BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN INDUSTRI PENYAMAKAN
KULIT
Oleh :
Ari Dwi Cahyono
0852010028
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik ( S-1)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
O l e h :
Ari Dwi Cahyono
0852010028
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
Oleh :
Ari Dwi Cahyono
0852010028
Telah diperiksa dan disetujui
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Mengetahui
Ketua Program Studi
Dr.Ir. Munawar, MT
NIP : 19620501 198803 1 001
Menyetujui
Pembimbing
Ir. Tuhu Agung Rachmanto, MT.
NIP : 19620501 198803 1001
Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar sarjana (S-1), tanggal
: ...
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah – Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Penyamakan Kulit ini
dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat rahmatnya tugas ini dapat
terselesaikan dengan lancar.
2. Ir. Naniek Ratni Juliardi A.R,MKES, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
3. Dr. Ir.Munawar Ali., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas
4. Okik H.C.,ST.MT, Selaku sekretaris program studi teknik lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
5. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas PBPAB yang
telah membantu, mengarahkan,dan membimbing hingga tugas
perencanaan inisehingga dapat selesai dengan baik.
6. Firra Rosariawari., ST dan Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata
kuliah PBPAB.
7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta
support yang tidak pernah habis buat saya.
8. Teman aku Ninda Ramita, janeta, mas nurul, mas wakit, terima kasih telah
banyak membantu dalam menyelaesaikan tugas PBPAB ini
9. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2008 yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya
tugas ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebut satu
per satu.
Surabaya, Januari 2012
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 2
1.3 Ruang Lingkup ... 3
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Limbah Industri ... 5
2.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan ... 8
2.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) ... 9
2.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment) ... 16
2.2.2.1. Proses Fisik...17
2.2.2.2. Proses Kimia...22
2.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment) ... ..30
2.2.3.1. Proses Biologi Secara Aerobik...30
2.2.3.2. Proses Biologi Secara Anerobik...38
2.2.3.4. Proses Biologi Dengan Bio Film...42
2.2.4. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment) ... 49
2.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) ... 51
2.3 Persen Removal...54
2.4 Profil Hidrolis………59
BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Data Karakteristik Limbah ... 61
3.2 Standar Baku Mutu ... 61
3.3 Diagram Alir ... 62
BAB IV NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN 4.1 Neraca Masa ... 67
4.1.1. Screen...67
4.1.2. Bak Penampung...68
4.1.3. Flotasi...68
4.1.4. Bak Netralisasi...69
4.1.5. Bak Koagulas - Flokulasi...69
4.1.6. Bak Pengendap I...70
4.1.7. Activated Sludge...71
4.1.8. Bak Pengendap II ( clarifier )...71
4.2 Spesifikasi Bangunan...73
4.2.1. Saluran Pembawa I Menuju Screen...73
4.2.2. Screen...73
4.2.3. Saluran Pembawa II Menuju ke Sumur Pengumpiul..74
4.2.5. Pemompaan...74
4.2.6. Flotasi...75
4.2.7.BakNetralisasi...76
4.2.8.Bak Koagulasi...77
4.2.9.Bak Flokulasi...78
4.2.10. Bak Pengendap I...78
4.2.11. Activated Sludge.. ...79
4.2.12. Bak Pengendap II ( clarifier )... ...80
4.2.13.Sludge Drying Bed...81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 82
5.2 Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... ix
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Hal ini berpotensi menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, jika abu terbang batubara terbawa ke perairan saat hujan, dan abu terbang batubara tertiup angin akan mengganggu pernafasan. Abu terbang mengandung Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Besi
Oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, magnesium, dan belerang.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pemanfaatan fly ash batubara sebagai adsorben untuk menyisihkan senyawa organik, mengetahui efisiensi penyisihan senyawa organik dengan menggunakan fly ash sebagai adsorben,
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah massa abu batubara dengan kisaran 1 sampai dengan 5 gram, waktu agitasi pada kisaran 30 – 150 menit. Sedangkan ketetapan yang digunakan adalah kecepatan putaran paddle pada tangki berpengaduk 150 Rpm.
Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada massa adsorben 5 gram dan waktu pengadukan 150 menit menghasilkan penyisihan COD sebesar 91,11 % dengan penurunan kadar awal 540 mg/l menjadi 48 mg/l, nilai ini sudah memenuhi syarat baku mutu sesuai Kep Men LH N0.112 Tahun 2003 yaitu 100 mg/l.
caused dangerous for the environment and surrounding communities, if the coa’sl fly ash brought into the waters when rain, and the coal’s fly ash blows by the wind, It will disturb breathing. Fly ash contains of Silica (Si02), Alumina (Al203),
Oxide metal (Fe203), the left are carbon,magnesium and sulphur.
The objective of this research is to know the use of coal’s fly ash as adsorben to remove dissolved organic material, to know the efficiency of the remove organic material by using fly ash as adsorben.
The variable that used in this research is the mass of the coal’s ash from 1 until 5 gram, the agitation time between 30-150 minutes. While the constancy that used is the paddle circle speed on the tank for the liquids striing of 150 rpm.
The best result from this research is that the adsorben mass of 5 gram and the stirring time of 150 minutes produce isolating COD of 91,11 % with the decreasing early content 540 mg/l became 48 mg/l, this score has already meet the standard condition based on Kep Men No.112 of 2003 that is 100 mg/l.
1.1 Latar Belaka ng
Usaha industri kecil dan kerajinan kulit di magetan telah ada sejak lama,
yaitu sejak berakhirnya perang diponegoro kurang lebih 1830 dimana sebagian
pengikut Pangeran Diponegoro terletak dari timur sampai ke Magetan, yang
kemudian mereka memulai usaha penyamakan kulit dan selanjutnya dibuat
pakaian kuda, usaha tersebut berkembang pesat dan terhenti sementara pada saat
pendudukan jepang. Setelah kemerdekaan usaha ini berkembang kembali, dan
kerajinan barang kulit Magetan menjadi sangat terkenal di luar daerah. Dalam
perkembangan selanjutnya usaha tersebut mengalami pasang surut. Pada periode
1950-1960 adalah merupakan masa keemasan dari pengusaha penyamakan
maupun kerajinan kulit , tetapi pada masa 1970-1980 keadaan berbalik dan usaha
ini mengalami penurunan yang drastis dan hampir mati, karena tidak mampu
bersaing dengan barang dari plastik, kemudian ditambah lagi dengan bebasnya
import kulit mentah, yang sampai tahun 1974 jumlah usaha penyamakan dan
kerajinan kulit Tinggal 20 unit usaha, yang sebelumnya hampir setiap rumah di
dalam kota Magetan mempunyai usaha kerajinan barang kulit.
Pembangunan tahap pertama ini selesai pada bulan Mei 1981 dan tepat pada
tanggal 6 juni 1981 LIK Magetan diresmikan oleh Menteri perindustrian RI.
Bp.Ir. A.R. Soehoed dan gubernur jawa timur Bp. Soenandar priyo soedarmo.
calon penghuni LIK mulai memindahkan usahanya serta kegiatan produksinya
kedalam lokasi LIK. Sehubungan dengan adanya otonomi daerah , UPT LIK
Magetan yang dulu bernama unit pelayanan teknis kulit dan kerajinan Anyaman
Bambu yang berada di bawah Dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten
Magetan, sekarang berdasarkan peraturan pemerintah jawa timur nomor 2000
tanggal 18 desember 2000 tentang dinas perindustrian dan perdagangan propinsi
jawa timur menjadi UPTD di daerah Magetan dan menjadi Balai pelayanan teknis
industry kulit dan lingkungan industry kulit Magetan.
Dampak yang terjadi di pabrik penyamakan kulit magetan yaitu bau yang
tidak sedap karena terdapat kandungan amonia yang tinggi sehingga mengganggu
masyarakat sekitar.
Dengan adanya perencanaan IPAL diharapkan limbah yang telah diolah
dapat dimanfaatkan dan sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan Menurut
surat keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Industri atau kegiatan Industri Jawa Timur.
1.2 Mak sud dan Tujuan
Maksud dari tugas perencanaan bangunan pengolahan air buangan pabrik
kulit Magetan ini yaitu agar mahasiswa mengetahui serta memahami bagaimana
cara penentuan bangunan pengolahan air buangan yang sebenarnya dan
Sedangkan tujuan perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini
adalah :
1. Mencegah tercemarnya badan air, sehingga air tersebut dapat digunakan
sesuai dengan peruntukannya.
2. Memperbaiki design teknis IPAL
1.3 Ruang Lingkup
Sesuai dengan tugas yang telah diberikan maka isi dari tugas ini adalah
pembuatan detail dari instalasi / bangunan pengolahan air buangan yang meliputi :
Saluran Pembawa
Screen
Koagulasi
Flokulasi
Bak Pengendap I
Activated Sludge
Bak Pengendap II
2.1 Kar akter istik Limbah Industr i Pabr ik Kulit
Komposisi air limbah sebagai bahan buangan sangat mempengaruhi sifat
dan karakteristik air limbah. Pengetahuan tentang sifat dan karakteristik air limbah
sangat membantu dalam penentuan teknik dan pelaksanaan pengolahan air
limbah. Sifat dan karakteristik air limbah yang membedakan atas 3 ( tiga )
kelompok dapat dijelaskan, sebagai berikut :
a. Sifat Fisik
1. Kandungan Zat Padat
Umumnya air limbah mengandung bahan terendap yang cukup tinggi
apabila diukur dari padatan terlarut dan padatan tersuspensi.
2. Bau
Air limbah yang mengalami proses degradasi akan menghasilkan bau. Hal
ini disebabkan karena adanya zat organik terurai secara tak sempurna
dalam air limbah. Senyawa-senyawa yang menghasilkan bau antara lain :
NH3 dan Hidrogen Sulfida ( H2S )
3. Warna
Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna air limbah
dekomposisi. Selanjutnya air limbah akan jernih kembali bila telah normal
kembali.
4. Temperature
Proses kegiatan sumber limbah padat menyebabkan air buangan menjadi
hangat, sehingga air limbah umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi
disbanding dengan suhu air bersih.
b. Sifat Kimia
Berdasarkan bahan yang terkandung didalamnya, sifat kimia air limbah
digolongkan menjadi:
1. Senyawa organik
Air limbah umumnya mengandung senyawa organic 40% total padatan
yang tersusun dari unsur – unsur seperti :H, O, N, P dan S yang
bentuknya berupa senyawa protein, karbohidrat, lemak, detergen dan
pestisida.
2. Senyawa Anorganik
Keberadaan komponen – komponen anorganik dalam air limbah perlu
mendapat perhatian dalam menempatkan kualitas air limbah sebagai air
bahan buangan, karena keberadaan bahan – bahan organik ini tidak
menutup kemungkinan terkandung racun yang menambah beban dan
potensi bahaya air limbah.
c. Sifat Biologis
Keberadaan mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses
air limbah tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, justru menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan, maka mikroorganisme dikelompokkan
menjadi 2 (dua) golongan yaitu :
1. Mikroorganisme pathogen, seperti : bakteri coli, virus hepatitis, salmonella
dan lain- lainnya
2. Mikroorganisme non pathogen, seperti : protista dan algae
Par ameter Pengolahan Air Limbah Industr i Pabr ik Kulit
Sesuai dengan sifat dan bahan air limbah, dapat diketahui
parameter-parameter antara lain :
a. Biological Oxigen Demand (BOD)
Merupakan parameter yang menunjukan banyaknya oksigen yang digunakan
untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air
oleh aktifitas mikroba.
(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 81)
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Adalah nilai kebutuhan oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/lt) yang
dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara
kimiawi.
c. pH (Derajat Keasaman)
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sutau
larutan.
(MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 57)
d. TSS (Total Suspended Solid)
Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk
suatu sludge blanket yang terdiri dari bahan-bahan organik.
MetCalf & Eddy, “Wastewater Engineering Treatment & Reuse”, 4th edition, hal: 43)
e. NH3 - N
Amoniak ini disebut juga nitrogen amoniak, yang dihasilkan dari pembusukan
secara bakterial zat-zat organik dalam limbah.
( U.N. Mahida )
f. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Minyak tanah dan minyak pelumas adalah derivat atau turunan dari
minyak residu dan batubara yang berisikan karbon dan hidrogen. Minyak
2.2 Tinjauan Tentang Industr i Penyamakan Kulit
Kulit terbentuk dari reaksi serat kalogen di dalam kulit hewan dan
tannin, krom, tawas atau zat penyamak lain. Pada dasarnya untuk mengubah kulit
hewan digunakan dua proses yaitu proses rumah-balok, kulit hewan dibersihkan
dan disiapkan untuk operasi penyamakan. Pertama-tama, kulit direndam dalam air
untuk menghilangkan kotoran, darah, garam dan pupuk. Kemudian kulit
dibersihkan dengn mesin atau tangan untuk menghilangkan sisa-sisa daging yang
ada. Penghilangan bulu dilakukan secara kimiadengan tangan dan atau mesin.
Bubur kapur tohor digunakan untuk melepaskan bulu, kemudian apabila bulu itu
akan digunakan dapat dilarutkan dengan natrium sulfida. Langkah pertama dalam
proses penyamakan adalah perpendaman kulit hewan dalam larutan garam
ammonia dan enzim.Semua kulit hewan untuk penyamaan krom harus mengalami
pengasaman. Pengasaman membuat kulit hewan bersifat asam dengan
menggunakan asam sulfat dan natrium chlorida. Penyamakan itu sendiri dilakukan
di dalam tong yang berisi tannin nabati (kulit pohon, kayu, buah atau akar), atau
campuran kimi yang mengandung krom sulfat.
Pemucatan, pemberian warna coklat, cairan lemak dan pewarnaan
digunakan untuk kulit khusus. Langkah-langkah akhir seperti pengeringan,
perentangan dan penekanan kulit adalah proses kering dan tidak menghasilkan
Untuk mengantisipasi ini semua, perlu dilaksanakan pengelolaan limbah
industri penyamakan kulit berupa pengendalian dan pengolahannya, mulai dari
input bahan baku, bahan pembantu, proses, penanganan produk akhir dan ujung
akhir proses, serta usaha-usaha untuk meminimasi limbah.
( Devi Nuraini Santi, 2004 )
2.3 Kar akter istik Limbah Industr i penyamakan Kulit
Perkembangan industri saat ini telah memberikan sumbangan besar
terhadap perekonomian Indonesia. Namun di lain pihak, hal tersebut memberikan
dampak terhadap lingkungan akibat buangan industri dalam pengembangan
industri, berupa buangan air limbah ke permukaan badan air seperti sungai.
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu contoh industri yang berbahaya
karena menghasilkan sejumlah limbah, baik berupa padatan maupun cairan yang
keduanya menimbulkan dampak pencemaran bagi lingkungan. Limbah cair atau
bahan pencemar yang dihasilkan industri penyamakan kulit antara lain krom total
(Cr), TSS, Amoniak, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen
Demands (BOD) (Bapedal :368)
Biological Oxygen Demands (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis,
adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air
lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada di
dalam air lingkungan tersebut. Biological Oxygen Demands (BOD) memegang
peranan sangat penting untuk mengetahui kualitas perairan karena semakin tinggi
perairan tersebut semakin jelek. Standart baku mutu BOD adalah 75 mg/lt.
( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 )
COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidas secra kimia. Nilai
COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih
mudah terosidasi ecra kimia daripada secara biolgi. ( Sakti A. Siregar, 2005)
Standart baku mutu COD adalah 180 mg/lt.( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 ).
PH menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan
encer, dan mewakili konsentrasi hydrogen ionnya. PH tidak mengukur seluruh
kemasaman atau seluruh alkalinitas ; suatu metode titrasi ( penurunan kadar )
yang dibutuhkan untuk memperkirakan jumlah yang sebenarnya daripada
keasaman atau alkali yang ada. ( U.N. Mahida :36 )
TSS (Total Suspended Solid) adalah suatu endapan yang dapat disaring
(filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang terdiri-dari
bahan-bahan organik. Standart baku mutu TSS adalah 60 mg/lt.
( SK Gubernur No. 45 Tahun 2002 )
H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau
seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktifitas biologis ketika bakteri
mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktifitas anaerobik),
seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas
yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.Hidrogen sulfida juga
dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated
hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). IUPAC menerima
eksklusif ketika menamakan campuran yang lebih kompleks.
( www.id.wikipedia.org )
Crom merupakan salah satu unsur logam yang dapat digunakan sebagai
pewarna tekstil. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom,
mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan
limbahnya.
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia
sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak
kesehatan.(www.wikipedia.org.id )
Standart baku mutu yang mengatur besar kandungan Ammonia yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 10 mg/l.
Berdasarkan penelitian Amina,dkk (2011) dalam Muljono (1974)
menyatakan Terdapat berbagai bahan kimia yang digunakan dalam tiap tahapan
proses penyamakan yang dapat dilihat pada tabel 2.1
No Pr oses Bahan Ka rakter istik Limbah
Cair
1. Perendaman Air, Sodium
Hiplokorida
Mengandung Sodium
Hipoklorida
2 Penghilangan
kapur
Enzim, Garam
Amonium
Bersifat basa, limbah gas
amonia
3 Pencucian Air Bersifat basa
4 Pengasaman Air, Asam Sulfur,
Sodium
Bersifat asam
5 Proses krom Krom dioksida,
sodium klorida,
Sodium Bikarbonat
Bersifat asam, mengandung
6 Pemutihan Air, Natrium
karbonat, Asam
Sulfat
Bersifat asam
7 Pencucian Air Bersifat asam, mengandung
Krom
8 Fat Liquoring Minyak Mengandung Minyak
9 Pemucatan Bahan Pemucat Mengandung Zat pemucat
Sumber :Amina,dkk (2011) dalam Muljono (1974 )
2.4 Pr oses Pengolahan Limbah Cair Penyamaka n Kulit
Aliran limbah kadang perlu diolah sendiri-sendiri sesuai dengan
karakteristiknya, untuk mengurangi konsentrasi beberapa zat pencemar dalam
limbah cair. Aliran yang mengandung sulfida dapat dioksidasi untuk mengurangi
kadar sulfida. Krom hampir selalu trivalent karena tidak perlu dilakukan reduksi
bentuk heksavalennya. Aliran mengandung krom dapat diendapkan dengan
menggunakan tawas, garam besi atau polimer pada pH tinggi. Krom mungkin
dapat diperoleh kembali dengan menyaring endapan, melarutkannya kembali
dalam asam dan menggunakannya untuk penyamakan. Proses pengolahan primer
lain mliputi penyaringan, ekualisi dan pengendapan untuk mengurangi BOD dan
memperoreh padatan kembali. Pengolahan secara kimia dengan menggunakan
tawas, kapur tohor, fero-chlorida atu polielektrolit lebih lanjut dapat mengurangi
alir dan kadar limbah mungkin besar. Karena itu, harus digunakan sistem
penyamakan atau sistem laju alir tinggi. Sistem anaerob efektif, tetapi akan
mengeluarkan bau tajam dang mengganggu daerah pemukiman. Sistem-sistem
parit oksidasi, kolam aerob, sringan tetes dan Lumpur teraktifkan sudah banyak
digunakan. Danau (anaerob dan aerob) meruopakan sistem yang murah dan
efektif, apabila dirancang dan dioperasikan secara baik dan apabila tanah tersedia.
Apabila diperlukan, dapat digunakan suatu sistem untuk menghilangkan tingkat
nitrogen yang tinggi.( Devi Nuraini Santi, 2004 )
2.5 Bangunan Pengolahan Air Buangan
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat
pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:
2.5.1 Pr e Tr eatment (Pengolahan Pendahuluan)
Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan
menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan
selanjutnya. Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:
a. Screening
Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating,
perforated plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau
persegi empat. Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu
screen kasar dan screen halus. Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu
secara manual dan mekanis. Perbedaan screen kasar dan halus adalah pada
Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet
bahan baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran. Kecepatan
arah aliran harus lebih dari 0.3 m/dt sehingga bahan padatan yang tertahan di
depan saringan tidak terjepit. Jarak antar batang biasanya 20-40 mm dan
bentuk penampang batang tersebut empat persegi panjang berukuran 10 mm x
50 mm. Untuk bar screen yang dibersihkan secara manual, biasanya saringan
dimiringkan dengan kemiringan 60o terhadap horisontal.
Screen berfungsi untuk :
- Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam air
buangan supaya benda-benda tersebut tidak mengganggu aliran dalam
saluran dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.
- Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran
pembawa.
- Melindungi peralatan seperti pompa, valve, dan peralatan lainnya.
Wire mesh
Tabel 2.2 Pembagian Screen
Bagian-bagian Manual Mekanikal
1. Ukuran kisi
- Lebar
- Dalam
2. Jarak antar kisi
3. Sloop
4. Kecepatan melalui
bar
5. Head loss
05 – 15 mm
25 – 75 mm
25 – 50 mm
300 - 400 0,3 – 0,6 m/det
150 mm
05 – 15 mm
25 – 75 mm
15 – 75 mm
00 - 300 0,6 – 1,0 m/det
150 mm
(Sumber : Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse, ,hal 314)
Rumus yang digunakan :
1. Headloss pada bar screen :
(
)
α
β
.w/b 43..hv.sin h=Dimana :
h : headloss (m)
β : Faktor bentuk
w : lebar muka kisi
b : Jarak antar kisi
hv : Tekanan kecepatan air yang melalui kisi (m)
0 : Sudut terhadap horizontal
Sumber : Syed R. Qasim, Wastewater Treatment Plants, Planning, Design, and Operation, 1985,
Tabel 2.3. Faktor bentuk
J enis Bor β Bentuk
- Segi empat sisi runcing 2,42
- Segi empat sisi bulat runcing 1,83
- Segi empat sisi bulat 1,67
- Bulat 1,79
(Sumber : Metcalf and Eddy, 1979 hal 186)
2. Jumlah Batang :
(
n)
b nt ws= +1. + .dengan :
Ws = lebar saluran, (m)
n = jumlah batang
b = jarak antar kisi, (m)
t = tebal kisi/bar, (m)
3. Lebar Bukaan Screen :
) . ( tn ws
wc= −
4. Kecepatan melalui kisi :
h wc
Q Vi
.
Salur an Screw Pump
Pipa inlet
5. Tekanan kecepatan melalui screen :
g Vi hv
. 2
2
=
b. Sumur Pengumpul dan Pemompaan
Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit
dan kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan.
Pemompaan digunakan untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan
selanjutnya
Gambar 2.2. Sumur Pengumpul dan Pompa
Tabel 2.4. Macam – Macam Kar akter istik Pompa
Kla sifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa
Kinet ik Cent rifugal - Air limbah sebelum diolah
- Penggunaan lumpur kedua
- Pembuangan effluent
Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur, air limbah
Rot or - M inyak, pembuangan gas permasalahan
zat -zat kimia pengaliran lambat unt uk air
dan air buangan
Posit e Displace
M ent
SCREW
- Pasir , pengolahan lumpur pertama dan
kedua
- Air limbah pert ama
- Lumpur kasar
Diafragma
Penghisap
- Per masalahan zat kimia
- Limbah logam
- Pengolahan lumpur pertama dan kedua
(permasalahan kimia)
Air Lift - Pasir , sirkulasi dan pembuangan lumpur
kedua
Pneumat ic
Ejekt or
- Inst alasi pengolahan air limbah skala kecil
( M etcalf and Eddy, 2004)
Rumus yang digunakan :
td = Q V
V = A x H
dengan :
V = Volume sumur pengumpul (m3)
A = Luas permukaan sumur pengumpul (m2)
td = Waktu detensi (dt)
H = Kedalaman air (m)
Sumber : ( Metcalf and Eddy, Wastewater engineering Treatment and Reuse, McGraw-Hill, Inc, 1991, hal 224
2.5.2. Pengolahan Per tama (Pr imar y Tr eatment)
Pada tingkat ini umumnya mampu mereduksi BOD antara 25 – 30 % dan
mereduksi TSS 50 – 60 %. Pada proses ini terjadi proses fisik dengan unit
pengolahan meliputi:
a. Grit Chamber
Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi
yang berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan
butiran kasar lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan.
Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa
akibat adanya endapan kasar didalam saluran. Alat ini dapat berupa
proportional weir atau pharshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses
ini adalah secara gravitasi.
Ada dua jenis grit chambers :
1. Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan
kecepatan aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau
Gambar 2.3. Horizontal Grit Chamber
2. Aerated Grit Chamber
Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan
melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai
b. Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit
penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke
instalasi pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.
3 ft freeboard
Minimum required operating level
Minimum allowable operating level to protect floating aerator
Variable Bottom sloped todrainagesump Effective basin volume
Concentrate sour pad Floating aerator
Max surface
Gambar 2.5. Potongan Memanjang Bak Equalisasi
c. Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti
minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air
limbah dengan mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel
suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas
sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah
2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat
mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan. Untuk keperluan
flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.
Gambar 2.6. Tangki Flotasi
Rumus yang digunakan :
1. a. Operasi tanpa resirkulasi
S A
=
(
)
Sa 1 fP Sa 3 ,
1 −
Temp.,º C 0 10 20 30
Sa, mL/L 29,2 22,8 18,7 15,7
Feed
Pump Air
w s
PRV
Air Dissolut ion Tank Skimmer
Skimmed
Solids
b. Operasi dengan Resirkulasi S A =
(
)
XQ . Sa R . 1 fP Sa 3 , 1 − dengan :A/ S = perbandingan udara dengan padatan, mL udara/mg
padatan
Sa = kelarutan udara, mL/L
f = fraksi udara terlarut pada tekanan P, biasanya 0,5
P = tekanan, atm
7 , 14 7 , 14 p+
= (U.S. customary units )
3 , 101 35 , 101 p+
= (SI units)
p = gage pressure, lb/in2 gage (kPa)
Sa = padatan lumpur, mg/L
Sumber: Metcalf and Eddy, Wastewater Engineering Treatment,
d. Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari
kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan
dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal
partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan. Skimmer yang
ada pada bak pengendap I digunakan untuk tempat pelimpah lemak dan
minyak yang mengambang.
Gambar 2.7. Bak Pengendap Rektanguler
Rumus yang digunakan :
1. Setling Zone
a) Kecepatan pengendapan partikel, mengikuti hukum Stokes.
(
)
2. 1 .
18 v dρ
Ss g
Vs= −
dengan :
Vs = Kecepatan pengendapan partikel (cm/det)
g = Percepatan gravitasi (cm/det2) Ss = Spesifik gravity
v = Viskositas kinematik (cm2/det) dp = Diameter partikel (cm)
b) Check terjadinya penggerusan
(
)
[
]
12. . 1 . .
8 βα Ss gd
ρ
Vsc = −
dengan :
β = Faktor friksi porositas : 0,02 – 0,12
α = Faktor friksi hidrolis : 0,03
s = Spesifik gravity
Dimana bila Vsc > Vh maka tidak terjadi penggerusan.
c) Check terjadinya aliran pendek, ditentukan oleh Froude Number
dengan :
Vh = Kecepatan horizontal (cm/det)
R = Jari-jari hidrolis
Jika NFr > 10-5 tidak akan terjadi aliran pendek.
d) Check terjadinya aliran turbulensi ditentukan oleh Reynold
Number.
v R Vh
Nre= .
Bila Nre < 2000 untuk mencegah terjadinya aliran turbulensi.
2. Inlet Zone
Untuk memperluas aliran dari effluen ke settling zone.
Bila dipergunakan multiple openning :
(
2. .)
12.
.A g H
c Q=
dengan :
Q = Debit air buangan (m3/detik) c = Faktor kontraksi 0,6
A = Luas area total m2
H = Beda tinggi air di saluran dan di bak.
Zone ini dibatasi oleh beban pelimpah yang merupakan banyaknya air
yang melimpah perpanjang perperiode waktu.
a) Penentuan panjang weir :
HW B n Q . 〈5.
b) Tinggi diatas air weir :
2 3 . . 342 ,
0 LH
Q=
dengan :
L = Panjang weir (m)
H = Tinggi air diatas weir (m)
4. Sludge Zone
Untuk menampung material terendap dalam bentuk lumpur. Ruang
lumpur berbentuk limas terpancung.
(
)
{
' . ' 12}
.
3 A A AA
t
V = + +
dengan :
A = Luas bagian atas limas (m2) A’ = Luas bagian bawah limas (m2)
Sumber : Huisman, L, Prof. Ir., Sedimentation and Flotation
Tingkat pengolahan air buangan selalu meningkat karena
perkembangan industri yang kompleks dan meningkatnya populasi penduduk.
Populasi yang ada dalam air terdiri dari bahan-bahan organik dan an-organik
terlarut, bakteri dan plankton, dan bahan an-organik yang tersuspensi.
Komponen kasar seperti pasir dan lumpur dapat dipisah dengan cara
pengendapan secara sederhana, sedangkan partikel-partikel halus tidak dapat
dipisah dengan cara sederhana tetepi harus dilakukan flokulasi untuk
menghasilkan partikel besar yang dapat dipisahkan. Koloid adalah substans
yang berdiameter 0.1 milimikcron-100 milimicron yang sukar dipisahkan
dengan cara sedimentasi sederhana. Untuk dapat mengatasinya(hydroxide)
yang bermuatan positif. Hydroxide ini akan menetralisir koloid yang
bermuatan negatif.
Koagulasi dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan partikel
tak stabil dan penggabungan awal dari partikel awal tak stabil dengan cara
penambahan bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk keperluan ini
diperlukan energi yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat yaitu
antara 30-60 detik, dengan gradien kecepoatan 200-500/detik. Flokulasi
adalah transportasi partikel tak stabil sehingga terjadi kontak antara partikel.
Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat untuk mengabungkan partikel
yang tidak stabil sehingga membentuk flok yang cepat mengendap. Nilai
gradien kecepatan bewrkisar antara 10-90/detik, dengan waktu kontak 5-10
Pengolahan dengan proses koagulasi selalui diikuti proses flokulasi.
Fungsi dari proses koagulasi untuk memberikan koagulan(alumunium sulfat,
garam besi, dan kalium hidroksida) pada air buangan. Sedangkan fungsi dari
proses flokulasi adalah untukm membentuk flok-flok. Perbedaan proses
flokulasi dan koagulasi pada kecepatan pengadukannya, proses koagulasi
memerlukan yang relatif cepat dibanding proses flokulasi.
Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
a. Koagulan Alumunium Sulfat
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan
air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air
untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan
sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi
koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan
alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan
baik antara 6-8. Didalam air koagulan alum akan mengalami proses
disosiasi, hidrolisa dan polimerisasi.
Reaksi disosiasi:
Al2(SO4)3 2Al³. 3SO4²-
Reaksi hidrolisa:
Reaksi polimerisai ion komplek
[Al(H2O)6]3+ + H+O [Al(H2O)5 OH]2+ +H2O
[Al(H2O)5 OH]2+ +H2O [Al(H2O)4 (OH)2]4+ +H2O
b. Koagulan Ferri Clorida
c. Koagulan Chlorinated Copperas (Fe(SO4)3), Fe Cl3 . 7H2O
d. Koagulan Poly Aluminium Chloride(PAC)
Komponen-komponen pengaduk lambat/mekanismnya diantaranya adalah:
- Impeler
- Motor
- Controller
- Reducer
- Sist Transmisi
- Shaft
- Bearing
Kendala yang yang ada pada pengaduk lambat adalah:
- Kurang Fleksibel Terhadap Perubahan Kualitas Air Baku
- Sulit Beradaptasi Terhadap Perubahan Debit
- Headloos Besar
1. Flokulasi mekanis
2. Flokulasi hidrolis
- Baffle channel flocculator
- Gravel bed flocculator
- Hidrolic jet flokulator
3. Flokulasi pneumatis
Pengolahan dengan proses koagulasi selalu diikuti dengan proses
flokulasi. Pengolahan dengan cara ini diperlukan untuk mengolah limbah
yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi yang disebabkan oleh zat
pencemar.
Perbedaan proses koagulasi dengan flokulasi adalah pada
kecepatan pengadukannya. Koagulasi diperlukan pengadukan yang relatif
cepat sedangkan flokulasi pengadukannya secara perlahan.
Inffluen
Effluen
Inffluen Effluen
Motor
Gambar 2.8. Koagulasi – Flokulasi
f. Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum
diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis
diantara nilai 6,5 – 8,5. Sebenarnya pada proses biologis tersebut
kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas
buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan
bahan asam
Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7 Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7 Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7
Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair,
seperti :
- Pencampuran limbah.
- Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.
- Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
- Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.
- Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.
- Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.
Effluen
Pengaduk pH sensor
Inffluen
Pipa Injeksi
Gambar 2.9. Netralisasi
2.5.3. Pengolahan Sek under (Secondar y Tr eatment)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik
terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 75 - 90 % serta
90 % SS.
Macam-macam pengolahan sekunder adalah:
1. Pengolahan lumpur ak tif (aktivated sludge)
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih
stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat
dipisahkan dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam
activated sludge, yaitu :
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi
dan oksidasi bahan organic
Gambar 2.10. Activated sludge sistem konvensional
b. Nonkovensional
1) Step aerasi
- Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat
dan mikroorganisme menurun menuju autlet.
- Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan
masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan
mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.
- Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek Clarifier Raw
w at er/ primary
Reakt or
Sludge Wasr Secondary
2) Tapered Aerasi
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi. Udara
influent
Sludge ret urn Sludge
Wast e Secondary clar ifier
Gambar 2.11. Step Aerasi
Udar a
influent
Sludge ret urn Sludge
Wast e Secondary clarif ier
reakt or
3) Contact Stabilisasi
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik
untuk memproses lumpur aktif.
- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik
yang mengasorb ( proses stabilasi ).
4). Pure Oxygen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan
mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek. Udara
inf luent
Secondary clarif ier cont act t ank
reakt or
5). High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau
debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini
maka akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar. O2 murni resirkulasi O2
reakt or
sludge ret urn sludge
w ast e secondary
clarifier
Gambar 2.14. Pure Oxygen
influent
Secondary clarifier
reaktor
Effluent
Sludge ret urn
Sludge
w ast e
6). Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention
(td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan
lebih sedikit.
7). Oxidation Dicth
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis,
kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.
raw w at er/ primary
inf luent
Secondary clarifier
reakt or
Effluent
Sludge ret urn
Sludge
w ast e
Gambar 2.16. Extended Aeration
Effluent Influent
Sludge
Aer at or
Secondary
Clarifier
2. Pengolahan dengan Kolam Aerobik
a. Aerobik Lagoon
Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang
sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang
luas dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka
kondisi aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.
Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae
dalam kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan
aerobik lagoon, yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi
algae, pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.
Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau
stabilisation lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen
yang dihasilkan, kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil
terbaik, lagoon diaduk secara periodik dengan pompa atau surface
aeration.
Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air
dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan
oksigen yang dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air.
Proses reaksi fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis
sebagai berikut::
CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O
Sel Baru Algae
Respirasi
CH2O + O2→ CO2 + 2H2O
b. Aerated Lagoon
Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon yaitu
dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik
yang tinggi.
Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended
aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman
air yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser
aerator. Dalam aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam
keadaan tersuspensi. Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti
dengan kolam pengendapan yang besar.
Aerated Lagoon
Kolom Pengendapan Air Baku
c. Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter.
Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik
di bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di
bagian bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik
COD terjadi karena adanya aktivitas reaksi simbiosis antara algae dan
bakteri.
Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis
pada siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi
terjadi pada siang hari. Oksigen terlarut yang dihasilkan akan
dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian zat organik
dalam air buangan (sebagai BOD). Pada bagian ini terjadi proses biologi
secara aerobik (full aerobic), dan pada bagian ini juga dimungkinkan
terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri akan
digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.
Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini
disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke
lapisan ini. Kondisi yang ada adalah antara aerobik dan anaerobik. Pada
siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung anaerobik
sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan
Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa
adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme
yang mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi
dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2,
NH3, H2S, dan CH4. Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di
zona ini.
Gambar 2.19. Kolam Fakultatif
3. Pengolahan Anaerobik
a. Fixed Bed Reaktor
Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat menuju
keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu kolam yang
terisi media pendukung . Permulaan media tersebut berfungsi untuk
menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel.
Mikroba yng menempel bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air
limbah .Pada saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter
clogging oleh karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon
bed sudah jenuh maka carbon bed akan digantikan dengan yang baru
Underdrain System Waste Influent Influent Distributor Surface Wash Carbon Bed Wash Water Transport Water Effluent Carb
on Slurry Lln
e
Drain Drain Transport Water
Spe ni Carbon Dra m Tank R ege n erated Carb on I n ventury T a nk
Gambar 2.20. Fixed Bed Reactor
b. Fludized Bed Reaktor
Merupakan reaktor dengan media pasir yang dialiri air limbah
dengan debit tertentu. Pada reaktor ini banyak biomassa menempel pada
media yang berukuran kecil sebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti
partikel media berada pada kondisi terekspansi [bergerak melayang-
Besarnya kecepatan partikel dicapai dengan mengatur besarnya tingkat
resirkulasi. Ukuran dan densitas dari media merupakan penentu dari
kestabilan sistem operasi dan ekonomis tidaknya reator. Dalam reaktor ini
tidak ada injeksi oksigen sehingga reaktor dalam keadaan tertutup.
Fluidized Bed
Recycle Pump
Influen t
Sand Trap Effluent Gas
Gambar 2.21. Fluidized Bed Reactor
c. Anaerobik lagoon
Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter.
Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang
tinggi sehingga terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum (busa) pada
permukaan air kolam berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari
merupakan hasil kerja bakteri anaerobik thermophilik dengan proses
digestion.
Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage
anaerobic digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan
memecah organik komplek. Selanjutnya asam yang terbentuk diubah
menjadi gas methane, gas karbon dioksida, sel dan produk lain yang stabil.
Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai
dengan cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam
menuju ke tengah kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam.
Bahan yang mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang
ringan akan berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi
seluruh permukaan air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh
kedalaman kolam dapat dipertahankan. Pada tipe ini tidak diperlukan
pemanasan, equalisasi, mixing, maupun sirkulasi lumpur. Keutamaan dari
pengolahan jenis adalah mempunyai kemampuan mengolah dengan beban
yang tinggi serta tahan terhadap perubahan debit dan kualitas air limbah
(shock loading). Untuk mencegah terjadinya perembesan air limbah pada
dinding dan dasar kolam dapat dipasang lapisan kedap air (misal: plastik,
Gambar 2.22. Anaerobik Lagoon
d. Upflow Anaerobik Sludge Blanket (UASB)
Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang
berbentuk butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu
reaktor yang didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui
dasar bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran
sludge akan tetap berada atau tertahan dalam reaktor.
Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air
limbah akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam
reaktor. Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3
m/jam. Untuk mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada
saat kondisi hidrolik puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai
antara 2 – 6 m/jam.
Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong
sludge tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya
densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar
reaktor dan kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor. Hal ini dapat
bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam separator
tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.
Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang
bergerak naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping
itu juga turunnya aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge
memberikan ketidak seragaman sludge blanket sehingga sebagai
akibatnya sludge akan ikut keluar reaktor
Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air
limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid
dapat menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi
suspended solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses dan air
limbah yang mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan
busa.
Keuntungan :
- Kebutuhan energi rendah
- Kebutuhan lahan sedikit
- Biogas berguna
- Kebutuhan nutrien sedikit
- Sludge mudah diolah/dikeringkan
- Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan
Gambar 2.23. Upflow Anaerobik Sludge Blanke
2.5.4 Pengolahan Lumpur
Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang
perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari
lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Sludge
dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan
karena :
a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk
menimbulkan bau.
b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari
bahan organik.
c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% - 12%
Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :
- Mereduksi kadar lumpur
- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai
penguruk lahan yang sudah aman.
Unit pengolahan lumpur meliputi :
a. Sludge Thickener
Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk
menaikkan kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi
fraksi cair (air), sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan
ketebalannya menjadi berkurang atau dapat dikatakan sebagai pemekatan
lumpur. Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan
lumpur berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem
gravity thickener ini, lumpur diendapkan di dasar bak sludge thickener.
Gambar 2.24. Sludge Thickener
b. Sludge Digester
Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang
dihasilkan dari proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik
material yang bersifat lebih stabil berupa anorganik material sehingga
lebih aman untuk dibuang.
Sumber: Metcalf and Eddy, Waste Water Engineering Treatment Disposal and Reuse, hal 401
c. Sludge Drying Bed
Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk
mengeringkan lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk
persegi panjang yang terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain
untuk mengalirkan air dari lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan
Tabel 2.7 Kapasitas removal tiap bangunan
Unit Removal Nilai Sumber
- Final & Coarse
Screen
- Suspendid Solid
- BOD
- COD
20 – 30%
20 – 30%
-
Syed R. Qasim
Wast e Wat er Treat ment Plant (
Hal 156 )
- M ikro Screen - Suspendid Solid
- BOD
- COD
10 – 80%
-
-
M et calf & Eddy ( Hal 327 )
- Flot asi - M inyak & Lemak
- Suspendid Solid
- BOD
- COD
85 – 90%
-
-
-
Eckenf elder ( Hal 73 )
- Koagulasi &
Flokulasi
- Suspendid Solid
- BOD
- COD
92 – 98%
35 – 70%
-
Eckenf elder ( Hal 97 )
- Bak Pengendap I - Suspendid Solid
- BOD
- COD
50 – 70%
24 – 40%
-
M et calf & Eddy ( Hal 396 )
- Activat ed Sludge - Suspendid solid
- BOD
- COD
80 – 85%
-
80 – 85%
2.6. Pr ofil Hidrolis
1. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan
Untuk membuat profil hidrolis perlu perhitungan kehilangan
tekanan pada bangunan. Kehilangan tekanan akan mempengaruhi
ketinggian muka air di dalam bangunan pengolahan ( saluran terbuka )
a. Kehilangan tekanan pada saluran terbuka
Rumus yang digunakan : 1 2/3 1/2
S R N
V =
Dimana :
V : Kecepatan air ( m/dt )
N : Koefisien tekanan ( tergantung material )
R : Jari-jari hidrolis ( m )
S : Slope
b. Kehilangan tekanan pada bak
Rumus yang digunakan :
g V
. 2
2
c. Kehilangan tekanan pada pintu
He :
g V Ce
d. Kehilangan tekanan pada weir, sekat, ambang dan sebagainya harus di
hitung secara khusus.
2. Kehilangan tekanan pada perpipaan dan aksesoris
Kehilangan tekanan pada saluran terbuka berbeda dengan cara
menghitung saluran tertutup.
a. Kehilangan tekanan pada perpipaan.
Cara yang mudah dengan monogram “Hazen William” Q atau V
diketahui maka S didapat dari monogram.
Rumus yang digunakan : L x S
b. Kehilangan tekanan pada aksesoris
Cara yang mudah adalah dengan mengekivalen aksesoris tersebut
dengan panjang pipa, di sini juga digunakan monogram untuk
mencari panjang ekivalen sekaligus S.
c. Kehilangan tekanan pada pompa
Bisa dihitung dengan rumus, grafik karakteristik pompa serta
dipengaruhi oleh banyak faktorseperti jenis pompa, cara pemasangan
d. Kehilangan tekanan pada alat pengukur flok
Cara perhitungannya juga dengan bantuan monogram.
3. Tinggi muka air
Kesalahan dalam perhitungan tinggi muka air dapat terjadi
kesalahan dalam menentukan elevasi ( ketinggian ) bangunan
pengolahan, dalam pelaksanaan pembangunan sehingga akan dapat
mempengaruhi pada proses pengolahan. Kehilangan tekanan bangunan
(saluran terbuka dan tertutup) tinggi terjunan yang direncanakan ( jika
ada ) akan berpengaruh pada perhitungan tinggi muka air.
Perhitungan dapat dilakukan dengan cara :
1. Menentukan tinggi muka air bangunan pengolahan yang paling
akhir.
2. Tambahkan kehilangan tekanan antara clear well dengan bagunan
sebelumnya pada ketinggian muka air di clear well.
3. Didapat tinggi muka air bangunan sebelum clear well demikian
seterusnya sampai bangunan yang pertama sesudah intake.
4. Jika tinggi muka air bangunan sesudah intake ini lebih tinggi dari
tinggi muka air sumber maka diperlukan pompa di intake untuk
3.1 Data Kar akter istik Limbah Industr i Pabr ik Kulit
Untuk dapat merencanakan suatu unit pengolahan limbah cair dari
pengolahan kualitas lingkungan, maka perlu pemahaman karakteristik limbah cair
baik kuantitas maupun kualitasnya. Dengan data limbah cair pabrik penyamakan
kulit yang mempunyai debit ( Q ) = 750 m3/hari dan parameter – parameternya sebagai berikut :
Table 3.1 Karakteristik Limbah cair Pabrik Kulit
N0 Parameter Kadar (mg/l)
1 BOD 327
2 COD 865
3 TSS 196
4 Chrom 0,7
5 Amonia 97
Dengan karakteristik limbah seperti tercantum diatas, maka diperlukan
pengolahan lebih lanjut sehingga diharapkan dapat sesuai dengan baku mutu
3.2 Standar t Baku Mutu
proses pengolahan dilakukan untuk memenuhi standart baku mutu wilayah
setempat. Jika pabrik yang akan diolah berada di wilayah Jawa Timur maka
digunakan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 45
Tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi industri di Jawa Timur.
Tabel 3.2. Baku Mutu Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit.
Baku Mutu Limbah Cair SK. Gubernur Jatim No.45 Tahun 2002
Volume Limbah Cair maximum persatuan bahan baku : 50 m3/ton Bahan baku kulit kering proses lengkap : 30 m3/ton Bahan baku kulit kering sampai proses wet blue : 20 m3/ton
Parameter
Kadar Maksimum ( mg / lt )
Proses lengkap Sampai wet
blue
Bahan Baku
Wet Blue
BOD5 100 100 75
COD 250 250 200
CromTotal 0,5 0,5 0,3
TSS 100 100 75
NH3 – N 10 10 5
Minyak Lemak 5 5 3
H2S ( sulfida ) 0,80 0,80 0,5
pH 6 - 9
3.3 Diagr am Alir
secara umum skema/diagram alir proses pengolahan limbah cair di
lingkungan Industri kecil ( LIK ) Magetan yaitu
Saluran Pembawa
Screen
Koagulasi
Flokulasi
Bak Pengendap I
Activated Sludge
Bak Pengendap II
1) Saluran pembawa
Sebagai saluran penghubung antara unit pengolahan yang satu dengan unit
pengolahan yang lainnya. Misalnya saluran pembawa dari screen menuju bak
penampung.
2) Screening
Screening biasanya terdiri dari pararel bars, roads atau urines, grating. Wire
mesh atau perforated plate yang umumnya memiliki bukan berbentuk bulat
atau persegi empat. Screen yang terbuat dari pararel bars atau roads disebut
track. Istilah screen lebih sering digunakan jenis wire doth atau perforated
plates. Screen berfungsi untuk menyaring benda-benda padat dan kasar yang
dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan pada saluran pembawa serta
untuk melindungi pompa, value, dan peralatan lainnya.
3). Koagulasi - Flokulasi
Sebagai unit pengadukan cepat (koagulasi) dengan menambahkan koagulan
agar suspended solid dapat menggumpal dan pengadukan lambat (flokulasi)
untuk pembentukan flok
4). Bak Pengendap I
Sebagai unit pemisah padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan sistem
gravitasi dengan syarat kecepatan horisontal partikel tidak boleh lebih besar
5). Activated Sludge
Untuk menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan dengan
cara mengubah buangan organik menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil
melalui metabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O.
6). Bak Pengendap II
Untuk menyempurnakan pemisahan padatan tersuspensi dalam limbah yang
telah diolah pada activated sludge.
7). Sludge Drying Bed
Sebagai unit yang dipakai untuk mengeringkan lumpur hasil pengolahan bak
4.1 NERACA MASSA
Debit ( Q ) = 750 m3/hr
Data Kar akter istik Limbah Penyamakan Kulit
4.1.1 Scr een
% Removal : TSS = 1 kg/hr = 12,5 mg/l
Saluran Pembawa Koagulasi & Flokulasi
Input Output
No Parameter Data Perencanaan Baku mutu
1 BOD 327mg/l=0,0327kg/m3= 24 kg/hr 100mg/l=0,01kg/m3= 8 kg/hr
2 COD 865mg/l=0,0865kg/m3= 64 kg/hr 250mg/l=0,025kg/m3= 20 kg/hr
3 TSS 196mg/l=0,0196kg/m3= 8 kg/hr 100mg/l=0,01kg/m3= 8 kg/hr
4 NH3-N 97mg/l=0,0097kg/m3= 7 kg/hr 10mg/l=0,001kg/m3= 0,8 kg/hr
5 Chrom 0,75mg/l=0,00007kg/m3= 0,05kg/hr 0,5mg/l=0,00005kg/m3= 0,04 kg/hr
No. Parameter % Removal Input Output I Output II Baku mutu 1. 2. 3. 4. 5. BOD COD TSS NH3-N Chrom - - - - - 327 865 196 97 0,75 - - 12,5 - - 327 865 183,5 97 0,75 100 250 100 10 0,5
4.1.2 Koagulasi & Flokulasi
% Removal : TSS = 33 %
Cr = 93 %
( Sumber : Eckenfelder, jr., Industrial Water pollution control, hal 156 )
Td ( waktu detensi ) = 20 – 60 dtk
( Sumber :Reynold, hal 182 )
Screen Bak Pengendap I
Input Output
No. Parameter % Removal Input Output I Output II Baku mutu 1. 2. 3. 4. 5. BOD COD TSS NH3-N Chrom - - 33