• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG

HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS

(Chilo sacchariphagus Bojer.)

SKRIPSI

OLEH : IIN SUWITA

070302020 HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG

HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS

(Chilo sacchariphagus Bojer.)

SKRIPSI

OLEH : IIN SUWITA

070302020 HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

( Ir. Yuswani P. Ningsih, MS. ) ( Ir. Fatimah zahara ) Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Iin Suwita, "Test of Sugarcane Seedlings Growing Power of sugarcane

internode borer (Chilo sacchariphagus Bojer.)" Under supervised by Yuswani P. Ningsih and Fatimah Zahara. Sugarcane is the main ingredient of

sugar manufacture in Indonesia. One of the main pests of sugar cane crops include sugar cane striped stem borer (C. sacchariphagus). Planting sugar cane that has been infected with pests resulted in impaired growth of sugarcane pests in plants and carried away. The aim of the research was to get ability to optimal grow seedlings sugarcane (Saccharum officinarum L.) result at various intensity of attacks sugarcane internode borer (C. sacchariphagus). The research has been conducted in land Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang in December 2010-March 2011. The method of this research used is a randomized block design factorial which consisted of 2 factors: The first are the intensity of attacks (healthy sugar cane, cane attacked by 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) and the second are thickness of soil cover (3 and 5 cm) with 12 combinations treatments and three replications.

The results showed that treatment intensity (%), soil cover thickness and intensity of interaction with a thickness of soil cover significantly increased the percentage of germination (%). Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the number of tillers per hill. Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the plant height. Treatment intensity significantly different attacks while the thickness of soil cover and intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the intensity of shoots attacked .The highest percentage of germination of sugarcane found on I0K1 treatment (healthy cane with 3 cm thickness of soil cover) of 100% and

lowest in treatment I5K2 (cane attacked by 100% with 5 cm thickness of soil

cover) of 11.11%. The number of tillers per hill highest sugarcane found on healthy sugarcane plants (I0) is 9.14 and the lowest number of tillers per hill in

planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 6.72. Higher

plants have the highest sugar cane on healthy sugarcane plants (I0) is 68.85 and

the lowest plant height at planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 11.95. The intensity of shoots attacked (%) at the highest sugarcane

found on sugar cane plants with the intensity of attacks by 80% (I4) which is

20.37% and the intensity of shoots attacked (%) lowest in healthy sugarcane cultivation (I0) is 0.00%.

(4)

ABSTRAK

Iin Suwita, “Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama

Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) ” di bawah bimbingan Yuswani P. Ningsih dan Fatimah Zahara. Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Salah satu hama utama tanaman tebu antara lain adalah penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus). Penanaman tebu yang telah terinfeksi hama mengakibatkan tanaman tebu terganggu pertumbuhannya dan terbawa hama pada tanamannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan daya tumbuh bibit tebu (Saccharum officinarum L.) yang optimal pada berbagai intensitas serangan hama penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus). Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan Desember 2010-Maret 2011. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu intensitas serangan (tebu sehat, tebu terserang 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) dan ketebalan penutup tanah (3 dan 5 cm) dengan 12 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas serangan (%), ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah berbeda nyata terhadap persentase perkecambahan (%). Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan per rumpun. Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan intensitas serangan berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap intensitas tunas terserang. Persentase perkecambahan tanaman tebu tertinggi terdapat pada perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup

tanah 3 cm) sebesar 100% dan terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100%

dengan ketebalan penutup tanah 5 cm) sebesar 11.11%. Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu 9,14

dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72. Tinggi tanaman tebu tertinggi terdapat pada

tanaman tebu sehat (I0) yaitu 68,85 dan tinggi tanaman terendah pada penanaman

tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 11,95. Intensitas tunas terserang

(%) pada tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu 20,37% dan intensitas tunas terserang (%) terendah pada

(5)

RIWAYAT HIDUP

Iin Suwita lahir pada tanggal 30 Mei 1990 di Simalungun dari Ibunda

Hasnita Br. Saragih dan Ayahanda Supardi. Penulis merupakan anak pertama dari

dua bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

- Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 068074 Medan pada tahun 2001.

- Lulus dari SLTP Dwiwarna Medan pada tahun 2004.

- Lulus dari SMA Negeri 7 Medan pada tahun 2007.

- Pada tahun 2007 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur

SPMB.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu :

- Anggota Komus (Komunikasi Muslim) HPT tahun 2007-2011.

- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) Tahun

2007-2011.

- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman tahun 2010-2011

- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan tahun 2010-2011.

- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV, Kebun

Tonduhan, Kabupaten Simalungun pada tahun 2011.

- Melaksanakan penelitian skripsi di Balai Riset dan Pengembangan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana

atas berkat dan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

waktu. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang

Terserang Hama Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) ”

yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen

Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing, Ir. Yuswani P. Ningsih, MS selaku ketua dan

Ir. Fatimah Zahara selaku anggota yang telah memberikan arahan dan masukan

kepada penulis sehingga memberikan banyak pengetahuan dan membantu dalam

penyelesain skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pegawai

dan karyawan di Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang

bagian proteksi tanaman yang telah banyak membantu dan membimbing penulis

selama penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2011

(7)
(8)

Penanaman Bibit... 17

Pemupukan ... 18

Pemeliharaan Tanaman ... 18

Peubah Amatan ... 19

Persentase Perkecambahan ... 19

Jumlah anakan/rumpun ... 19

Tinggi Tanaman ... 19

Intensitas Tunas Terserang ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Perkecambahan ... 20

Jumlah anakan/rumpun ... 24

Tinggi Tanaman ... 27

Intensitas Tunas Terserang ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Hlm

1. Gambar Telur C. sacchariphagus Bojer. ... 5

2. Gambar Larva C. sacchariphagus ... 6

3. Gambar Pupa C. sacchariphagus ... 6

4. Gambar Imago C. sacchariphagus ... 7

5. Gambar Gejala Serangan C. sacchariphagus ... 8

6. Gambar Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek (C. sacchariphagus) terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu ... 22

7. Gambar Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu ... 23

8. Gambar Histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan Dengan faktor ketebalan tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu ... 24

9. Gambar Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek (C. sacchariphagus) terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman tebu ... 26

10.Gambar Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu ... 27

11.Gambar Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek (C. sacchariphagus) terhadap tinggi tanaman tebu... 29

12.Gambar Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap tinggi tanaman tebu... 30

(10)

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Hlm

1. Tabel 1 Beda Uji Rataan persentase perkecambahan (%) tebu dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris

(C. sacchariphagus) dengan ketebalan

penutup tanah pada pengamatan I-IV...20

2. Tabel 2 Beda Uji Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman tebu dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris

(C. sacchariphagus) dengan ketebalan

penutup tanah pada pengamatan I-III...25

3. Tabel 3 Beda Uji Rataan tinggi tanaman tebu dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan

penutup tanah pada pengamatan I-III...28

4. Tabel 4. Beda Uji Rataan intensitas tunas terserang (%) dengan intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Hlm

1. Bagan Penelitian... 37

2. Bagan Tanaman Sampel ... 38

3. Lampiran Data Persentase Perkecambahan I ... 39

4. Lampiran Data Persentase Perkecambahan II... 42

5. Lampiran Data Persentase Perkecambahan III ... 45

6. Lampiran Data Persentase Perkecambahan IV ... 48

7. Lampiran Data Jumlah Anakan per Rumpun I ... 51

8. Lampiran Data Jumlah Anakan per Rumpun II ... 53

9. Lampiran Data Jumlah Anakan per Rumpun III ... 55

10.Lampiran Data Tinggi Tanaman I ... 57

11.Lampiran Data Tinggi Tanaman II... 59

12.Lampiran Data Tinggi Tanaman III ... 61

13.Lampiran Data Intensitas Tunas Terserang I ... 63

14.Lampiran Data Intensitas Tunas Terserang II ... 65

15.Lampiran Data Intensitas Tunas Terserang III ... 67

(12)

ABSTRACT

Iin Suwita, "Test of Sugarcane Seedlings Growing Power of sugarcane

internode borer (Chilo sacchariphagus Bojer.)" Under supervised by Yuswani P. Ningsih and Fatimah Zahara. Sugarcane is the main ingredient of

sugar manufacture in Indonesia. One of the main pests of sugar cane crops include sugar cane striped stem borer (C. sacchariphagus). Planting sugar cane that has been infected with pests resulted in impaired growth of sugarcane pests in plants and carried away. The aim of the research was to get ability to optimal grow seedlings sugarcane (Saccharum officinarum L.) result at various intensity of attacks sugarcane internode borer (C. sacchariphagus). The research has been conducted in land Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang in December 2010-March 2011. The method of this research used is a randomized block design factorial which consisted of 2 factors: The first are the intensity of attacks (healthy sugar cane, cane attacked by 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) and the second are thickness of soil cover (3 and 5 cm) with 12 combinations treatments and three replications.

The results showed that treatment intensity (%), soil cover thickness and intensity of interaction with a thickness of soil cover significantly increased the percentage of germination (%). Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the number of tillers per hill. Treatment intensity and thickness of soil cover was significantly different whereas the intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the plant height. Treatment intensity significantly different attacks while the thickness of soil cover and intensity of interaction with the thickness of soil cover was not significantly different to the intensity of shoots attacked .The highest percentage of germination of sugarcane found on I0K1 treatment (healthy cane with 3 cm thickness of soil cover) of 100% and

lowest in treatment I5K2 (cane attacked by 100% with 5 cm thickness of soil

cover) of 11.11%. The number of tillers per hill highest sugarcane found on healthy sugarcane plants (I0) is 9.14 and the lowest number of tillers per hill in

planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 6.72. Higher

plants have the highest sugar cane on healthy sugarcane plants (I0) is 68.85 and

the lowest plant height at planting sugar cane with the intensity of attacks by 100% (I5) is 11.95. The intensity of shoots attacked (%) at the highest sugarcane

found on sugar cane plants with the intensity of attacks by 80% (I4) which is

20.37% and the intensity of shoots attacked (%) lowest in healthy sugarcane cultivation (I0) is 0.00%.

(13)

ABSTRAK

Iin Suwita, “Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama

Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) ” di bawah bimbingan Yuswani P. Ningsih dan Fatimah Zahara. Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Salah satu hama utama tanaman tebu antara lain adalah penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus). Penanaman tebu yang telah terinfeksi hama mengakibatkan tanaman tebu terganggu pertumbuhannya dan terbawa hama pada tanamannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan daya tumbuh bibit tebu (Saccharum officinarum L.) yang optimal pada berbagai intensitas serangan hama penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus). Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan Desember 2010-Maret 2011. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu intensitas serangan (tebu sehat, tebu terserang 20%, 40%, 60%, 80%, 100%) dan ketebalan penutup tanah (3 dan 5 cm) dengan 12 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas serangan (%), ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah berbeda nyata terhadap persentase perkecambahan (%). Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan per rumpun. Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan intensitas serangan berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap intensitas tunas terserang. Persentase perkecambahan tanaman tebu tertinggi terdapat pada perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup

tanah 3 cm) sebesar 100% dan terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100%

dengan ketebalan penutup tanah 5 cm) sebesar 11.11%. Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu 9,14

dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72. Tinggi tanaman tebu tertinggi terdapat pada

tanaman tebu sehat (I0) yaitu 68,85 dan tinggi tanaman terendah pada penanaman

tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 11,95. Intensitas tunas terserang

(%) pada tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu 20,37% dan intensitas tunas terserang (%) terendah pada

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Luas

areal pertanaman tebu di Indonesia saat ini sesungguhnya hanya berkisar antara

340 – 350 ribu ha/tahun. Sekitar 70% dari areal pertanaman itu merupakan tebu

rakyat, sementara 63% diantaranya berada di Pulau Jawa. Produksi gula di

Indonesia selama kurun waktu 1994-1996 menurun dengan laju rata-rata 3,37%

per tahun, produksi gula selama periode 1994-2004 terlihat mengalami penurunan

dengan laju rata-rata 0,63% per tahun, sedangkan konsumsi gula pada periode

yang sama tampak meningkat dengan laju rata-rata 1,39% per tahun

(Indraningsih dan Malian, 2004).

Salah satu penghambat potensi produktivitas tebu adalah adanya serangan

hama. Hama penting tebu di Indonesia adalah penggerek pucuk

(Tryporiza nivella) dan penggerek batang berkilat (Chilo auricilius), penggerek

batang bergaris (Chilo sacchariphagus), penggerek batang raksasa

(Phragmatocea castanae), kutu bulu putih (Ceratovaguna lanigera) dan kutu

perisai (Aulacaspis spp.), tikus (Rattus srgentiventer dan R. exulans), lundi

(Lepidiota stigma), rayap (Macrotermes gilvus), serta belalang

(Valanga nigricornis) (Juliadi, 2009).

Hama utama tanaman tebu antara lain adalah penggerek batang tebu

bergaris (C. sacchariphagus Bojer.) dan penggerek batang tebu berkilat

(15)

menurunkan kualitas maupun kuantitas nira yang dihasilkan, yang diikuti pula

dengan penurunan produksi gula (Dewi, dkk, 2009).

Kerugian yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman tebu

diperkirakan mencapai 37% dari total produksi, dan 13% di antaranya karena

serangan hama. Di Amerika Serikat, kerugian akibat serangan hama jika

diuangkan mencapai US$7,70 miliar per tahun atau Rp61,60 triliun per tahun

(Bent and Yu, 1999).

Jenis hama dominan saat ini di Jawa adalah penggerek batang dan

penggerek pucuk. Intensitas serangan penggerek pucuk berkisar antara 6% - 49%

dan penggerek batang berkisar antara 9 % - 18 %. Jenis penggerek batang bergaris

lebih dominan dibanding penggerek batang berkilat. Sedang distribusi serangan

relatif merata (Boedijono, 1970).

Perkembangan tingkat serangan penggerek sangat dipengaruhi oleh

kondisi cuaca khususnya angka curah hujan. Makin tinggi jumlah hari dan curah

hujan maka akan makin tinggi pula intensitas serangan. Tingkat serangan

penggerek akan makin meningkat seiring dengan pertambahan umur tebu. Tingkat

serangan makin meningkat dan makin menyebar dengan makin luasnya areal

tertanam oleh tebu (realisasi rencana tanam tebu) (Pramono, dkk, 2006).

Menurut cara penyerangannya penggerek batang dapat dibedakan menjadi

2 yaitu : penggerek ruas dan penggerek tunas. Penggerek ruas yaitu :

C. auricilus Pudg (penggerek berkilat), C. sacchariphagus Bojer (penggerek

bergaris), dan Phragmatocea castanae Hubner (penggerek raksasa) menyebabkan

kerusakan ruas-ruas pada tebu. Sedangkan penggerek tunas yaitu

(16)

(penggerek kuning) dan Sesamia inferens Wlk (penggerek jambon) menyebabkan

kematian pada tunas tebu-tebu muda (Deptan, 1944).

Penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) adalah salah satu

hama yang sangat berbahaya pada tanaman tebu. Serangga hama ini menyerang

tanaman tebu sejak dari awal tanam hingga saat panen. Serangan dimulai oleh

larva muda yang sangat aktif menggerek daun muda, kemudian turun menuju

ruas-ruas batang di bawahnya sampai mencapai titik tumbuh (Purnomo, 2006).

Spesies C. sacchariphagus adalah hama serius tebu di Kepulauan

Samudera Hindia. C. sacchariphagus mungkin telah banyak masuk ke

pulau-pulau baik dari Sri Lanka atau Jawa sejalan dengan pengenalan tebu sekitar tahun

1850. Ada laporan yang dikonfirmasi baru-baru ini bahwa C. sacchariphagus

menyerang tebu di Mozambik (Williams, 1983).

Pemerintahan Bhadra di daerah Karnataka (India) mencakup sekitar

18.000 hektar tebu. Hasil tebu rata-rata di daerah ini adalah sekitar 90 ton per ha.

C. sacchariphagus yang merupakan hama utama dalam beberapa tahun terakhir.

Hama yang menyebabkan kerugian besar secara ekonomis pada tanaman di

daerah tersebut. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini berkisar antara

10 - 35 % (Yalawar, dkk, 2007).

Kerugian gula akibat serangan C. sacchariphagus hasil pengamatan di

Jawa Barat pada tingkat serangan ruas sebesar 20 %, penurunan hasil gula dapat

mencapai 10 %. Tingkat serangan penggerek batang di kebun beberapa pabrik

gula di Jawa Barat cukup rendah, dan hanya beberapa kebun tingkat serangannya

(17)

pertanaman tebu di lampung cenderung meningkat dari 5 % pada tahun 1998

menjadi 12 % pada tahun 2002 (Wirioatmodjo, 1970; Sunaryo 2003).

Beberapa tahun terakhir tingkat serangan C. sacchariphagus di kebun tebu

Sumatera Utara cukup tinggi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang uji daya tumbuh bibit yang terserang C. sacchariphagus dengan

berbagai intensitas serangan.

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan daya tumbuh bibit tebu (Saccharum officinarum L.)

yang optimal pada berbagai intensitas serangan hama penggerek batang bergaris

(C. sacchariphagus).

Hipotesa Penelitian

Diduga intensitas serangan C. sacchariphagus yang paling kecil optimal

terhadap daya tumbuh bibit tebu .

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama

Menurut Nesbitt, dkk (1980), adapun klasifikasi dari penggerek batang

tebu bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Family : Pyralidae

Genus : Chilo

Spesies : C. sacchariphagus Bojer.

Telur

Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan

berubah menjadi hitam sebelum menetas. Telur memiliki panjang 0,75 - 1,25 mm

dengan rata 0,95 mm. Masa inkubasi berkisar antara 4 - 6 hari dengan

rata-rata sebesar 5,13 ± 0,78. Telur yang baru diletakkan berbaris di atas permukaan

daun, (9-12 butir/cm) (David, 1986).

(19)

Larva

Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm, dan berwarna kelabu.

Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan

kemudian kuning putih, disamping itu warna garis-garis hitam membujur pada

permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama, 2009).

Periode larva berlangsung selama 35-54 hari. Larva berganti kulit

sebanyak 5 kali dan memiliki 6 instar. Larva berwarna kekuningan dengan

bergaris hitam. Panjang larva di setiap instar (I sampai VI) kira-kira 7,81, 13,1,

18,28, 23,28, 28,29 dan 32,86 (David, 1986).

Gambar 2. Larva C. sacchariphagus Bojer. (Sumber :

Pupa

Kepompong penggerek batang agak keras dan berwarna coklat kehitaman.

Kepompong betina biasanya mempunyai badan lebih besar daripada yang jantan.

masa pupa berkisar antara 8-10 hari dengan rata-rata 8,28 hari (David, 1986).

(20)

Imago

Ngengat bergerak lamban lamban. Ngengat betina lebih besar daripada

ngengat jantan. Imago mempunyai sayap dan dada berwarna kecoklatan.Abdomen

imago betina biasanya juga lebih besar daripada yang jantan Betina dewasa dan

jantan memiliki masa 4 - 9 hari dengan rata-rata 6,37 dan 7,22 hari. Jumlah

maksimum telur yang diletakkan oleh betina adalah 400. Siklus hidup total dari

ngengat sekitar 43-64 hari dengan rata-rata 53,5 hari (David, 1986).

Gambar 4. Imago C. sacchariphagus Bojer. .(Sumber :

Gejala Serangan

Larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam

pupus daun yang masih menggulung, sehingga apabila gulungan daun ini nantinya

membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang grekan yang tidak teratur

pada permukaan daun. Setelah beberapa hari hidup dalam pupus daun, larva

kemudian akan keluar dan menuju ke bawah serta menggerek pelepah daun

hingga menembus masuk ke dalam ruas batang. Selanjutnya larva hidup dalam

ruas-ruas batang tebu. Di sebelah luar ruas-ruas muda yang digerek akan didapati

tepung gerek. Daun tanaman yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas

(21)

serangan pada batang tebu ditandai adanya lobang gerek pada permukaan batang.

Apabila ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat

lorong-lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik

tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat

lebih dari satu ulat penggerek (Pratama, dkk, 2009).

Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus pada titik tumbuh (a),daun (b) & batang (c & d)

(Sumber : Foto Langsung)

a

d c

(22)

Pengendalian

Umumnya pengendalian penggerek batang bergaris

(C. sacchariphagus) yang digunakan adalah:

1. Secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem

hamparan.

2. Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya.

3. Secara mekanis yaitu pengutipan ulat – ulat di lapangan.

4. Secara biologis yaitu dengan memanfaatkan musuh alami berupa

pelepasan parasit telur Trichogramma spp., dan parasit larva

Diatraeophaga striatalis Tns.

5. Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50 EC

(3 l/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 l/ha) (Pratama, 2009).

Botani Tanaman

Menurut Chairunnisa (2005), adapun klasifikasi dari tanaman tebu

(Saccharum officinarum L.) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Family : Poaceae

Genus : Saccharum

(23)

Akar tanaman tebu berakar serabut dan menjalar hingga ke permukaan

tanah. Akar tebu dapat memanjang hingga 1,6 m, yang terdiri dari cabang atau

anak akar yang banyak. Batang tebu berbuku-buku, pada setiap buku terdapat

mata tunas. Buku-buku merupakan pangkal dari daun. Batang berserat dan manis

yang berasal dari kandungan kimia. Daun tebu memiliki bulu-bulu halus pada

permukaannya yang gatal bila disentuh, tipe daun tebu ini tipe lanset dimana

tulang daun sejajar dan bentuk daun memanjang (Mangoendihardjo, 1999).

Penggunaan varietas tebu bersifat sangat dinamis. Setiap periode waktu,

varietas yang telah lama digunakan secara terus menerus tidak selalu

menguntungkan, sebagai akibat akan terjadinya penurunan kualitas genetik,

kepekaan terhadap hama dan penyakit yang dapat meyebabkan merosotnya

perolehan hasil gula. Oleh karena itu, untuk menghindari kondisi demikian

diupayakan selalu terjadi regenerasi varietas di lapangan untuk mempersiapkan

perolehan varietas pengganti. Varietas tebu sebaiknya tidak ditaman lebih dari 8

tahun (Soedhono, 2009).

Fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat

tergantung kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam bibit. Bibit

dengan kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua

yang kondisi distribusi air dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah

berkurang akan menyulitkan terjadinya inisiasi tumbuh tunas. Selain itu misalnya

kondisi bibit yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan hambatan dalam

proses inisiasi pertunasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian

jumlah bibit yang ditanam sangat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi

(24)

berkorelasi dengan jumlah mata yang berinisiasi menjadi tunas, namun

sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami keseimbangan

mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi

persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan

populasi tanaman pada periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan

populasi tanaman sampai mencapai pertumbuhan populasi batang optimal

(Soedhono, 2009).

Kebutuhan terhadap bibit tidak saja hanya didasarkan jumlah yang

memadai sesuai kebutuhan luasan tanam tebu giling, tetapi juga bibit yang

tersedia harus terjamin kualitasnya. Bibit yang bermutu baik ukurannya adalah

bibit yang menghasilkan perkecambahan mendekati pertumbuhan seluruh mata

tunas dan tidak terinfeksi hama penyakit yang dikenal sebagai organisme

pengganggu bawaan. Untuk menghindari terikutkannya penyakit pada bibit tebu,

maka sebelum ditanam sering dilakukan perlakuan perawatan air panas

(Hot Water Treatment, HWT). Dengan jumlah populasi mata tunas berkecambah

yang tinggi akan menentukan perolehan tunas yang menghasilkan batang untuk

dipanen. Sedangkan tidak terikutkannya organisme pengganggu sudah barang

tentu akan menghasilkan kondisi tebu tanpa hambatan secara inhern sehingga

pertumbuhan tebu berjalan normal (Anonimos, 2008).

Syarat Tumbuh Iklim

Hujan yang merata diperlukan setelah tanaman berumur 8 bulan dan

(25)

daerah beriklim panas dan lembab. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan

tanaman ini > 70%. Suhu udara berkisar antara 28-34 oC (Anonimos, 2007).

Budidaya tebu harus mengupayakan kebutuhan tebu terhadap variabel

iklim, khususnya terhadap ketersediaan air, baik dalam mengatur kecukupan air

maupun mengurangi ketersediaannya. Dalam budidaya, singkronisasi kebutuhan

pertumbuhan tebu dengan kebutuhan SDA iklim, seperti mengatur masa tanam

yang baik untuk mendapatkan kebutuhan air optimal pada fase pertumbuhan awal

dan ditebang pada periode musim kemarau. Berdasarkan kebutuhan air pada

setiap fase pertumbuhannya, curah hujan bulanan ideal untuk pertanaman tebu

adalah 200 mm / bulan pada 5-6 bulan berturut - turut, 125 mm/bulan pada 2

bulan transisi dan kurang 75 mm / bulan pada 4 - 5 bulan berturut-turut. Menurut

tipe iklim Oldeman, zona yang terbaik untuk tanaman tebu adalah tipe iklim C2

dan C3. Dalam pengembangannya ke lahan kering selain kedua tipe iklim tersebut

ada beberapa lahan dengan tipe iklim yang dapat diusahakan untuk tebu dengan

masukan-masukan teknologi adalah B2, C2, C3, D2, E3. Lahan yang dapat

dikembangkan untuk pertumbuhan tebu dengan tanah cukup ringan dan

berdrainase baik B1, C1, D1 dan E1 (Anonimus, 2009).

Tanah

Tanah yang subur dengan kondisi ketersediaan air, oksigen dan makanan

yang memadai, maka tanaman tebu yang tumbuh di atasnya akan menunjukkan

penampilan pertumbuhan dan hasil produksi tebu yang baik. Sebaliknya, pada

kondisi tanah yang kurang subur sebagai akibat terdapatnya faktor pembatas yang

(26)

menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil gula yang diperoleh

tidak akan maksimal. Pada kondisi kesuburan tanah tidak menguntungkan, maka

untuk memaksimalkan hasil pertumbuhan tanaman sering dilakukan manipulasi

oleh manusia melalui budidaya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui

manipulasi fisik untuk mencapai kondisi status fisik tanah yang menguntungkan

bagi pertumbuhan perakaran dan manipulasi kimia untuk meningkatkan

ketersediaan hara yang biasanya dilakukan melalui penambahan hara dari luar

tanah melalui pemupukan (Soedhono, 2009).

Kesuburan tanah menentukan keberhasilan budidaya tebu, menyangkut

aspek faktor pembatas fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah yang menonjol

adalah drainase / permeabilitas, tekstur dan ruang pori. Sedangkan sifat kimia

tanah adalah kadar bahan organik, pH, ketersediaan hara esensial dan KTK tanah..

Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk tanaman tebu adalah pada kisaran 6,0

– 7,0 namun masih dapat tumbuh pada kisaran pH 4,5 - 7,5. Kesuburan tanah

(status hara), berdasarkan hasil penelitian P3GI untuk menentukan kesesuaian

lahan bagi tanaman tebu dengan kriteria N total > 1,5, P2O5 tersedia > 75 ppm,

K2O tersedia > 150 ppm dan kejenuhan Al > 4 bulan, masa tanam yang optimal

pada akhir musim kemarau sampai awal musim hujan yaitu pertengahan Oktober

sampai dengan masa tanam juga dapat pada akhir musim hujan sampai awal

musim kemarau (pola II) dengan kondisi tanah ringan, ngompol dapat diolah

sepanjang musim. Pada daerah basah (bulan kering ≤ 2 bulan) masa tanam tebu

(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan Tanaman

Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat ± 50-60 meter di atas Permukaan

laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 – Maret 2011.

Bahan dan Alat

Adapun bahan - bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain

sebagai berikut : bibit tebu sehat, bibit tebu yang terserang C. sacchariphagus,

tanah, air, cat, pupuk urea dan pupuk SP-36.

Adapun alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain sebagai

berikut : cangkul, gembor, plank, pacak, tali plastik, kuas, meteran, handcounter,

ember, pisau, parang, kamera, alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial,

terdiri dari 2 faktor :

Faktor I : Intensitas Serangan Terhadap Bibit, terdiri dari 6 perlakuan

I0 = Tebu sehat (Kontrol)

I1 = Tebu terserang 20%

I2 = Tebu terserang 40%

(28)

I4 = Tebu terserang 80%

I5 = Tebu terserang 100%

Faktor II : Ketebalan Penutup Tanah, terdiri dari 2 perlakuan

K1 = 3 cm

K2 = 5 cm

Adapun kombinasi perlakuan sebagai berikut :

I0K1 I1K1 I2K1 I3K1 I4K1 I5K1

I0K2 I1K2 I2K2 I3K2 I4K2 I5K2

Varietas Tebu : Kidang Kencana (KK)

Jumlah Kombinasi Perlakuan : 12

Jumlah Ulangan : 3

Jarak antar Juring : 120 cm

Jumlah Plot Lahan : 36 plot

Luas Tiap Plot Lahan : 1,2 x 1,5 m

Luas Lahan Seluruhnya : 6,3 x 18,3 = 115,29 m2

Jarak Antar Perlakuan : 30 cm

Jarak Antar Ulangan : 60 cm

Lebar Parit Keliling : 30 cm

Jumlah Juring Tiap Plot : 2 juring

Jumlah Bagal Sampel per Plot : 2 bagal

Jumlah Bagal Seluruhya : 216 bagal

(29)

Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :

t1(t2-1) (r-1) ≥ 15

6 (2-1) (r-1) ≥ 15

6 (r-1) ≥ 15

6 r - 6 ≥ 15

6 r ≥ 21

r ≥ 3,5 dibulatkan r = 3

Metode Linear adalah sebagai berikut :

Yijk= µ + ρi + αj+ βk+ αβjkijk

i = 1,2,3,...r

j = 1,2,3,...a

k = 1,2,3....b

Keterangan :

Yij = Respon atau nilai pengamatan dari pengaruh ulangan pada taraf ke-i,

perlakuan ke-j dan perlakuan ke-k

µ = Nilai tengah umum

i

ρ = Efek blok ke-i

j

α = Pengaruh perlakuan dari faktor A pada taraf ke-j

k

β = Pengaruh perlakuan dari faktor B pada taraf ke-k

jk

αβ = Efek Interaksi dari perlakuan pada taraf ke-j dengan perlakuan pada taraf

ke-k

ijk

ε = Efek error dari ulangan pada taraf ke-i, perlakuan pada taraf ke-j dan

(30)

Pelaksaan Penelitian Pengolahan Lahan

Lahan dibersihkan dari sisa- sisa gulma. Pengolahan dilakukan sebanyak 3

kali, yaitu dilakukan terlebih dahulu pencangkulan tanah sedalam 30 cm.

Kemudian meratakan tanah yang telah dicangkul sehingga bongkahan tanah

menjadi halus, setelah itu tanah digemburkan kembali dengan dan membuat

juringan-juringan yang dibentuk menjadi petak- petak percobaan dengan ukuran

yang telah ditentukan yaitu 1,2 m x 1,5 m.

Pemotongan Batang Tebu

Dicari batang tebu yang sehat dan yang sudah terserang hama

C. sacchariphagus dilihat dari gejala dan intensitas serangannya, yaitu dengan

intensitas 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, dimana penentuan intensitas serangan

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% Ruas Serangan (Serangan di Batang) = Jumlah ruas yang terserang X 100 % Jumlah total ruas yg diamati

Dan batang yang terserang dengan kategori intensitas serangan diatas yang

diambil, kemudian batang dipotong sebanyak 3 bagal/juring yang memiliki 3 mata

tunas/bagal.

Penanaman Bibit

Penanaman bibit tebu dilakukan dengan jarak antar juring 120 cm. Pada

setiap plot ditanam sekitar 2 juring dengan jumlah 6 bagal dan memiliki jumlah 18

(31)

Pemupukan

Pemupukan untuk memacu pertumbuhan generatif dilakukan dengan

pemberiaan pupuk Urea dan SP36. Memperhatikan setiap hara memiliki

spesifikasi dalam menunjang pertumbuhan tebu, maka seharusnya dilakukan

penyesuaian aplikasi pemupukan dengan kebutuhannya. Pada fase pertumbuhan

tebu yang cepat, yaitu pada masa pertunasan (1-3 bulan) (Soedhono, 2009)

Pemupukan dilakukan dua kali yaitu (1) saat tanam atau sampai 7 hari

setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8 gram TSP, (2) pada 30 hari setelah

pemupukan pertama ( I ) dengan 10 gram urea per tanaman atau 200 kg urea per

hektar. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat dengan tugal) sejauh 7-10 cm

dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah pemupukan semua petak segera disiram

supaya pupuk tidak keluar dari daerah perakaran tebu. Pemupukan dan

penyiraman harus selesai dalam satu hari (Anonimos, 2007).

Pemeliharaan Tanaman

Tindakan pemeliharaan tanaman relatif sama dengan perawatan tanaman

baru, antara lain yaitu pengendalian gulma, turun tanah, kelentek dan pemberiaan

air. Khusus untuk perawatan gulma perlu diintensifkan, karena jumlah tunas

keprasan sangat berkurang akibat persaingan gulma yang tumbuh di barisan

tebunya. Penyiangan gulma dikerjakan secara manual tiga kali yakni pada umur

1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam. Pemberian tanah untuk tebu lahan kering

hanya dilakukan dua kali yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan

dan pada umur 2,5-3 bulan, atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan

(32)

akibat kekeringan atau akibat kelebihan air (air menggenang). Keprasan biasanya

mampu menderita akibat cekaman air. Tetapi penggenangan air dalam jangka

waktu lama akan berakibat mematikan perakaran tebu. Besarnya gangguan oleh

genangan air terhadap pertumbuhan tebu, tergantung pada saat dan lama kondisi

anaerob berlangsung (Anonimos, 2007).

Peubah Amatan

a. Persentase Perkecambahan (%)

Menghitung persentase perkecambahan bibit tebu. Pengamatan pertama

dilakukan pada 7 hst selama 4 kali pengamatan dengan mengamati seluruh mata

tunas yang tumbuh, dimana menggunakan rumus sebagai berikut :

% Perkecambahan mata tunas = Jumlah mata tunas tumbuh X 100 % Jumlah total mata tunas yg diamati

b. Jumlah Anakan per Rumpun

Diamati jumlah rumpun yang keluar. Pengamatan pertama dilakukan pada 30

hst selama 3 kali pengamatan.

c. Tinggi Tanaman

Diamati tinggi tanaman dari mulai dari pengamatan pertama dilakukan pada 30

hst selama 3 kali pengamatan.

d. Intensitas Tunas Terserang (%)

Diamati tunas tanaman yang terserang, pengamatan dilakukan 30 hst selama 3

kali pengamatan menggunakan rumus sbb :

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Perkecambahan

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan

penutup tanah terhadap persentase perkecambahan pada pengamatan I – IV

menunjukkan pengaruh berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan

penutup tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu dapat dilihat

pada tabel 1 (Lampiran 3-6)

Tabel 1. Beda Uji Rataan persentase perkecambahan (%) tebu terhadap interaksi

intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan

(34)

I/K K1 K2 Rataan

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan

Tabel 1 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek

(C. sacchariphagus) terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu

menunjukkan persentase perkecambahan (%) pada pengamatan IV dengan

perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0) berbeda nyata terhadap perlakuan

lainnya dimana persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada tanaman tebu

sehat (I0) yaitu 92.59% dan persentase perkecambahan terendah pada penanaman

tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 33.33%. Tebu yang terserang

100% (I5) masih dapat tetapi pertumbuhannya itu lebih lama dari yang lain karena

tebu tersebut secara fisiknya sudah rusak akibat terserang C. Sacchariphagus

sehingga proses pertumbuhannya terhambat. Hal ini menunjukkan bahwa

penanaman tebu yang terserang penggerek batang bergaris (C. Sacchariphagus)

dengan intensitas yang makin tinggi maka persentase perkecambahan cenderung

(35)

telah terinfeksi hama. Hal ini sesuai dengan Suhartawan (1995) yang menyatakan

bahwa perkecambahan sangat ditentukan oleh kesehatan bibit. Persentase

perkecambahan akan tinggi apabila bibit yang digunakan berasal dari bibit dan

kondisi lingkungan yang baik dan tidak terinfeksi hama dan penyakit.

0.00 (C. sacchariphagus) terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu

Tabel 1 dan histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap

persentase perkecambahan tanaman tebu menunjukkan persentase perkecambahan

(%) pada pengamatan IV dengan perlakuan menggunakan ketebalan penutup

tanah 3 cm (K1) berbeda nyata dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) dimana

persentase perkecambahan tertinggi terdapat pada penanaman tebu dengan

ketebalan penutup tanah 3 cm (K1) yaitu 78,39% dan persentase perkecambahan

terendah pada penanaman tebu dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) yaitu

50%. Penanaman tebu dengan faktor ketebalan penutup tanah yang lebih tebal

(5 cm) maka persentase perkecambahan akan semakin kecil karena terhalangnya

proses pertumbuhan tanaman, pada proses perkecambahan dengan penutup tanah

yang lebih tebal (5 cm) maka tanaman kurang mendapatkan sinar matahari dan

kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Hal ini sesuai dengan

Juliadi (2009) yang menyatakan bahwa pada tanaman membutuhkan sumberdaya

(36)

karbon dioksida dan oksigen, sumberdaya alam lainnya berada pada kondisi yang

terbatas dan sering tidak mencukupi kebutuhan, sehingga terkadang memerlukan

usaha untuk mencukupi kebutuhan tersebut dengan tindakan pengelolaan hidup.

Sebagai contoh misalnya tanaman tebu membutuhkan sinar matahari untuk

membantu proses fotosintesis dan hara untuk mencapai pertumbuhan normalnya.

0.00

Gambar 7. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan tanaman tebu

Tabel 1 dan histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan (%)

dengan faktor ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan (%)

tanaman tebu menunjukkan persentase perkecambahan (%) pada pengamatan IV

perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup tanah 3 cm) berbeda nyata

terhadap perlakuan lainnya, dimana persentase perkecambahan tertinggi terdapat

pada perlakuan I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup tanah 3 cm) sebesar

100% dan terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100% dengan ketebalan

penutup tanah 5 cm) sebesar 11.11%. Interaksi intensitas serangan (%) penggerek

batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan faktor ketebalan penutup tanah

terhadap persentase perkecambahan (%) tanaman tebu, intensitas yang paling

rendah dengan penutup tanah yang tidak terlalu tebal (3 cm) mengalami kenaikan

persentase perkecambahan karena dipengaruhi oleh terinfeksi atau terbawa

(37)

tebal. Hal ini sesuai dengan Mangoendihardjo (1999) yang menyatakan bahwa

upaya untuk meningkatkan persentase perkecambahan dilakukan dengan

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan dengan

mengupayakan perolehan bahan tanam yang baik. antara lain : faktor internal

(varietas, umur bibit, panjang stek, jumlah mata, cara meletakan bibit, bibit yang

terinfeksi hama penyakit dan status hara bibit) dan faktor eksternal (kelembaban

tanah, aerasi, ketebalan tanah penutup tanaman, dan kedalaman meletakan bibit).

0

Gambar 8. Histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan (%) dengan faktor ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan (%) tanaman tebu

2. Jumlah Anakan per Rumpun

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan faktor

ketebalan penutup tanah terhadap jumlah anakan per rumpun pada pengamatan

I – III menunjukkan hasil yang berbeda nyata sedangkan interaksi antara intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan

penutup tanah menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hasil beda uji rataan

(38)

dan ketebalan penutup tanah terhadap jumlah anakan per rumpun pada tanaman

tebu dapat dilihat pada tabel 2 (Lampiran 7-9).

Tabel 2. Beda Uji Rataan jumlah anakan per rumpun tanaman tebu terhadap

interaksi intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan

I-III

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan

Tabel 2 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek

(C. sacchariphagus) terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman

(39)

perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0) berbeda nyata terhadap perlakuan

lainnya, dimana jumlah anakan per rumpun tertinggi terdapat pada tanaman tebu

sehat (I0) yaitu 9,14 dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman

tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72. Penanaman tebu yang

terserang penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus) dengan intensitas yang

makin tinggi maka jumlah anakan per rumpun tanaman tebu akan semakin kecil

karena pada penanaman bibit yang digunakan sudah terdapat hama dan

penggerek-penggerek tesebut dapat merusak mata-mata tunas yang ada. Hal ini

sesuai dengan Sunaryo (2003) yang menyatakan bahwa serangan penggerek ini

dapat menyebabkan persentase bibit yang dihasilkan akan menurun karena

rusaknya mata-mata tunas yang ada. Di samping itu penggerek batang pada bibit

yang ditanaman akan mengurangi kemampuan membentuk tunas secara optimum

atau bahkan gagal sama sekali.

0 (C. sacchariphagus) terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman tebu

Dari tabel 2 dan histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap

jumlah anakan per rumpun tanaman tebu menunjukkan jumlah anakan per rumpun

pada pengamatan III dengan perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0)

(40)

tertinggi terdapat pada penanaman tebu dengan ketebalan penutup tanah 3 cm

(K1) yaitu 8,36 dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman tebu

dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) yaitu 7,56. Penanaman tebu dengan

faktor ketebalan penutup tanah, dimana penanaman tebu dengan ketebalan

penutup tanah yang lebih tebal maka persentase jumlah anakan per rumpun akan

semakin kecil karena terhalangnya proses pertumbuhan tanaman, dimana pada

penutup tanah yang lebih tebal maka kemunculan tunas baru akan lebih lama

membutukan waktu untuk dapat muncul ke permukaan tanah. Hal ini sesuai

dengan Burham (2009) yang menyatakan bahwa keadaan tersebut disebabkan

oleh waktu yang dibutuhkan oleh tunas untuk mencapai permukaan tanah menjadi

dua kali lebih lama, secara perhitungan jaraknya saja sudah jelas lebih jauh untuk

mencapai permukaan tanah sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak seragam

dan pertumbuhan tunas terganggu.

Gambar 10. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap jumlah anakan per rumpun tanaman tebu

3. Tinggi Tanaman

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan

(41)

hasil yang berbeda nyata sedangkan interaksi antara intensitas serangan penggerek

batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan penutup tanah

menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan

penutup tanah terhadap tinggi tanaman tebu dapat dilihat pada tabel 3

(Lampiran 10-12).

Tabel 3. Beda Uji Rataan tinggi tanaman tebu terhadap interaksi intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan I-III

Pengamatan I/K K1 K2 Rataan

(42)

Tabel 3 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek

(C. sacchariphagus) terhadap tinggi tanaman tebu menunjukkan tinggi tanaman

tebu pada pengamatan III dengan perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0)

berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, dimana tinggi tanaman tebu yang

tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu 68,85 dan tinggi tanaman

terendah pada penanaman tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 11,95.

Penanaman tebu yang terserang penggerek batang bergaris (C. sacchariphagus)

dengan intensitas yang makin tinggi maka tinggi tanaman akan semakin rendah

karena pada penanaman bibit yang digunakan sudah terdapat

penggerek-penggerek di dalamnya yang menganggu pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan

Pramono (2005) yang menyatakan bahwa serangan penggerek ini sangat

merugikan karena di samping mengakibatkan penurunan bobot batang juga

mempengaruhi pertumbuhan ruas-ruas yang terletak di atasnya menjadi tidak

dapat mencapai ukuran yang normal. Serangan berat dapat menyebabkan tanaman

(43)

Tabel 3 dan histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap tinggi

tanaman tebu menunjukkan tinggi tanaman tebu pada pengamatan III dengan

perlakuan menggunakan tanaman tebu sehat (I0) berbeda nyata terhadap perlakuan

lainnya, dimana tinggi tanaman tebu yang tertinggi terdapat pada penanaman tebu

dengan ketebalan penutup tanah 3 cm (K1) yaitu 41,76 dan tinggi tanaman tebu

terendah pada penanaman tebu dengan ketebalan penutup tanah 5 cm (K2) yaitu

34,51.

Gambar 12. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap tinggi tanaman tebu

4. Intensitas Tunas Terserang (%)

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh intensitas

serangan penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) pada pengamatan

I – III menunjukkan hasil yang berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah

serta interaksi antara intensitas serangan penggerek batang tebu bergaris

(C. sacchariphagus) dan ketebalan penutup tanah menunjukkan hasil tidak

berbeda nyata. Hasil beda uji rataan pengaruh intensitas serangan penggerek

batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dan ketebalan penutup tanah terhadap

(44)

Tabel 4. Beda Uji Rataan intensitas tunas terserang (%) terhadap interaksi

intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus) dengan ketebalan penutup tanah pada pengamatan

I-III

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Duncan

Tabel 4 dan histogram pengaruh intensitas serangan penggerek

(C. sacchariphagus) terhadap intensitas tunas tebu terserangmenunjukkan

intensitas tunas tebu yang terserang penggerek batang bergaris

(C. sacchariphagus) (%) pada pengamatan III dengan perlakuan menggunakan

tanaman tebu sehat (I0) dan penanaman tebu dengan intensitas serangan 20% (I1)

(45)

tertinggi terdapat pada tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu

20,37% dan intensitas tunas terserang (%) terendah pada penanaman tebu sehat

(I0) dan tebu dengan intensitas serangan 20% (I1) yaitu 0,00%. (C. sacchariphagus) terhadap intensitas tunas tebu terserang

Intensitas tunas tebu yang terserang penggerek batang bergaris

(C. sacchariphagus) mengalami kenaikan dari pengamatan I-III yaitu 30 hst

sampai 90 hst dipengaruhi oleh faktor umur dari tanaman. Hal ini sesuai dengan

Pramono (2007) yang menyatakan bahwa serangan penggerek batang mulai

terjadi sejak tanaman berumur 1,5 – 3 bulan yang biasanya menyebabkan

kematian tunas tanaman karena rusak dan matinya titik tumbuh tanaman tersebut.

Di dalam penanaman bibit tebu yang terserang dengan berbagai intensitas

serangan mengakibatkan tanaman yang kemudian tumbuh menjadi terserang

akibat hama yang terdapat di dalam bibit ataupun kondisi kebun disekitarnya. Hal

ini sesuai dengan Han (1998) yang menyatakan bahwa penularan dari kebun tua

ke kebun muda dapat terjadi melalui penerbangan ngengat atau terbawanya

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perlakuan Intensitas serangan (%), ketebalan penutup tanah dan interaksi

intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah berbeda nyata terhadap

persentase perkecambahan (%). Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan

penutup tanah berbeda nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan

ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan per

rumpun. Perlakuan intensitas serangan dan ketebalan penutup tanah berbeda

nyata sedangkan interaksi intensitas serangan dengan ketebalan penutup tanah

tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan intensitas serangan

berbeda nyata sedangkan ketebalan penutup tanah dan interaksi intensitas

serangan dengan ketebalan penutup tanah tidak berbeda nyata terhadap

intensitas tunas terserang.

2. Persentase perkecambahan tanaman tebu tertinggi terdapat pada perlakuan

I0K1 (tebu sehat dengan ketebalan penutup tanah 3 cm) sebesar 100% dan

terendah pada perlakuan I5K2 (tebu terserang 100% dengan ketebalan penutup

tanah 5 cm) sebesar 11.11%.

3. Jumlah anakan per rumpun tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu

sehat (I0) yaitu 9,14 dan jumlah anakan per rumpun terendah pada penanaman

tebu dengan intensitas serangan 100% (I5) yaitu 6,72.

4. Tinggi tanaman tebu tertinggi terdapat pada tanaman tebu sehat (I0) yaitu

68,85 dan tinggi tanaman terendah pada penanaman tebu dengan intensitas

(47)

5. Intensitas tunas terserang (%) pada tanaman tebu tertinggi terdapat pada

tanaman tebu dengan intensitas serangan 80% (I4) yaitu 20,37% dan intensitas

tunas terserang (%) terendah pada penanaman tebu sehat (I0) yaitu 0,00%.

6. Semakin kecil intensitas serangan (%) C. sacchariphagus maka akan optimal

terhadap daya tumbuh bibit tebu .

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kepastian sumber

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimos. 2007. Teknis Budidaya Tebu. http://teknis budidaya-tebu.html. Diakses tanggal 18 September 2010.

Anonimos. 2008. Standart Kualitas Bibit Tebu. http://www.disbunjatim.co.id Diakses tanggal 18 September 2010.

Anonimos. 2009. Konsep Budidaya Tebu.

tanggal 18 September 2010.

Bent, A.F. and I.C. Yu. 1999. Applications of Molecular Biology to Plant Disease and Insect Resistance. Adv. Agron. 66: 251−297.

Boedijono, W.A. 1970. Hama Tebu. Diktat Kursus Tanaman Tebu. BP3G Pasuruan,

Burham, D. 2009. Cara Penanaman Tebu. http://cerianet-agricultur blogspot.co.id/ /2010/06/penanaman tebu.html. Diakses tanggal 12 Februari 2011.

Chairunnisa, C. 2005. Pengelolaan Hama Tebu di Wilayah Kerja Pabrik Gula kebon Agung, Kabupaten Malang-Jawa Timur, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal 3.

David, H. 1986, The Internode Borer, Chilo sacchariphagus Bojer (Kapur), Breeding Institute, Coimbatore, pp. 121-134.

Dewi I.A.R.T, Susilo. F.X, dan Pramono S. 2009. Daya Parasitasi Trichogramma

Chilonis Ishii Terhadap Penggerek Batang Di Pertanaman Tebu

Bergantung Pada Waktu Aplikasi Parasitoid.

Deptan. 1994. Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Hal 36.

Gupta, B.D. 1957, A Note on the Scientific and Common Names of Sugarcane Pests in India. Indian J. Sug , Res. Dev., 2:9-13.

Han, L. H. 1998. Kerugian yang Disebabkan Oleh Hama Penggerek. Warta Bulanan, BP3G 8:170-179

(49)

Juliadi, D. 2009. Hama Tebu. 1 November 2010.

Mangoendihardjo, S. 1999. Hama Tanaman Keras, UGM Press, Yogyakarta

Nesbitt, B.F, Beevor, P.S, Hall, D.R, Lester, R., dan Williams, J.R. 1980. a

Components of the Sex Pheromone of the Female Sugar Cane Borer,

Chilo sacchariphagus (Bojer) (Lepidoptera: Pyralidae). Identification and

Field Trials. J. Chem. Ecol 6:385-394.

Pramono. D, Hermawan. R, Sulistyana M. M., Mudakir , dan Harianto. 2006. Pelaksanaan & Manfaat Program Early Warning System (EWS) di Kawasan PG Bungamayang – Lampung, PTPN VII Persero Periode tanam 2006/2007 – 2008/2009. Litbang UU, Bungamayang, PTPN VII Persero.Lampung.

Pramono, D. 2005. Pengelolaan Hama Tebu Secara Terpadu-2. Penerbit Dioma, Malang : 65-111

. 2007. Program Early Warning system (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) pada PBTR di Kawasan PTPN II, Sumut. P3GI, Pasuruan.

Purnomo. 2006. Parasitasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang dan Instar yang Berbeda di Laboratorium. J. HPT Tropika 6(2):87-91.

Soedhono, 2009. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pola Tanaman Tebu.

Suhartawan. 1995. Permasalahan Hama Penggerek Pada Tanaman Tebu di Indonesia. Prosiding Pertemuan Teknis. 29-30 November 1995. P3GI, Pasuruan : 8-15

Sunaryo. 2003. Status Masalah Hama –Hama Tanaman Tebu. Bagian Riset dan Pengembangan. Lampung : 3-15

Williams. J. R., 1983. 1983. The sugar cane stem borer ( Chilo sacchariphagus ) in Mauritius. Rev. Agric. IPB. Sucr. Ile Maurice 62:5-23

Wirioatmodjo, B. 1970. Hama Tebu. BP3G, Pasuruan : 11-19.

Yalawar, S., Pradeep, Ajith, K., Venkatesh, H., and Aiddalingappa, R., 2007.

Biology of Sugarcane Internode Borer, Chilo sacchariphaghus.

(50)
(51)

BAGAN TANAMAN SAMPEL

120 cm

150 cm

120 cm

Keterangan :

= Petak Percobaan

= Batang Tebu (bagal)

(52)

Lampiran 3. Persentase Perkecambahan Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(53)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 2.36 -1.35 9.41 11.07 16.46 34.84 42.17

Uji Jarak Duncan Faktor K

(54)

Lampiran 4. Persentase Perkecambahan Pengamatan II

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(55)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 2.15 4.83 21.17 22.85 28.25 46.64 53.98

Uji Jarak Duncan Faktor K

(56)

Lampiran 5. Persentase Perkecambahan Pengamatan III

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(57)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 1.98 10.88 30.95 34.49 41.76 58.31 71.21

Uji Jarak Duncan Faktor K

(58)
(59)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 2.59 25.78 38.35 52.96 60.18 74.84 84.03

Uji Jarak Duncan Faktor K

(60)

Lampiran 7. Jumlah Anakan per Rumpun Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(61)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 0.11 0.18 0.75 1.22 1.59 2.08 2.56

Uji Jarak Duncan Faktor K

(62)

Lampiran 8. Jumlah Anakan per Rumpun Pengamatan II

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(63)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 0.11 3.29 3.86 4.33 4.70 5.19 5.67

Uji Jarak Duncan Faktor K

(64)

Lampiran 9. Jumlah Anakan per Rumpun Pengamatan III

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(65)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 0.11 6.40 6.97 7.44 7.81 8.30 8.78

Uji Jarak Duncan Faktor K

(66)

Lampiran 10. Tinggi Tanaman Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(67)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 0.49 1.85 3.43 4.29 6.03 10.77 12.62

Uji Jarak Dundan Faktor K

(68)

Lampiran 11. Tinggi Tanaman Pengamatan II

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(69)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 0.26 4.66 9.01 16.26 26.85 30.63 33.40

Uji Jarak Duncan Faktor K

(70)

Lampiran 12. Tinggi Tanaman Pengamatan III

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(71)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

SY 1.62 7.21 17.90 23.15 33.97 52.36 63.48

Uji Jarak Duncan Faktor K

(72)

Lampiran 13. Intensitas Tunas Terserang Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(73)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

(74)

Lampiran 14. Intensitas Tunas Terserang Pengamatan II

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(75)

Tabel Dwikasta Total

Uji Jarak Duncan Faktor I

(76)

Lampiran 15. Intensitas Tunas Terserang Pengamatan III

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(77)

I/K K1 K2 Total Rataan

Uji Jarak Duncan Faktor I

(78)

FOTO PENELITIAN

Gambar. Lahan Penelitian

(79)

Gambar. Cara Menanam Tanaman Tebu

Gambar. Tanaman Tebu Berumur 1 Bulan

(80)

Gambar. Gejala Serangan awal C. sacchariphagus pada Daun Tebu (a)

Gambar. Gejala Serangan awal C. sacchariphagus pada Daun Tebu (b)

Gambar. Gejala Serangan C. sacchariphagus pada Tunas Tebu (c) a

(81)

Gambar. Lubang Gerekan Akibat Serangan C. sacchariphagus pada Tebu (d)

Gambar. Lubang Gerekan Akibat Serangan C. sacchariphagus pada Tebu (e)

Gambar. Bekas Gerekan Akibat Serangan C. sacchariphagus pada Tebu (f) f d

Gambar

Tabel 1. Beda Uji Rataan persentase perkecambahan (%) tebu terhadap interaksi intensitas serangan (%) penggerek batang tebu bergaris                              (C
Gambar 6. Histogram pengaruh intensitas serangan penggerek                                                   (C
Gambar 7. Histogram pengaruh ketebalan penutup tanah terhadap persentase  perkecambahan tanaman tebu
Gambar 8. Histogram pengaruh faktor interaksi intensitas serangan (%) dengan faktor  ketebalan penutup tanah terhadap persentase perkecambahan (%) tanaman tebu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan timbunan seringkali mengabaikan kadar air optimum ketika dihamparkan, sehingga kepadatan yang diinginkan tidak tercapai, penelitian ini dilakukan untuk

Malaysia telah melakukan usaha yang sama dan salah satu langkah yang telah dilakukan untuk menyokong teknologi ICT hijau ialah dengan mewujudkan Inisiatif ICT Hijau

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan reaksi pasar sebelum dan sesudah pengumuman Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) periode

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi model TPS, media puzzle, berpikir kritis, keterampilan guru, aktivitas belajar siswa, dan materi pada muatan IPA dan

Masyarakat Desa Rejomulyo adalah desa yang paling banyak mengetahui tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat, yaitu sebanyak 45 jenis, Desa Purwotani 25 jenis,

Analisis bertujuan untuk menguji pengaruh secara simultan atau bersama-sama antara variabel independen dalam hal ini yaitu variabel komitmen organisasi dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang membentuk citra merek iphone menurut persepsi konsumen, yaitu: (1) sistem operasi yang terdapat pada iphone

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari etnis Jawa, bahwa pada subjek ketiga memiliki beberapa sikap dalam berwirausaha seperti, etos kerja yang kuat,