksi
intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan
I/K K1 K2 Rataan
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan
Tabel 1 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek
(C. sacchariphagus) terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu
menunjukkan persentase perkecambahan (%) pada pengamatan IV dengan
perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0) berbeda nyata terhadap perlakuan
lainnya dimana persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada tanaman tebu
sehat (I0) yaitu 92.59% dan persentase perkecambahan terendah pada penanaman
tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 33.33%. Tebu yang terserang
100% (I5) masih dapat tetapi pertumbuhannya itu lebih lama dari yang lain karena
tebu tersebut secara fisiknya sudah rusak akibat terserang C. Sacchariphagus
sehingga proses pertumbuhannya terhambat. Hal ini menunjukkan bahwa
penanaman tebu yang terserang penggerek batang bergaris (C. Sacchariphagus)
dengan intensitas yang makin tinggi maka persentase perkecambahan cenderung
telah terinfeksi hama. Hal ini sesuai dengan Suhartawan (1995) yang menyatakan
bahwa perkecambahan sangat ditentukan oleh kesehatan bibit. Persentase
perkecambahan akan tinggi apabila bibit yang digunakan berasal dari bibit dan
kondisi lingkungan yang baik dan tidak terinfeksi hama dan penyakit.
0.00 (C. sacchariphagus) terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu
Tabel 1 dan histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap
persentase perkecambahan tanaman tebu menunjukkan persentase perkecambahan
(%) pada pengamatan IV dengan perlakuan menggunakan ketebalan penutup
tanah 3 cm (K1) berbeda nyata dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) dimana
persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada penanaman tebu dengan
ketebalan penutup tanah 3 cm (K1) yaitu 78,39% dan persentase perkecambahan
terendah pada penanaman tebu dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) yaitu
50%. Penanaman tebu dengan faktor ketebalan penutup tanah yang lebih tebal
(5 cm) maka persentase perkecambahan akan semakin kecil karena terhalangnya
proses pertumbuhan tanaman, pada proses perkecambahan dengan penutup tanah
yang lebih tebal (5 cm) maka tanaman kurang mendapatkan sinar matahari dan
kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Hal ini sesuai dengan
Juliadi (2009) yang menyatakan bahwa pada tanaman membutuhkan sumberdaya
karbon dioksida dan oksigen, sumberdaya alam lainnya berada pada kondisi yang
terbatas dan sering tidak mencukupi kebutuhan, sehingga terkadang memerlukan
usaha untuk mencukupi kebutuhan tersebut dengan tindakan pengelolaan hidup.
Sebagai contoh misalnya tanaman tebu membutuhkan sinar matahari untuk
membantu proses fotosintesis dan hara untuk mencapai pertumbuhan normalnya.
0.00
Gambar 7. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu
Tabel 1 dan histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan (%)
dengan faktor ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan (%)
tanaman tebu menunjukkan persentase perkecambahan (%) pada pengamatan IV
perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup tanah 3 cm) berbeda nyata
terhadap perlakuan lainnya, dimana persentase perkecambahan tertinggi terdapat
pada perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup tanah 3 cm) sebesar
100% dan terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100% dengan ketebalan
penutup tanah 5 cm) sebesar 11.11%. Interaksi intensitas serangan (%) penggerek
batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan faktor ketebalan penutup tanah
terhadap persentase perkecambahan (%) tanaman tebu, intensitas yang paling
rendah dengan penutup tanah yang tidak terlalu tebal (3 cm) mengalami kenaikan
persentase perkecambahan karena dipengaruhi oleh terinfeksi atau terbawa
tebal. Hal ini sesuai dengan Mangoendihardjo (1999) yang menyatakan bahwa
upaya untuk meningkatkan persentase perkecambahan dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan dengan
mengupayakan perolehan bahan tanam yang baik. antara lain : faktor internal
(varietas, umur bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakan bibit, bibit yang
terinfeksi hama penyakit dan status hara bibit) dan faktor eksternal (kelembaban
tanah, aerasi, ketebalan tanah penutup tanaman, dan kedalaman meletakan bibit).
0
Gambar 8. Histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan (%) dengan faktor ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan (%) tanaman tebu
2. Jumlah Anakan per Rumpun
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan faktor
ketebalan penutup tanah terhadap jumlah anakan per rumpun pada pengamatan
I – III menunjukkan hasil yang berbeda nyata sedangkan interaksi antara intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan
penutup tanah menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hasil beda uji rataan
dan ketebalan penutup tanah terhadap jumlah anakan per rumpun pada tanaman
tebu dapat dilihat pada tabel 2 (Lampiran 7-9).
Tabel 2. Beda Uji Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman tebu terhadap
interaksi intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan
I-III
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan
Tabel 2 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek
(C. sacchariphagus) terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman
perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0) berbeda nyata terhadap perlakuan
lainnya, dimana jumlah anakan per rumpun tertinggi terdapat pada tanaman tebu
sehat (I0) yaitu 9,14 dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman
tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72. Penanaman tebu yang
terserang penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus) dengan intensitas yang
makin tinggi maka jumlah anakan per rumpun tanaman tebu akan semakin kecil
karena pada penanaman bibit yang digunakan sudah terdapat hama dan
penggerek-penggerek tesebut dapat merusak mata-mata tunas yang ada. Hal ini
sesuai dengan Sunaryo (2003) yang menyatakan bahwa serangan penggerek ini
dapat menyebabkan persentase bibit yang dihasilkan akan menurun karena
rusaknya mata-mata tunas yang ada. Di samping itu penggerek batang pada bibit
yang ditanaman akan mengurangi kemampuan membentuk tunas secara optimum
atau bahkan gagal sama sekali.
0 (C. sacchariphagus) terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman tebu
Dari tabel 2 dan histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap
jumlah anakan per rumpun tanaman tebu menunjukkan jumlah anakan per rumpun
pada pengamatan III dengan perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0)
tertinggi terdapat pada penanaman tebu dengan ketebalan penutup tanah 3 cm
(K1) yaitu 8,36 dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman tebu
dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) yaitu 7,56. Penanaman tebu dengan
faktor ketebalan penutup tanah, dimana penanaman tebu dengan ketebalan
penutup tanah yang lebih tebal maka persentase jumlah anakan per rumpun akan
semakin kecil karena terhalangnya proses pertumbuhan tanaman, dimana pada
penutup tanah yang lebih tebal maka kemunculan tunas baru akan lebih lama
membutukan waktu untuk dapat muncul ke permukaan tanah. Hal ini sesuai
dengan Burham (2009) yang menyatakan bahwa keadaan tersebut disebabkan
oleh waktu yang dibutuhkan oleh tunas untuk mencapai permukaan tanah menjadi
dua kali lebih lama, secara perhitungan jaraknya saja sudah jelas lebih jauh untuk
mencapai permukaan tanah sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak seragam
dan pertumbuhan tunas terganggu.
Gambar 10. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman tebu
3. Tinggi Tanaman
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan
hasil yang berbeda nyata sedangkan interaksi antara intensitas serangan penggerek
batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan penutup tanah
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan
penutup tanah terhadap tinggi tanaman tebu dapat dilihat pada tabel 3
(Lampiran 10-12).
Tabel 3. Beda Uji Rataan tinggi tanaman tebu terhadap interaksi intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan I-III
Pengamatan I/K K1 K2 Rataan
Tabel 3 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek
(C. sacchariphagus) terhadap tinggi tanaman tebu menunjukkan tinggi tanaman
tebu pada pengamatan III dengan perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0)
berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, dimana tinggi tanaman tebu yang
tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu 68,85 dan tinggi tanaman
terendah pada penanaman tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 11,95.
Penanaman tebu yang terserang penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus)
dengan intensitas yang makin tinggi maka tinggi tanaman akan semakin rendah
karena pada penanaman bibit yang digunakan sudah terdapat
penggerek-penggerek di dalamnya yang menganggu pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan
Pramono (2005) yang menyatakan bahwa serangan penggerek ini sangat
merugikan karena di samping mengakibatkan penurunan bobot batang juga
mempengaruhi pertumbuhan ruas-ruas yang terletak di atasnya menjadi tidak
dapat mencapai ukuran yang normal. Serangan berat dapat menyebabkan tanaman
Tabel 3 dan histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap tinggi
tanaman tebu menunjukkan tinggi tanaman tebu pada pengamatan III dengan
perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0) berbeda nyata terhadap perlakuan
lainnya, dimana tinggi tanaman tebu yang tertinggi terdapat pada penanaman tebu
dengan ketebalan penutup tanah 3 cm (K1) yaitu 41,76 dan tinggi tanaman tebu
terendah pada penanaman tebu dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) yaitu
34,51.
Gambar 12. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap tinggi tanaman tebu
4. Intensitas Tunas Terserang (%)
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas
serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) pada pengamatan
I – III menunjukkan hasil yang berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah
serta interaksi antara intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris
(C. sacchariphagus) dan ketebalan penutup tanah menunjukkan hasil tidak
berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh intensitas serangan penggerek
batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan penutup tanah terhadap
Tabel 4. Beda Uji Rataan intensitas tunas terserang (%) terhadap interaksi
intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan
I-III
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan
Tabel 4 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek
(C. sacchariphagus) terhadap intensitas tunas tebu terserangmenunjukkan
intensitas tunas tebu yang terserang penggerek batang bergaris
(C. sacchariphagus) (%) pada pengamatan III dengan perlakuan menggunakan
tanaman tebu sehat (I0) dan penanaman tebu dengan intensitas serangan 20% (I1)
tertinggi terdapat pada tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu
20,37% dan intensitas tunas terserang (%) terendah pada penanaman tebu sehat
(I0) dan tebu dengan intensitas serangan 20% (I1) yaitu 0,00%. (C. sacchariphagus) terhadap intensitas tunas tebu terserang
Intensitas tunas tebu yang terserang penggerek batang bergaris
(C. sacchariphagus) mengalami kenaikan dari pengamatan I-III yaitu 30 hst
sampai 90 hst dipengaruhi oleh faktor umur dari tanaman. Hal ini sesuai dengan
Pramono (2007) yang menyatakan bahwa serangan penggerek batang mulai
terjadi sejak tanaman berumur 1,5 – 3 bulan yang biasanya menyebabkan
kematian tunas tanaman karena rusak dan matinya titik tumbuh tanaman tersebut.
Di dalam penanaman bibit tebu yang terserang dengan berbagai intensitas
serangan mengakibatkan tanaman yang kemudian tumbuh menjadi terserang
akibat hama yang terdapat di dalam bibit ataupun kondisi kebun disekitarnya. Hal
ini sesuai dengan Han (1998) yang menyatakan bahwa penularan dari kebun tua
ke kebun muda dapat terjadi melalui penerbangan ngengat atau terbawanya
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan Intensitas serangan (%), ketebalan penutup tanah dan interaksi
intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah berbeda nyata terhadap
persentase perkecambahan (%). Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan
penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan
ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan per
rumpun. Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda
nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah
tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan intensitas serangan
berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas
serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap
intensitas tunas terserang.
2. Persentase perkecambahan tanaman tebu tertinggi terdapat pada perlakuan
I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup tanah 3 cm) sebesar 100% dan
terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100% dengan ketebalan penutup
tanah 5 cm) sebesar 11.11%.
3. Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu
sehat (I0) yaitu 9,14 dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman
tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72.
4. Tinggi tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu
68,85 dan tinggi tanaman terendah pada penanaman tebu dengan intensitas
5. Intensitas tunas terserang (%) pada tanaman tebu tertinggi terdapat pada
tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu 20,37% dan intensitas
tunas terserang (%) terendah pada penanaman tebu sehat (I0) yaitu 0,00%.
6. Semakin kecil intensitas serangan (%) C. sacchariphagus maka akan optimal
terhadap daya tumbuh bibit tebu .
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kepastian sumber
DAFTAR PUSTAKA
Anonimos. 2007. Teknis Budidaya Tebu. http://teknis budidaya-tebu.html. Diakses tanggal 18 September 2010.
Anonimos. 2008. Standart Kualitas Bibit Tebu. http://www.disbunjatim.co.id Diakses tanggal 18 September 2010.
Anonimos. 2009. Konsep Budidaya Tebu.
tanggal 18 September 2010.
Bent, A.F. and I.C. Yu. 1999. Applications of Molecular Biology to Plant Disease and Insect Resistance. Adv. Agron. 66: 251−297.
Boedijono, W.A. 1970. Hama Tebu. Diktat Kursus Tanaman Tebu. BP3G Pasuruan,
Burham, D. 2009. Cara Penanaman Tebu. http://cerianet-agricultur blogspot.co.id/ /2010/06/penanaman tebu.html. Diakses tanggal 12 Februari 2011.
Chairunnisa, C. 2005. Pengelolaan Hama Tebu di Wilayah Kerja Pabrik Gula kebon Agung, Kabupaten Malang-Jawa Timur, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal 3.
David, H. 1986, The Internode Borer, Chilo sacchariphagus Bojer (Kapur), Breeding Institute, Coimbatore, pp. 121-134.
Dewi I.A.R.T, Susilo. F.X, dan Pramono S. 2009. Daya Parasitasi Trichogramma
Chilonis Ishii Terhadap Penggerek Batang Di Pertanaman Tebu
Bergantung Pada Waktu Aplikasi Parasitoid.
Deptan. 1994. Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Hal 36.
Gupta, B.D. 1957, A Note on the Scientific and Common Names of Sugarcane Pests in India. Indian J. Sug , Res. Dev., 2:9-13.
Han, L. H. 1998. Kerugian yang Disebabkan Oleh Hama Penggerek. Warta Bulanan, BP3G 8:170-179
Juliadi, D. 2009. Hama Tebu. 1 November 2010.
Mangoendihardjo, S. 1999. Hama Tanaman Keras, UGM Press, Yogyakarta
Nesbitt, B.F, Beevor, P.S, Hall, D.R, Lester, R., dan Williams, J.R. 1980. a
Components of the Sex Pheromone of the Female Sugar Cane Borer,
Chilo sacchariphagus (Bojer) (Lepidoptera: Pyralidae). Identification and
Field Trials. J. Chem. Ecol 6:385-394.
Pramono. D, Hermawan. R, Sulistyana M. M., Mudakir , dan Harianto. 2006. Pelaksanaan & Manfaat Program Early Warning System (EWS) di Kawasan PG Bungamayang – Lampung, PTPN VII Persero Periode tanam 2006/2007 – 2008/2009. Litbang UU, Bungamayang, PTPN VII Persero.Lampung.
Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2. Penerbit Dioma, Malang : 65-111
. 2007. Program Early Warning system (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) pada PBTR di Kawasan PTPN II, Sumut. P3GI, Pasuruan.
Purnomo. 2006. Parasitasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang dan Instar yang Berbeda di Laboratorium. J. HPT Tropika 6(2):87-91.
Soedhono, 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pola Tanaman Tebu.
Suhartawan. 1995. Permasalahan Hama Penggerek Pada Tanaman Tebu di Indonesia. Prosiding Pertemuan Teknis. 29-30 November 1995. P3GI, Pasuruan : 8-15
Sunaryo. 2003. Status Masalah Hama –Hama Tanaman Tebu. Bagian Riset dan Pengembangan. Lampung : 3-15
Williams. J. R., 1983. 1983. The sugar cane stem borer ( Chilo sacchariphagus ) in Mauritius. Rev. Agric. IPB. Sucr. Ile Maurice 62:5-23
Wirioatmodjo, B. 1970. Hama Tebu. BP3G, Pasuruan : 11-19.
Yalawar, S., Pradeep, Ajith, K., Venkatesh, H., and Aiddalingappa, R., 2007.
Biology of Sugarcane Internode Borer, Chilo sacchariphaghus.
BAGAN TANAMAN SAMPEL
120 cm
150 cm
120 cm
Keterangan :
= Petak Percobaan
= Batang Tebu (bagal)
Lampiran 3. Persentase Perkecambahan Pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 2.36 -1.35 9.41 11.07 16.46 34.84 42.17
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 4. Persentase Perkecambahan Pengamatan II
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 2.15 4.83 21.17 22.85 28.25 46.64 53.98
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 5. Persentase Perkecambahan Pengamatan III
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 1.98 10.88 30.95 34.49 41.76 58.31 71.21
Uji Jarak Duncan Faktor K
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 2.59 25.78 38.35 52.96 60.18 74.84 84.03
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 7. Jumlah Anakan per Rumpun Pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 0.11 0.18 0.75 1.22 1.59 2.08 2.56
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 8. Jumlah Anakan per Rumpun Pengamatan II
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 0.11 3.29 3.86 4.33 4.70 5.19 5.67
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 9. Jumlah Anakan per Rumpun Pengamatan III
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 0.11 6.40 6.97 7.44 7.81 8.30 8.78
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 10. Tinggi Tanaman Pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 0.49 1.85 3.43 4.29 6.03 10.77 12.62
Uji Jarak Dundan Faktor K
Lampiran 11. Tinggi Tanaman Pengamatan II
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 0.26 4.66 9.01 16.26 26.85 30.63 33.40
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 12. Tinggi Tanaman Pengamatan III
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
SY 1.62 7.21 17.90 23.15 33.97 52.36 63.48
Uji Jarak Duncan Faktor K
Lampiran 13. Intensitas Tunas Terserang Pengamatan I
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
Lampiran 14. Intensitas Tunas Terserang Pengamatan II
Perlakuan Ulangan Total Rataan
Tabel Dwikasta Total
Uji Jarak Duncan Faktor I
Lampiran 15. Intensitas Tunas Terserang Pengamatan III
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I/K K1 K2 Total Rataan
Uji Jarak Duncan Faktor I
FOTO PENELITIAN
Gambar. Lahan Penelitian
Gambar. Cara Menanam Tanaman Tebu
Gambar. Tanaman Tebu Berumur 1 Bulan
Gambar. Gejala Serangan awal C. sacchariphagus pada Daun Tebu (a)
Gambar. Gejala Serangan awal C. sacchariphagus pada Daun Tebu (b)
Gambar. Gejala Serangan C. sacchariphagus pada Tunas Tebu (c) a
Gambar. Lubang Gerekan Akibat Serangan C. sacchariphagus pada Tebu (d)
Gambar. Lubang Gerekan Akibat Serangan C. sacchariphagus pada Tebu (e)
Gambar. Bekas Gerekan Akibat Serangan C. sacchariphagus pada Tebu (f) f d