• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Sayuran Kubis (Brassica Aleracege. L) Dan Isi Rumen Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Sayuran Kubis (Brassica Aleracege. L) Dan Isi Rumen Sapi"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT SAYURAN KUBIS

(Brassica aleracege. L) DAN ISI RUMEN SAPI

TESIS

Oleh :

SUMATERA TARIGAN 097006010/KIM

 

 

 

 

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN

MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT SAYURAN KUBIS

(Brassica aleracege. L) DAN ISI RUMEN SAPI

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

SUMATERA TARIGAN

097006010/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis :

RUMEN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

CAIR MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT

SAYURAN KUBIS (Brassica aleracege. L) DAN

ISI SAPI

Nama : SUMATERA TARIGAN Nomor Pokok : 097006010/KIM

Progam Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc.) (Prof. Dr. Pina Barus, MS.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi , Dekan,

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN

MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT SAYURAN KUBIS

(Brassica aleracege. L) DAN ISI RUMEN SAPI

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebut sumbernya dalam pustaka.

Medan, Juni 2011 Penulis

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : Senin, 20 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc.

Anggota : 1. Prof. Dr. Pina Barus, MS.

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Dr. Nimpan Bangun, MSc.

(6)

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN

MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT SAYURAN KUBIS

(Brassica aleracege. L) DAN ISI RUMEN SAPI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan isi rumen sapi dalam usaha memperoleh cairan hasil fermentasi terhadap limbah sayuran kubis yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair. Penelitian masih pada tahap awal dengan mengkaji beberapa dosis yang tepat untuk mendapatkan cairan yang optimal dan cara fermentasi yang tepat dan mengkaji lama fermentasi yang optimal. Dari tahap awal akan diperoleh kondisi fermentasi yang optimal dan dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu mengatur komposisi cairan yang dihasilkan sehingga sesuai dengan persyaratan mutu sebagai pupuk organik cair. Pada tahap pertama, dosis rumen sapi yang diuji bervariasi mulai ; 10%; 20%; 30%; 40% dan 50% dari bobot kubis seberat 2 kg. Perlakuan rumen sapi dikelompokkan menjadi 2, yaitu; rumen sapi segar dan rumen sapi yang diaktifkan sebagai starter. Dari kedua perlakuan tersebut diperoleh data bahwa; perlakuan dengan starter rumen sapi menghasilkan cairan rata-rata lebih besar dari perlakuan rumen sapi segar dan rata-rata waktu fermentasi lebih singkat. Sedangkan peningkatan dosis rumen sapi baik dengan perlakuan rumen sapi segar maupun dalam rumen sapi yang telah diaktifkan sebagai starter menghasilkan cairan lebih besar dan waktu fermentasi yang lebih singkat.

(7)

MAKING ORGANIC LIQUID FERTILIZER USE WITH SOLID

WASTE VEGETABLE SPROUTS (Brassica aleracege. L) AND

CONTENT COW’S RUMEN

ABSTRACT

This study aims to examine the use of cow rumen contents in an attempt to obtain a liquid fermented cabbage vegetable waste which can be used as liquid organic fertilizer. Research is still at an early stage by examining several methods to obtain optimal fluid; get proper fermentation and how to assess the optimal fermentation time. From the initial phase will be obtained by the optimal fermentation conditions and continued with the second phase is set so that the composition of fluid produced in accordance with quality requirements as liquid organic fertilizer. The next phase is to field test liquid organic fertilizer produced on several types of plants. In the first stage, the cow rumen doses tested ranged, 10%, 20%, 30%, 40% and 50% of the weight of cabbage weighing 2 kg. Treatment of cow's rumen are grouped into 2, namely, fresh cow's rumen and the cow's rumen is activated as a starter. From both these treatment data showed that, treatment with starter cow rumen fluid an average yield greater than the treatment of fresh cow's rumen and the average fermentation time is shorter. While the increase in cow rumen dose either with fresh treatment or in the form of starter fluid to produce larger and shorter fermentation time.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkatnya dan kasihnya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Pembuatan Pupuk Organik Cair dengan Memanfaatkan Limbah Padat Sayuran Kubis (Brassica aleracege. L) Dan Isi Rumen Sapi”.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam penulisan kata maupun bobot ilmiahnya. Untuk ini maka kritik dan saran dari pembaca sangat diterima dengan senang hati demi kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan ke program magister kimia.

2. Kepada bapak Rektor Universitas Quality Medan yang telah memberikan Izin kuliah di pascasarjana diprogram magister kimia

3. Kepada bapak Prof. Basuki Wirjosentono,MS.Ph.D segagai ketua program studi Magister Kimia dan juga sebagai dosen penguji.

4. Kepada bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc. dan bapak Prof. Dr. Pina Barus, MS. sebagai pembimbing saya.

5. Kepada bapak Dr. Nimpan Bangun, MSc , bapak Prof.Dr. Zul Alfian, MSc. dan bapak Prof, Dr, Yunazar Manjang sebagai dosen penguji saya.

6. Kepada seluruh staf dosen yang memberi kuliah diprogram Magister Kimia maupun pegawai yang telah banyak membantu saya.

7. Kepada orang tua saya dengan susah payah membiayai saya selama kuliah di FMIPA USU Medan sampai saya meraih gelar S1 Kimia.

(9)

untuk menyelesaikan kuliah saya di Magister Kimia USU Medan.

9. Kepada teman-teman di Universitas Quality Medan yang telah memberi semangat kepada saya untuk kuliah di Pasca Sarjana Program Studi Kimia USU Medan

Medan,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari tujuh bersaudara yang lahir pada tanggal 20 Maret 1960 di Lingga Kabupaten Karo Sumatera Utara dari pasangan Neken Tarigan dan Rata Br Sinulingga.

Penulis menjalani sekolah dasar di SD Negeri Lingga pada tahun 1966 sampai dengan 1972, SMP RK Kabanjahe pada tahun 1973 sampai dengan 1975, SMA Negeri Kabanjahe pada tahun 1976 sampai dengan 1979. Pada tahun 1979 penulis diterima sebagai mahasiswa di jurusan Kimia/S1 FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan dan lulus pada tahun 1987. Pada tahun 1988 terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Teknik Kimia Sekolah Tinggi Teknologi Industri Glugur Medan dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1990 sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kopertis Wilayah I sampai sekarang.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Pembatasan Permasalahan... 3

1.4. Tujuan Penelitian... 3

1.5. Manfaat Penelitian... 3

1.6. Metodologi Penelitian... 3

1.7. Lokasi Penelitian... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Deskripsi Kubis... 5

2.2. Rumen Sapi... 6

(12)

2.2.3. Jamur Rumen... 8

2.3. Kompos... 8

2.3.1. Proses Pengomposan... 9

2.3.2. Syarat Pembuatan Kompos... 12

2.3.3. Parameter yang dapat diamati sebagai Petunjuk sempurnanya proses pengomposan... 12

2.3.4. Menentukan Kematangan Kompos... 12

2.3.5. Meningkatkan Kesuburan Tanah... 13

2.4. Pupuk Organik Cair... 15

2.4.1. Klasifikasi Pupuk Organik Cair... 15

2.4.1.1. Pupuk Kandang Cair... 16

2.4.1.2. Pupuk Cair Limbah Organik... 16

BAB 3. METODE PENELITIAN... 18

3.1. Alat-alat Yang Digunakan... 18

3.2. Bahan-bahan yang digunakan... 18

3.3. Prosedur Penelitian... 19

3.3.1. Penyediaan Sampel Sampah Kubis... 19

3.3.2. Penyediaan Rumen Sapi... 19

3.3.3. Pembuatan Starter Rumen Sapi... 19

3.3.4. Pembuatan Pupuk Organik Cair... 19

3.3.5. Pembuatan Pereaksi Dan Larutan Standar... 20

(13)

3.3.5.4. Kalium Sebagai K2O Dengan Metode

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 21

3.3.6. Penentuan Kadar C-Organik Dengan Metode Walkey Black... 21

3.3.7. Pengukuran Nitrogen Dengan Metode Kjeldahl... 22

3.3.8. Penentuan P-Total Metode Spektrofotometri... K2O Dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)... 22

3.3.9 Penentuan Kalium sebagai K2O dengan metode SpektrofotometerSerapan Atom (SSA) 23

3.4. Bagan Penelitian... 26

3.4.1. Pembuatan Pupuk Organik Cair... 26

3.4.2. Penentuan Kadar C- Organik... 26

3.4.3. Penentuan Kadar Nitrogen Pupuk Organik Cair 28 3.4.4. Penentuan Posfor sebagai P2O5 Metode Spektrofotometri... 29

3.4.4.1. Pembuatan Ekstrak... 29

3.4.4.2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Untuk Kurva Kalibrasi ... 29

3.4.4.3. Pengukuran Absorbansi Untuk Ekstrak Pupuk Organik Cair... 31

3.4.5. Penentuan Kalium Sebagai K2O Dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom... 32

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

4.1. Hasil Penelitian... 33 4.1.1. Data Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Limbah

(14)

Kubis Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang

Telah Diaktifkan……… ………… 33 4.1.3. Data Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair

Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

Sapi Segar... 34 4.1.4. Data Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair

Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi

Yang Diaktifkan... 35 4.1.5. Data Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk

Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan

Rumen Sapi Segar... 35 4.1.6. Data Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk

Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan

Rumen Sapi Yang Diaktifkan... 36 4.1.7. Data Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk

Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan

Rumen Sapi Segar... 36 4.1.8. Data Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk

Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan

Rumen Sapi Yang Diaktifkan... 37 4.1.9. Data Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk

Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan

Rumen Sapi Segar... 37 4.1.10. Data Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk

Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan

Rumen Sapi Yang Diaktifkan... 38 4.2. Pembahasan... 38

(15)

Kubis Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar 38 4.2.2. Data Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah

Kubis dengan menggunakan Rumen Sapi yang

telah diaktifkan... 40 4.2.3. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar 43 4.2.4. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang

Diaktifkan... 44 4.2.5. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

Sapi Segar... 44 4.2.6. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

Sapi Yang Diaktifkan... 45 4.2.7. Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

Sapi Segar... 47 4.2.8. Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

Sapi Yang Diaktifkan... 47 4.2.9. Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

Sapi Segar... 48 4.2.10. Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen

(16)

dihasilkan dengan menggunakan Rumen Sapi yang

diaktifkan... 49

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 51

5.1. Kesimpulan... 51

5.2. Saran... 51

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1. Komposisi gizi kubis tiap 100 gram bahan segar... 5

2.2. Analisa kimia kompos... 14 2.3. Kandungan hara makro kotoran padat dan cair beberapa jenis

ternak... 16 4.1. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan

Menggunakan Rumen Sapi Segar... 33 4.2. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan

Menggunakan Rumen Sapi yang telah diaktifkan... 33 4.3. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan

Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar... 34 4.4. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan

Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan... 35 4.5. Pengujian Konsentrasi Nitrogen Dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar... 36 4.6. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan 36 4.7. Pengujian Konsentrasi Fosfat dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar... 36 4.8. Pengujian Konsentrasi Fosfat dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan 37 4.9. Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik Cair Yang

(18)

4.11. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan

Menggunakan Rumen Sapi Segar... 38 4.12. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

4.1. Kurva Laju Waktu Pengomposan-vs-Persentase Rumen Sapi

Segar... 39 4.2. Kurva Volume Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan-VS-Konsentrasi

Rumen Sapi Segar... 40 4.3. Kurva Laju Waktu Pengomposan-vs-Konsentrasi Rumen Sapi

Yang Diaktifkan... 41 4.4. Kurva Volume Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan-vs-Konsentrasi

Rumen sapi yang diaktifkan... 42 4.5. Kurva Perubahan C-Organik dari Pupuk Organik Cair-vs-Konsentrasi

Rumen Sapi Segar... 43 4.6. Kurva Perubahan C-Organik-vs-Konsentrasi Rumen Sapi Yang

Diaktifkan ... 44 4.7. Kurva Perubahan Konsentrasi Nitrogen-vs-Konsentrasi Rumen

Sapi Segar... 45 4.8. Kurva Perubahan Konsentrasi Nitrogen-vs-Konsentrasi Rumen Sapi

Yang Diaktifkan... 46 4.9. Kurva Perubahan Konsentrasi Fosfat-vs-Konsentrasi Rumen Sapi

Segar... 47 4.10. Kurva Perubahan Konsentrasi Fosfat-vs-Konsentrasi Rumen Sapi

Yang Diaktifkan... 48 4.11. Kurva Perubahan Konsentrasi K20-VS-Konsentrasi Rumen Sapi

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1. Data Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi... 55 Tabel 2. Data Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang

Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang

Diaktifkan... 55 Tabel 3. Data Pengujian Konsentrasi Nitrogen Dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi

Segar... 56 Tabel 4. Data Pengujian Konsentrasi Nitrogen Dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi

Yang Diaktifkan... 56 Tabel 5. Data Pengujian Konsentrasi Posfor Dari Pupuk Organik Cair

Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar 57 Tabel 6. Data Pengujian Konsentrasi Posfor Dari Pupuk Organik Cair

Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi

Yang Diaktifkan... 57 Tabel 7. Data Pengujian Konsentrasi Kalium Dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi

Segar... 58 Tabel 8. Data Pengujian Konsentrasi Kalium Dari Pupuk Organik

Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi

(21)

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Absorbansi -Vs- Konsentrasi Kalium... 59

Gambar 4. Limbah Padat Sayuran Kubis Gudang Pengiriman Kubis Simpang Ujung Aji... 59

Gambar 5. Limbah Padat Sayuran Kubis Gudang Pengiriman Kubis Jalan Udara Berastagi... 60

Gambar 6. Limbah Padat Sayuran Kubis Gudang Pengiriman Kubis Jalan Gurusinga Berastagi...xiii 60 Gambar 7. Limbah Padat Sayuran Kubis Gudang Pengiriman Kubis Jalan KORPRI Berastagi... 61

Gambar 8. Limbah Padat Kubis yang telah dicacah... 61

Gambar 9. Alat Pembuatan Pupuk Organik Cair... 62

(22)

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN

MEMANFAATKAN LIMBAH PADAT SAYURAN KUBIS

(Brassica aleracege. L) DAN ISI RUMEN SAPI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan isi rumen sapi dalam usaha memperoleh cairan hasil fermentasi terhadap limbah sayuran kubis yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair. Penelitian masih pada tahap awal dengan mengkaji beberapa dosis yang tepat untuk mendapatkan cairan yang optimal dan cara fermentasi yang tepat dan mengkaji lama fermentasi yang optimal. Dari tahap awal akan diperoleh kondisi fermentasi yang optimal dan dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu mengatur komposisi cairan yang dihasilkan sehingga sesuai dengan persyaratan mutu sebagai pupuk organik cair. Pada tahap pertama, dosis rumen sapi yang diuji bervariasi mulai ; 10%; 20%; 30%; 40% dan 50% dari bobot kubis seberat 2 kg. Perlakuan rumen sapi dikelompokkan menjadi 2, yaitu; rumen sapi segar dan rumen sapi yang diaktifkan sebagai starter. Dari kedua perlakuan tersebut diperoleh data bahwa; perlakuan dengan starter rumen sapi menghasilkan cairan rata-rata lebih besar dari perlakuan rumen sapi segar dan rata-rata waktu fermentasi lebih singkat. Sedangkan peningkatan dosis rumen sapi baik dengan perlakuan rumen sapi segar maupun dalam rumen sapi yang telah diaktifkan sebagai starter menghasilkan cairan lebih besar dan waktu fermentasi yang lebih singkat.

(23)

MAKING ORGANIC LIQUID FERTILIZER USE WITH SOLID

WASTE VEGETABLE SPROUTS (Brassica aleracege. L) AND

CONTENT COW’S RUMEN

ABSTRACT

This study aims to examine the use of cow rumen contents in an attempt to obtain a liquid fermented cabbage vegetable waste which can be used as liquid organic fertilizer. Research is still at an early stage by examining several methods to obtain optimal fluid; get proper fermentation and how to assess the optimal fermentation time. From the initial phase will be obtained by the optimal fermentation conditions and continued with the second phase is set so that the composition of fluid produced in accordance with quality requirements as liquid organic fertilizer. The next phase is to field test liquid organic fertilizer produced on several types of plants. In the first stage, the cow rumen doses tested ranged, 10%, 20%, 30%, 40% and 50% of the weight of cabbage weighing 2 kg. Treatment of cow's rumen are grouped into 2, namely, fresh cow's rumen and the cow's rumen is activated as a starter. From both these treatment data showed that, treatment with starter cow rumen fluid an average yield greater than the treatment of fresh cow's rumen and the average fermentation time is shorter. While the increase in cow rumen dose either with fresh treatment or in the form of starter fluid to produce larger and shorter fermentation time.

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keadaan iklim dan topografi Kabupaten Karo sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan. Oleh karenanya, daerah ini dikenal sebagai salah satu sentra penghasil sayuran dan buah-buahan di Indonesia.

Hasil panen sayuran sebelum dipasarkan ke kota-kota terdekat, biasanya dikumpulkan di pasar sayur sebagai tempat perkulakan. Di tempat ini sayuran dipilih dan dipilah sesuai dengan permintaan konsumen. Pemilahan tersebut akan menghasilkan sampah (limbah) padat sayuran yang umumnya berupa daun atau kelopak yang tidak dapat dikonsumsi (unedible portion).

Volume limbah padat kubis sangat besar jumlahnya. Rata-rata kubis yang masuk ke gudang sayuran Kubis di Berastagi kabupaten Karo berjumlah ± 50 ton per hari. Dari jumlah tersebut sekitar 3-5% atau sekitar 1,5 – 2,0 ton menjadi sampah atau limbah. Limbah kubis biasanya ditumpuk begitu saja pada tempat pembuangan sampah sementara (TPS) dengan cara open dumping dan tidak diangkut setiap hari. Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran, yaitu munculnya gas asam sulfida dan gas amonia yang menimbulkan bau yang tidak sedap dari limbah yang membusuk dan dapat menjadi tempat berkembang biak bibit penyakit.

(25)

2

bahan kompos. Sayuran seperti, kubis dan sawi putih banyak mengandung air sehingga tidak cocok untuk digunakan sebagai bahan kompos karena komponen yang dikandung oleh kubis tersebut 90% air.

Oleh karena itu perlu dipikirkan cara lain untuk mengatasi limbah sayuran yang banyak mengandung air tersebut. Salah satu alternatif teknologi yang mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi limbah sayur yang banyak mengandung air adalah teknologi fermentasi. Teknologi fermentasi ini hampir mirip dengan teknologi pengomposan pada umumnya, yang membedakan adalah produk akhirnya berupa cairan.

Salah satu komoditi sayuran penting di Kabupaten Karo adalah sayuran kubis. Sayuran Kubis ini mengandung air sampai dengan 90%. Dengan kandungan air yang demikian besar, kubis sangat cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pupuk organik cair. Pada teknologi fermentasi ini, limbah kubis yang banyak mengandung air difermentasi dengan menambahkan isi rumen sapi. Selama ini isi rumen sapi dibuang begitu saja dan menjadi limbah yang mengganggu lingkungan. Di kota Kabanjahe khususnya di rumah potong hewan, rata-rata terdapat 6 ekor sapi yang dipotong setiap hari. Dari masing-masing sapi itu diperoleh rumen sapi seberat 40 kg per ekor setara dengan 240 kg per hari.

Dalam penelitian ini akan dipelajari bagaimana proses fermentasi limbah padat sayuran khususnya sayuran yang banyak mengandung air. Sekaligus mengetahui komposisi nutrisi tanaman yang terdapat pada pupuk organik cair yang dihasilkan selama fermentasi.

(26)

3

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana komposisi antara limbah sayuran kubis dan isi rumen sapi yang tepat untuk menghasilkan pupuk organik cair supaya memenuhi

standard Nasional Indonesia (SNI 02-4958-1999).

2. Berapa perbandingan antara limbah kubis dengan isi rumen sapi yang tepat untuk menghasilkan pupuk organik cair mendekati Standard Nasional

Indonesia (SNI 02-4958-1999).

3. Bagaimana karakter cairan yang dihasilkan sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik cair.

1.3. Pembatasan Permasalahan

Penelitian ini hanya dilakukan pembuatan pupuk organik cair dengan menggunakan limbah padat kubis dari tempat pembuangan sampah gudang pengiriman kubis di Berastagi dengan menggunakan rumen sapi.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk menghasilkan pupuk organik cair dari limbah sayuran kubis dengan menggunakan rumen sapi segar dan rumen sapi yang diaktifkan.

2. Untuk mengetahui perbandingan waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan pupuk organik cair dengan menggunakan rumen sapi segar dan rumen sapi yang diaktifkan.

3. Untuk mengetahui perubahan konsentrasi unsur C, N, P dan K setelah pembentukan pupuk organik cair dengan menggunakan rumen sapi segar dan rumen sapi yang diaktifkan.

1.5. Manfaat Penelitian

(27)

4

2. Untuk menghasilkan pupuk organik cair murah dan efisien. 1.6. Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium

2. Limbah Kubis diambil tempat penampungan sementara gudang pengiriman Kubis di Berastagi Kabupaten Karo

3. Isi rumen sapi diambil dari kamar potong sapi Kabanjahe Kabupaten Karo 4. Pembuatan pupuk organik cair dari limbah kubis yang difermentasi dengan

isi rumen sapi

5. Penentuan C-Organik Metode Walkey Black

6. Penentuan Nitrogen dilakukan dengan metode Kjehldahl 7. Penentuan Posfor sebagai P2O5 dengan spektrofotometri

8. Penentuan Kalium sebagai K2O dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)

1.7. Lokasi Penelitian

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Kubis

Kubis (Brassica oleraceae L) merupakan sayuran daun yang cukup popular di Indonesia. Di beberapa daerah orang lebih sering menyebutnya sebagai kol. Dalam nama ilmiah kubis diberi nama Brassica oleraceae L. Kubis memiliki ciri khas membentuk krop.

Berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak FAPET UNPAD dalam Susangka dkk (2006), kubis mengandung air > 90% sehingga mudah mengalami pembusukan (Saenab, 2010). Hasil penelitian Fakultas Peternakan IPB dan Mansy (2002), kubis mengandung 55 mg kapur dan 0,8 mg besi dari berat basah.

Harjono dalam Ika Stia dan Yenni Maria Ulfa (2005) mengemukakan komposisi nilai gizi dari 2 jenis kubis, yaitu; kubis putih dan kubis hijau, seperti tercantum dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi gizi kubis tiap 100 gram bahan segar.

Komposisi Gizi Kubis Putih Kubis Hijau

(29)

6

Sumber : Harjono dalam Ika Stia dan Yenni Maria Ulfa (2005)

Dari tabel 2.1 di atas terlihat bahwa kubis banyak mengandung zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Kubis hijau memiliki keunggulan dalam komposisi gizi terhadap kubis putih. Nilai gizi yang dikandung oleh kubis bukan saja bermanfaat bagi tubuh, tetapi juga dapat digunakan sebagai sumber hara bagi tanah bila diolah menjadi pupuk.

Komposisi gizi seperti tertera dalam tabel 2.1 di atas dapat dimanfaatkan oleh bakteri pengurai dalam proses fermentasi. Proses fermentasi tersebut berlangsung secara spontan dalam lingkungan yang anaerobic (Khumalawati dan Ulfa, 2000).

2.2. Rumen Sapi

Ternak ruminansia memiliki keunikan dalam hal saluran pencernaan nya disebabkan karena adanya perkembangan pada bagian lambung menjadi empat rongga yang saling berhubungan yaitu, rumen, reticulum, omasum dan abomasum. Tiga rongga pertama seringkali merupakan cirri khas ternak ruminansia dimana pada bagian rumen dan reticulum terdapat miliaran mikroorganisme yang aktif melakukan fermentasi pakan (Soetanto, 2006).

2.2.1 Bakteri Rumen

(30)

7

a. Bakteri selulolitik

Bakteri ini menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glukosida β 1,4, selulosa dan dimer selobiosa. Sepanjang yang diketahui tak satupun hewan yang mampu memproduksi enzim selulosa sehingga pencernaan selulosa sangat tergantung pada bakteri yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan. Beberapa bakteri selulolitik antara lain adalah Bacteriodes succinogenes, Ruminicoccus flavefaciens, Ruminicoccus albus, Cillobacterium cellulosolvens.

b. Bakteri hemiselulolitik

Hemiselulosa merupakan struktur polisakarida yang penting dalam dinding sel tanaman. Mikroorganisme yang dapat menghidrolisa selulosa biasanya juga dapat menghidrolisa hemiselulosa.. meskipun demikian ada beberapa species yang dapat menghidrolisa hemiselulosa tetapi tidak dapat menghidrolisa selulosa. Contoh bakteri hemiselulosa antara lain; Butyrivibrio fibriosolven dan Bacteriodes ruminicola.

c. Bakteri pemakai asam

Beberapa jenis bakteri dalam rumen dapat menggunakan asam laktat meskipun jenis bakteri ini umumnya tidak terdapat dalam jumlah yang berarti. Beberapa jenis bakteri asam laktat yang dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak setelah mendapatkan tambahan jumlah makanan butiran adalah Peptostreptococcus bacterium, Propioni bacterium, Selemonas lactilytica.

d. Bakteri amilolitik

(31)

8

Beberapa kelompok bakteri lain berdasarkan substratnya adalah kelompok bakteri pemakai gula, bakteri proteolitik, bakteri methanogenik, bakteri lipolitik, dan bakteri ureolitik.

2.2.2 Protozoa Rumen

Sebagian besar protozoa yang terdapat dalam rumen adalah ciliate meskipun flagellate juga banyak dijumpai. Ciliata merupakan non pathogen dan anaerobic michroorganism. Dari hasil serangkaian studi, diperoleh informasi bahwa diduga ciliate mempunyai peranan sebagai sumber protein dengan keseimbangan kandungan asam amino yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri sebagai makanan ternak ruminansia.

2.2.3 Jamur Rumen

Salah satu ciri khas jamur rumen bila dibandingkan dengan jenis jamur lainnya adalah kebutuhannya akan absolute anaerobic (strictily anaerobic) untuk pertumbuhan dan terbentuknya senyawa hydrogen (H) dalam proses fermentasi selulosa.

Siklus kehidupan mikroorganisme dilaporkan berlangsung antara 24 – 30 jam menandakan bahwa jamur rumen sangat erat kaitannya dengan material yang sukar dicerna. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 20 species yang berbeda, meskipun sebagian belum mempunyai nama.

2.3. Kompos

(32)

9

kata lain terjadi perubahan dari sifat fisik yang baru. Perubahan itu sebagian besar muncul oleh karena adanya kegiatan jasad renik sehubungan dengan kebutuhan hidup organisme itu. Apa yang diikat oleh jasad renik demi mencukupi kebutuhan hidupnya, kelak akan dikembalikan lagi apabila jasad renik itu mati. Terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan berbagai zat atau unsur hara selama berlangsungnya proses pembentukan kompos.

Penjelasan lengkap meengenai proses yang terjadi adalah sebagai berikut : a. Hidrat arang (selulosa, hemiselulosa, dan lain- lain) diurai menjadi CO2

dan air atau CH4 dan H2.

b. Zat putih telur diurai menjadi amida, asam amino, amoniak, CO2 air.

c. Berbagai jenis unsur hara, terutama N, di samping P, K dan yang lain sebagai hasil penguraian, akan terikat dalam tubuh jasad renik. Sebagain yang tidak terikat akan menjadi persediaan di dalam tanah. Yang terikat dalam tubuh jasad renik tersebut kelak akan dikembalikan dalam tanah setelah jasad renik itu mati.

d. Juga ada unsur hara dari senyawa organik yang akan terbebas menjadi senyawa an-organik sehingga menjadi persediaan di dalam tanah bagi keperluan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

e. Lemak dan lilin akan terurai menjadi CO2 dan air.

Selama berlangsungnya proses tersebut akan terjadi perubahan berat dan isi dari bahan-bahan pembuatanya. Terjadi penguranagan berat karena adanya penguapan dan pencucian. Sebagaian besar senyawa hidrat arang akan hilang ke udara selama penguapan.

2.3.1. Proses pengomposan

(33)

10

Pada hari kedua atau ketiga, temperatur bahan kompos akan meningkat menjadi 40-60o C. Jika temperatur meningkat, tumpukan bahan tersebut harus dibalik, kemudian ditutup lagi. Tiga hari kemudian temperatur akan turun kembali dan berangsur-angsur stabil. Jika temperatur sudah stabil, bahan tersebut sudah menjadi kompos dan siap dikemas atau digunakan. (Sofian, 2006).

Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman baik yang berupa serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar, daun, yang kemudian dirombak oleh mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran maupun bangkai hewan. Secara kimiawi bahan organik tanah tersusun atas karbohidrat, protein lignin dan sejumlah senyawa kecil seperti lemak, lilin dan sebagainya, salah satu hasil perombakan bahan organik adalah humus, yang mempunyai kapasitas pengikatan unsur hara dan air yang sangat tinggi, memiliki kekhususan koloidal dan mampu mengikat air 80-90% dari berat keringnya, bandingkan dengan tanah liat yang hanya mampu mengikat air 15-20% saja. Humus memberi warna tanah menjadi agak kehitaman dan sangat bermanfaat bagi pertanian karena mempengaruhi struktur tanah.

Bahan organik dalam tanah sangat berhubungan dengan kecepatan pelapukan tanah. Bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang rendah akan lebih cepat melapuk dibanding bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang tinggi. Untuk cepat lapuk maka perlu penambahan nitrogen tanah yaitu dengan menambahkan bahan organik yang cepat lapuk. Walaupun demikian peran oksigen yang terkandung dalam tanah sangat penting, karena berkurangnya kadar oksigen juga berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam penguraian. Ini berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dari bahan organik yang bisa diserap tanaman. (M, Isnaini, 2006)

(34)

11

CH3CHOHCOOH + SO42- 2CH3COOH + H2S + 2OH - 4H2 + SO42- 2H2O + H2S + 2OH- Reduksi karbon organik secara anaerobik :

CH3COOH CH4 + CO2

4CH3OH 3CH4 + CO2 + 2H2O C6H12O6 bakteri 3CH COOH 3

C6H12O6 kapang 2CH3CH2OH + 2CO2 Reduksi karbon dioksida :

2CH3CH2OH + 2CO2 2CH3COOH + CH4 4H2 + CO2 CH4 + 2H2O

4H2 + 2CO2 CH3COOH + 2H2O Reduksi oksidasi sempurna :

CH3COOH + 2O2 CO2 + 2H2O 2H2 + O2 2H2O

CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O ( M. Judoamidjojo, A.A. Darwis dan E.G. Said ). Reaksi aminasi :

Protein proses enzimatik senyawa asam amino komplek + O2 + amina R NH2 + H2O hidrolisa enzim R OH + NH3 + energi

Reaksi Amonifikasi :

(35)

2-12

Reaksi Nitrifikasi :

2NH4+ + 3O2 NO2- + 2H2O + 4H+ + Energi 2NO2- + O2 2NO3- + Energi

(Mul Yulyani Sutedjo, 2002) 2.3.2. Syarat Pembuatan Kompos

a. Campuran kompos harus homogen agar kadar N dan kecepatan fermentasi dapat merata dan tetap. Oleh karena itu bahan mentah perlu dicacah hingga menjadi bagian-bagaian kecil.

b. Temperatur awal harus tinggi untuk membunuh bakteri patogen, biji rumput rumputan, lalat dan telurnya, serta larva hama lain beserta penyakit (cendawan) yang terbawa ke dalam tumpukan. (Nurheti Yuliarti, 2009).

2.3.3.Parameter yang dapat diamati sebagai petunjuk sempurnanya proses pengomposan sebagai berikut :

1. Selama proses pengomposan, dari hari pertama temperatur akan meningkat secara bertahap. Proses pengomposan dianggap selesai apabila temperatur kompos turun mendekati temperatur awal. Pengamatan ini dapat dilakukan setiap hari menggunakan termometer kaca.

2. Pengamatan terhadap penyusutan tumpukan kompos dilakukan pada akhir pengomposan (untuk bahan lunak) dan setiap minggu (untuk bahan keras).

2.3.4 Menentukan Kematangan Kompos

Kompos dikatakan bagus dan Siap diaplikasikan jika tingkat kematangannya sempurna, dan bisa dilihat dari keadaan bentuk fisiknya, sebagai berikut :

(36)

13

3. Bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna kehitaman. 4. Jika dilarutkan ke dalam air, kompos yang sudah matang tidak akan larut. 5. Strukturnya remah, tidak menggumpal.

(Simamora, Suhut dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos )

2.3.5 Meningkatkan Kesuburan Tanah

Produksi tanaman akan terhalang jika unsur hara yang terkandung di dalam tanah kurang atau tidak seimbang, terutama di daerah yang kadar unsur haranya buruk atau tanahnya terlalu asam atau basa. Meningkatkan jumlah produksi komoditas pertanian di Indonesia dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas tanah yang sudah mulai menurun kesuburannya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi hilangnya unsur hara dan mengembalikan kesuburan tanah dilakukan dengan cara mendaur ulang limbah organik, seperti limbah dari kandang peternakan, kotoran manusia, sisa tanaman atau sisa pengolahan tanaman. Hasil daur ulang limbah organik tersebut dikembalikan ke lahan baik secara langsung ataupun setelah diolah menjadi kompos atau difermentasikan. Dengan memanfaatkan pupuk organik tersebut, unsur hara dalam tanah akan bisa diperbaiki. Sehingga kehilangan unsur hara akibat terbawa air hujan/leaching dapat diatasi.

Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan (berpasir atau ringan) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi. Sementara itu,tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat air. Kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara.

(37)

14 kapasitas tukar kation (KTK) rendah hanya memiliki sedikit unsur hara di dalamnya yang dapat diserap tanaman.

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dibagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro antara lain Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Sedangkan unsur hara mikro antara lain Zat besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), dan seng (Zn).

Komponen kompos yang semakin berpengaruh terhadap sifat kimia tanah adalah kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat dapat melarutkan zat besi dan aluminium sehingga posfat yang terikat besi dan alminium akan lepas dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Kandungan kimia kompos terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2. Analisa kimia kompos

No Bahan Kadar

Sumber: Djuarnani, N., Kristian, Setiawan, B.S.2005.

(38)

15

2.4. Pupuk Organik Cair

Pupuk cair limbah organik pada dasarnya limbah dari bahan organik bisa dimanfaatkan menjadi pupuk, limbah cair banyak mengandung unsur hara (N, P, K). penggunaan pupuk cair dapat membantu memperbaiki Struktur dan kualitas tanah (http://kamalhijau.blogspot.com/)

Pupuk organik cair, adalah jenis pupuk yang berbentuk cair yang mudah larut dalam tanah serta mengandung unsur-unsur penting guna kesuburan tanah. Pupuk organik cair adalah pupuk yang dapat memberikan hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada tanah, karena bentuknya yang cair, maka jika terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah maka dengan sendirinya tanaman akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang dibutuhkan. Metode pembuatan pupuk organik cair bermacam-macam yang pada dasarnya adalah melalui proses fermentasi terhadap bahan-bahan organik seperti sisa tanaman atau sayuran (sampah). Nurhasanah dkk, 2008 melaporkan bahwa air lindi dari sampah organik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.

Dalam usaha memanfaatkan kembali sisa-sisa tanaman/sayuran serta ternak telah dikembangkan metode pembuatan pupuk organik baik berbentuk padat maupun berbentuk cair dengan menggunakan isi rumen sapi yang diketahui

banyak mengandung bakteri dan protozoa (Saepuddin, 2010).

(39)

Pupuk organik cair tidak merusak humus tanah walaupun seringkali digunakan. selain itu pupuk ini juga memiliki zat pengikat larutan hingga bisa langsung digunakan pada tanah tidak butuh interval waktu untuk dapat menanam tanaman.

16

Pembuatan pupuk organik cair melalui beberapa langkah dengan menggunakan komposer ; langkah 1) memilih sampah/sayuran ; langkah 2) mengurangi ukuran ; langkah 3) mempersiapkan bakteri ; langkah 4) mencampur sampah/sayuran

dengan bakteri; langkah 5) fermentasi selama ± 2 minggu (Sukamto, 2008) 2.4.1 Klasifikasi Pupuk Organik Cair

2.4.1.1. Pupuk Kandang Cair

Seperti halnya pupuk yang padat, pupuk kandang cair juga berasal dari kotoran hewan. Namun pupuk kandang cair berasal dari urin ternak.

Tabel 2.3. Kandungan hara makro kotoran padat dan cair beberapa jenis ternak Kandungan Hara Makro (%)

Jenis ternak Jenis kotoran

Nitrogen Fosfor Kalium Kalsium

Kuda Padat

(40)

Dari tabel 2.3 di atas dapat diketahui perbandingan kandungan makro antara kotoran hewan yang berbentuk padat dan cair. Pada kotoran padat, kandungan nitrogen dan kaliumnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah persentase dalam kotoran cair. Pupuk kandang cair umumnya biasa digunakan bersama dengan kotoran padat atau pupuk hijau. Pemberian pupuk kandang cair paling banyak diberikan pada tanaman yang sedang dalam masa vegetatif dan masa perkembang biakan. Pada masa perkembang biakan tanaman banyak membutuhkan nutrisi. Selain itu penggunaan pupuk kandang cair sebaiknya tidak dilakukan sebelum tanaman ditanam,

17

karena pupuk kandang cair mudah hilang menguap dan tercuci oleh hujan. 2.4.1.2. Pupuk cair limbah organik

Pada dasarnya limbah cair dari bahan organik bisa dimanfaatkan menjadi pupuk. Sama seperti limbah padat organik, limbah cair banyak mengandung unsur hara (NPK) dan bahan organik lainnya. Penggunaan pupuk dari limbah ini dapat membantu memperbaiki struktur dan kualitas tanah. Dari sebuah penelitian di Cina menunjukkan penggunaan limbah cair organik mampu meningkatkan produksi pertanian 11 % lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan bahan organik lain. Bahkan di Cina penggunaan pupuk kimia sintetik untuk pupuk dasar mulai tergeser dengan keunggulan pupuk organik cair.

(41)

 

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

 Buret Pyrex

 Statif/klemp

 Labu Erlenmeyer Pyrex

 Beaker glass 250 ml Pyrex

 Pipet volumentri 10 ml Pyrex

 Pipet volumentri 5 ml Pyrex

 Labu takar 100 ml Pyrex

 Pipet ukur 5 ml Pyrex

 Thermometer

 Magnit stirier

 Toples plastik

 Timbangan

 Pisau pencacah

3.2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(42)

18

 Indikator difenilamin p.a E. Merck

 Selenium p.a E. Merck

 Akuades

3.3.Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan sampel sampah kubis

Limbah kubis diambil secara acak pada tempat pengumpulan sementara (TPS) gudang pengiriman kubis di Berastagi Kabupaten Karo.

3.3.2. Penyediaan Rumen Sapi

Rumen Sapi diambil dari kamar potong sapi di Kabanjahe Kabupaten Karo.

3.3.3. Pembuatan Starter Rumen Sapi

(43)

3.3.4. Pembuatan Pupuk Organik Cair 20 Kedalam 6 buah toples Plastik yang telah dipersiapkan dimasukkan masing masing 2 kg Limbah kubis yang telah didicacah lalu ditambahkan masing-masing dari 0 %, 10 %, 20 %, 30 %, 40 % dan 50 % rumen sapi diaduk hingga homogen lalu ditutup dan dibiarkan kemudian catat waktu dan volume pupuk organik cair yang terjadi, dan tentukan kadar C.Organik, Nitrogen, Posfor dan Kalium.

3.3.5. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar

3.3.5.1. Pembuatan pereaksi untuk penentuan C-Organik a. Larutan K2Cr2O7 1 N

Ditimbang secara kwantitatif kristal K2Cr2O7 sebanyak 12,257 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan aquades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dikocok sampai homogen.

b. Larutan FeSO4 1 N

Ditimbang secara kwantitatif kristal FeSO47H2O sebanyak 69,505 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan aquades secukupnya, ditambahkan 37,5 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, ditambahakan aquades hingga garis tanda, didinginkan dan dikocok sampai homogen.

c. Larutan Difenilamin ( (C6H5)2NH4 )

Ditimbang 0,5 g kristal difenilamin, dilarutkan dengan 20 ml aquades dalam gelas piala 250 ml, ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan dengan merendam beaker gelas dalam air es, dan diaduk hingga larut seluruhnya.

(44)

Ditimbang sebanyak 40 g kristal NaOH, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, kemudian dilarutkan dengan aquades, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dan dikocok sampai homogen.

21

b. Larutan Indikator Phenolphtalein

Ditimbang 0,5 g Phenolphtalein dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dikocok sampai homogen.

c. Larutan H3BO3 3%

Ditimbang H3BO3 sebanyak 3 g, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan aquades, dimsukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda dan dikocok sampai homogen.

d. Larutan Indikator Campuran

Sebanyak 2 bagian indikator metil biru 0,1% (b/v ) dan 1 bagian indikator metil merah 0,2% (b/v) dalam etanol.

e. Larutan H2C2O4 0,01 N

Ditimbang kristal H2C2O4.2H2O secara kwantitatif sebanyak 0,63 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan aquades, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dikocok sampai homogen.

f. Larutan NaOH 0,01 N

Ditimbang kristal NaOH sebanyak 0,4 g, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan aquades, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dikocok sampai homogen.

g. Larutan HCl 0,01 N

Sebanyak 0,83 ml HCl 37% dipipet ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda dengan aquades, dan dikocok sampai homogen.

h. Standarisasi Larutan NaOH 0,01 N

(45)

- Ditambahkan 3 tetes indikator Phenolphtalein

- Dititrasi dengan NaOH hingga terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung

22

- Dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali. i. Standarisasi HCl 0,01 N

- Dipipet 10 ml larutan HCl 0,01 N dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer - Ditambahkan 3 tetes indikator bromtimol blue

- Dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna biru menjadi hijau kekuningan

- Dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.5.3 Pembuatan pereaksi dan larutan standar untuk penentuan Posfor sebagai P2O5 metode Spektrofotometer

a. Larutan HCl 25%

Di pipet 173,6 ml HCl (p), dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan aquades hingga garis tanda dan dikocok sampai homogen.

b. Larutan Standar 100 P 100 ppm

Di timbang 0,2195 g kristal KH2PO4 secara kuantitatif, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan aquades secukupnya, dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan aquades hingga garis tanda dan dikocok sampai homogen.

c. Larutan Amonium Molibdat 4%

(46)

Di timbang 0,880 g kristal C6H8O6, dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml, dilarutkan dengan aquades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 50 ml, diencerkan dengan aquades hingga garis tanda, dan dikocok sampai homogen.

23

e. Larutan Kalium antimonil Tartarat 1mg Sb/ml

Ditimbang 0,105 g kristal KSbOC4H4O6.1/2 H2O, dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml, dilarutkan dengan aquades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 50 ml, diencerkan dengan aquades hingga garis tanda, dan dikocok sampai homogen.

f. Larutan Seri Standar P dalam ekstrak HCl 0,95 N

Dipipet masing-masing 20 ml akuades dan 11,7 ml HCl 25% ke dalam labu takar 100 ml, dipipet 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, 10 ml larutan standar 100 ppm secara kwantitatif, diencerkan dengan aquades hingga garis, dan dikocok sampai homogen.

g. Larutan H2SO4 5 N

dipipet 13,72 ml H2SO4 (p),dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah berisi 20 aquades, diencerkan dengan aquades hingga garis tanda, didinginkan dan dikocok sampai homogen.

h. Pembuatan Larutan Campuran Pengkompleks

Dipipet 25 ml H2SO4 5 N ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan 7,5 ml larutan (NH4)6Mo7O24. 4%, ditambahkan 15 ml larutan asam askorbat 0,1 M, ditambahkan 2,5 ml larutan KSbOC4H4O6 0,1 M, dan dikocok sampai homogen.

3.3.5.4. ebagai K2O Dengan

trofotometer Serapan Atom (SSA) a.

l, diencerkan is tanda dan dikocok sampai homogen.

b. Larutan Kalium 100 ppm

Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Kalium s Metode Spek

Larutan HCl 25%

(47)

Dilarutkan 1,907 g KCl p.a. dengan aquades dalam labu takar 1000 ml hingga garis tanda. Larutan ini mengandung 1 mg K/L.

24 c. Larutan Standar Kalium 100 ppm

Sebanyak 10 ml larutan standar kalium 1000 ppm diencerkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda.

d. Larutan Seri Standard Kalium untuk kalibrasi (0,0 - 5 - 10 - 15 - 20 ppm) Dari larutan standar 100 ppm kalium masing-masing dipipet 0,0 ; 5 ; 10 ; 15 ; 20, ml, kemudian masing-masing diencerkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda. Masing – masing larutan adalah 0,0 ; 5 ; 10 ; 15 ; 20 ppm kalium.

3.3.6. Penentuan Kadar C-Organik dengan metode Walkey Black - Dipipet sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml - Ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N

- Ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat secara perlahan - Diaduk selama 1 menit

- Dididamkan selama 30 menit - Ditambahkan 200 ml aquades

- Ditambahkan 5 ml H3PO4 pekat ( 85% ) dan 1 ml larutan difenilamin

- Dititrasi dengan larutan FeSO4 hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi hijau

- Catatan : terlebih dahulu dilakukan hal yang sama pada blanko untuk standarisasi FeSO4

3.3.7. Pengukuran Nitrogen dengan Metode Kjeldahl - Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan kedalam labu Kjehldahl - Ditambahkan 0,3 g selenium dan 25 ml H2SO4 pekat

(48)

- Ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein dan NaOH 40% sehingga berwarna merah lembayung

- Destilat ditampung dengan labu Erlenmeyer yang berisi 50 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator campuran

25

- Dipasang tabung destilasi pada alat destilasi

- Dilakukan destilasi hingga diperoleh warna hijau muda

- Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai terbentuk merah lembayung

- Dicatat volume titran dan tentukan % N - Dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.8. Penentuan P-Total Metode Spektrofotometri 3.3.8.1 Preparasi Sampel

Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml, ditambahkan dengan 12,5 ml HCl 25%, dikocok dengan pengaduk magnit stirier selama 2 jam, disaring dengan kertas saring whatman no.40, ditampung ekstrak ke dalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan aquades hingga garis tanda, dan di kocok sampai homogen.

3.3.8.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dipipet 1 ml masing-masing larutan standar ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquades, ditambahkan 1 ml larutan campuran, didiamkan selama 15 menit, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer, pada = 400 nm,

dibuat kurva kalibrasi konsentrasi terhadap absorbansi. 3.3.8.3 Penentuan Kadar Posfor

(49)

3.3.9. Penentuan Kalium sebagai K2O Dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

26 - Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam erlemeyer 100 ml

- Ditambahkan 12,5 ml HCl 25% ke dalam erlenmeyer 100 ml yang berisi sampel - Larutan dibiarkan selama 1 malam

- Kemudian diaduk dengan pengaduk magnit stirer selama 2 jam sampai terbentuk suspensi

- Lalu disaring dengan menggunakan kertas saring whotman No. 40, filtrat masukkan ke dalam labu takar 100 ml sambil dicuci sebanyak 3 kali dengan aquades, lalu tambahkan aquades sampai garis tanda

- Filtrat disimpan didalam botol plastik untuk penetapan kadar kalium

- Konsentrasi kalium di dalam larutan diukur dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 766,5 nm.

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1.Pembuatan pupuk organik cair

   

Limbah padat kubis

Potongan limbah kubis

Cairan Tentukan kadar C. organic,

Nitrogen, Posfor dan Kalium Padatan

Dipotong-potong menjadi bagian kecil

Rumen sapi Fermentasi

Catat waktu dan volume

(50)

27

3.4.2. Penentuan kadar C – Organik

1 ml sampel

Larutan hijau kekuningan

Larutan ungu

Ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 Ditambhakan 20 ml H2SO4 pekat Diaduk selama 1 menit

Didiamkan selama 30 menit

Ditambahkan 10 ml aquades Ditambhakan 5 ml H3PO4 85% Ditambahkan 1 ml larutan difenilamin

Hasil

(51)

28

3.4.3. Penentuan Kadar Nitrogen Pupuk organik cair

Tambahkan 0,3 g Selenium dan H2SO4 pekat Didekstruksi hingga menjadi larutan coklat kehitaman

Dipindahkan ke dalam labu destilasi Tambahkan 50 ml aquades

Tambahakan 3 tetes indikator Phenolphtalein Tambahkan NaOH

Didestilasi

Tampung destilat ke dalam gelas erlenmeyer yang berisi 50 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator campuran hingga berwarna hijau

Tampung di dalam gelas erlenmeyer yang berisi 50 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator campuran Titrasi dengan HCl 0,01 N

Destilasi berwarna hijau

Larutan Merah Muda  Larutan coklat

(52)

29

3.4.4. Penentuan Posfor sebagai P2O5 Metode Spektrofotometri 3.4.4.1. Pembuatan ekstrak

1 ml sampel

Ditambahkan 12,5 ml HCL 25% Dikocok selama 2 jam dengan pengaduk dengan kecepatan 20 rpm Disaring dengan kertas saring whatman no. 40

Ekstrak pupuk organik cair Residu

Masukkan ke dalam labu takar 100 ml Encerkan dengan aquades hingga garis tanda Kocok sampai homogen 

(53)

30

3.4.4.2.Pengukuran Absorbansi Larutan Standar P untuk kurva Kalibrasi Larutan standar 2 ppm

Larutan berwarna

Hasil

Masukkan ke dalam tabung reaksi Tambahkan 5 ml aquades

Tambahkan 1 ml larutan campuran pengkompleks Diamkan selam 15 menit

1 ml larutan standar 2 ppm

(54)

31

3.4.4.3. Pengukuran Absorbansi untuk ekstrak pupuk organik cair

Larutan berwarna biru

Hasil

1 ml larutan ekstak pupuk organik cair

Masukkan ke dalam tabung reaksi Tambahkan 5 ml aquades

Tambahkan 1 ml larutan campuran pengkompleks Diamkan selam 15 menit

(55)

32

3.4.5. Penentuan Kalium sebagai K2O dengan Metode Spektrofotometer Serapan Atom

Masukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml Larutkan dengan 12,5 ml HCl 25% Didesktruksi selama 3 jam

Diamkan selama 1 malam Dinginkan, lalu disaring

Encerkan dengan aquades sampai garis tanda Dinginkan pada suhu kamar selama 12 jam Larutan biru

Filtrat (dalam labu takar 100 ml) Endapan dibuang

Disaring dengan kertas saring Whatman No. 40 Cawan dicuci dengan aquades

Kertas saring dicuci dengan aquades

Buat pH ± 3 dengan penambahan NH4OH 20% tetes demi tetes Encerkan dengan aquades hingga garis tanda

Konsentrasi K diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom

(56)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Data Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Tabel 4.1. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah kubis dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

NB : Bahan Kompos dinyatakan terdekomposisi sempurna jika tidak ada gelembung gas pada selang.

4.1.2. Data Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan Menggunakan Rumen Sapi yang telah diaktifkan

Tabel 4.2. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan menggunakan Rumen Sapi yang telah diaktifkan

(57)

2 2 10 16 1,05

4.1.3. Data Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Tabel 4.3. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair yang dihasilkan dengan menggunakan Rumen Sapi Segar

(58)

35

4.1.4. Data Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Tabel 4.4. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

No Rumen Sapi Yang Diaktifkan (%) %C-Organik % C Rata-rata

0,3770

(59)

36

Tabel 4.5. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

No Rumen Sapi Segar (%) Konsentrasi Nitrogen (%)

4.1.6. Data Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Tabel 4.6. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

No Rumen Sapi Yang Diaktifkan (%) Konsentrasi Nitrogen (%)

1 0 0,3215

4.1.7. Data Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Tabel 4.7. Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

(60)

3 20 0,0611

4 30 0,0639

5 40 0,0702

6 50 0,0741

37

4.1.8. Data Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Tabel 4.8. Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

No Rumen Sapi Yang Diaktifkan (%) Konsentrasi Posfor (%)

1 0 0.0534

4.1.9. Data Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Tabel 4.9. Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

(61)

38 4.1.10. Data Pengujian Konsentrasi Kalium Dari pupuk Organik Cair Yang

dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang diaktifkan

Tabel 4.10. Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

No Rumen Sapi Yang Diaktifkan (%) Konsentrasi Kalium (%)

1 0 0,4778

4.2.1. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan menggunakan Rumen Sapi Segar

Tabel 4.11 Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah kubis dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

(62)

Dari data tabel 4.9. di atas terlihat bahwa penambahan rumen sapi segar mempercepat dekomposisi bahan organik dalam bahan kompos yang menghasilkan

pupuk organik cair. 39

Laju dekomposisi bahan kompos terhadap waktu dengan menggunakan rumen sapi segar dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kurva laju waktu pengomposan-vs-Persentasi Rumen Sapi Segar

(63)

Volume pupuk organik cair yang dihasilkan dari hasil pengomposan terhadap konsentrasi rumen sapi segar adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2.

40

Gambar 4.2. Kurva volume pupuk organik cair yang dihasilkan-vs- konsentrasi rumen sapi segar

Dari Kurva gambar 4.2. di atas terlihat bahwa semakin banyak rumen sapi segar yang digunakan maka semakin banyak volume pupuk organik cair yang dihasilkan.

4.2.2. Data Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan menggunakan Rumen Sapi yang telah diaktifkan

(64)

No Kubis (kg)

Rumen Sapi yang diaktifkan (%)

Waktu (hari)

Volume (l)

1 2 0 25 0,25

2 2 10 16 1,05

3 2 20 12 1,08

4 2 30 8 1,10

5 2 40 5 1,29

6 2 50 5 1,30

41

Dari data tabel 4.10 di atas terlihat bahwa penambahan rumen sapi yang telah diaktifkan telah mempercepat terjadinya dekomposisi bahan organik dalam bahan kompos yang menghasilkan pupuk organik cair.

Laju dekomposisi bahan kompos terhadap waktu dengan menggunakan rumen sapi yang diaktifkan dapat dilihat pada gambar 4.3.

(65)

Dari kurva Gambar 4.3. di atas terlihat bahwa semakin besar penambahan massa rumen sapi yang telah diaktifkan maka waktu dekomposisi bahan-bahan organik didalam bahan kompos semakin cepat dibandingkan dengan tanpa penambahan rumen sapi yang telah diaktifkan. Pengomposan dengan tanpa menggunakan rumen sapi yang diaktifkan membutuhkan waktu dekomposisi 25 hari, sedangkan dengan penambahan rumen sapi yang telah diaktifkan sebagai starter telah terbukti bisa membentuk kompos selama 5 hari.

42

Volume pupuk organik cair yang dihasilkan dari hasil terhadap konsentrasi rumen sapi yang diaktifkan adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Kurva volume pupuk oerganik cair yang dihasilkan -vs- konsentrasi rumen sapi yang diaktifkan

(66)

43

4.2.3. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Gambar 4.5. Kurva Perubahan C-Organik dari Pupuk Organik Cair-Vs- Konsentrasi Rumen Sapi Segar

(67)

yang dihasilkan mengalami penurunan. Terlihat bahwa dengan penambahan rumen sapi segar sebanyak 10 % maka pupuk cair yang terbentuk mengalami penurunan kadar C-Organik hingga 0,3253 %, tetapi selanjutnya dengan penambahan rumen sapi segar di atas 10 %, kandungan C-Organik di dalam pupuk kompos cair yang dihasilkan terlihat semakin meningkat dengan adanya penambahan konsentrasi rumen sapi segar.

44

4.2.4. Pengujian C-Organik dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Perubahan C-Organik dengan memanfaatkan rumen sapi dengan pengaktifan dapat dilihat pada Kurva berikut.

Gambar 4.6. Kurva Perubahan C-Organik-Vs-Konsentrasi Rumen Sapi Yang Diaktifkan

(68)

dengan konsentrasi di atas 10 % hingga 50 % tidak menunjukkan perubahan C-Organik yang signifikan.

4.2.5. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

45 Perubahan Nitrogen dari pupuk organik cair dengan memanfaatkan rumen sapi segar adalah sebagaimana terlihat pada kurva berikut.

Gambar 4.7. Kurva Perubahan Konsentrasi Nitrogen-Vs-Konsentrasi Rumen Sapi Segar

Dari kurva gambar 4.7. di atas terlihat bahwa dengan adanya penambahan rumen sapi segar maka terjadi kenaikan konsentrasi N di dalam pupuk organic cair. Terlihat bahwa peningkatan konsentrasi Nitrogen di dalam pupuk organik cair berlangsung secara linier dengan penambahan konsentrasi rumen sapi segar

yang ditambahkan.

(69)

Dengan menggunakan rumen sapi yang diaktifkan maka terlihat perubahan konsentrasi Nitrogen di dalam pupuk organik cair yang dihasilkan sebagaimana terlihat pada kurva berikut.

46

Gambar 4.8. Kurva Perubahan Konsentrasi Nitrogen-Vs-Konsentrasi Rumen Sapi Yang Diaktifkan

(70)

sapi selanjutnya hanya memberikan sedikit penambahan terhadap konsentrasi nitrogen di dalam pupuk organic cair yang dihasilkan.

47

4.2.7. Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Perubahan Konsentrasi Posfor di dalam pupuk organik cair yang dihasilkan dengan penambahan rumen sapi segar adalah sebagaimana terlihat pada kurva berikut.

Gambar 4.9. Kurva Perubahan Konsentrasi Posfor-Vs-Konsentrasi Rumen Sapi Segar

Konsentrasi Posfor

(%

)

(71)

Dari kurva gambar 4.9. di atas terlihat bahwa dengan penambahan rumen sapi segar menyebabkan peningkatan konsentrasi Posfor di dalam pupuk organic cair yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi posfat berlangsung secara linier. 4.2.8. Pengujian Konsentrasi Posfor dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan

Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Selanjutnya dengan memanfaatkan rumen sapi yang diaktifkan maka terjadi perubahan konsentrasi posfor di dalam pupuk organik cair yang dihasilkan sebagaiaman tertera pada kurva berikut.

48

Gambar 4.10. Kurva Perubahan Konsentrasi Posfor-Vs-Konsentrasi Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Konsentrasi Posfor

(%

)

(72)

yang diaktifkan diperoleh hasil lebih tinggi daripada dengan menggunakan rumen sapi segar.

4.2.9. Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Segar

Perubahan Konsentrasi Kalium di dalam pupuk organik cair yang dihasilkan dengan penambahan rumen sapi segar adalah sebagaimana terlihat pada kurva berikut.

49

Gambar 4.11. Kurva perubahan konsentrasi K2O-vs- konsentrasi rumen sapi segar

(73)

rumen sapi segar sebesar 50 % telah meningkatkan konsentrasi K2O hingga 0.5098 %.

4.2.10.Pengujian Konsentrasi Kalium dari Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan

Pada perlakuan dengan menggunakan rumen sapi yang diaktifkan terlihat adanya peningkatan konsentrasi K2O yang berlangsung secara linier sebagaimana tertera pada kurva berikut.

50

Gambar 4.12. Kurva perubahan konsentrasi K2O-vs-konsentrasi rumen sapi yang diaktifkan

Konsentrasi Rumen Sapi Segar (%)

Konsentrasi K

2

O (%)

(74)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Untuk menghasilkan Pupuk Organik Cair dari limbah Kubis tanpa perlakuan rumen sapi membutuhkan waktu 25 hari, dengan perlakuan rumen sapi segar (50%) membutuhkan waktu 6 hari dan dengan perlakuan rumen sapi yang diaktifkan (40%) membutuhkan waktu 5 hari.

Pembentukan pupuk organik cair dari limbah Kubis dengan menggunakan rumen sapi segar dan rumen sapi yang diaktifkan terbukti meningkatkan C-Organik, N total, Posfor serta Kalium.

5.2 Saran

(75)

52  

DAFTAR PUSTAKA

51 Abdul Rahmi, Jumiati, 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan

Pupuk Organik Cair Sper ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis, J. Agritrop.,26(3).,105-109.

AgroMedia, R., 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Jakarta : PT. Agro Media Pustaka.

Dahyar, A, 2009. Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Azola Menjadi Kompos Pupuk Tablet. Medan. Sumatera Utara.

Dipo Yono, 2007. Kompos. Jakarta ; Penebar swadaya.

Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak & Sampah. Jakarta : PT. Agro Media Pustaka.

Djuarnani, N., Kristian, Setiawan, B.S.2005. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agro Media Pustaka.

Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. Jakarta : PT. Agro Media Pustaka.

http://www.kompos.go.id/htmt.

http://kamalhijau.blogspot.com/

Gambar

Tabel 2.3. Kandungan hara makro kotoran padat dan cair beberapa jenis ternak
Tabel 4.2. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Kubis dengan menggunakan Rumen Sapi yang telah diaktifkan
Tabel 4.4. Pengujian C-Organik dari  Pupuk Organik Cair Yang Dihasilkan Dengan  Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan
Tabel 4.6. Pengujian Konsentrasi Nitrogen dari Pupuk Organik Cair Yang  Dihasilkan Dengan Menggunakan Rumen Sapi Yang Diaktifkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan pupuk organik cair sederhana dari feses kambing memberikan hasil yang cukup baik menurut Standart mutu Departemen Pertanian Tahun 2010kadar Nitrogen, Posfor

Dosis anjuran pupuk organik cair adalah : 500 liter larutan pupuk organik cair per hektar dengan konsentrasi 2 ml pupuk organik cair per liter air dan disemprotkan pada

Hasil kegiatan (1) bangunan instalasi pengolahan feses menjadi pupuk organik padat dan pengolahan urin menjadi pupuk organik cair terpadu dengan komplek perkandangan sapi

Skripsi berjudul “Pemanfaatan Rumen Sapi Untuk Pembuatan Pupuk Organik Padat Berbahan Baku Feses Sapi” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Pertanian pada: hari, tanggal :

pada tiap pemberian pupuk kompos berbahan campuran limbah cair tahu, daun lamtoro dan isi rumen sapi serta campuran pupuk urea dan pupuk TSP sebagai kontrol dalam medium

pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi pupuk organik cair. Pelaksanaan pelatihan pembuatan pupuk organik cair telah dilaksanakan oleh tim pelaksana dengan anggota

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan makronutrien (N, P dan K) pupuk organik cair dari rumen sapi dan kulit kacang tanah dengan penambahan jamur

pada tiap pemberian pupuk kompos berbahan campuran limbah cair tahu, daun lamtoro dan isi rumen sapi serta campuran pupuk urea dan pupuk TSP sebagai kontrol dalam medium