• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elimination of diazinon in synthetic liquid waste by spent mushroom compost biofilter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Elimination of diazinon in synthetic liquid waste by spent mushroom compost biofilter"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ELIMINASI DIAZINON PADA LIMBAH CAIR

SINTETIK MENGGUNAKAN BIOFILTER KOMPOS

JAMUR TIRAM (

SPENT MUSHROOM COMPOST

)

DWI WIDANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Eliminasi Diazinon pada

Limbah Cair Sintetik Menggunakan Biofilter Kompos Jamur Tiram (Spent

Mushroom Compost)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

di bagian akhir desertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Dwi Widaningsih

(4)

ABSTRACT

DWI WIDANINGSIH. Elimination of Diazinon in Synthetic Liquid Waste by Spent Mushroom Compost Biofilter. Under direction of ERLIZA NOOR, LATIFAH K. DARUSMAN and ETTY RIANI.

Diazinon is a xenobiotic and recalcitrant compound that must be controlled seriously to protect humans and the environment from negative impacts. One method for removing diazinon from the environment is bioremediation with the use of a biofilter. The biofilter used in this study was spent mushroom compost (SMC). The research objectives were to analyze the effect of compost as a biofilter and the initial concentration of diazinon solution on a decreased of diazinon concentration, to analyze the optimum amount of compost and the initial concentration of diazinon solution that have produce a maximum decrease of diazinon concentration, and to identify the survival of bacteria in the high concentration of diazinon contaminated compost. The optimization method used was the response surface method (RSM). Different concentrations of diazinon solution were used, namely 500 ppm, 1000 ppm and 1500 ppm, added into the biofilter SMC, and then incubated for 9 days for the batch system and 4 days for the semi-continuous system. The compost used in the study ranged from 300-500 g. A decreased diazinon in the Batch systems was analyzed daily and in the semi-continuous system for hour/day. The results of the study indicated that in the optimum condition of the batch system with the amount of SMC compost of 499 g and the diazinon concentration of 685.68 ppm, a maximum decrease of 100% was reached for diazinon concentration at the 192th hour and in the semi-continuous system with the SMC compost of 493 g and the diazinon concentration of 562.72 ppm, the maximum decrease of 100% was obtained for the diazion concentration at the 75th hour. Bacteria that could survive in the SMC compost with a high concentration of diazinon (1707 ppm) were Pseudomonas stutzeri, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Bacillus azotoformans and Micrococcusagalis sp. Further, the biofilter system with SMC is a good alternative for pesticide biodegradation.

(5)
(6)

ABSTRAK

Diazinon merupakan senyawa xenobiotik dan rekalsitran yang harus dikendalikan dengan sungguh-sungguh untuk melindungi manusia dan lingkungan dari dampak negatifnya. Salah satu metode untuk menghilangkan diazinon dari lingkungan adalah dengan bioremediasi menggunakan biofilter. Biofilter adalah teknologi inovatif untuk menangani air atau udara yang tercemar kontaminan melalui media filter untuk tempat hidup mikrooganisme pada reaktor, dan diharapkan kontaminan diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya yaitu H2O dan CO2 Biofilter yang digunakan dalam penelitian ini adalah spent mushroom compost (SMC). Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh faktor jumlah kompos sebagai biofilter dan konsentrasi larutan diazinon awal terhadap penurunan konsentrasi diazinon, menganalisis kondisi optimum jumlah kompos dan konsentrasi larutan diazinon awal yang menghasilkan penurunan konsentrasi maksimum dan mengidentifikasi bakteri yang mampu bertahan pada kompos yang tercemar diazinon konsentrasi tinggi. Metode optimasi yang digunakan adalah metode permukaan respon

(response surface method/RSM). Konsentrasi larutan diazinon yang digunakan

500 ppm, 1000 ppm and 1500 ppm, ditambahkan ke dalam biofilter SMC, kemudian diinkubasi selama 9 hari untuk sistem Batch dan 4 hari untuk sistem Semi-kontinyu. Kompos yang digunakan berkisar 300-600 g. Penurunan diazinon untuk sistem Batch dianalisis setiap hari dan untuk sistem semi kontinyu setiap jam setiap hari. Hasil penelitian, keadaan optimum sistem batch, pada jumlah kompos SMC 499 g dan konsentrasi diazinon 685.68 ppm, dicapai penurunan konsentrasi diazinon maksimum 100% pada hari ke-8 dan pada sistem semi-kontinyu, keadaan optimum pada jumlah kompos SMC 492 g dan konsentrasi diazinon 662.72 ppm dicapai penurunan konsentrasi diazinon maksimum 100% pada jam ke-75. Bakteri yang mampu bertahan pada kompos SMC dengan diazinon konsentrasi tinggi (1707 ppm) adalah Pseudomonas stutzeri, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis sp. Proses biofilter sistem semi-kontinyu lebih efisien waktunya 60% dibandingkan biofilter sistem batch. Selanjutnya sistem biofilter dengan SMC ini merupakan alternatif baik untuk biodegradasi pestisida.

(7)

RINGKASAN

DWI WIDANINGSIH. Eliminasi Diazinon pada Limbah Cair Sintetik Menggunakan Biofilter Kompos Jamur Tiram (Spent Mushroom Compost). Dibimbing oleh ERLIZA NOOR, LATIFAH K. DARUSMAN dan ETTY RIANI.

Pestisida merupakan senyawa xenobiotik dan sulit terdegradasi pada kondisi lingkungan atau bersifat rekalsitran. Upaya untuk mereduksi senyawa tersebut sudah banyak dilakukan diantaranya menggunakan metode yang beragam mulai dari metode fisik, kimia dan biologi seperti: pencucian, pengolahan tanah, aerasi, insinerasi, pemadatan dan penyimpanan, oksidasi ultraviolet, dan bioremediasi. Salah satu metode yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik bioremediasi menggunakan spent mushroom compost (SMC).

Penelitian dilaksanakan dengan membandingkan kinerja sistem batch dan sistem semi kontinyu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor jumlah kompos sebagai biofilter dan konsentrasi larutan diazinon awal terhadap penurunan konsentrasi diazinon, menganalisis kondisi optimum jumlah kompos dan konsentrasi larutan diazinon awal yang menghasilkan penurunan konsentrasi maksimum dan mengidentifikasi bakteri yang mampu bertahan pada kompos yang tercemar diazinon konsentrasi tinggi.

Biofilter sistem batch skala laboratorium, volume 2 liter larutan diazinon dengan konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm dan 1500 ppm (sesuai perlakuan), dimasukkan ke dalam tabung biofilter silika diameter 7 cm yang sebelumnya telah diberi filter kompos media jamur tiram dengan berat 300 g, 450 g dan 600 g (sesuai perlakuan) dan diinkubasi selama 9 hari (sistem batch) dan 4 hari (sistem semi kontinyu). Penurunan konsentrasi diazinon diukur setiap hari dengan cara menganalisis sampel dengan menggunakan spektrofotometer. Penurunan konsentrasi diazinon pada sistem biofilter semi kontinyu dilakukan setiap hari setiap jam (selama 5 jam/hari). Optimasi menggunakan metode respon permukaan (RSM).

Parameter yang dianalisis di awal penelitian yaitu unsur-unsur kompos jamur tiram (SMC), populasi dan jenis mikroorgnisme. Selama penelitian parameter yang diamati setiap hari meliputi konsentrasi diazinon, dan aktifitas mikroorganisme (metode flourescein diacetate assay /FDA) untuk sistem batch. Parameter yang diamati di akhir penelitian mencakup kadar diazinon, TPC, C/N,

KTK, unsur hara, kadar air, kadar abu, pH, dan aktivitas mikroorganisme. Hasil analisis SMC sebelum dan sesudah penelitian berlangsung, terjadi

perubahan unsur-unsur hara yang ada pada SMC, hasil ini disebabkan pemanfaatan unsur hara SMC baik unsur hara makro maupun pada unsur hara mikro oleh mikroorganisme. Ratio C/N dari 39% meningkat menjadi 49%. Hal ini menunjukkan adanya konsumsi oleh mikroorganisme. Kandungan karbon organik dari 44% menjadi 42% juga kandungan nitrogen organik 1.12% menjadi 0.86%. Populasi mikroorganisme pada biofilter sistem semi kontinyu dibandingkan populasi mikroorganisme pada biofilter sistem batch lebih tinggi.

(8)

Hasil identifikasi bakteri dari SMC sebelum penelitian dan hasil identifikasi bakteri dari SMC yang telah tercemar diazinon dan telah mengalami dekomposisi selama 10 hari, terdapat perbedaan yaitu Bacillus mycoides dan Chromobacterium sp tidak dijumpai di akhir penelitian. Hal ini bisa diartikan kedua bakteri tersebut tidak dapat bertahan hidup di media tercemar diazinon hingga akhir penelitian. Pada akhir penelitian terdapat 2 spesies bakteri yang pada SMC sebelum digunakan penelitian tidak ditemukan yakni Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis. Hal ini mengingat umumnya pertumbuhan mikroorganisme tidak seragam dan kemungkinan kedua spora bakteri tersebut diawal penelitian masih dalam keadaan dormansi, kemudian selama penelitian berlangsung dengan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya, maka merangsang kedua bakteri tersebut tumbuh dan berkembang.

Persentase penurunan konsentrasi diazinon larutan dipengaruhi oleh jumlah kompos dan besarnya konsentrasi awal larutan diazinon pada proses biofilter sistem batch dan sistem semi kontinyu. Semakin besar jumlah kompos, sampai berat optimum maka persentase penurunan konsentrasi maksimum semakin meningkat. Dan semakin kecil konsentrasi diazinon awal maka semakin cepat dicapai penurunan konsentrasi diazinon 100%. Hal ini berkaitan dengan jumlah kompos yang besar, terdapat aktifitas dan diversitas mikroorganisme yang tinggi, sehingga kemampuan untuk mendegradasi diazinon juga tinggi.

Kondisi optimal untuk sistem batch dan sistem semi kontinyu dicapai 100% pada perlakuan kombinasi filter kompos 499 g dan konsentrasi diazinon 685 ppm, dengan dengan waktu 8 hari (192 jam) serta perlakuan kombinasi filter kompos 493 g dan konsentrasi diazinon 662 ppm dengan waktu 75 jam. Proses degradasi yang efektif dapat dilakukan selama 75 jam dengan menggunakan biofilter kompos seberat 493 g pada konsentrasi 662 ppm dengan menggunakan biofilter sistem semi kontinyu.

Kompos jamur tiram (SMC) mampu menghilangkan diazinon 100% pada konsentrasi larutan umpan yang tinggi. Hasil penelitian ini, bakteri dari SMC mampu mendegradasi diazinon konsentrasi tinggi dan lebih cepat dibandingkan penelitian sejenis yang sudah ada. Proses degradasi diazinon dengan menggunakan biofilter sistem semi kontinyu lebih efektif dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat 60% dari waktu proses biofilter sistem batch. Bacillus (B. cereus, B. brevis, B. azotoformans) dan Micrococcusagalisspp. terbukti mampu bertahan pada diazinon konsentrasi tinggi. Aplikasi SMC untuk limbah cair pertanian di lapang, perlu dikaji lebih lanjut untuk melihat interaksi diazinon dengan bahan lainnya terhadap kinerja mikroorganisme yang ada dalam SMC.

Kata kunci: Eliminasi, diazinon, biofilter, kompos jamur tiram (spent mushroom compost), bakteri pendegradasi.

.

(9)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

(10)
(11)

ELIMINASI DIAZINON PADA LIMBAH CAIR

SINTETIK MENGGUNAKAN BIOFILTER KOMPOS

JAMUR TIRAM (

SPENT MUSHROOM COMPOST

)

DWI WIDANINGSIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Penglolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Disertasi : Eliminasi Diazinon pada Limbah Cair Sintetik Menggunakan

Biofilter Kompos Jamur Tiram (Spent Mushroom Compost)

Nama : Dwi Widaningsih

NIM : P 062020091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Erliza Noor

Ketua

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S Dr. Ir. Etty Riani, M.S

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi PSL Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Dwi Andreas Santoso, M.S

Dr. Ir. Achmad, M.S

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, M.S

(15)

PRAKATA

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul: “Eliminasi Diazinon pada Limbah Cair Sintetik Menggunakan Biofilter Kompos Jamur Tiram (Spent Mushroom Compost)”, yang dilaksanakan pada bulan Mei 2006–Juni 2007 di Laboratorium Bioproses IV Puslit Biotek-LIPI Cibinong.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S dan Dr. Ir. M. Ahkam Subroto, M.App.Sc.APU (almarhum) digantikan Dr. Ir. Etty Riani, M.S selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak memberi bimbingan, arahan, perhatian dan masukkan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan disertasi ini. Terima kasih juga kepada penulis sampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan seluruh staf pengajarnya yang telah memberi ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah di Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas ijin, dorongan moril yang diberikan, Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Republik Indonesia, atas bantuan beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), Koordinator Proyek Penelitian dan Pengembangan Lingkungan melalui Sistem Bioremediasi, Puslit Biotek-LIPI Cibinong tahun anggaran 2005, atas pendanaan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

Ungkapan terima kasih yang tulus ikhlas disampaikan kepada ayah Kapten (purn) H. Kadiran, ibu Tumirah, suami Letkol (purn) Ahmad Khozim SAg, kakak, adik-adik dan anak-anakku yang terkasih Aisyah Ning Asih, Abdillah Irfan Satria dan Fawzia Puji Insani, atas segala do’a dan kasih sayangnya. Terima kasih pula kepada rekan-rekan mahasiswa PSL angkatan 2002/2003, Dr. Joko Sutrisno, Dr. Nurhasanah dan Dr. Muhammad Wijaya, yang memberi dorongan serta motivasi, rekan-rekan di Laboratorium Bioproses IV Puslit Biotek-LIPI Cibinong yang banyak membantu selama penelitian.

Kepada semua pihak yang telah membantu secara moril maupun materiil, penulis menyampaikan terima kasih, semoga Allah SWT memberi balasan pahala yang setimpal. Amiiin.

Bogor, Januari 2012

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Poso pada tanggal 05 Desember 1960 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara dari pasangan Kapten (purn) H. Kadiran dan Tumirah. Suami bernama Letkol (purn) Ahmad Khozim, S.Ag. Mempunyai 3 orang putra/i; Aisyah Ning Asih; Abdillah Irfan Satria; dan Fawzia Puji Insani. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Udayana Bali dan lulus pada tahun 1985. Pendidikan pascasarjana di Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2002, penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pascasarjana di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS).

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….

DAFTAR GAMBAR ……….

DAFTAR LAMPIRAN ………

xiii

xiv

xvi

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………... 5

1.2 Perumusan Masalah ………..……… 5

1.3 Tujuan Penelitian……….. 6

1.4 Kerangka Pemikiran ……… 6

1.5 Hipotesis ……… 6

1.6 Manfaat Penelitian ………... 7

1.7 Novelty ………. 7

1.8 Ruang Lingkup Penelitian ………. 7

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Insektisida Diazinon …...……… 9

2.1.1 Struktur Diazinon ……… 10

2.1.2 Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Diazinon ………. 10

2.1.3 Alur Biokimia pada Reduksi Diazinon di Alam ………. 11

2.1.4 Keberadaan Diazinon di Lingkungan ……… 14

2.2 Teknik Pengolahan Diazinon dalam Limbah Cair ………. 15

2.3 Bioremediasi dan Biodegradasi ……… 16

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Biodegradasi ……… 18

2.4 Biofilter Kompos ………. 19

2.5 Kompos dari Limbah Media Jamur Tiram ……… 20

2.5.1 Kandungan Mikroorganisme Kompos Jamur Tiram ... 22

(18)

III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.……… 26

3.2 Alat dan Bahan………... 26

3.2.1 Alat.……… 26

3.2.2 Bahan.……… 26

3.3 Tahapan Kerja ………... 27

3.3.1 Persiapan Bahan Kompos dan Identifikasi Mikroorganisme dari Kompos Jamur Tiram ……… 27

3.3.2 Analisis Kompos Jamur Tiram ….……… 27

3.3.3 Rancangan Reaktor Biofilter ….……… 27

3.3.4 Persiapan Larutan Diazinon ……… 28

3.3.5 Identifikasi Mikroorganisme dan Kompos Jamur Tiram ……… 30

3.3.6 Analisis Populasi Mikroorganisme ………. 30

3.3.7 Analisis Residu Diazinon dan Turunannya ....……… 32

3.3.8 Analisis Aktifitas Mikroorganisme dengan Flourescein Diacetate Assay (FDA) ……… 33

3.4 Rancangan Percobaan ……….………. 34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kompos Jamur Tiram ………. 37

4.2 Bakteri dalam SMC Jamur Tiram (Spent MushroomCompost)... 40

4.3 Biodegradasi pada Sistem biofilter...……… 42

4.4 Penurunan Konsentrasi Diazinon Sistem Batch dan Semi Kontinyu.………. 47

4.5 Uji Aktifitas Mikroorganisme.……… 51

4.6 Analisis Degradasi Diazinon dengan KLT.……… 52

4.7 Optimasi Persentase Penurunan Konsentrasi Diazinon... 53

4.8 Perkiraan Aplikasi Biofilter SMC di Lapangan.……… 58

KESIMPULAN DAN SARAN.……… 63

DAFTAR PUSTAKA.……… 64

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sifat fisika-kimia kompos jamur media P. pulmonarius.………... 21

2 Karakteristik kompos limbah media jamur.………. 22

3 Kisaran dan taraf peubah uji pada optimasi biofilter kompos.…………. 35

4 Matrik satuan percobaan pada optimasi proses biofilter rancangan

kompos komposit fraksional.………. 35

5 Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan sistem batch.………... 37

6 Bakteri dari kompos jamur tiram.……… 38

7 Aktifitas mikroorganisme dan degradasi diazinon pada biofilter

sistem batch.………. 40

8 Beberapa data degradasi diazinon. Pada berbagai kondisi

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiranpada penelitian ini ………. 8

2 Rumus bangun diazinon ………. 10

3 Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan

abiotik (Leland 1998) ………... 13

4 a) Skema biofilter sistem batch, dan (b) Biofilter sistem

semi kontinyu.……….. 28

5 Diagram tahapan penelitian biofilter sistem batch.………. 30

6 Diagram tahapan penelitian biofilter sistem semi kontinyu.…………... 31

7 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch, berbagai

konsentrasi diazinon dan jumlah kompos.………... 43

8 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch,

konsentrasi diazinon 1701 ppm dan jumlah kompos 450 g.……….. 44

9 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu, berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos.………

45

10 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu, diazinon konsentrasi 1701 ppm dan jumlah kompos 450 g……….

46

11 Penurunan konsentrasi diazinon sistem batch.……… 47

12 Penurunan konsentrasi diazinon sistem semi kontinyu.……… 48

13 Penurunan konsentrasi diazinon sistem batch hari ke-6..………. 49

14 Penurunan konsentrasi diazinon sistem semi kontinyu pada

jam ke-49.………... 50

15 Grafik aktifitas mikrooganisme dan degradasi konsentrasi diazinon

sistem batch.……….. 51

16 Kromatografi hasil KLT dengan eluen heksana: etyl asetat (10:1)…... 52

17 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-8……… 54

18 Kontur permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-8.…………. 55

19 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon jam ke-75.…………. 57

20 Kontur permukaan respon hasil degradasi diazinon jam ke-75.……... 58

21 Sketsa rancangan biofilter kompos untuk pengolahan

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data pengamatan analisis diazinon dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang (241nm)……… 74

2 Hasil optimasi persentase penurunan konsentrasi diazinon dan jumlah

kompos sistem batch inkubasi hari ke-8………. 75

3 Hasil optimasi persentase penurunan konsentrasi diazinon dan jumlah

kompos sistem semi kontinyu inkubasi jam ke-75……… 76

4 Deskripsi hasil indentifikasi bakteri ………. 77

5 Analisis aktifitas mikroorgnisme dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang (490 nm)……….. 84

6 Pertumbuhan populasi mikroorganisme biofilter sistem batch dan sistem

semi kontinyu……….. 88

7 Foto mikroskopik bakteri hasil identifikasi dari SMC……… 89

8 Data persentase penurunan konsentrasi diazinon sistem batch perlakuan

B5………. 90

9 Data persentase penurunan konsentrasi diazinon sistem batch………….. 91

10 Data persentase penurunan konsentrasi diazinon sistem

semi kontinyu………. 92

11 Perhitungan perkiraan scaling up biofilter kompos di lapang……… 93

12 Standar kualitas unsur makro kompos berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-19-7030-2004)……….………..

95

(22)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Degradasi kualitas lingkungan secara global antara lain disebabkan oleh

teknologi yang tidak ramah lingkungan sehingga dapat mencemari lingkungan.

Salah satu pencemar lingkungan yang dikhawatirkan adalah bahan kimia yang

berbahaya dan beracun seperti pestisida dan turunannya. Kekhawatiran ini cukup

beralasan mengingat penggunaan pestisida dalam kehidupan manusia modern,

baik dalam jumlah maupun jenis penggunaannya semakin meningkat. Pestisida

pada mulanya digunakan di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan dan

tanaman hortikultura sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman. Saat ini

pestisida bukan hanya dimanfaatkan untuk pertanian saja tetapi telah digunakan

secara luas di berbagai bidang seperti bidang kesehatan sebagai pengendali

serangga vektor penyakit pada manusia, perawatan rumput dari serangan hama,

penyakit dan gulma pada lapangan golf, dsb.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menghadapi masalah

penggunaan pestisida yang tidak terkendali. Diazinon dan pestisida lainnya yang

digunakan langsung ke tanah atau ke tanaman, rumput-rumputan, sebagian kecil

sampai kepada sasaran dan sebagian besar pestisida tersebut terbuang ke

lingkungan (Amer 2011). Selain itu penggunaan pestisida yang berlebihan juga

dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti resistensi dan resurgensi

serangga, terbunuhnya organisme bukan sasaran, adanya residu pestisida pada

tanaman dan biji-bijian, terjadinya pencemaran lingkungan (residu senyawa kimia di

tanah/sedimen dan air) dan menguapnya pestisida ke udara, sehingga

menimbulkan residu yang berkepanjangan dan pada akhirnya menurunkan kualitas

lingkungan. Walaupun residu pestisida dapat mengalami penguraian secara alami

oleh mikroorganisme yang berada di lingkungan, namun tetap harus diwaspadai

mengingat pestisida jenis tertentu sangat sulit terurai dan tingkat penyebarannya

cepat. Sebagai contoh residu pestisida yang berada di permukaan tanah dapat

menyebar ke dalam aliran sungai atau mengalami perkolasi ke dalam air tanah dan

sampai ke danau (Silampari 2008).

Diazinon merupakan salah satu pestisida golongan organofosfat yang

banyak digunakan di bidang pertanian setelah klorfirifos dan perlu mendapat

perhatian khusus, karena bersifat lebih toksik dibanding pestisida hidrokarbon

(23)

organofosfat lebih mudah menyerap pada air permukaan dan “groundwater” (air

bawah tanah), karena lebih mudah larut dalam air dibanding senyawa klorin

(Reynolds 1986; Ku et al. 1998).

Di Indonesia, diazinon umumnya digunakan pada komoditas pertanian

secara luas, baik pada tanaman pangan maupun sayuran, seperti buncis, kubis,

bawang merah dan cabe. Meskipun diazinon merupakan salah satu pestisida yang

dilarang penggunaannya sejak 1 Mei 1997, namun kenyataan di lapangan masih

saja ada petani yang menggunakan. Tingkat yang diperbolehkan di lingkungan

yaitu sebesar 0.1 mg kg-1, keadaan saat ini memang masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan di lingkungan (KEP 02/MENKLH/1988). Nilai batas maksimum

residu (maximum residue limit./MRL) yang diperbolehkan di Indonesia untuk

komoditas pangan sebesar 0.5000 mg kg-1 (Depkes & Deptan 1996). Meskipun nilainya masih di bawah nilai MRL. Alasan mengapa pestisida ini dilarang

penggunaannya karena diazinon bersifat toksik terhadap unggas dan mamalia,

metabolit yang dihasilkan sangat toksik dibandingkan diazinon serta mudah larut

dalam air permukan dan air bawah tanah (USDA 2006). Pelarangan penggunaan

pestisida belum menjamin pestisida tersebut tidak digunakan lagi. Bukti lain adalah

hasil penelitian pada akhir tahun 1997, oleh Ngabekti (1998) yang mendapatkan

hasil bahwa masih ditemukan residu diazinon pada sayur kubis, selada dan tomat

yang dipasarkan di Kodya Semarang dengan residu diazinon 0.0069–0.0591 ppm.

Tingkat residu diazinon di tanah ditentukan oleh frekuensi penggunaan

diazinon. Organisme non target, contohnya burung terancam penggunaan

insektisida di bidang pertanian (Heong & Escada 1997) baik secara langsung

maupun tidak langsung, dan dapat digunakan sebagai bio indikator pencemaran

lingkungan (Van Drooge 1998; Chao & Mei 2002). Hasil penelitian Suriadikarta et

al. (2001) pada lahan budidaya tanaman sayuran di Brebes, menunjukkan residu

diazinon pada tanah berkisar antara 0.0021-0.0065 ppm. Selanjutnya hasil

penelitian Kuncoro et al. (2002) mendapati residu diazinon pada burung wallet di

Rongkop, Gunung Kidul, Yogyakarta sebesar 0.159 ppm pada bulu, 0.150 ppm

pada saluran pernafasan dan 0.018 ppm pada pencernaan. Diazinon pada tanah

Das Citarum sebesar 0.013 ppm (Girsang 2008). Residu diazinon pada buah

(24)

Mengingat besarnya bahaya yang dapat muncul sebagai akibat adanya

residu diazinon di lingkungan, maka telah banyak dilakukan berbagai penelitian

untuk mengurangi residu pestisida di lingkungan (air dan tanah). Penelitian

tersebut pada umumnya menggunakan metode yang beragam mulai dari metode

fisik, kimia dan biologi seperti: pencucian, pengolahan tanah, aerasi, insinerasi,

pemadatan dan penyimpanan, oksidasi ultraviolet, dan bioremediasi. Sejak satu

dekade terakhir, juga telah dilakukan berbagai upaya untuk mereduksi residu

senyawa kimia dalam tanah dan air semakin gencar dilakukan, antara lain dengan

cara bioremediasi.

Menurut Yani etal. (2003) bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi

lingkungan yang memanfaatkan proses alami biodegradasi dengan menggunakan

aktifitas mikroorganisme yang dapat memulihkan lahan tanah, air dan sedimen dari

kontaminasi senyawa organik. Degradasi oleh mikroorganisme berguna dalam

strategi pengembangan bioremediasi untuk detoksifikasi insektisida dengan

menggunakan mikroorganisme (Qiu et al. 2006; Ortiz-Hernandez &

Sanchez-Salinas 2010). Biodegradasi adalah metode yang umum dilakukan untuk

mengubah polutan organik, merupakan suatu metode yang efektif, ekonomis dan

resikonya kecil terhadap tumbuhan dan hewan indigenous (Liu etal. 2007)

Akhir-akhir ini berkembang teknik bioremediasi kompos. Pada teknik

bioremediasi kompos ini dilakukan penambahan kompos ke dalam tanah atau air

yang tercemar. Kendala yang dihadapi cara ini antara lain adalah waktu remediasi

yang lama, adaptasi mikroorganisme kompos dengan polutan cukup lama,

komposisi kompos beragam sesuai dengan polutan yang akan dipecahkan, dsb.

Penelitian bioremediasi tanah tercemar herbisida dicamba (3.000 ppm)

dengan menggunakan 10 persen kompos matang yang dilakukan oleh Cole (1996)

telah berhasil menurunkan konsentrasi herbisida dicamba pada tanah tercemar

hingga tidak terdeteksi dalam waktu 50 hari (US-EPA 1998). Namun penelitian

dengan metode penjerapan dengan menggunakan karbon aktif, terbukti kurang

efektif serta memerlukan biaya besar. Menurut Vischetti et al. (2004) jika degradasi

pestisida dilakukan dalam reaktor, waktu yang diperlukan relatif lebih cepat

dibandingkan di tanah. Hal ini terbukti dari nilai waktu paruh klorpirifos yang kurang

dari 14 hari sedangkan waktu paruhnya dalam tanah yaitu 60-70 hari.

Adapun alasan penggunaan kompos matang dalam bioremediasi ini, karena

pada kompos matang mengandung mikroorganisme 5-10 kali lebih banyak

(25)

mikroorganisme dalam kompos yang juga tinggi (Beffa et al. 1996). Menurut Cole

(1996) kompos halaman yang terbuat dari daun-daunan mengandung 417 juta

bakteri per gram berat kering dan 155 juta fungi per gram berat kering, sedangkan

tanah subur mengandung 6-46 juta bakteri per gram berat kering dan 9-46 juta

fungi per gram berat kering. Selain itu, dilihat dari kandungan unsur-unsurnya

kompos juga mempunyai kemampuan menjerap yang baik. Kombinasi unsur

organik yang tinggi dengan berbagai mineral makro seperti nitrogen, karbon,

phospor dan mineral mikro seperti mangan, kalsium, seng, besi dsb. yang ada

dalam kompos, mengakibatkan kompos dapat digunakan sebagai penjerap yang

baik untuk senyawa organik dan anorganik (US-EPA 1998).

Pada prinsipnya terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan pada

bioremediasi kompos, salah satu teknik diantaranya adalah biofilter. Teknik ini

pada umumnya digunakan untuk penanganan udara tercemar atau menghilangkan

bau, namun biofilter kompos juga dapat digunakan untuk penanganan air yang

tercemar. Sebagai contoh dalam menangani air komersil, teknik ini dapat

mengubah minyak, lemak dan logam beracun yang ada dalam aliran air runoff

secara efektif (Conrad 1995).

Berbagai kompos telah digunakan sebagai media filter. Menurut Schwab

(2000) biofilter menggunakan kompos dari daun-daunan dapat menjerap lebih dari

90 persen total padatan, 85 persen minyak dan lemak, dan 82–98 persen logam

berat. Kompos yang potensial lainnya adalah kompos sisa substrat jamur tiram.

Kompos tersebut telah digunakan pada pengolahan drainase limbah tambang

asam. Pada aliran lambat, media filter kompos jamur dapat menaikkan pH limbah

asam tambang dari pH 4 menjadi 6.5. Selain hal tersebut juga terjadi penurunan

konsentrasi unsur mangan (Mn) dan besi (Fe) yang terlarut di dalamnya (Stark et

al. 1994). Diharapkan teknik ini juga dapat diterapkan pada aliran air irigasi yang

mengandung senyawa organik dan senyawa anorganik seperti Mn, Fe, padatan,

lemak, minyak dan unsur logam berat. Teknik biofilter kompos, selain dapat

menguraikan senyawa-senyawa polutan dan mengingat kandungan kalsium dalam

kompos cukup tinggi, serta dapat menaikkan pH rendah air irigasi, yang saat ini

dikenal dengan keasamannya yang rendah.

Penelitian bioremediasi dengan menggunakan teknik biofilter kompos telah

banyak dilakukan, namun hasil bioremediasi belum maksimal karena kompos yang

digunakan hanyalah kompos halaman dan kompos sisa-sisa jeruk. Kedua jenis

(26)

(Vischetti et al. 2004). Oleh karena itu perlu dicari media lain pengganti kompos

halaman, dan salah satu media yang mengandung konsorsium mikroorganisme

tinggi dan myselium jamur yang bisa mengeluarkan enzim ekstraselular adalah

kompos jamur tiram. Kompos jamur tiram digunakan dalam penelitian ini sebagai

biofilter, sebagai filter akan digunakan yang tidak lain dari sisa media jamur tiram

putih. Keunggulan media ini adalah selain murah, juga tersedia cukup banyak dan

kaya akan berbagai mikroorganisme, sehingga diharapkan mampu mendegradasi

diazinon secara efektif. Diazinon meskipun sudah dilarang penggunaannya, tetapi

masih dijumpai di beberapa tempat di Indonesia, contohnya di Lubuk Linggau,

ditemukan 4 botol diazinon 600 g l-1 (Silampari 2008). Fakta ini menunjukkan bahwa diazinon masih digunakan di pertanian. Ada fakta lain yang mengagetkan

lagi pada bulan juni 2011 saya ditawari diazinon oleh pemilik toko saprodi di daerah

Taman Topi Bogor. Alasan masih digunakan diazinon oleh petani, kemungkinan

masih mudah didapat, efektifitasnya tinggi, mudah aplikasinya dan ekonomis.

1.2. Perumusan Masalah

Kualitas lingkungan dapat dipertahankan dengan berbagai cara dan salah

satu cara tersebut antara lain dengan cara mencegah atau mengurangi senyawa

kimia pencemar yang masuk ke lingkungan. Salah satu teknik pengurangan

senyawa kimia pencemar yaitu biofilter kompos. Degradasi senyawa kimia

pencemar dengan menggunakan biofilter kompos akan efektif jika mikroorganisme

yang ada dalam kompos berada dalam kondisi optimal. Selain itu adanya

mikroorganisme indigenous yang berpotensi untuk mendegradasi secara alamiah

untuk senyawa-senyawa kimia tertentu, merupakan faktor pendukung untuk

biodegradasi. Sifat kompos yang kompleks menyebabkan kompos dapat

digunakan untuk menjerap dan menguraikan senyawa–senyawa kimia yang larut

dalam air. Namun penelitian tentang hal tersebut masih belum ada, oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian eliminasi diazinon dalam air menggunakan biofilter

kompos jamur tiram (spent mushroom compost) dan perlu dicari kinerja biofilter

kompos terbaik, yang diharapkan mampu menguraikan residu diazinon dengan

baik. Berdasarkan uraian diatas muncul pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja biofilter kompos pada berbagai kondisi berat kompos

dan konsentrasi larutan diazinon?

2. Bagaimana kombinasi konsentrasi larutan diazinon dengan berat kompos

(27)

3. Bagaimana pengaruh dari mikroorganisme indigenous (yang ada pada

kompos jamur tiram) pada biofilter sistem batch dan sistem semi kontinyu.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kinerja biofilter kompos untuk bioremediasi residu

diazinon cair dengan variasi berat kompos dan konsentrasi larutan

diazinon.

2. Membandingkan efektifitas kinerja mikroorganisme untuk

mendegradasi diazinon pada sistem batch dan semi kontinyu.

1.4. Kerangka Pemikiran

Metode biofilter umumnya diterapkan untuk pengolahan limbah cair yang

berasal dari industri. Penelitian metode biofilter ini diarahkan untuk dapat

digunakan di saluran air irigasi, dengan memakai pendekatan larutan limbah air

buatan, mengandung residu diazinon. Alasan memilih insektisida diazinon,

padahal insektisida ini sudah dilarang penggunaannya, karena pada saat penelitian

ini dilakukan masih dijumpai penggunaannya secara illegal, dan di lapangan masih

ditemukan residu diazinon pada produk tanaman, pada air dan tanah. Oleh karena

itu, dipilih diazinon mewakili senyawa organofosfat pada penelitian ini. Kendala

untuk optimasi proses umumnya adalah penentuan kerapatan media filter atau

berat media filter yang digunakan dan pemilihan mikroorganisme yang sesuai.

Pada penelitian ini digunakan biofilter spent mushroom compost (SMC)

berasal dari kompos sisa media jamur tiram (Pleurotus ostreatus), dengan tujuan

memanfaatkan konsorsium mikroorganisme yang ada dalam kompos untuk

mendegradasi residu diazinon dalam air menggunakan kompos jamur tiram. Dalam

rangka memaksimalkan kemampuan mikroorganisme yang ada, upaya berikutnya

adalah melakukan fermentasi dengan sistem semi kontinyu (larutan diazinon

dialirkan dengan pompa sirkulasi). Diagram alir kerangka pemikiran disajikan pada

Gambar 1.

1.5. Hipotesis

Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah :

1. Kondisi berat kompos berpengaruh pada kinerja biofilter dalam

(28)

2. Berat kompos jamur tiram dan konsentrasi larutan diazinon berpengaruh

terhadap tingkat degradasi diazinon.

3. Kompos jamur tiram kaya akan mikroorganisme yang berpotensi untuk

menguraikan diazinon.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memberi kontribusi

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal pengungkapan “biodegradasi

diazinon dan teknologi biofilter kompos”

1.7. Novelty

Hal baru dalam penelitian ini adalah material kompos jamur tiram putih

(spent mushroom compost/SMC) untuk biofilter diazinon dalam air dengan sistem

batch dan sistem semi kontinyu serta menunjukkan bahwa kinerja biofilter sistem

semi kontinyu membutuhkan waktu lebih singkat dan konsentrasi yang didegradasi

lebih besar jumlahnya dari sistem batch.

1.8. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi kinerja biofilter kompos jamur tiram

dalam mendegradasi senyawa diazinon pada limbah cair dengan menggunakan

(29)

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran pada penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Insektisida Diazinon Air irigasi/

industri

Biofilter

Kompos Jamur tiram = 300 g

Kompos jamur tiram = 450 g

Kompos jamur tiram = 600 g

Sistem Batch Sistem Semi

Kontinyu/Pompa

Rekomendasi proses biofilter terbaik untuk mendegradasi residu diazinon Pengolahan

sec. Fisik

Pengolahan sec. Kimia Pengolahan

sec. Biologi Air tercemar

pestisida

Dengan pendekatan Air dicemari larutan diazinon

(30)

Pestisida secara umum mencakup bahan kimia yang digunakan untuk

membunuh atau mengendalikan organisme yang merugikan manusia, tumbuhan,

ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia. Insektisida diazinon merupakan

salah satu pestisida untuk racun serangga, termasuk golongan organofosfat dari

grup fosforotioat/fosforotionat mengandung unsur karbon dan fosfor serta dapat

mengganggu sistem syaraf manusia. Insektisida golongan ini bekerja sangat efektif

menghambat aktifitas enzim asetilkolinesterase (AchE) sebagian besar serangga,

dan mengakibatkan akumulasi asetilkolin (Ach) dan tidak dapat berfungsi lagi

sebagai neurotransmitter, kemudian akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti

dengan kelemahan, hilangnya refleksi (kelumpuhan) dan paralisis jaringan.

Asetilkolin berlebihan menyebabkan tremor, kejang-kejang dan kematian. Enzim

asetilkolinesterase dibutuhkan untuk fungsi sistem syaraf (Lu 1995; Zhang &

Pehkonen 1999).

Diazinon merupakan insektisida yang sangat efektif digunakan untuk

memberantas dan membasmi, ataupun mengendalikan hama-hama tanaman

seperti kutu daun, lalat, wereng, kumbang penggerek padi, dan sebagainya.

Diazinon umumnya digunakan pada tanaman buah, padi, tebu, jagung, tembakau

dan tanaman hortikultura.

Insektisida dengan bahan aktif diazinon mempunyai nama dagang yang

beragam diantaranya : basazinon 45 EC, basminon 60 EC, basudin 60 EC, basudin

10 G, brantasan 450 EC, diazinon 60 EC, sidazinon 600 EC, dazzel, nucidol,

agrostar 600 EC, gardentox, kayazol, knox out, spectracide dan prozinon 600 EC

(Frederick 2003). Insektisida ini sudah dilarang penggunaannya untuk tanaman

padi berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 1986 (Anonim

1987), namun sampai tanggal 1 Mei tahun 1997, saat masa beredarnya habis,

sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 473/KPTS/TP.270/6/96,

insektisida tersebut masih beredar dan masih digunakan oleh petani. Hal ini

terbukti hasil penelitian pada akhir 1997 (Ngabekti 1998) yang ternyata masih

ditemukan residu diazinon pada sayuran kubis, selada dan tomat yang dipasarkan

di Kota Semarang dengan residu 0.0069-0.0591 ppm. Insektisida golongan ini

cukup stabil di lingkungan, sehingga mengakibatkan masalah kesehatan manusia

dan lingkungan.

(31)

Diazinon memiliki nama kimia (0.0-dietil

0-2-isopropyl-6-metilpyrimidin-4-methyl pyrimidinyl fosfosrotionat) dengan rumus empiris C12H21N2O3P5 adalah insektisida dan nematisida non sistemik berspektrum luas (broad spectrum) dan

bertindak sebagai inhibitor asetilkolinesterase berakibat pada kolin (Sumner et al.

1988; EXTONET 1996). Rumus bangunnya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Rumus bangun diazinon (Zhang & Pehkonen 1999)

2.1.2. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Diazinon

Sifat fisik diazinon yang berkaitan dengan lingkungan adalah mempunyai

titik didih 83-84oC, tekanan uap 1.4 10-4 mmHg pada 20oC, koefisien partisi oktanol-air adalah 4, kelarutan dalam oktanol-air 40 µg ml-1 pada 25oC, sedikit larut dalam air (kira-kira 0.04%) dan dapat dicampur dengan pelarut organik (Merck Index 1998). Stabil

dalam lingkungan alkali lemah tetapi sedikit terhidrolisis dalam air dan asam encer.

Diazinon sangat sensitif terhadap oksidasi dan suhu tinggi, serta cepat terurai pada

suhu di atas 100oC (Hayes & Laws 1991).

Matsumura (1976) menyatakan bahwa sebagian besar diazinon mengalami

degradasi membentuk asam dietiltiofosfonat. Persisten diazinon dalam air tawar

dan air laut masing-masing adalah 11% dan 30% setelah aplikasi 17 hari,

sedangkan residu dalam lumpur permukaan (2 mm) masih terdapat 0.05-2%

setelah 21 hari aplikasi.

Diazinon sangat mobil pada tanah dengan kandungan bahan organik

rendah sampai sedang, dan immobil pada kandungan bahan organik tinggi

(Arienzo et al. 1994). Koefisien partisi oktanol-air mengindikasikan diazinon bisa

diakumulasi secara biologis dalam organisme, dan ini telah dijumpai pada ikan

pada konsentrasi maksimum 300-360 kali konsentrasi di air. Volatilitas diazinon

(32)

Diazinon mempunyai spektrum daya bunuh yang luas terhadap serangga

dan berbagai cacing tanah. Toksisitas diazinon terhadap mamalia adalah sedang

(II), dengan lethal doses (LD50) oral akut masing-masing 96-967 mg kg-1 pada tikus jantan dan 66-635 mg kg-1 pada tikus betina dan LD50 dermal akut masing-masing tikus adalah >2000 mg kg-1 (katagori III), LD50 inhalasi akut pada tikus 3.5 mg l-1 termasuk kategori III (Pesticide Fact Handbook 1986). LD50 untuk beberapa spesies burung 3-40 mg kg-1 dan spesies ikan 0.4-8 µg ml-1 (Sumner et al. 1985 laporan CIBA-GEIGY tidak dipublikasi).

2.1.3. Alur Biokimia pada Reduksi Diazinon di Alam

Residu pestisida secara alamiah dapat hilang atau terurai dengan baik

dalam lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Faktor-faktor yang

berpengaruh dalam penguraian pestisida adalah penguapan, pencucian, pelapukan

dan dengan degradasi baik secara kimia, biologi maupun fotokimia. Hidrolisis

diazinon menjadi IMPH (2-isopropyl-4-methyl-6-hydroxy pyrimidine) terutama diatur

oleh proses abiotik, degradasi dari diazinon meningkat oleh mikroorganisme tanah,

sehingga mikroorganisme menjadi faktor yang lebih dominan dari faktor abiotik

(Leland 1998).

Formulasi diazinon terdegradasi menjadi sejumlah tetraetilpirofosfat,

menghasilkan sulfotepp (S,S-TEPP) dan monothiotepp (O,S-TEPP), kedua

senyawa tersebut mempunyai sifat toksik yang lebih tinggi dibandingkan diazinon

dan merupakan inhibitor enzim kolinesterase terutama O,S-TEPP yaitu 14000 kali

lebih toksik dari diazinon (Allender & Britt 1994). Oksidasi diazinon menjadi bentuk

diazoxon yang lebih toksik, terjadi pada jaringan hewan dan tumbuhan (Mc Ewen &

Stevenson 1989). Pada vertebrata, oksidasi terjadi di mikrosom hati, dalam kondisi

ada oksigen dan NADPH2. Pada insekta, oksidasi terjadi dalam lemak tubuh dan metabolitnya dikeluarkan. Kecepatan oksidasi diazinon menjadi diazoxon, dua kali

lipat untuk setiap kenaikan suhu 10oC dari 10o–60oC, diazoxon tidak bisa diisolasi dari tanah (Leland 1998). Selanjutnya dikatakan bahwa degradasi diazinon lebih

(33)

cepat pada air dengan suhu 21oC dibandingkan pada air dengan suhu (Moore et al. 2007).

Proses pembentukan metabolit diazinon (reaksi transformasi enzimatik)

terjadi melalui reaksi primer yaitu hidrolisis yang diikuti oleh reaksi pemecahan

rantai cincin diazinon, sehingga diazinon terdegradasi pada reaksi primer menjadi

2-isopropyl-4-methyl-6-pyrimidinol (IMP) dan tiofosfonat. Menurut Ku et al. (1997)

bahwa diazinon mengalami dekomposisi secara fotolisis pada pH 3 menghasilkan

bentuk organik antara yang bisa diekspresikan sebagai jumlah dari

2-isopropyl-4-methyl-6-pyrimidinol (IMP) dan tiofosfonat sebagai C diikuti dengan pembentukan

ion SO4-2. Produk hidrolisis dan fotolisis tersebut diidentifikasi sebagai senyawa yang sifat toksiknya lebih rendah dibandingkan senyawa diazinon (Bollag 1974).

Degradasi diazinon di air disebabkan oleh hydrolisis, terutama pada kondisi

asam. Pada kondisi air streril halflife diazinon selama 12 hari pada pH 5 dan pada

air netral halflife selama 138 hari pada pH 7 (US-EPA 2006). Diazinon mengalami

degradasi dengan cahaya membutuhkan waktu 17.3-37.4 jam (Howard 1991) dan

di tanah akan terurai menghasilkan CO2 (Roberts & Hutson 1999). Degradasi diazoxon yang diaplikasi pada tanah silt loam pada pH 8.1 dan suhu 25oC ditemukan mengikuti kurva linier dan half-life dalam tanah ditemukan 18 jam

(Getzin 1968). Half-life diazinon studi laboratorium di tanah dengan pH 7.8 selama

39 hari (US-EPA 2007).

Diazinon dan diazoxon dihidrolisis menjadi

2-isopropyl-4-metil-6-hydroxypyrimidine (IMHP) yang memiliki toksisitas sangat rendah dan ada dalam

dua bentuk isomer yaitu keton dan enol. Pada pH 8.4 kecepatan hidrolisis

diazoxon, adalah 10 kali diazinon. Diazinon dan diazoxon masing-masing dikatalis

dalam kondisi asam dan basa. Pada kondisi pH air alami 5.5-8.5 dan suhu kurang

dari 25oC, residu diazinon akan bertahan lama Gomma et al. (1969). Hidrolisis di dalam tanah, nampaknya diadsorpsi dari pada dikatalisis asam (Konrad et al.

1967). Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik ditunjukan

(34)
(35)

2.1.4. Keberadaan Diazinon di Lingkungan

Interaksi senyawa pestisida dan lingkungan tanah diatur oleh tiga faktor

penting yaitu: 1) Proses sorpsi atau desorpsi; 2) Difusi – pencucian; 3) Degradasi.

Perpindahan dan penghilangan senyawa pestisida dalam tanah terjadi karena:

pencucian (leaching), aliran buangan, penguapan, degradasi kimia,

fotodekomposisi dan biodegradasi (Connel 1995).

Aplikasi insektisida di lingkungan tidak hanya mempengaruhi jumlah dan

aktifitas metabolik mikroorganisme, tetapi juga bisa merubah struktur komunitas

mikroorganisme dalam tanah, beberapa mikroorganisme bisa tertekan dan lainnya

berkembangbiak (Johansen et al. 2001). Akumulasi pestisida disebabkan adanya

adsorbsi oleh alam melalui tanah, air dan makhluk hidup lainnya (Tarumingkeng

1992). Diazinon bisa diserap oleh akar tanaman dan di translokasikan pada

tanaman dan cepat didegradasi di daun, buah dan rumput-rumputan dengan half

life berkisar 2-14 hari (Kamrin 1997). Diazinon di tanaman mengalami metabolisis

menghasilkan produk hidrolisis pyrimidinol (hydroxyl pyrimidinol) dan diazoxon

(Robert & Hutson 1999).

Selanjutnya dikatakan bahwa pestisida yang tertinggal di biosfer harus

didegradasi agar menjadi berkurang atau hilang secara keseluruhan. Diazinon

dilepas ke air permukan atau tanah melalui volatilisasi, fotolisis, hidrolisis dan

biodegradasi. Biodegradasi pada kondisi aerob merupakan alur proses utama

diazinon di tanah dan air (ATSDR 2008) dan degradasi diazinon pada kondisi

anaerob juga berlangsung baik. Half life diazinon di tanah dipengaruhi oleh pH

pada tanah dan tipe tanah, pada pH 4, 7 dan 10, half life diazinon adalah 66, 209

dan 153 hari. Kecepatan degradasi di alam maupun di dalam tumbuhan mengikuti

kimia ordo pertama yaitu kecepatan degradasi dipengaruhi oleh banyaknya

pestisida dan faktor waktu. Proses degradasi berlangsung dalam dua tahap yaitu

proses dissipasi dan persistensi. Residu pestisida dalam tanaman atau hewan

menurun atau hilang akibat metabolisme yang berkaitan dengan pertumbuhan

tanaman atau hewan tersebut (Leland 1998).

Secara alamiah di lingkungan yang tercemar diazinon, mengandung aneka

ragam mikroorganisme, sehingga polutan yang ada di lingkungan tersebut dapat

didegradasi. Degradasi diazinon di alam tidak hanya dilakukan oleh

mikroorganisme yang ada di lingkungan (mikroorganisme indigenous), tetapi

(36)

waktu yang sangat lama untuk beradaptasi dengan bahan/senyawa pencemar

(residu pestisida), yang disebabkan karena mikroorganisme tersebut tidak pernah

berhubungan langsung dengan residu pestisida tersebut. Oleh karena itu perlu

suatu adaptasi dimana dalam proses adaptasi mikroorganisme tersebut berusaha

mengeluarkan enzim atau plasmid yang dapat mendetoksifikasi senyawa yang

akan didegradasi.

2.2. Teknik Pengolahan Diazinon dalam Limbah Cair

Ada beberapa teknik penanganan yang digunakan untuk mengolah limbah

cair yang meliputi metode fisika, kimia dan biologi. Cara-cara yang digunakan yaitu

penyaringan/filtrasi, absorbsi, sedimentasi/pengendapan, elektrodialisis,

penambahan zat pereaksi (seperti CaO, logam hidroksida), bioremediasi,

fitoremediasi, bioremediasi kompos dan biofilter (US-EPA 1998). Upaya

meningkatkan kemampuan degradasi residu diazinon bisa dilakukan dengan

mempertahankan kondisi optimal untuk kelangsungan bioremediasi dan

penambahan mikroorganisme yang mampu mendegradasi diazinon (Leland 1998)

Pengolahan residu diazinon secara biologi bisa dilakukan dengan

bioremediasi, yaitu penambahan mikroorganisme pada air yang tercemar diazinon,

atau dengan memperkaya mikroorganisme indigenous, misalnya Arthobacter sp.

dan Streptomyces sp. secara sinergis keduanya mampu mendegradasi diazinon

(Leland 1998). Selanjutnya Leland (1998) mengisolasi Flavobacterium sp. dari air

irigasi sawah yang menggunakan diazinon, mengatakan spesies ini mempunyai

keistimewaan bisa memetabolis diazinon sebagai sumber karbon, selanjutnya

diazinon dalam air irigasi yang diinkubasi diubah menjadi metabolit dalam 3 hari

dan kemudian mineralisasi menjadi CO2 dalam waktu 2 hari berikutnya.

Beberapa spesies bakteri bisa memanfaatkan diazinon sebagai sumber

karbondanenergi, seperti Pseudomonas sp. (Ramanathan & Lalithakumari 1999), Agrobacterium sp. (Ghassempour et al. 2002; Yasouri 2006), Arthrobacter sp.

(Ohshiro etal. 1996) dan Flavobacterium sp. (Ghassempour etal. 2002). Bakteri

Serratia sp juga mempunyai kemampuan mendegradasi insektisida organofosfor

lainnya secara sempurna (Cycon etal. 2009; Lakshmi etal. 2008; Rani etal. 2008).

Di tanah tercemar diazinon terdapat isolate bakteri Bacillus, Pseudomonas mampu

menurunkan konsentrasi diazinon 3 ppm dirombak selama 12 hari (Setyobudiarso

(37)

2.3. Bioremediasi dan Biodegradasi

Akhir-akhir ini, teknik bioremediasi banyak digunakan untuk penanganan

pengolahan limbah di industri. Teknik bioremediasi dinilai efektif dan ekonomis

untuk membersihkan tanah, permukaan air dan kontaminasi tanah yang

mengandung sejumlah bahan beracun seperti rekalsitran, senyawa kimia.

Bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi lingkungan yang memanfaatkan

proses alami biodegredasi dengan menggunakan aktifitas mikroorganisme yang

dapat memulihkan lahan tanah, air dan sendimen dari kontaminan terutama

senyawa organik (Yani et al. 2003), teknik teknologi rendah, mudah diterima

masyarakat dan bisa digunakan dimana saja (Kamuludeen et al. 2003).

Biodegradasi umumnya dilakukan oleh kelompok utama mikroorganisme

tanah (fungi, bakteri dan actynomycetes) yang dapat secara mudah menyesuaikan

diri atau mendegradasi pestisida melalui proses oksidasi, pemutusan-ester,

hidrolisis ester, dan amida, oksidasi alkohol dan aldehida, dealkilasi, hidroksilasi,

dehidrogenasi, epoksidasi, dehalogenasi, reduksi dan dealkilasi (Matsumura 1973,

Strong & Burges 2008). Biodegradasi merupakan penguraian suatu senyawa

menjadi yang lebih sederhana melalui aktifitas mikroorganisme (Onshiro et al.

1996). Said dan Fauzi (1996) menerangkan bahwa biodegradasi merupakan

transformasi struktur dalam senyawa oleh pengaruh biologis sehingga terjadi

perubahan integritas molekuler. Dalam proses degradasi, kondisi lingkungan

harus sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme.

Bioremediasi merupakan proses degradasi bahan organik berbahaya

secara biologi menjadi senyawa lain misalnya CO2, metan, air, garam organik, biomassa dan hasil samping yang sedikit lebih sederhana dari senyawa semula

(Citroreksoko 1996). Berbagai bahan pencemar umumnya senyawa senobiotik

(asing di alam) misalnya residu pestisida, deterjen, limbah eksplorasi dari

pengolahan minyak bumi dan residu amunisi. Senyawa tersebut bersifat rekalsitran

(sulit didegradasi) sehingga memiliki ketahanan yang tinggi di alam.

Manfaat lain dari bioremediasi selain mendegradasi polutan, juga dapat

menjerap bahan-bahan logam dan mineral serta memisahkan zat-zat yang tidak

diinginkan dalam udara, air, tanah dan bahan baku proses produksi dalam industri

(US-EPA 1998). Bioremediasi dapat dilakukan secara in situ dan ex situ. In situ

yaitu bioremediasi dilakukan langsung di lingkungan yang tercemar (contohnya

pengggunaan kompos dan penambahan mikroorganisme yang sesuai langsung

(38)

lingkungan yang tercemar dengan membuat lingkungan baru bioreaktor yang

dikondisikan dengan menggunakan inokulan yang dapat mendegradasi cemaran

kontaminan organik, misalnya penggunaan biofilter untuk reduksi limbah cair di

bidang pertanian (Citroreksoko 1996). Teknologi bioremediasi dapat dimanfaatkan

sebagai salah satu teknik dalam penanganan limbah senyawa kimia termasuk

pestisida.

Beberapa penelitian terdahulu dilaporkan bahwa penggunaan kompos

dalam proses bioremediasi telah terbukti efektif untuk mendegradasi banyak jenis

kontaminan seperti hidrokarbon terklorinasi dan tidak terklorinasi, bahan-bahan

kimia pengawet kayu, pelarut, logam berat, pestisida produk minyak, bahan

peledak dan senyawa-senyawa senobiotik lainnya (US-EPA 1999; Gray etal. 1999;

Baker & Bryson 2002). Bakteri aerob dari kompos seperti Pseudomonas sp,

Alcaligenes sphingomonas, Rhodococcus dan Mycobacterium, mampu

mendegradasi pestisida, hidrokarbon, senyawa alkana dan poliaromatik (fenol,

benzoate, benzene dan turunannya), bakteri ini menggunakan kontaminan sebagai

sumber karbon dan energi (Haigler etal. 1992; Vidali 2001).

Kompos limbah pertanian dan kotoran ternak dapat mengurangi DDT dari

tanah tercemar di atas 600 ppm DDT (1.1.1-trichloro-2.2-bis (p-chlorophenyI ethan)

menjadi kurang dari 140 ppm setelah pengomposan 4 minggu, tanpa dihasilkan

DDD (1.2 dichloro-2.2-bis (p-chlorophenyl ethan) dan DDE (2.2-bis (p-chlorophenyl)

1.1 dichloroethylene) (Bernier et al. 1997). Tanah yang tercemar lebih dari satu

senyawa nitro seperti TNT (trinitrotoluene), RDX (hexahydro-1.3.5 trinitro-1.3.5

triazine) dan HMX (octahydro-1.3.5.7 tetranitro-1.3.5.7 tetrazocine) dengan

konsentrasi di atas 20.000 ppm, konsentrasinya berkurang 90% dengan

menggunakan kompos campuran (Moser et al. 1999). Selanjutnya menurut Gray et

al. (2000) bahwa kompos limbah pertanian berhasil mengurangi konsentrasi khlorin

dari tanah tercemar senyawa klorin (methoxychlor) 600 ppm berkurang menjadi

140 ppm setelah pengomposan 4 minggu.

Kompos digunakan untuk memperbaiki tanah yang terkontaminasi dengan

berbagai polutan organic (Fermor et al. 2001). Kompos juga digunakan untuk

bioremediasi limbah hidrokarbon, mampu mendegradasi minyak pelumas 75%

(Suortti et al. 2000); minyak diesel 85% (Ryckeboer et al. 2003); minyak 88.25%

(Munawar et al. 2007). Bakteri yang ditemukan pada tanah yang terkontaminasi

minyak hidrokarbon yaitu: Azotobacter sp., Bacillus alvei, B. macerans, B.

(39)

dan bakteri yang terdapat dalam kompos dari sampah kota, yang terkontaminasi

minyak hidrokarbon yaitu: Azotobacter sp., Bacillus cereus, Pseudomonas

aeruginosa, Micrococcus agalis, M. roseus, Mycobacterium sp., Nocardia sp.,

(Pagoray 2009).

2.3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Biodegradasi

Mengingat mikroorganisme sangat berperan penting dalam proses

degradasi, maka kondisi lingkungan yang maksimal mendukung aktifitas

mikroorganisme akan memaksimalkan proses biodegradasi. Keberhasilan proses

biodegradasi banyak ditentukan oleh aktifitas enzim dalam mikroorganisme.

Kemudian aktifitas mikroorganisme dioptimasikan dengan pengaturan kondisi dan

pemberian suplemen yang sesuai. (Vidali 2001).

Keberadaan oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri aerob dan

merupakan faktor pembatas laju degradasi hidrokarbon. Oksigen digunakan untuk

mengkatabolisme senyawa hidrokarbon dengan cara mengoksidasi substrat

dengan katalisis enzim oksidase (Vidali 2001). Tingkat keasaman (pH) juga

merupakan faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme.

Umumnya bakteri tumbuh baik pada kisaran pH netral (pH 6.5–7.5), seperti P.

aeruginosa yang tumbuh pada kisaran pH 6.6–7.0 dan mampu bertahan pada

kisaran pH 5.6–8.0. Suhu akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia,

kecepatan degradasi oleh mikroorganisme serta komposisi mikroorganisme selama

proses degradasi. Pertumbuhan efektif untuk mikroorganisme berkisar antara 45o– 59oC (US-EPA 1994).

Mikroorganisme membutuhkan nutrisi sebagai sumber karbon, energi dan

keseimbangan metabolisme sel. Menurut Boopathy (2000), kemampuan

mendegradasi tergantung pada mikroorganisme (konsentrasi biomassa,

keanekaragaman populasi dan aktifitas enzim), substrat (karakteristik fisikokimia,

struktur molekul dan konsentrasi), serta faktor lingkungan (pH, suhu, kelembaban,

tersedianya akseptor elektron sebagai sumber karbon dan energi). Selain itu

struktur molekul dan konsentrasi kontaminan berpengaruh sangat kuat dalam

proses bioremediasi. Bakteri pendegradasi diazinon, Serratia sp. mampu

memanfaatkan diazinon sebagai sumber karbon dan fosfor pada keadaan pH

7.0-8.0 dan degradasi terhambat pada pH 5, 6 dan 9, 10. Bakteri ini juga mampu

(40)

2.4. Biofilter Kompos

Biofilter adalah teknologi inovatif untuk menangani air atau udara yang

tercemar kontaminan melalui media filter untuk tempat hidup mikrooganisme pada

reaktor, dan diharapkan kontaminan diuraikan menjadi senyawa yang lebih

sederhana dan tidak berbahaya yaitu H2O dan CO2. Umumnya pada biofilter diinokulasi dengan mikroorganisme kultur campuran dimana akan terjadi seleksi

alamiah sehingga diperoleh satu jenis/lebih mikroorganisme yang dapat

beradaptasi dengan lingkungan (US-EPA 1998).

Teknologi biofilter yang umum digunakan adalah penggunaan campuran

pasir dan krikil yang dibungkus atau karbon aktif kemudian ditambahkan

mikroorganisme. Masalah yang timbul umumnya pasir dan krikil mempunyai

kemampuan menjerap rendah, sehingga bahan ini tidak baik digunakan sebagai

media untuk hidup mikroorganisme. Kemudian berkembang teknologi penggunaan

kompos sebagai media filter untuk reduksi limbah cair. Biofilter kompos lebih

menguntungkan dibandingkan karbon aktif granular karena masa pakai panjang 1-

1.5 tahun sedangkan karbon aktif granular sangat singkat (Casucci et al. 2004).

Pada biofilter kompos, kompos berperan sebagai penyaring (filter), dan

penyerap (absorben) zat kimia yang akan dilewatkan pada biofilter tersebut.

Fungsi ini dapat dianalogikan dengan fungsi tanah dan sendimen sebagai bahan

yang dapat menghilangkan pencemar di lingkungan, melalui proses penyerapan

pada permukaan sehingga menstabilkan pH, selanjutnya menguraikan zat

pencemar (Connell 1995).

Kelebihan kompos sebagai media filter (biasanya untuk aliran limbah cair)

adalah karena memiliki porositas tinggi, kapasitas absorbsi tinggi terhadap

senyawa organik dan anorganik, retensi kelembaban baik, dan kemampuan

mendukung kecepatan degradasi tinggi (US-EPA 1998). Kapasitas absorbsi

kompos terhadap senyawa organik dan anorganik bisa melalui beberapa

mekanisme penyerapan seperti: gaya vander waal, ikatan hidrofobik, ikatan

hidrogen, pertukaran ligan, pertukaran ion elekrostatik, interaksi tertutup dan

penyerapan kimia (Connell 1995). Kemampuan penyerapan terhadap suatu zat

kimia ditunjukkan oleh koefisien penyerapan (Haque et al. 1980). Selanjutnya

menurut Connell (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan senyawa

kimia adalah struktur zat kimia, kandungan bahan organik, pH media, ukuran

(41)

Karakteristik biofilter kompos sebagai berikut: kapasitas pegang air (water

holding capacity) dan total porositas tinggi; kinerja bertambah baik dengan

bertambahnya waktu; terjadi penambahan nutrien; kelembaban antara 50-70%;

suhu antara 20o–30oC; waktu tinggal (residence time) singkat; dan kedalaman filter satu meter (Leson 1991; Haug 1993; Toffey 1997). Pada awalnya aplikasi biofilter

kompos untuk menguraikan gas hydrogen sulfite (83-99%) dan beberapa senyawa

aromatik sederhana. Selanjutnya aplikasi biofilter kompos berkembang untuk

menguraikan larutan chlorin alifatik dan senyawa mudah menguap lainnya/VOC

(Ergas 1995).

2.5. Kompos dari Limbah Media Jamur Tiram

Kompos sebagai hasil akhir pengomposan, memiliki kandungan bahan

organik tinggi dan mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Kompos

juga digunakan sebagai bahan penyerap (absorben) yang baik, terutama untuk

senyawa kimia organik dan anorganik (US-EPA 1994). Hasil samping produksi

jamur adalah limbah media budidaya jamur yang masih bisa digunakan sebagai

kompos/pupuk dan makanan ternak. Maher dan Magette (1997) mengemukakan

bahwa hasil analisis ekstrak kompos jamur di Irlandia mengandung bahan organik

65%, makro nutrien tinggi (nitrogen, phosphor, kalium dan kalsium), pH 6.6, dan

electricity conductifity/konduktifitas listrik tinggi (7.500 µS cm-1).

SMC (spent mushroom compost) adalah kompos dari limbah media

budidaya jamur, mengandung konsorsium mikroorganisme di antaranya

Paenibacillus lentimorphus, Bacillus lecheniformis, B. subtilis, Pseudomonas

meralanii, Klebsiella enterobacter sp. Sphingobacterium multivarum,

Microbacterium, Stenophomonas sp. (Watabe et al. 2004). Bakteri tersebut bisa

mengganggu kesehatan manusia dan hewan, contohnya Bacillus sp. merupakan

pathogen pada debu, menimbulkan alergi, hipersensitif, pneumonitis. Kompos dari

bekas media jamur P. pulmonarius yang mendegradasi substrat dengan bahan

dasar dedak padi mengandung chitin 25% merupakan polimer

N-asetil-d-glukosamin (Law et al. 2003) dan sebagian besar komponen dari dinding sel fungi

dan kandungan unsur lainnya tertera pada Tabel 1.

Kompos jamur mempunyai beberapa keuntungan jika ditambahkan ke

tanah, yaitu menambah nutrisi esensial bagi tanaman; menggantikan pupuk

organik; sumber fosfor, kalium dan elemen trace juga nitrogen; kandungan bahan

(42)

aktifitas mikroorganisme tanah dan cacing tanah; dan memudahkan

menghancurkan struktur tanah pada saat pengolahan tanah (Glass 2003).

Tabel 1 Sifat fisika-kimia kompos jamur media Pleurotus pulmonarius

Kandungan unsur Ukuran

Ekstrak dari 0.1 g kompos jamur dalam 10 ml air ultra murni Sumber: Law et al. 2003

Kompos jamur mempunyai karakteristik sebagai berikut: secara fisik

mengandung 65% bahan organik, sehingga bermanfaat untuk memperbaiki struktur

dan tekstur tanah, memperbaiki aerasi dan drainase, menambah kapasitas pegang

air (water holding capacity/WHC), menambah aktifitas biologis tanah; bebas dari

kontaminan benih gulma dan patogen tumbuhan; penampakan yaitu halus dan

berbau tanah; sumber nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, sulfur; sumber elemen trace

seperti besi, natrium, mangan, boron, tembaga dan seng (Glass 2003).

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir kerangka pemikiran pada penelitian ini.
Gambar 2.  Rumus bangun diazinon (Zhang & Pehkonen 1999)
Gambar 3. Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik (Leland 1998)
Tabel 1  Sifat fisika-kimia kompos jamur media Pleurotus pulmonarius
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia krisis tersebut tercermin dari terkoreksinya nilai tukar rupiah terhadap dollar yang mencapai titik terendahnya yaitu 12.006 rupiah pada November 2012, selain itu

Penelitian ini sejalan dengan temuan pada penelitian yang dilakukan oleh Astutik dan Iwan 2015 dimana sikap mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan

Karakter kepemimpinan pada setiap subdivisi di divisi factory adalah sebagai berikut: subdivisi WH & supporting memiliki pemimpin dengan karakter kepemimpinan

Perbandingan fase gerak metanol:air (90:10) dengan laju alir 1 ml/menit, konsentrasi 5 µg/ml.. Perbandingan fase gerak metanol:air (90:10) dengan laju alir

Faktor internal adalah konflik yang berasal dari dalam diri Fanny Price, berasal dari karakter Fanny sendiri. Faktor eksternal berasal dari lingkungan dan orang- orang

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang tepat dalam penggunaan dan jenis yang sesuai dari rhizobakteri serta FMA sehingga dapat diaplikasikan

Tidak dibenarkan mengeluar ulang mana-mana bahagian artikel, ilustrasi dan isi kandungan buku ini dalam apa-apa juga bentuk dan dengan cara apa-apa jua sama ada secara

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalahPengaruh suhu terhadap yield yang dihasilkan dari proses pirolisis TKKS yaitu semakin menurun dengan adanya kenaikan