PENDAPATAN PETANI PELADANG BERPINDAH
DI SEKITAR HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH)
PT. SUKA JAYA MAKMUR, KALIMANTAN BARAT
SUSAN IKROSNAENI
E14101010
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAPATAN PETANI PELADANG BERPINDAH
DI SEKITAR HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH)
PT. SUKA JAYA MAKMUR, KALIMANTAN BARAT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SUSAN IKROSNAENI
E14101010
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Pendapatan Petani Peladang Berpindah Di Sekitar Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Suka Jaya Makmur,
Kalimantan Barat
Nama Mahasiswa : Susan Ikrosnaeni
NIM : E14101010
Departemen : Manajemen Hutan
Program Studi : Manajemen Hutan
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
NIP. 131 412 316
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799
ABSTRAK
Susan Ikrosnaeni (E14101010). Pendapatan Petani Peladang Berpindah Di Sekitar Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
Perladangan berpindah merupakan cara pertanian yang tertua dan banyak
dijumpai di daerah tropika. Sistem perladangan bergilir (gilir balik) sering dikenal
dengan metode 6 M, yakni menebas, menebang, membakar, menugal,
merumput, menuai.
Tujuan yang diharapkan dalam kegiatan penelitian ini yaitu untuk: (1)
Mengetahui tingkat pendapatan petani perladangan berpindah; (2) Mengetahui
kontribusi pendapatan dari perladangan berpindah terhadap pendapatan petani;
(3) Mengetahui potret perladangan berpindah.
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan
Betenung, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat,
tepatnya di lokasi yang telah dilakukan aktivitas kegiatan perladangan pada areal
sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur. Data yang terkumpul diolah menggunakan
sistem tabulasi sedangkan analisis datanya dilakukan secara analisis kuantitatif
dan deskriptif.
Dari hasil penelitian dilapangan, rata-rata pendapatan petani peladang
berpindah dari hasil ladang sebesar Rp 3.585.583/tahun, rata-rata pendapatan
petani hasil di luar ladang sebesar Rp 5.320.766/tahun, rata-rata pengeluaran
dari rumah tangga dan kegiatan berladang yang dikeluarkan oleh petani sebesar
Rp 8.432.316/tahun. Rata-rata pendapatan bersih petani sebesar Rp
474.033/tahun, sedangkan rata-rata pengeluaran petani dari kegiatan berladang
saja setiap tahunnya sebesar Rp 535.000/tahun dan rata-rata pendapatan bersih
petani dari hasil ladang berdasarkan luas ladang yang diolah sebesar Rp
2.542.048/tahun.
Pendapatan per kapita di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung
untuk masyarakat miskin sekali berkisar antara 213,84-232,50 kg/kapita/tahun
dengan persentase 10%, sedangkan untuk masyarakat miskin berkisar antara
245,50-317,86 kg/kapita/tahun dengan persentase 20% dan 70% masyarakat
Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk rumahtangga
Hal ini menunjukkan bahwa di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung
termasuk golongan masyarakat sejahtera.
Persentase kontribusi pendapatan hasil ladang dan luar ladang dapat
dilihat bahwa pendapatan hasil ladang sebesar 41% dan hasil di luar ladang
sebesar 59%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat peladang
berpindah dari hasil di luar ladang lebih besar dari hasil ladang sebagai kegiatan
pokok masyarakat petani. Maka dari itu perladangan berpindah ini sudah menjadi
keharusan bagi petani untuk menutupi pengeluaran mereka setiap tahunnya.
Potret perladangan berpindah di Kecamatan Nanga Tayap hampir sama
dengan perladangan berpindah di daerah lain mulai dari kegiatan mencari lokasi
untuk kegiatan perladangan sampai kegiatan memanen hasil ladang. Akan tetapi,
ada sedikit perbedaan dalam hal kepercayaan yang dianut pada acara ritual
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi dengan judul “Pendapatan Petani Peladang Berpindah Di Sekitar Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat”.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam
penyusunan maupun dalam penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik membangun dari semua pihak.
Bogor, Februari 2006
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam Penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan baik
moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Apa dan Mamah serta adik-adikku tercinta atas
do’a dan kasih sayangnya.
2. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan
arahan serta ilmu selama penyelesaian skripsi ini.
3. Ir. T. R. Mardikanto, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan
dan Ir. Tutut Sunarminto, MSi selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan masukan dan saran.
4. Bapak Pimpinan dan seluruh staf karyawan di PT. Alas Kusuma Group,
Pontianak.
5. Bapak Ir. Purnomo Lusianto selaku Manager Camp Pawan Selatan, PT. Suka
Jaya Makmur.
6. Seluruh staf IUPHH PT. Suka Jaya Makmur (Alas Kusuma Group) yang telah
membantu dalam penelitian ini.
7. Suamiku tercinta atas perhatiannya, do’a serta kasih sayangnya.
8. Seluruh keluarga dan saudaraku yang paling kusayangi.
9. Teman-teman MNH’38 khususnya Lab sosek atas kebersamaan yang indah.
10. Isma CH atas bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi.
11. Keluarga besar Pondok Nauli atas kebersamaannya selama ini.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas segala
bantuan, bimbingan dan perhatiannya kepada penulis selama melakukan
penelitian hingga skripsi ini selesai.
Semoga amal dan niat baik yang telah diberikan kepada penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL .. ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hutan ... 3
B. Pengertian Perladangan Berpindah ... 4
C. Dampak Kegiatan Perladangan Berpindah ... 6
D. Pendapatan Usahatani ... 7
E. Pendapatan Per Kapita . ... 8
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9
B. Alat dan Bahan ... 9
C. Data dan Informasi yang Diperlukan ... 9
D. Pengumpulan Data ... 9
E. Analisis Data ... 10
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Areal ... 11
B. Topografi ... 12
C. Jenis Tanah dan Iklim ... 13
D. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan ... 13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden ... 16
B. Pendapatan Petani Ladang Berpindah ... 18
C. Kontribusi Pendapatan Perladangan Berpindah ... 22
D. Potret Perladangan Kecamatan Nanga Tayap ... 24
1. Pemanfaatan Hasil Ladang ... 24
2. Motivasi Ekonomi Perladangan Berpindah ... 24
3. Tata Cara Perladangan ... 26
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36
B. Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Luas Areal Kecamatan Nanga Tayap Berdasarkan Kelas Lereng ... 12
2. Luas Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Berdasarkan Kelas Lereng ... 12
3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur ... 17
4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 17
5. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Per Tahun Kecamatan Nanga Tayap ... 19
6. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Berdasarkan Luas Ladang Kecamatan Nanga Tayap ... 20
7. Pendapatan Per Kapita Petani Peladang Berpindah Per Tahun ... 22
8. Kontribusi Hasil Ladang dan Hasil di Luar Ladang Terhadap Pendapatan Kotor Petani Setiap Tahun ... 23
9. Motivasi Ekonomi Petani Peladang Berpindah ... 26
10. Tata Waktu Kegiatan Perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung tahun 2005 ... 34
11. Jumlah Anggota Keluarga ... 41
12. Jenis-jenis Tanaman dan Luas Areal yang Dikelola ... 42
13. Biaya Pegelolaan Perladangan Berpindah ... 43
14. Pemanfaatan Hasil ... 43
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Persentase Kontribusi Pendapatan Hasil Ladang dan Luar Ladang .... 24
2. Pembakaran Lahan Untuk Dijadikan Ladang ... 29
3. Pondok Peristirahatan di Ladang ... 29
4. Kegiatan Menugal ... 30
5. Kegiatan Menanam ... 30
6. Jenis Tanaman Padi di Ladang Paya ... 31
7. Jenis Tanaman Padi di Ladang Natai... 31
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki
multifungsi dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Menurut
Suhendang (2002), hutan memiliki fungsi lindung (konservasi), produksi dan
sosial. Hutan berperan dalam memelihara tingkat kesuburan tanah, kualitas
air segar serta pengendalian laju erosi tanah.
Keberadaan hutan dan ekosistem yang ada didalamnya harus tetap
dijaga kelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengelolaan
hutan yang berkelanjutan sesuai dengan konsep hutan lestari. Pengelolaan
hutan Indonesia dilaksanakan sejak tahun 70-an yang dikelola oleh BUMN
(Perum Perhutani) dan pihak swasta yaitu Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
khususnya di luar Pulau Jawa, guna menghasilkan devisa untuk kegiatan
pembangunan.
Adanya kegiatan pengelolaan hutan yang berkelanjutan adalah untuk
menjaga fungsi dan peran hutan. Selain itu, kegiatan pengelolaan hutan
diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat sekitar hutan.
Tersedianya aksesibilitas yang memadai sebagai salah satu manfaat yang
mendukung kegiatan masyarakat sekitar hutan.
Bagi masyarakat di sekitar hutan yang memiliki tradisi berladang dapat
juga merasakan manfaat tersebut. Kegiatan ladang berpindah ini dilakukan di
lahan bekas pengelolaan ataupun disekitar areal HPH. Kegiatan ladang
berpindah yang dilakukan masyarakat guna memenuhi tuntutan kebutuhan
hidup yang semakin bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk. Seperti
yang disebutkan di atas, aksesibilitas yang tinggi dari lokasi sekitar HPH yang
sudah ditinggalkan merupakan salah satu alternatif untuk membuka ladang
baru. Hal ini menjadi salah satu penyebab berkurangnya lahan yang tidak
bervegetasi di kawasan hutan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar
pendapatan petani perladangan berpindah. Perlu juga diketahui bagaimana
kegiatan perladangan berpindah ini dapat mempengaruhi ekonomi, sosial
B. Perumusan Masalah
Ladang berpindah merupakan salah satu kegiatan mengelola lahan
pertanian bahkan menjadi suatu keharusan bagi sebagian masyarakat sekitar
hutan. Selama ini kegiatan ladang berpindah diyakini mampu menopang dan
memenuhi kebutuhan keluarga petani ladang berpindah.
Kegiatan ladang berpindah ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang
berada di sekitar areal HPH. Mereka memanfaatkan aksesibilitas yang
dibangun oleh HPH untuk kegiatan perladangan ini. Perladangan berpindah
ini merupakan pekerjaan pokok bagi petani peladang berpindah sekitar HPH.
Sampai saat ini belum banyak kajian yang menjelaskan bagaimana kegiatan
ladang berpindah ini mempengaruhi pendapatan petani ladang berpindah
dan potret perladangan berpindah seperti apa yang merupakan tradisi
budaya masyarakat sekitar hutan.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat pendapatan petani perladangan berpindah.
2. Mengetahui kontribusi pendapatan dari perladangan berpindah
terhadap pendapatan petani.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hutan
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma
nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah
banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan
sebagainya. Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam
UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun
1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan
serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan
intensitasnya makin meningkat.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat (1999)
mangungkapkan bahwa pengertian hutan harus dapat dibedakan ke dalam
pengertian kekayaan hutan, potensi hutan dan sumberdaya hutan.
1. Hutan sebagai kekayaan alam apabila eksistensi hutan tersebut belum
diketahui potensinya, pemanfaatannya dan teknologi pemanfaatnnya.
2. Hutan merupakan suatu potensi apabila manfaatnya sudah diketahui,
teknologi pemanfaatannya sudah tersedia namun potensi dasarnya belum
ada atau belum diketahui.
3. Hutan merupakan sumberdaya apabila komponen–komponen hayati
maupun non–hayati serta jasa terdapat yang di dalam hutan tersebut
telah diketahui potensi, manfaat dan teknologi pemanfaatannya serta
pasarnya telah tersedia.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999) dalam Nurhidayati (2002) menyatakan bahwa hutan merupakan salah satu faktor penting dalam
kehidupan dunia. Oleh karena itu, keberadaan hutan sangat penting bagi
kehidupan baik hutan sebagai hutan produksi, sebagai perlindungan sistem
penyandang kehidupan, sebagai tempat pengawetan keanekaragaman
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya atau sebagai
tempat wisata alam.
B. Pengertian Perladangan Berpindah
Sebagian besar penduduk Indonesia 70% tinggal di pedesaan,
sedangkan 30% di perkotaan. Bagi masyarakat pedesaan kehidupan mereka
sangat ditentukan oleh sumberdaya alam yaitu lahan dan lingkungan itu
sendiri. Lahan merupakan satu-satunya sumberdaya yang tersedia dan
dapat diperoleh masyarakat sehingga sebagian besar masyarakat pedesaan
tegantung pada pertanian dalam arti luas. Kegiatan pertanian yang ada
sekitar hutan masih dalam taraf tradisional seperti perladangan berpindah,
peramu hasil hutan. Perpaduan berbagai faktor seperti teknologi, budaya dan
lain-lain yang ada pada masyarakat di sekitar hutan tersebut membawa
masalah kemiskinan (Darusman dan Bahruni, 1995).
Nair (1989) menjelaskan bahwa istilah perladangan berpindah mengacu
pada sistem perladangan atau pertanian dengan kondisi lahan tanpa vegetasi
alami, dengan tanaman pertanian untuk beberapa tahun dan kemudian
dibiarkan sementara vegetasi alami setempat beregenerasi. Tahapan atau
fase pengolahan biasanya pendek (2-3 tahun) namun fase regenerasi yang
dikenal sebagai masa bera atau fase semak-semak jaraknya lebih panjang
(10-20 tahun secara tradisional). Pembersihan selalu dilakukan dengan
metode tebas dan bakar (slash and burn), menggunakan peralatan
sederhana.
Nair (1989) menjelaskan bahwa perladangan berpindah masih
merupakan rangkaian sistem perladangan tradisional sepanjang areal yang
luas dari daerah tropis dan sub tropis. Perkiraan luas areal sistem
perladangan bermacam-macam. Salah satu estimasi yang masih digunakan
(FAO, 1982) secara luas adalah bahwa luas areal bertambah mendekati
rata-rata 360 juta hektar atau 30% dari total lahan tereksploitasi di seluruh dunia,
dan membantu lebih dari 250 juta orang. Crutzen dan Andreas (1990)
memperkirakan bahwa perladangan berpindah dipraktekan oleh 200 juta
Nair (1989) menjelaskan bahwa perladangan berpindah berperan untuk
tujuan produksi dan pengolahan hasil pertanian sehari-hari, seperti padi,
jagung, talas, kacang-kacangan dan lain-lain. Periode masa bera
memberikan kontribusi untuk akumulasi dari elemen nutrien dalam produksi
agrikultur. Dalam perladangan berpindah secara tradisional, masa bera itu
sangat lama sehingga kesuburan tanah dapat diperbaiki secara efisien.
Tetapi sekarang masa bera telah diperpendek, bahkan sudah ditinggalkan
yang disebabkan oleh pertambahan penduduk dan meningkatnya kebutuhan
rumah tangga. Sebagai hasilnya, terjadi kemunduran kondisi tanah secara
drastis dan berkurangnya hasil panen.
Petani peladang berpindah melakukan aktivitas berladang dengan
rotasi 5 tahun di lokasi yang mereka klaim sebagai hak ulayat, dapat
mengkonversi lahan hutan menjadi lahan pertanian ladang dengan dasar
hukum hak ulayat tersebut. Perladangan berpindah merupakan kegiatan
membuka lahan (secara tradisional di areal berhutan) dengan menebang,
membakar, menanam padi, jagung, sayuran dan sebagainya yang kemudian
memanennya. Biasanya menanam hanya satu kali setahun atau maksimal
tiga kali secara berulang ulang di lokasi yang sama. Pembukaan lahan
dilakukan secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan
dari tahun ke tahun dan adakalanya kembali ke lokasi tempat awalnya yang
merupakan siklus berladang. Pembukaan lahan biasanya menggunakan
areal berhutan atau kondisi pepohonan yang masih lebat untuk mendapatkan
lapisan humus yang tebal (subur) pada dataran tinggi, perbukitan dan
sebagainya (Nusa Hijau-WWF,2003).
Utomo (1994) menyatakan bahwa pada masyarakat yang masih menganut sistem berladang berpindah, maka ciri utamanya ialah masyarakat
belum mengenal hak milik tanah yang menetap. Dalam komunitas seperti itu
penguasaan tanah bersifat sementara karena setelah beberapa musim
kemudian lahan tersebut ditinggalkan dan setelah menghutan kembali
mungkin saja digunakan oleh orang lain lagi dengan seijin sipemakai
pertama. Tanah atau lahan dimiliki secara bersama-sama sebagai tanah
adat.
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melakukan pertanian secara
pembakaran (Agustus) penanaman (Februari-Maret). Setelah itu berpindah
lokasi dengan siklus kira-kira 5-15 tahun, tetapi apabila ladang pertama
berasal dari hutan primer biasanya rotasi perladangan dapat terjadi kurang
dari 5 tahun. Dari beberapa desa contoh, luas dan produktifitas ladang
berpindah rata-rata adalah 1,12 ha dan 1,3 ton/ha/tahun. Hampir setiap
rumahtangga yang ada memiliki tanah garapan. Kehidupan masyarakat
sangat tergantung pada perladangan ini dan sebagian besar hasil ladang
dikonsumsi sendiri (Nair, 1989).
C. Dampak Kegiatan Perladangan Berpindah
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di
kawasan hutan, pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara
pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan
untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali.
Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai
kamuflase dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di
kawasan HPH (Dove,1988).
Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah (2001), dampak dari kegiatan
perladangan berpindah yang paling banyak terjadi yaitu kebakaran hutan dan
lahan. Beberapa kerugian yang dapat ditimbulkan dari kebakaran hutan
adalah:
1. Penurunan nilai tegakan
2. Musnahnya kehidupan flora dan fauna
3. Rusaknya nilai estetika
4. Terganggunya tata air
5. Merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah
6. Perubahan iklim mikro maupun global
7. Munculnya dampak negatif terhadap lingkungan berupa kabut asap, yang
imbasnya dapat menganggu kesehatan dan kegiatan transportasi.
Nugraha (2005) menjelaskan bahwa dalam konteks kerusakan, terdapat
dua faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan praktek pertanian ladang
berpindah. Pertama, perkembangan demografi dan penyempitan lahan
sebagai akibat pertambahan penduduk. Faktor tersebut telah mengakibatkan
kesuburan lahan. Jelas, hasil panen jauh berkurang. Kedua, faktor budaya
tanam tinggal. Dengan semakin menurun tingkat kesuburan, maka pertanian
ladang membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Dengan budaya tanam
tinggal mengakibatkan sistem perladangan semakin tidak ekonomis di tengah
berkembangnya paham dan budaya masyarakat yang kian berorientasi pada
aspek-aspek ekonomi.
D. Pendapatan Usahatani
Soekartawi (2002) menyatakan Bahwa pendapatan usahatani adalah
selisih antara total penerimaan dengan total biaya. Dalam banyak hal jumlah
total penerimaan ini selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai, dan
selalu lebih kecil bila analisis finansial yang dipakai. Oleh karena itu, setiap
kali melakukan analisis, perlu disebutkan analisis apa yang digunakan.
Soekartawi (1986) menyatakan Bahwa pendapatan kotor usahatani
(gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka
waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang:
1. Dijual.
2. Dikonsumsi rumahtangga petani.
3. Digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak.
4. Digunakan untuk pembayaran.
5. Disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun.
Menghindari perhitungan ganda, maka semua produk yang dihasilkan
sebelum tahun pembukuan tetapi dijual atau digunakan pada saat tahun
pembukuan, tidak dimasukkan dalam pendapatan kotor.
Soekartawi (1986) menyatakan Bahwa dalam menaksir pendapatan
kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan
harga pasar. Tanaman dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan
harga pasar. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total
sumberdaya yang digunakan dalam usahatani.
Soekartawi (1986) menyatakan Bahwa pengeluaran total usahatani
didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau
dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga
usahatani adalah pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal
milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
E. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan perkapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu
tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai
barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara
pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari
pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk
suatu negara pada tahun tersebut.
Menurut Sajogyo, dkk (1991) penentuan kemiskinan absolut merupakan
garis kemiskinan. Konsep-konsep garis kemiskinan untuk daerah pedesaan
diantaranya:
1. Miskin : Pendapatan 240-320 kg/kapita/tahun setara beras.
2. Miskin sekali : Pendapatan 180-240 kg/kapita/tahun setara beras.
3. Paling Miskin : Pendapatan < 180 kg/kapita/tahun setara beras.
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten
Ketapang Kalimantan Barat, tepatnya di lokasi yang telah dilakukan aktivitas
kegiatan perladangan pada areal sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur. Waktu
penelitian dilakukan mulai bulan September sampai bulan Oktober 2005.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan
(kuisioner), komputer dengan software Microsoft Excel, alat tulis, alat hitung dan kamera. Bahan yang digunakan berupa data dan informasi mengenai
kegiatan peladang berpindah di sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur.
C. Data dan Informasi yang Diperlukan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa:
1. Karakteristik rumahtangga peladang meliputi nama, umur, jumlah anggota
keluarga, tingkat pendidikan dan mata pencaharian.
2. Data potensi ekonomi keluarga (kepemilikan modal) meliputi luas areal
perladangan berpindah serta sarana dan prasarana yang dimiliki.
3. Pendapatan rumah tangga.
4. Kondisi demografi meliputi jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk
serta sarana dan prasarana lingkungan.
5. Keadaan fisik lingkungan meliputi letak, keadaan tanah, topografi dan
kelerengan lahan.
6. Kalender musiman atau hasil tanam.
7. Jenis tanaman yang digunakan oleh peladang.
8. Jarak tempuh dari tempat tinggal ke ladang.
D. Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara terstruktur
menggunakan daftar pertanyaan maupun wawancara bebas terhadap pemilik
ladang dan tokoh masyarakat, pengisian kuisioner dan observasi lapang.
mempelajari arsip-arsip yang ada di instansi yang terkait dengan kegiatan
perladangan berpindah.
E. Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah menggunakan analisis sistem tabulasi.
Analisis data untuk menghitung pendapatan rata-rata petani perladangan
berpindah setiap tahunnya adalah sebagai berikut:
1. Pengeluaran (Rp/thn) merupakan pengeluaran dari kegiatan berladang
dengan pengeluaran di luar hasil ladang (pengeluaran rumahtangga dan
menyadap karet).
2. Pendapatan bersih petani (Rp/thn) didapat dari penjumlahan hasil dari
ladang dan hasil di luar ladang dikurangi pengeluaran.
3. Pendapatan rata-rata petani pertahun merupakan selisih jumlah total
pendapatan bersih petani dengan jumlah seluruh responden.
Analisis data untuk menghitung rata-rata pendapatan petani perladangan
berpindah berdasarkan luas setiap tahunnya adalah sebagai berikut:
1. Pengeluaran (Rp/thn) merupakan pengeluaran dari kegiatan berladang mulai
dari kegiatan menebas sampai memanen.
2. Pendapatan bersih hasil ladang (Rp/ha/thn) berdasarkan luas didapat dari
selisih pendapatan hasil ladang setelah dikurangi pengeluaran dengan
luasan lahan ladang.
3. Pendapatan rata-rata petani berdasarkan luas merupakan selisih jumlah total
pendapatan bersih petani jumlah seluruh responden.
Kontribusi pendapatan petani ladang berpindah dari hasil ladang adalah
besarnya persentase selisih antara pendapatan petani dari hasil ladang terhadap
pendapatan kotor petani setiap tahunnya sedangkan kontribusi pendapatan
petani ladang berpindah dari hasil di luar ladang adalah besarnya persentase
selisih antara pendapatan petani dari hasil di luar ladang terhadap pendapatan
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan
Betenung, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan
Barat. Tepatnya di lokasi yang telah dilakukan perladangan di sekitar HPH
PT. Suka Jaya Makmur.
A. Letak dan Luas Areal
Secara geografis, Kecamatan Nanga Tayap terletak di antara Garis
Lintang 1o12"24 LS - 1o38"00 LS dan Garis Bujur 110o 15' 24" BT - 110o 52'
00 " BT dengan keluasan Kecamatan Nanga Tayap 1.728,1 ha dari 9 desa
dan 49 dusun. Batas wilayah Kecamatan Nanga Tayap:
Utara : Sandai
Selatan : Tumbang Titi
Timur : Kalimantan Tengah
Barat : Matan Hilir
Dalam Rencana Kerja Pengusahaan Hutan (RKPH) PT. Suka Jaya
Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam
kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan Hak
Pengusahaan Hutan No. 106/KPTS-II/2000 tanggal 29 Desember 2000. Luas
areal berdasarkan SK Menhut No 106/Kpts-II/2000 adalah seluas 171.340
ha, dimana luas Hutan Produksi Terbatas seluas 158.340 ha dan Hutan
Produksi Tetap seluas 13.000 ha.
Menurut pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan, areal PT. Suka
Jaya Makmur meliputi Kecamatan Tumbang Titi, Nanga Tayap, Sandai,
Matan Hilir Selatan dan Sokan, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten
Sintang, Propinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan pembagian Administrasi
Kehutanan, areal Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT.
Suka Jaya Makmur termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan
Hutan Ketapang dan Sintang Selatan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan
Barat.
Secara geografis, areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur merupakan
areal kompak yang terletak di antara 110o 20’ BT - 111o 20’ BT dan 01o 20’ LS
Utara : IUPHHK PT. Duaja II dan PT. Wanasokan Hasillindo.
Timur : Hutan Lindung dan Hutan Negara
Selatan : IUPHHK PT. Wanakayu Batuputih dan Hutan Negara
Barat : HPT PT. Triekasari, PT. Kawedar dan Hutan Negara
B. Topografi
Topografi areal Nanga Tayap datar, landai hingga sangat curam
dengan persentase kemiringan lapangan seperti pada Tabel 1. Dan topografi
areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur umumnya bergelombang, datar dan
landai hingga agak curam dengan persentase kemiringan lapangan seperti
pada Tabel 2. Areal tersebut memiliki ketinggian minimum 300 m dpl dan
maksimum 700 m dpl.
Tabel 1. Luas Areal Kecamatan Nanga Tayap Berdasarkan Kelas Lereng
Klasifikasi Kelerengan (%) Luas (ha) Persentase (%)
(1) (2) (3) (4)
Datar 0-2 24,816 14,36
Landai 3-14 94,347 54,60
Curam 15-40 8,750 5,06
Sangat Curam >40 44,897 25,98
Jumlah 172,810 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Ketapang 2003
Tabel 2. Luas Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Berdasarkan Kelas Lereng
Klasifikasi Kelerengan (%) Luas (ha) Persentase (%)
(1) (2) (3) (4)
Datar 0-8 13,433 7,84
Landai 8-15 43,794 25,56
Agak Curam 15-25 108,766 63,48
Curam 25-40 2,861 1,67
Sangat Curam >40 2,486 1,45
Jumlah 171,340 100,00
Sumber : Rencana Kerja Pengusahaan Hutan Tahun 2004
C. Jenis Tanah dan Iklim
Menurut peta tanah Propinsi Dati I Kalimantan Barat, jenis tanah yang
terdapat di sekitar areal pengusahaan hutan PT. Suka Jaya Makmur hampir
jenis tanah di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur adalah Podsolik Merah
Kuning (PMK), Latosol, Litosol dengan batuan induknya adalah batuan
sedimen, batuan beku dan batuan metamorf.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson 1951, kondisi iklim di
wilayah Nanga Tayap dan areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk
tipe iklim A, dengan nilai Q = 0,4. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar
antara 2.761 mm/tahun.
Bulan-bulan basah curah hujan >100 mm/bulan yang merupakan musim
penghujan terjadi hampir sepanjang tahun sedangkan bulan kering curah
hujan < 60 mm/bulan. Suhu udara rata-rata tahunan berkisar antara 26oC -
28oC, kelembaban udara rata-rata 85% - 95%.
D. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan
Desa-desa yang terdapat di sekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur
secara administratif meliputi: Desa Beginci, Kecamatan Sandai; Desa
Kayung Sekayu, Kecamatan Nanga Tayap. Wilayah Kabupaten Ketapang
terdiri dari 2 desa dan 7 dusun yaitu dengan jumlah 916 KK dan jumlah
penduduk 3.268 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.733 jiwa (53%) dan
perempuan 1.536 jiwa (47%).
Penduduk desa yang berada di Kecamatan Nanga Tayap dan sekitar
IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya merupakan Etnis Dayak
dan sisanya merupakan Suku Melayu, Cina dan Jawa. Etnis dayak yang
berdomisili asli di desa-desa di wilayah Kabupaten Ketapang adalah Dayak
Beginci dan Dayak Kayung.
Tingkat pendapatan penduduk mempunyai kaitan yang erat dengan
tingkat pendidikan meskipun hal tersebut tidaklah mutlak. Keberadaan
fasilitas sekolah di desa akan memudahkan penduduk desa tersebut untuk
memperoleh pendidikan formal. Semakin tinggi fasilitas pendidikan yang ada
di desa akan memberikan kecenderungan yang lebih baik pada tingkat
pendidikan penduduk desa tersebut. Desa-desa yang berada di wilayah
Kabupaten Ketapang memiliki angka tingkat pendidikan yang lebih tinggi
pendidikan formal adalah 30,69%. Rendahya tingkat pendidikan
dimungkinkan oleh beberapa sebab seperti :
1. Aksesibilitas dan motivasi penduduk desa untuk bersekolah masih
rendah.
2. Rendahnya tingkat pendapatan penduduk desa.
3. Keadaan atau kondisi lingkungan dan cara atau metode belajar.
4. Fasilitas (sarana dan prasarana) pendidikan yang kurang memadai.
Pada kenyataannya motivasi penduduk desa yang berada di Kecamatan
Nanga Tayap dalam memberikan pendidikan anaknya relatif cukup tinggi,
namun kendala yang dihadapi adalah ketidakmampuan untuk membiayai
anaknya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Menanggulangi kesulitan
penduduk desa tersebut IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur telah memberikan
beasiswa dari tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi serta pendirian
sekolah menengah pertama yang menginduk ke SMP Kemala Bhayangkari
guna menampung lulusan siswa sekolah dasar, sedikit banyaknya telah
membantu anak-anak desa dalam mencapai cita-citanya.
Pada umumnya sarana dan prasarana di setiap desa terdiri dari Sarana
pendidikan mulai dari tingkat TK sebanyak 1 unit, SD sebanyak 7 unit, SLTP
sebanyak 1 unit sedangkan untuk SMU ada di Ketapang. Sarana kesehatan
terdiri dari puskesmas pembantu sebanyak 1 unit, posyandu sebanyak 7
buah, polindes 2 buah, klinik 1 buah sedangkan untuk sarana ibadah
Gereja/Kapel untuk Katolik 6 buah, untuk Protestan 3 buah, Surau/mesjid 1
buah, dan untuk pertemuan antara penduduk terdapat rumah adat/balai
pertemuan 7 buah.
Mata pencaharian penduduk Nanga Tayap pada umumnya mayoritas
adalah petani tradisional yang lebih dikenal sebagai peladang berpindah,
sisanya bekerja di bidang lain sebagai karyawan, guru dan pedagang. Selain
berladang sebagian penduduk desa juga mempunyai aktifitas di kebun karet,
sawah dan mengumpulkan biji Tengkawang pada musim buah. Rata-rata
kepemilikan lahan di wilayah Kabupaten Ketapang seperti kebun Karet 1,28
Penduduk yang berada di Nanga Tayap dan sekitar IUPHHK PT. Suka
Jaya Makmur mempunyai kesempatan untuk menjadi karyawan PT. Suka
Jaya Makmur baik sebagai operasional di lapangan maupun tenaga
administrasi sesuai dengan spesifikasi dan kriteria yang dibutuhkan pihak
perusahaan serta kemampuan dari penduduk desa untuk memenuhi
persyaratan yang diminta. Selain itu peluang berusaha penduduk sekitar
IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur cukup besar di dalam pemenuhan bahan
makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan untuk keperluan
karyawan camp yang selama ini sebagian besar dipasok langsung dari
Kabupaten Ketapang.
E. Aksesibilitas
Kecamatan Nanga Tayap memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi.
Areal tersebut dapat dilalui dua macam rute, yaitu :
1. Jalan darat yang melalui ruas jalan Ketapang - Sinduk (60 km). Sinduk –
Desa Sei Kelly (61 km), dan Desa Sei Kelly – Kecamatan Nanga Tayap
(24 km). Sebagian besar keadaan jalan darat tersebut dapat dilalui
kendaraan pada musim kemarau.
2. Jalan air melalui Sungai Pawan antara Ketapang – Sei Kelly di Desa Sei
Kelly (± 3 jam) dengan speed boat dan jalan darat antara Sei Kelly – Nanga Tayap (24 km).
Daerah Ketapang memiliki Lapangan Udara Rahardi Oesman yang
menghubungkan daerah Ketapang dengan Pontianak, Jakarta dan
Semarang. Jenis pesawat yang dipakai seperti Twin Otter. Hubungan antara
Ketapang dengan Pontianak dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan
Deraya dan Dirgantara Air Sevice (DAS) dengan frekuensi penerbangan dua
kali sehari dalam seminggu, sedangkan dari Jakarta dan Semarang,
hubungan udara tersebut hanya dilayani oleh Merpati Nusantara Airways
(MNA) dengan frekuensi tiga kali seminggu. Pelabuhan laut yang terdapat di
Ketapang dapat dikunjungi jenis kapal untuk pelayaran samudera, nusantara,
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perladangan berpindah (swidden cultivation) merupakan cara pertanian yang tertua dan banyak dijumpai di daerah tropika. Sistem perladangan bergilir
(gilir balik) sering dikenal dengan metode 6 M, yakni menebas, menebang,
membakar, menugal, merumput, menuai (Nugraha, 2005). Coklin (1957) dalam
Nugraha (2005) menyatakan bahwa perladangan adalah sistem pertanian yang
sifatnya tidak berkesinambungan. Lahan ladang yang yang sudah tidak subur
setelah ditanami 1-2 tahun akan diistirahatkan (fallow). Sambil menunggu suksesi secara alami dengan terbentuknya hutan sekunder berupa padang
rumput dan pohon liar, maka peladang pindah ke lahan lain. Mereka akan
kembali ke lahan awal, jika lahan yang ditinggalkan telah cukup mengalami masa
bera sekitar 5 tahun.
Perladangan berpindah yang berada di lokasi penelitian berada di wilayah
hutan milik masyarakat. Lahan yang dijadikan sebagai ladang berasal dari hutan
utuh dan hutan belukar. Jarak tempuh dari rumah petani ke ladang sekitar 3 km
-10 km mereka menempuhnya dengan jalan kaki dan menggunakan motor.
Petani akan memilih jarak lahan ladang dengan tempat tinggal yang relatif dekat
dan mudah ditempuh. Jarak yang dekat dan akses yang mudah berarti peladang
tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga, sehingga bisa dimanfaatkan
untuk pekerjaan lain di rumah. Setiap petani ladang berpindah memiliki luas
ladang sekitar 0,8 ha-1,5 ha.
A. Karakteristik Responden
Jumlah responden yang terpilih dalam penelitian ini sebanyak 30 orang
kepala keluarga. Dengan tingkat umur responden berkisar antara 20 sampai
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur
Kelompok Umur Jumlah (orang) Persentase (%)
(1) (2) (3)
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Tingkat pendidikan responden tergolong sangat rendah, hal ini dapat
dilihat dari banyaknya responden dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak
23 orang sedangkan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 4
orang. Dan terdapat pula yang tidak mengenyam dunia pendidikan sebanyak
3 orang.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
(1) (2) (3)
Tidak Sekolah 3 10,00
SD 23 76,67
SLTP 4 13,33
Jumlah 30 100,00
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Dari seluruh jumlah responden mereka menganut agama Kristen Katolik
dan Kristen Protestan dengan persentase Katolik 63,33% dan Protestan
36,67%. Untuk suku bangsanya hampir seluruhnya bersuku bangsa Dayak
Kayung dengan persentase 96,67% dan 3,33% Dayak Kalimantan Tengah.
Pekerjaan utama responden adalah berladang dan pekerjaan
sampingan yang mereka lakukan yaitu berburu hewan dan menyadap getah
karet serta ada pula yang membuat kerajinan dari rotan maupun bambu.
Pekerjaan sampingan petani ladang berpindah dilakukan selama menunggu
B. Pendapatan Petani Ladang Berpindah
Sumber pendapatan petani di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan
Betenung di dapat dari hasil ladang berpindah dan hasil dari luar ladang
(berburu dan menyadap karet). Setiap petani ladang memiliki luas ladang
antara 0,8 – 1,5 ha. Di setiap lahan ladangnya mereka menanam tanaman
pokok seperti padi dan jagung serta ada pula sayuran. Hasil dari ladang
mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Petani peladang berpindah tidak hanya mengandalkan hidupnya dari
hasil berladang karena pendapatan dari hasil ladang tidak bisa mencukupi
untuk kehidupan rumahtangga mereka per bulannya. Maka, untuk menutupi
kebutuhan rumah tangga petani peladang berpindah melakukan penyadapan
karet sebagai hasil di luar ladang.
Petani peladang berpindah ini melakukan kegiatan berladang ini karena
tradisi yang sudah menjadi adat istiadat masyarakat Dusun Batubulan,
Tanjung Asam, dan Betenung bagi setiap anggota keluarga. Hal ini dilakukan
karena sudah merupakan adat istiadat dimana dalam kegiatan berladang ini
didukung oleh sistem sosial budaya masyarakat yang relatif kuat, sehingga
sampai sekarang sebagian kegiatan ladang berpindah sarat akan makna
sosial, budaya dan religiusitas masih dipraktekkan oleh para peladang.
Masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung
melaksanakan praktek perladangan berpindah disebabkan oleh 2 faktor, yaitu
(1) faktor ekonomi dan (2) faktor budaya. Faktor ekonomi adalah semua
kegiatan perladangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga petani, sedangkan faktor budaya merupakan kegiatan perladangan
merupakan salah satu bentuk pembelajaran budaya yang diperoleh dari
nenek moyang leluhurnya dan diyakini paling sesuai dengan kondisi
ekosistem wilayah Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung. Kegiatan
pembukaan ladang ini dilakukan secara tolong menolong. Dalam kegiatan
pembukaan ladang ini terdapat 30-60 orang, mereka melaksanakan kegiatan
ini dalam waktu satu hari. Setiap petani yang membuka ladang harus
menyediakan makanan dalam kegiatan ini sebesar Rp 300.000-Rp 600.000,-.
Pendapatan petani perladangan berpindah per tahun Kecamatan
Nanga Tayap dapat dilihat pada Tabel 5. Setiap tahunnya petani peladang
3.585.583/tahun, rata-rata dari pendapatan di luar hasil ladang sebesar Rp
5.320.766/tahun, rata-rata pengeluaran dari rumahtangga dan kegiatan
berladang yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 8.432.316/tahun dan
untuk rata-rata pendapatan bersih petani setiap tahunnya sebesar Rp
474.033/tahun.
Tabel 5. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Per Tahun Kecamatan Nanga Tayap
1 4.115.000 8.616.000 12.255.000 476.000
2 2.791.000 4.580.000 6.955.000 416.000
3 3.600.000 5.300.000 8.162.500 737.500
4 2.986.000 4.090.000 6.830.000 246.000
5 2.677.500 5.876.000 7.872.000 681.500
6 2.327.500 7.056.000 8.695.000 688.500
7 8.462.500 5.016.000 12.660.000 818.500
8 4.420.000 5.910.000 10.040.000 290.000
9 5.805.000 3.919.000 8.940.000 784.000
10 4.160.000 7.330.000 9.800.000 1.690.000
11 4.020.000 5.210.000 9.055.000 175.000
12 3.530.000 5.985.000 9.260.000 255.000
13 3.890.000 6.980.000 10.270.000 600.000
14 3.000.000 4.393.000 7.285.000 108.000
15 2.040.000 3.760.000 5.560.000 240.000
16 3.141.000 5.056.000 8.040.000 157.000
17 2.325.000 4.616.000 6.830.000 111.000
18 3.935.000 4.699.000 8.395.000 239.000
19 4.465.000 7.076.000 10.460.000 1.081.000
20 3.105.000 4.335.000 6.950.000 490.000
21 4.720.000 5.116.000 9.065.000 771.000
22 2.425.000 4.710.000 7.015.000 120.000
23 3.285.000 4.571.000 7.280.000 576.000
24 3.210.000 6.284.000 9.360.000 134.000
25 3.190.000 5.770.000 8.765.000 195.000
26 4.139.000 5.930.000 9.475.000 594.000
27 3.319.000 3.990.000 6.655.000 654.000
28 3.504.000 4.914.000 8.060.000 358.000
29 2.190.000 4.393.000 6.150.000 433.000
30 2.790.000 4.142.000 6.830.000 102.000
Jumlah 107.567.500 159.623.000 252.969.500 14.221.000
Rata-rata 3.585.583 5.320.766 8.432.316 474.033
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Pengeluaran petani hanya dari kegiatan berladang setiap tahunnya
ladang berdasarkan luas ladang yang diolah sebesar Rp 2.542.048/tahun
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Berdasarkan Luas Ladang Kecamatan Nanga Tayap
Jumlah 107.567.500 16.050.000 76.261.450
Rata-rata 3.585.583 535.000 2.542.048
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Sajogyo menyatakan bahwa untuk mengukur pendapatan per kapita
dapat menggunakan ukuran ekivalen beras kurang dari 240 kg dikategorikan
bawah garis kemiskinan tersebut diklasifikasikan sebagai penduduk miskin
atau rumah tangga miskin.
Pendapatan per kapita di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan
Betenung dapat dilihat pada Tabel 7. Masyarakat miskin sekali berkisar
antara 213,84-232,50 kg/kapita/tahun dengan persentase 10%, sedangkan
untuk masyarakat miskin berkisar antara 245,50-317,86 kg/kapita/tahun
dengan persentase 20% dan 70% masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung
Asam dan Betenung termasuk rumahtangga sejahtera dengan konsumsi
beras berkisar antara 360,66-594,69 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk
Tabel 7. Pendapatan Per Kapita Petani Peladang Berpindah Per Tahun Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
C. Kontribusi Pendapatan Perladangan Berpindah
Kontribusi dari hasil berladang terhadap pendapatan kotor petani setiap
tahunnya berkisar antara 24,804% - 62,785%, sedangkan kontribusi hasil
diluar ladang terhadap pendapatan kotor petani setiap tahunnya berkisar
antara 37,215% - 75,196%. Rata-rata kontribusi dari hasil ladang terhadap
pendapatan kotor setiap tahunnya sebesar 40,401% dan rata-rata kontribusi
Tabel 8. Kontribusi Hasil Ladang dan Hasil diluar Ladang Terhadap Pendapatan Kotor Petani Setiap Tahun
No
1 4.115.000 8.616.000 12.731.000 32,323 67,677
2 2.791.000 4.580.000 7.371.000 37,865 62,135
3 3.600.000 5.300.000 8.900.000 40,449 59,551
4 2.986.000 4.090.000 7.076.000 42,199 57,801
5 2.677.500 5.876.000 8.553.500 31,303 68,697
6 2.327.500 7.056.000 9.383.500 24,804 75,196
7 8.462.500 5.016.000 13.478.500 62,785 37,215
8 4.420.000 5.910.000 10.330.000 42,788 57,212
9 5.805.000 3.919.000 9.724.000 59,698 40,302
10 4.160.000 7.330.000 11.490.000 36,205 63,795
11 4.020.000 5.210.000 9.230.000 43,554 56,446
12 3.530.000 5.985.000 9.515.000 37,099 62,901
13 3.890.000 6.980.000 10.870.000 35,787 64,213
14 3.000.000 4.393.000 7.393.000 40,579 59,421
15 2.040.000 3.760.000 5.800.000 35,172 64,828
16 3.141.000 5.056.000 8.197.000 38,319 61,681
17 2.325.000 4.616.000 6.941.000 33,497 66,503
18 3.935.000 4.699.000 8.634.000 45,576 54,424
19 4.465.000 7.076.000 11.541.000 38,688 61,312
20 3.105.000 4.335.000 7.440.000 41,734 58,266
21 4.720.000 5.116.000 9.836.000 47,987 52,013
22 2.425.000 4.710.000 7.135.000 33,987 66,013
23 3.285.000 4.571.000 7.856.000 41,815 58,185
24 3.210.000 6.284.000 9.494.000 33,811 66,189
25 3.190.000 5.770.000 8.960.000 35,603 64,397
26 4.139.000 5.930.000 10.069.000 41,106 58,894
27 3.319.000 3.990.000 7.309.000 45,410 54,590
28 3.504.000 4.914.000 8.418.000 41,625 58,375
29 2.190.000 4.393.000 6.583.000 33,268 66,732
30 2.790.000 4.142.000 6.932.000 40,248 59,752
Jumlah Kontribusi Hasil Ladang dan Luar Ladang 1195,283 1804,717 Rata-rata Kontribusi Hasil Ladang dan Luar Ladang 40,259 59,741
Gambar 1. Persentase kontribusi pendapatan hasil ladang dan luar ladang
Dari Gambar 1 dapat dilihat besar kontribusi pendapatan hasil ladang
sebesar 41% dan hasil di luar ladang sebesar 59%. Hal ini menunjukkan
bahwa pendapatan masyarakat peladang berpindah dari hasil di luar ladang
lebih besar dari hasil ladang sebagai kegiatan pokok masyarakat petani.
D. Potret Perladangan Kecamatan Nanga Tayap 1. Pemanfaatan Hasil Ladang
Di setiap lokasi penelitian orientasi produk dan pemanfaatan hasil
dari ladang berbeda-beda. Hasil yang didapat dari ladang hanya untuk
dikonsumsi oleh sendiri dan jarang untuk dijual. Pohon yang mereka
tebang di lokasi ladang mereka gunakan untuk membuat pondok
peristirahatan, jarang dijual dan untuk kayu bakar mereka gunakan untuk
memasak di pondokan ladang. Kayu bakar ini jarang mereka bawa ke
rumah, hal ini dikarenakan jarak tempuh yang jauh antara rumah petani
dengan ladang.
Hasil getah karet mereka akan jual ke tengkulak-tengkulak dengan
harga Rp 4.000/kg dan buah-buahan (durian, rambutan, jambu, lengkeng
hutan, dukuh dan lain-lain) mereka jual sendiri ke rumah-rumah
penduduk. Dari tiga lokasi penelitian (Dusun Batubulan, Tanjung Asam
dan Betenung) hasil yang dapat dimanfaatkan diantaranya buah, daun,
kayu, dan getah karet.
2. Motivasi Ekonomi Perladangan Berpindah
Menurut Effendi (1984) dalam Gumilar (2004) menyatakan bahwa motivasi ekonomi merupakan suatu kondisi, kekuatan atau dorongan
yang menggerakkan organisasi atau individu untuk mencapai tujuan dari
tingkat tertentu. Motivasi ekonomi berkaitan erat dengan hasil-hasil panen 41%
59%
yang diperoleh dimana dengan dorongan motivasi ini membuat
responden berusaha keras untuk mengelola lahannya dengan baik
supaya dapat memperoleh hasil panen yang melimpah dan dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Motivasi ekonomi petani dalam melakukan kegiatan perladangan
berpindah dilakukan untuk membuka lahan hutan guna menanam padi
dan tanaman pangan lainnya, responden yang menyatakan setuju
sebanyak 70% dan sangat setuju sebanyak 30%. Kegiatan perladangan
berpindah di areal kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup, responden yang menyatakan setuju sebanyak 80% dan sangat
setuju 20%. Semua responden 100% menyatakan tidak setuju apabila
hasil yang diperoleh dari perladangan berpindah untuk memenuhi
permintaan pasar. Perladangan berpindah merupakan suatu pekerjaan
utama petani, responden yang menyatakan setuju sebanyak 76,67% dan
sangat setuju 23,33%. Kegiatan berladang memberikan keuntungan yang
besar dibandingkan dengan pekerjaan lain (berburu, menyadap, karet),
semua responden 100% tidak setuju. Perladangan berpindah merupakan
modal hidup yang menyediakan tanaman pangan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga, responden menyatakan setuju sebanyak 83,33%
dan sangat setuju 16,67%. Dari kegiatan membuka ladang dapat
menyediakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk kebutuhan
sehari-hari, responden yang menyatakan setuju sebanyak 93,33% dan sangat
Tabel 9. Motivasi Ekonomi Petani Peladang Berpindah
No Jenis Pertanyaan Ekonomi
Distribusi jawaban responden
Kegiatan dari perladangan berpindah dilakukan untuk membuka lahan hutan guna menanam padi dan tanaman pangan lainnya.
21 70 9 30
2 Kegiatan perladangan berpindah di areal kawasan
hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 24 80 6 20
3 Hasil dari perladangan berpindah dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar. 30 100
4 Apakah kegiatan perladangan berpindah merupakan suatu kegiatan utama. 23 76,67 7 23,33
5
Apakah perladangan berpindah memberikan kuntungan yang besar dibandingkan dengan pekerjaan lain (berburu, menyadap karet).
30 100
6
Perladangan berpindah merupakan modal hidup yang menyediakan tanaman pangan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
25 83,33 6 16,67
7
Dari kegiatan membuka ladang dapat menyediakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk kebutuhan sehari-hari
28 93,33 2 6,67
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Dalam kegiatan perladangan berpindah perusahaan harus ikut
andil dalam memberikan pengetahuan mengenai cara pembakaran yang
baik supaya tidak melebar sampai ke lahan lain, pengetahuan mengenai
aspek-aspek konservasi serta jenis-jenis tanaman yang bermutu tinggi
sehingga memberikan hasil panen yang baik. Perladangan berpindah ini
sudah menjadi keharusan bagi petani untuk menutupi pengeluaran
mereka setiap tahunnya.
3. Tata Cara Perladangan
Kecamatan Nanga Tayap yang terletak di lembah bukit berhutan
mempunyai keterkaitan yang kuat dengan sistem perladangan berpindah.
Melalui sistem ini masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan
Betenung terbukti mampu mengarungi perjalanan hidup dan membangun
sistem sosial ekonomi budaya yang kokoh. Aktifitas perladangan
berpindah yang sarat dengan muatan nilai ekonomi, sosial, budaya, dan
religi masih dipraktekkan dalam aktifitas perladangan masyarakat Dusun
Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung. Hal ini tercermin dari beragam
aktifitas perladangan berpindah mulai dari tata cara perladangan,
pembuatan pondok, tata waktu berladang, rotasi perladangan dan sistem
Aktifitas perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan
Betenung layaknya perladangan di wilayah lain. Menurut Nugraha (2005)
tata cara dalam kegiatan perladangan berpindah diantaranya: memilih
lokasi, menebas, membakar, membuat pondok, menugal-menanam,
merumput, dan memanen.
2.1. Memilih Lokasi (Nyari)
Seorang peladang yang akan memilih lokasi haruslah
berkonsultasi dengan tetanggga atau kerabatnya. Mereka
menginformasikan masing-masing lokasi yang akan diladangi pada
tahun ini. Tujuan musyawarah ini agar tidak salah memilih lokasi
ladang yang telah dimiliki oleh petani yang lain sebelumnya dan
tidak terjadi lahan ladang yang masa beranya belum lama. Idealnya
sebuah lahan dapat diladangi adalah waktu bera 5-10 tahun dengan
ketebalan humus 5 cm.
Dalam menentukan lahan yang akan dijadikan ladang
masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung
memiliki beberapa pertimbangan yaitu:
1. Pertimbangan masa bera lahan, yaitu lahan yang melewati
masa bera yang cukup lama akan memiliki tingkat kesuburan
tanah yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan lahan masa
bera pendek, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil panen
yang akan diperoleh.
2. Pertimbangan jarak, yaitu peladang akan memilih jarak lahan
ladang dengan tempat tinggal yang relatif dekat dan mudah
ditempuh. Jarak yang dekat dan akses yang mudah berarti
peladang tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga,
sehingga bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan lain di rumah.
3. Pertimbangan jumlah tenaga kerja yang ada dalam keluarga.
Bagi keluarga yang memiliki anggota rumah tangga banyak
dapat membantu pekerjaan ladang, maka mereka akan memilih
lahan yang memiliki kualitas lahan yang baik dengan ukuran
besar.
4. Pertimbangan intensitas pekerjaan rumah dan sekitar rumah.
Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung, turut pula
menentukan letak lokasi ladang.
2.2. Menebas (Nuimo)
Nuimo atau menebas adalah aktifitas pemotongan tumbuhan
bawah atau tanaman yang berdiameter kecil yang membentuk
belukar di bawah pohon-pohon besar. Alat yang digunakan dalam
pekerjaan menebas adalah parang. Tujuan utama menebas, yaitu
(1) mematikan tumbuh-tumbuhan agar kering dan dapat dibakar
dengan mudah apabila tiba saatnya membakar ladang, dan (2)
mempersiapkan tempat yang terbuka dan bebas dari semak
belukar, sehingga peladang bisa bekerja menebang pohon-pohon
besar dengan aman.
2.3. Menebang (Nong)
Setelah nuimo selesai dikerjakan, maka mereka akan
melaksanakan tahapan kegiatan nong atau menebang. Proses
penebangan dilakukan pada bulan Juni dan Juli.
2.4. Membakar (Nutung)
Tujuan pembakaran pasca penebangan lahan secara umum
adalah: (1) mengubah tumbuh-tumbuhan yang telah ditebas dan
ditebang menjadi abu, sehingga akan mudah diserap oleh akar-akar
tanaman ladang, (2) mematikan tumbuhan hidup yang masih ada di
ladang, termasuk pohon-pohon yang sulit ditebang pada tahap
nong, dan (3) mencegah tumbuhnya pohon-pohon baru, sehingga akan menghilangkan persaingan bagi tanaman padi ladang untuk
mendapatkan sinar matahari, embun, dan zat besi. Keberhasilan
proses pembakaran lahan ladang setidaknya dipengaruhi oleh 5
faktor, yaitu (1) jenis hutan, (2) pengaruh kelembaban, (3)
pengaruh angin, (4) pengaruh sinar matahari, dan (5)
keterampilan manusia. Gambar lahan ladang yang baru di bakar
Gambar 2. Pembakaran Lahan untuk dijadikan Ladang
2.5. Membuat Pondok
Pembuatan pondok merupakan salah satu tahapan penting
dalam tata cara perladangan masyarakat. Pondok ladang digunakan
oleh para peladang untuk istirahat, menyimpan peralatan,
memasak, dan memelihara hewan ternak. Ruangan pondok ladang
terbagi dalam 4 ruangan, yaitu ruangan tengah untuk ruang makan,
satu ruang untuk memasak, satu ruang untuk tidur istirahat, dan
satu ruang untuk menyimpan barang-barang peralatan.
Gambar 3. Pondok Peristirahatan di Ladang 2.6. Menugal dan Menanam (Nubuja dan Nanam)
Kegiatan manugal dan menanam dilaksanakan setelah satu
pada awal musim hujan, karena sistem pengairan perladangan
berpindah sangat bargantung pada air hujan (sistem pengairan
tadah hujan). Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama pada
bulan Agustus-September oleh semua masyarakat yang berladang.
Pada waktu tugal tanam berjumlah antara 30-65 orang tergantung
besar kecilnya lahan. Gambar kegiatan menugal dan menanam
dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Kegiatan Menugal
Gambar 5. Kegiatan Menanam
Jenis tanaman yang ditanam di ladang komoditi utamanya
adalah padi dan jagung serta terdapat juga singkong, umbi-umbian,
palawija dan sayuran (sawi, kangkung, cabe, kencur, kunyit, bayam,
labu, timun, gambas). Padi ditanam di dua tempat yaitu di sawah
ditanam diladang. Sistem ladang ini disebut ladang Paya (lembab dan terdapat air) dan ladang Natai (tempat kering). Gambar sistem
ladang Paya yang ditanami tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 6 dan ladang Natai yang ditanami tanaman padi dan jagung (tumpang sari) Gambar 7.
Gambar 6. Jenis Tanaman Padi di Ladang Paya
Gambar 7. Jenis Tanaman Padi di Ladang Natai
Selain itu juga terdapat pula buah-buahan (durian, rambutan,
jambu, lengkeng hutan, dukuh dan lain-lain), kopi dan karet akan
tetapi di lahan yang berbeda. Lahan yang ditanami buah-buahan,
kopi dan karet adalah lahan yang dulunya dipakai sebagai lahan
sudah tidak produktif lagi untuk kegiatan berladang baru ditanami
oleh tanaman keras seperti buah-buahan, kopi dan karet. Hal ini
dilakukan sebagai tanda bahwa lahan tersebut sudah ada yang
memilikinya, sehingga lahan ini tidak boleh digunakan tanpa
sepengetahuan dan persetujuan dari petani yang pertama kali
mengelola lahan sebelumnya.
Kegiatan menyadap karet dilakukan pada waktu menunggu
masa panen dari ladang dan pada saat penyiapan lahan untuk
pembukaan ladang biasanya dilakukan oleh perempuan karena
pada waktu penyiapan lahan untuk pembukaan lahan ladang
laki-laki bekerja di ladang untuk menebas dan menebang pohon.
Kegiatan menyadap karet sering dilakukan pada setiap musim
panas. Pada musim kemarau hari efektif untuk menyadap karet
adalah 3 bulan biasanya dalam satu bulannya hanya menyadap
15-20 hari, sedangkan pada waktu musim hujan, hari efektif untuk
menyadap karet adalah 2 bulan setiap bulannya mereka hanya
menyadap 5-10 hari saja.
Gambar 8. Kegiatan Menyadap Karet
2.7. Merumput (Nguru)
Merumput merupakan satu tahap dalam pemeliharaan
ladang. Pemeliharaan ladang meliputi penyiangan rumput dan
pemberantasan hama penyakit. Penyiangan rumput dilakukan pada
bulan ketiga dari penanaman. Pekerjaan merumput ialah kegiatan
ladang. Dalam pekerjaan merumput, biasanya cukup melakukan
dengan tangan. Tujuan utama merumput adalah mencabut tanaman
pengganggu sampai keakar-akarnya. Oleh karena itu teknik
pencabutan harus dengan genggaman tangan sampai ke batang
terdekat dengan tanah untuk menghindari putusnya batang
tanaman pengganggu dari akarnya, sehingga tanaman pengganggu
tidak dapat tumbuh kembali. Dalam pemberantasan hama penyakit
yang menyerang tanaman ladang mereka biarkan begitu saja
karena kurangnya pengetahuan mengenai cara pemberantasan
hama tersebut.
2.8. Memanen (Ngotom)
Memanen adalah tahap paling penting dari praktek
perladangan, sebab dari hasil panen dapat diukur keberhasilan jerih
payah pekerjaan selama satu tahun. Pada tahap panen masyarakat
bersuka ria dan bersujud syukur kepada Tuhan atas karunia
pemberian hasil panen padi serta melakukan ritual simbah jamu
yaitu upacara untuk para leluhur mereka yang telah meninggal.
Pesta panen di masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan
Betenung dikenal dengan istilah bergendang.
Masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung dalam
melaksanakan kegiatan berladang memiliki tata sebaran waktu. Kegiatan
perladangan paling awal adalah pemilihan lokasi ladang yang dikerjakan selama
satu bulan, yaitu di bulan Mei. Pemilihan bulan Mei sebagai waktu memilih lokasi
ladang, sebab dikaitkan dengan masa panen yang sudah usai. Setelah pemilihan
lokasi dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan proses penebasan
di areal lahan yang dipilih untuk berladang. Tata waktu kegiatan perladangan di
Tabel 10. Tata Waktu Kegiatan Perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung tahun 2005
KEGIATAN PERLADANGAN BULAN DALAM TAHUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Penebasan dilakukan untuk membersihkan semak belukar dan pohon
kecil-kecil di areal ladang. Setelah penebasan selesai kemudian diteruskan dengan
penebangan pohon-pohon besar di lahan ladang. Penebasan dilakukan selama
dua bulan berturut-turut, yaitu dari bulan Juni sampai Juli. Waktu ini sangat
relevan untuk proses penebasan dan pembakaran, sebab diperkirakan belukar
yang ditebas dan pohon yang ditebang akan mengalami pengeringan sebelum
proses pembakaran pada bulan Agustus.
Pembakaran dilakukan pada bulan Agustus, sebab pada bulan ini musim
kemarau mengalami puncaknya sehingga memudahkan proses pembakaran.
Pembakaran yang dilakukan secara baik akan berdampak pada sempurnanya
hasil panen ladang. Abu pembakaran merupakan sumber kesuburan tanah.
Waktu pembakaran hanya satu bulan, yaitu bulan Agustus. Menunggu matinya
api pembakaran, maka peladang membangun pondok ladang di tepi ladang
dekat dengan aliran sungai. Pondok ladang digunakan untuk menyimpan
perlengkapan berladang dan tempat istirahat. Pengerjaan pembuatan pondok
bersamaan dengan pembakaran, yakni bulan Agustus.
Setelah pembakaran usai, kemudian dilanjutkan pengerjaan menugal dan
menanam. Bibit padi yang ditanam di ladang adalah padi lokal yang dipanen
sekitar 5 bulan, mereka mendapatkan bibit dari sisa panen tahun lalu yang
disimpan untuk bibit yang akan ditanam di ladang selanjutnya jadi mereka tidak
pernah membeli bibit untuk ladangnya. Penugalan dan penanaman dilakukan
antara bulan Agustus dan September yang dikerjakan secara bersama-sama.
pembersihan rumput maupun hama pengganggu. Waktu merumput berlangsung
selama dua bulan antara bulan November dan Desember.
Setelah itu baru masuk tahap akhir perladangan, yaitu proses pemanenan
yang berlangsung 2 bulan, yakni dari bulan Februari sampai dengan Maret.
Setelah perladangan berakhir sampai memanen, maka pola perladangan kembali
berotasi menurut tata urutan perladangan tahun sebelumnya. Selama satu tahun
rotasi kerja perladangan, maka di setiap waktu yang longgar oleh masyarakat
dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan di luar ladang. Masyarakat peladang
Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung memanfaatkan waktu kosong ini
untuk melakukan pekerjaan menyadap karet, dan berburu di hutan.
Rotasi perladangan memegang peranan penting dalam sistem
perladangan, sebab berkaitan erat dengan kelangsungan siklus ekosistem dalam
suatu wilayah. Rotasi perladangan merupakan masa antara pembukaan lahan
dengan waktu terakhir kali ladang dikerjakan. Masyarakat Dusun Batubulan,
Tanjung Asam dan Betenung mempunyai waktu rotasi ladang antara 5-10 tahun.
Tujuan rotasi ladang yang panjang adalah untuk menjaga kesuburan lahan
ladang, sehingga dapat menghasilkan padi ladang yang melimpah. Tata rotasi
perladangan di tiap tempat berbeda, tergantung tingkat kesuburan lahan dan
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sumber pendapatan petani perladangan berpindah berasal dari kegiatan
berladang dan kegiatan di luar ladang (menyadap karet, berburu serta
membuat kerajinan dari bambu dan rotan).
2. Rata-rata pendapatan petani perladangan berpindah dari pendapatan
hasil ladang sebesar Rp 3.585.583/tahun, rata-rata dari pendapatan di
luar hasil ladang sebesar Rp 5.320.766/tahun, rata-rata pengeluaran dari
rumah tangga dan kegiatan berladang yang dikeluarkan oleh petani
sebesar Rp 8.432.316/tahun dan untuk rata-rata pendapatan bersih
petani setiap tahunnya sebesar Rp 474.033/tahun. Untuk pengeluaran
petani hanya dari kegiatan berladang setiap tahunnya sebesar Rp
535.000/tahun dan rata-rata pendapatan bersih petani dari hasil ladang
berdasarkan luas ladang yang diolah sebesar Rp 2.542.048/tahun.
Pendapatan per kapita di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung
untuk masyarakat miskin sekali berkisar antara 213,84-232,50
kg/kapita/tahun dengan persentase 10%, sedangkan untuk masyarakat
miskin berkisar antara 245,50-317,86 kg/kapita/tahun dengan persentase
20% dan 70% masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan
Betenung termasuk rumahtangga sejahtera dengan konsumsi beras
berkisar antara 360,66-594,69 kg/kapita/tahun.
3. Persentase kontribusi pendapatan dari kegiatan berladang sebesar 41%,
lebih kecil dari hasil di luar ladang yaitu 59% terhadap pendapatan total
kotor petani.
4. Kegiatan perladangan berpindah merupakan suatu keharusan bagi petani
ladang berpindah untuk menutupi pengeluaran mereka setiap tahunnya.
5. Potret perladangan berpindah di Kecamatan Nanga Tayap hampir sama
dengan perladangan berpindah di daerah lain, akan tetapi ada sedikit
perbedaan dalam hal kepercayaan yang dianut pada acara ritual kegiatan
B. Saran
1. Perlu adanya penyuluhan mengenai pemberantasan hama penyakit
dalam kegiatan pemeliharaan perladangan berpidah.
2. Perlu adanya lembaga desa yang menampung hasil getah karet.
3. Perlu adanya penelitian mengenai pendapatan nature (yang tidak
diperhitungkan) seperti kayu log, kayu bakar, bibit tanaman yang
digunakan.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pendapatan masyarakat
dari hasil perkebunan karet menyangkut prospek dan kendalanya.
5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai informasi mengenai bibit