PERENCANAAN BEAM COLUMN BERDASARKAN
METODE PLASTIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
05 0404 023
RHINI WULAN DARY
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
PERENCANAAN BEAM COLUMN BERDASARKAN
METODE PLASTIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
Disusun Oleh :
05 0404 023
RHINI WULAN DARY
Dosen Pembimbing :
NIP. 131572871 Ir. Torang Sitorus
Diketahui :
Ketua Departemen Teknik Sipil
NIP : 130905362
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
LEMBAR PENGESAHAN
PERENCANAAN BEAM COLUMN BERDASARKAN
METODE PLASTIS
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian
sarjana teknik sipil
Disusun Oleh :
05 0404 023
RHINI WULAN DARY
Dosen Pembimbing :
NIP. 131572871 Ir. Torang Sitorus
Penguji I Penguji II Penguji III
Ir. Besman Surbakti, MT Ir. Semangat Surbakti
NIP : 130878004 NIP : 130363314 NIP : 132283629 M.Aswin,ST. MT
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
NIP : 130905362
Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil
bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
dengan judul “Perencanaan Beam Column Berdasarkan Metode Plastis.”
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari
dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
terutama kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, mereka adalah motivator
terbesar bagi saya. Tiada balasan yang dapat diberikan selain membahagiakannya
dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa pihak
yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir.Torang Sitorus selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan
dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini kepada
saya.
6. Buat kakakku Rhina Maya Sari dan adikku Putra Pratama yang telah banyak
membantu.
7. Buat organisasi KAMMI Komisariat Teknik USU, PONDASI (Perpustakaan of
Teknik Sipil), KOMPOSITS, PEMA Teknik USU yang telah memberikan
dukungan kepada saya.
8. Buat saudara/i seperjuangan Emma Dhani Rahayu, Dini Astika, Husnul Harvika,
Tanti Novriyanti S, Henny Sahara, Sri Widari, Anisa Ridha, Ikhwan &
Akhwatifillah serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2005 atas semangat dan
bantuannya selama ini.
9. Buat adik-adik mentor yang selalu memberikan dukungan dan semangat luar biasa.
10. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas
dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata
saya dalam hal ini. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa akan datang. Akhir kata saya
mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tugas akhir ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Juli 2009
Rhini Wulan Dary
ABSTRAK
Pada perencanaan suatu konstruksi, haruslah menjamin bahwa pembebanan
terburuk konstruksi haruslah aman dan selama kondisi kerja normal deformasi dari
bagian-bagian konstruksi tidak mengurangi keawetan dan penampilan dari konstruksi
tersebut.
Biasanya, analisa struktur diasumsikan tegangan yang terjadi masih dalam batas
elastis, sehingga konstruksi tersebut bertegangan rendah yang mengakibatkan
pemborosan penggunaan bahan. Peningkatan penggunaan bahan ini mengakibatkan
anggaran biaya pembuatan semakin mahal pula.
Analisa dengan menggunakan metode plastis merupakan suatu metode
perencanaan dengan memperkirakan beban ultimate yang dapat bekerja pada suatu
konstruksi. Dalam hal ini dilakukan pembebanan secara vertikal dan horizontal sehingga
struktur kolom akan mengalami tekuk, hal ini penting untuk dikontrol demi keamanan
bangunan. Semakin tinggi dimensi kolom maka semakin besar pula kecendrungannya
tertekuk. Yang nantinya akan dikontrol dengan menghitung rasio kelangsingannya yaitu
perbandingan antara tinggi kolom dengan jari-jari inersianya.
Baja yang digunakan yaitu profil Wide Flange (WF) dengan mutu baja 250 MPa.
Analisa yang dilakukan berupa pendimensian profil konstruksi, kontrol gaya geser (gaya
lintang), kontrol gaya aksial (gaya normal), stabilitas struktur, tekuk pada kolom dan
lendutan pada balok. Ketika semuanya memenuhi persyaratan maka konstruksi dapat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR NOTASI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 LATAR BELAKANG ... 1
I.2 PERUMUSAN MASALAH ... 3
I.3 MAKSUD DAN TUJUAN ... 3
I.4 PEMBATASAN MASALAH ... 3
I.5 METODOLOGI PENULISAN ... 4
BAB II STUDI PUSTAKA ... 5
II.1 UMUM ... 5
II.2 PENGERTIAN BEAM COLUMN ... 9
II.3 PENGENALAN STRUKTUR BAJA ... 11
II.3.1 Sejarah ... 11
II.3.2 Hubungan Regangan dan Tegangan ... 13
II.3.5 Pengertian Tegangan Leleh, Tegangan Dasar menurut
PPBBI ... 17
II.3.6 Faktor Keamanan (Safety Factor) dan Faktor Pembebanan (Load Factor) ... 17
II.4 TEORI KEKUATAN BATAS UNTUK KONSTRUKSI BAJA ... 18
II.4.1 Sifat-Sifat Sendi Plastis ... 18
II.4.2 Faktor Bentuk ... 20
II.5 ANALISA STRUKTUR BERDASARKAN PLASTISITAS ... 21
II.5.1 Konsep Dasar Analisa Plastis ... 21
II.5.2 Virtual Displacement ... 24
II.5.3 Teori Batas Atas dan Batas Bawah ... 24
II.6 PENGARUH GAYA LINTANG ... 32
II.7 PENGARUH GAYA NORMAL ... 34
II.8 KONTROL TEKUK PADA PERENCANAAN PLASTIS ... 36
BAB III ANALISA PLASTIS PADA STRUKTUR BEAM COLUMN ... 42
III.1 PEMBEBANAN ... 43
III.2 MEKANISME ... 48
III.2.1 Mekanisme Tunggal (Sendi Plastis Pada Balok) ... 48
III.2.1.1 Akibat berat sendiri dan angin ... 48
III.2.1.2 Akibat berat sendiri dan hujan ... 49
III.2.1.3 Akibat berat sendiri dan beban pekerja ... 50
III.2.2 Mekanisme Tunggal (Sendi Plastis Pada Kolom) ... 51
III.2.2.2 Akibat berat sendiri dan hujan ... 52
III.2.2.3 Akibat berat sendiri dan beban pekerja ... 53
III.2.3 Mekanisme Goyang (Sendi Plastis Pada Balok) ... 54
III.2.4 Mekanisme Goyang (Sendi Plastis Pada Kolom) ... 55
III.2.5 Mekanisme Kombinasi (Sendi Plastis Pada Balok) ... 56
III.2.6 Mekanisme Kombinasi (Sendi Plastis Pada Kolom) ... 57
BAB IV PERHITUNGAN PADA STRUKTUR BEAM COLUMN DENGAN METODE PLASTIS ... 58
IV.1 DATA- DATA STRUKTUR BEAM COLUMN ... 58
IV.2 MENGHITUNG BERAT SENDIRI ... 60
IV.3 MENGHITUNG BEBAN ANGIN ... 60
IV.3.1 Pada Balok ... 60
IV.3.2 Pada Kolom ... 60
IV.4 PERHITUNGAN MOMEN PLASTIS (MP IV.4.1 Mekanisme Tunggal (Sendi Plastis Pada Balok) ... 61
) MAKSIMUM ... 61
IV.4.1.1 Akibat berat sendiri dan angin (Lihat Gambar 3.5) ... 61
IV.4.1.2 Akibat berat sendiri dan hujan (Lihat Gambar 3.6) ... 64
IV.4.1.3 Akibat berat sendiri dan beban pekerja (Lihat Gambar 3.7) ... 66
IV.4.2.1 Akibat berat sendiri dan angin (Lihat Gambar 3.8) ... 69
IV.4.2.2 Akibat berat sendiri dan hujan (Lihat Gambar 3.9) ... 69
IV.4.2.3 Akibat berat sendiri & beban pekerja (Lihat Gambar 3.10) ... 70
IV.4.3 Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok) ... 70
Akibat beban gempa dan angin (Lihat Gambar 3.11) ... 70
IV.4.4 Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom) ... 72
Akibat beban gempa dan angin (Lihat Gambar 3.12) ... 72
IV.4.5 Mekanisme kombinasi (sendi plastis pada balok) Lihat Gambar 3.13 ... 72
IV.4.6 Mekanisme kombinasi (sendi plastis pada kolom) ... Lihat Gam IV.5 REKAPITULASI MOMEN PLASTIS ... 79
IV.6 PERENCANAAN DIMENSI PROFIL KONSTRUKSI BEAM COLUMN ... 80
IV.6.1 Kontrol Akibat Geser Pada Balok ... 82
IV.6.2 Kontrol Akibat Gaya Normal Pada Kolom ... 84
IV.6.3 Kontrol Tekuk Pada Kolom ... 86
IV.6.4 Kontrol Lendutan Pada Balok ... 88
IV.6.5 Kontrol Stabilitas ... 89
IV.6.6 Sambungan Pada Struktur Beam Column ... 92
IV.6.6.1 Sambungan balok kolom ... 92
BAB V PERHITUNGAN PADA STRUKTUR BEAM COLUMN DENGAN
METODE ELASTIS MENURUT PPBBI 1983 ... 98
V.1 DATA- DATA STRUKTUR BEAM COLUMN ... 98
V.2 MENGHITUNG BERAT SENDIRI ... 100
V.3 MENGHITUNG BEBAN ANGIN ... 100
V.3.1 Pada Balok ... 100
V.3.2 Pada Kolom ... 100
V.4 PERENCANAAN DIMENSI PROFIL KONSTRUKSI BEAM COLUMN 101 V.4.1 Desain Balok ... 101
V.4.2 Desain Kolom ... 108
BAB VI DISKUSI ... 115
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 117
VII.1 Kesimpulan ... 117
VII.2 Saran ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram momen rasio 2
Gambar 2.1 Rangka atap 10
Gambar 2.2 Kolom dan balok dari suatu portal 10
Gambar 2.3 Hubungan tegangan dan regangan untuk baja lunak 14
Gambar 2.4 Bentuk profil baja (hot rolled shapes) 16
Gambar 2.5 Bentuk profil baja (cold rolled shapes) 16
Gambar 2.6 Diagram tegangan-deformasi 18
Gambar 2.7 Konsep dasar analisa plastis 22
Gambar 2.8 Contoh dengan beban bergerak terpusat 26
Gambar 2.9 Contoh dengan beban merata dan beban bergerak terpusat 29
Gambar 2.10 Diagram tegangan geser 32
Gambar 2.11 Diagram tegangan normal 34
Gambar 2.12 Diagram momen rasio 39
Gambar 3.1 Pembebanan akibat berat sendiri 43
Gambar 3.2 Pembebanan akibat angin 44
Gambar 3.3 Pembebanan akibat beban air hujan 45
Gambar 3.3 Pembebanan akibat beban gempa 46
Gambar 3.4 Pembebanan akibat beban pekerja 47
Gambar 3.5 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok) akibat 48
berat sendiri dan angin
berat sendiri dan hujan
Gambar 3.7 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok) akibat 50
berat sendiri dan beban pekerja
Gambar 3.8 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) akibat 51
berat sendiri dan angin
Gambar 3.9 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) akibat 52
berat sendiri dan hujan
Gambar 3.10 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) akibat 53
berat sendiri dan beban pekerja
Gambar 3.11 Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok) akibat 54
beban gempa dan angin
Gambar 3.12 Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom) akibat 55
beban gempa dan angin
Gambar 3.13 Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok) akibat 56
beban sendiri, angin, hujan, gempa dan beban pekerja
Gambar 3.14 Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom) akibat 57
beban sendiri, angin, hujan, gempa dan beban pekerja
Gambar 4.1 Struktur beam column dan daerah pembebanan untuk 59
satu portal struktur beam column
Gambar 4.2 Profil baja WF 500 x 300 81
Gambar 4.3 Garis pengaruh untuk mencari gaya geser maksimum 82
Gambar 4.5 Perencanaan las 95
Gambar 5.1 Struktur beam column dan daerah pembebanan untuk 99
satu portal struktur beam column
Gambar 5.2 Profil baja WF 600 x 300 102
Gambar 5.3 Penampang tertekan 104
Gambar 5.4 Profil baja WF 600 x 300 109
DAFTAR NOTASI
fy mutu baja
Me max
q beban merata
momen elastis maksimum
L panjang bentang
P beban terpusat
M momen lentur
RA
R
reaksi di titik A
B
σ tegangan (stress) reaksi di titik B
ε regangan (strain)
lo panjang awal
E modulus elastis baja
σy
FK faktor keamanan tegangan leleh
λDL λ
faktor beban mati
LL
M
faktor beban hidup
p
M
momen plastis
y
f faktor bentuk (shape factor) momen leleh
S plastic modulus
T gaya dalam
Pu
A luas penampang beban batas
x jarak untuk mendapatkan Mp δ
maksimum
v δ
deformasi vertikal (pergeseran arah vertikal)
v1 δ
deformasi vertikal (pergeseran arah vertikal) titik 1
v2 θ
deformasi vertikal (pergeseran arah vertikal) titik 2
1 θ
perputaran sudut titik 1
2
KD kerja dalam
perputaran sudut titik 2
KL kerja luar
Mp’ turunan dari M
x
p max
τ tegangan geser jarak maksimum
F gaya geser yang bekerja pada web (badan)
Zpy
Z
plastic modulus tanpa pengaruh gaya lintang
p
Z
plastic modulus dengan pengaruh gaya lintang
f
M
menghitung plastic modulus yang tersisa pada flens
i
P
momen lentur utama beban kerja kali faktor beban
cr kekuatan batas dari batas dengan tekanan aksial, yang diambil sekitar
1,70 Fa A
M
g m
i
daya tahan momen maksimum jika beban aksial tidak bekerja
β momen rasio Foc
Q
tegangan tekuk elastis kritis
bs
M
berat akibat berat sendiri
p1
M
momen plastis akibat tampang 1
p2
h tinggi kolom
momen plastis akibat tampang 2
Q1
Q
angin datang pada kolom kiri
2
Q
angin datang pada kolom kanan
3
Q
angin datang pada balok
h
H beban akibat gempa beban akibat air hujan
P La beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
beban bergerak ( P La)
h tinggi profil
b lebar profil
tw tebal badan
tf tebal flens
Ix
i
momen inersia
x
i
jari-jari inersia sumbu x
Dmax
N tegangan normal
gaya lintang maksimum
n perbandingan antara tegangan normal dengan tegangan leleh
Δp lendutan plastis Ga
C
perbandingan antara jumlah kekakuan kolom yang bertemu di titik A
dengan jumlah kekakuan balok yang bertemu di titik A
m
fm tegangan akibat momen
koefisien yang bergantung kepada kondisi balok dan kolom diberi
sokongan lateral atau tidak, dan apakah momen yang bekerja pada balok
atau kolom tersebut berasal dari beban yang bekerja padanya atau momen
ujung saja
fd tegangan akibat lintang
fn tegangan akibat normal
DAFTAR TABEL
ABSTRAK
Pada perencanaan suatu konstruksi, haruslah menjamin bahwa pembebanan
terburuk konstruksi haruslah aman dan selama kondisi kerja normal deformasi dari
bagian-bagian konstruksi tidak mengurangi keawetan dan penampilan dari konstruksi
tersebut.
Biasanya, analisa struktur diasumsikan tegangan yang terjadi masih dalam batas
elastis, sehingga konstruksi tersebut bertegangan rendah yang mengakibatkan
pemborosan penggunaan bahan. Peningkatan penggunaan bahan ini mengakibatkan
anggaran biaya pembuatan semakin mahal pula.
Analisa dengan menggunakan metode plastis merupakan suatu metode
perencanaan dengan memperkirakan beban ultimate yang dapat bekerja pada suatu
konstruksi. Dalam hal ini dilakukan pembebanan secara vertikal dan horizontal sehingga
struktur kolom akan mengalami tekuk, hal ini penting untuk dikontrol demi keamanan
bangunan. Semakin tinggi dimensi kolom maka semakin besar pula kecendrungannya
tertekuk. Yang nantinya akan dikontrol dengan menghitung rasio kelangsingannya yaitu
perbandingan antara tinggi kolom dengan jari-jari inersianya.
Baja yang digunakan yaitu profil Wide Flange (WF) dengan mutu baja 250 MPa.
Analisa yang dilakukan berupa pendimensian profil konstruksi, kontrol gaya geser (gaya
lintang), kontrol gaya aksial (gaya normal), stabilitas struktur, tekuk pada kolom dan
lendutan pada balok. Ketika semuanya memenuhi persyaratan maka konstruksi dapat
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Pada dasarnya setiap perencanaan suatu konstruksi menginginkan
keamanan terhadap keruntuhan serta menghendaki penggunaan material seefektif
dan seefisien mungkin. Keamanan terhadap keruntuhan dan penggunaan material
secara tepat tersebut, bergantung kepada analisa dari konstruksi yang
dipergunakan.
Biasanya suatu konstruksi diasumsikan dengan batas elastis yang artinya
bahwa struktur tersebut memiliki defleksi yang kecil sehingga sebahagian besar
struktur bertegangan rendah yang dapat mengakibatkan pemborosan penggunaan
material, dalam hal ini lebih dispesifikasikan kepada penggunaan baja.
Pada analisa plastis, semakin besar penambahan beban yang dilakukan
secara bertahap maka daerah serat dari penampang akan mengalami tegangan
leleh yang semakin besar pula. Hingga pada suatu beban plastis, maka seluruh
serat akan mengalami leleh, yang akibatnya konstruksi akan runtuh.
Beban yang diberikan dapat berupa beban vertikal maupun horizontal.
Pada struktur beam column, kedua model beban ini termasuk di dalamnya
paling banyak digunakan. Semakin tinggi dimensi kolom, semakin besar
kecendrungannya tertekuk. Suatu penampang kolom tertekuk biasanya diukur
dari rasio kelangsingannya. Rasio kelangsingan adalah perbandingan antara
tinggi kolom dengan jari-jari inersianya.
Pada struktur beam column ada yang mengalami sendi plastis pada
kolomnya dan ada yang tidak. Pada kolom yang tidak mengalami sendi plastis
momen lenturnya tidak boleh lebih besar dari 0,9 Mpc
Pada struktur beam column, momen rasio juga berpengaruh dalam
menentukan keamanan suatu konstruksi, adapun diagram rasio momen dapat
ditunjukkan pada gambar berikut :
. Sedangkan pada kolom
yang mengalami sendi plastis, dikategorikan kepada dua kelompok yaitu low
load-ratio beam column (beam column dengan rasio beban rendah) dan high
load-ratio beam column (beam column dengan rasio beban tinggi).
Gambar 1.1 Diagram momen rasio
Desain plastis merupakan bentuk penyelesaian yang dianggap
menguntungkan untuk mendesain suatu struktur statis tak tentu dibandingkan
yang lebih mudah, metode plastis juga dapat meramalkan beban runtuh sehingga
pendimensian pada material lebih ekonomis.
I.2 PERUMUSAN MASALAH
Selain direncanakan untuk menahan beban yang bekerja pada suatu
struktur, perlu diadakan pemeriksaan tekuk plastis yang akan terjadi pada
struktur beam column yang mendapatkan beban baik secara 23elative maupun
horizontal. Dalam hal ini dapat digunakan konsep SCWB (Strong Column Weak
Beam) maksudnya jika kolom lemah maka bangunan akan hancur seluruhnya
dan sebaliknya jika balok yang lemah kemungkinan besar hanya runtuh bagian
tertentu saja. Untuk itu, tekuk plastis sangat penting untuk diperhitungkan.
I.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Penulis ingin membandingkan keamanan struktur beam column yang
diperoleh berdasarkan perhitungan tekuk kolom secara elatis dengan plastis.
I.4 PEMBATASAN MASALAH
Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah
penyelesaian adalah :
a. Perencanaan beam column dengan menggunakan profil baja WF (Wide
c. Metode perhitungan plastis yang digunakan adalah cara mekanisme.
d. Perhitungan Me max
e. Pembebanan diambil dari Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah
dan Gedung.
dengan menggunakan program SAP 2000.
f. Sambungan yang digunakan adalah sambungan las.
g. Load 24elati plastis, untuk Dead Load (DL) adalah 1,3 dan untuk Live Load
(LL) adalah sebesar 1,7.
h. Perencanaan beam column dengan metode elastisitas berdasarkan PPBBI
1983 (Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia 1983).
i. Data-data yang digunakan dalam perencanaan struktur beam column, baik
dengan menggunakan metode plastis maupun metode elastis adalah sama.
Tetapi dalam metode plastis, beban yang bekerja ditambahkan dengan load
factor (λ), sedangkan pada metode elastis beban yang bekerja tanpa load
factor.
I.5 METODOLOGI PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah kajian 24elative24e berdasarkan metode plastis dan PPBBI ( Peraturan Perencanaan
Bangunan Baja Indonesia 1983 ) untuk metode elastisnya, serta
BAB II STUDI PUSTAKA
II.1 UMUM
Tidak ada dasar pemikiran yang lebih sederhana dari pada anggapan,
bahwa apabila suatu bangunan itu runtuh akibat sesuatu muatan, maka bangunan
itu hanya aman dibebani sampai suatu muatan yang hanya merupakan sebagian
dari muatan yang menyebabkan keruntuhan tadi. Dengan dasar pemikiran inilah
jaman purba orang mendirikan bangunan – bangunan mereka, dimana dengan
sadar ataupun tidak, mereka telah menggunakan pengertian “koefisien keamanan
terhadap keruntuhan”, yang besarnya mereka dasarkan atas
pengalaman-pengalaman mereka di masa yang lampau. Kita dapat membayangkan bagaimana
manusia-manusia pertama di bumi ini mendirikan rumahnya hanya dengan
perasaan saja. Setalah angin taufan pertama mereka harus mengulanginya
kembali. Tetapi sekarang dengan pengalaman bahwa rumah mereka harus
mereka jangkar dengan baik. Setelah hujan lebat pertama kembali mereka harus
mengulanginya lagi, sekarang dengan pengalaman bahwa penjangkaran
(pondasi) yang kurang dalam akan tergerus oleh air dan seterusnya. Demikianlah
dari abad keabad tumbuh berbagai-bagai pengalaman, yang menunjukkan bahwa
selama orang membangun seperti yang dilakukan oleh ayahnya, ia akan
dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Ironi dari sejarah telah menunjukkan,
bahwa baru pada akhir abad ke-20 ini, orang sedikit banyak baru dapat
menguasai keamanan dari konstruksi-konstruksinya terhadap keruntuhan,
terutama berkat perkembangan research yang sedikit demi sedikit telah
memberikan gambaran yang lebih riil dari kelakuan-kelakuan konstruksi yang
dibebani sampai runtuh, dan sekaligus menggoyahkan teori elastisitas sebagai
kriterium bagi analisa konstruksi, yang selama satu abad sempat menguasai dasar
pemikiran manusia di bumi ini.
Dengan lahirnya teori elastisitas pada kahir abad ke-19 (Navier,
Bernoulli,Hooke dan lain-lain), maka pengertian keamanan terhadap keruntuhan
menjadi kabur. Orang tidak lagi memakai kekuatan batas dari konstruksi sebagai
kriterium bagi penelitian suatu konstruksi, akan tetapi keadaan konstruksi pada
batas berlakunya teori elastisitas itu, yaitu pada saat tercapainya tegangan “leleh”
dari bahan di dalam konstruksi. Karena timbulnya tegangan leleh di dalam
konstruksi dianggap sebagai keadaan yang sangat berbahaya, maka orang lantas
menetapkan tegangan-tegangan tertentu yang tidak boleh dilampaui di dalam
konstruksi (tegangan-tegangan yang diizinkan), yang diambil cukup rendah di
bawah tegangan leleh dari bahan. Jadi, disini orang memakai suatu koefisien
kemanan terhadap tegangan leleh. Demikianlah selama satu abad perkembangan,
teori elastisitas telah menghasilkan cara-cara perhitungan bagi praktis segala
jenis konstruksi sampai yang pelik-pelik, sehingga dengan dasar itu tidak ada
Akan tetapi berapa keamanan konstruksi-konstruksi ini yang sebenarnya
terhadap keruntuhan masih tetap merupakan tanda 27elat. Berhubung keamanan
terhadap keruntuhan adalah yang esensil bagi kita, maka orang mulai tidak puas
dengan teori elastisitas dan mencari dasar-dasar baru bagi analisa konstruksi.
Bila kita ingat, bahwa momen maksimum akibat muatan terbagi rata dari
suatu gelagar atas dua tumpuan adalah 1/8 ql2 (di lapangan), sedangkan momen maksimum gelagar yang sama tetapi dengan salah satu tumpuannya diganti
menjadi jepitan adalah juga 1/8 ql2
Di dalam konstruksi yang hiperstatis, puncak-puncak momen seperti
diketahui terjadi dilebih dari satu tempat. Apabila beban dipertinggi, maka di
penampang dimana terdapat puncak momen yang tertinggi, tegangan akan
meningkat sedemikian rupa tingginya, sehingga gejalan plastisitas timbul di
penampang tersebut, sedangkan penampang-penampang lain masih tetap bersifat (di jepitan), maka walaupun menurut teori
elastisitas keamanan konstruksi terhadap tegangan leleh untuk kedua konstruksi
itu adalah sama, perasaan kita sudah menyatakan bahwa gelagar yang terjepit
sebelah pasti mempunyai keamanan terhadap keruntuhan yang lebih besar. Jadi,
ada sesuatu yang tidak serasi dengan teori elastisitas itu. Memang, hasil-hasil
percobaan dengan model-model yang dibebani sampai runtuh telah menunjukkan
bahwa walaupun di dalam konstruksi-konstruksi tertentu sudah tercapai tegangan
leleh, namun konstruksi tersebut masih dapat menerima sejumlah besar beban
tidak dapat menerima penambahan momen lebih lanjut, di tempat itu momen
tidak meningkat lagi, sebaliknya bagian-bagian dari konstruksi yang belum
mengalami tegangan yang tinggi, mengambil alih tugas memikul penambahan
beban selanjutnya, sampai bagian-bagian inipun akhirnya menjadi plastis. Baru
setelah terbentuk cukup banyak titik-titik plastis (sendi-sendi plastis), yang
membuat konstruksi seluruhnya atau sebagian secara geometris menjadi labil,
konstruksi akan runtuh. Jelaslah terlihat, bahwa sebelum suatu konstruksi itu
runtuh, terjadilah redistribusi momen, yang ternyata merupakan sumber kekuatan
konstruksi sebelum runtuh. Dengan demikian, maka 28elati keamanan terhadap
tegangan leleh, walaupun 28elati jaminan terhadap tidak timbulnya deformasi
permanen, namun tidak mencerminkan keamanan konstruksi terhadap
keruntuhan. Dari uraian di atas cukuplah jelas, bahwa analisa konstruksi atas
dasar kekuatan batas, memeperlihatkan segi-segi yang lebih menarik dan lebih
menguntungkan daripada atas dasar teori elastisitas, terutama dilihat dari segi
rasionalisasi penggunaan bahan. Suatu konstruksi yang direncanakan dengan
baik berdasarkan teori kekuatan batas pada keadaan batas secara teoritis akan
runtuh serempak bersamaan pada semua penampang yang paling berbahaya,
suatu keadaan optimum ideal. Idaman-idaman setiap konstruktur untuk
menggunakan kekuatan bahan secara rasionil dan optimal dengan demikian
II.2 PENGERTIAN BEAM COLUMN
Elemen struktur tekan yang dibebani aksial umumnya tidak ada pada
struktur 29elati. Hampir semuanya mengalami juga momen lentur, yang mungkin
saja kecil sekali atau 29elative besar. Momen lentur ini dapat diakibatkan oleh
beban yang eksentris. Kolom interior yang dibebani konsentris tidak akan dapat
mengalami beban konsentris apabila beban hidup tidak simetris. Momen lentur
dapat terjadi pada kolom melalui aksi rangka. Karena kolom dapat mengalami
berbagai kombinasi momen lentur dan gaya aksial, maka ada kemungkinan dua
keadaan ekstrem. Apabila momen lentur mendekati nol, sebagai batas, maka
elemen struktur tersebut secara teoritis hanya mengalami beban aksial. Apabila
beban aksial mendekati nol sebagai limit, maka elemen struktur itu secara teoritis
hanya mengalami momen lentur dan analisis derta desainnya sama dengan balok
(elemen struktur lentur). Suatu elemen struktur yang mengalami berbagai
kombinasi gaya tekan aksial dan momen lentur bersama-sama disebut balok
kolom (beam column).
Dalam hal ini, batang merupakan balok (beam) karena memikul momen
dan berupa kolom (column) karena memikul gaya tekan aksial, sehingga batang
berfungsi ganda, baik sebagai kolom maupun sebagai balok.
Pada bangunan, banyak dijumpai keadaan batang semacam ini, misalnya :
Gambar :
Gambar 2.1 Rangka atap
Batang tepi AC sebagai batang tekan memikul gaya tekan P dan momen
akibat gaya Q yang bekerja di gording yang terletak di tengah-tengah antara
A dan C.
b. Kolom dan balok dari satu portal
Balok CD memikul gaya tekan P dan momen M, dan gaya lintag q. Kolom
AC dan BD memikul gaya tekan RA atau RB dan momen lentur M1 dan M2
Gambar :
.
II.3 PENGENALAN STRUKTUR BAJA
II.3.1 Sejarah
Bahan baja merupakan hasil kreasi manusia modern. Pendahulu
baja, yaitu besi cetak (cat iron) ditemukan di Cina pada abad ke IV
Sebelum Masehi dan besi tempa (wrought iron), telah banyak digunakan
pada banyak gedung dan jembatan sejak pertengahan abad ke XVIII
sampai pertengahan abad ke XIX. Di Amerika Serikat, baja baru mulai
dibuat tahun 1856. Penggunaan baja pada mulanya adalah sebagai
konstruksi utama Jembatan Eads di St. Louis, Missouri, yang dimulai
pembangunannya pada tahun 1868 dan selesai pada tahun 1874.
Kemudian pada tahun 1884 diikuti dengan pembangunan gedung
bertingkat sepuluh berstruktur baja (nantinya menjadi 12 tingkat), yaitu
Home Insurance Company Building di Chicago. Pertumbuhan
penggunaan baja yang sangat cepat di kota Chicago disebabkan oleh
posisi kota itu sebagai pusat komersil ekspansi ekonomi. Ekspansi yang
cepat ini menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan gedung komersil.
Hal ini menyebabkan tingginya harga tanah sehingga gedung bertingkat
menjadi lebih efektif.
Seabad setelah ditemukannya, bahan baja telah banyak
dikembangkan, baik dalam sifat materialnya maupun dalam metode dan
antara lain adalah jembatan gantung Humber Estuary di Inggris, yang
bentang utamanya sampai 4626 ft, menara radio di Polandia dengan
tinggi 2120 ft, dan Sears Tower di Chicago setinggi 109 tingkat (1454 ft).
Struktur-struktur ini mempunyai kekuatan dan kualitas baja
masing-masing yang khas.
Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja
merupakan jawaban untuk semua masalah 32ilicon32iv. Bahan bangunan
lainnya, seperti beton, bata dan kayu mempunyai perannya
sendiri-sendiri, dan dalam banyak situasi dapat merupakan 32ilicon32ive yang
ekonomis. Akan tetapi, dalam penggunaannya pada bangunan dan apabila
perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan
berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat
memenuhinya.
Baja yang dipergunakan untuk konstruksi ini adalah baja paduan
(alloy steel) terdiri atas 98 % besi, 1 % karbon, 32ilicon, mangan, sulfur,
phosphor, tembaga, chromium dan nikel. Karbon dan mangan adalah
bahan pokok untuk meningkatkan tegangan atau strength dari baja murni.
Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi
mempunyai daur ulang (recycled) dan komponen utamanya yaitu besi
Baja berdasarkan jumlah karbon yang dikandungnya dapat dibagi
menjadi empat kategori yaitu :
a. Low carbon : Mengandung karbon kurang dari 0,15 %
b. Mild carbon : Mengandung karbon kurang dari 0,15 % -
0,29 %
c. Medium carbon : Mengandung karbon 0,3 % - 0,59 %
d. High carbon : Menngandung karbon 0,6 % - 1,7 %
Penambahan persentase karbon akan meningkatkan tegangan ijin
baja, tetapi akan mengurangi daktilitas baja tersebut. Idealnya adalah
kadar karbon pada baja adalah tidak lebih dari 0,3 %.
II.3.2 Hubungan regangan dan tegangan
Bila suatu batang yang terbuat dari baja lunak ditarik oleh gaya
aksial tertentu pada kondisi temperatur ruang, dapat kita gambarkan suatu
diagram yang menyatakan hubungan antara tegangan dan regangan yang
terjadi pada contoh bahan tersebut. Biasanya, regangan (strain) yang
menyatakan besarnya perubahan panjang, dilambangkan oleh ε dan
tegangan (stress) yang dilambangkan oleh σ, yang menyatakan gaya per
Dimana ;
lo = panjang awal
[image:35.612.153.562.209.446.2]l = panjang batang setelah mendapat beban
Gambar 2.3 Hubungan tegangan dan regangan untuk baja lunak
Keterangan gambar :
Daerah OA merupakan garis lurus dan menyatakan daerah linear elastis.
Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau disebut
juga modulus young (E). Diagram tegangan regangan untuk baja lunak
umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyu, dan daerah
leleh datar. Letak titik leleh atas ini (A’), tidak terlalu berarti sehingga
tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0,0012. Bila
regangannya terus bertambah hingga melampaui harga ini, ternyata
tegangannya dapat dikatakan tidak bertambah.
Daerah AB disebut sebagai daerah plastis. Lokasi titik B, yaitu titik akhir
sebelum tegangan mengalami sedikit kenaikan, tidaklah tertentu. Tetapi,
sebagai perkiraan dapat ditentukan terletak pada regangan leleh.
Daerah BC disebut daerah strain hardening, dimana penambahan
regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping
itu, hubungan tegangan regangan nya bersifat tak linear. Kemiringan garis
setelah titik B ini didefenisikan sebagai Es
II.3.3 Berbagai bentuk profil baja
. Di titik M, yaitu pada
regangan berkisar 20 % dari panjang bahan, tegangannya mencapai nilai
maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik ultimit (ultimate tensile
strength). Kemudian pada titik C material putus.
Ada dua macam bentuk profil baja yang didasarkan pada
pembuatannya, yaitu :
a. Hot rolled shapes : profil baja dibentuk dengan cara blok-blok baja
yang panas, diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled shapes
ini mengandung tegangan residu. Jadi sebelum batang dibebanipun
Gambar :
Gambar 2.4 Bentuk profil baja (hot rolled shapes)
b. Cold formed shapes : profil semacam ini dibentuk dari plat-plat yang
sudah jadi, menjadi profil baja dalam temperature atmosfer (dalam
keadaan dingin). Tebal plat yang dibentuk menjadi profil ini tebalnya
kurang darti 3/16 inch.
Gambar :
II.3.4 Modulus Elastisitas Baja
Modulus elastisitas baja (E) menurut PPBBI (Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia) 1983 adalah sebesar 2,1 x 106 kg/cm2
II.3.5 Pengertian Tegangan Leleh, Tegangan Dasar menurut PPBBI
.
a. Tegangan leleh didefenisikan sebagai tegangan yang menyebabkan
regangan sebesar 0,2 %.
b. Tegangan dasar
Dimana 1.5 adalah faktor keamanan (safety faktor).
Harga tegangan leleh dan tegangan dasar ada pada tabel 1 halaman 5
Mutu baja BJ 34 dapat ditulis Fe 310 (PPBBI)
BJ 37 dapat ditulis Fe 360
BJ 52 dapat ditulis Fe 510
II.3.6 Faktor Keamanan (safety faktor) dan faktor pembebanan (Load Faktor)
Dimana : FK = faktor keamanan
σL
b. Pada perencanaan plastis
= tegangan leleh
Beban batas = beban kerja dikalikan dengan faktor beban
Pada PPBBI Bab III menentukan besarnya faktor beban yaitu :
Untuk beban mati λDL
Untuk beban hidup λ
= 1,7
LL = 1,3
II.4 TEORI KEKUATAN BATAS UNTUK KONSTRUKSI BAJA
[image:39.612.196.498.462.578.2]II.4.1 Sifat-sifat sendi plastis
Gambar 2.6
Merupakan gambar diagram regangan-deformasi untuk baja, baik untuk
tarik maupun tekan. Dengan anggapan bahwa penguluran dan
pemampatan adalah sebanding jaraknya ke garsi netral (bidang rata tetap
bersifat rata setelah mengalami lentur), maka pada lentur murni
pembagian tegangan pada penampang di tempat puncak momen pada
muatan yang ditambah berangsur-angsur, akan terjadi seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 2.6
Gambar 2.6.1
Adalah pembagian tegangan pada muatan kerja
Gambar 2.6.2
Adalah pada waktu tegangan di serat-serat terjauh tepat mencapai
tegangan leleh.
Gambar 2.6.3
Penambahan muatan lebih lanjuy praktis tidak mengalami perlawanan
lagi dari penampang, dimana daerah plastis telah menjalar terus ke
serat-serat yang lebih dalam sampai pada akhirnya tegangan leleh mencapai
Gambar 2.6.4
Penampang sekarang adalah plastis penuh dan telah mencapai kapasitas
maksimum efektifnya atau momen batasnya (MP). Pada kondisi ini,
penampang tadi akan mengalami rotasi yang cukup besar tanpa terjadi
penembahan momen. Dengan kata lain, di titik tersebut telah terbentuk
sendi plastis. Penampang menjadi bersifat sebagai suatu sendi plastis
setelah momen leleh (My) tercapai, yaitu bahwa penambahan beban,
penampang tidak dapat menerima momen tambahan dan hanya
mengalami rotasi saja. Beda antara sendi biasa dan sendi plastis adalah
pada sendi biasa momen yang bekerja pada sendi adalah nol, sedangkan
pada sendi plastis momen yang bekerja pada sendi adalah tetap (MP
II.4.2 Fakor Bentuk
).
Perbandingan antara momen plastis (Mp) dengan momen leleh
(My) menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau dari
kondisi plastis. Perbandingan itu tergantung dari bentuk penampangnya.
Jadi,
dimana :
f = faktor bentuk (shape faktor)
Z = section modulus
Harga dari faktor bentuk (shape faktor) untuk beberapa
penampang yang sering dipakai adalah sebagai berikut :
1. Penampang segiempat f = 1,5
2. Penampang segiempat berlubang f = 1,18
3. Penampang segiempat diagonal f = 2,0
4. Penampang lingkaran f = 1,7
5. Penampang lingkaran berlubang f = 1,34
6. Penampang I f = 1,15
7. Penampang segitiga sama kaki f = 2,344
II.5 ANALISA STRUKTUR BERDASARKAN PLASTISITAS
II.5.1 Konsep Dasar Analisa Plastis
Analisa atas dasar muatan batas pada dasarnya menggunakan analisa plastis dimana kita menentukan pola pembagian sendi-sendi
plastis di dalam konstruksi pada saat seluruhnya atau sebagian akan
runtuh kemudian dari pola pembagian sendi-sendi plastis tersebut kita
dapat menghitung besarnya muatan batas yang dinyatakan dalam
momen-momen batas dari masing-masing sendi plastis.
apabila diterapkan pada balok-balok menerus (continuous beam),
portal-portal dengan sambungan kaku dan struktur statis tak tentu pada
umumnya dimana banyak melibatkan tegangan-tegangan lentur.
Konsep dasar analisa plastis dapat dilihat dari contoh di bawah ini
Kita lihat suatu struktur pada gambar II.5.1 Struktur adalah statis tak
tentu, kita akan menghitung beban batas Pu dari ketiga elemennya.
Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah daerah elastis, dari syarat
kesetimbangan diperoleh
2 T2 + T1
Dimana : = P
T1
T
adalah gaya dalam elemen 1
2
T
adalah gaya dalam elemen 2
3 adalah gaya dalam elemen 3, T2 = T
Gambar :
3
Selanjutnya kita meninjau kontinuitas dengan menganggap bahwa
Δ L1= Δ L2 = Δ L
Maka :
3
Dimana
Dari persamaan di atas kita dapatkan hubungan antara T1 dan T2
T
yaitu
melalui kondisi kontinuitas, maka :
2 = P – 2 T1 = P – 2 (1/2 T1
T
)
1 = P – T
2 T
1
1
T
= P
1
Beban maksimum dimana pada elemen 1 akan mencapai leleh adalah = ½ P
T1 = σy
Sehingga : . A
Ketiga elemen dari struktur dalam keadaan plastis sebagian akan
berubah bentuk, jika elemen satu diberi tambahan beban konstan sebesar
σy
Kondisi ini akan terus berlangsung hingga elemen dua dan tiga
juga mencapai leleh, dengan demikian kita dpaat menghitung beban batas
dari konstruksi di atas yaitu : P
. A dengan kata lain elemen 1 (satu) akan lebih dahulu mencapai leleh.
u= 3 σy II.5.2 Virtual Displacement
. A
Prinsip virtual displacement ini sangat penting di dalam syarat
kesetimbangan yang dapat dirumuskan sebagai : bila suatu susunan gaya
dalam kesetimbangan maka kerja gaya dalam sama dengan kerja gaya
luar (virtual displacement).
II.5.3 Teori Batas Atas dan Batas Bawah
Pada balok yang mempunyai kekuatan yang sama tiap
penampangnya kita mengenal dua teori batas plastis yaitu :
a. Teori batas atas adalah suatu pembebanan yang diperhitungkan atas
dasar asumsi mekanisme, akan selalu lebih besar atau sama dengan
beban batas plastis yang sesungguhnya.
b. Teori batas bawah adalah suatu pembebanan yang diperhitungkan atas
lebih besar dari MP
Pada analisa konstruksi atas dasar muatan batas ini kita dapat
menggunakan dengan beberapa cara yaitu :
atau sama dengan batas plastis yang
sesungguhnya.
a. Cara grafostatis
Cara ini meliputi penentuan secara grafostatis suatu bidang momen
dalam keadaan batas, sedemikian rupa sehingga dengan momen di
setiap penampang tidak melampaui momen batas (M < Mp
b. Cara mekanisme
) , tercapai
suatu mekanisme keruntuhan.
Cara mekanisme merupakan cara yang lebih cepat untuk
mendapatkan hasil dibandingkan dengan cara grafostatis dan cara
distribusi momen, terutama pada struktur yang derajat
kehiperstatisannya lebih banyak.
c. Cara distribusi momen
Cara distribusi momen ini mirip dengan metode distribusi cara cross,
oleh karena itu disebut juga metode distribusi momen plastis.
Dalam perencanaan beam column , perhitungan momen plastis
(Mp) akan dilakukan dengan cara mekanisme.
Semakin banyak derajat statis tak tentu pada suatu konstruksi
momen akhir secara tepat. Dengan cara mekanisme permasalahan di atas
akan lebih cepat memberikan hasil. Pada cara ini kita menentukan dahulu
berbagai kemungkinan bentuk mekanisme dan untuk masing-masing
bentuk ditentukan beban batasnya. Mekanisme yang tepat adalah
menghasilkan muatan batas terendah dimana disetiap penampangnya
momen lentur tidak melampaui momen batas / plastis (Mp
Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut :
)
a. Menentukan letak sendi-sendi plastis yang mungkin terjadi (letaknya
merupakan tempat-tempat dari puncak momen)
b. Pilih mekanisme yang mungkin, baik mekanisme tunggal maupun
mekanisme gabungan.
c. Pecahkan persamaan kesetimbangan dengan prinsip kerja virtual
untuk beban terendah.
d. Periksa apakah dipenuhi M < Mp
Contoh 1 :
[image:47.612.203.501.497.673.2]pada semua penampang.
Keterangan :
P = beban bergerak terpusat
L = panjang bentang
x = jarak untuk mendapatkan momen plastis maksimum
Mp θ
= momen plastis maksimum
1, θ2 = perputaran sudut
Menghitung perpindahan (δv
) :
δv1 = x tan θ
δ
1 v1 = x θ
1
δv2 = (L-x) tan θ
δ
2 v2 = (L-x) θ
δ
2 v1 = δ
x θ
v2
1 = (L-x) θ2
Menghitung kerja dalam (KD)
= Mp + Mpθ
=
2
=
=
Menghitung kerja luar (KL)
Akibat beban bergerak terpusat (P)
KL = (P. θ1 x. λLL
= (P.
)
x. 1,7)
= 1,7 P.θ2
Menghitung persamaan keseimbangan
(L-x)
kerja dalam = kerja luar
= 1,7 P.θ2 (L-x)
= θ2
M
(1,7 P.L- 1,7 P.x)
p L = (1,7 PLx – 1,7 Px2
M
)
p = (1,7 Px – 1,7 Px2 Menghitung harga x
/L)
Mp = 1,7 Px – 1,7 Px2
M
/L
p
M
’ = 1,7 P – 3,4 Px/L
p
x
’ = 0
max
= ½ L = 1,7 L / 3,4
[image:50.612.200.476.71.469.2]Contoh 2 :
Gambar 2.9 Contoh dengan beban merata dan beban bergerak terpusat
Keterangan :
P = beban bergerak terpusat
q = beban terbagi rata
L = panjang bentang
θ1, θ2 = perputaran sudut
Menghitung perpindahan (δv
) :
δv1 = x tan θ
δ
1 v1 = x θ
1
δv2 = (L-x) tan θ
δ
2 v2 = (L-x) θ
δ
2 v1 = δ
x θ
v2
1 = (L-x) θ2
Menghitung kerja dalam (KD)
KD = Mp θ1 + Mp θ
= M
2
p + Mpθ
=
2
=
Menghitung kerja luar (KL)
Akibat berat sendiri (q)
KL = (1/2. q. L. λDL. θ1
= (1/2. q.L. 1,3.
x)
x)
= 0,65 q. L.θ2
Akibat beban bergerak terpusat (P) (L-x)
KL = (P. θ1 x. λLL
= (P.
)
x. 1,7)
= 1,7 P.θ2
Total kerja luar (KL) = 0,65 q. L.θ
(L-x)
2 (L-x) + 1,7 P.θ2 Menghitung persamaan keseimbangan
(L-x)
kerja dalam = kerja luar
= 0,65 q. L.θ2 (L-x) + 1,7 P.θ2 (L-x)
= θ2 (0,65 q.L2
M
- 0,65 q. L.x + 1,7 P.L- 1,7 P.x)
p L = (0,65 qL2 x – 0,65 qLx2 + 1,7 PLx – 1,7 Px2
M
)
p = 0,65 qLx – 0,65 qx2 + 1,7 Px – 1,7 Px2 Menghitung harga x
Mp = 0,65 qLx – 0,65 qx2 + 1,7 Px – 1,7 Px2
M
/L
p
= (0,65 qL + 1,7 PL) – x (1,3 q – 3,4 P/L) ’ = 0,65 qL – 1,3 qx + 1,7 P – 3,4 Px/L
Mp
x
’ = 0
max =
II.6 PENGARUH GAYA LINTANG
Akibat gaya lintang pada tampang balok adalah lebih kompleks dibandingkan efek gaya normalnya. Kombinasi antara geser dengan lentur akan
terjadi tapi dalam arah dua dimensi. Sebenarnya kombinasi antara keduanya
dalam teori plastisitas adalah sangat sukar, akan tetapi dapat dihitung
berdasarkan metode pendekatan.
Dalam teori elastis (elastic design) untuk balok I, badan memikul penuh
akibat tegangan geser sedang sayap tidak memikul tegangan geser sama sekali.
Seandainya anggapan ini dipakai dalam analisa plastis maka problemnya dapat
diselesaikan secara empiris (Mises).
Misalkan gaya geser F bekerja pada web (badan) mengakibatkan tegangan geser
merata τ maka :
F = ( D – 2 T ) t.τ
Menurut Mises σ2+ 3τ2= σ y2
apabila σ
2+ 3τ2= σ
y2 dibagi dengan σy2 maka ;
Jadi,
Mp = BT (D-T)σy + (D/2 – T)2 t σy , dibagi dengan σ
Z
y
py = Zf + ( ½ D – T)2
Z
t
p = Zf + {( ½ D – T)2 t} .σ/ σ Dimana :
y
F = gaya geser yang bekerja pada web (badan)
d
D = tinggi dimensi profil WF
T = tebal flens
t = tebal web (badan)
Zpy = plastic modulus tanpa pengaruh gaya lintang
Zp = plastic modulus dengan pengaruh gaya lintang
II.7 PENGARUH GAYA NORMAL
Gambar 2.11 Diagram tegangan normal
Misalkan beban axial (normal) P bekerja pada garis netral tampang dan
mmen plastis Mp
M
menyebabkan tampang plastis penuh.
py
= bd
= momen plastis penuh tanpa normal
2σ y
P
(plastis modulus dikali dengan tegangan leleh)
y = 2bdσy (luas dikali dengan tegangan leleh) b
d d
σy
σy
2σy
P = 2βbdσy = β P
M
y
p
= M
= momen plastis dengan pengaruh normal
py – P (½ βd ) = (1 – β2 ) M ½ β
py
2
d Py = ½ β2 d ( 2 b d σy) = β2 bd2σy = β2Mpy
Mp = Mpy – β2 t D2σ
P = 2βt D σ
y
n = p / σ y
p = P/A
y
maka,
Zp = Zpy - β2 t D
Z
2
p = Zpy – (A2/ 4t) n2 > Mp/ σ
dimana :
y
P = gaya aksial (normal)
σy
Z
= tegangan leleh
p
Z
= plastic modulus dengan oengaruh normal
py = plastic modulus tanpa pengaruh normal
II.8 KONTROL TEKUK PADA PERENCANAAN PLASTIS
a. Balok WF yang mengalami regangan melewati batas elastisitas, bagian flens
atau web nya akan tertekuk (buckle).
AISC memberikan syarat harus lebih kecil dari 8.5
Dimana : b = lebar profil baja (cm)
tf = tebal flens (cm)
c. Oleh karena dasar perencanaan berdasarkan metode plastis ialah
mengembangkan kekuatan plastis struktur, maka tekuk puntir lateral tidak
diijinkan terjadi sebelum kekuatan plastis tercapai. Dengan kata lain reduksi
kekuatan penampang berdasarkan panjang sokongan samping tidak dapat
diterima. Sokongan samping harus diberikan. Peraturan AISC menyatakan
batang harus memiliki sokongan yang memadai untuk menahan perpindahan
lateral dan puntir di tempat sendi plastis yang berkaitan dengan mekanisme
keruntuhan.
Ketentuan perencanaan plastis untuk balok kolom dapat diterapkan untuk
semua kasus pembebanan.
c.1. Untuk kondisi di titik sokongan, dimana ketidakstabilan dicegah AISC
menetapkan :
:
Dimana ;
P = beban kerja aksial tekan kali faktor beban
Mi
P
= momen lentur utama beban kerja kali faktor beban
cr = kekuatan batas dari batang dengan tekanan aksial, yang
diambil sekitar 1,70 Fa A
M
g m
Jika tekuk puntir lateral dicegah dengan memberi
sokongan
= daya tahan momen maksimum jika beban aksial tidak
bekerja, yang harus diambil sebagai berikut :
Mm = M
Jika tidak disokong sepanjang L
p
Cm = 0,85 (untuk portal bergoyang)
Beam column dengan sendi plastis dapat diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu :
d.1. beam column dengan rasio beban rendah (low load-ratio beam column)
Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk baja fy = 250 MPa
yaitu :
Mpc = M
Check pertama : p
, dengan harga β menurut rasio
momen dibawah ini.
Gambar 2.12 Diagram momen rasio
d.2. beam column dengan rasio beban tinggi (high load-ratio beam column)
Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi untuk baja fy = 250 MPa
yaitu :
Mpc = 1,18 Mp (1 – P/Py
M
) untuk sumbu axis kuat
pc = 1,19 Mp (1 – P/Py2 Check pertama :
) untuk tampang I dengan sumbu axis lemah
Untuk fy = 250 MPa
Untuk fy selain 250 MPa
Untuk d / t terletak antara 43 sampai 70 dengan fy = 250 MPa, gaya
aksialnya :
Pmax = Py (0,7 – d/101 t)
Check kedua :
Dimana :
Foc
Untuk fy = 250 MPa. λ = L / 90 r
= tegangan tekuk elastis kritis
Rasio kelangsingan untuk fy = 250 MPa dibatasi oleh :
BAB III
ANALISA PLASTIS PADA STRUKTUR BEAM COLUMN
Untuk mendapatkan besarnya profil yang akan digunakan dalam konstruksi beam
column, hendaknya kita menghitung terlebih dahulu besarnya momen plastis maksimum
yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut. Gaya – gaya
yang bekerja antara lain :
a. Beban akibat berat sendiri
b. Beban akibat angin
c. Beban akibat air hujan
d. Beban akibat gempa
e. Beban akibat pekerja
Beban – beban ini akan dikalikan dengan load factornya masing-masing sesuai
dengan jenis gaya yang bekerja pada konstruksi. Dalam hal ini, untuk mendapatkan
momen plastis maksimum dilakukan analisa plastis dengan menggunakan cara
mekanisme. Adapun jenis mekanisme yang digunakan yaitu :
a. Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok)
b. Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom)
c. Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok)
d. Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom)
e. Mekanisme kombinasi (sendi plastis pada balok)
III.1 PEMBEBANAN
Gambar 3.1 Pembebanan akibat berat sendiri
Keterangan :
Qbs
M
= berat akibat berat sendiri
p1
M
= Momen plastis akibat tampang 1
p2
L = panjang bentang
= Momen plastis akibat tampang 2
h = tinggi kolom
Gambar 3.2 Pembebanan akibat angin
Keterangan :
Q1
Q
= angin datang pada kolom kiri
2
Q
= angin datang pada kolom kanan
3
h = tinggi kolom
= angin datang pada balok
L = panjang bentang
Gambar 3.3 Pembebanan akibat beban air hujan
Keterangan :
Qh
h = tinggi kolom
= beban akibat air hujan
L = panjang bentang
Gambar 3.3 Pembebanan akibat beban gempa
Keterangan :
H = beban akibat gempa
h = tinggi kolom
L = panjang bentang
Gambar 3.4 Pembebanan akibat beban pekerja
Keterangan :
P La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
beban bergerak ( P La)
h = tinggi kolom
L = panjang bentang
III.2 MEKANISME
III.2.1 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok)
[image:69.612.184.555.165.404.2]III.2.1.1 Akibat berat sendiri dan angin
Gambar 3.5 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok) akibat berat sendiri dan angin
Keterangan :
Mp = momen plastis
x = jarak untuk mendapatkan Mp maksimum
δcv
Q
= perpindahan arah vertikal pada balok
bs
Q
= beban akibat berat sendiri
3 θ
= angin datang pada balok
III.2.1.2 Akibat berat sendiri dan hujan
Gambar 3.6 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok) akibat
berat sendiri dan hujan
Keterangan :
Mp = momen plastis
x = jarak untuk mendapatkan Mp maksimum
δcv
Q
= perpindahan arah vertikal pada balok
bs
Q
= beban akibat berat sendiri
h θ
= beban akibat hujan
III.2.1,3 Akibat berat sendiri dan beban pekerja
Gambar 3.7 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok) akibat berat sendiri dan beban pekerja
Keterangan :
Mp = momen plastis
x = jarak untuk mendapatkan Mp maksimum
δcv
Q
= perpindahan arah vertikal pada balok
bs
P La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama = beban akibat berat sendiri
perawatan oleh pekerja, peralatan dan material,
atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
beban bergerak ( P La)
III.2.2 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) III.2.2.1 Akibat berat sendiri dan angin
Gambar 3.8 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) akibat
berat sendiri dan angin
Keterangan :
Mp = momen plastis
x = jarak untuk mendapatkan Mp maksimum
δcv
Q
= perpindahan arah vertikal pada balok
bs
Q
= beban akibat berat sendiri
3 θ
= angin datang pada balok
III.2.2.2 Akibat berat sendiri dan hujan
Gambar 3.9 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) akibat
berat sendiri dan hujan
Keterangan :
Mp = momen plastis
x = jarak untuk mendapatkan Mp maksimum
δcv
Q
= perpindahan arah vertikal pada balok
bs
Q
= beban akibat berat sendiri
h θ
= beban akibat hujan
III.2.2.3 Akibat berat sendiri dan beban pekerja
Gambar 3.10 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada kolom) akibat berat sendiri dan beban pekerja
Keterangan :
Mp = momen plastis
x = jarak untuk mendapatkan Mp maksimum
δcv
Q
= perpindahan arah vertikal pada balok
bs
P La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama = beban akibat berat sendiri
perawatan oleh pekerja, peralatan dan material,
atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
III.2.3 Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok)
Gambar 3.11 Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok) akibat beban gempa dan angin
Keterangan :
Mp = momen plastis
Q1
Q
= angin datang pada kolom kiri
2
H = beban akibat gempa
= angin datang pada kolom kanan
δh θ
= perpindahan arah horizontal pada kolom
III.2.4 Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom)
Gambar 3.12 Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom) akibat beban gempa dan angin
Keterangan :
Mp = momen plastis
Q1
Q
= angin datang pada kolom kiri
2
H = beban akibat gempa
= angin datang pada kolom kanan
δh θ
= perpindahan arah horizontal pada kolom
III.2.5 Mekanisme kombinasi (sendi plastis pada balok)
Gambar 3.13 Mekanisme goyang (sendi plastis pada balok) akibat berat sendiri, angin, hujan, gempa dan beban pekerja
Keterangan :
Mp = momen plastis
Q1,Q2,Q3
Q
= angin datang
h
H = beban akibat gempa = beban akibat hujan
δh
P La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama = perpindahan arah horizontal pada kolom
perawatan oleh pekerja, peralatan dan material,
atau selama penggunaan biasa oleh orang dan
III.2.6 Mekanisme kombinasi (sendi plastis pada kolom)
Gambar 3.14 Mekanisme goyang (sendi plastis pada kolom) akibat
berat sendiri, angin, hujan, gempa dan beban pekerja
Keterangan :
Mp = momen plastis
Q1,Q2,Q3
Q
= angin datang
h
H = beban akibat gempa = beban akibat hujan
δh
P La = beban hidup di atap yang ditimbulkan selama = perpindahan arah horizontal pada kolom
perawatan oleh pekerja, peralatan dan material,
BAB IV
PERHITUNGAN PADA STRUKTUR BEAM COLUMN DENGAN
METODE PLASTIS IV.1 DATA – DATA STRUKTUR BEAM COLUMN
Data – data yang diperlukan untuk perencanaan struktur beam column adalah :
a. Atap seng : 10 kg/m
b. Gording C 125*50*20*3.2 : 6.13 kg/m
2
c. Berat sendiri gelagar (taksiran) : 100 kg/m
d. Jarak gording : 1.2 m
e. Jarak kap : 6 m
f. Ikatan : 10 %
g. Tekanan angin : 40 kg/m
h. Beban akibat hujan : 20 kg/m
2
i. Beban akibat gempa : 40 kg
j. Beban hidup di atap yang ditimbulkan
selama perawatan oleh pekerjan peralatan dan
material, atau selama penggunaan biasa oleh
orang dan benda bergerak (P La) : 100 kg
k. Tinggi portal (h) : 7 m
l. Lebar bentang (L) : 35 m
Gambar 4.1 Gambar struktur beam column dan daerah pembebanan untuk
satu portal struktur beam column
Keterangan :
h = tinggi beam column ( 7 m )
L = panjang bentang ( 35 m )
Mp1
M
= momen plastis tampang (kolom)
IV.2 MENGHITUNG BEBAN SENDIRI
a. Atap seng = 10 kg/m2 = 60 kg/m
x 6 m
b. Gording = 6,13 kg/m x
= 179 kg/m
c. Berat profil (taksiran) = 100 kg/m
d. Ikatan = 10 % x berat sendiri
= 10 % x (60 + 179 + 100)
= 33,9 kg/m
Total berat sendiri (Qbs
= 372,9 kg/m . λ
) = (60 + 179 + 100 + 33,9) kg/m
DL
IV.3 MENGHITUNG BEBAN ANGIN IV.3.1 Pada balok
Q3
Q
= Q angin datang
3 = 0,9 P. B. λLL
= 0,9. 40 kg/m .
2. 6m . λ LL
= 216 kg/m. λ
.
IV.3.2 Pada kolom
LL
Q1
Q
= Q angin datang
= 0,9. 40 kg/m2. 6m . λLL
= 216 kg/m. λ
.
LL
Q2
Q
= Q angin hisap
2 = - 0,4 P. B. λ
= - 0,4. 40 kg/m. 6m. λ
LL
= - 96 kg/m. λ
LL LL
IV.4 PERHITUNGAN MOMEN PLASTIS (MP
IV.4.1 Mekanisme tunggal (sendi plastis pada balok) ) MAKSIMUM
IV.4.1.1 Akibat berat sendiri dan angin (Lihat Gambar 3.5)
a. Menghitung perpindahan (δ) pada balok
δcv1 = x tan θ
δ
1 cv1 = x θ
1
δcv2 = (L-x) tan θ
δ
2 cv2 = (L-x) θ
δ
2 cv1 = δ
x θ
b. Menghitung kerja dalam (KD)
KD = Mpθ1 + Mp θ1 + Mpθ2 + Mpθ2
= 2 Mpθ1 + 2 Mpθ
= 2 M
2
p + 2 Mpθ
=
2
=
=
c. Menghitung kerja luar (KL)
- akibat berat sendiri (Qbs
KL = Q )
bs. λDL. ½ .δcv1
= Q
. L
bs. λDL. ½ .θ1
= 372,9 kg/m. 1,3. ½. .x. L
. x. 35m
= 372,9 kg/m. 1,3. ½. . x. 35m
= 296922,62 θ2 – 8483,47 θ2
- akibat beban angin
x
KL = Q3. λLL. ½ . δcv1
= Q
. L
= 216 kg/m . 1,7. ½.
.
x. 35m= 216 kg/m . 1,7. ½.
.
x. 35m= 224910 θ2 – 6426 θ2 Total Kerja Luar (KL)
x
= 296922,62 θ2 – 8483,47 θ2 x +224910 θ2 – 6426 θ2 = 521832,62 θ
.x
2 – 14909,47 θ2
d. Menghitung persamaan keseimbangan
. x
kerja dalam = kerja luar
=
521832,62 θ
2 – 14909,47 θ22 M
. x
p L = 521832,62 x – 14909,47 x
2 M
2
p. 35 = 521832,62 x – 14909,47 x
M
2
p =
Mp = 7454,75x – 212,99 x e. Menghitung harga x
2
Merupakan fungsi turunan dari M
M
p p
M
’ = 7454,75 – 425,98 x
p
x
’ = 0
f. Menghitung harga momen plastis
Mp = 7454,75 (17,5) – 212,99 (17,5)
= 65229,94 kgm
2
IV.4.1.2 Akibat berat sendiri dan hujan (Lihat Gambar 3.6)
a. Menghitung perpindahan (δ) pada balok
δcv1 = x tan θ
δ
1 cv1 = x θ
1
δcv2 = (L-x) tan θ
δ
2
cv2 = (L-x) θ
δ
2 cv1 = δ
x θ
cv2 1 = (L-x) θ2
b. Menghitung kerja dalam (KD)
KD = Mpθ1 + Mp θ1 + Mpθ2 + Mpθ2
= 2 Mpθ1 + 2 Mpθ
= 2 M
2
p + 2 Mpθ
=
=
=
c. Menghitung kerja luar (KL)
- akibat berat sendiri (Qbs
KL = Q )
bs. λDL. ½ .δcv1
= Q
. L
bs. λDL. ½ .θ1
= 372,9 kg/m. 1,3. ½. .x. L
. x. 35m
= 372,9 kg/m. 1,3. ½. . x. 35m
= 296922,62 θ2 – 8483,47 θ2
- akibat beban hujan
x
KL = Qh. λLL. ½ . δcv1
= Q
. L
h. λLL. ½ . θ1
= 20 kg/m . 1,7. ½. .x . L
.x. 35m
= 20 kg/m . 1,7. ½.
.
x.
35m= 20825 θ2 – 595 θ2 Total Kerja Luar (KL)
.x
d. Menghitung persamaan keseimbangan
kerja dalam = kerja luar