Oleh
TRIO PRASETIO
A14103601
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS PERILAKU KONSUMEN
BISKUIT TERHADAP
TINGKAT KEPENTINGAN LABEL HALAL
(Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan)
Oleh TRIO PRASETIO
A14103601
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
(Kajian Eksplorasi terhadap Masyarakat Perkotaan). Nama : Trio Prasetio
NRP : A14103601
Mangetahui, Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec NIP 131846873
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M Ag NIP 130422698
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS PERILAKU KONSUMEN BISKUIT TERHADAP TINGKAT KEPENTINGAN LABEL HALAL (KAJIAN EKSPLORASI TERHADAP MASYARAKAT PERKOTAAN) BENAR-BENAR MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 September 1979 di Jakarta sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara pasangan bapak Sukirno dan ibu Paini.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 05 Pondok Pinang Jakarta Selatan pada tahun 1992. Pendidikan menengah dilalui penulis di SMPN 87 Jakarta Selatan pada tahun 1995 dan SMKN 29 Jakarta Selatan pada tahun 1998.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini ANALISIS PERILAKU KONSUMEN BISKUIT TERHADAP TINGKAT KEPENTINGAN LABEL HALAL (Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan).
Tulisan ini mencoba mengulas apresiasi masyarakat terhadap atribut label halal pada produk biskuit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tulisan ini merupakan respon dari banyaknya produk biskuit yang tidak berlabel halal beredar di tengah masyarakat muslim.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak yang telah membantu terselesaikannya tulisan ini, yaitu :
1 Ir. Lukman M Baga, MA.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Beliau juga sebagai dosen moderator dalam seminar penulis.
2 Ir. Yahya K Wagiono, MEc yang telah bersedia menjadi dos en penguji materi pada ujian sidang penulis.
3 Ir. Joko Purwono, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji akademik pada ujian sidang penulis.
4 Keluarga di rumah yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan.
5 Pengurus dan pegawai sekertariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB atas semua bantuan yang diberikan.
6 Seluruh responden yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner penelitian. 7 Akh Fauzan, Akh Husain, Bang Zaki dan teman-teman di Keluarga Muslim (KAMUS) Ekstensi
untuk kebersamaannya dalam tugas yang mulya.
8 Mas Rahmat Yanuar atas taujih-taujih yang membuka kesadaran akan tanggungjawab yang lebih besar.
Tidak latah jika penulis sepakat dengan pepatah ” Tiada Gading yang Tak Retak”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
KATA PENGANTAR ... i
2.2 Penelitian Terdahulu tentang Perilaku Konsumen Biskuit ... 14
2.3 Penelitian Terdahulu t entang Label Halal... 15
2.4 Penelitian Terdahulu tentang Metode Diskriminan ... 16
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
4.4.2 Analisis Diskriminan... 37
V KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN ... 46
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 46
5.2 Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Tingkat Kepentingan Label Halal (KLH) ... ... 48
5.2.1 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Tingkat KLH dan Jenis Kelamin ... ... 49
5.2.2 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Tingkat KLH dan Jenis Pekerjaan... . 50
5.2.6 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Tingkat KLH dan Pendapatan serta Kelas sosial
... ... 56
VI INTERPETASI HASIL ANALISIS METODE DISKRIMINAN ... 58
6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepentingan Label Halal ... 58
6.2 Pengujian Kelayakan Data yang Digunakan pada Analisi Diskriminan... 70
6.3 Fungsi Pembentuk Model Diskriminan ... 71
6.4 Pengujian Perbedaan Karakteristik Responden Kelompok KLH... 73
6.5 Validitas Fungsi Diskriminan ... 74
VII ANALISIS DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN 7.1 Analisis Hasil Penelitian ... 76
7.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 79
VIII Kesimpulan dan Saran... 82
8.1 Kesimpulan ... 82
8.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
No Halaman 1 Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia pada Industri Makanan dan Minuman
Skala Besar dan Sedang Menurut KLBI Dua Digit Tahun 1999-20003 ... 2
2 Banyaknya serta Nilainya Produk Biskuit Nasional Tahun 1998-2003... 3
3 Perkembangan Ekspor dan Import Biskuit Indonesia Tahun 1996-2005 ... . 4
4 Daftar Produk Halal Perkelompok dari Tahun 1994-2003 di Indonesia... 6
5 Persyaratan Mutu Biskuit (SNI No 01 – 2973-1992)... 14
6 Kelas Sosial dan Penghasilan di Kota Besar Indonesia Tahun 2001 ... 24
7 Banyaknya Penduduk Kecamatan Kebayoran Lama Menurut Agama dan Kelurahan Tahun 2004 ... 47
8 Jumlah Pasar Menurut Kelurahan dan Jenisnya di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 48
9 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Jenis Kelamin Tahun 2006 ... 50
10 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Jenis Pekerjaan Tahun 2006 ... 51
11 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Usia Tahun 2006 ... 53
12 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Tingkat Pendikan Tahun 2006 ... 54
13 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Jumlah Keluarga Tahun 2006 ... 55
14 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Kelas Sosial Tahun 2006 ... 57
15 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Variabel Jenis Kelamin Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 59
16 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Kelas Sosial dan Pendapatan Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 60
17 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Pendidikan Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 62
Oleh
TRIO PRASETIO
A14103601
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS PERILAKU KONSUMEN
BISKUIT TERHADAP
TINGKAT KEPENTINGAN LABEL HALAL
(Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan)
Oleh TRIO PRASETIO
A14103601
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
(Kajian Eksplorasi terhadap Masyarakat Perkotaan). Nama : Trio Prasetio
NRP : A14103601
Mangetahui, Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec NIP 131846873
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M Ag NIP 130422698
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS PERILAKU KONSUMEN BISKUIT TERHADAP TINGKAT KEPENTINGAN LABEL HALAL (KAJIAN EKSPLORASI TERHADAP MASYARAKAT PERKOTAAN) BENAR-BENAR MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 September 1979 di Jakarta sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara pasangan bapak Sukirno dan ibu Paini.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 05 Pondok Pinang Jakarta Selatan pada tahun 1992. Pendidikan menengah dilalui penulis di SMPN 87 Jakarta Selatan pada tahun 1995 dan SMKN 29 Jakarta Selatan pada tahun 1998.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini ANALISIS PERILAKU KONSUMEN BISKUIT TERHADAP TINGKAT KEPENTINGAN LABEL HALAL (Kajian Eksplorasi Terhadap Masyarakat Perkotaan).
Tulisan ini mencoba mengulas apresiasi masyarakat terhadap atribut label halal pada produk biskuit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tulisan ini merupakan respon dari banyaknya produk biskuit yang tidak berlabel halal beredar di tengah masyarakat muslim.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak yang telah membantu terselesaikannya tulisan ini, yaitu :
1 Ir. Lukman M Baga, MA.Ec selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penyusunan skripsi ini. Beliau juga sebagai dosen moderator dalam seminar penulis.
2 Ir. Yahya K Wagiono, MEc yang telah bersedia menjadi dos en penguji materi pada ujian sidang penulis.
3 Ir. Joko Purwono, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji akademik pada ujian sidang penulis.
4 Keluarga di rumah yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan.
5 Pengurus dan pegawai sekertariat Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB atas semua bantuan yang diberikan.
6 Seluruh responden yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner penelitian. 7 Akh Fauzan, Akh Husain, Bang Zaki dan teman-teman di Keluarga Muslim (KAMUS) Ekstensi
untuk kebersamaannya dalam tugas yang mulya.
8 Mas Rahmat Yanuar atas taujih-taujih yang membuka kesadaran akan tanggungjawab yang lebih besar.
Tidak latah jika penulis sepakat dengan pepatah ” Tiada Gading yang Tak Retak”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2006
Penulis
KATA PENGANTAR ... i
2.2 Penelitian Terdahulu tentang Perilaku Konsumen Biskuit ... 14
2.3 Penelitian Terdahulu t entang Label Halal... 15
2.4 Penelitian Terdahulu tentang Metode Diskriminan ... 16
III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
4.4.2 Analisis Diskriminan... 37
V KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN ... 46
5.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 46
5.2 Karakteristik Umum Responden Berdasarkan Tingkat Kepentingan Label Halal (KLH) ... ... 48
5.2.1 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Tingkat KLH dan Jenis Kelamin ... ... 49
5.2.2 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Tingkat KLH dan Jenis Pekerjaan... . 50
5.2.6 Karakteristik Umum Responden berdasarkan Tingkat KLH dan Pendapatan serta Kelas sosial
... ... 56
VI INTERPETASI HASIL ANALISIS METODE DISKRIMINAN ... 58
6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepentingan Label Halal ... 58
6.2 Pengujian Kelayakan Data yang Digunakan pada Analisi Diskriminan... 70
6.3 Fungsi Pembentuk Model Diskriminan ... 71
6.4 Pengujian Perbedaan Karakteristik Responden Kelompok KLH... 73
6.5 Validitas Fungsi Diskriminan ... 74
VII ANALISIS DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN 7.1 Analisis Hasil Penelitian ... 76
7.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 79
VIII Kesimpulan dan Saran... 82
8.1 Kesimpulan ... 82
8.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
No Halaman 1 Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia pada Industri Makanan dan Minuman
Skala Besar dan Sedang Menurut KLBI Dua Digit Tahun 1999-20003 ... 2
2 Banyaknya serta Nilainya Produk Biskuit Nasional Tahun 1998-2003... 3
3 Perkembangan Ekspor dan Import Biskuit Indonesia Tahun 1996-2005 ... . 4
4 Daftar Produk Halal Perkelompok dari Tahun 1994-2003 di Indonesia... 6
5 Persyaratan Mutu Biskuit (SNI No 01 – 2973-1992)... 14
6 Kelas Sosial dan Penghasilan di Kota Besar Indonesia Tahun 2001 ... 24
7 Banyaknya Penduduk Kecamatan Kebayoran Lama Menurut Agama dan Kelurahan Tahun 2004 ... 47
8 Jumlah Pasar Menurut Kelurahan dan Jenisnya di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 48
9 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Jenis Kelamin Tahun 2006 ... 50
10 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Jenis Pekerjaan Tahun 2006 ... 51
11 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Usia Tahun 2006 ... 53
12 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Tingkat Pendikan Tahun 2006 ... 54
13 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Jumlah Keluarga Tahun 2006 ... 55
14 Karakteristik Umum Responden Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama berdasarkan KLH dan Kelas Sosial Tahun 2006 ... 57
15 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Variabel Jenis Kelamin Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 59
16 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Kelas Sosial dan Pendapatan Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 60
17 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Pendidikan Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 62
21 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Jumlah Merek yang sering oleh
Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 66
22 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Pengetahuan Label dan Makanan Halal Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 67
23 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Jam Membaca Perhari Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 68
24 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Jam Menonton Televisi Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 69
25 Hasil Uji Variabel dan Nilai Rata-Rata Idiologi Islam Konsumen Biskuit di Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2006 ... 70
26 Output Test Results ... 71
27 Output Canonical Discriminant Function Coefficients ... 72
28 Output Wilks' Lambda ... 74
29 Output Classification Results(b,c) ... 75
Lampiran No Halaman 30 Data Responden ... 86
31 Output Diskriminan Group Statistic ... 89
32 Output Diskriminan Tests of Equality of Group Means ... 90
DAFTAR GAMBAR Tesk No Halaman 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen... 19
1.1 Latar Belakang
Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudoyono untuk merevitalisasi sistem
pertanian, memberi harapan baru bagi dunia pertanian Indonesia. Kompleksitas
masalah pertanian tidak dapat ditangani secara parsial, tetapi harus me nyeruluh
melibatkan semua sektor dari hulu sampai hilir. Di sisi lain, perkembangan
teknologi pertanian khususnya pasca panen, berpengaruh terhadap diversifikasi
produk-produk pertanian yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya produk turunan hasil pertanian yang jual di pasar,
baik yang diolah secara tradisional maupun modern dengan skala usaha industri.
Cepatnya perkembangan jaman dan persaingan hidup yang semakin keras,
berdampak pada perubahan struktur sosial di masyarakat dan fungsi anggota
keluarga. Perubahan tersebut mengarah pada pola konsumsi pangan (baik
makanan maupun minuman) yang cepat, mudah, praktis dan memenuhi selera.
Fenomena-fenomena di atas mendorong timbulnya industri pangan olahan
siap saji. Perusahaan-perusahaan pada industri tersebut banyak menyerap tenaga
kerja, sehingga mengurangi tingkat pengangguran. BPS menyebutkan terjadi
peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor industri pangan olahan pada periode
tahun 1999 sampai 2003 (Tabel 1). Tahun 1999 jumlah tenaga kerja di sektor
industri makanan dan minuman sebesar 571.230 orang. Jumlah tersebut
meningkat menjadi 624.885 orang pada tahun 2003 dengan komposisi 531.367
Tabel 1 Banyaknya Tenaga Kerja Indonesia pada Industri Makanan dan Minuman Skala Besar dan Sedang Menurut KLBI Dua Digit Tahun 1999-2003
Tahun Jumlah Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Skala Besar Skala Sedang Jumlah % Kenaikan
1999 437.235 133.995 571.230
2000 463.215 134.158 597.373 4,57
2001 455.092 128.631 583.723 -2,29
2002 498.153 126.732 624.885 7,05
2003 531.367 121.822 653.189 4,52
Sumber BPS diolah, tahun 2005
Dari jenis makanan yang banyak beredar di pasar, biskuit merupakan
produk yang sudah tidak asing di benak masyarakat. Produk ini dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti makanan pokok dengan kandungan gizi yang baik.
Biskuit ditawarkan dengan harga beragam, mulai ratusan sampai puluhan ribu
rupiah. Konsumen dengan penghasilan tinggi atau rendah mampu untuk
membelinya. Rasa dan bentuk biskuit yang beragam membuat konsumen
mempunyai banyak pilihan sesuai dengan seleranya.
Paparan produk biskuit di atas memberi isyarat bahwa industri biskuit
mempunyai prospek yang baik dan menjanjikan. Data BPS menunjukan nilai total
produksi biskuit mengalami peningkatan pada periode 1998 sampai 2003 (Tabel
2). Tahun 1998 nilai produksi biskuit nasional sebesar Rp 712,8 milyar dan
meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2003. Pada tahun tersebut nilai
produksi nasional mencapai Rp 2.654,8 milyar atau naik 272,4 persen.
Peningkatan persentase produksi biskuit nasional yang signifikan terjadi pada
tahun 2001 yaitu sebesar 57,74 persen dari tahun sebelumnya. Untuk tahun 2002
dan 2003 persentase peningkatan produksi biskuit nasional berkisar pada angka 34
Tabel 2 Banyaknya serta Nilainya Produk Biskuit Nasional Tahun 1998 - 2003
Tahun Satuan Kuantitas Nilai (RP.000) Total Nilai (RP.000)
1999 Kg 135.063.343 775.970.425 775.970.425 8,86 2000 Kg 150.568.782 924.280.444
928.210.023 19,6
Buah 2.161.753 3.929.579
2001 Kg 283.586.643 1.449.254.904
1.464.120.132 57,74 Lusin 355.050 12.153.228
Buah 828.000 2.712.000 2002 Kg 254.104.886 1.956.973.363
1.968.824.224 34,47 Lusin 253.043 11.850.861
2003 Kg 256.350.108 2.350.027.534
34,86 Buah 302.528 304.835.335 2.654.862.869
Sumber data BPS, tahun 2005
Selain untuk memenuhi kebutuhan biskuit pasar domestik, perusahaan
biskuit nasional telah menembus pasar luar negeri. Nilai perdagangan ekspor -
impor biskuit dari tahun ke tahun terus mengalami surplus perdagangan (Tabel 3).
Pada tahun 1999 surplus perdagangan yang disumbangkan oleh industri biskuit
nasional sebesar 13,6 juta US$. Nilai tersebut meningkat menjadi 50,4 juta US$
atau naik sebesar 268 persen pada tahun 2004. Peningkatan persentase tertinggi
ekspor biskuit terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 64,04 persen dari tahun
sebelumnya. Peningkatan signifikan tersebut berlangsung hanya satu tahun, pada
tahun 2004 justru terjadi penurunan nilai ekspor biskuit sebesar 10,08 persen dari
tahun 2003. Untuk tahun 2005, sampai dengan bulan April telah terjadi surplus
Tabel 3 Perkembangan Ekspor - Import Biskuit Indonesia Tahun 1999-2005
1999 6.466.791 15.320.849 1.112.331 1.625.915 13.694.934
2000 16.604.424 24.742.279 3.034.083* 4.433.776* 20.308.503 48,29
2001 21.030.388 30.824.444 2.417.906 3.869.158 26.955.286 32,72
2002 22.606.597 38.418.230 2.453.420 4.229.700 34.188.530 26,83
2003 28.708.683 60.219.749 2.775.388 4.135.362 56.084.387 64,04
2004 27.723.236 58.740.444 6.466.147 8.313.687 50.426.757 -10,08
2005 (Bln 3)
21.991.634 30.655.519 1.816.353 2.086.438 28.569.081
* Sampai bulan November 2002 Sumber data BPS, tahun 2005
Berdasarkan data BPS (2004) jumlah penduduk Indonesia sebesar
221.777.000 jiwa, dimana 87 persen beragama Islam. Dalam agama Islam
kejelasan halal atau haram makanan yang dikonsumsi merupakan keharusan.
Umat Islam secara khusus dan non diskriminatif harus dilindungi haknya untuk
memperoleh produk halal melalui pengaturan halal. Perlindungan kehalalan
pangan diatur di dalam PP No 69 tahun 1999 pasal 10 yang menyatakan, setiap
orang yang memproduksi atau memasukan pangan yang dikemas ke dalam
wilayah Republik Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa
pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggungjawab atas kebenaran
pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada
label.
Label halal merupakan salah satu dari banyak label yang terdapat pada suatu
produk pangan. Salah satu fungsi dari label adalah menerangkan kepada
konsumen bahwa produk tersebut adalah halal baik dilihat dari bahan baku dan
proses pembuatannya. Penentuan halal pada suatu produk dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan syariat Islam yang melibatkan pakar dari berbagai disiplin
ilmu, baik agama maupun ilmu-ilmu lain yang mendukung.
Berbicara tentang label halal tidak bisa terlepas dari LPPOM-MUI, yaitu
lembaga yang berwenang memberi sertifikat halal kepada perusahaan yang akan
mencantumkan label halal. Lembaga ini mempunyai tugas antara lain
mengadakan inventarisasi, klarifikasi dan pengkajian terhadap makanan,
minuman, obat-obatan, dan kosmetik yang beredar di masyarakat. Kemudian
mengkaji dan menyusun konsep-konsep kedalam upaya-upaya yang berkaitan
dengan memproduksi, memperjual-belikan, dan menggunakan produk sesuai
ajaran Islam (Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji 2003).
Berdirinya LPPOM-MUI seolah memberi angin segar bagi masyarakat muslim
Indonesia dalam memperoleh produk halal. Pemberian label halal pada suatu
produk, sedikit banyak akan mengurangi keraguan konsumen akan kehalalan
produk yang dibeli. Sertifikat halal pertama kali dikeluarkan pada 7 April 1994
untuk PT Unilever Indonesia. Sampai dengan tahun 2003 LPPOM-MUI baru
mencatat sebanyak 5.203 produk halal untuk berbagai kelompok produk. Jenis
makanan ringan seperti biskuit tercatat 622 yang telah berlabel halal, dan
Tabel 4 Daftar Produk Halal Perkelompok dari Tahun 1994 – 2003 di Indonesia
A : Daging, ikan dan produk olahan B : Susu dan produk olahan
C : Bumbu-bumbu
D : Minyak, lemak dan produk olahan E : Buah, sayur dan produk olahan F : Mie instant
G : Makanan ringan H : Bakery dan kue I : Coklat dan permen J : Makanan bayi
K : Minuman dan bahan minuman L : Jam dan jelly
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan jumlah produk berlabel halal merupakan sesuatu yang
menggembirakan. Hal ini merujuk pada penelitian Utami (2003) tentang hasil
pengawasan produk berlabel halal selama tiga tahun (1999-2002). Penelitiannya
menyimpulkan jumlah produk berlabel halal mengalami peningkatan pada periode
tahun 1999 sampai 2002. Kendati demikian, peningkatan jumlah produk berlabel
halal masih tergolong kecil untuk ukuran jumlah industri pangan yang mencapai
angka ribuan.
Menurut Prof Aisjah Girindra yang menjabat sebagai pimpinan
LPPOM-MUI, sampai saat ini sertifikat halal yang dikeluarkan LPPOM-MUI masih sangat
sedikit dibandingkan jumlah produk yang beredar di Masyarakat. Beliau
memperkirakan hanya sekitar 20 persen produk yang beredar di masyarakat telah
mempunyai sertifikat halal. Menurutnya angka tersebut masih perkiraan, karena
jumlah produk makanan yang beredar sulit dideteksi.1
Halal haram makanan merupakan masalah yang sensitif bagi umat Islam,
bagaimanapun kualitas keislamannya. Secara normatif umat Islam memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap kehalalan makanan. Hal ini dapat dilihat dari
penolakan produk-produk yang dinyatakan atau diisukan haram. Pada tataran
praktis, sikap seorang muslim terhadap kehalalan makanan berhadapan dengan
keterbatasan kemampuan mereka dalam menilai dan menganalisis kehalalan suatu
produk makanan. Kenyataan di lapangan tidak semua produsen yang memasang
logo atau label halal memiliki sertifikat halal. Ada sebagian produsen yang nekat
memasang label halal meskipun tidak mempunyai sertifikat halal. Hal ini
kesimpulan penelitiannya diketahui banyak produk yang melanggar pencantuman
label halal. Produk dengan kode SP mempunyai tingkat pelanggaran sebesar 80,2
persen dari produk yang disurvei. Untuk produk dengan kode MD dan ML
masing-masing mempunyai tingkat pelanggaran pencantuman label halal sebesar
13,4 persen dan 41,4 persen.
Masalah lainnya, belum ada aturan baku tentang penerapan label halal
standar bagi produk-produk yang telah bersertifikat halal. Di pasaran produsen
mempunyai kelulasaan mencantumkan label halal dengan berbagai bentuk. Ada
yang berbentuk bulat, ada yang datar, ada yang bertuliskan huruf arab dan adapula
yang bertulisan huruf latin. Semua bentuk label halal tersebut benar menurut
aturan pelabelan di Indonesia. Hal tersebut membuat konsumen kesulitan
membedakan produk mana yang telah bersertifikat halal atau yang tidak. Kondisi
ini pada akhirnya akan menimbulkan keraguan konsumen akan kebenaran label
halal pada sutu produk. Penelitian yang dilakukan oleh MUI menunjukan bahwa
41 persen responden tidak yakin terhadap label halal yang dicamtumkan oleh
pengusaha. Responden yang ragu-ragu sebanyak 49 persen dan hanya 10 persen
responden yang yakin terhadap label halal2.
Dari kajian yang dilakukan LPPOM-MUI, banyak bahan yang perlu di
cermati dalam pembuatan biskuit, antara lain sumber lemak, enzim, mentega
(butter) dan bahan perasa (flavour). Untuk jenis biskuit tertentu ada yang
menggunakan tallow atau lemak hewan sebagai bahan tambahan. Untuk
menghasilkan tekstur yang empuk sering ditambah enzim ke dalam adonan
1
Jurnal Halal LPPOM-MUI No 61/X/2006
2
biskuit. Bahan-bahan tersebut perlu di telaah, apakah berasal dari bahan-bahan
yang halal atau tidak.3
Bahan rawan seperti mentega (butter) dan keju banyak yang menggunakan
gelatin sebagai campuran. Berdasarkan sumber bahan baku dan proses
pengolahannya dikenal dua jenis gelatin. Gelatin jenis A yang keseluruhannya
berasal dari kulit dan tulang babi, dan gelatin jenis B berasal dari kulit, tulang dan
jaringan ikat hewan lembu atau sapi, kambing dan kerbau.4
Penggunaan gelatin dalam industri pangan di dunia mencapai 154.000
metrics ton. Pengguna terbesar adalah industri konfeksioneri sebesar 68.000 ton
dan industri jelli 36.000 ton. Untuk industri daging dan susu memiliki jumlah
pengguna gelatin yang sama yaitu sebesar 16.000 ton. Untuk kelompok low fat
(semisal margarin) dan food suplement memiliki kontribusi pengguna gelatin yang
juga sama yaitu 4.000 ton. Dari jumlah tersebut kontribusi gelatin yang bersumber
dari babi sebanyak 40 persen dan gelatin sapi 60 persen.5 Meskipun komposisi
gelatin jenis B lebih besar dari jenis A, namun tidak sebanding dengan konsumen
Indonesia yang 87 persen muslim.
Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam menuntut kejelasan
tentang kehalalan produk yang dikonsumsi. Dalam ajaran Islam mengkonsumsi
makanan bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Kegiatan tersebut
dapat bernilai ibadah jika dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.
Indonesia merupakan negara dengan kondisi demografis, sosial ekonomi
dan budaya yang beragam. Tingkat keberagaman masyarakat juga terlihat dari
pemahaman mereka terhadap ajaran agama Islam yang diyakini. Banyaknya unsur
3
. Jurnal Halal LPPOM MUI N0 54/IX/2004
4
budaya nenek moyang yang berbaur dengan nilai-nilai Islam berdampak pada
dangkalnya akidah sebagian masyarakat. Dangkalnya akidah merupakan sumber
dari ketidaknyakinan seorang muslim terhadap ajaran Islam, termasuk dalam hal
makanan. Seiring tingkat pendidikan yang semakin baik dan penyebaran dakwah
yang meluas, berpengaruh pada proses perbaikan akidah umat yang pada akhirnya
menimbulkan kesadaran akan ketaatan dalam menjalankan syariat Islam, termasuk
dalam hal makanan.
Di sisi lain, biaya hidup yang semakin tinggi berpengaruh pada pola fikir
masyarakat yang lebih materialistis. Masyarakat yang berada di kelas menegah
bawah, berusaha menekan biaya hidup dengan melakukan pembelian produk yang
lebih murah. Hal ini sering terjadi pada produk yang mempunyai keragaman jenis
dan tingkat persaingan produk yang tinggi. Salah satu produk yang masuk dalam
kriteria tersebut adalah biskuit.
Tingkat pemahaman Islam dan kondisi sosial ekonomi yang beragam
menyebabkan terbentuknya karakteristik seseorang yang berbeda. Perbedaan
karakterisrik tersebut dapat menyebabkan apresiasi terhadap atribut label halal
yang berlainan. Karakter seseorang juga bisa dipengaruhi oleh kebiasan-kebiasan
dan gaya hidup yang dianutnya. Seseorang yang hidup dalam lingkungan Islam
yang baik lebih memperhatikan kehalalan produk yang dibeli, walaupun mereka
mungkin mempunyai keterbatasan dalam hal ekonomi. Sebaliknya hal ini terjadi
pada mereka yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Tingkat kepentingan label halal yang berbeda juga disebabkan oleh
sedikitnya informasi label halal yang diterima masyarakat. Tingkat kesadaran
yang baik akan label halal pada suatu produk pangan, sedikit banyak
5
mempengaruhi keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Sehingga
menarik untuk dilihat apakah tingkat kepentingan label halal dipengaruhi oleh
faktor sosial ekonomi, demo grafis dan budaya.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dipaparkan di atas terdapat beberapa
tujuan penelitian yang ingin dicapai, antara lain :
1. Menidentifikasi tingkat kepentingan label halal yang dimiliki para konsumen biskuit.
2 Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kepentingan label halal konsumen biskuit.
3 Menganalisis perbedaan karakteristik di setiap tingkat kepentingan label halal.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini terutama ditujukan untuk penulis dan
pihak-pihak memerlukannya.
1 Manfaat bagi penulis, dapat menjadi sarana melatih kemampuan melihat
suatu fenomena dan menganalisis lebih jauh sehingga bisa mengambil
kesimpulan dari fenomena tersebut.
2 Manfaat bagi mahasiswa, bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk
melakukan penelitian lebih lanjut.
3 Manfaat bagi dunia usaha, dapat dijadikan masukan untuk lebih
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya terbatas pada kajian eksplorasi untuk melihat
karakteristik dasar konsumen biskuit berkaitan dengan tingkat kepentingan label
halal dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Penelitian tidak dilanjutkan
dengan merumuskan strategi pemasaran berdasarkan pertimbangan terlalu luasnya
materi yang akan dibahas dan kefokusan terhadap tujuan penelitian. Responden
penelitian hanya konsumen biskuit yang bertempat tinggal di Kecamatan
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang diwakili oleh Kelurahan Pondok Pinang
dan Kelurahan Kebayoran Lama Utara. Hal ini disebabkan keterbatasan dalam
tenaga, waktu dan dana yang dimiliki.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Produk
Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar
tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa bahan tambahan lain yang diizinkan. Biskuit
diklasifikasikan menjadi empat jenis : biskuit keras, creckers, cookies dan wafer (SII 0177-90, 1992)
Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan
penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang
dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih asin dan relatif
renyah, serta bila patah penampang potongannya berlapis -lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berteks tur kurang padat. Wafer adalah
jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya
beronga-ronga.
Definisi lain dari biskuit dikemukakan oleh Matz dan Matz (1978) dalam
Setiawan (2005). Biskuit adalah makanan kering dengan bahan dasar tepung
terigu dan bahan dasar lainnya yang membentuk suatu formula adonan yang pada
gilirannya akan membentuk produk dengan sifat dan struktur tertentu.
Departemen Perindustrian (1990) mendefinisikan biskuit sebagai produk
makanan kering yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, lemak dan dengan
atau tanpa penambahan bahan lain yang diizikan. Persyaratan sebuah makanan
dapat digolongkan sebagai biskuit dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Persyaratan Mutu Biskuit (SNI No 01 – 2973-1992) di Indonesia
Kreteria Uji Persyaratan
Serat kasar Kalori (kal/100g) Jenis tepung Bau dan rasa Warna
Negatif
Maks 0,5 persen Min 400
Terigu
Normal dan tidak tengik Normal
Sumber Departemen Perindustrian, tahun 1996
2.2 Penelitian Terdahulu tentang Perilaku Konsumen Biskuit
Penelitian tentang perilaku konsumen biskuit dilakukan oleh Rahmawati
(1999) dengan responden mahasiswa IPB. Penelitiannya menyatakan responden
mengkonsumsi biskuit 1 sampai 3 kali seminggu dengan jumlah konsumsi 1
sampai 6 keping. Secara umum konsumen puas terhadap biskuit yang dibeli dan
dikonsumsi. Kepuasan ini lebih ke arah segi hedonik seperti rasa, kerenyahan,
kegurihan dan kemanisannya. Dalam penelitian tersebut juga diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi tempat, jumlah dan frekuensi pembelian biskuit adalah
usia, jenis kelamin dan rata-rata pengeluaran rumah tangga.
2.3 Penelitian Terdahulu tentang Label Halal
Penelitian tentang label halal sudah dilakukan dari beberapa aspek yang
berbeda sesuai latar belakang penelitinya. Marina (2003) yang mensurvei
implementasi dan labelisasi halal industri menyatakan, jumlah perusahaan yang
mempunyai sertifikat halal masih sangat rendah dan 70 persen perusahaan yang
Penelitian yang dilakukan Utami (2003) dengan judul Kajian Terhadap
Metode Inspeksi Produk Berlabel Halal di Derektorat Inspeksi dan Sertifikasi
Pangan Badan POM, Jakarta menghasilkan beberapa kesimpulan. Dalam
kesimpulannya terungkap, hasil pengawasan produk berlabel halal selama tiga
tahun (1999-2002) terus mengalami peningkatan kendati masih tergolong kecil.
Hal ini jika dibandingkan dengan jumlah industri pangan yang mencapai angka
ribuan.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Firdaus (2003) yang fokus pada
pengembangan sistem jaminan produk halal dan implementasinya terhadap tiga
perusahaan dengan skala usaha berbeda. Pada penelitiannya diketahui (1) Pada
perusahaan skala kecil (Industri Bakso Kusno) dan skala menengah (PT Sari Lezat
Perkasa) sistem jaminan halal berjalan didasarkan persepsi dan pemahaman
pelaku usaha tentang kehalalan produk. Industri belum mempunyai sistem
jaminan produk halal yang terdokumentasi. Pada perusahaan skala besar (PT
Firmenich Indonesia) telah memiliki sistem produk jaminan halal.
Penelitian pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian konsumen
daging dilakukan oleh Nurmayanti (2004). Penelitiannya menyatakan, urutan
atribut produk yang menjadi perhatian konsumen dalam membeli produk olahan
daging sapi berturut-turut adalah kemasan, harga, merek dan ukuran. (2)
Pemahaman halal konsumen umumnya sudah baik namun kurang teliti dalam hal
kompeksitas penentuan halal haram. (3) Faktor yang paling mempengaruhi
konsumen untuk mempertimbangkan label halal dalam memilih produk olahan
Mulyaningsih (2004), penelitiannya tentang legalitas label halal dan tingkat
kepedulian konsumen di Jakarta terhadap label halal produk olahan menghasilkan
beberapa kesimpulan. (1) Produk yang paling banyak melakukan pelanggaran
pencantuman label halal adalah produk berkode SP (80,2 persen dari produk yang
disurvei). Untuk produk pangan berkode MD dan ML masing-masing 13,4 persen
dan 41,4 persen. (2) Pengetahuan mengenai prinsip dasar kehalalan bahan pangan
cukup tinggi (70-75 %), namun pengetahuan tentang hal-hal yang meragukan
kehalalan masih rendah (20-40 % ). Hanya 4 sampai 5 persen responden yang
menyatakan label halal adalah informasi pertama kali yang dilihat pada kemasan
produk, tetapi 60 sampai 80 persen responden menyatakan tetap memperhatikan
label halal meskipun hal tersebut bukan hal yang pertama kali dibaca.
2.4 Penelitian Terdahulu tentang Diskriminan
Setyantoro (2001), meneliti tentang penerapan fungsi diskriminan bertatar
untuk mengklasifikasi kelapa hibrida gejah salak dan induknya dari karakter
morfometriknya. Dalam penelitiannya disebutkan, fungsi diskriminan linier fisher
yang dibangun oleh peubah-peubah hasil diskriminan bertatar yaitu lingkar batang
20 cm dari permukaan tanah (X1), banyak daun perpohon (X3), panjang spiklet
tengah (X9), dan lingkar tangkai bunga (X11) adalah
Y = 0,0352 X1 + 0,1411 X3 + 0,0065 X9 + 0,241 X11
Fungsi ini dengan data yang diperolah dapat mengklasifikasikan induk dan
hibrida kelapa gejah salak dengan ketepatan 100 persen. Hasil klasifikasi fungsi
diskriminan di atas sama dengan hasil klasifikasi fungsi diskriminan yang
Dari analisis diskriminan ini didapat peubah-peubah yang menjadi landasan
dalam proses identifikasi dan seleksi hibrida dan induk kelapa gajah salak.
Sehingga kedekatan karakter antara hibrid dan induk kelapa gejah salak dapat
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
3.1.1 Konsumen
Pada penelitian ini digunakan definisi konsumen menurut undang-undang
Nomer 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dalam undang-undang
tersebut konsumen didefinisikan setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3.1.2 Perilaku konsumen
Engel, Backwell dan Miniard (1995) mendefinisikan perilaku konsumen
sebagai tindakan yang terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan yang mendahuluinya dan
menyusul tindakan ini. Masih menurut Engel, Backwell dan Miniard (1995)
beberapa faktor yang berpengaruh besar terhadap keputusan pembelian adalah
faktor lingkungan, faktor perbedaan individu dan proses psikologis (Gambar 1).
1 Faktor Lingkungan
Lingkungan di sekitar konsumen sedikit banyak mempengaruhi individu
dalam melakukan kegiatan konsumsi. Produk yang tidak sesuai dengan norma di
suatu daerah akan mengalami perlawanan dari komunitas daerah tersebut. Seorang
pemasar yang baik selalu memperhatikan lingkungan di mana produknya akan
dipasarkan. Menurut Engel, Backwell dan Miniard (1995) faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah budaya, kelas sosial,
2 Faktor Perbedaan Individu
Perbedaan pada setiap individu menarik dikaji lebih jauh pada bidang
perilaku konsumen. Setiap individu mempunyai sesuatu yang unik pada dirinya
sehingga berbeda dari orang lain. Merujuk pendapat Engel, Backwell dan Miniard
(1995) faktor perbedaan individu terdiri dari sumber daya konsumen, motivasi dan
keterlibatan, pengetahuan, sikap, dan perbedaan individu dalam perilaku.
3 Proses Psikologis
Faktor terakhir yang mempengaruhi perilaku pembelian adalah kondisi
psikologis konsumen. Faktor ini dipengaruhi oleh proses pasca pembelian yang
dialami konsumen. Kemampuan mengolah informasi yang diterima, proses
pembelajaran serta perubahan sikap dan perilaku merupakan bagian dari proses
psikologis (Engel, Backwell dan Miniard 1995).
Gambar 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen. Sumber : Engel, Backwell dan Miniard (1995)
Pengaruh Lingkungan
Strategi Pemasaran
Proses Keputusan
Proses Psikologis Perbedaan
3.1.3 Karakteristik Konsumen
Karakteristik individu merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki
seseorang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan.
Karakteristik terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosio-psikologis. Untuk
mengetahui perilaku dan sikap konsumen terhadap atribut label halal, karakteristik
individu merupakan salah satu faktor yang penting. Karakter ini dapat dibangun
berdasarkan unsur-unsur demografis, perilaku, psikografis dan geografis.
Terdapat beberapa terminologi penting yang sering digunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik individu. Terminologi tersebut pada dasarnya
merupakan turunan dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
yaitu usia, ukuran keluarga, pendidikan, pekerjaan, gaya hidup, budaya, kelas
sosial & pendapatan dan agama.
1 Usia
Usia merupakan indikator umum tentang kapan suatu perubahan terjadi.
Usia menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang, sehingga terdapat
keragaman perilaku berdasarkan usia yang dimilikinya (Halim 1992).
Secara spesifik Kasali (2001) membagi usia seseorang ke dalam beberapa
kelompok berdasarkan fase pertumbuhan sebagai berikut :
• Balita, berusia 0-5 tahun
• Anak-anak, berusia 4 – 9 tahun
• Remaja, berusia 9 – 16 tahun
• Dewasa, berusia 17 – keatas.
Dalam penelitian ini yang dijadikan responden adalah mereka yang sudah
dewasa. Kasali (2001) mengungkapkan ada dua konsep dewasa, yaitu dewasa
secara seksual dan dewasa secara ekonomi. Secara seksual seseorang dikatakan
dewasa jika sudah mengalami perubahan-perubahan biologis. Secara ekonomi,
seseorang dianggap dewasa jika sudah memiliki pekerjaan. Dengan dua konsep di
atas, Kasali (2001) membagi manusia dewasa dalam beberapa kelompok yaitu :
• usia 17 – 23 tahun : masa transisi
• usia 24 – 30 tahun : masa pembentukan keluarga
• usia 31 – 40 tahun : masa peningkatan karir
• usia 41 – 50 tahun : masa kemapanan
• usia 51 – 65 tahun : masa persiapan pensiun.
2 Ukuran Keluarga
Istilah keluarga sering dikacaukan dengan rumah tangga, keluarga pada
dasarnya adalah rumah tangga yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan
darah, perkawinan dan adopsi serta tinggal bersama. Sedangkan rumah tangga
adalah semua orang baik yang berkerabat maupun tidak yang menempati satu unit
rumah (Kasali 2001).
Besar anggota keluarga berhubungan erat dengan jenis keluarga. Jenis
extended family terdiri dari kakek-nenek, paman-bibi, kemenakan, anak yang
masih mempunyai ikatan darah dan tinggal dalam satu rumah. Sebuah keluarga
yang terdiri dari ayah, ibu dan anak sering disebut keluarga inti (nuclear family)
(Kasali 2001).
Anggota keluarga menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan
jasa. Jumlah anggota keluarga juga menggambarkan potensi permintaan terhadap
produk dalam ukuran yang besar dan jumlah yang banyak, sedangkan nuclear
family melakukan sebaliknya.
3 Pendidikan
Pendidikan merupakan proses belajar yang dapat dijadikan cara untuk
mengadakan perubahan. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi nilai
yang dianut, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsi terhadap suatu masalah.
Konsumen yang mempunyai tingkat pendidikan yang baik lebih reponsif terhadap
informasi (Sumarwan 2003).
Seorang berpendidikan tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan
informasi, sehingga menggunakan lebih banyak sumber informasi dan lebih
terbuka terhadap media masa. Pendidikan yang diselesaikan responden
menentukan pendapatan dan kelas sosial seseorang. Tingkat pendidikan responden
juga mempengaruhi intelektualitas, yang pada gilirannya akan menentukan
produk-produk yang akan dibeli (Kasali 2001).
Menurut Sumarwan (2003), dalam hal pemasaran, seorang pemasar harus
memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda dan
produk apa yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pendidikan formal maupun
non formal seringkali me mpengaruhi cara pandang dan berfikir, sehingga
mempengaruhi perilakunya terhadap suatu produk.
4 Pekerjaan
Pola konsumsi seseorang bisa dipengaruhi olah jenis pekerjaan yang
dimiliki. Ini karena pendapatan utama keluarga biasanya berasal dari gaji hasil
pekerjaannya. Penghasilan biasanya berbanding lurus dengan kebutuhan dan
kebutuhan dan selera konsumsi yang berbeda dengan mereka yang bekerja di
bidang non formal.
5 Gaya Hidup
Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan
waktu (aktivitas) dan uangnya. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang,
dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang (Kasali 2001). Gaya
hidup bisa merupakan identitas kelompok, dimana setiap kelompok akan
mempunyai ciri-ciri unik tersendiri.
6 Budaya
Engel, Backwell dan Miniard, (1995) mendefinisikan budaya sebagai
seperangkat nilai, gagasan, dan simbol bermakna lainnya yang membantu individu
berkomunikasi, membuat tafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota
masyarakat. Budaya memberikan kontribusi dalam mempengaruhi tahap
pengambilan keputusan konsumen. Budaya agama yang ditanamkan sejak dini,
akan membentuk seseorang yang mempunyai pola pandang sesuai dengan
aturan-aturan, nilai atau norma yang dipercayai.
7 Pendapatan dan Kelas Sosial
Selain waktu dan perhatian, faktor yang menentukan sumber daya konsumen
dalam proses pembelian adalah faktor ekonomi. Kondisi ekonomi yang baik
berdampak pada keleluasan konsumen memilih produk. Mereka umumnya
melakukan pilihan sesuai dengan nilai-nilai yang dipercayai dan berusaha
memaksimalkan tingkat kepuasan.
Sumber daya ekonomi konsumen erat hubungannya dengan penghasilan
(income). Biasanya yang digunakan sebagai ukuran adalah penghasilan dalam
bentuk uang tunai (money income). Money income mencakup penghasilan dari
gaji, keuntungan usaha, deviden, royalty atau sumber-sumber lain yang diterima
secara tunai sebelum dipotong pajak dan potongan-potongan lainnya (Kasali
2001).
Penghasilan yang dimiliki sebuah rumah tangga, sering digunakan sebagai
dasar mengelompokan kelas sosial di masyarakat. Masyarakat dengan penghasilan
tertentu cenderung hidup dalam komunitas yang sama. Kasali (2001)
mengelompokan kelas sosial di kota besar Indonesia dalam dua pandangan yang
berbeda, yaitu pandangan sederhana dan mewah. Table 5 menyajikan dua
pandangan yang berbeda tentang kelas sosial berdasarkan pendapatan keluarga per
bulan.
Table 6 Kelas Sosial dan Penghasilan di Kota Besar Indonesia pada Tahun 2001 Penghasilan Keluarga per bulan
Kelas Pandangan mewah Pandangan sederhana A + > Rp 8 juta > Rp 2 juta
A Rp 6 – 8 juta Rp 1 -2 juta
B + Rp 4 – 6 juta Rp 0,7 – 1 juta
B Rp 0,7 – 4 juta Rp 0,3 – 0,7 juta C + Rp 0,3 – 0,7 juta Rp 0,1 – 0,3 juta C < Rp 0,3 juta < Rp 0,1 juta Sumber Kasali, tahun 2001
8. Agama
Menurut Kasali (2001) belakangan ini agama telah digunakan untuk
memasarkan berbagai macam produk. Pendekatan berdasarkan agama telah
digunakan di Indonesia untuk memasarkan makanan dan minuman (Mi Karomah,
Saksi, Tarbawi, Tasqif, dan sebagainya), jasa-jasa keuangan (perbankan dan
asuransi) dan produk-produk lainnya.
Pendekatan mengunakan simbol-simbol agama juga digunakan olah partai
politik dalam menarik masa pemilihnya. Calon presiden dari kalangan militer
lebih memilih titel haji (H) dibandingkan pangkat kemiliterannya dalam poster
atau pamflet kampayenya. Para politikus sadar sebagai negara dengan penduduk
mayoritas beragama Islam, penggunaan emosional keagamaan masih efektif untuk
dilakukan. Seseorang yang baik dalam pendirian agama, lebih memilih produk
yang secara emosional mewakili nilai-nilai agama yang diyakini.
3.1.4 Label Produk Makanan
Label bisa hanya berupa tempelan pada produk atau gambar yang
dirancang dengan baik yang merupakan kesatuan dengan kemasan (Kotler 1996).
Masih menurut Kotler (1996) label mempunyai beberapa fungsi diantaranya: (1)
label mengidentifikasikan produk atau merek, (2) label dapat menjelaskan tingkat
mutu produk, (3) label dapat menerangkan beberapa hal tentang produk ; siapa
yang membuat, di mana dibuat, kapan dibuatnya dan apa isinya.
3.1.5 Produk Halal
Produk halal menurut definisi LPPOM-MUI adalah produk yang
memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat Islam. Keputusan Menteri Agama
nomer 518 tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan
Penetapan Pangan Nasional. Pasal 1 dijelaskan bahwa pangan halal adalah pangan
yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk
dikonsumsi umat Islam dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat
3.1.6 Makanan Halal
Halal adalah sesuatu yang dengannya terurailah buhul yang
membahayakan, dan Allah memperbolehkan untuk dikerjakan. Haram adalah
sesuatu yang Allah melarang untuk dilakukan dengan larangan yang tegas, setiap
orang yang menentangnya berhadapan dengan siksaan Allah di akhirat. Bahkan
terkadang juga terancam sangsi syariah di dunia (Qardhawi 2000).
Islam tidak mengharamkan sesuatu selain makanan atau minuman yang
telah berubah menjadi khamr, baik berasal dari anggur, kurma, gandum atau
bahan-bahan lain. Islam juga mengharamkan sesuatu yang menyebabkan mabuk,
tidak berdaya, dan semua yang merusak tubuh (Qardhawi 2000). Katagori lain
adalah syubhad, hal ini berkenaan dengan status kehalalan yang tidak jelas atau
meragukan.
Ketentuan halal dan haram suatu bahan pangan berasal dari Allah SWT.
Ketentuan ini tercantum di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Pada prinsipnya semua
makanan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya.
Bahan makanan yang diharamkan dalam hukum Islam adalah bangkai,
darah, babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah. Minuman yang
diharamkan Allah adalah semua bentuk minuman beralkohol (memabukan).
Hewan yang halal akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati tercekik,
terbentur, jatuh, ditanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk
berhala (Qardhawi 2000). Sebaliknya dalam keadaan darurat, makanan yang
3.1.7 Dasar Hukum
1 Al-Qur’an
Keharusan mengkonsumsi yang halal dan meninggalkan yang haram banyak
diterangkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an antara lain :
“ Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang sholeh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui yang kamu kerjakan” (QS. Al Mu’minuun : 51).
“ Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah” (QS. Al-Baqarah 172).
“ Diharam bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelihnya, dan (diharamkan) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari itu orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-KU. Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agamamu (Islam), dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-KU, dan telah KU-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS. Al-Maaidah : 3).
2 Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Label Pangan
UU RI No 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 34 ayat 1 :
“setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama dan kepercayaan tersebut. Penjelasan ayat ini adalah, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lainnya yang dipergunakan dalam memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya”.
PP No.69 tahun 1999 tentang label halal dan iklan pangan pada pasal 10 :
pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label, (ii) Pernyataan tentang “Halal” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari label. Dan pasal 11 ; (i) Untuk mendukung kebenaran pernyataan “Halal” sebagaimana dima ksud dalam pasal 10 (1), setiap orang yang memproduksi atau memasukan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada lembaga pemeriksaan yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (ii) pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang tetapkan oleh Menteri Agama, dengan memperhatikan pertimbangan dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetensi dibidang tersebut”.
UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu pasal 7 butir b:
”bahwa pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Pasal 8 ayat 1 butir h menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “Halal” yang tercantum dalam label”.
3.1 Kerangka Operasional
Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa merupakan pasar
potensial produk makanan. Liberalisasi perdagangan dunia, menyebabkan
persaingan industri pangan semakin kuat dan terkadang kurang memperhatikan
faktor kehalalan produk. Di lain pihak, 87 persen penduduk Indonesia yang
beragama Islam merupakan hal yang harus dicermati secara serius berkaitan
dengan kehalalan produk yang dikonsumsi.
Secara umum konsumen muslim telah mempunyai pengetahuan yang baik
tentang halal halam makanan, mereka tegas terhadap pangan yang jelas
keharamannya. Realita perkembangan zaman menghadapkan konsumen muslim
pada keterbatasan dalam mengetahui halal atau tidak pangan yang dikonsumsinya.
teknologi modern dan berbagai macam bahan tambahan. Bahan-bahan tambahan
tersebut disinyalir mengandung unsur-unsur yang diharamkan syariat Islam.
Proses pengolahan produk pangan yang rumit dan penggunaan teknologi modern
menyulitkan konsumen untuk menelusuri jejak penggunaan bahan yang dicurigai
haram. Kesadaran konsumen muslim untuk tidak mengkonsumsi produk yang
haram terbentur masalah di atas.
Sumirnya bahan-bahan haram pada suatu produk makanan semisal biskuit,
banyak dimanfaatkan oleh produsen dengan dalih efisiensi biaya produksi untuk
mendapatkan keuntungan maksimal. Menurut GAPMMI (Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Indonesia) (2001) yang dirujuk oleh Apriyantono (2003),
aspirasi konsumen terhadap kehalalan produk kurang diimbangi dengan
kepedulian produsen. Dari ribuan bahkan jutaan produk, sampai saat ini yang
sudah bersertifikat halal baru sekitar 2000-an item.
Di sisi lain, keberadaan lembaga pemerintah yang mengatur regulasi label
halal dalam hal ini LPPOM MUI dirasakan belum maksimal. Hal ini bisa dilihat
dari kecilnya peningkatan jumlah sertifikat halal yang dikeluarkan olah lembaga
tersebut. Kondisi di atas tidak sepenuhnya akibat dari kinerja LPPOM-MUI yang
tidak baik. Payung hukum yang ada sekarang menyebabkan LPPOM-MUI
melakukan pekerjaannya secara ”jemput bola”. Pemeriksaan halal terhadap suatu
produk hanya dilakukan jika terdapat permintaan dari pihak perusahaan.
Masalah lain yang dihadapi berkaitan dengan label halal makanan adalah
kondisi demografis, sosial ekonomi dan pemahaman Islam masyarakat Indonesia
terhadap label halal yang berbeda. Hal tersebut ditambah kurangnya informasi
tentang label halal yang diterima masyarakat.
Penelitian ini mencoba mengidentifikasi tingkat kepentingan label halal
yang dimiliki oleh konsumen biskuit. Selanjutnya tingkat kepentingan label halal
disingkat dengan KLH. Untuk memperdalam penelitian juga dianalisis
faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat KLH responden. Untuk
melihat tingkat KLH responden didapat dengan mengetahui seberapa sering
responden tersebut mempertimbangkan atau memperhatikan label halal dalam
proses pembelian biskuit. Selanjutnya responden dikelompokan berdasarkan
tingkat KLH. Pada penelitian ini tingkat KLH responden di bagi menjadi tiga
Kelompok :
1 Kelompok Kepentingan Label Halal Rendah (KLH 0) adalah responden
yang tidak pernah memperhatikan label halal.
2 Kelompok Kepentingan Label Halal Sedang (KLH 1) adalah responden
yang kadang-kadang memperhatikan label halal.
3 Kelompok Kepentingan Label Halal Tinggi (KLH 2) adalah responden
yang sering memperhatikan label halal.
Untuk menjawab tujuan penelitian akan dilihat hubungan antara tingkat
KLH dengan faktor lingkungan dan perbedaan individu, sedangkan proses
psikologis tidak digunakan dalam penelitian ini. Faktor lingkungan dan
perbedaan individu saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara
simultan kedua faktor tersebut memberi pengaruh terhadap perilaku konsumen,
hal ini termasuk bagaimana sikap mereka terhadap label halal. Faktor lingkungan
perbulan dan budaya keislaman yang diwakili oleh hari membaca Al-Qur’an
dalam sepekan. Untuk faktor perbedaan individu terdiri atas pengetahuan label
halal, demografis yang diwakili oleh usia, jenis kelamin dan pendidikan, gaya
hidup yang diwakili oleh jam menonton televisi perhari, jam membaca perhari
dan idiologi Islam. Variabel yang berkaitan dengan kebiasaan pembelian diwakili
oleh variabel frekuensi pembelian dan loyalitas terhadap merek.
Untuk melihat karakteristik umum responden digunakan variabel dasar
demografis yaitu : jenis kelamin, jumlah keluarga, kelas sosial dan pendapatan,
pekerjaan, dan usia. Variabel-variabel tersebut dianggap cukup mewakili
karakteristik umum responden di lokasi penelitian. Alat analisis yang digunakan
untuk melihat karakteristik konsumen biskuit berdasarkan KLH adalah analisis
deskriptif dalam bentuk tabulasi sederhana.
Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen biskuit
terhadap KLH digunakan analisis diskriminan. Terdapat sebelas variabel yang
terdiri dari faktor lingkungan, perbedaan individu serta perilaku pembelian yang
dimasukan dalam analisis ini seperti yang telah disebutkan di atas. Pada analisis
diskriminan ini tidak dimasukan variabel besar keluarga dan jenis pekerjaan.
Kedua variabel tersebut dinilai tidak mempunyai logika yang kuat dalam
Gambar 2 Kerangka Berpikir Operasional Penelitian.
Perbedaan Individu :
1 Tingkat KLH Konsumen Biskuit
2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa kelurahan dalam wilayah administrasi
Kecamatan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta.
Pemilihan lokasi didasarkan kecenderungan pergeseran pemukiman penduduk
kota Jakarta ke wilayah Selatan. Jumlah penduduk yang lebih dari 200.000 jiwa
dan terdapatnya hipermarket seperti Carrefour, Giant, dan Pondok Indah Mall
membuat wilayah tersebut ideal menjadi tempat penelitian. Pada penelitian ini
hanya dua kelurahan yang dijadikan tempat pengambilan sampel, yaitu Kelurahan
Pondok Pinang dan Kelurahan Kebayoran Lama Utara.
Pemilihan dua kelurahan di atas berdasarkan pertimbangan bahwa hampir 50
persen penduduk Kecamatan Kebayoran Lama berada pada ke-dua kelurahan
tersebut. Pertimbangan lainnya adalah ke-dua kelurahan tersebut mempunyai
persentase penduduk muslim tertinggi di Kecamatan Kebayoran Lama .
Banyaknya tempat perbelanjaan seperti toserba, swalayan, pasar tradisional, mini
market bahkan mall yang ada di Kelurahan Pondok Pinang dan Kebayoran Lama
Utara menjadi pertimbangan tersendiri. Penelitian ini mengasumsikan semakin
dekat suatu wilayah dengan pusat perbelanjaan, semakin tinggi frekuensi belanja
masyarakat di wilayah tersebut. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan
Desember 2005 sampai Juni 2006.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh respon. Jenis pertanyaan yang dibuat
merupakan kombinasi pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan
dalam kuesioner berkaitan dengan faktor lingkungan, faktor perbedaan individu,
tingkat kepentingan label halal, dan perilaku responden dalam pembelian biskuit.
Pengiriman kuesioner biasanya dilakukan melalui pos, namun pada
penelitian ini penulis mendatangi rumah responden untuk membagikan kuesioner
dan mengambilnya pada hari berikut. Jika situasi memungkinkan dan responden
bersedia, maka dilakukan wawancara dalam pengisian kuesioner. Untuk
mendukung penelitian, digunakan data sekunder yang telah dipublikasikan oleh
lembaga tertentu. Data sekunder yang didapat antara lain, jumlah penduduk
Kecamatan Kebayoran Lama menurut agama dan kelurahan tahun 2004, jumlah
dan jenis pasar di Kecamatan Kebayoran Lama tahun 2004, nilai produksi biskuit
periode tahun 1998 sampai 2003 dan data lain yang mendukung penelitian ini.
Sumber data sekunder diperoleh dari Jurnal Halal dan data BPS.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan sampel menggunakan stratified random sampling
dengan memisahkan populasi yang ada dalam subpopulasi yang disebut stratum
(Nasir 2003). Kelas sosial responden digunakan sebagai stratum, kemudian
pengambilan sampel dalam setiap stratum dilakukan sacara random. Pendekatan
fisik lingkungan tempat tinggal digunakan untuk memudahkan penentuan kelas
sosial responden. Hal ini sesuai dengan kecenderungan yang terjadi di
masyarakat, bahwa penduduk kaya dan miskin cenderung bertempat tinggal di
Besarnya sampel yang diambil dalam penelitian harus menjadi pertimbangan
serius. Sampel yang terlalu besar berarti pemborosan dalam biaya dan tenaga, dan
terlalu kecil sampel dapat menjurus pada besarnya error (Nasir 2003).
Sebelum kuesioner di sebarkan ke responden, terlebih dahulu diadakan
pengumpulan data pendahuluan (pretest) dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah dibuat. Pretest dilakukan seperti mengumpulkan data yang sebenarnya,
hanya saja untuk sampel yang lebih kecil. Ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa baik item-item dalam pertanyaan cukup cocok untuk keperluan
pengumpulan data (Nasir 2003). Selain itu pretest bertujuan untuk melihat
kelemahan-kelemahan kuesioner, berupa pertanyaan yang sulit dijawab. Hasil
analisis pretest dijadikan bahan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian
dalam pembuatan daftar pertanyaan baru.
Secara pasti tidak ada jumlah sampel yang ideal pada analisis diskriminan.
Pedoman yang bersifat umum menyatakan untuk setiap variabel independen
sebaiknya ada 5 sampai 20 data (Santoso 2004). Pada penelitian ini jumlah sampel
yang diambil sebanyak 100 responden, sesuai dengan pendapat Barley dan
Chasdwick et. al (1991) yang dikutip oleh Hartari (2005) bahwa jumlah contoh
minimum untuk penelitian korelasi adalah 30 sampai 100 satuan.
Pendekatan fisik lingkungan tempat tinggal yang digunakan dalam
menentukan kelompok kelas sosial (kelas bawah, menengah dan atas) mempunyai
beberapa ciri-ciri khas yang membedakan. Lingkungan fisik untuk masyarakat
kelas bawah adalah padat, cenderung tidak teratur, tipe rumah sederhana
(umumnya berukuran kecil), jarak antara rumah sangat sempit, minimnya
masyarakat kelas menengah adalah lingkungan perumahan sudah teratur dan
tertata dengan baik, jalan utama penghubung lingkungan perumahan bisa
dimasuki kendaraan roda empat, tipe rumah 36 sampai tipe 45. Perumahan dengan
tipe 70 ke atas dan lingkungan yang tertata dengan baik merupakan ciri
masyarakat kelas atas.
Dari ciri-ciri lingkungan fisik tempat tinggal di atas, ditentukan tempat
pengambilan sampel untuk golongan atas adalah Komplek Perumahan
Departemen Luar Negeri dan Komplek Perumahan Buana, Kebayoran Lama.
Tempat pengambilan sampel untuk golongan menengah adalah Komplek Selapa
Polri dan Komplek Bina Marga Kebayoran Lama. Perkampungan yang terdapat di
Kelurahan Pondok Pinang dan Kebayoran Lama Utara menjadi tempat
pengambilan sampel golongan bawah.
4.4 Analisis Data
Analisis terhadap data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan dua
jenis alat analisis yaitu :
4.4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Data statistik yang diperoleh dari hasil sensus, survei, atau pengamatan lain
umumnya masih merupakan data acak atau mentah dan tidak terorganisir dengan
baik. Data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk
tabel atau persentase grafis. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Ukuran
penting yang sering dipakai adalah bagaimana ukuran pusat data tersebut,