PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN LANSIA TENTANG PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DALAM MENUNJANG
STATUS GIZI DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2009
S K R I P S I
Oleh :
Enina Tarigan NIM. 071000266
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN LANSIA TENTANG PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DALAM MENUNJANG
STATUS GIZI DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Enina Tarigan NIM. 071000266
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN LANSIA TENTANG PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DALAM MENUNJANG
STATUS GIZI DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2009
Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh :
Enina Tarigan NIM. 071000266
Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 14 Januari 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
(Dr.Ir.Zulhaida Lubis, M.Kes) (Dr.Ir.Evawani Y.Aritonang, M.Si) NIP.196205291989032001 NIP. 132049788
Penguji II Penguji III
(Ernawati Nasution SKM, M.Kes) (Fitri Ardiani SKM, MPH) NIP. 197002121995012001 NIP.198207292008122002
Medan, Desember 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
PERILAKU LANSIA TENTANG PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DALAM MENUNJANG STATUS GIZI DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2009
Posyandu lansia merupakan keterpaduan pelayanan yang dibentuk atas dasar peningkatan populasi lansia, mahalnya biaya pengobatan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan dan tingginya angka kesakitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah survey dengan rancangan sekat silang. Populasi adalah seluruh lansia di Puskesmas Petisah Medan. Sampel sebanyak 100 responden yang dipilih secara acak sederhana. Variabel bebas yaitu karakteristik lansia berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Variabel terikat yaitu perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu dan status gizi lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan lansia dalam kategori baik sebesar 96,15%, sikap lansia dalam kategori baik sebesar 100% dan tindakan lansia dalam kategori baik 78,8%. Indeks Massa Tubuh pada lansia diperoleh 62% lansia yang status gizi normal, 30% lansia yang status gizi gemuk tingkat ringan, 8% lansia yang status gizi gemuk tingkat berat. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi dalam kategori baik.
Disarankan kepada petugas puskesmas tetap mempertahankan program posyandu dan memberikan penyuluhan kesehatan, kepada kader dan kepala lingkungan lebih berperan aktif dalam menghimbau lansia agar tetap mengikuti kegiatan posyandu, dan juga kepada anggota keluarga agar mendampingi lansia dalam mengikuti setiap kegiatan posyandu lansia.
ABSTRACT
Elderly’s behavior of using posyandu in supporting elderly’nutrition in Puskesmas Petisah Medan 2009
Elderly’ posyandu is integrated health service was formed on basic of improvement aging population, expensive cost, the low coverage of health services and high morbidity. This study aims to determinent behavior of using elderly’s posyandu in supporting nutrition elderly in Puskesmas Petisah 2009.
This research is survey with a cross sectional. Population of this research is all elderly in Puskesmas Petisah Medan. Sample is 100 respondents was taken by simple random sampling. Variable independent is age, sex, education, job and income. Variable dependent is behaviour elderly’s about utilization posyandu.
The results showed that knowledge of the elderly in both category for 96,15%, the attitude of the elderly in both category of 100% and practice of elderly in category 78,8%. Body mass indeks of elderly at normal nutritional status is 62%, 30% of the nutritional status of elderly in the mild fat, 8% of nutritional status of elderly in the level of fat weight. From the result it can be concluded that the behavior off the elderly’s utilization in supporting the elderly posyandu nutritional status in both categories.
It is suggested to health workers posyandu for maintaining posyandu’s programme and provide health education, to cadre and the environment chief be more active in calling elderly for following the posyandu activities, and also to family members to accompany the elderly to following in each posyandu’activities elderly.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ENINA TARIGAN
Tempat/Tanggal lahir : Medan, 23 Maret 1985
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum menikah
Jumlah Bersaudara : 6 Orang
Alamat Rumah : Jl. Saudara Gg. Pantai II No. 22 Medan
Riwayat Pendidikan
Tahun 1992 – 1998 : SD Swasta Kristen Immanuel Medan
Tahun 1998 – 2001 : SMP Swasta Kristen Immanuel Medan
Tahun 2001 – 2003 : SMA Swasta Kristen Immanuel Medan
Tahun 2003 – 2006 : Poltekkes Depkes RI Medan
Jurusan Keperawatan
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul: “Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi Di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Tersusunnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
2. Dr. Ir Zulhaida Lubis M.Kes, selaku Dosen pembimbing I dan Dr. Ir Evawany
Y. Aritonang, M.Si, selaku Dosen pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu, pikiran serta memberikan bimbingan hingga selesainya
skripsi ini.
3. Dra. Jumirah Apt. M.Kes selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat.
4. Ernawati Nasution, SKM. M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Dr. Henny Safitri selaku Kepala Puskesmas Petisah yang telah memberikan
izin untuk mengikuti kegiatan akademik.
6. Secara khusus kepada Orang tua tercinta buat Papa Drs. A.M. Tarigan, Apt
sayang sepenuhnya bagi penulis. Demikian juga buat kakak dan adikku yang
selalu hadir disetiap waktu untuk mendukung, dan memberikan semangat.
7. Buat sahabatku : Hinsa, Esra, Kak Santi, Melisa, Hendra dan teman-teman di
Peminatan Gizi Kesehatan Mayarakat, Ekstensi 2007 serta Regular 2005
lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas
dukungan, kebersamaan, canda, tawa yang telah terjalin selama ini dan
membantu skripsi ini hingga selesai.
8. Teristimewa buat abangku Elwin Ginting, S.Pt yang telah banyak mendukung
skripsi ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
diharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penelitian yang telah
dilaksanakan dapat berguna bagi penulis, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan juga
bagi semua pihak yang berkompeten.
Medan, Januari 2010
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Abstract ... iii
Riwayat Hidup Penulis... iv
Kata Pengantar... v
2.1.2. Arti dan Batasan Lansia... 10
2.2. Posyandu Lanjut Usia ... 11
2.2.1. Pengertian Posyandu Lansia... 11
2.2.2. Tujuan Penyelenggaraan... 12
2.2.3. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia... 12
2.2.4. Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia... 13
2.3 Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia ... 15
2.4 Upaya Meningkatkan Pemanfaatan Posyandu Lansia ... 17
2.5 Keukupan Gizi Pada Lansia ... 19
2.6 Pengkajian Status Gizi ... 22
2.7. Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia ... 29
2.8. Perilaku Sehubungan Dengan Pemanfaatan Posyandu ... 30
3.2.1.Lokasi Penelitian ... 36
4.1.4. Tenaga Kesehatan Puskesmas Petisah ... 43
4.1.5. Fasilitas Fisik Puskesmas Petisah ... 43
4.1.6. Posyandu Lansia Di Puskesmas Petisah ... 44
4.2 Karakteristik Responden... 44
5.1.1. Pengetahuan Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu 55
5.1.2. Sikap Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu ... 58
5.1.3.Tindakan Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu ... 59
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 45
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 46
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 46
Tabel 4.5 Distribuusi Responden Berdasarkan Penghasilan ... 46
Tabel 4.6 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009 ... 47
Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Berdasarkan Hasil Pengukuran ... 49
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009 ... 50
Tabel 4.9 Distribusi Sikap Responden Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Berdasarkan Hasil Pengukuran ... 52
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009 ... 53
Tabel 4.11 Distribusi Tindakan Responden Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Berdasarkan Hasil Pengukuran ... 53
Tabel 4.12 Status Gizi Lansia Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Dalam Menunjang Status Gizi Lansia di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009.
Lampiran 2. Surat Keterangan Izin Penelitian di Puskesmas Petisah Medan.
Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian di Puskesmas Petisah Medan.
ABSTRAK
PERILAKU LANSIA TENTANG PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DALAM MENUNJANG STATUS GIZI DI PUSKESMAS PETISAH MEDAN TAHUN 2009
Posyandu lansia merupakan keterpaduan pelayanan yang dibentuk atas dasar peningkatan populasi lansia, mahalnya biaya pengobatan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan dan tingginya angka kesakitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi di Puskesmas Petisah Medan Tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah survey dengan rancangan sekat silang. Populasi adalah seluruh lansia di Puskesmas Petisah Medan. Sampel sebanyak 100 responden yang dipilih secara acak sederhana. Variabel bebas yaitu karakteristik lansia berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Variabel terikat yaitu perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu dan status gizi lansia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan lansia dalam kategori baik sebesar 96,15%, sikap lansia dalam kategori baik sebesar 100% dan tindakan lansia dalam kategori baik 78,8%. Indeks Massa Tubuh pada lansia diperoleh 62% lansia yang status gizi normal, 30% lansia yang status gizi gemuk tingkat ringan, 8% lansia yang status gizi gemuk tingkat berat. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi dalam kategori baik.
Disarankan kepada petugas puskesmas tetap mempertahankan program posyandu dan memberikan penyuluhan kesehatan, kepada kader dan kepala lingkungan lebih berperan aktif dalam menghimbau lansia agar tetap mengikuti kegiatan posyandu, dan juga kepada anggota keluarga agar mendampingi lansia dalam mengikuti setiap kegiatan posyandu lansia.
ABSTRACT
Elderly’s behavior of using posyandu in supporting elderly’nutrition in Puskesmas Petisah Medan 2009
Elderly’ posyandu is integrated health service was formed on basic of improvement aging population, expensive cost, the low coverage of health services and high morbidity. This study aims to determinent behavior of using elderly’s posyandu in supporting nutrition elderly in Puskesmas Petisah 2009.
This research is survey with a cross sectional. Population of this research is all elderly in Puskesmas Petisah Medan. Sample is 100 respondents was taken by simple random sampling. Variable independent is age, sex, education, job and income. Variable dependent is behaviour elderly’s about utilization posyandu.
The results showed that knowledge of the elderly in both category for 96,15%, the attitude of the elderly in both category of 100% and practice of elderly in category 78,8%. Body mass indeks of elderly at normal nutritional status is 62%, 30% of the nutritional status of elderly in the mild fat, 8% of nutritional status of elderly in the level of fat weight. From the result it can be concluded that the behavior off the elderly’s utilization in supporting the elderly posyandu nutritional status in both categories.
It is suggested to health workers posyandu for maintaining posyandu’s programme and provide health education, to cadre and the environment chief be more active in calling elderly for following the posyandu activities, and also to family members to accompany the elderly to following in each posyandu’activities elderly.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan dan gizi merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan merupakan
faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan
pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang meliputi
berbagai bidang termasuk kesehatan telah dirumuskan paradigma baru pembangunan
nasional yakni paradigma sehat dimana perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
di semua sektor agar mempertimbangkan dampak positif dan negatif pada status
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat. Untuk mewujudkan paradigma tersebut
telah ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010 (Depkes RI, 2000).
Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat lepas dari makanan.
Makanan sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi manusia, memiliki fungsi yaitu
memelihara dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak, mengatur metabolisme dan
keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh lainnya, serta sebagai penghasil energi.
Agar makanan dapat berfungsi seperti ini, maka makanan yang dikonsumsi
sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat tertentu
sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat ini disebut dengan zat gizi. Oleh
karena itu, asupan (intake) zat gizi pada makanan dalam jumlah yang seimbang
mutlak diperlukan pada lanjut usia.
Seiring kemajuan tingkat perawatan kesehatan dan penurunan jumlah
kelahiran, jumlah penduduk usia lanjut juga semakin meningkat. Keadaan ini tidak
Penduduk Antar Sensus) Lembaga Demografi UI 1985 memperkirakan jumlah usia
lanjut di Indonesia dewasa ini mencapai 15 juta jiwa atau 7,5 % dari jumlah
penduduk. Jumlah penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2005
diperkirakan akan meningkat lagi pada tahun 2020 menjadi 28,8 juta atau 11,34%
dari seluruh populasi. Peningkatan jumlah usia lanjut diperkirakan diikuti dengan
peningkatan usia harapan hidup dari usia 59,8 tahun pada tahun 1990 menjadi 71,7
tahun pada tahun 2020.
Menghadapi tantangan di masa yang akan datang, pembinaan kesehatan pada
usia lanjut memerlukan penanganan yang lebih serius karena terjadinya perubahan
demografi, pergeseran pola penyakit dan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut,
sementara jumlah dan kualitas petugas kesehatan dalam pengelolaan pelayanan
kesehatan usia lanjut di tingkat pelayanan dasar maupun rujukan saat ini masih belum
memadai (Depkes RI, 2001). Oleh karena itu Departemen Kesehatan Republik
Indonesia mengembangkan suatu program pembinaan kesehatan lanjut usia dengan
strategi pendekatan edukatif melalui institusi pelayanan kesehatan terutama
puskesmas dan posyandu lanjut usia. Dengan adanya program ini diharapkan
terbentuk suatu masyarakat lanjut usia yang berdaya guna, mandiri dan aktif dalam
menjalankan fungsi kehidupannya secara optimal.
Posyandu lanjut usia merupakan keterpaduan pelayanan yang dibentuk atas
dasar peningkatan populasi lansia, mahalnya biaya pengobatan, rendahnya jangkauan
pelayanan kesehatan, tingginya angka kesakitan dan lain-lain (Depkes RI, 2000).
Posyandu lansia direncanakan dan dikembangkan oleh masyarakat bersama Lurah,
kader yang terlatih. Kader dapat berasal dari anggota PKK, tokoh masyarakat, dan
anggota masyarakat lainnya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008,
jumlah lansia yang dibina sebesar 24.659 atau 3,0% dari seluruh populasi lansia yang
jumlahnya mencapai 820.990 jiwa. Begitu juga dengan kegiatan pelayanan kesehatan
lansia di puskesmas yang mencakup pengobatan, pemeriksaan kesehatan, penyuluhan
konseling, arisan atau pengajian dan kunjungan rumah atau home care hanya sebesar
19,5% (80 dari 409 puskesmas) dan 400 posyandu lansia yang sudah terbentuk atau
sekitar 23,2% sementara target yang harus dicapai sebesar 2120 posyandu lansia.
Berdasarkan data Puskesmas Petisah Medan tahun 2008, jumlah kunjungan
lansia yang berkunjung di posyandu di setiap kelurahan yaitu Kelurahan Petisah
Tengah, Kelurahan Sekip, Kelurahan Sei Putih Timur sebanyak 529 orang (15.85 %).
Sedangkan jumlah lansia yang berkunjung langsung ke Puskesmas Petisah Medan
sebanyak 3336 orang (11,75%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kunjungan ke
posyandu lansia masih sangat rendah dikarenakan jumlah penduduk yang lansia
berjumlah 5218 orang.
Dalam kenyataannya, kegiatan posyandu lansia yang diselenggarakan oleh
Puskesmas Petisah Medan kurang popular bila dibandingkan dengan posyandu untuk
balita. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kunjungan lansia di Puskesmas yang telah
ditunjuk sebagai pelaksana dari posyandu lansia.
Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan lansia itu
sendiri bahkan keluarga juga belum memahami cara untuk memperlakukan lansia
yang kurang mengetahui akan adanya kegiatan posyandu lansia serta tujuan dari
kegiatan tersebut. Karena kegiatan promosi posyandu lansia di masyarakat masih
sebatas informasi dari orang ke orang yang sudah pernah memanfaatkan kegiatan
posyandu lansia, ataupun informasi yang didapat saat mengunjungi puskesmas
sebagai penyelenggara kegiatan posyandu lansia.
Kegiatan- kegiatan posyandu lansia yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas
Petisah yaitu berupa kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengukuran tekanan darah, olah raga, pemberian makanan tambahan dan penyuluhan
kesehatan.
Seyogyanya pelayanan gizi merupakan bagian pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut yang dapat dilakukan di semua fasilitas pelayanan baik pemerintah atau swasta.
Oleh karena itu perlu dikembangkan tatalaksana gizi usia lanjut yang merupakan
bagian dalam program kesehatan usia lanjut. Dengan meningkatkan pelayanan gizi
pada usia lanjut diharapkan dapat menanggulangi masalah gizi usia lanjut sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan usia lanjut.
Sarana atau pelayanan gizi pada usia lanjut di Indonesia masih sangat kurang,
terutama di daerah pedesaan, dimana pemahaman masyarakat tentang program
kesehatan usia lanjut masih kurang. Di lain pihak, kesadaran untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dan pelayanan gizi yang bermutu telah mulai muncul, terutama
di kota-kota besar dimana banyak berkembang kelompok-kelompok usia lanjut
(Poksila) yang melakukan kegiatan secara mandiri. Pada umumnya poksila-poksila di
atas mendapat dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau swasta yang
kesehatan usia lanjut sudah mulai ada di beberapa daerah. Sebagai contoh pemerintah
kabupaten menyediakan fasilitas gratis bagi lanjut usia yang berobat ke puskesmas
(Agate, 1999).
Berdasarkan jumlah kunjungan lansia ke posyandu, jumlah lansia yang dibina
masih kurang dari target pencapaian cakupan pelayanan kesehatan lansia pada tahun
2010 berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 70%, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan gambaran perilaku lansia tentang
pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi di posyandu lansia.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana Perilaku Lansia Tentang Pemanfaatan Posyandu Lansia Dalam
Menunjang Status Gizi di Puskesmas Petisah Medan pada tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam
menunjang status gizi di Puskesmas Petisah Medan pada tahun 2009.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia
dalam menunjang status gizi.
2. Untuk mengetahui sikap lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam
menunjang status gizi.
3. Untuk mengetahui tindakan lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia
4. Untuk mengetahui status gizi lansia yang diukur berdasarkan IMT (Indeks
Masa Tubuh).
1.4.Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi petugas puskesmas dan kader kesehatan dalam
meninggkatkan kualitas pelayanan kesehatan lanjut usia.
2. Sebagai bahan masukan bagi anggota keluarga dan bagi lansia tersebut untuk
lebih memperhatikan kesehatan lansia dengan memanfaatkan sarana yang
telah ada di setiap tempat pelayanan kesehatan yaitu bentuk pelayanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Lanjut Usia 2.1.1. Proses Menua
Menua (menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Semua orang yang dikaruniai umur yang panjang, pada suatu saat pasti akan
mengalami suatu proses penuaan. Proses penuaan ini tidak hanya terjadi pada suatu
bagian-bagian tertentu saja, tetapi seluruh bagian di tubuh kita akan mengalami
proses penuaan. Hal ini dapat dilihat misalnya dengan menjadi kisutnya pipi,
tumbuhnya uban pada rambut, berkurangnya proses pendengaran, mundurnya daya
ingat dan kemampuan berpikir, serta berkurangnya daya penglihatan sehingga
memerlukan bantuan kacamata untuk membaca (Gallo, 1998).
Sebenarnya lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat
dihindarkan, sebab manusia sebagai mahluk hidup, umurnya terbatas oleh suatu
peraturan alam. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua
merupakan masa hidup yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial sedikit demi sedikit sampai tidak
dapat melakukan tugasnya sehari-hari. Sehingga bagi kebanyakan orang, masa tua itu
Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada
tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut.
Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua, antara
lain :
1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan
jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan
kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap. Oleh karena itu,
pada usia lanjut seringkali terlihat kurus.
2. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan
kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan. Penurunan indera
pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel saraf pendengaran.
3. Dengan banyaknya gigi geligi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan
fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
4. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan
seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan lanjut usia.
Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang
dapat menyebabkan wasir.
5. Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan lanjut usia menjadi
lamban, kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan, dapat mengganggu
6. Pada lanjut usia terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan
daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa,
kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas bertujuan
(apraksia) dan gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut
dimensia atau pikun. Gejala pertama adalah pelupa, perubahan kepribadian,
penurunan kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang
berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau perilaku anti-sosial lainnya.
7. Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar
juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran Natrium sampai dapat
terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
8. Incontintia Urine (IU) adalah pengeluaran urine di luar kesadaran merupakan
salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok
lanjut usia, sehingga usia lanjut yang mengalami IU seringkali mengurangi
minum yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Kemunduran psikologis pada lanjut usia juga terjadi yaitu ketidakmampuan
untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya,
antara lain : sindroma lepas jabatan, sedih yang berkepanjangan (Depkes RI, 2000)
Kemunduran sosiologi pada lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan pemahaman lanjut usia itu atas dirinya sendiri. Status sosial seseorang
sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status sosial lanjut
usia akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan
sebaiknya diketahui oleh lanjut usia sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan
diri sebaik mungkin.
2.1.2. Arti dan Batasan Usia Lanjut
Menurut ilmu Gerontologi, lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan
suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia dewasa
dan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu
yang mencapai usia lanjut tersebut.
Beberapa pendapat tentang batasan umur lanjut usia yaitu:
1. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
2. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas yang
karena mengalami penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah
kesejahteraan di hari tua, kecuali bila sebelum umur tersebut proses menua itu
terjadi lebih awal, dilihat dari kondisi fisik, mental dan sosial.
3. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) adalah orang yang berusia 45-59 tahun
b. Usia Lanjut (Elderly) adalah orang yang berusia 60-74 tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old) adalah orang yang berusia 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old) adalah orang yang berusia > 90 tahun
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, manusia lanjut usia
adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan fisik, kejiwaan dan
sosial. Perubahan ini memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
Berdasarkan dokumen pelembagaan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang
diterbitkan oleh Departemen Sosial Republik Indonesia (1996) dalam rangka
perancangan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Preseiden RI,
menetapkan batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas.
Lanjut usia dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe tergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan dan kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonominya. Dalam program posyandu lansia, sasaran terkategori atas 3 macam
berdasarkan ukuran kemandirian (Activities of Daily Live) untuk mampu melakukan
aktifitas sehari-hari, yaitu “kemandiriaan A” lansia yang tidak bisa datang ke
posyandu/puskesmas, “kemandirian B” yaitu lansia yang datang ke
posyandu/puskesmas dengan dibantu orang lain atau dipapah dan “kemandirian C”
lansia yang bisa datang sendiri ke posyandu. (Depkes RI, 2005).
2.2. Posyandu Lanjut Usia
2.2.1. Pengertian Posyandu Lansia
Posyandu lanjut usia perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari
pemerintah, keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan dan meringankan beban masyarakat khususnya lanjut usia.
Menurut Depkes RI bahwa pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu
bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dilaksanakan
di tingkat dusun/ desa dalam wilayah kerja puskesmas. Tempat pelayanan program
terpadu ini disebut posyandu.
Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan terpadu. Kegiatan
disepakati bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari
dua program menjadi lebih banyak program. Keterpaduan dapat berupa aspek
sasaran, aspek lokasi, kegiatan maupun petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip
posyandu adalah suatu kegiatan yang dikelola masyarakat dan ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Adapun lanjut usia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan
terhadap lanjut usia di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja
puskesmas. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama lanjut usia. Kita dihadapkan pada beberapa masalah yaitu
jumlah lanjut usia yang semakin meningkat, mahalnya harga dan biaya pengobatan,
tingginya angka kesakitan, rendahnya jangkauan pelayanan kesehatan dan lain-lain
(Depkes RI, 2000).
2.2.2. Tujuan Penyelenggaraan
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,
sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta
dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat
usia lanjut.
2.2.3. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang
diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan
yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada
juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut:
- Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau
tinggi badan
- Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh
(IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga
dilakukan di meja II.
- Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa
dilakukan pelayanan pojok gizi.
2.2.4. Kendala Pelaksanaan Posyadu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu
antara lain:
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari
pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan
posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat
dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka.
Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar
pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu
mengikuti kegiatan posyandu lansia.
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau
posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan
daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi
posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika
lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa
harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat
mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan
demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk
menghadiri posyandu lansia
c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia
untuk datang ke posyandu.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan
lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator
kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar
lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha
membantu mengatasi segala permasalahan yang terjadi pada lansia
d. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas
kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap
yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang
diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.
2.3. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam pembinaan kesehatan lansia
merupakan upaya yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan, kemampuan untuk
mandiri, produktif dan berperan aktif dalam komprehensif, azas kekeluargaan,
pelaksanaan sesuai protap, dan kendali mutu (Depkes RI, 2003).
Kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan holistic, pelaksanaan
terpadu, pembinaan komprehensif tersebut terdiri dari:
1. Pembinaan kesehatan yang mencakup kegiatan:
a. Promotif, antara lain penyuluhan tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat), penyakit pada lansia, gizi, upaya meningkatkan kebugaran jasmani,
kesehatan mental, dan kemandirian produktifitas.
b. Preventif, antara lain deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia yang dapat
dilakukan POKSILA/puskesmas dengan menggunakan KMS Lansia, buku
pemantauan kesehatan pribadi lansia.
2. Pelayanan kesehatan yang mencakup kegiatan;
a. Kuratif, antara lain pengobatan bagi lansia yang sakit baik di Poksila, Pustu,
Puskesmas/Rumah Sakit.
b. Rehabilitatif, antara lain upaya medis, psikososial, edukatif untuk dapat
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lansia.
3. Konseling yang mencakup kegiatan:
b. Dilaksanakan oleh Konseler.
c. Upaya memecahkan masalah kesehatan dan psikologis lansia.
d. Dapat berfungsi preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif.
4. Pendekatan individu maupun kelompok.
5. Home Care
6. Bentuk pelayanan kesehatan komprehensif yang dilakukan di rumah klien/lansia.
7. Melibatkan klien serta keluarga sebagai subjek untuk berpartisipasi dalam
kegiatan perawatan dalam bentuk tim (tenaga professional/non professional di
bidang kesehatan maupun non kesehatan).
8. Bertujuan memandirikan klien dan keluarganya.
Dalam kegiatan pelayan kesehatan bagi lansia, maka dilaksanakan kegiatan di
posyandu bagi lansia, agar lansia dapat mencapai hidup sehat sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional Indonesia dan Indonesia Sehat 2010.
Kegiatan yang dilakukan di posyandu bagi lansia antara lain adalah:
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
2. Pemeriksaan status mental.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
6. Penyuluhan Kesehatan.
7. Pemberian makanan tambahan (PMT).
8. Kegiatan olah raga, antara lain senam usia lanjut, gerak jalan santai, dan
sebagainya untuk meningkatkan kebugaran (Lasma, 2007).
Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan kesehatan terutama
dalam menunjang status gizi lansia dan pencegahan penyakit, dilakukan melalui
pemantauan keadaan kesehatan para lansia secara berkala dengan menggunakan
Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia,dengan harapan gangguan kesehatan lansia dapat
dideteksi lebih dini untuk mendapatkan pertolongan secara cepat, tepat dan memadai
sesuai dengan keinginan yang diperlukan (Depkes RI, 2003).
2.4.Upaya Untuk Meningkatkan Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia
Untuk meningkatkan pemanfaatan posyandu lansia dilakukan upaya-upaya
berupa:
1. Memantapkan kerjasama dan partisipasi lintas program, lintas sector, lembaga
swadaya masyarakat serta peran serta masyarakat melalui kesepakatan dan
rencana kerja di setiap tingkat administrasi, antara lain dalam :
a. Pelayanan kesehatan di tingkat pelayanan dasar: Puskesmas termasuk
Puskesmas Pembantu, Bidan di desa, Balai Kesehatan Masyarakat, Kelompok
Lanjut Usia dan lain-lain.
b. Pemantapan kerjasama antara Dinas Kesehatan dan RS KKabupaten/ Kota
Dati I agar tercipta system yang tertata rapi dan mantap dalam memberikan
c. Membina kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
profesi yang bergerak dalam pembinaan kesehatan lanjut usia.
d. Peningkatan komitmen dan dukungan politis dari Gubernur, Bupati/Walikota,
sektor dan program terkait dalam pemasaran sosial mengenai upaya
kesehatan lansia, dukungan dana bersumber APBN dan APBD dalam
penanganan lanjut usia termasuk biaya transportasi serta upaya rujukan bagi
lansia yang tidak mampu.
2. Meningkatkan upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) melalui :
a. Pengembangan pesan-pesan dan pengembangan media penyuluhan tentang
kesehatan lansia.
b. Penyebarluasan informasi mengenai upaya kesehatan lansia kepada petugas
penyuluhan dan sektor terkait.
c. Pengembangan upaya konseling dalam penanganan kasus lansia termasuk
keluarganya.
3. Peningkatan upaya deteksi dini terhadap kasus lansia beresiko dan
penanganannya dengan pelayanan kesehatan yang tepat dan memadai, melalui
kegiatan :
a. Pendataan sasaran dan pemutakhiran data secara berkala.
b. Penggerakan Puskesmas dan jajarannya untuk memberikan pelayanan secara
aktif terhadap sasaran lanjut usia, sehingga akan meningkatkan cakupan
c. Pemantauan secara berkesinambungan terhadap kesehatan lansia melalui
kegiatan kelompok lansia dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS)
lansia.
d. Pemberdayaan masyarakat termasuk sasaran lansia dalam mengenal dan
melakukan rujukan kasus resiko tinggi.
4. Peningkatan pembinaan teknis dan manejerial pengelola program lansia
melalui:
a. Pembahasan rutin pelaksanaan program pembinaan lansia.
b. Pelatihan/pendidikan dan berkelanjutan mengenai penyakit degeneratif dan
masalah kesehatan lansia.
c. Melakukan pembinaan/ supervise terhadap pelaksanaan kegiatan kelompok
lansia di masyarakat maupun pelaksanaan pelayanan di tingkat pelayanan
dasar.
5. Pemantapan kemampuan pengelola program lansia dalam perencanaan,
penggerakkan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan antara lain
melalui:
a. Penentuan prioritas kegiatan berdasarkan masalah yang ada.
b. Membuat perencanaan/usulan kegiatan dengan memperhatikan prioritas
masalah yang ada.
c. Meningkatkan kemampuan pengelola program lansia di Kabupaten melalui
2.5. Kecukupan Gizi Pada Lansia
Kecukupan gizi lanjut usia berbeda dengan usia muda karena pada usia lanjut
terjadi perubahan fisiologis dan psikososial sebagai akibat dari proses menua.
Kebutuhan gizi setiap individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :
1. Umur
Pada masa pertumbuhan kebutuhan semua zat gizi tinggi (bayi, anak-anak dan
remaja), sedangkan makin tua seseorang maka kalori (karbohidrat dan lemak)
yang dibutuhkan menurun. Namun kebutuhan protein, vitamin dan mineral cukup
tinggi sebagai aktioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas yang
dapat merusak sel.
2. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memerlukan zat gizi lebih banyak (terutama kalori, proitein
dan lemak) dibandingkan dengan wanita karena postur, otot dan luas permukaan
tubuh lebih besar atau lebih luas daripada wanita. Namun kebutuhan Fe pada
wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan pria karena wanita mengalami
menstruasi. Pada wanita yang sudah menopause kebutuhan Fe akan menurun
kembali.
3. Aktivitas/kegiatan fisik dan mental
Orang yang melakukan kegiatan fisik (menggunakan otot) memerlukan zat gizi
lebih banyak dibandingkan dengan orang yang hanya duduk atau tidur. Walaupun
aktivitas fisik lebih memerlukan zat gizi lebih pada aktivitas mental, namun stress
membutuhkan zat gizi cukup (terutama zat gizi mikro). Orang yang sedang
istirahat pun memerlukan zat gizi untuk proses metabolisme tubuh yang disebut
Basal Metabolisme Rate (BMR).
4. Postur Tubuh
Tubuh yang tinggi dan besar memerlukan zat gizi lebih banyak dibandingkan
dengan tubuh yang pendek, karena zat gizi dibutuhkan untuk mensuplai makanan
sampai ke seluruh tubuh.
5. Pekerjaan
Kecukupan zat gizi seseorang sangat tergantung dari pekerjaan sehari-hari,
apakah termasuk ringan, sedang atau berat. Makin berat kerja seseorang makin
besar zat gizi yang dibutuhkan. Contoh : Pekerja lapangan membutuhkan zat gizi
lebih besar dibandingkan orang yang bekerja di kantor.
6. Iklim/suhu udara
Orang yang tinggal di daerah dingin (pegunungan) memerlukan zat gizi yang
lebih untuk mempertahankan suhu tubuh.
7. Kondisi fisik tertentu
Kebutuhan zat gizi setiap individu tidak selalu tetap. Kebutuhan zat gizi setiap
orang bervariasi sesuai dengan kondisi fisik tertentu. Selain faktor-faktor diatas
pada kondisi tertentu, misalnya sedang hamil atau sehabis sembuh dari sakit,
memerlukan zat gizi yang lebih dari biasanya.
8. Lingkungan
Orang yang terus menerus berada di lingkungan berbahaya (misal : radioaktif,
protein, vitamin dan mineral untuk melindungi sel-sel tubuh dari efek seperti
radiasi (Arifin, 2000).
2.6. Pengkajian Status Gizi
Keadaan gizi seseorang mempengaruhi penampilan, pertumbuhan dan
perkembangannya, kondisi kesehatan serta ketahanan tubuh terhadap penyakit.
Pengkajian status gizi adalah proses yang digunakan untuk menentukan status gizi,
mengidentifikasi malnutrisi (kurang gizi atau gizi lebih) dan menentukan jenis diet
atau menu makanan yang harus diberikan pada seseorang. Mengkaji status gizi usia
lanjut sebaiknya menggunakan lebih dari satu parameter sehingga hasil kajian lebih
akurat. Pengkajian status gizi pada usia lanjut dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :
a. Identitas (nama, umur, agama, etnis, pendidikan, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, penghasilan).
b. Orang terdekat yang dapat dihubungi (keluarga/pengasuh)
c. Keluhan dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit degeneratif
(diabetes melitus, hipertensi, kegemukan/obesitas, osteoporosis, empedu,
jantung, hati, kanker) atau saluran pencernaan (gastritis, colitis ulceroa) serta
penyakit infeksi/kronis (TBC, diare, radang paru) dan dimentia (pikun).
d. Riwayat asupan makanan : apakah ada perubahan karena kondisi usila seperti
gigi geligi yang tidak baik, tidak nafsu makan/menolak makan, tidak
e. Riwayat pengobatan (resep dokter/obat bebas) dan penggunaan obat yang
berhubungan dengan asupan makanan dan zat gizi (megadosis vitamin,
makanan kesehatan dan suplemen)
f. Riwayat operasi yang mengganggu asupan makanan seperti operasi usus,
hernia.
g. Riwayat penyakit keluarga (diabetes mellitus, hipertensi)
h. Aktivitas sehari-hari yang menurun misalnya akibat osteoporosis dan depresi.
i. Riwayat kebiasaan buang air besar dan buang air kecil misalnya sembelit
(konstipasi) dan beser (incontinentia urine).
j. Kebiasaan lain yang mengganggu asupan makanan : perokok berat, pecandu
alkohol atau minuman keras lain dan ketergantungan obat.
2. Pemeriksaan Tanda Vital
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan tanda vital adalah :
a. Derajat penurunan atau perubahan kesadaran
b. Pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi jantung/nadi yang dilakukan dalam
posisi berbaring, duduk dan berdiri (pada usia lanjunt sering terjadi hipotensi
ortostatik).
c. Pemeriksaan frekuensi nafas untuk mengetahui apakah ada asidosis.
Pada lansia yang mengalami penurunan atau perubahan kesadaran sebelum
dilakukan lebih lanjut, sebaiknya diatasi dengan memberikan infus atau bolus
glukosa untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Untuk selanjutnya pemberian
makanan pada usia lanjut diatas dapat diberikan melalui NGT (Naso Gastrik Tube).
yang mengganggu masuknya makanan ke dalam lambung (seperti tumor
oesophagus), pemberian makanan formula langsung ke dalam lambung (gastrotomy).
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan hubungan sebab akibat antara
status gizi dan kondisi kesehatan lanjut usia serta menentukan terapi obat dan diet.
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Tanda-tanda klinis kurang gizi atau gizi lebih
1. Kurang gizi: sangat kurus, pucat atau bengkak
2. Gizi lebih : gemuk atau sangat gemuk (obesitas)
b. Sistem kardiovaskuler
c. Sistem pernafasan
d. Sistem gastrointestinal
e. Sistem genitourinarius
f. Sistem muskuloskeletal
g. Sistem metabolik/endokrin
h. Sistem neurologik/psikiatik
4. Pengukuran Antropometri
Berbagai cara pengukuran antropometri dapat digunakan untuk menentukan
status gizi. Cara yang paling sederhana dan banyak digunakan dengan menghitung
indeks Massa Tubuh (IMT) dan Rumus Brocca. Cara lain yang dapat dilakukan
sesuai dengan kondisi usila yaitu dengan mengukur tinggi lutut (knee high).
Untuk menilai status gizi usia lanjut seseorang perlu dilakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan, kemudian IMT dihitung dengan cara sebagai berikut :
IMT =
TBxTB kg BB( )
Ket :
IMT : Indeks Massa Tubuh
BB : Berat Badan (kg)
TB : Tinggi Badan (cm)
Pengukuran berat badan dilakukan dengan pakaian seminimal mungkin dan
tanpa alas kaki dengan kepekaan 0,1 kg. Alat yang dianjurkan adalah Beam Balance
Scale (tidak dianjurkan memakai timbangan kamar mandi).
Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan dengan
kepekaan 0,1 cm. pengukuran dilakukan pada posisi berdiri lurus dan tanpa
menggunakan alas kaki (Supariasa, 2001).
Status gizi ditentukan bila IMT :
Untuk Wanita Untuk Laki-Laki
Normal
Sumber : Depkes RI, Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa 1996
b.Menggunakan Rumus Brocca
Cara ini digunakan untuk mengukur berat badan (BB) ideal dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Batas ambang yang diperbolehkan adalah + 10%. Bila > 10% sudah kegemukan dan
bila > 20% terjadi obesitas.
c. Menghitung Tinggi Lutut
Menghitung tinggi lutut digunakan pada usia lanjut yang tulang punggungnya
terjadi osteoporosis (keropos), sehingga terjadi penurunan tinggi badan. Dari tinggi
lutut dapat dihitung tinggi badan sesungguhnya dengan rumus :
Tinggi Badan (Laki-Laki) = 59,01 + (2,08 x TL)
Tinggi Badan (Perempuan) = 75,00 + (1,91 x TL)
Catatan : TL = Tinggi Lutut (cm)
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa penyakit
serta untuk menentukan intervensi gizi. Pemeriksaan laboratorium antara lain :
1. Darah : Hb, kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, ureum, creatinin, asam urat
dan trigliserida serta kadar vitamin dan mineral lain.
2. Urine : glukosa/kadar gula, albumin.
3. Faeces : fungsi pencernaan, serat, lemak.
Adapun masalah gizi yang sering timbul pada lanjut usia adalah :
a. Gizi berlebihan
Gizi berlebihan pada lanjut usia banyak terdapat di negara barat dan di
kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan
yang berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berperan karena
kekerangannya aktivitas fisik. Kelebihan makan tersebut sukat untuk dirubah
pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes millitus,
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi dan sebagainya.
b. Gizi kurang
Gizi kurang sering disebakan oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan juga
keadaan gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan
menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan
kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan tidak dapat diperbaiki,
akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan
mudah terkena infeksi pada organ-organ tubuh.
c. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayur-sayuran dalam makanan kurang, apabila
ditambah kekurangan protein dalam makanan, maka akibatnya nafsu makan kurang,
penglihatan mundur, mulut kering, lesu dan tidak semangat (Arifin Siregar, 2000).
Dalam merencanakan makanan untuk lansia, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang dan jangan terlalu
sedikit. Porsi makan hendaknya diatur, merata dalam satu hari, sehingga dapat
makan lebih sering dalam porsi yang kecil.
2. Banyak minum dan kurang makan garam, dengan banyak minum dapat
memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yang terlalu
usia akan memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan terjadinya
3. Membatasi penggunaan kalori, sehingga berat badan dalam keadaan normal,
terutama makanan yang manis-manis/bergula, minyak dan makanan yang
berlemak. Disarankan untuk usia di atas 50 tahun 1900 kalori, usia di atas 60
tahun 1700 kalori dan usia diatas 70 tahun 1500
4. Bagi para lansia dimana proses penuaannya sudah lanjut perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. Makanlah makanan yang sudah dicerna
b. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, goreng-gorengan dan sebagainya.
c. Bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu kurang baik,
makanan harus lunak atau lembek atau dicincang.
d. Makanlah dalam porsi yang kecil tetapi sering.
e. Makanan selingan atau snack, susu, buah, sari buah, dan sebagainya
sebaiknya diberikan.
5. Batasi minum kopi dan teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab
berguna untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan (Arifin
Siregar, 2000)
2.7. Kebutuhan Zat Gizi Pada Lansia
Pada usia lanjut jumlah sel yang aktif menurun, jadi bukan karena
metabolisme yang menurun. Penyelidikan menunjukkan dengan bertambahnya umur,
organ-organ tubuhpun kehilangan jumlah sel-sel. Organ-organ yang diambil dari
binatang percobaan dari binatang muda dan tua, menunjukkan kehilangan sel pada
jaringan otot jantung binatang tua. Demikian pula pada otot anggota badan, ginjal,
Sedangkan penyelidikan dengan pengukuran aktivitas enzim, menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna antara sel dari jaringan yang tua dan muda bila
dihubungkan dengan jumlah DNA. Oleh karena itu penyusunan diet usia lanjutpun
banyak faktor yang perlu diperhatikan.
Basal metabolisme yang menurun 10-15% dan bervariasi tergantung dari
keaktifan perorangan. Penurunan Basal metabolisme ini karena menurunnya fungsi
protoplasma dan juga karena menurunnya keaktifan tubuh. Keadaan ini juga
menyebabkan menurunnya daya tahan terhadap infeksi, mudah timbul berbagai
penyakit. Turunnya nafsu makan, karena menurunnya produksi asam lambung yang
meliputi : volume, keasaman, dan jumlah pepsin. Sebaliknya tripsin normal dan
kadang-kadang meninggi dan lipase sangat berkurang.
Menurunnya keasaman ini mempunyai efek kurang baik pada absorbsi
kalsium dan mineral besi. Lemak sukar dicerna karena menurunnya daya lambung
untuk pengosongan. Hal ini karena produk lipase yang jumlahnya menurun hingga
hidrolisa kurang sempurna akibat berkurangnya sekresi empedu ke usus kecil.
Gigi geligi pada lanjut usia menjadi kurang lengkap, meskipun
kadang-kadang sudah diberi gigi palsu. Pengaruhnya menjadikan pengunyahan yang kurang
sempurna dan merasa sesuatu kurang lezat. Hal ini menyebabkan lanjut usia lebih
memilih makanan yang lunak (yang biasanya terutama terdiri dari hidrat arang).
Menu makanan ini jelas tidak seimbang.
Di samping itu menurunnya nafsu makan terhadap beberapa jenis makanan,
Alat pencernaannya cenderung berubah tonus yang berkurang dari otot-otot
lambung, usus kecil, dan usus besar sehingga menyebabkan gerakan psikiatrik
berkurang, sering menimbulkan rasa penuh dibagian perut dan kadang-kadang susah
buang air besar.
Adanya gangguan sirkulasi di ginjal karena menurunnya jumlah glumeruli,
menyebabkan kadar ureum dan asam urat meninggi. Pembuangan hasil-hasil
metabolismepun berkurang.
Ketidakseimbangan sistem hormonal usia lanjut pada wanita sering
menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan nitrogen yang akan menyebabkan
osteoporosis (pengeroposan tulang).
2.8. Perilaku Sehubungan dengan Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang, sebahagian terletak di dalam
diri individu itu sendiri yang disebut dengan factor intern dan sebahagian terletak di
luar individu itu sendiri atau faktor ekstern yaitu faktor lingkungan.
1. Faktor-faktor Intern
Faktor intern yaitu faktor yang ada didalam individu itu sendiri, misalnya:
karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan) yang dimiliki
seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan keberhasilan dalam
mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab, pertumbuhan
profesional dan intelektual yang dimiliki seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang
merasa ttidak puas dengan hasil dari pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat
dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya dari luar individu.
Faktor ekstern yaitu factor yang ada diluar individu yang bersangkutan. Factor
ini mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan
dorongan/motif untuk berbuat sesuatu. Misalnya karakteristik lingkungan sosial.
Lingkungan sosial termasuk didalamnya lingkungan social terdekat yaitu keluarga,
tetangga dan fasilitas pelayanan kesehatan, alat-alat kesehatan yang menunjang
kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu lanjut usia tersebut.
Pada tingkat ini benar-benar terjadi tarik-menarik antar pribadi dan tujuan
yang akan dicapai. Maka, pada saat pertentangan motif baik ini memaksa orang harus
berpikir secara matang, mempertimbangkan baik-baik segala kemungkinan. Dalam
pertimbangan ini orrang tidak terlepas dengan norma-norma dan nilai-nilai yang
dihayati pada saat tersebut.
2.9. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan
peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku manusia. (Notoatmodjo, 2005).
Terdapat 5 tingkatan pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif
yaitu:
1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk juga mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari
2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi
yang telah dipelajari dari situasi dan kondisi secara riil (sebenarnya).
4. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan suatu materi
atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu
sama lain.
5. Sintesis (Synthesis) adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.\
2.10. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, namun merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu:
1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing) yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
4. Bertanggung jawab (Responsible) yakni bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dipilihnya dengan segala resiko.
Ciri-ciri sikap :
1. Sikap bukan bawaan lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu
objek.
4. Objek sikapdapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tertentu.
Fungsi sikap yaitu sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri, alat
pengatur tingkah laku, alat pengatur pengalaman-pengalaman, pernyataan
kepribadian.
2.11. Tindakan
Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yang berupa perbuatan
(action) terhadap situasi dengan rangsangan dari luar.
Untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu
menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap untuk menumbuhkan
hubungan yang baik.
Tingkatan- tingkatan tindakan :
1. Persepsi adalah mengenal dan memilh berbagai objek yang berhubungan
Sikap Lansia tentang Pemanfaatan
Posyandu
2. Respon terpimpin, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar sesuai dengan contoh
3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2.12. Kerangka Konsep
Kerangka konsep di atas menunjukkan bahwa karakteristik lansia yaitu umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan mempengaruhi pengetahuan, sikap
dan tindakan lansia tentang pemanfaatan posyandu. Perilaku ini secara langsung
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif dengan desain cross
sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan
suatu saat untuk mendapatkan gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
lansia tentang pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Puskesmas Petisah Medan. Adapun alasan memilih
Puskesmas Petisah Medan sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
a. Program Puskesmas Petisah bagi lansia berjalan rutin setiap bulannya.
b. Rata-rata penduduk di wilayah kerja Puskesmas Petisah mayoritas lanjut usia
c. Kunjungan ke posyandu lansia masih sangat rendah (15,85%).
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di Posyandu Lansia
Puskesmas Petisah Medan sebanyak 529 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang mewakili populasi dengan kriteria sampel
1. Umur responden 60 tahun keatas
2. Tidak cacat fisik (tuli, rabun) yang dapat diwawancarai/ yang dapat berkomunikasi
langsung dengan peneliti.
Metode pengambilan sampel menggunakan rumus (Singarimbun,1985), yaitu
sebagai berikut:
Zc : Tingkat kepercayaan yang diinginkan dalam hal ini derajat kepercayaan
95%, Zc = 1,96
p : Proporsi dari populasi, ditetapkan p = 0,5
q : 1-p = 0,5
Jadi, jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 100 orang lansia.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti yaitu data
pekerjaan, dan penghasilan yang dikumpulkan melalui wawancara. Sedangkan status
gizi lansia diperoleh dengan menggunakan metode antropometri yaitu menggunakan
IMT.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Petisah Medan tahun 2008 dan Dinas
Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008.
3.5. Defenisi Operasional
1. Umur adalah usia responden berdasarkan ulang tahun terakhir
2. Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan.
3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang diselesaikan dan
memiliki surat tanda tamat belajar/ijazah.
4. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan lansia sehari-hari.
5. Penghasilan adalah besarnya pendapatan lansia setiap bulan yang dihitung dengan
uang.
6. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui lansia tentang pemanfaatan
posyandu lansia dalam menunjang status gizi.
7. Sikap adalah pendapat atau pandangan lansia tentang pemanfaatan posyandu
lansia dalam menunjang status gizi.
8. Tindakan adalah kegiatan yang dilakukan secara konkrit oleh lansia tentang
pemanfaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi.
9. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas.
10.Posyandu Lansia adalah suatu kegiatan yang terpadu yang ditujukan kepada lanjut
11.Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam tubuh yang diukur
berdasarkan IMT.
3.6. Aspek Pengukuran
Pengetahuan, sikap dan tindakan diukur dengan memberikan nilai terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Selanjutnya dilakukan skoring untuk mengetahui
total nilai yang diperoleh (Sugyono, 2004). Berdasarkan total nilai yang diperoleh
kemudian diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:
1. Baik apabila jumlah nilai responden (> 75%)
2. Sedang apabila jumlah nilai responden (40%-75%)
3. Rendah apabila jumlah nilai responden <(40%)
a. Pengetahuan
Pengetahuan diukur melalui 12 pertanyaan yang diajukan kepada responden
dengan memilih jawaban a yang paling benar diberi skor 3 dan jawaban b yang
kurang benar diberi skor 2, sedangkan jawaban c yang tidak benar diberi skor 1. Total
skor pengetahuan tertinggi adalah 36. Pengukuran tingkat pengetahuan lansia
terhadap pemafaatan posyandu lansia dalam menunjang status gizi terdiri atas 3
kategori yaitu:
1. Baik, apabila skor jawaban responden >27 atau dapat menjawab pertanyaan
sekurang-kurangnya 28 pertanyaan dengan benar.
2. Sedang, apabila skor jawaban responden 14-27 atau dapat menjawab
pertanyaan sekurang-kurangnya 14-27 pertanyaan dengan benar.
3. Kurang, apabila skor jawaban responden <14 atau dapat menjawab pertanyaan
b. Sikap
Sikap diukur melalui 10 pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan
memilih jawaban a diberi skor 2 dan jawaban b diberi skor 1. Total skor sikap
tertinggi adalah 20. Pengukuran tingkat sikap terhadap pemanfaatan posyandu lansia
dalam menunjang status gizi terdiri atas 3 kategori yaitu:
1. Baik, apabila skor jawaban responden >15 atau dapat menjawab pertanyaan
sekurang-kurangnya 8 pertanyaan dengan benar.
2. Sedang, apabila skor jawaban responden 8-15 atau dapat menjawab
pertanyaan sekurang-kurangnya 4-7 pertanyaan dengan benar.
4. Kurang, apabila skor jawaban responden <8 atau dapat menjawab pertanyaan
sekurang-kurangnya 3 pertanyaan dengan benar.
c. Tindakan
Tindakan diukur melalui 10 pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan
memilih jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.
Total skor tindakan tertinggi adalah 10.Pengukuran tingkat pengetahuan lansia dalam
menunjang status gizi terdiri atas 3 kategori yaitu:
1. Baik, apabila skor jawaban responden >8 atau dapat menjawab pertanyaan
sekurang-kurangnya 9 pertanyaan dengan benar.
2. Sedang, apabila skor jawaban responden 4-9 atau dapat menjawab pertanyaan
sekurang-kurangnya 5-9 pertanyaan dengan benar.
3. Kurang, apabila skor jawaban responden <4 atau dapat menjawab pertanyaan
d. Status Gizi
Status gizi diukur berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dimana IMT adalah
alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Pengukuran IMT dapat
dikategorikan sebagai berikut:
No Status Gizi Responden
Kategori IMT 1 Kurus Kekurangan berat badan tingkat
berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0-18,5
2 Normal > 18,5-25,0
3 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
> 25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
>27,0
3.7. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dilakukan editing, coding, tabulating serta diolah
secara manual dan menggunakan komputer yang disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.
3.8. Instrumen Pengukuran
Adapun yang menjadi alat pengukuran pada penelitian ini yaitu dalam
pengukuran pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan dengan menggunakan
kuisioner. Pengukuran berat badan dilakukan dengan Beam Balance Scale, dan