• Tidak ada hasil yang ditemukan

Training on techniques and management of restoration, rehabilitation, and, agroforestry

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Training on techniques and management of restoration, rehabilitation, and, agroforestry"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

MODULE PELATIHAN

Kelembagaan

Pengelolaan SDA

Oleh : Hariadi Kartodihardjo & Didik Suharjito

13

(2)

Module 13. Aspek Kelembagaan Pengelolaan SDA

A

SPEK

K

ELEMBAGAAN

P

ENGELOLAAN

SDA

T

AHURA

S

ULTAN

T

HAHA

S

YAIFUDDIN

Kondisi TAHURA

Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifudin sejauh ini belum terdapat kepastian pihak yang bertanggungjawab penah sebagai pengelolanya. Keberadaan TAHURA yang mempunyai fungsi perlindungan terhadap pohon unggulan lokal dan satwa tersebut di sekelilingnya terdapat 9 desa termasuk 1 desa baru. Berdasarkan data statistik tahun 2004, jumlah penduduk dari 9 desa tersebut sebesar 18.243 jiwa yang sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai petani, penyadap karet dan penebang kayu.

TAHURA yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No: 94/Kpts-II/2001 tersebut seluas 15.830 Ha yang semula berstatus sebagai hutan produksi terbatas, saat ini sudah terokupasi sekitar 5.661 Ha, yang dihitung berdasarkan penafsiran citra satelit tahun 2005. Pelaku okupasi kawasan hutan TAHURA ini yaitu masyarakat baik yang tinggal di dalam, di sekitar, maupun dari luar kawasan TAHURA.

Lingkup Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan mencakup topik-topik sebagai berikut:

1. Karakteristik sumberdaya alam yang mempunyai keterkaitan dengan hubungan antar individu dan/atau kelompok masyarakat;

2. Jenis-jenis hak atas tanah dan sumberdaya alam lainnya, serta bentuk pengaturan bersama yang memungkinkan dicapainya pengelolaan sumberdaya alam secara adil dan berkelanjutan;

3. Kandungan peraturan-perundangan saat ini yang mempunyai keterkaitan dengan hak-hak atas tanah dan sumberdaya alam lainnya;

4. Lembaga-lembaga pemerintah dan pemerintah daerah yang mempunyai keterkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, khususnya TAHURA; 5. Tujuan-tujuan perorangan dan kelompok masyarakat serta kebutuhan adanya

organisasi masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Materi setiap Topik

1. Karakteristik sumberdaya alam yang mempunyai keterkaitan dengan hubungan antar individu dan/atau kelompok masyarakat;

a. Konsep berisi sumberdaya alam sebagai faktor produksi dan konservasi lingkungan;

b. Gambar keterkaitan individu/kelompok dicontohkan hubungan masyarakat hulu dan hilir yang ditunjukkan secara visual:

(3)

a. Fasilitasi proses inventarisasi oleh peserta atas hak-hak atas tanah dan sumberdaya alam (hutan) yang dikelompokkan ke dalam: hak memanfaatkan, hak mengelola, hak membatasi yang dapat ikut serta, dan hak menjual dan hak mengubah fungsi;

b. Ditetapkan bersama mana yang menjadi hak individual dan hak yang perlu diatur bersama. Ditetapkan pula siapa yang paling layak untuk melakukan pengaturan bersama, masyarakat sendiri dan/atau pemerintah (daerah);

3. Kandungan peraturan-perundangan saat ini yang mempunyai keterkaitan dengan hak-hak atas tanah dan sumberdaya alam lainnya:

a. Membahas pasal-pasal tertentu dari peraturan-perundangan. Hak dan kewajiban dibahas bersama sebagai konsekuensi adanya pasal-pasal tersebut.

b. Masalah-masalah yang dijumpai oleh masyarakat sehubungan adanya hak dan kewajiban tersebut, dikaitkan dengan kepentingan ekonomi dan perlindungan sumberdaya alam.

4. Lembaga-lembaga pemerintah dan pemerintah daerah yang mempunyai keterkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, khususnya TAHURA:

a. Penjelasan mengenai kondisi Tahura saat ini, pengelolanya, kepentingan perlindungan dan konservasinya;

b. Lembaga yang mempunyai hak mengelola dan apa yang dilakukan dalam pelaksanaan tugasnya. Ditambahkan bagaimana posisi dan kegiatan proyek ITTO.

5. Tujuan-tujuan perorangan dan kelompok masyarakat serta kebutuhan adanya organisasi masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut:

a. Fasilitasi untuk mencari pengertian bersama, apakah untuk menyatukan kepentingan ekonomi dan perlindungan sumberdaya alam dapat dilakukan sendiri-sendiri atau juga perlu adanya pengorganisasian masyarakat;

b. Organisasi masyarakat dibentuk dengan tujuan apa, bagaimana membentuknya, kapan, siapa yang memfasilitasi.

Menguatkan Kelembagaan Masyarakat Desa

Kelembagaan = pranata = tata aturan =aturan main = adat istiadat

Aturan-aturan dalam masyarakat = norma, peraturan desa, hukum adat, awig-awig, dll.

Aturan tentang apa ?

o Perkawinan, pergaulan muda-mudi, pemilikan lahan, tentang perlindungan hutan,

dll

Apakah aturan selalu tertulis ?

o ada aturan tidak tertulis, ada aturan tertulis

Untuk siapa aturan ada dalam suatu masyarakat ?

(4)

o ada aturan yang berlaku pada tingkat keluarga, kelompok, dusun, desa, dst.

Apakah aturan selalu dipatuhi ?

o ada aturan yang dipatuhi, ada aturan yang tidak dipatuhi;

o ada aturan yang dijadikan pedoman bertindak, ada aturan yang diabaikan

Bagaimana jika suatu masyarakat tidak ada aturan ?

Bagaimana jika ada aturan yang tidak dipatuhi ?

Siapa yang memelihara/ menjaga aturan agar selalu dipatuhi ?

Bagaimana menguatkan aturan yang ada atau menyusun aturan baru ?

Aturan tentang pengelolaan hutan (tahura: agroforestry, restorasi, rehabilitasi)

• Aturan tentang hak milik lahan;

• Aturan tentang hak pakai/ guna, hak tanam, hak pungut;

• Aturan tentang sewa-menyewa lahan;

• Aturan tentang waris mewarisi lahan;

• Aturan tentang hak milik hasil hutan: kayu, getah, rotan, buah, jamur, air bersih, dll;

• Aturan tentang bagi hasil.

Mengatur hubungan manusia dengan alam:

• Aturan tentang pemeliharaan pohon pelindung (pohon keramat), tumbuhan langka, kawasan lindung (terjal, mudah longsor), satwa langka, pemanfaatan tumbuhan obat

• Aturan tentang pemeliharaan lahan: pembuatan guludan, dll

Siapa yang memperoleh manfaat dari pengelolaan hutan ?

• Pengelola hutan: Laki-laki, perempuan;

• Orang tua, remaja, anak-anak;

• Orang kaya, orang kurang punya

• Warga masyarakat yang dekat hutan, yang jauh dari hutan

• Aturan (hukum) adat dan hukum negara

• Apakah ada keserasian antara hukum adat dan hukum negara, khususnya tentang (lahan) hutan ?

(5)

C. Photos

Gambar 1. Pada hari pertama, Fasilitator Ir. Budi Setiawan mengantarkan materi-materi pelatihan yang akan didiskusikan selama 3 (tiga) hari kepada para peserta

Gambar 3. Narasumber Dari Dinas Perkebunan Batang Hari berdiskusi bersama peserta pelatihan tentang budidaya karet

Gambar 4. Fasilitator, Ir. Budi Setiawan, mengajak para peserta untuk rilek, bernyanyi, di sela-sela waktu pergantian antar nara sumber

(6)

Gambar 7. Pesrta Pelatihan dan Narasumber di Calon Lokasi Rehabilitasi Gambar 5. Kepala Dinas Kehutanan Batang Hari,

Ir. Cecep Sutarman, berdiskusi bersama peserta pelatihan di Taman Hutan Raya (TAHURA) Sultan Thaha Syaifuddin

Gambar 6. Narasumber dari Dinas Perkebunan sedang menjelaskan kepada peserta pelatihan tentang penyakit tanaman karet di Desa Senami Baru

ITTO PROJECT PARTICIP

(7)

MODULE PELATIHAN

BUDIDAYA DI LAHAN

KERING

Oleh : Hamzah

12

(8)

Module 12. Budidaya Lahan Kering

BUDIDAYA LAHAN KERING

Budidaya tanaman pertanian di lahan kering perlu memperhatikan aspek ketersediaan air bagi tanaman, agar tanaman dapat tumbuh dan memberikan hasil yang baik. Oleh karena penyediaan air bagi tanaman di lahan berkaitan berkaitan langsung dengan turunnya hujan maka penanaman perlu menyesuaikan dengan waktu datangnya hujan. Untuk itu penanaman pada lahan kering umumnya dilakukan pada awal, pertengahan maupun akhir musim hujan.

Untuk mendapatkan hasil yang baik, selain menyesuaikan waktu tanam dengan musim hujan, budidaya tanaman di lahan kering dapat pula dilakukan dengan mengatur/menyusun pertanaman agar dapat memanfaatkan air maupun faktor tumbuh lainnya dengan baik. Ada tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi untuk dapat tumbuh dan memberikan hasil yang baik, tetapi ada pula jenis tanaman lain membutuhkan intensitas yang yang lebih rendah. Jenis tanaman tertentu dapat menjadi penyuplai unsur hara tertentu bagi tanaman lain sedangkan jenis tanaman lain rakus unsur hara.

Air hujan selain dapat menyediakan kebutuhan tanaman akan air, dapat pula berpengaruh negatif terhadap tanaman maupun lahan yang terbuka karena dapat menyebabkan terjadinya erosi. Erosi menyebabkan terangkutnya unsur hara tanaman ke tempat yang lebih rendah sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah. Pada lahan yang memiliki kemiringan tinggi resiko erosi sangat besar. Dengan demikian hujan yang turun perlu pula diupayakan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lahan maupun tanaman.

Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan di atas maka budidaya di lahan kering diantaranya dapat dilakukan dengan mengatur pola tanam, melaksanakan pertanaman secara tumpang gilir dan melaksanakan teknik budidaya konservasi. Ketiga cara tersebut dapat dilakukan secara tersendiri maupun dilakukan secara bersamaan.

1. Pengaturan Pola Tanam

Pola tanam merupakan tata urutan jenis tanaman yang diusahakan dalam waktu satu tahun. Tanaman yang membutuhkan air lebih banyak dan berakar dangkal ditanam pada saat musim hujan, sedangakan jenis tanaman yang membutuhkan air relatif sedikit sedikit dapat ditanam pada akhir musim hujan. Tanaman tertentu yang relatif tahan terhadap kekeringan dapat ditanam pada musim kemarau. Sebagai contoh, salah satu pola tanam dapat dilakukan seperti pola tanam pada Gambar 1.

Padi / Jagung Kacang Tanah/K. Hijau/Kedelai Tanaman Sayur-sayuran

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES

(9)

2. Sistem Tumpang Gilir (Multiple Cropping)

Sistem tanam tumpang gilir merupakan kegiatan penanaman satu atau lebih jenis tanaman dalam waktu satu tahun pada lahan yang sama. Ada beberapa bentuk dari sistem tumpang gilir.

a. Tanaman campuran b. Tanaman beruntun c. Tumpang sari seumur d. Tumpangsari beda umur e. Tanaman sela.

a. Tanaman campuran merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih yang berumur relatif sama pada lahan yang sama. Pada cara ini setiap jenis maupun individu tanaman ditanam secara acak tanpa ada jarak yang teratur. Cara ini merupakan sistem tumpang gilir paling tua karena tidak ada pengaturan tanaman pada lahan. Pada cara ini terdapat beberapa kelemahan seperti susah melakukan pemeliharaan maupun panen. Tanaman campuran dapat berupa campuran tanaman jagung, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau.

b. Tanaman beruntun merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih secara berurutan pada lahan yang sama. Pada cara ini jenis tanaman ke dua dan seterusnya ditanam setelah jenis tanaman sebelumnya dipanen. Contoh tanaman beruntun seperti : jagung – kacang tanah – kacang hijau.

c. Tumpangsari seumur merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih yang berumur relatif sama dengan setiap jenis tanaman membentuk barisan yang lurus, pada lahan yang sama. Kombinasi jenis tanaman diupayakan yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain, atau setidaknya tidak merugikan salah jenis. Tumpang sari ini yang paling populer adalah antara jagung dengan kacang tanah/kedelai/kacang hijau atay padi dengan jagung. Tumpang sari ini merupakan cara tanam yang paling banyak dipilih dapat memberikan hasil yang lebih baik.

d. Tumpangsari beda umur merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih yang berumur tidak sama dengan setiap jenis tanaman membentuk barisan yang lurus, pada lahan yang sama. Contoh yang paling banyak dijumpai adalah antara ubi kayu dengan jagung atau ubi kayu dengan padi.

e. Tanaman sela merupakan penanaman tanaman pangan/palawija di sela tanaman tahunan. Misalnya tanaman padi/kacang-kacangan di antara barisan tanaman karet. Cara ini biasa dilakukan untuk mendapatkan hasil dari tanaman pangan sebelum karet menjadi rimbun.

Pertanaman secara tumpang gilir ini dapat memberikan banyak manfaat bagi petani

Manfaat tersebut dapat berupa :

1. Mengurangi resiko kegagalan tanaman.

2. Terdapat distribusi lapangan pekerjaan sepanjang tahun.

3. Dapat menyediakan makanan beragam sehingga dapat meningkatkan gizi masyarakat.

4. Meningkatkan hasil tanaman per satuan luas, yang dapat dihitung dengan nisbah kesetaraan tanah.

(10)

3. Sistem Budidaya Lorong (Alley Cropping)

Budidaya lorong adalah budidaya tanaman pangan atau hortikultura pada lorong yang terdapat di antara dua guludan/teras. Umumnya cara ini digunakan pada kondisi lahan miring, namun pada lahan datar dapat juga dilaksanakan terutam pada tempat-tempat yang ketersediaan pupuknya terbatas. Budidaya ini dilalukan dilakukan terlebih dahulu dengan membuat teras/guludan dengan jarak tertentu sesuai dengan kemiringan dan kontur tanah. Semakin tinggi kemiringan tanam semakin dekat jarat antar teras/guludan.

Bentuk-bentuk teras pada budidaya lorong dapat dibedakan menjadi teras datar (untuk kemirngan 0 – 4 %), teras guludan (kemirangan 5 – 7 %), teras kredit (8 – 10%) dan teras bangku untuk lahan curam. Guludan dibuat pada ketinggian yang sama pada lahan dengan mengikuti garis kontur. Penentuan garis kontus secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan bingkai A.

Pada bagian atas teras dibuat saluran air selebar 30 cm dengan kedalaman 30 cm. Saluran ini berfungsi untuk menahan dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Saluran dan teras yang dibuat berfungsi memperpendek lereng dan mencegah terjadinya erosi. Pada teras/guludan ditanam tanaman penguat teras sekaligus sebagai penghasil bahan organik untuk menyuburkan tanaman. Tanaman penguat teras ini biasanya Flamengia congesta. Tanaman ini menghasilkan banyak daun yang cepat terurai setelah jatuh ke tanah.

Bentuk-bentuk lorong, guludan dan saluranb air dapat dilihat pada Gambar 1.

Guludan

Lorong

(11)

MODULE PELATIHAN

BUDIDAYA TANAMAN

KARET

Oleh : Ulfah J. Siregar

11

ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE

(12)

Module 11. Budidaya Tanaman Karet

Klon-klon Karet

Klon adalah keturunan yang diperoleh dengan cara perbanyakan vegetatif suatu tanaman, sehingga dari tanaman tersebut memiliki ciri-ciri yang sama atau mirip induknya. Klon-klon ini dapat diperoleh dengan teknik okulasi, cangkok dan sambungan. Dewasa ini, klon-klon karet yang dibudidayakan di balai-balai penelitian untuk digunakan sebagai bibit dalam budidaya karet antara lain; GT 1, AVROS 2037, PR228, PR 255, PR 300, PR 303, dan RRIM 600.

Pengenalan terhadap ciri-ciri klon dapat menjamin mutu tanaman karet unggul yang akan dibudidayakan, terutama klon yang dilakukan pada perkebunan-perkebunan karet rakyat.

Ciri-ciri salah satu klon karet (GT 1) adalah sebagai berikut:

Batang : Agak jagur, tegak sampai agak bengkok-bengkok, silindris sampai agak pipih.

Kulit batang

: Coklat tua sampai kehitam-hitaman, celah-celah berupa jala dan sempit, lentisel sedikit dan halus.

Mata : Letaknya rata, bekas tangkai daun agak besar dan berbonggol Payung : Bentuk kerucut terpotong, agak besar dan tertutup, tangkai daun

agak jarang atau sedang, jarak antar paying agak dekat sampai sedang

Tangkai daun

: Bentuk agak cembung dan hamper berbentuk huruf S, agak lurus dan agak pendek, arahnya mendatar sampai agak terkulai, kaki tangkai daun agak besar dan bagian atasnya agak rata.

Anak tangkai daun

: Bentuknya lengkung, pendek, arahnya terjungkat (ke atas), membentuk sudut sempit (<600)

Helai daun : Warna hijau tua agak mengkilat, agak kaku, bentuknya elips, panjang 2x lebar, pinggir daun rata, ujung daun agak lebar dan tepinya agak melengkung.

Warna lateks

: Putih

Persiapan Lahan

Dewasa ini dalam budidaya karet dikenal beberapa istilah teknik yang berhubungan dengan pembukaan lahan yang perlu diketahui, yaitu:

a. New planting (bukaan baru), yaitu penanaman karet dilakukan pada lahan atau areal yang sebelumnya tidak diusahakan ada tanaman karet. Bukaan baru dilaksanakan pada tanah hutan, lading, dsb.

b. Replanting (bukaan ulang), yaitu penanaman karet dilakukan pada lahan yang sebelumnya telah ditanami tanaman karet.

c. Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis tanaman keras/perkebunan lain. Misalnya kopi kemudian diganti karet.

(13)

a. Penanaman menurut kontur

b. Pembuatan teras dengan lebar berkisar antara 1,5-2,5 m.

c. Penanaman tanaman penutup tanah yang penting untuk mencegah erosi

Sumber : Setyamidjaja, D. (1993)

Pengajiran

Pengajiran dilakukan setelah penentuan jarak tanam dan penentuan kerapatan tanaman. Tujuan pengajiran adalah untuk memperoleh barisan tanaman yang teratur sesuai dengan jarak tanam dan hubungan antar tanaman. Barisan-baisan karet yang dapat dibentuk ada dua macam, yaitu:

- barisan lurus, yaitu pada lahan-lahan yang datar atau agak miring, dan - barisan kontur pada lahan yang bergelombang

sedangkan pada lahan yang datar dan agak miring dapat dipakai bentuk bujur sangkar, segitiga sama sisi, atau hubungan jalan.

Sumber : Setyamidjaja, D. (1993)

Jarak Tanam

(14)

Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam sebaiknya dibuat sekitar 2-6 bulan sebelum saaat tanam tiba. Ukuran lubang yang umum digunakan adalah 60 c x 60 cm x 60 cm atau 80 cm x 80 cm 80 cm.

Penanaman Tanaman Penutup Tanah

Faedah dari tanaman penutup tanah jenis leguminosae pada tanaman karet adalah:

a. melindungi permukaan tanah terhadap erosi;

b. melindungi permukaan tanah dengan mengurangi jatuhnya sinar matahari yang dapat mempercepat terjadinya penguapan air pada permukaan tanah;

c. menolong menyimpan air dalam tanah untuk keperluan tanaman karet;

d. menyuburkan tanah dengan lapukan bahan organik dan fiksasi Nitrogen bebas dari udara;

e. menekan pertumbuhan gulma; dan

f. memperbaiki pertumbuhan tanaman pokok, memperlama masa peremajaan, meningkatkan hasil dan pertumbuhan kulit yang lebih baik.

Penanaman Karet dan Pemeliharaan

Dua minggu sebelum penanaman dilaksanakan, lubang tanam ditutup kembali dengan tanah galian yang terdapat di kanan-kiri lubang. Untuk memperbaiki kesuburan tanah, lubang tanam perlu dipupuk dengan pupuk dasar berupa pupuk TSP sebanyak 100 g atau pupuk Rock Phosphate sebanyak 113 g/lubang.

(15)

Cara menanam bibit karet adalah sebagai berikut:

a. Pada ajir buatlah lubang sebesar ukuran polibag

b. Lepaskan polibag dari bibit secara perlahandan hati-hati dengan mengeratnya pakai pisau. Tanamlah bibit pada lubang yang telah dibuat.

c. Timbun dan padatkan tanah di sekitar bibit agar bibit berdiri kokoh dan tegak. d. Tutuplah tanah sekitar bibit dengan mulsa.

Sumber : Setyamidjaja, D. (1993)

Pemeliharaan tanaman merupakan pekerjaan yang penting, karena hal ini menentukan keberhasilan pertanaman karet di kemudian hari. Pemeliharaan pemangkasan dilakukan dengan cara memotong tunas yang tumbuh rendah dan dapat dilakukan dengan tangan. Sedangkan pada tunas yang telah tak terjangkau dengan tangan, harus menggunakan galah berpisau. Cabang-cabang yang berada pada ketinggian di atas 3 meter tidak perlu dipangkas, agar terbentuk mahkota yang baik. Pemeliharaan tanaman karet lainnya yang penting adalah:

a. Pengendalian gulma, biasanya menggunakan teknik penyiangan bersih sepanjang barisan tanaman dengan jarak 1-2 m kanan-kiri barisan. Tanah yang terletak diantara siangan bersih biasanya dibiarkan tertutup dengan tanaman legum atau rumput-rumpt yang tidak berbahaya.

(16)

a. sampai batas kayu berkeliling batang dengan jarak 20 cm. Dua sampai tiga minggu kemudian tunas-tunas baru akan tumbuh.

b. Pemupukan, bertujuan untuk memperoleh tanaman yang tumbuh subur, cepat, dan sehat.

c. Penyulaman, yaitu menganti tanaman yang jelek, dan mati, atau tidak dapat tumbuh normal, dengan tanaman yang lebih baik. Penyulaman dilakukan pada tanaman sebelum umur 4 tahun. Bahan sulaman dapat menggunakan bibit atau stum tinggi. Untuk keperluan penyulaman biasanya disediakan bibit sulaman sebanyak 5% dari jumlah tanaman ybs.

d. Pengukuran lilit batang, untuk mengetahui pertumbuhan tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang menyerang tanaman karet cukup banyak, terutama famili mamalia, insecta, dan molusca. Hama mamalia antara lain, berbagai jenis kera, babi hutan, dan rusa. Pengendaliannya adalah dengan memasang pagar sekurang-kurangnya setinggi 1,5 m, memburunya atau menggunakan bahan pencegah seperti flinkote, cat berwarna, dsb. Hama insecta adalah rayap. Pengendalian rayap cukup sulit, yaitu dengan cara membongkar sarangnya, menutup kayu yang luka atau mengumpannya dengan serbuk gergaji yang diberi racun. Bila telah menyeang tanaman, pengendalian atau pemberantasannya dengan penyemprotan menggunakan jenis insektisida; Aldrex-2 dengan konsentrasi 0,05%, Dialdrex-15 dengan konsentrasi 0,025%, Heptachlor 2E dengan konsentrasi 0,1% atau Chlordane-40 dengan konsentrasi 0,1%. Hama yang disebabkan oleh siput biasanya menyerang tanaman muda.

Penyakit yang menyerang tanaman karet jauh lebih banyak jenisnya sehingga menyebabkan kerusakan yang berat. Penyakit-penyakit tersebut dapat digolongkan sebagai penyakit akar,batang/bidang sadap, cabang dan daun serta buah. Umumnya sumber dan penyebab penyakit tersebut adalah cendawan dan jamur. Serangan biasanya mulai tampak pada pertanaman menjelang umur dua tahun sejak pananaman, dan sering berjangkit sampai umur 4-5 tahun. Makin tua tanaman umumnya makin tahan terhadap serangan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

(17)

MODULE PELATIHAN

PENANAMAN

DURIAN

Sumber : Setiadi (2005)

Oleh : Ulfah J. Siregar

10

(18)

Module 10. Penanaman Durian

Memilih dan Merawat Bibit Durian Unggul

Saat ini Durian unggul sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan agar kita bisa terus menerus menikmati durian unggul setiap musim tiba adalah dengan menanamnya sendiri. Keunggulan bibit dapat dilihat dari ciri fisiknya. Sebagai contoh, ciri-ciri beberapa durian unggul adalah sebagai berikut.

Sumber : Setiadi (2005)

(19)

Diisi dengan media baru

Bibt ditanam ditengah polibag

Sumber : Setiadi (2005)

Untuk menghindarkan bibit dari berbagai gangguan seperti hama dan penyakit, angin keras, hujan lebat, dan sengatan matahari, bibit harus disimpan di tempat yang teduh, tetapi tetap kena sinar matahari dengan intensitas 30-50%. Akan lebih baik bila perlu dibuat bedeng sementara.

Sumber : Setiadi (2005)

Bedeng tersebut diberi atap plastik berwarna hijau atau dari anyaman bambu. Bibit diletakkan jauh dari permukaan tanah, misalnya, di atas rak. Maksudnya, agar bibit tidak terpecik air dari tanah saat dilakukan penyiraman atau saat hujan lebat. Karena air tanah sering menjadi pembawa bibit penyakit.

(20)

Penyiraman dilakukan secara teratur dan tidak berlebihan agar tanah dalam polibag tidak becek.

Kita juga perlu menyemprot bibit dengan fungisida. Gunakan salah satu merek dan sesuai dengan dosis aturan pakai pada kemasan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan setiap kali sehabis hujan atau pada saat keadaan lembab, karena pada keadaan tersebut pertumbuhan cendawan sangat cepat. Pada saat lembab, penyemprotan cukup dilakukan 1-2 kali seminggu.

Pemupukan yang umum diberikan adalah pupuk NPK satu sendok makan dilarutkan dalam 10 ltr air, lalu disiramkan ke dalam polibag yang berisi bibit durian. Cara lain adalah dengan menyemprotkan pupuk daun yang mengandung NPK. Pemberian pupuk daun dan pupuk NPK bisa dilakukan berseling setiap minggu. Sedangkan jadwal pemupukan sebulan sekali.

Penanaman bibit sebaiknya dilakukan 5-6 bulan setelah penggantian pot. Penanaman paling cepat bisa dilakukan 3 bulan setelah penggantian polibag. Namun bila polibag tidak diganti, sebulan setelah perawatan bibit dapat ditanam.

Persiapan Lahan

Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan pemilihan dan persiapan lahan tanam. Lahan calon kebun durian paling tidak harus memenuhi syarat seprti di bawah ini:

a. Suplai air harus cukup

b. Terhindar dari banjir dan air menggenang

c. Mempunyai saluran irigasi yang baik, bila tidak ada mesti dibuatkan d. Kondisi tanah datar dan bila miring perlu dibuatkan terasering e. Ketinggian lahan 0-600 mdpl

f. Lapisan tanahnya mudah ditembus akar dengan pH tanah optimal 6,5

Pembuatan Lubang Tanam

Penggalian lubang tanam dilakukan semingu atau dua minggu sebelum waktu tanam. Hal penting yang dilakukan setelah penggalian adalah memupuk tanah galian. Bila yang ditanam adalah bibit, maka campuran pupuk yang digunakan adalah tanah, pasir dan humus atau pupuk organik dengan perbandingan 3:2:1. sedangkan bila yang ditanam adalah bibit yang terlalu lama di pembibitan, maka campuran yang digunakan adalah tanah, pasir, dan bahan organik dengan perbandingan 2:1:1. Pemberian pupuk tambahan biasanya mengguakan 125 g Urea, 1000 g TSP dan 125 g KCl.

(21)

Pengaturan Jarak Tanam

Jarak tanam tanaman durian bisa ditentukan sebagai berikut:

a. Durian petruk 10 (12) m x 10 (12) m b. Durian sunan 10 (12) m x 10 (12) m c. Durian sukun 6 (8) m x 6 (8) m d. Durian sitokong 8 (10) m x 8 (10) m e. Durian bangkok 6m x 6 m

Secara umum, menentukan jarak tanam harus memperhatikan berbagai hal. Ini dimaksudkan supaya tanaman durian bisa mendapatkan sinar matahari langsung dan penuh; cabang durian tidak saling bersinggungan atau menaungi, dan bisa tumbuh maksimal mendatar.

Sistem penanaman tergantung pada kondisi lahannya. Sistem penanaman yang dapat digunakan adalah sistem bujur sangkar, persegi panjang, segitiga sama sisi dan sistem teras.

Sumber : Setiadi (2005)

Penanaman di Lapangan

Tanaman muda dikeluarkan dari polibag atau keranjang pembibitan. Jangan sampai perakarannya rusak. Supaya aman, cara penanaman dapat dilakukan sesuai gambar di bawah ini. Naungan juga membantu bibit agar tumbuh lebih baik dan optimal. Selain naungan, kita perlu memberi lapisan tanah di sekitar tanaman dengan jerami kering, supaya kelembabannya tetap stabil dan tidak ada gulma yang mengganggu.

Guludan dibuat berukuran kurang lebih sepanjang tajuk ditambah 50-100 cm. Sedangkan saluran air/tempat lalu lalang pekerja selebar 50-100 cm.

(22)

Sumber : Setiadi (2005)

Pemupukan

Berikut ini adalah jadwal pemupukan tanaman durian

(23)

Langkah pertama pemupukan di daerah dengan curah hujan tinggi adalah pemberian pupuk dasar, berupa kompos, tepung tulang, atau pupuk kandang. Tiap lubang diberi dua kaleng bekas minyak tanah pupuk kandang dan 1-2 kg tepung tulang.

Sumber : Setiadi (2005)

Pembentukan tanaman dapat dilakukan dengan cara memangkas. Agar tanaman tumbuh ke samping dan tidak tinggi untuk kemudahan dalam pemanenan buah, maka bagian pucuk tanaman dipangkas dan dilakukan perawatan pertumbuhan cabang. Pemangkasan bagian lain diperlukan sesuai dengan bentuk tanaman yang kita inginkan. Cabang yang boleh dipangakas adalah yang kurang produktif, seperti rusak, tua, tumbuh ke arah dalam tajuk, atau tumbuh malang melintang. Pemangkasan tunas dahan dan ranting diperlukan dengan maksud penjarangan, sehingga tanaman tidak terlalu rimbun.

Sumber : Setiadi (2005)

DAFTAR PUSTAKA

(24)

MODULE PELATIHAN

AGROFORESTRI

Oleh : Nurheni Wijayanto

9

ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE

(25)

Module 9. Agroforestri

Pendahuluan

Agroforestri adalah suatu perpaduan antara usaha pertanian dengan usaha kehutanan. Jelasnya, mengusahakan tanaman keras yang menghasilkan kayu, buah, getah dan sebagainya di lahan pertanian; yang biasanya ditanami dengan tanaman penghasil pangan, seperti jagung, umbi-umbian, sayuran, palawija dan sebagainya.

Seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk, kebutuhan akan adanya peningkatan produksi pangan pun meningkat. Konversi hutan menjadi lahan pertanian pangan juga semakin luas, sehingga mengakibatkan semakin menurunnya luas hutan yang ada.

Secara umum fungsi agroforestri adalah:

1. Suplai kayu bangunan, kayu bakar, dan pakan ternak. 2. Penggunaan lahan secara optimal.

3. Pemanfaatan energi matahari dalam luasan yang maksimal.

4. Mencegah aliran air permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi. 5. Pemanfaatan sumberdaya air dan hara lebih efisien.

Adapun keuntungan bagi masyarakat adalah:

1. Kayu bangunan yang tersedia dapat memperbaiki dan meningkatkan standar perumahan.

2. Kayu bakar yang dihasilkan dapat menjaga keamanan energi rumah tangga. 3. Bahan pangan dan pakan ternak, dapat memberikan keamanan pangan dan

pakan.

4. Konservasi tanah dan air, dapat mencegah erosi, pemeliharaan dan pemulihan produktivitas lahan.

5. Bahan baku industri, menjamin ketersediaan bahan baku industri dan perkakas. 6. Hasil bumi untuk perdagangan, dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. 7. Diversifikasi perekonomian desa, dapat memuculkan adanya diversifikasi

pekerjaan.

Tujuan agroforestri adalah:

1. Penghutanan kembali.

2. Penyediaan sumber makanan dan pakan ternak. 3. Penyediaan kayu bangunan dan kayu bakar. 4. Pencegahan migrasi penduduk ke kota. 5. Mengurangi pemanasan bumi.

Pengertian agroforestri seyogyanya menitikberatkan pada dua karakter pokok yang umum dipakai pada seluruh bentuk agroforestri. Karakter ini yang membedakannya dengan sistem penggunaan lahan lainnya; yaitu:

1. Adanya pengkombinasian yang terencana /disengaja dalam satu bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara bersamaan (pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu). 2. Ada interaksi ekologis dan/atau ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau

(26)

Beberapa ciri penting agroforestri:

1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. selalu memiliki dua macam produk atau lebih, misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan tempat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan sisa panen.

7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

Ruang Lingkup dan Klasifikasi Agroforestri

Sistem-sistem agroforestri mencakup selang variasi yang cukup luas dan dapat diklasifikasikan berdasarkan atas kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Dasar struktural, menyangkut komposisi komponen-komponen, seperti sistem-sistem agrisilvikultur, sislvopastur, dan agrisilvikultur.

2. Dasar fungsional, menyangkut fungsi utama atau peranan dari sistem, terutama komponen kayu-kayuan.

3. Dasar sosial-ekonomi, menyangkut tingkat masukan dalam pengelolaan (masukan rendah, masukan tinggi) atau intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan-tujuan usaha (subsisten, komersial, intermediet).

4. Dasar ekologi, menyangkut kondisi-kondisi lingkungan dan kecocokan ekologi dan sistem.

Beberapa cara lain untuk menggolongkan sistem-sistem agroforestri sebagai berikut:

1. Berdasarkan komponen-komponennya (gabungan antara pohon, tanaman pangan, padang penggembalaan dan komponen-komponen lainnya).

2. Berdasarkan fungsi pepohonan (apakah pepohonan digunakan untuk produksi atau untuk konsevasi?).

3. Berdasarkan lamanya (apakah sistem itu hanya sementara atau telah terbentuk secara tetap?).

(27)

Sistem Agroforestri di Indonesia

Sistem-sistem agroforestri tradisional dapat ditemui di seluruh Indonesia. Contohnya antara lain, sistem-sistem kebun-talun dan pekarangan di Jawa serta kebun-kebun berstrata banyak di Sumatera. Sistem-sistem agroforestri yang diintroduksi juga umum terdapat di banyak daerah. Sistem ini seringkali dipadukan dalam program-program pengembangan hutan pada lahan hutan, di samping diterapkan pada lahan-lahan pertanian milik perorangan.

a. Sistem Pekarangan

Sistem ini merupakan campuran antara tanaman tahunan, tanaman umur panjang, dan ternak (termasuk sapi) di pekarangan sekitar rumah. Berupa sistem terpadu dengan batas-batas jelas yang memenuhi fungsi-fungsi ekonomis, biofisik, dan sosial-budaya. Sistem pekarangan berasal dari daerah Jawa Tengah dan menyebar ke Jawa barat dan Jawa Timur pada pertengahan abad ke delapan belas.

Pada umumnya suatu pekarangan mempunyai struktur yang sama dari tahun ke tahun, walaupun mugkin ada sedikit variasi musiman. Dua lapisan yang paling rendah (sampai ketinggian 2 meter) didominasi oleh umbi-umbian, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbuan. Ubi kayu dan ganyong merupakan tanaman yang paling umum di pekarangan.

Lapisan berikutnya (dari dua sampai lima meter) didominasi oleh pisang, pepaya, dan pohon buah-buahan yang lain. Lapisan lima sampai sepuluh meter didominasi oleh tanaman buah-buahan dan tanaman perdagangan, seperti cengkeh. Sedangkan lapisan tertinggi, yang lebih tinggi dari sepuluh meter, didominasi oleh kelapa dan pohon-pohonan lainnya, antara lain sengon, sebagai kayu bangunan dan kayu bakar.

b. Sistem Kebun-Talun

Sistem kebun talun biasanya terdiri dari tiga tahap: kebun, kebun-campuran, dan talun. Tahap pertama, kebun, terjadi apabila petani membuka hutan dan mulai menanam tanaman tahunan. Tanaman-tanaman ini biasanya dikonsumsi sendiri oleh keluarga petani, dan hanya sebagian dijual sebagai sumber penghasilan. Pada tahap kebun ini, terdapat tiga lapisan mendatar tanaman tahunan yang mendominasi; yaitu (1) lapisan terendah terdiri atas tanaman merambat yang menutupi tanah dan hidup di bawah ketinggian 30 cm; (2) lapisan dari 30 cm sampai 1 m, diisi oleh sayur-mayur, dan (3) bagian atas lapisan yang diisi oleh jagung tembakau, ubi kayu, dan tanaman-tanaman leguminosa merambat yang diberi pendukung batang bambu.

Setelah dua tahun, anakan pohon mulai tumbuh, dan secara bertahap mengurang tempat untuk tanaman tahunan. Kebun secara bertahap berubah menjadi kebun campuran, dimana tanaman tahunan tumbuh di antara tanaman umur panjang yang belum dewasa. Nilai ekonomis kebun campuran tidaklah setinggi kebun, tetapi nilai biofisiknya meningkat. Sifat kebun campuran dengan beranekararagam jenis tanaman di dalamnya, juga meningkatkan konservasi tanah dan air. Dalam sistem talun, erosi yang sangat sedikit karena semak dan guguran daun melimpah. Jika semak-semak dan guguran daun dikurangi, erosi akan meningkat secara nyata.

(28)

Setelah memanen tanaman tahunan di kebun campuran, lahannya mungkin ditinggalkan selama dua sampai tiga tahun, sampai didominasi oleh tanaman umur panjang. Tahapan ini dikenal sebagai talun dan merupakan puncak perkembangan sistem kebun talun.

Talun didominasi oleh campuran pohon-pohon umur panjang dan bambu, dan membentuk tiga lapisan tegak. Pada tahapan ini kebun diperlihatkan dengan berbagai bentuk seperti kebun kayu (untuk bahan bangunan dan kayu bakar), kebun bambu, dan kebun campuran tanaman umur panjang.

c. Sistem Tiga Strata

Sistem tiga strata adalah metode penanaman dan pemanenan rerumputan, tanaman leguminosa, semak, dan pepohonan sedemiian rupa sehingga pakan ternak tersedia sepajang tahun. Sistem ini dikembangkan oleh petani di Bali. Lapisan pertama, yang terdiri dari rerumputan dan tanaman leguminosa, dimaksudkan untuk menghasilkan pakan pada awal musim penghujan. Lapisan kedua, yang terdiri dari semak-semak, dimaksudkan untuk menghasilkan pakan pada pertengahan dan akhir musim penghujan. Lapisan ketiga yang terdiri dari pepohonan, dimaksudkan untuk menyediakan pakan pada musim kemarau.

Sistem tiga strata membagi suatu lahan menjadi tiga bagian: inti, selimut, dan batas. Inti dipelihara untk produksi pangan. Areal dibagi menjadi beberapa bagian, dan masing-masing bagian ditanami dengan beberapa jenis rumput dan leguminosa. Pohon-pohon penghasil pakan ternak ditanam di sekitar batas dengan jarak 2 pohon setiap 5 m. Di antara pohon-pohon ini lamtoro atau gamal ditanam sebagai semak dengan jarak tanam 10 cm.

d. Budidaya Lorong

Teknologi ini terdiri dari penanaman larikan pada garis-garis kontur dengan jenis-jenis leguminosa. Sebelum tahun 1986, jenis-jenis tanaman utama yang ditanam adalah lamtoro gung. Tetapi setelah terjadi serangan hama kutu-loncat, tanaman yang digunakan adalah gamal dan kaliandra merah. Larikan-larikan dimaksudkan untuk memperbaiki konservasi tanah dan air. Di antara larikan-larikan ditanami tanaman semusim, tanaman umur panjang, dan rerumputan. Teknologi ini telah dikembangkan sejak tahun 80-an dalam program-program pertanian lahan kering di daerah Nusa Tenggara.

e. Sistem Berladang Berpindah

Sistem berladang berpindah (sering juga disebut sistem tebas/tebang-bakar) dipraktikkan secara meluas di hampir semua pulau di Indonesia, kecuali pulau Jawa. Sistem berladang berpindah mencakup aneka tindakan yang dilakukan di banyak lingkungan yang berbeda dalam keadaan yang berbeda pula.

(29)

yang panjang. Daur pertanian berladang berpindah ini makin lama makin pendek , karena faktor pasar, teknologi, dan tekanan penduduk.

f. Sistem Bera yang Disempurnakan

Teknologi bera yang disempurnakan merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan kebiasaan-kebiasaan berladang berpindah yang merusak, dan mengembangkan sistem pertanian lahan kering yang berkelanjutan. Lahan-lahan yang ditinggalkan ditanami dengan tanaman penutup tanah yang tumbuh cepat, seperti Pueraria javanica, untuk memulihkan kesuburan tanah dan sebagai tanaman perdagangan berumur panjang. Tanaman pangan dapat ditanam lagi setelah 3-4 tahun, suatu masa bera yang jauh lebih singkat dibandingkan secara tradisional. Pola tanam yang diperbaharui ini akan menghasilkan padi dan ubi kayu dalam waktu yang singkat, jahe dan kacang-tanah dalam masa pendek, serta melinjo dalam jangka panjang.

g. Sistem Kebun Wanatani Berstrata Banyak di Sumbar

Ciri utama sistem ini adalah suatu keterpaduan yang intensif antara jenis-jenis tanaman hutan dan tanaman-tanaman perdagangan; dengan membentuk suatu sistem yang mirip hutan dengan strata berlapis-lapis. Hubungan yang erat antara berbagai jenis tanaman membuahkan hasil untuk kebutuhan petani sendiri maupun untuk dijual, termasuk melengkapi produksi padi.

Tanaman tahunan: cabai, terong, jagung, kacang-kacangan, mentimun. Pepohonan: durian, bayur, suren, kayu manis, pala, dan kopi robusta.

h. Wanatani Damar Mata Kucing di Krui

Damar mata kucing adalah getah dari pohon meranti (Shorea javanica) yang dihasilkan di hutan buatan di Krui, Lampung. Getah damar tersebut merupakan hasil sadapan yang dapat dijual sepanjang tahun. Pohon-pohon damar ini mendominasi ekosistem. Produk-produk lain adalah buah-buahan, sayur-mayur, dan berbagai produk hortikultura yang lain, seperti langsat, duku, nangka, lengkeng, durian, aren, kopi, cengkeh, bambu, dan rotan.

i. Tumpangsari

Teknologi ini adalah cara terpenting untuk membuat tanaman-tanaman hutan di Jawa. Tumpangsari berarti menduduki lahan hutan atau turut memanfaatkan lahan hutan untuk sementara waktu. Selain tanaman hutan, tumbuhan yang ditanam di antara tanaman hutan muda adalah tanaman pertanian. Keunggulan tumpangsari disebabkan oleh penekanan pertumbuhan alang-alang pada tanaman sela, karena dengan pemeliharaan secara teratur oleh petani. Selain itu, tumpangsari memberi kesempatan kerja kepada para petani yang tidak berlahan atau lahannya sempit.

Jenis Tanaman Agroforestri

(30)

Tanaman sampingan yang diusahakan, mempunyai nilai ekonomis baik, dan (5) Tidak menimbulkan erosi atau merusak struktur tanah setelah tanaman sampingan dipanen. Menurut hasil penelitian LP-IPB (1986), jenis tanaman yang diusahakan dalam setiap bentuk agroforestri harus memenuhi beberapa beberapa persyaratan:

1. Ekologis:

· Sesuai dengan kondisi setempat dimana agroforestri akan dikembangkan;

· Tidak menimbulkan persaingan dengan tanaman pangan/pakan ternak, baik dalam bentuk persaingan akar maupun persaingan tajuk. Untuk maksud ini dapat dipilih jenis-jenis pohon bertajuk ringan, berakar dalam serta pengaturan jarak tanam;

· Meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas tanah;

· Permudaan alami lambat serta radius penyebaran biji sempit agar tidak mengekspansi tanaman pangan yang dikombinasikan atau berdekatan dengannya.

2. Ekonomis:

· Cepat menghasilkan, dapat dipilih jenis-jenis yang cepat tumbuh dengan riap yang tinggi;

· Bermanfaat ganda, seperti kayu pertukangan, bahan baku pulp/kertas, kayu bakar dan lainnya;

· Mudah dipasarkan, jenis yang dikembangkan perlu terkait dengan sektor lainnya;

· Diusahakan dapat memberikan hasil antara, yaitu hasil yang diperoleh berupa kayu tidak hanya diperoleh pada akhir daur, tetapi selama daur. Untuk maksud ini, dapat diusahakan dengan cara pembentukan tegakan pohon yang bersifat multistorage yang dikombinasikan dengan tanaman perkebunan, pakan ternak/hewan atau tanaman pangan.

Faktor-faktor yang Menentukan Keberhasilan Agroforestri

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk keberhasilan agroforestri antara lain (Perum Perhutani, 1993): (1) Faktor lingkungan: jenis tanaman, topografi, kesuburan tanah, iklim, hama dan penyakit; (2) Faktor pendukung: kondisi jalan, jarak lokasi, sarana pendukung, pendukung, permodalan, prospek pasar; (3) Faktor sosial budaya: teknik penanaman, tingkat ketrampilan, dan jenis kebutuhan.

Perancangan dan Pola Agroforestri

Pertimbangan-pertimbangan teknis utama dalam perancangan dan pengelolaan sistem agroforestri (Fithriadi, Gintings, Hadiwisastra, Dieirolf, dan Beukeboom, 1997):

1. Penggunaan pohon-pohon atau semak-semak pengikat nitrogen untuk meningkatkan manfaat dari pengikatan simbiotis.

2. Pilih jenis pohon atau semak yang tumbuh cepat dan berakar dalam yang dapat dipangkas lebih sering untuk menghasilkan bahan organis. Pohon-pohon berakar

dalam dapat meningkatkan pengangkatan zat hara dan berfungsi sebagai “pompa zat hara”. Pohon-pohon jenis ini dapat menyimpan hara dari bawah permukaan dalam biomasa di atas permukaan tanah.

(31)

tanaman hasil panen, ranting-ranting, dan bahan-bahan lain di bagian atas larikan, atau tebarkanlah sepanjang kontur sebagai mulsa untuk mengendalikan erosi permukaan lebih lanjut.

4. Dalam tumpangsari diantara larikan, larikan dapat dipangkas sampai ketinggian antara 75 cm, dan 1 m. Benamkan semua hasil pangksan dan bahan-bahan organis yang lain (ranting, dahan, buah, kulit-kayu, sisa-sisa tanaman lain, dsb.) ke dalam tanah.

5. Selaraskan saat pemangkasan pepohonan dengan zat hara yang dibutuhkan tanaman. Sumbangan potensial sisa-sisa tanaman sangatlah penting karena dapat memberikan zat hara pada tanaman pada saat zat hara itu memang dibutuhkan. 6. Lakukanlah pergiliran tanaman untuk tanaman sela. Tanamlah jenis tanaman

pangan leguminosa yang bersifat mengikat nitrogen setelah tanaman padi-padian untuk mengembalikan ketersediaan zat hara yang berkurang karena panen.

7. Kembangkanlah dan pertahankan lereng bagian atas lahan pertanian sebagai kebun pepohonan hutan. Daerah-daerah yang ditanami pepohonan ini akan melindungi daerah tangkapan air dan menjadi sumber kayu bakar dan kayu untuk keperluan-keperluan lain.

8. Tanamlah tanaman penutup tanah atau tanaman penghasil pupuk hijau di lahan-lahan yang sedang diberakan.

Pola agroforestri (Perum Perhutani, 1993) ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Interaksi antara komponen di dalam sistem agroforstry, (2) Penentuan jarak tanam awal tanaman pokok, (3) Perlakuan pengelolaan, dan (4) Multiguna dan kelestarian hasil. Pengaturan komponen tanaman (1993) dapat dilakukan antara lain; (1) spasial (campuran rapat, campuran jarang, strip dan boundary); (2) temporal (bersamaan, seiring, overlapping, berurutan, interpolated).

Prinsip-prinsip atau dasar-dasar yang perlu dipegang pada saat merumuskan pola agroforestri di setiap lokasi dengan kondisi yang berbeda-beda, antara lain:

1. Pola agroforestri secara umum harus bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan keunggulan-keunggulan agroforestri. Selanjutnya mampu mengurangi atau meniadakan kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan dan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau petani.

Agar keunggulannya terwujud dan kelemahannya terhindarkan, maka diperlukan rumusan pola agroforestri yang berbeda-beda bagi masyarakat yang memiliki kondisi lahan yang berbeda. Jadi tidak mungkin dan tidak boleh ada satu rumusan pola agroforestri yang berlaku untuk semua keadaan lahan dan masyarakat yang berbeda-beda. Sehubungan dengan itu, perbedaan kondisi lahan dan kondisi masyarakat perlu dikategorikan dan diklasifikasikan secara tepat dan akurat, agar ragam rumusannya tidak juga terlalu banyak, sehingga menyulitkan pembinaannya.

3. Rumusan pola agroforestri adalah beragam (lebih dari satu pilihan), tetapi tetap memenuhi kriteria: (a) campuran jenis tanaman tahunan/pohon-pohonan (kehutanan) dan tanaman setahun/pangan/pakan ternak (pertanian), (b) lebih dari satu strata tajuk, (c) mempunyai produktivitas yang cukup tinggi dan memberi pendapatan yang berarti bagi petani, (d) terjaga kelestarian fungsi ekosistemnya, (e) dapat diadopsi dan dilaksanakan oleh masyarakat, khususnya oleh petani yang terlibat.

(32)

kritis tapi sangat strategis. Bila usaha ini dikerjakan atau diatur bersama-sama, niscaya akan menghasilkan berbagai produk manajemen yang lebih produktif dan efisien. Produk managemen itu antara lain sebagai berikut: a) Manajemen produksi, khususnya: (1) penyediaan bibit tanaman berkualitas, (2) pekerjaan pemangkasan/ prunning, (3) pemanenan kayu dan buah-buahan, serta (4) penanganan dan pengolahan pasca panen; b) Manajemen pemasaran, khususnya: (1) pengaturan panen dan pemasaran yang memenuhi kriteria pemasaran yang baik (volume dan harga tertinggi) dan efisien, yakni memenuhi: kuantitas, kualitas dan pengiriman yang sesuai dengan permintaan pasar, (2) pengaturan alat angkutan yang murah dan lancar, serta (3) pemilahan ukuran dan kualitas; c) Manajemen keuangan, khususnya tabungan dan simpan-pinjam dengan pihak perbankan. Manajemen keuangan sangat dibutuhkan mengingat waktu usaha yang panjang, dan beragam produk yang dihasilkan memerlukan administrasi keuangan yang teratur. Sedangkan kemampuan setiap petani umumnya sangat rendah dan beragam. Bentuk "jaringan kerjasama" yang dimaksud dapat berupa kelompok tani, paguyuban, atau kalau mampu berupa koperasi.

Pembibitan Tanaman Agroforestri

Bibit adalah bahan tanaman, dapat berupa benih sehat atau anakan, bisa juga berupa stek, cangkokan, anakan siap tanam, atau anakan cabutan.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam pembuatan bibit/persemaian:

a. Memilih lokasi persemaian:

Untuk memilih lokasi persemaian, harus memenuhi persyaratan: Lokasi relatife datar (kemiringan 1-5%) dan mudah dicapai. 1. Ada/dekat dengan sumber air dan tersedia sepanjang tahun. 2. Cukup mendapat cahaya matahari.

b. Tahapan Pembuatan Bibit:

Untuk benih yang mempunyai masa dormansi panjang (dormansi ortodok) perlu diberikan perlakuan khusus sebelum disemaikan.

Penaburan benih dilakukan dengan cara:

1. Benih yang berukuran halus, sebelum ditabur dicampur dahulu dengan pasir halus atau gambut yang telah dihancurkan.

2. Yang berukuran besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai.

c. Penyapihan Bibit:

Penyapihan dilakukan dengan cara memindahkan bibit dari bak perkecambahan ke dalam pot/polibag yang telah diisi media tanam. Hal perlu diperhatikan dalam penyapihan:

1. Waktu penyapihan dlakukan pagi hari (06.00-09.00) dan sore hari (16.00-malam).

2. Akar tidak boleh terlipat. 3. Bibit diusahakan berdiri tegak.

(33)

d. Pemeliharaan Bibit.

Agar diperoleh bibit yang baik dan sehat perlu dilakukan pemeliharaan meliputi: penaungan, penyiraman, pemupukan, perumputan, pemotongan akar, pemberantasan hama dan penyakit serta penyulaman apabila ada bibit yang mati.

e. Pemanenan Bibit:

Bibit yang siap dipanen, harus memenuhi persyaratan:

1. Pertumbuhannya normal, untuk jenis bibit tanaman keras: batang lurus, daun hijau dan tinggi minimal 20 cm.

2. Kaya perakarannya, ditandai dengan telah membentuk gumpalan dengan media tanamnya.

3. Sehat, tidak tampak terserang hama/penyakit.

f. Pengangkutan Bibit:

Merupakan pekerjaan pemindahan bibit dari persemaian ke lokasi penanaman. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan bibit:

1. Bibit yang akan diangkut terlebih dahulu harus disiram. 2. Jumlahnya harus sesuai dengan tata waktu penanaman. 3. Pengangkutan hendaknya dilakukan pagi hari atau sore hari. 4. Bila perjalan terlalu lama, agar dijaga kelembabannya.

5. Untuk pengangkutan dalam jumlah banyak, dianjurkan memakai rak.

Penanaman Tanaman Agroforestri

Kunci keberhasilan budidaya agroforestri adalah pada tahap penanaman. Pada tahap ini, petani dituntut memiliki ketepatan dan kecermatan dalam memilih pola tanam, agar dapat memberikan hasil tanaman yang maksimal pada sebidang tanah. Penanaman adalah kegiatan yang sangat penting dalam budidaya agroforestri. Benih unggul dan bibit berkualitas tinggi yang dihasilkan dari persemaian yang dikelola secara baik, tidak akan menghasilkan sistem agroforestri yang baik tanpa penanaman yang tepat. Di samping itu, di dalam usaha budidaya agroforestri, kegiatan penanaman memerlukan biaya dan curahan waktu yang tinggi, sehingga penguasaan teknik penanaman sangat diperlukan.

Secara lengkap kegiatan penanaman meliputi: orientasi lapangan yang akan dijadikan target kegiatan penanaman, pengukuran dan pemetaan, pemancangan patok batas, persiapan lahan/lapangan, perencanaan dan penentuan layout penanaman baik di atas peta maupun di lapangan, pemasangan ajir dan pembuatan lubang tanam, pengangkutan bibit, penanaman dan evaluasi penanaman.

Pelaksanaan penanaman dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penyiapan Lahan:

Kegiatan persiapan lahan meliputi pekerjaan pembersihan lahan dan pengolahan lahan.

Pembersihan lahan:

(34)

kimiawi (menggunakan herbisida). Dapat juga dilakukan secara kombinasi dari berbagai cara yang disebutkan di atas.

Pengolahan tanah:

Dikenal 2 (dua) cara pengolahan tanah:

1. Pengolahan secara manual.

Cara ini biasanya disebut sistem banjar harian, dimana pengolahan tanah hanya terbatas di sekitar lubang tanam.

2. Pengolahan tanah secara mekanis.

Cara ini biasanya dilakukan melalui pembajakan dan penggaruan.

b. Penanaman:

Tahapan pelaksanaan penanaman sebagai berikut:

1. Mengatur arah larikan:

Pengaturan arah larikan dimaksudkan untuk membantu arah jalur tanaman pada waktu akan dibersihkan. Arah larikan dapat dibuat arah Utara-Selatan atau Barat-Timur. Namun untuk lahan dengan topografi agak curam, arah larikan dibuat sejajar kontur.

2. Memasang ajir:

Pemasangan ajir dilakukan mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir mengikuti jarak tanam sesuai dengan rancangannya.

3. Distribusi bibit:

Distribusi bibit dilakukan setelah pembuatan lubang tanam (pembersihan lahan secara manual, herbisida) sedang pada pembersihan secara mekanis, distribusi dilakukan setelah pemasangan ajir.

4. Pembuatan lubang:

Lubang tanam umumnya dibuat dengan ukuran 30x30x30 cm. Pastikan lubang tanam tidak ada genangan air.

5. Penanaman:

(a) Bibit dalam kantong plastik:

(1) lubang tanaman tidak boleh berair/ada genangan air. (2) Amati kondisi bibit, pilih yang sehat dan memenuhi standar.

(3) Lepas kantong plastik dengan cara dikepal dengan tangan sampai media longgar.

(4) Letak tanaman di lubang tegak, usahakan tidak terlalu dalam (1/4 tinggi bibit).

(35)

(b) Bibit dalam bentuk stek:

(1) Penanaman dengan stek tidak memerlukan lubang yang dalam.

(2) Perhatikan bakal tanaman/stek kondisinya baik (ada bakal tunas, tidak kering dan cukup panjang).

(3) Tanam ke lubang dengan posisi miring, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelepasan air tanaman yang terlalu cepat.

(c) Bibit dalam bentuk stum:

(1) Caranya hampir sama dengan penanaman cara stek.

(2) Yang perlu diperhatikan adalah penanaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan.

Pemeliharaan Tanaman Agroforestri

Pekerjaan pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman sehingga didapat kondisi optimal bagi pertumbuhannya. Pelaksanaan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan antara lain:

a. Penyulaman:

Dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati, tidak sehat/merana. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan dalam tenggang waktu 15-30 hari setelah penanaman. Bibit sulaman dapat menggunakan anakan, stek dari jenis yang sama.

Penyulaman adalah kegiatan penanaman untuk mengganti tanaman pokok yang rusak atau mati, sehingga jumlah tanaman per ha yang tumbuh sesuai dengan standar yang ditentukan. Penyulaman bertujuan untuk meningkatkan persen jadi tanaman dalam satu kesatuan luas tertentu. Penyulaman tanaman dilakukan pada sore hari atau pagi hari dalam musim hujan. Besarnya intensitas penyulaman tergantung pada persen jadi tanaman. Jika persen jadi tanaman mencapai 100% pada areal tersebut tidak perlu ada sulaman. Pada 80-100% perlu ada sulaman ringan, sedangkan antara 60-80% dilakukan sulaman intensif dan di bawah 60% perlu dilakukan penanaman ulang. Tanaman yang disulam adalah tanaman mati, tanaman terkena penyakit, dan tanaman jelek. Standar teknis penyulaman meliputi: bibit tertanam tegak lurus, akar tidak terlipat dan lubang tanam ditutup kembali dan dipadatkan.

b. Pengendalian Gulma:

Dilakukan untuk mengurangi/memperkecil persaingan akar dengan tanaman pokok. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara manual (penyiangan dan pendangiran) maupun secara kimiawi (herbisida).

(36)

c. Pendangiran:

Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah di sekitar tanaman pokok dalam upaya memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah). Pendangiran bertujuan untuk memacu pertumbuhan tanaman.

d. Pemupukan:

Dilakukan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Pemilihan jenis, dosis amat tergantung pada jenis tanamannya. Pupuk yang dipergunakan dapat menggunakan pupuk anorganik (NPK) atau pupuk organik (kompos, pupuk kandang, dll.). Pemupukan adalah tindakan pemberian unsur hara pada tanah baik secara langsung maupun tak langsung. Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah agar tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Pemberian pupuk dilakukan pada tanah miskin hara atau tanaman yang pertumbuhannya lambat. Pemupukan dilakukan menjelang awal musim hujan atau pada akhir musim hujan. Waktu pemupukan biasanya dilakukan pada saat tanaman berumur antara 1-3 bulan. Kemudian diulangi 6-24 bulan sampai tinggi tanaman pokok melampaui tinggi gulma.

e. Pengendalian Hama Penyakit:

Pengendalian hama penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1. Secara biologis:

Dilakukan antara lain dengan menggunakan serangga pemakan/predator. Cara lain dengan melakukan penanaman tanaman campuran.

2. Secara kimiawi:

Dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan insektisida dan fungisida. Tetapi cara kimiawi adalah merupakan pilihan terakhir, karena dapt menggu lingkungan sekitarnya.

3. Secara mekanis:

Dapat dilakukan dengan melakukan pemotongan tanaman yang terkena serangan atau dapat juga dibakar.

f. Pengendalian dari Penggembalaan Liar:

Biasanya upaya ini dilakukan apabila lokasi penanaman berdekatan dengan perkampungan penduduk. Banyak ternak dilepas bebas. Cara pencegahannya antara lain dengan membuat pagar keliling.

g. Pengendalian Bahaya Kebakaran:

Kebakaran dapat menjadi ancaman serius bagi kegiatan penanaman, terlebih-lebih bila lokasi tanaman sekelilingnya dipenuhi alang-alang. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan:

(37)

Dilakukan dengan cara mengadakan penyuluhan dan membangun sarana pencegahan kebakaran antara lain: membuat sekat bakar, membuat jalan di lokasi penanaman dan bak air.

2. Deteksi api:

Deteksi api dilakukan untuk menemukan api sedini mungkin. Caranya dengan membangun menara pengawas api dan melakukan patroli/perondaan.

3. Pemadaman api:

Dilakukan dengan mempersiapkan peralatan pemadaman kebakaran secara swakarsa.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, HS, MA. Sardjono, L. Sundawati, T. Djogo, GA Wattimena dan Widianto. 2003. Agroforestry di Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Indonesia.

Arnold, JEM. 1983. Economics considerations in agroforestry project. Agroforestry System 1:299-311. Kluwer Publishers. Netherlands.

Buck, LE, JP. Lassoie, and ECM. Fernandes. (editors). 1999. Agroforestry in sustainable agricultural systems. CRC Press. USA.

Cooper, PJ, RRB. Leakey, MR. Rao, and L. Reynolds. 1986. Agroforestry and the migrations of land degradation in the humid and sub-humid tropics of Africa. Exp. Agric. 32:235-290.

De Foresta, H., A. Kusworo, G. Michon, dan WA. Jatmiko. 2000. Ketika kebun berupa hutan: Agroforest khas Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. ICRAF. Bogor, Indonesia.

De Foresta, H and G. Michon. 1994. Agrforests in Sumatra, where ecology meets economy. Agroforestry System 6(4):12-13. Kluwer Publishers. Netherlands.

Gouyon, A, H. de Foresta, and P. Levang. 1993. Does ‘jungle rubber’ deserves its

name? An analysis of rubber agroforestry system in Southeast Sumatra. Agroforestry System 22:181-206.

Huxley, P. 1999. Tropical agroforestry. Blackwell Science. Paris, France. 371p.

Kartasubrata, J. 1992. Agroforestry dalam Manual Kehutanan. Departemen Kehuatanan Republik Indonesia. Jakarta.

Lembaga Penelitian IPB. 1986. Rancangan rencana pola pemukiman transmigrasi dengan usaha pokok agroforestry. Kerjasama antara Sekretaria Jendral Deptrans dengan Lembaga Penelitian IPB.

(38)

Pusat Penyuluhan Kehutanan. 1997. Pengelolaan sumberdaya lahan kering di Indonesia. Jakarta.

Singh, P, PS. Pathak, and MM. Roy. (editors). 1995. Agroforestry system for sustainable land use. Science Publishers, Inc. New Delhi.

Vergara, NT. 1982. New directions in agroforestry: The potential of tropical legume trees. Sustained outputs from legume-tree based agroforestry system. Envronment and Policy Institute, east West Centre, Honolulu, Hawai, 36 pp.

Watanabe, H. 1999. Handbook of agroforestry. AICAF (Assosiation for International Cooperation of Agriculture and Forestry). Japan. 84p.

(39)

MODULE PELATIHAN

KEBAKARAN

HUTAN

Oleh : Nur Fariqah Haneda

8

(40)

Module 8. Kebakaran Hutan

Pendahuluan

Proses pembakaran/kebakaran adala proses kimia-fisika yang merupakan kebalikan dari reaksi fotosintesa, yaitu

C6H12O6 + O2 + sumber panas penyalaan (api) CO2 + H2O (air) + panas

Segi Tiga Api

Segitiga Api, adalah prinsip dari proses kebakaran. Kebakaran hanya akan terjadi apabila ketiga unsur, seperti bahan bakar, oksigen dan panas (sumber api) bersatu. Bahan bakar hutan dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Bahan bakar bawah (ground fuels)

Berupa bahan organik di bawah permukaan serasah, seperti pada tanah gambut. 2. Bahan bakar permukaan (Surface fuels)

Terdiri dari serasah, semak belukar, semai, pancang, sisa pembalakan, ranting dan kayu mati, dedaunan, rerumputan dan alang-alang.

3. Bahan bakar atas (aerial/crown fuels)

Terdiri dari pohon-pohonan, tajuk pohon, dedaunan, ranting dan batang pohon.

Tipe Kebakaran Hutan

Sejalan dengan pola penjalaran api, kebakaran hutan dapat dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu:

1. kebakaran bawah 2. kebakaran permukaan 3. kebakaran tajuk.

Pengelompokkan ini terutama didasarkan pada bahan bakar yang mendominasi dalam proses kebakaran.

a. Kebakaran bawah (Ground fire)

Api membakar bahan organik di bawah permukaan serasah yang pada umumnya berupa humus dan gambut.

API

O2
(41)

b. Kebakaran permukaan (Surface fire)

Api pada kebakaran ini membakar serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah pembalakan dan bahan bakar lainnya yang terdapat di lantai hutan. Energi kebakaran dapat rendah sampai tinggi.

c. Kebakaran tajuk (Crown fire)

Pada tipe ini, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon berikutnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku api

1. Bahan bakar

§ Sifat bahan bakar: ukuran, susunan, volume, kepadatan, kesinambungan, ketebalan, pola dan tipe

§ Kadar air bahan baker 2. Iklim/cuaca

§ Radiasi matahari

§ Suhu

§ Kelembaban relatif

§ Curah hujan

§ Angin

§ Petir 3. Topografi

§ Kelerengan

§ Ketinggian di atas permukaan laut

§ Kandungan air tanah 4. Perubahan musim dan cuaca

§ Musim kemarau

(42)

Pengendalian Kebakaran

Secara umum, pengendalian kebakaran lahan meliputi tiga kegiatan, yaitu: pencegahan, pra pemadaman dan pemadaman kebakaran lahan. Kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas dalam upaya pengendalian, karena apabila sudah terjadi kebakaran, dampak terhadap elemen ekosistem tidak dapat dihindarkan.

Pencegahan Kebakaran Hutan

1. Strategi Pencegahan

Strategi pencegahan kebakaran hutan terdiri dari:

a. Pengurangan bahan bakar, yaitu mengurangi kemudahan bahan bakar untuk menyala

b. Pengurangan sumber api, yaitu mengurangi kemungkinan pengguna api untuk menimbulkan kebakaran

2. Perencanaan Pencegahan Kebakaran

Agar pencegahan kebakaran efektif memerlukan:

a. Organisasi pelaksana yang memadai

b. Pengetahuan tentang kebakaran dan penyebab terjadinya c. Petugas yang terlatih

d. Rencana pencegahan e. Biaya

Dalam penyusunan rencana pencegahan perlu mempelajari sejarah kebakaran, misalnya untuk lima tahun terakhir, mencakup:

a. Sebab-sebab terjadinya kebakaran b. Waktu terjadinya kebakaran

c. Waktu yang paling sering terjadi kebakaran (cuaca, bahan bakar) d. Banyaknya kebakaran, digolongkan menurut penyebabnya e. Tempat terjadinya kebakaran (peta lokasi,tipe hutan)

3. Metode

Metode pencegahan kebakaran hutan, meliputi:

a. Pendidikan/penyuluhan

b. Penegakan Undang-undang dan peraturan c. Manajemen bahan bakar

d. Penerapan teknik silvikultur (budidaya hutan)

Manajemen Bahan Bakar

(43)

1. Modifikasi bahan bakar, caranya:

· Memotong-motong dahan dan ranting pohon sehingga cepat terdekomposisi atau dikeluarkan dari hutan untuk kayu pertukangan atau kayu bakar

· Mengubah kayu limbah penebangan menjadi serpihan untuk membuatan bubur kayu (pulp)

· Mengubah kayu limbah menjadi tepung kayu (serbuk gergaji)

· Menebas dan menghilangkan tumbuhan bawah secara periodik

· Melakukan penyiangan tanaman selebar 1 m di sepanjang larikan

· Melakukan pemangkasan cabang pohon

· Menyiram bahan bakar permukaan sepanjang jalur pada musim kemarau secara periodik

2. Pengurangan bahan bakar, caranya:

· Memanfaatkan kayu-kayu limbah penebangan untuk kayu pertukangan, kayu serpih, kayu bakar dan arang kayu

· Mempercepat proses dekomposisi serasah

· Memanfaatkan serasah dan ranting untuk kompos

· Pemanfaatan tanaman pakis sebagai sumber pakan ternak

· Melakukan pembakaran terkendali di lantai hutan

3. Isolasi bahan bakar, caranya:

Sekat bakar, sekat bahan bakar, dan jalur hijau.

Pohon atau perdu yang dipilih untuk isolasi bahan bakar dipilih yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

· Tahan kebakaran

· Selalu hijau (evergreen)

· Tajuknya rimbun

· Cepat tumbuh dan mudah bertrubus bila dipangkas

· Serasahnya mudah terdekomposisi

· Mempunyai manfaat lain

Contoh pohon yang cocok adalah kaliandra bunga merah (Calliandra callothyrsus),

Gmelina arborea dan seuseureuhan (Piper aduncum).

Sebelum Pemadaman

Pra pemadaman kebakaran mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kebakaran. Hal ini dimaksudkan sebagai kegiatan persiapan dan kesiapsiagaan. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu: pembentukan organisasi, pelatihan petugas, pengadaan dan pemeliharaan peralatan, deteksi api, kerjasama dengan pihak lain, penyiapan logistik, penyiapan lapangan, penilaian bahaya kebakaran dan penyiapan komunikasi

Pemadaman

Prinsip pemadaman meliputi:

· Pendinginan

· Pengurangan oksigen

(44)

Metode pemadaman

§ Pemadaman langsung

§ Pemadaman yang dilakukan secara langsung pada tepi api di areal kebakaran. Bahan bakar yang terbakar dipadamkan atau dipisahkan dari bahan bakar yang belum terbakar.

§ Pemadaman tidak langsung

§ Tindakan pemadaman dilakukan pada bahan bakar yang tidak terbakar yang letaknya di luar tepi api kebakaran.

Dalam praktiknya, kedua metode ini dapat digunakan secara kombinasi. Karena tidak

ada cara “terbaik” untuk memadamkan semua kebakaran hutan. Hal yang penting

adalah bagaimana memadamkan kebakaran lahan yang paling cepat, mudah dan aman.

Pemilihan metode pemadaman ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

§ Bahan bakar permukaan: volume, tipe penyusunan, kondisi, pola

§ lereng: tingkat kemiringan dan aspek

§ Angin: arah dan kecepatan

§ Nilai yang harus dilindungi: jiwa manusia, harta benda, nilai rekreasi, nilai tegakan

§ Tanah

§ Sumber air

§ Peralatan yang tersedia

Penyiapan Lahan Tanpa Bakar Menimbulkan Kerusakan Lingkungan dan Pencemaran Asap

1. Teknis Penyiapan Lahan Tanpa Bakar (PLTB)

Urutan dan jenis kegiatan pada PLTB tidak jauh berbeda dengan penyiapan lahan secara pembakaran. Perbedaan tersebut hanya cara pembakaran yang diganti dengan pemanfaatan sisa tebangan menjadii produk yang bernilai ekonomis.

Urutan kegiatan PLTB adalah:

1. Tebang dan tebas 2. Pilah dan kumpul

3. Pemanfaatan sisa tebangan

§ Kayu Ø > 30 cm untuk kayu pertukangan

§ Kayu 10 < Ø < 30 cm untuk chip/panel kayu atau home industri

§ Kayu Ø < 10 cm untuk kompos/bahan lain

Sistem PLTB tersebut harus dilakukan pada lokasi yang rawan kebakaran seperti: Daerah lahan gambut, serta daerah bertopografi menaik, daerah yang mengandung lapisan batubara, daerah lain yang kondisi alam, vegetasi dan cuacanya berpotensi menimbulkan kebakaran.

2. Teknis Pembakaran Terkendali

Penyiapan lahan dengan cara pembakaran merupakan alternatife terakhir apabila sistem PLTB banyak menemui kendala. Pelaksanaan pembakaran tersebut harus mendapat ijin dari Gubenur KDH Tk.I atau Bupati KDH Tk. II.

(45)

a. Bahan Bakar

§ Tingkat kekeringan 5-10 %

§ Bahan bakar ringan (serasah daun, ranting kecil, semak kecil, alang-alang)

§ Bahan bakar berada di permukaan b. Cuaca dan Waktu

§ Angin satu arah dan tetap dengan kecepatan maksimum 3m/detik

§ Suhu udara 20o– 30oC

§ Kelembaban udara 60-80%

§ Dilakukan pada siang-sore (tak ada api menginap) c. Topografi datar atau menurun (satu punggung bukit)

§ Luasan areal maksimum 10 ha/satu kali pembakaran/hari

§ Kesiapan petugas dan peralatan pemadam kebakaran

DAFTAR PUSTAKA

(46)

MODULE P

Gambar

Gambar 4.  Fasilitator, Ir. Budi Setiawan, mengajak para peserta untuk rilek, bernyanyi, di sela-sela waktu pergantian antar nara sumber
Gambar 7. Pesrta Pelatihan dan Narasumber di Calon Lokasi Rehabilitasi
Gambar 2. Bentuk Budidaya Lorong
Tabel 1. Nilai optimal yang mengontrol proses pengomposan (Sutanto, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait