• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penangkapan Layur (Trichiurus sp) Menggunakan Umpan Buatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penangkapan Layur (Trichiurus sp) Menggunakan Umpan Buatan"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ME

J

I

ENGGUNAKAN UMPAN BUATAN

JULIUS MOSE RAHANINGMAS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Penangkapan Layur (Trichiurus sp) Menggunakan Umpan Buatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Julius Mose Rahaningmas

NIM C451110081

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(4)

RINGKASAN

JULIUS MOSE RAHANINGMAS. Efektivitas Penangkapan Layur (Trichiurus sp) Menggunakan Umpan Buatan. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO, DINIAH dan RONNY IRAWAN WAHJU.

Layur (Trichiurus sp) tergolong ikan predator yang selalu menyambar mangsanya sebelum dimakan. Oleh sebab itu, keberhasilan penangkapan layur dengan pancing ulur sangat ditentukan oleh umpan. Fungsinya sebagai penarik agar layur mendekati mata kail. Jenis umpan yang banyak digunakan nelayan adalah kembung, tembang dan layur. Permasalahan yang dihadapi oleh nelayan adalah umpan kembung dan tembang tidak selalu tersedia dan tergantung pada musim. Adapun penggunaan layur akan mengurangi jumlah hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu, penggunaan umpan buatan sebagai pengganti umpan alami sangat diperlukan. Tujuan penelitian ini adalah 1) membuktikan bahwa umpan buatan dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan layur dan 2) menentukan waktu penangkapan yang paling efektif dalam pengoperasian pancing ulur.

Tiga jenis umpan yang diujicoba adalah umpan alami sebagai kontrol, umpan buatan dan kombinasi antara umpan alami dan buatan. Jenis umpan alami yang digunakan berupa potongan layur, sedangkan umpan buatan berupa lempengan aluminium. Bentuknya menyerupai ikan. Pertimbangannya adalah jenis logam ini memiliki warna mengkilat, sehingga cahaya yang mengenainya akan terpantul. Adapun umpan kombinasi merupakan gabungan dari umpan alami dan buatan. Ketiga jenis umpan ini dioperasikan secara bersamaan di atas 1 unit perahu pancing ulur selama 22 hari. Dalam satu hari dilakukan 6 kali penangkapan, yaitu antara pukul 05:00-06:00 WIB, 06:00-07:00 WIB, 07:00-08:00 WIB, 07:00-08:00-09:00 WIB, 09:00-10:00 WIB dan 10:00-11:00 WIB. Penelitian menggunakan analisis deskriptif komparatif untuk melihat perbedaan waktu penangkapan layur terhadap hasil tangkapan. Sementara analisis statistik rancangan acak lengkap (RAL) dipakai untuk melihat pengaruh jenis umpan terhadap jumlah hasil tangkapan. Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan sebelum uji ANOVA RAL. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kenormalan data yang didapatkan. Jika data tidak menyebar normal, maka dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan umpan buatan pada pengoperasian pancing ulur dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Umpan kombinasi mendapatkan hasil tangkapan terbanyak sebesar 453 ekor, atau 52% dari total hasil tangkapan, diikuti oleh umpan buatan 223 ekor (25%) dan umpan alami sejumlah 203 ekor (23%). Waktu penangkapan terbaik adalah antara pukul 05:00-07:00 WIB yang menghasilkan layur sebanyak 379 ekor atau 43% dari jumlah total hasil tangkapan, kemudian pukul 07:00-09:00 WIB dan 09:00-11:00 WIB masing-masing berjumlah 298 ekor (34%) dan 202 ekor (23%).

(5)

JULIUS MOSE RAHANINGMAS. Effectiveness of Hairtails Fishing (Trichiurus sp) by Using Artificial Bait. Supervised by GONDO PUSPITO, DINIAH and RONNY IRAWAN WAHJU.

Hairtail (Trichiurussp) is classified as predatory fish that always grabbed their prey before eating. Therefore, the success of catching hairtail from line fishing is determined by the bait. The function of bait as attractant for hairtail caught by hook. The type of fishing bait that widely used by the fishermen are mackerel, sardine and hairtail. For the time being, problems that fishermen faced are fishing bait and the sardine as bait is not always available and usually seasonal. The use of hairtail as bait, will reduce the number of catches of fishermen thus the alternative of artificial bait to substitute natural bait is needed. The purposes of the study were 1) proving that artificial baits can increase the catch of hairtail and 2) to determine the effective time for handline fishing operations.

Three type of baits used in these research. There were natural bait as a control, artificial bait, and combination between natural and artificial bait. Type of natural bait used in hairtail in pieces, while the artificial bait in the form of an aluminum plate with shape resembling natural fish. The consideration for the artificial bait form simply because metal has a shiny color, so the light will be reflected. Three kinds of baits were operated at the same time on a single unit of handline fishing boats for 22 days. In one day there are 6 catching time, which is divided into 05:00-06:00 am, 06:00-07:00 am, 07:00-08:00 am, 08:00-09:00 am, 9:00-10:00 am and 10:00-11:00 am. A descriptive comparative analysis observe was used to see the difference in hairtails catching time. While the statistical analysis completely randomized design (RAL) was used to observe the bait effect to the total catches. Kolmogorov-Smirnov test performed before ANOVA RAL. The test was performed to determine the normality of obtained data. Non-parametric statistical test, Kruskal Wallis used if data didn’t distributed normally.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

JULIUS MOSE RAHANINGMAS

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Gondo Puspito, MSc Ketua

Dr Ir Diniah, MSi Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 27 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan anugerah yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penelitian yang berjudul “Efektivitas Penangkapan Layur (Trichiurus sp) Menggunakan Umpan Buatan” ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Gondo Puspito, MSc, selaku ketua komisi pembimbing, Dr Ir Diniah, MSi, selaku anggota komisi pembimbing satu dan Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil selaku anggota komisi pembimbing dua yang selalu memberikan motivasi dan telah mengajarkan banyak hal kepada penulis untuk menyelesaikan studi di IPB.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,yang telah memberikan Beasiswa bagi penulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor;

2. Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB;

3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf, Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap beserta staf yang telah memberikan fasilitas dan kebijaksanaan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana IPB;

4. Dosen dan Staf Pegawai Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap yang telah memberikan ilmu, pengalaman, pelayanan dan fasilitas kepada penulis selama mengikuti pendidikan di IPB;

5. Keluarga besar Rahaningmas, Rumpuin, Matli dan Tomasoa yang selalu memberikan motivasi dan doa yang ikhlas;

6. Istriku Eda dan ketiga anakku Jo, De dan Fio yang selalu tabah dan setia memberikan motivasi dan doa yang tulus;

7. Nelayan dan masyarakat Palabuhanratu yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian lapang;

8. Teman-teman mayor TPT, TPL dan SPT yang selalu memberi motivasi dalam suasana kebersamaan dan keakraban kepada penulis; dan

9. Semua saudara, sahabat dan pihak lain yang tidak sempat penulis ucapkan satu demi satu.

Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR ISTILAH xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan 2 Manfaat 3 Hipotesis 3

Kerangka pemikiran 4

2 METODE PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat 5

Alat dan Bahan 5

Metode Penelitian 6

Analisis Data 9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Hasil Tangkapan Berdasarkan Jenis Umpan 14 Hasil Tangkapan Berdasarkan Waktu Pemancingan 15 Lebar Bukaan Mulut Layur Berdasarkan Jenis Umpan 17

4 SIMPULAN DAN SARAN 22

DAFTAR PUSTAKA 23

(12)

DAFTAR TABEL

 

1 Analisis data 9

2 Ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap dengan umpan alami 18 3 Ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap dengan umpan buatan 18 4 Ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap dengan umpan kombinasi 19

 

 

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Umpan buatan 5

3 Jenis umpan dan konstruksi pancing ulur 6 4 Konstruksi pancing ulurmenggunakan ketiga jenis umpan 7 5 Ilustrasi posisi pemancing di atas perahu 8

6 Pengukuran bukaan mulut layur 9

7 Layur (Trichiurus sp) 11

8 Jenis layur yang terdapat di perairan Teluk Palabuhanratu 12 9 Ukuran panjang layur yang tertangkap 13 10 Jumlah hasil tangkapan layur berdasarkan jenis umpan 14 11 Jumlah hasil tangkapan layur berdasarkan waktu operasi penangkapan 16 12 Sebaran lebar bukaan mulut layur yang tertangkap 20 13 Layur yang tertangkap berdasarkan ketiga jenis umpan 21

 

DAFTAR LAMPIRAN

 

1 Peta penelitian 26

2 Alat dan bahan 27

3 Panjang total layur yang tertangkap 32 4 Layur yang tertangkap menggunakan ketiga jenis umpan 32 5 Hasil uji ANOVA pada ketiga jenis umpan 33

6 Waktu operasi penangkapan layur 33

(13)

Deskriptif komparatif : Analisis data yang menggambarkan dan membandingkan hasil;

Formula arch sin : Mengolah data dalam bentuk presentase atau proporsi, seperti data asli menunjukkan sebaran nilai antara 0%-30% dan 70%-100%, maka lakukan transformasi arch sin.;

Galchi : Orang Jepang menyebut daging layur yang digoreng atau dibakar sebelum dimakan;

Kolmogorov-Smirnov : Pengujian statistik nonparametrik yang digunakan untuk pengujian normalitas data;

Kruskal Wallis : Uji nonparametrik yang digunakan untuk membandingkan tiga atau lebih kelompok data sampel;

Outboard engine : Kapal atau perahu yang bermesin tempel atau bermesin diluar kapal atau perahu;

Sashimi : Orang Jepang menyebut daging layur yang dimakan mentah;

Styrofoam : Plastik busa yang digunakan untuk wadah makanan dan minuman; dan

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Layur (Trichiurus sp) termasuk jenis ikan demersal yang mudah dikenal dari

bentuk tubuhnya yang ramping. Utami et al. (2012) menambahkan bahwa layur

memiliki mulut yang lebar dengan tubuh mengkilat berwarna keperakan sehingga mudah dibedakan dari jenis ikan lain. Layur mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dan menjadi salah satu komoditas perikanan yang sangat penting. Menurut Zulfikar (2012), permintaan layur untuk tujuan ekspor sangat tinggi, terutama ke negara-negara Asia, seperti Jepang dan Korea, yang nilainya mencapai 100-200 ton per tahun.

Masyarakat di negara-negara Asia sangat menyukai jenis ikan ini, karena dagingnya kenyal, tidak terlalu amis, tidak berminyak dan tulangnya mudah dilepas. Orang Jepang mengkonsumsinya dalam bentuk tachiuo yaitu layur yang dibakar terlebih dahulu sebelum dimakan, atau sebagai sashimi atau layur yang

dimakan mentah. Sementara orang Korea menyebutnya sebagai galchi yang

pengolahannya dengan cara digoreng atau dibakar (Azizah 2011).

Sumberdaya layur tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia, salah satunya perairan Teluk Palabuhanratu. Nelayan menangkapnya dengan menggunakan pancing ulur atau pancing layur (Wewengkang 2002). Kelebihan utama pancing ulur adalah kualitas layur hasil tangkapannya selalu dalam keadaan baik. Layur yang terkait mata kail akan langsung diangkat ke atas perahu, sehingga layur tidak dibiarkan meronta dan mati di dalam air. Selain itu, pancing mudah dibuat karena konstruksinya sangat sederhana, materialnya tidak mahal dan dapat dioperasikan pada berbagai kedalaman perairan. Layur juga tertangkap oleh beberapa jenis alat tangkap lain, misalnya bagan, cantrang, jaring insang, payang, pukat lingkar dan pukat tarik. Namun demikian, layur hanya sebagai hasil tangkapan sampingan.

Layur tergolong hewan predator yang selalu menyambar mangsanya sebelum dimakan. Oleh karena itu, keberhasilan penangkapannya dengan pancing ulur sangat ditentukan oleh umpan. Fungsi umpan sebagai penarik agar layur mendekati mata kail dan memakannya. Jenis umpan yang banyak digunakan nelayan adalah kembung, layur dan tembang. Nelayan lebih menyukai jenis layur karena kembung dan tembang cepat lembek sehingga mudah lepas dari mata kail, sedangkan jenis layur dapat bertahan lama di dalam air karena dagingnya kenyal. Selain itu, layur tidak perlu dibeli karena didapat langsung dari hasil pemancingan (Utami et al. 2012). Hasil kajian Muktiono et al. (2013) juga menunjukkan bahwa layur merupakan umpan terbaik dibandingkan dengan kembung dan tembang.

Penggunaan umpan buatan sangat diperlukan sebagai alternatif pengganti umpan alami untuk menangkap layur. Hal ini dikarenakan adanya kendala yang dihadapi nelayan dalam mendapatkan layur sebagai umpan alami. Harjanti et al.

(16)

Jenis umpan buatan yang digunakan pada penelitian ini berupa potongan aluminium. Bentuknya menyerupai ikan. Pertimbangannya adalah jenis logam ini memiliki warna mengkilat, sehingga cahaya yang mengenainya akan terpantul. Ini cukup beralasan, karena layur sangat mengandalkan penglihatannya untuk menyambar mangsa yang berwarna mengkilat (Azizah 2011). Keberhasilan uji coba umpan buatan diharapkan dapat membantu nelayan untuk meningkatkan jumlah hasil operasi tangkapan.

Operasi penangkapan layur dilakukan sejak dinihari hingga siang hari dan dilakukan di perairan Palabuhanratu yang memiliki dasar perairan berlumpur sehingga ada keterbatasan penglihatan layur terhadap umpan. Sehubungan dengan hal itu, perlu diketahui waktu operasi penangkapan layur mana yang paling baik untuk memperoleh hasil tangkapan terbanyak.

Publikasi yang membahas tentang umpan buatan untuk menangkap layur menggunakan pancing ulur belum ditemukan. Kajian mengenai umpan buatan lebih banyak difokuskan pada pancing tonda untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis, seperti tongkol, madidihang, albakor dan cakalang (Alatas 2004 dan Puspito 2010), jenis ikan demersal, yaitu kerapu dan pari (Abida 2009) dan

pancing ulur untuk menangkap lobster (Kusuma et al. 2012). Namun demikian,

keempat publikasi ini digunakan sebagai bahan masukan untuk membahas hasil penelitian ini.

Rumusan masalah

Pengoperasian pancing ulur untuk menangkap layur sangat bergantung pada umpan. Jenis umpan yang banyak digunakan nelayan adalah kembung, tembang dan layur. Masalah yang selalu dihadapi oleh nelayan adalah ketersediaan umpan. Alasannya, kembung dan tembang tidak selalu tersedia setiap waktu dan sangat tergantung pada musim. Adapun layur merupakan sebagian hasil tangkapan yang digunakan sebagai umpan. Penggunaan layur sebagai umpan akan mengurangi jumlah hasil tangkapan nelayan yang semakin menurun.

Solusi untuk mengatasi permasalahan kesulitan pengadaan umpan adalah dengan penggunaan umpan buatan sebagai pengganti umpan alami. Pada penelitian ini, jenis umpan buatan yang digunakan berupa potongan logam aluminium yang dibentuk menyerupai tubuh ikan. Jenis logam ini mengkilat dan dapat memantulkan cahaya. Warna umpan yang mengkilat diduga dapat menarik perhatian layur untuk lebih cepat mendeteksi keberadaan umpan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Membuktikan bahwa umpan buatan dapat digunakan untuk meningkatkan

jumlah hasil tangkapan layur; dan

2) Menentukan waktu penangkapan yang paling efektif dalam pengoperasian

(17)

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini yaitu :

1) Memberikan masukan kepada nelayan pancing ulur untuk menggunakan

umpan buatan dalam meningkatkan hasil tangkapan layur yang lebih efektif dan efisien; dan

2) Perbaikan teknologi perikanan pancing ulur menggunakan umpan buatan.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1) Penggunaan umpan buatan dapat meningkatkan hasil tangkapan layur; dan

(18)

Kerangka

Pemikiran

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Penangkapan layur menggunakan pancing ulur

Penggunaan umpan alami

Latar belakang

Penggunaan umpan buatan

Permasalahan

Input

Ketersediaan umpan kembung dan tembang sangat tergantung pada musim

Ujicoba penangkapan layur menggunakan umpan buatan

Hasil tangkapan

Output

Umpan buatan dapat menangkap layur dalam jumlah yang sama atau lebih banyak

dibandingkan dengan umpan alami.

Tujuan

Merancang umpan buatan

(mencari bahan untuk membuat umpan buatan, menentukan ukuran mata kail dan penentuan

posisi mata kail pada badan umpan buatan)

Sumberdaya layur Kegiatan penangkapan

(19)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembuatan umpan buatan dan uji coba penangkapan layur. Pembuatan umpan buatan dilakukan di Laboratorium Bahan Alat Penangkapan Ikan antara bulan Oktober-November 2013. Adapun ujicoba penangkapan layur dilaksanakan antara bulan Januari-Februari 2014 di perairan Teluk Palabuhanratu, Jawa Barat. Lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan

Alat

Peralatan yang digunakan dikelompokkan atas peralatan utama dan penunjang. Peralatan utama meliputi satu unit perahu pancing ulur, penggulung plastik Ø 18 cm, 600 m tali monofilament polyamide (PA) nomor 600, 50 kili-kili, 30 mata kail nomor 9, tiga pemberat timah @ 1,5 kg. Adapun peralatan penunjang terdiri atas wadah styrofoam, satu unit kamera, alat tulis, pengaris baja 30 cm, papan pengukur dengan ketelitian 1 mm dan timbangan berkapasitas 5 kg. Peralatan penelitian ditampilkan pada Lampiran 2.

Bahan

Jenis bahan penelitian yang digunakan berupa umpan alami, buatan dan kombinasi antara umpan alami dan buatan (Lampiran 2). Umpan alami berasal dari potongan layur sepanjang 8 cm. Adapun umpan buatan berupa lempengan logam aluminium dengan tebal 0,18 cm berbentuk oval. Panjang umpan buatan 8 cm dengan lebar terbesar 2,50 cm. Gambar 2 menampilkan bentuk umpan buatan dan nama-nama bagiannya. Ketiga jenis umpan dan konstruksi pancing ulur ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 2 Umpan buatan Kili-kili nomor 4

Badan umpan buatan

Matakail nomor 9 Kili-kili nomor 4

(20)

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode percobaan. Kegiatannya diawali dengan perancangan umpan buatan, pemilihan mata kail dan penempatan mata kail. Selanjutnya, ujicoba penangkapan layur dilakukan dengan menggunakan pancing ulur.

Operasi penangkapan ikan dilakukan antara pukul 05:00–11:00 WIB.Dalam satu hari dilakukan 6 kali penangkapan, yaitu antara pukul 05:00-06:00 WIB, 06:00-07:00 WIB, 07:00-08:00 WIB, 08:00-09:00 WIB, 09:00-10:00 WIB dan 10:00-11:00 WIB. Kemudian dibagi atas 3 kelompok waktu, yaitu antara 05:00-07:00 WIB, 05:00-07:00-09:00 WIB dan 09:00-11:00 WIB. Daerah penangkapan ikan berjarak ± 2 mil dari pantai dengan kedalaman perairan sekitar 60 m. Tiga pancing ulur yang dioperasikan masing-masing tersusun atas 10 mata pancing. Setiap pancing ulur menggunakan umpan alami, buatan dan campuran. Konstruksi pancing ulur dari ketiga jenis umpan ditampilkan pada Gambar 4.

Asumsi yang harus diperhatikan adalah :

1) Layur yang berada di daerah penangkapan mempunyai peluang tertangkap

yang sama; dan

2) Gelombang dan arus yang terjadi di daerah penangkapan, tidak dilakukan

pengukuran. Keterangan :

1) Umpan alami (potongan layur);

2) Umpan buatan (lempengan aluminium); 3) Umpan kombinasi (aluminium dan layur); 4) Penggulung plastik (Ø 18 cm);

5) Tali monofilament polyamide (PA) (panjang 600 m); 6) Kili-kili (nomor 4);

7) Tali utama (panjang 25 m); 8) Tali cabang (panjang 1,5 m);

9) Umpan alami, buatan dan kombinasi; dan 10) Timah pemberat (1,5 kg).

Gambar 3 Jenis umpan dan konstruksi pancing ulur

(21)

Operasi penangkapan pancing ulur dikerjakan oleh tiga pemancing yang berada dalam satu perahu. Masing-masing pemancing menggunakan pancing ulur dengan jenis umpan yang berbeda. Jenis umpan yang digunakan nelayan dipertukarkan pada setiap pemancingan. Perahu yang digunakan berukuran

panjang 8 m dan lebar 1 m. Mesin yang digunakan adalah outboard engine

berjumlah 2 unit dengan kekuatan masing-masing 40 PK. Operasi penangkapan layur di atas perahu dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4 Konstruksi pancing ulur menggunakan ketiga jenis umpan

Buatan Kombinasi

(22)

Urutan pengoperasian pancing ulur adalah sebagai berikut:

1) Persiapan operasi penangkapan ikan yang meliputi penyiapan mesin, bahan

makanan dan jangkar;

2) Berangkat menuju daerah penangkapan ikan pada pukul 04:00 WIB;

3) Pemasangan jangkar;

4) Pemancingan pertama selama satu jam antara pukul 05:00-06:00 WIB;

5) Pengangkatan pancing dan pengamatan terhadap posisi mata kail yang

terkait pada mulut layur;

6) Melepaskan layur yang terkait di mata kail dan menaruhnya ke dalam

wadah;

7) Proses pemancingan dilanjutkan antara pukul 06:00-07:00 WIB;

8) Selama proses pemancingan, layur yang telah tertangkap diukur panjang dan

beratnya. Selanjutnya kedua data dibedakan berdasarkan jenis umpan dan waktu penangkapan;

9) Operasi penangkapan ikan dilanjutkan kembali antara pukul 07:00-09:00

WIB dan 09:00-11:00 WIB; dan

10) Kerja yang sama dilakukan pada keesokan harinya selama 21 hari.

Keterangan:

1) Dua unit mesin outboard engine masing-masing 40 PK;

2) Tiga pemancing layur; dan

3) Tali pancing ulur.

Pengukuran lebar bukaan mulut layur

Pengukuran bukaan mulut pada layur yang tertangkap oleh ketiga jenis umpan sangat diperlukan untuk mengetahui apakah penggunaan jenis umpan yang berbeda akan mempengaruhi bukaan mulutnya. Pengukuran lebar bukaan mulut layur disajikan pada Gambar 6 dan prosedur pengukurannya dilakukan dengan uraian sebagai berikut:

1) Memisahkan layur yang tertangkap berdasarkan ketiga jenis umpan;

2) Bagian rahang atas dan bawah mulut layur dibuka perlahanagar mulutnya

terbuka secara sempurna ;

3) Pengukuran mulai dilakukan dari ujung mulut rahang atas hingga ujung

mulut rahang bawah menggunakan penggaris baja;

4) Hasil pengukuran bukaan mulut layur dicatat untuk dianalisa; dan

5) Kerja yang sama dilakukan pada layur tangkapan berikutnya.

Gambar 5 Ilustrasi posisi pemancing di atas perahu

(23)

Analisis Data

Data hasil tangkapan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif dan uji statistik. Analisis deskriptif komparatif digunakan dalam menganalisis hasil tangkapan dan waktu penangkapan. Uji statistik rancangan acak lengkap (RAL) digunakan untuk pengujian perbedaan jenis umpan. Keseluruhan analisis data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Analisis data

No. Tujuan Analisis

1) Membuktikan bahwa umpan buatan dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapan; dan

Deskriptif komparatif 2) Menentukan waktu penangkapan yang paling efektif

dalam pengoperasian pancing ulur

ANOVA (RAL)

Uji Kolmogorov-Smirnov

Uji Kolmogorov-Smirnov termasuk uji nonparametrik yang dilakukan untuk mengetahui kenormalan data. Jika data tidak menyebar normal maka transformasi data dilakukan dengan menggunakan formula arch sin berdasarkan petunjuk Steel and Torrie (1993). Pengujian Kolmogorov-Smirnov menggunakan SPSS. Langkah-langkah SPSS adalah:

1) Klik Analyze > Nonparametrik Test > 1 Sample K-S

2) Masukkan variabel ke dalam Test Variable List

3) Klik OK

Hipotesis:

H0 = Nilai berdistribusi normal H1 = Nilai tidak berdistribusi normal

(24)

Kriteria uji adalah H0 ditolak jika asymptotic signifikan value uji

Kolmogorov-Smirnov 0,50.

Uji ANOVA RAL

Rumus matematis pada rancangan acak lengkap (ANOVA RAL) menurut Steel and Torrie (1993), dimodelkan sebagai berikut:

Yijk = μ+ τi+ ij + ijk ; i = 1,2,3,...dst ; dan j = 1,2,3…dst;

Keterangan :

Yijk : Pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j dan anak contoh ke-k;

μ : Rataan tengah populasi;

τi : Perlakuan ke-i;

ij : Pengaruh ulangan ke-j, perlakuan ke-i; dan ijk : Galat anak contoh.

Analisis ini menggunakan asumsi sebagai berikut :

1) Aditif, homogen, bebas, dan normal;

2) τi bersifat tetap; dan

3) ijk~ N (0,σ2).

Kesimpulan yang diperoleh adalah jika Fhit>Ftab, maka tolak Ho dan terima H1 jika Fhit<Ftab maka tolak H1 dan terima Ho.

Selanjutnya, jika kesimpulannya menunjukkan bahwa hasil tangkapan setiap perlakuan berbeda nyata (Fhit < Ftab; terima H1 dan tolak Ho) maka dilakukan uji

lanjut (Tukey test). Fungsinya untuk melihat perlakuan mana yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Model persamaannya adalah sebagai berikut:

W = qα(p, fe) Sy;

Keterangan :

Qa : Nilai tabel (α =0,05);

P : Jumlah perlakuan;

fe : Derajat bebas; dan

(25)

Gambar 7 Layur (Trichiurus sp)

(Sumber: http://www.iftfishing.com/mancing/fishypedia/ikan-layur)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah hasil tangkapan pancing layur yang diperoleh selama penelitian adalah 879 ekor. Hasil tangkapan yang diperoleh hanya satu jenis, yaitu layur bedog (Trichiurus savala). Panjang total layur yang tertangkap berkisar antara 60-85 cm. Panjang layur yang layak tangkap adalah mulai dari 70 cm, berarti 71% dari hasil tangkapan adalah layak tangkap.

Layur (Trichiurus sp) memiliki bentuk tubuh yang panjang dan pipih.

Wewengkang (2002) menjelaskan bahwa bagian atas kepala layur berwarna ungu agak gelap, sedangkan warna siripnya sedikit kekuning-kuningan. Sirip punggungnya panjang sekali mulai dari atas kepala dan berjari-jari lemah 105-134. Sirip dubur juga berjari-jari lemah 72–80 dan terdapat duri-duri kecil yang tersembunyi di bawah kulit. Sirip perut tidak ada dan garis rusuk berada dibagian bawah badan sirip dada dan sirip ekor semakin mengecil. Hal ini yang menjadi ciri khas layur, sehingga mudah dikenal dari bentuk tubuhnya yang terlihat seperti pita, terutama pada bagian belakang sampai ke ekor.

Taksonomi layur (Trichiurus sp) menurut Nakamura and Parin (1993)

sebagai berikut :

Filum: Chordata

Superkelas: Gnathostomata Kelas: Osteichthyes

SubKelas: Actinopterygii

(26)

Menurut Abidin et al. (2013) jenis layur yang sering tertangkap di perairan

Teluk Palabuhanratu adalah layur bedog (Trichiurus savala) dan meleu

(Trichiurus lepturus). Hal ini menginformasikan bahwa penyebaran layur sangat luas di semua perairan tropis dan sub tropis yang ada di dunia. Daerah penyebarannya dapat dijumpai pada hampir semua perairan pantai di Indonesia, terutama perairan Pulau Jawa, seperti Jampang, Ujung Genteng dan Palabuhanratu. Kedua jenis layur tersebut memiliki perbedaan pada bentuk, panjang dan warna tubuhnya. Nakamura and Parin (1993) menjelaskan bahwa tubuh layur bedog berbentuk pipih dengan panjang 70-80 cm. Bagian bawah dan kedua sisi tubuh layur bedog berwarna keabuan, sedangkan pada bagian punggung dan ekornya berwarna kuning. Bentuk tubuh layur meleu seperti pita dan panjangnya dapat mencapai 120 cm. Warna tubuhnya putih keperakan. Sirip punggungnya berwarna kuning dengan pinggiran kehitaman. Ukuran tubuh layur meleu lebih panjang dibandingkan dengan layur meleu. Ukuran matanya juga lebih besar. Morfologi layur bedog dan meleu ditunjukkan pada Gambar 8.

Layur bedog dan meleu biasanya tertangkap oleh nelayan Palabuhanratu menggunakan jenis alat tangkap pancing ulur, payang, bagan dan jaring insang. Dari kelima alat tangkap tersebut, pancing lebih banyak digunakan untuk menangkap layur. Pancing ulur hanya dioperasikan untuk menangkap layur (Wewengkang 2002). Adapun pada jenis alat tangkap lainnya, layur yang merupakan hasil tangkapan sampingan.

Dalam penelitian ini, jenis layur yang tertangkap adalah layur bedog.

Menurut Salamah et al. (2008), layur bedog hidupnya cenderung bergerombol

dan dapat ditangkap di perairan Teluk Palabuhanratu pada setiap waktu. Lokasi dilakukannya penelitian berada di teluk yang berdekatan dengan muara sungai. Karakteristik perairan adalah berlumpur dengan kedalaman perairan sekitar 60 m. Lokasi ini diduga merupakan habitat dari layur bedog. Ini sesuai dengan pendapat Abidin et al. (2013) yang menjelaskan bahwa sebagian besar layur bedog hidup di muara sungai yang dangkal dengan dasar perairan berlumpur. Selanjutnya,

Muktiono et al. (2013) menambahkan bahwa layur bedog sangat mudah

tertangkap di perairan Palabuhanratu.

Jenis layur meleu tidak tertangkap selama penelitian, karena daerah penangkapan yang dipilih bukan merupakan habitat dari layur ini. Harjanti et al.

(2012) menyebutkan bahwa kedalaman habitat meleu sekitar 150-200 m. Selain Gambar 8 Jenis layur yang terdapat di perairan Teluk Palabuhanratu

(Sumber :http://www.iftfishing.com/blog/fishypedia/ikan-layur

http://kids.britannica.com/comptons/art-169548/Cutlash-fish-Trichiurus-lepturus)

Bedog (Trichiurus savala)

Meleu

(27)

itu, musim puncak meleu terjadi pada bulan Juli-November, sehingga jenis layur ini tidak tertangkap pada saat operasi penangkapan yang dilakukan antara bulan Januari-Februari.

Panjang total 879 ekor layur bedog yang tertangkap selama penelitian berkisar antara 60-85 cm. Rinciannya adalah sebanyak 142 ekor berukuran panjang antara 60-65 cm, 117 ekor (65-70 cm), 277 ekor (70-75 cm), 211 ekor (75-80 cm) dan 132 ekor (80-85 cm), sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9

dan Lampiran 3. Menurut Abidin et al. (2013), ukuran panjang layur remaja

kurang dari 70 cm, layur dewasa berkisar antara 70-100 cm dan layur tua lebih dari 100 cm. Dengan demikian, hasil tangkapan pancing layur didominasi oleh layur dewasa sebanyak 620 ekor atau 71% dari seluruh hasil tangkapan, sedangkan layur remaja sebanyak 259 ekor (29%). Ini dapat dipahami karena waktu operasi penangkapan antara bulan Januari-Februari sesuai dengan musim puncaknya. Effendie (1997) menjelaskan bahwa waktu pemijahan layur dewasa terjadi pada bulan November-Februari, sehingga jumlahnya sangat banyak di perairan untuk memijah. Azizah (2011) menambahkan bahwa ukuran layur bedog yang biasa tertangkap oleh nelayan di Palabuhanratu adalah berkisar antara 70-80 cm.

Layur bedog yang tergolong tua tidak tertangkap selama penelitian karena berada jauh dari lokasi pemancingan. Selain itu, pergerakannya sudah lambat sehingga kalah bersaing dengan layur dewasa dalam berebut makanan. Abidin et al. (2013) menjelaskan bahwa layur yang sudah tua, hidupnya menyendiri di dasar perairan sehingga sulit tertangkap. Kondisi ini sangat menguntungkan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan layur. Nelayan boleh melakukan operasi penangkapan layur sebanyak mungkin di bulan Februari karena layur yang akan tertangkap sebagian besar merupakan layur dewasa yang sudah melakukan pemijahan lebih dari satu kali sehingga ketersediaan sumberdaya layur dapat dipertahankan.

60-65 65-70 70-75 75-80 80-85

Jum

lah (ekor)

Panjang (cm)

(28)

Hasil Tangkapan Layur Berdasarkan Jenis Umpan

Umpan merupakan faktor yang sangat penting untuk keberhasilan usaha penangkapan layur dengan menggunakan pancing ulur. Wewengkang (2002) menjelaskan bahwa umpan yang digunakan untuk pemancingan harus sesuai dengan kebiasaan makan dari ikan yang mau ditangkap, ukuran umpan harus disesuaikan dengan tujuan tangkapan dan dagingnya harus kenyal agar bisa tahan lama melekat pada mata pancing selama di dalam air. Hal ini yang menjadi prioritas utama pada pengoperasian pancing ulur agar umpan tersebut dapat berfungsi dengan baik yaitu mengundang atau merangsang layur untuk mendekatinya, sehingga sistem pengoperasian yang dilakukan akan lebih efektif.

Kebanyakan ikan akan memberikan reaksi jika umpan yang dilihat bergerak, mempunyai bentuk dan warna. Fitri (2008) menginformasikan bahwa penggunaan umpan dalam operasi penangkapan ikan selalu ada kelemahannya, seperti ikan yang menjadi tujuan penangkapan tidak mau mendekati umpan dan dibutuhkan waktu yang lama untuk menunggu ikan target berkumpul di daerah penangkapan. Oleh sebab itu, umpan yang memiliki daya tarik sangat dibutuhkan agar ikan cepat datang berkumpul di daerah penangkapan. Salah satu syarat utama umpan yang baik berdasarkan indra penglihatan dan penciuman adalah umpan harus mampu memikat ikan dari bentuk, gerak, warna dan refleksi cahaya.

Hasil ujicoba penangkapan layur menunjukkan bahwa ketiga jenis umpan, baik alami, buatan maupun kombinasi, direspon oleh layur. Ini dikarenakan ketiganya dapat memantulkan cahaya sehingga dapat menarik perhatian layur. Berdasarkan jenis umpan yang digunakan dalam uji coba penangkapan layur, kombinasi umpan buatan dan alami menghasilkan tangkapan layur terbanyak, yaitu 453 ekor atau 52 % dari total hasil tangkapan (Gambar 10 dan Lampiran 4).

Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap hasil tangkapan layur menunjukkan bahwa data hasil tangkapan tidak menyebar normal. Oleh karena itu, data

ditransformasi menggunakan formula arch sin. Hasilnya diuji kembali dan

didapatkan nilai sig 0,4080 yang lebih besar dari 0,05. Ini berarti data bersifat homogen dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji statistik parametrik ANOVA

203 (23%) 223 (25%)

(29)

RAL. Selanjutnya, dari hasil perhitungan analisis statistik ANOVA rancangan acak lengkap didapatkan nilai Fhit = 93,211, atau lebih besar dari Ftabel = 2,9957

pada α = 0,05. Ini berarti Ho ditolak. Dengan demikian, hasil perhitungan ini

menjelaskan bahwa jumlah layur yang tertangkap oleh ketiga jenis umpan berbeda nyata (Lampiran 5).

Perbedaan hasil tangkapan layur pada ketiga jenis umpan tersebut berkaitan erat dengan tingkah laku layur dalam memangsa. Warna umpan yang lebih mengkilat dan dapat memantulkan cahaya akan merangsang layur untuk memakannya. Pada penelitian ini, ketiga jenis umpan mempunyai karakteristik yang sedikit berbeda. Umpan alami mempunyai warna yang mengkilat, sedangkan umpan buatan dirancang mempunyai warna yang lebih mengkilat dibandingkan umpan alami. Adapun umpan kombinasi merupakan perpaduan keduanya. Perbedaan ini diduga mempengaruhi respon layur untuk menyambar umpan. Wewengkang (2002) menginformasikan bahwa pada umumnya layur merupakan ikan perenang cepat dengan posisi tubuh hampir seluruhnya vertikal dan lebih dominan menggunakan indera penglihatannya dibandingkan dengan penciuman, sehingga layur lebih tertarik pada umpan yang mengkilat karena mudah terlihat. Pendapat yang sama juga diperkuat oleh Azizah (2011) yang menjelaskan bahwa layur lebih peka terhadap cahaya dan sangat tertarik dengan warna umpan mengkilat yang dapat memantulkan cahaya.

Respon layur terhadap umpan yang mengkilat didukung oleh bertambahnya ukuran panjang tubuh layur. Tubuh layur yang semakin panjang atau layur dewasa, mempunyai jarak pandang yang lebih jauh terhadap umpan. Umpan mengkilat yang dapat memantulkan cahaya lebih besar dapat direspon oleh indera penglihatan layur dewasa pada jarak yang jauh. Hal inilah yang menyebabkan hasil tangkapan umpan buatan sebagian besar didominasi oleh layur dewasa dengan panjang tubuh >70 cm. Hasil tangkapan ini sesuai dengan pendapat

Dwiponggo et al. (1991) yang menjelaskan bahwa peningkatan ukuran panjang

tubuh layur akan memperbesar jarak pandang layur, sehingga umpan yang berukuran besar mudah terlihat oleh layur. Hasil kajian Zhang and Arimoto (1993) juga menunjukkan bahwa jarak pandang maksimum ikan akan bertambah seiring dengan bertambahnya ukuran panjang tubuh ikan.

Muktiono et al. (2013) mengatakan bahwa ketertarikan layur terhadap

mangsanya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang dipantulkan oleh permukaan tubuh mangsanya. Oleh karena itu, luas penampang permukaan umpan yang berfungsi sebagai pemantul cahaya sangat menentukan keberhasilan penangkapan layur dengan pancing layur. Luas bidang pantul umpan campuran mencapai 63 cm2 atau lebih luas dibandingkan dengan umpan buatan 42 cm2 dan

alami 21 cm2. Ini menjadi salah satu alasan mengapa umpan kombinasi dapat

menangkap layur jauh lebih banyak dibandingkan dengan kedua umpan lainnya.

Hasil Tangkapan Layur Berdasarkan Waktu Pemancingan

(30)

untuk menangkap layur dapat dilihat oleh indera penglihatan layur. Selain itu, operasi penangkapan layur pada siang hari sangat menguntungkan nelayan, seperti bahan bakaruntuk mesin penggerak tidak boros, karena nelayan hanya menuju satu daerah penangkapan dan biaya operasional tidak mahal termasuk transportasi dan akomodasi karena waktu pemancingan dapat dihentikan berdasarkan waktu layur berhenti makan.

Jumlah hasil tangkapan total selama penelitian adalah 879 ekor yang diperoleh dari tiga periode waktu yang berbeda (Gambar 11 dan Lampiran 6). Periode waktu operasi penangkapan antara jam 05:00-07:00 WIB memberikan jumlah tangkapan layur terbanyak. Jumlahnya mencapai 379 ekor atau 43% dari seluruh layur yang tertangkap. Hal ini terjadi karena pada periode ini keadaan perairan sangat tenang, karena arus yang ditimbulkan oleh pasang surut belum datang. Ini mengakibatkan aktivitas makan layur yang sedang berada pada puncaknya sama sekali tidak terganggu. Urutan berikutnya adalah antara 07:00-09:00 WIB sebanyak 298 ekor (34%) dan 07:00-09:00-11:00 WIB202 ekor (23%).

Operasi penangkapan layur pada selang waktu 07:00-09:00 WIB menghasilkan jumlah tangkapan yang semakin berkurang. Penyebabnya, kondisi perairan pada selang waktu tersebut mulai tidak tenang yang disebabkan oleh perubahan kondisi oseanografi perairan, seperti arus dan angin. Hal ini selaras dengan pendapat Wewengkang (2002) yang dijabarkan oleh Wahyudin (2004), yaitu arus pasang dari pagi sampai siang mulai bergerak dari 50 cm/detik hingga 75 cm/detik dan angin juga mulai bertiup, sehingga mengganggu aktivitas makan layur. Selanjutnya, Effendie (1997) menjelaskan bahwa aktivitas makan ikan dapat berubah jika lingkungan perairan menjadi buruk, bahkan ikan dapat berhenti mencari makanan.Sementara layur yang tertangkap, menurut Azizah (2011), merupakan layur yang baru keluar dari tempat persembunyiannya untuk mencari makan. Beberapa layur yang kembali ke tempat persembunyiannya juga akan tertangkap ketika melewati lokasi pemancingan.

Jumlah hasil tangkapan layur terendah terjadi pada selang waktu penangkapan 09.00-11.00 WIB. Layur yang tertangkap tersebut merupakan sisa layur yang belum makan pada jam makan puncak atau layur yang baru tiba di

379 (43%)

(31)

lokasi pemancingan. Muktiono et al. (2013) menjelaskan bahwa semakin bertambah waktu operasi penangkapan ikan pada siang hari, maka kecerahan perairan semakin bertambah. Hal ini berimbas pada aktivitas makan layur yang mencari jenis makanan lainnya, seperti plankton dan ikan berukuran kecil. Abidin

et al. (2013) menambahkan bahwa layur yang tertangkap di akhir periode

penangkapan diduga merupakan sisa layur yang lolos dari persaingan dalam mencari makan pada waktu sebelumnya. Selain itu, waktu penangkapan tidak bertepatan dengan aktivitas makan layur.

Lebar Bukaan Mulut Layur Berdasarkan Jenis Umpan

Hasil tangkapan layur selama penelitian menunjukkan bahwa layur yang tertangkap mempunyai lebar bukaan mulut yang beragam. Berdasarkan hasil pengukuran pada bukaan mulutnya, didapatkan bahwa layur mempunyai ukuran bukaan mulut yang bervariasi. Informasi bukaan mulut layur yang tertangkap sangat diperlukan untuk mengetahui apakah penggunaan ukuran umpan yang berbeda akan mempengaruhi bukaan mulut layur.

Ukuran umpan menentukan keberhasilan operasi penangkapan layur. Umpan dengan dimensi ukuran yang lebih besar dari bukaan mulut layur dapat menyebabkan layur sulit memakan umpan. Sebaliknya, umpan yang terlalu kecil dapat menyebabkan layur sulit mengenalinya. Adapun layur yang dapat mendekati umpan terlalu kecil dapat menyebabkan mata kail dan umpan akan tertelan, sehingga menyulitkan dalam melepaskan mata kail dari dalam mulut layur yang terkait.

Jumlah layur yang terkait pada umpan alami sebanyak 203 ekor. Layur ini mempunyai ukuran lebar mulut berkisar antara 3,0-4,0 cm. Rincian ukuran lebar mulut pada umpan alami dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa layur paling banyak tertangkap menggunakan umpan alami adalah layur dengan ukuran lebar mulut 4,0 cm, yaitu sebanyak 147 ekor atau 72,41 % dari tolal hasil tangkapan. Adapun urutan kedua adalah bukaan mulut 3,0 cm sebanyak 29 ekor (14,28%) sedangkan hasil tangkapan lainnya mempunyai ukuran antara 3,1-3,9 hanya 27 ekor (13,30%).

Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa umpan alami yang digunakan nelayan didominasi oleh hasil tangkapan layur dengan bukaan mulut 4,0 cm. Ukuran panjang layur yang tertangkap pada bukaan mulut ini juga didominasi dengan layur dewasa yang mempunyai ukuran antara 70-85 cm. Layur dengan bukaan mulut 4,0 cm pada ukuran panjang 70-85 cm mencapai 135 ekor (66,50%).

(32)

Tabel 2 Ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap dengan umpan alami Ukuran

bukaan mulut (cm)

Panjang layur (cm)

Jumlah

Tabel 3 Ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap dengan umpan buatan Ukuran

bukaan mulut (cm)

Panjang layur (cm)

Jumlah

(33)

Penggunaan umpan kombinasi memberikan hasil tangkapan yang sangat baik dibandingkan dengan umpan alami dan umpan buatan. Jumlah total hasil tangkapan dengan menggunakan umpan kombinasi adalah 453 ekor. Rinciannya disajikan pada Tabel 4. Layur yang tertangkap memiliki ukuran lebar mulut antara 3,0-4,0 cm. Jumlah layur yang tertangkap dengan ukuran lebar mulut 3,0 cm adalah 90 ekor (19,86%) yang didominasi oleh layur remaja, diantaranya layur dengan panjang tubuh 60-65 cm sebanyak 63 ekor (13,90%) dan 65-70 berjumlah 25 ekor (5,51%). Ukuran lebar mulut layur antara 3,1 hingga 3,9 cm juga tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Selanjutnya, layur yang tertangkap dengan ukuran lebar mulutnya 4,0 cm berjumlah 306 ekor. Layur dewasa yang paling banyak tertangkap yaitu pada ukuran panjang 70-75 cm sebanyak 113 ekor (24,94%), 75-80 (111 ekor atau 24,50%) dan panjang layur antara 80-85 cm memperoleh tangkapan berjumlah 73 ekor (16,11%).

Berdasarkan Tabel 4, umpan kombinasi mampu menangkap layur yang memiliki ukuran lebar mulutnya antara 3,0-4,0 cm. Hal ini menunjukkan bahwa umpan kombinasi mampu menarik perhatian layur untuk mendekatinya dan memangsanya, karena umpan kombinasi memiliki warna mengkilat yang mampu memantulkan cahaya sehingga dapat terlihat oleh indera penglihatan layur.

Tabel 4 Ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap dengan umpan kombinasi Ukuran

bukaan mulut (cm)

Panjang layur (cm)

Jumlah

Total hasil pengukuran bukaan mulut layur yang diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa layur yang tertangkap menggunakan ketiga jenis umpan tidak berpengaruh terhadap ukuran bukaan mulut layur. Kisaran bukaan mulut layur yang tertangkap adalah antara 3,0-4,0 cm. Layur remaja banyak yang tertangkap pada ukuran bukaan mulut 3,0 cm berjumlah 154 ekor atau 17,51%, sedangkan ukuran bukaan mulut 4,0 cm didominasi oleh layur dewasa sebanyak 575 ekor atau 65,41%.

(34)

mulut 4,0 cm sebanyak 150 ekor (67,26%). Jumlah tangkapan layur menggunakan umpan kombinasi pada ukuran bukaan mulut 3,0 cm adalah 90 ekor (19,86%), sedangkan ukuran bukaan mulut layur 4,0 cm memperoleh jumlah tangkapan sebanyak 306 ekor (67,54%). Dengan demikian, jumlah layur yang tertangkap menggunakan umpan buatan lebih banyak dari umpan alami. Selanjutnya, hasil tangkapan layur menggunakan umpan kombinasi lebih banyak tertangkap dari jumlah tangkapan layur yang menggunakan umpan buatan. Hal ini menunjukkan bahwa umpan buatan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan.

Jumlah hasil tangkapan layur menggunakan ketiga jenis umpan sebanyak 879 ekor. Ukuran panjang total minimumnya 60 cm dan panjang maksimum adalah 85 cm. Lebar bukaan mulut berkisar antara 3,0-4,0 cm. Ketiga jenis umpan tersebut dapat menangkap layur pada semua ukuran bukaan mulut layur yang tertangkap. Sebaran lebar bukaan mulut layur disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 7.

Berdasarkan Gambar 12, ukuran panjang total layur yang berada pada kisaran 60 hingga <80 cm memiliki ukuran lebar mulut yang sangat beragam, yaitu antara 3,0–4,0 cm. Jumlahnya sebanyak 747 ekor atau 84,98% dari seluruh layur yang tertangkap. Hal yang berbeda hanya terdapat pada ukuran panjang 80– 85 cm dengan lebar bukaan mulut 4,0 cm sebanyak 132 ekor (15,02%). Dengan demikian, ukuran panjang total layur hingga <80 cm tidak dapat digunakan untuk memprediksi lebar mulutnya.

Setiap jenis umpan dapat menangkap semua ukuran lebar bukaan mulut layur. Pada Gambar 13 ditunjukkan hubungan antara panjang total layur dan lebar bukaan mulut berdasarkan ketiga jenis umpan. Layur yang tertangkap pada semua ukuran lebar bukaan mulut sangat tertarik pada ketiga jenis umpan, karena ukuran mata pancing dan umpan sudah sesuai dengan lebar bukaan mulut sehingga jumlah tangkapan meningkat.

2,0

55,0 60,0 65,0 70,0 75,0 80,0 85,0 90,0

Le

(35)

Umpan kombinasi menangkap layur terbanyak karena luas penampangnya lebih besar dari umpan buatan dan alami. Umpan buatan menduduki urutan kedua dalam perolehan jumlah tangkapan, karena pantulan cahaya dari penampang yang berada pada kedua sisinya lebih besar dibandingkan dengan umpan alami. Jumlah tangkapan layur yang paling sedikit adalah pada umpan alami, karena luas penampangnya hanya berada pada satu sisi sehingga layur agak sulit untuk mendeteksinya. Selain itu, jarak pandang layur dipengaruhi oleh ukuran panjang layur.

Gambar 13 Layur yang tertangkap berdasarkan ketiga jenis umpan

28 24

60-65 65-70 70-75 75-80 80-85

(36)

4 SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1) Penggunaan umpan buatan pada pengoperasian pancing ulur dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan layur. Umpan kombinasi antara umpan buatan dan umpan alami mendapatkan hasil tangkapan terbanyak sebesar 453 ekor, atau 52% dari total hasil tangkapan, diikuti oleh umpan buatan 223 ekor (25%) dan umpan alami sejumlah 203 ekor (23%); dan

2) Waktu terbaik untuk menangkap layur adalah antara pukul 05:00-07:00 WIB yang menghasilkan 379 ekor atau 43% dari total hasil tangkapan, sedangkan antara pukul 07:00-09:00 WIB (298 ekor) dan 09:00-11:00 WIB (202 ekor).

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penyempurnaan penelitian ini adalah: 1) Penelitian yang sama perlu dilakukan di perairan lain untuk mendapatkan

hasil yang lebih memuaskan; dan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abida IW, Muhsoni FF, Siswanto AD. 2009. Limbah ikan sebagai alternatife umpan buatan untuk alat tangkap pancing tonda. Jurnal Kelautan. 2(1):1-9 Abidin Z, Redjeki S, Ambariyanto. 2013. Studi kebiasaan makanan ikan layur

(Trichiurus lepturus) di perairan pantai Bandengan Kabupaten Jepara dan di

perairan Tawang Weleri Kabupaten Kendal. Journal Of Marine Research.

2(3): 95-103.

Alatas U. 2004. Analisis Hasil Tangkapan dan Respons Penglihatan Ikan Tongkol

(Euthynnus Aflnis) pada Pancing Tonda Menggunakan Umpan Tiruan.

[Tesis]: Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Anonim.2011. Layur [internet]. [diunduh 2014 Juni 03]. Tersedia pada

http://www.iftfishing.com/mancing/fishypedia/ikan-layur

________. 2011. Layur Bedog [internet]. [diunduh 2014 Juni 03]. Tersedia pada

http://www.iftfishing.com/blog/fishypedia/ikan-layur

________. 2012. Layur Meleu [internet]. [diunduh 2014 Juni 03]. Tersedia pada

http://kids.britannica.com/comptons/art-169548/Cutlash-fish-Trichiurus-lepturus

Azizah N. 2011. Seleksi Waktu Operasi, Jenis Umpan, Nomor Mata Pancing dan

Kedalaman Mata Pancing pada Rawai Tegak Terhadap Hasil Tangkapan Layur. [Tesis]: Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dwiponggo, Badrudin M, Nogroho D, Sriyono. 1991. Potensi dan Pengembangan

Sumberdaya Demersal. Direktorat Jenderal Perikanan. P3O-LIPI Jakarta

(ID): Puslitbang Perikanan.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka

Nusantara.

Fitri ADP. 2008. Respons Penglihatan dan Penciuman Ikan Kerapu Terhadap

Umpan Terkait Dengan Efektivitas Penangkapan. [Disertasi]: Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Harjanti R, Pramonowibowo, Trisnani DH, 2012. Analisis musim penangkapan

dan tingkat pemanfaatan ikan layur (Trichiurus sp) di perairan

Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Journal of Fisheries Resources

Utilization Management and Technology. 1(1): 55-66.

Kusuma RD, Asriyanto, Sardiyatmo. 2012. Pengaruh kedalaman dan umpan berbeda terhadap hasil tangkapan lobster (Panulius sp) dengan jaring lobster (Bottom gill net monofilament) di perairan Argopeni Kabupaten Kebumen.

Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology.

1(1): 11-21.

Muktiono GS, Boesono H, Dian A. 2013. Pengaruh perbedaan umpan dan mata

pancing terhadap hasil tangkapan ikan layur (Trichiurus sp) di

Palabuhanratu, Jawa Barat. Journal of Fisheries Resources Utilization

Management and Technology. 2(1): 76-84.

Nakamura I, Parin NV. 1993. Snake Mackerels and Cutlassfishes of The World.

FAO Species Catalog. 15(125): 1-136.

Puspito G. 2010. Warna umpan tiruan pada huhate. Jurnal Saintek Perikanan.

(38)

Salamah E, Susanti MR, Purwaningsih S. 2008. Diversifikasi produk kerupuk

opak dengan penambahan daging ikan layur (Trichiurus sp). Buletin

Teknologi Hasil Perikanan. 11(1): 53-64.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan

Biometrik). Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.

Utami DP, Gumilar I, Sriati. 2012. Analisis bioekonomi penangkapan ikan layur (Trichiurus sp) di perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 137-144.

Wahyudin Y. 2004. Karateristik Sumberdaya Pesisir dan Laut Kawasan Teluk

Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. [Tesis]: Bogor (ID): Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Wewengkang I. 2002. Analisis Sistem Usaha Penangkapan Layur (Trichiurus sp)

di Palabuhanratu dan Kemungkinan Pengembangannya. [Tesis]: Bogor

(ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Zhang XM, Arimoto T. 1993. Visual physiology of walleye pollock (Theragra

chalcogramma) in relation to capture by trawl nets .ICES Marine Science Symposium.16(4) :113-116.

Zulfikar. 2012. Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di perairan

selatan Palabuhanratu. [Tesis]: Depok (ID): Sekolah Pascasarjana

(39)
(40)

 

(41)

Lampiran 2 Alat dan bahan Peralatan utama :

Perahu pancing ulur

(42)

 

Lanjutan lampiran 2

Mat

Tim Ki

Bend

Shank Eye

Point Barb

ta kail nomor 9

(43)

Lanjutan lampiran 2 Peralatan penunjang :

Kamera

(44)

 

Lanjutan lampiran 2

Papan pengukur

(45)

Lanjutan lampiran 2 Bahan yang digunak 2

kan adalah :

Umpan alami

Umpan buatan

(46)

 

Lampiran 3 Panjang total layur yang tertangkap

Layur yang tertangkap berdasarkan panjang total

Layur remaja Jumlah (ekor)

Panjang 60-65 (cm) 142

Panjang 65-70 (cm) 117

Jumlah (A) 259

Layur dewasa Jumlah (ekor)

Panjang 70-75 (cm) 277

Panjang 75-80 (cm) 211

Panjang 80-85 (cm) 132

Jumlah (B) 620

Jumlah total (A+B) 879

Lampiran 4 Layur yang tertangkap menggunakan ketiga jenis umpan Layur yang tertangkap berdasarkan ketiga jenis umpan

Layur remaja Jumlah (ekor)

Umpan A (1) 52

Umpan B (1) 68

Umpan C (1) 139

Jumlah (1) 259

Layur dewasa Jumlah (ekor)

Umpan A (2) 151

Umpan B (2) 155

Umpan C (2) 314

Jumlah (2) 620

Ketiga jenis umpan Jumlah (ekor)

(47)

Lampiran 5 Hasil uji ANOVApada ketiga jenis umpan

Total 3058,213 461

Hipotesis :

Ho = jumlah layur yang tertangkap tidak berbeda nyata

H1 = jumlah layur yang tertangkap oleh ketiga jenis umpan berbeda nyata

Kesimpulan = jika Fhit>Ftab pada α = 0,05 maka Ho ditolak dan sebaliknya

Lampiran 6 Waktu operasi penangkapan layur

Layur yang tertangkap menggunakan umpan alami

Waktu (WIB) Jumlah (ekor)

05:00-07:00 98 07:00-09:00 70 09:00-011:00 35

Jumlah 203

Layur yang tertangkap menggunakan umpan buatan

Waktu (WIB) Jumlah (ekor)

05:00-07:00 104 07:00-09:00 79 09:00-011:00 40

Jumlah 233

Layur yang tertangkap menggunakan umpan kombinasi

Waktu (WIB) Jumlah (ekor)

(48)

 

Lampiran 7 Data panjang dan lebar bukaan mulut layur

(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

No. Panjang

Lampiran 8 Hasil tangkapan layur menggunakan ketiga jenis umpan

(56)

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Ambon, pada tanggal 1 Juli 1974. Anak tunggal dari Micha Rahaningmas (alm) dan Ema Rahakbauw (almh). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjanah (S1) pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pattimura Ambon dan saat ini bekerja pada Politeknik Perikanan Negeri Tual sebagai staf pengajar.

Tahun 2011, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap (TPT) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis telah melakukan penelitian dan menulis tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor, dengan judul “Efektivitas penangkapan layur (Trichiurus

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Umpan buatan
Gambar 3 Jenis umpan dan konstruksi pancing ulur
Gambar 4 Konstruksi pancing ulur menggunakan ketiga jenis umpan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam kenaikan muka laut tersebut, maka manajemen risiko bencana alam perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam

1) “protokol ini, yang mengembangkan dan melengkapi pasal 3 yang umum dikenal dalam konvensi-konvensi jenewa tanggal 12 agustus 1949 tanpa merubah syarat-syarat

Dalam proses analisis data, dilakukan melalui dua tahap, yaitu analisis kesesuaian model teoritis dengan data empiris serta analisis pengaruh dan besar pengaruh regulasi

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care terhadap kemandirian aktivitas sehari-hari

Dari tabel 4.22 diatas dapat diketahui nilai R 2 adalah sebesar 0,233, berarti variabel dependen (disiplin guru) dipengaruhi oleh variabel independen (mempengaruhi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V Sekolah Dasar Negeri 24 Pontianak Timur

Berdasarkan hasil dan analisa data, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Penelitian Tindakan sekolah tentang menigkatkan kemampuan guru menetapkan KKM dengan diskusi kelompok kecil telah dilaksanakan dalam 2 siklus, menghasilakan