• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PEMBUDIDAYA IKAN TERHADAP KOMPETENSI

PENYULUH PERIKANAN DI KAWASAN MINAPOLITAN

KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

IKHSAN HARYADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Ikhsan Haryadi

(3)

RINGKASAN

IKHSAN HARYADI. 2014. Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh SITI AMANAH dan SUMARDI SURIATNA.

Salah satu program dalam upaya peningkatan pengelolaan potensi perikanan yang terintegrasi dilaksanakan melalui Minapolitan, salah satunya di Kabupaten Cirebon. Pendekatan pengembangan minapolitan sesuai dengan Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 antara lain melalui penyuluhan. Pelaksanaan Minapolitan memerlukan penyuluh perikanan yang kompeten sebagai fasilitator dan pendamping penerapan teknologi perikanan kepada pembudidaya ikan.

Kompetensi dapat diukur sudut pandang stakeholders, baik dari persepsi penyuluh itu sendiri, persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak yang mendapat layanan penyuluh perikanan dalam kegiatan penyuluhan perikanan, maupun persepsi penyuluh lain yang menjadi rekan sejawat. Dalam penelitian ini, kompetensi penyuluh perikanan dilihat dari persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak yang memperoleh manfaat penyuluhan perikanan.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan profil pembudidaya ikan dan karakteristik usaha pembudidaya ikan, 2) menganalisis persepsi pembudidaya ikan terhadap layanan penyuluhan perikanan, 3) menganalisis persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan, dan 4) menganalisis hubungan antara profil pembudidaya ikan, karakteristik usaha pembudidaya ikan dan layanan penyuluhan perikanan dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan.

Penelitian didesain menggunakan metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon. Populasi pada penelitian ini adalah pengurus dan anggota pembudidaya ikan binaan penyuluh perikanan pegawai negeri sipil . Penentuan sampel dilakukan berdasarkan teknik Two Stage Cluster Sample. Sampel penelitian adalah 100 responden pembudidaya ikan ditentukan dengan rumus Slovin. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli-September 2013. Data primer berupa pengamatan langsung dan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi. Pengolahan dan analisis data menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensia (Rank Spearmen) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 17 for windows. Untuk membanding data antar wilayah barat, tengah dan timur

digunakan uji Kruskal-wallis. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pembudidaya ikan mayoritas usia

(4)

perikanan termasuk kategori sedang, kecuali terhadap kompetensi kepribadian termasuk kategori tinggi dan (4) Faktor yang mempengaruhi persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan di kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon yaitu tingkat pendidikan formal, pengalaman usaha, luas lahan usaha, status kepemilikan, aksesibilitas lembaga keuangan dan aksesibilitas sarana produksi perikanan, intensitas penyuluhan, materi penyuluhan serta metode dan teknik penyuluhan perikanan.

(5)

SUMMARY

IKHSAN HARYADI. 2014. Fish Farmers perception of the competence Fisheries Extension Worker in Minapolitan Region Cirebon District, West Java Province. Supervised by SITI AMANAH and SUMARDI SURIATNA.

One of the programs in an effort to increase the potential of integrated fisheries management is carried out through Minapolitan, one of them in Cirebon District. Minapolitan development approach according to the Strategic Plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries in 2010-2014, among others through fisheries extension. Minapolitan implementation requires competent fisheries extension worker as a facilitator and colleague of application technology to the fish farmers fisheries.

Competence can be measured viewpoint of stakeholders, from the perception extension worker, the perception of fish farmer as the people who gets services in fisheries extension activities, and any other fisheries extension worker perceptions as a colleague. In this study, the competence of fisheries extension worker views of perception fish farmers as beneficiaries of fisheries extension worker. This study aims: 1) to describe the profile and business characteristics fish farmers, 2) to analyze the perception of fish farmers on the fisheries extension services, 3) to analyze the perception of fish farmers on fisheries extension worker competence, and 4) to analyze the relationship between the profile of fish farmers, business characteristics of fish farmer and fisheries extension services to fish farmers perceptions of the competence of fisheries extension worker.

The study was designed using a survey method with a quantitative approach. Location research in Cirebon. The population in this study is a member of the board of fish and fishery extension civil servants. Sampling technique is based Two Stage Cluster Sample. The sample was 100 respondents of fish is determined by the formula Slovin. The data collection was conducted in July-September, 2013. Primary data of direct observation and interviews using a structured questionnaire. Secondary data obtained from various agencies. Processing and analysis of data using descriptive statistics and inferential statistics (Rank Spearmen) using SPSS 17 software for windows. To compare data between sample form west, central and east Kruskal-Wallis test was used.

(6)

and counseling materials including high, otherwise the perception of methods and techniques including low education. (3) Perception of fish to fishing instructor competencies including medium category, except for personal competence were high and (4) Factors affecting the perception of the fish farmers in the area fishing instructor competence Minapolitan Cirebon is the level of formal education, business experience, extensive land business, ownership status, accessibility and accessibility of financial institutions fisheries production facilities, illumination intensity, extension materials and methods and techniques of fisheries extension.

Keywords: perception, competence of fisheries extension worker, minapolitan region

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PERSEPSI PEMBUDIDAYA IKAN TERHADAP KOMPETENSI

PENYULUH PERIKANAN DI KAWASAN MINAPOLITAN

KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

IKHSAN HARYADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

Judul Tesis : Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat

Nama : Ikhsan Haryadi NIM : I351100021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua

Ir Sumardi Suriatna, MEd Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini diperlukan untuk bahan masukan kebijakan penyuluhan perikanan dan perencanaan program penyuluhan perikanan yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi penyuluh perikanan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan di kawasan minapolitan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc. dan Bapak Ir Sumardi Suriatna, MEd selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan tesis ini. Ucapkan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS dan Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku Ketua Program Studi dan penguji luar komisi pada ujian tesis atas koreksi dan masukan penyempurnaan tesis. Terima kasih tak terhingga pada Sekretaris Program Studi dan rekan-rekan seangkatan pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan. Kepada seluruh responden, informan dan enumerator yang telah membantu pengumpulan di lapangan khususnya penyuluh perikanan di Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon diucapkan terima kasih. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri dan anak-anak (Yenni Nuraini, SPi, MSc, Muhammad Ilham Fahrizal dan Zahra Gita Disayang) dan orangtua (almh. Hj.Entjum Kalsum, alm. R. Soemitro, Hj. Koesmiati dan Alm. Zulkarnain Mahyudin) serta kakak dan adik-adik.

Penulis terbuka atas masukan, koreksi dan saran terhadap karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR Vi

DAFTAR LAMPIRAN Vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 4

Penyuluhan Perikanan 4

Peran Penyuluh 6

Persepsi 9

Kompetensi 11

Kompetensi Penyuluh 14

Minapolitan 16

3 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 17

Kerangka Berpikir 17

Hipotesis Penelitian 19

4 METODE PENELITIAN 20

Rancangan Penelitian 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Populasi dan Sampel 20

Data dan Teknik Pengumpulan Data 22

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 23

Variabel Penelitian 27

Definisi Operasional 28

Analisis Data 32

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 34

Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cirebon 38

Profil Pembudidaya Ikan 41

Karakteristik Usaha Pembudidaya Ikan 43

Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Layanan Penyuluhan Perikanan 47 Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan 51 Hubungan antara Profil Pembudidaya Ikan, Karakteristik Usaha

Pembudidaya Ikan dan Layanan Penyuluhan Perikanan dengan

Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan 56

6 SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 66

(16)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi Jumlah Kelompok Pembudidaya Ikan Binaan Penyuluh Perikanan PNS di Kabupaten Cirebon

21 2 Kerangka Sampling Kelompok Pembudidaya Ikan Binaan Penyuluh

Perikanan PNS dan Jumlah Responden

22

3 Hasil Uji Validitas Kompetensi Kepribadian 24

4 Hasil Uji Validitas Kompetensi Andragogik 25

5 Hasil Uji Validitas Kompetensi Profesional 26

6 Hasil Uji Validitas Kompetensi Sosial 26

7 Hasil Uji Reliabilitas 27

8 Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Profil Pembudidaya Ikan

28 9 Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Karakteristik

Usaha Pembudidaya Ikan

29 10 Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Layanan

Penyuluhan Perikanan

30 11 Variabel, Definisi Operasional, Indikator dan Pengukuran Persepsi

Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan

31 12 Data Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan

Tempat Pelatihan Rutin di BP3K Tahun 2013

35 13 Segmen Pasar Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon 36 14 Struktur Pasar Berbagai Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon 37 15 Rantai Pemasaran Berbagai Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon

Tahun 2013

37 16 Program Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Cirebon Tahun 2013 38 17 Program Kegiatan Penyuluhan Peningkatan Penerapan Teknologi

Perikanan di Kabupaten Cirebon Tahun 2013

39 18 Pelatihan Budidaya Ikan di Kabupaten Cirebon Tahun 2013 40 19 Sebaran Profil Pembudidaya Ikan dan Hasil Uji Kruskal-Wallis 41 20 Sebaran Karakteristik Usaha dan Hasil Uji Kruskal Wallis 44 21 Sebaran Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Layanan Penyuluhan

Perikanan dan Hasil Uji Kruskal-Wallis

48 22 Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan

dan Hasil Uji Kruskal-Wallis

52 23 Hubungan antara Profil Pembudidaya Ikan, Karakteristik Usaha

Pembudidaya Ikan dan Layanan Penyuluhan Perikanan dengan Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh Perikanan

56

DAFTAR GAMBAR

1 Proses Terjadinya Tanggapan terhadap Rangsangan 10

2 Proses Terjadinya Persepsi 11

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Kabupaten Cirebon 67

2 Data Jumlah Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 2012 68 3 Data Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Cirebon Tahun 2012 69

4 Pola Usahatani Perikanan 70

5 Data Penyuluh Perikanan PNS di Kabupaten Cirebon Tahun 2013 71 6 Lahan Usaha Budidaya Perikanan di Kabupaten Cirebon 72 7 Kegiatan Penyuluhan Perikanan di Kabupaten Cirebon 73

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan), dan

pro-environment (pemulihan dan pelestarian lingkungan). Program pembangunan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dalam 5 tahun terakhir antara lain: Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi Pesisir (PEMP), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (meliputi Pengembangan Usaha Mina Perdesaan/PUMP, Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat/PUGAR dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh/PDPT) Program Peningkatan Kehidupan Nelayan/PKN, Minapolitan dan Industrialisasi Kelautan dan Perikanan serta ekonomi biru (blue-economy).

Salah satu program dalam upaya peningkatan pengelolaan potensi perikanan yang terintegrasi dilaksanakan melalui Minapolitan. Pembangunan kelautan dan perikanan menggunakan pendekatan berbasis wilayah dengan konsep Minapolitan sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Minapolitan dilaksanakan dengan tujuan: (1) meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; (2) meningkatkan pendapatan pelaku utama perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah/pemasar ikan) yang adil dan merata; dan (3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah (Kementerian KP, 2010).

Salah satu pendekatan pengembangan minapolitan sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 adalah melalui kegiatan penyuluhan perikanan. Penguatan kelembagaan dan pengembangan jumlah penyuluh merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan pengembangan minapolitan. Peran penyuluh dalam pelaksanaan program minapolitan sebagai fasilitator dan pendamping penerapan teknologi penangkapan ikan, budidaya ikan serta pengolahan hasil perikanan (Kementerian KP, 2012).

Menurut Sumardjo (2008) fokus utama penyuluhan adalah pembangunan manusia sebagai bagian dari sistem sosial. Penyuluhan melakukan upaya pembangunan struktur masyarakat secara konvergen, dialogis, demokratis dan partisipatif. Untuk itu keprofesian penyuluh diperlukan standar kompetensi penyuluh yang jelas dan didukung oleh kontrol yang efektif.

Pelaksanaan Minapolitan memerlukan penyuluh perikanan yang kompeten untuk melaksanakan perannya dengan baik. Penyuluh perikanan yang mempunyai kompetensi yang tinggi akan mampu menunjukkan kinerja yang baik karena kompetensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh. Hal ini sesuai dengan pendapat Spencer dan Spencer (1993) yang menyatakan bahwa kompetensi dapat memperkirakan seseorang dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Demikian juga menurut Gilley dan England, (1989), kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya.

(19)

sendiri, persepsi rekan sejawat penyuluh perikanan maupun persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak yang mendapat layanan penyuluh perikanan. Kompetensi penyuluh perikanan dalam penelitian ini dilihat dari persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak yang memperoleh manfaat sebagai sasaran utama penyuluhan perikanan.

Litterer (Asngari, 1984) menunjukkan bahwa persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Karena itu individu perlu mengerti dengan jelas tujuan dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Salah satu faktor dasar persepsi adalah kemampuan orang-orang mengumpulkan fakta-fakta yang terbatas dan bagian-bagian informasi kemudian menyusun dalam gambaran yang utuh.

Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 telah menetapkan 197 Kabupaten/Kota di 33 provinsi sebagai kawasan minapolitan. Kabupaten Cirebon salah satu kawasan minapolitan di provinsi Jawa Barat mempunyai potensi budidaya ikan air tawar dan payau/laut di wilayah barat, tengah dan timur.

Tugas pokok penyuluh perikanan PNS berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya. Tugas pokok penyuluh perikanan tersebut adalah melakukan kegiatan penyuluhan perikanan yang meliputi: persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan serta pengembangan penyuluhan perikanan, sedangkan kompetensi penyuluh perikanan mengacu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Penyuluhan Perikanan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I No. 152/MEN/VIII/2010 tentang Penetapan Rancangan SKKNI Sektor Kelautan dan Perikanan Bidang Penyuluhan Perikanan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

Untuk mengetahui kompetensi penyuluh perikanan PNS dan layanan penyuluhan perikanan di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon diperlukan informasi tentang kompetensi penyuluh perikanan dilihat dari persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak penerima manfaat penyuluhan perikanan. Hasil penelitian akan memberikan informasi komponen kompetensi dan aspek layanan penyuluhan perikanan apa yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan penyuluhan perikanan untuk mendukung pengembangan perikanan di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon.

Perumusan Masalah

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kawasan minapolitan di Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2011. Wilayah Kabupaten Cirebon secara administrasi terdiri atas 40 kecamatan. Potensi perikanan budidaya terdiri atas budidaya ikan air tawar, payau dan laut. Daerah potensi pengembangan perikanan secara umum terbagi atas wilayah barat, tengah dan timur Kabupaten Cirebon.

(20)

berjumlah 71 orang yang terdiri atas 12 orang penyuluh perikanan PNS, 7 orang penyuluh perikanan tenaga kontrak Pusat, 52 orang penyuluh perikanan swadaya. Kelompok pembudidaya ikan sejumlah 63 kelompok yang dibina oleh penyuluh perikanan PNS. Kelompok pembudidaya ikan tersebut berusaha di bidang budidaya ikan air tawar, payau dan laut yang membutuhkan layanan penyuluhan dari penyuluh perikanan untuk membantu mengembangkan usaha perikanan.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu melakukan penelitian untuk melihat persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan PNS di kawasan minapolitan Kabupaten Cirebon yang mungkin ditentukan oleh layanan penyuluhan perikanan.

Perumusan masalah yang akan ditelaah pada penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana profil pembudidaya ikan dan karakteristik usaha pembudidaya ikan?

(2) Bagaimana persepsi pembudidaya ikan terhadap layanan penyuluhan perikanan?

(3) Bagaimana persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan?

(4)Sejauhmana hubungan antara profil pembudidaya ikan, karakteristik usaha pembudidaya ikan dan layanan penyuluhan perikanan dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

(1)Mendeskripsikan profil pembudidaya ikan dan karaketeristik usaha pembudidaya ikan.

(2)Menganalisis persepsi pembudidaya ikan terhadap layanan penyuluhan perikanan.

(3)Menganalisis persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan.

(4)Menganalisis hubungan antara profil pembudidaya ikan, karakteristik usaha pembudidaya ikan dan layanan penyuluhan perikanan dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan.

Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Manfaat Teoritis.

Secara teoritis diharapkan bermanfaat sebagai bahan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan kompetensi penyuluh perikanan dan mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

(2) Manfaat Praktis.

(21)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan Perikanan

Penyuluhan sering diidentikan dengan berbagai pemahaman seperti; penyebarluasan informasi, proses penerangan/penjelasan, pendidikan non-formal, perubahan perilaku, rekayasa sosial, pemasaran inovasi (teknis dan sosial), perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan), pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan penguatan komunitas (community strengthening) (Mardikanto, 2009).

Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) istilah penyuluhan dalam bahasa Belanda digunakan kata voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Menurut Wiriatmadja (1985) penyuluhan merupakan suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Atas dasar sifatnya yang demikian, maka penyuluhan biasa disebut pendidikan nonformal.

Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan menyatakan bahwa penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Fungsi sistem penyuluhan adalah:

(1) Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;

(2) Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya;

(3) Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha;

(4) Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (5) Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang

dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;

(6) Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi dan lingkungan; dan

(7) Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

(22)

Penyuluhan yang diberikan kepada sasaran penyuluhan bertujuan untuk: (1) memampukan pelaku utama dalam teknis produksi lebih baik (better farming), (2) memampukan pelaku utama perikanan berusaha lebih baik (better business) dan (3) memampukan pelaku utama perikanan mencapai kehidupan yang lebih baik (better living) (Mardikanto, 2009). Menurut Sumardjo (2009) pemahaman paradigma dalam pengembangan kapasitas pelaku utama bergeser dari masa ke masa. Pada masa sistem pembangunan sentralistik tampak prioritas dalam penyuluhan adalah better farming, better business dan better living. Masa transisi reformasi adalah better business, better farming dan better living. Dewasa ini, pada akhir dekade reformasi yang perlu diutamakan adalah better living, better business dan better farming, dengan kualitas hidup yang baik maka perilaku konsumtif terkendali dan perilaku produktif berkembang, tingkat pendidikan dan pengelolaan keuangan keluarga menjadi kondusif, maka keputusan-keputusan bisnis usahatani menjadi terdukung. Pada kondisi seperti ini, inovasi teknologi lebih dapat dicerna karena daya nalar yang semakin baik.

Menurut Amanah (2011) penyuluhan perikanan berperan penting dalam pembangunan di negara Asia Tenggara. Penyelenggaraan penyuluhan perikanan di Asia Tenggara beragam, meliputi pengembangan kapasitas pembudidayaan ikan, penangkapan ikan ramah lingkungan, pengolahan hasil, dan manajemen konservasi mangrove di pesisir. Pada prinsipnya, penyuluhan perikanan berfokus pada upaya transformasi perilaku partisipan penyuluhan melalui pendidikan non formal, pengorganisasian diri sehingga dapat berfikir dan bertindak secara tepat. Fokus kebijakan penyuluhan di beberapa negara ASEAN berkaitan dengan potensi sumber daya perikanan, kebutuhan, kapasistas sumber daya manusia, dan pola kerja sama antar lembaga penelitian dan penyuluhan. Konsep penyuluhan baik di Indonesia maupun di negara ASEAN lainnya berpijak kepada tiga pilar sebagai berikut. Pertama, penyuluhan merupakan penyelenggaraan sistem pendidikan non-formal secara berkelanjutan. Kedua, terjadinya transformasi perilaku pada subyek penyuluhan. Ketiga, adanya pesan/informasi baik berupa inovasi, alternatif solusi, atau perubahan situasi kearah yang lebih baik atau kondisi yang dihadapi. Dengan demikian penyuluhan berupaya menjawab persoalan perilaku bukan yang lain. Jadi penyuluhan sesungguhnya upaya pengembangan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha agar mandiri, untuk hidup lebih sejahtera secara berkelanjutan. Ragam penyelenggaraan Penyuluhan di beberapa Negara Asia Tenggara adalah sebagai berikut :

(1) Di Malaysia, istilah penyuluhan dianalogikan dengan perluasan dengan mekanisme penyelenggaraan yang hampir serupa dengan di Indonesia. Lingkup penyuluhan perikanan di Malaysia meliputi upaya peningkatan produktivitas, peningkatan sosial ekonomi rumah tangga, pengelolaan lingkungan dan penguatan kelembagaan.

(2) Di Vietnam, seperti di Indonesia istilah penyuluhan juga dikaitkan dengan upaya pengembangan sumber daya manusia. Center of Fisheries Extension

Republik Sosialis Vietnam pernah bekerjasama dengan KKP pada Desember 2008. Pusat Penyuluhan Perikanan di Vietnam berhasil mengembangkan perikanan melalui penyuluhan di sepanjang Sungai Mekong.

(23)

(4) Di Filipina, penyuluhan perikanan digalakkan kembali untuk membantu meningkatkan stabilitas pangan, peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat melalui pembelajaran dalam penyuluhan. Pemerintah Filipina menyelenggarakan pelatihan baik untuk aspek teknik, sosial, maupun ekonomi dalam program pengembangan budidaya ikan di air payau.

Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyuluhan perikanan dalam penelitian ini merupakan proses pembelajaran dalam rangka peningkatan kapasitas kemampuan para pelaku utama dan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan untuk mengorganisasikan dirinya dalam mengembangkan bisnis perikanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya dengan tetap memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Peran Penyuluh

Undang Undang Nomor Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, penyuluh terdiri atas (1) penyuluh pegawai negeri sipil, (2) penyuluh swasta dan (3) penyuluh swadaya. Penyuluh pegawai negeri sipil adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan; Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan; dan Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.

Penyuluh merupakan salah satu agen pembaharu di masyarakat. Menurut Rogers (1995), terdapat tujuh peran agen pembaharu dalam proses pengenalan inovasi kepada klien yaitu:

(1) Membangkitkan kebutuhan terhadap adanya perubahan.

Tugas awal seorang agen pembaruan adalah untuk membantu klien menyadari kebutuhan akan adanya perubahan, terutama untuk masyarakat yang masih terbelakang. Rendahnya wawasan tentang perencanaan, aspirasi, motivasi untuk berprestasi, dan juga sikap mereka yang terlalu pasrah pada keadaan merupakan gambaran masyarakat terbelakang. Agen pembaruan dalam menghadapi kondisi seperti ini harus berperan sebagai katalisator (pembuka kran) untuk menyadarkan klien tentang kebutuhannya. Agen pembaruan dapat menjalankan perannya dengan menyampaikan alternatif-alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada, mendramatisasi, dan juga mampu meyakinkan klien bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk memecahkan persoalannya. Agen pembaruan melakukan upaya-upaya ini dengan cara persuasif dan membuka diri untuk melakukan konsultasi kepada kliennya. Kondisi klien yang kurang mempunyai wawasan seringkali kurang menyadari persoalan yang terjadi sehingga mereka juga tidak mempunyai solusi tepat untuk menyelesaikannya. Untuk itu maka agen pembaruan dituntut untuk membantu kliennya dengan menyediakan informasi yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien. (2) Menciptakan suatu hubungan yang memungkinkan adanya pertukaran

(24)

Dalam melakukan kegiatan penyuluhan, agen pembaruan harus menciptakan hubungan yang akrab dengan klien. Keakraban dapat diciptakan agen pembaruan dengan menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya, jujur, memiliki empati yang tinggi terhadap klien, serta saling bertukar informasi dan pengalaman dengan klien. Untuk dapat melakukan penyuluhan dengan baik maka seorang agen pembaruan harus dapat diterima secara fisik dan sosial oleh klien sebelum dia menyampaikan inovasi.

(3) Mendiagnosis permasalahan.

Dengan keakraban yang sudah terjalin maka seorang agen pembaruan diharapkan dapat mendiagnosis permasalahan yang ada. Dalam mendiagnosis permasalahan yang ada, agen pembaruan harus melihatnya dari sudut pandang klien sehingga permasalahan yang dapat ditangkap oleh agen pembaruan benar-benar permasalahan yang dihadapi masyarakat. Untuk itu maka diperlukan empati yang tinggi dari seorang agen pembaharuan.

(4) Menumbuhkan motivasi untuk berubah pada diri klien.

Setelah permasalahan dapat digali maka agen pembaruan harus berusaha untuk membangkitkan motivasi klien untuk melakukan perubahan dan mendorong klien untuk menaruh perhatian pada inovasi yang dibawa agen pembaruan.

(5) Merencanakan aksi pembaharuan.

Agen pembaharuan selanjutnya berusaha untuk mempengaruhi perilaku klien sesuai dengan rekomendasinya berdasarkan kebutuhan klien. Diharapkan klien tidak hanya menaruh minat tetapi juga merencanakan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Agen pembaruan dapat memanfaatkan berbagai cara untuk membantu klien dalam mencapai tujuannya, yaitu dengan cara: memberikan nasehat secara tepat waktu untuk menyadarkan klien tentang permasalahan yang ada, memberikan alternatif solusi, memberikan informasi mengenai konsekuensi dari setiap alternatif yang diberikan, membantu klien memutuskan tujuan yang paling penting, membantu klien dalam mengambil keputusan secara sistematis baik perorangan maupun kelompok, membantu klien belajar dari pengalaman dan uji coba, dan mendorong klien untuk saling bertukar informasi.

(6) Menjaga keberlangsungan proses adopsi dan menghindarkan adanya penghentian proses adopsi.

Selanjutnya agen pembaharuan harus mampu mendorong klien untuk menerima inovasi tersebut dan menjaga agar klien semakin yakin dengan penerapan inovasi tersebut dapat membantunya memecahkan persoalan hidupnya. Pada tahap ini agen pembaruan harus terus memberikan informasi yang dapat lebih meyakinkan klien. Informasi yang diberikan juga harus dapat mencegah klien membatalkan keinginannya menerapkan inovasi yang dibawa agen pembaruan.

(7) Mencapai hubungan terminal.

(25)

maksudnya adalah agen pembaruan menyudahi tugasnya untuk menyampaikan suatu inovasi kepada klien hingga klien mampu mandiri. Agen pembaruan dapat melanjutkan tugasnya di tempat lain dengan inovasi yang sama atau tetap di tempat yang sama dengan membawa inovasi lainnya.

Figur-figur penyuluhan dalam tiap subsistem sosial dapat memilih satu dari empat kemungkinan peran penyuluh pembangunan (Hubeis et al., 1992) yakni: (1) Katalis

Penyuluh pembangunan (agen perubahan) sangat diperlukan untuk mengatasi kebekuan dengan cara mendorong timbulnya perasaan ketidakpuasan di masyarakat mengenai hasil pembangunan yang sudah ada. Ketidakpuasan ini akan membantu mereka untuk melihat sesuatu permasalahan dalam pembangunan dengan lebih serius.

(2) Penemu solusi

Peranan penyuluh pembangunan dalam menyebarluaskan gagasan pembangunan merupakan hal yang mendominasi kelancaran operasional pembangunan sebelum diterapkan di masyarakat.

(3) Pendamping

Seorang penyuluh pembangunan dapat memainkan fungsinya sebagai seorang pendamping khalayak sasaran pembangunan dalam memberikan solusi terhadap masalah dengan cara sebagai berikut:

(a) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara mengenali dan mendefinisikan keperluan mereka,

(b) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara mendiagnosa masalah dan menetapkan tujuan perubahan yang ingin dicapainya,

(c) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara memperoleh sumber-sumber informasi, sarana, dan prasarana pembangunan yang diperlukan,

(d) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara memilih dan mengkreasikan suatu solusi permasalahan yang disesuaikan dengan kondisi khalayak yang bersangkutan, dan

(e) Membantu khalayak sasaran pembangunan dalam memodifikasi dan menempatkan solusi-solusi, serta

(f) Membantu khalayak sasaran pembangunan dalam mengevaluasi kemanfaatan suatu solusi dalam memenuhi kebutuhan mereka dan mengantisipasi permasalahan yang mungkin akan timbul di masa yang akan datang.

(4) Perantara

Peran khusus dari penyuluh pembangunan sebagai perantara antara pembuat kebijakan dan khalayak sasaran pembangunan adalah mempersatukan dua kepentingan tersebut dengan membuat keputusan terbaik dalam menggunakan sumber daya yang tersedia di dalam dan di luar sistem kehidupan khalayak sasaran pembangunan.

(26)

Persepsi

Menurut Leavit (1978), persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu cara seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Asngari (1984), persepsi adalah interpretasi individu akan makna sesuatu baginya dalam kaitan dengan “dunianya”. Menurut De Vito (1997), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Van den Ban (1999) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atas rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Rakhmat (2000) mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuly).

Persepsi terkait erat dengan masalah sikap, karena persepsi merupakan komponen kognitif sikap. Dalam psikologi sosial, sikap diartikan sebagai derajat atau tingkat kesesuaian atau ketidaksesuaian seseorang terhadap objek tertentu. Kesesuaian atau ketidaksesuaian ini dinyatakan dalam skala yang menunjukkan sangat setuju atau sangat tidak setuju terhadap objek sikap (Mar’at, 1981). Persepsi, kognisi, penalaran, dan perasaan sesungguhnya berlangsung secara simultan, dan kebanyakan dari yang disebut pemikiran, impian, bayangan, berkhayal, belajar dan semacamnya merupakan kombinasi unsur-unsur persepsi, kognisi, penalaran dan perasaan tersebut.

Menurut Sobur (2003) persepsi sebagai cara manusia menangkap rangsangan, kognisi merupakan cara manusia untuk memberikan arti dari rangsangan, penalaran adalah proses rangsangan dihubungkan dengan rangsangan lainnya pada tingkat pembentukan kegiatan psikologis, dan perasaan adalah konotasi emosional yang dihasilkan oleh rangsangan, baik sendiri maupun bersama-sama, dengan rangsangan lain pada tingkat kognitif atau konseptual. Pembentukan persepi menurut Litterer (Asngari, 1984) ada keinginan atas kebutuhan manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat ia hidup, dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi.

Menurut Walgito (2004) individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterimanya, sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi ndividu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi adalah sebagai berikut: (1) Objek yang dipersepsikan: objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat

indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsikan, tetapi juga dapat datang dari diri individu yang bersangkutan, namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu. (2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf: merupakan reseptor sebagai

alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

(27)

dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Proses merupakan perantara rangsangan di luar organisme dengan tanggapan fisik organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan, yang dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respon). Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Proses ini melalui subproses psikologi lainnya, yaitu pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003). Variabel psikologis diantara rangsangan dan tanggapan seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Ra

Gambar 1. Proses Terjadinya Tanggapan terhadap Rangsangan

Tingkah laku manusia merupakan fungsi dari cara mereka memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dari mengubah persepsinya (Van den Ban dan Hawkins, 1999). Menurut Thoha (1999), persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

Menurut Litterer (Asngari, 1984), persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta, atau tindakan. Walaupun seseorang hanya mendapatkan bagian-bagian informasi, mereka dengan cepat menyusunnya menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi (Gambar 2).

Rangsangan Tanggapan

Perasaan Penalaran

(28)

Gambar 2. Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada rangsangan inderawi. Menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi, dan memori. Persepsi seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan situasional Rakhmat (2000). Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) karakteristik seseorang akan ikut mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan atau perilaku. De Vito (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan persepsi adalah umur, kecerdasan, kompleksitas, kognitif, popularitas, ciri-ciri pribadi, dan kesan latihan atau hasil belajar.

Pengertian persepsi dalam penelitian ini dengan memperhatikan pendapat para pakar tersebut disimpulkan adalah pandangan seseorang terhadap informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.

Kompetensi

Konsep kompetensi diawali pada tahun 1973 oleh Mc.Clelland yang menulis tentang praktek-praktek rekrutmen untuk jabatan-jabatan civil service. Dalam tulisannya dikemukakan bahwa adanya ketidakcocokan penggunaan tes-tes psikologi dan intelegensi terstandaridisasi seperti tes-tes IQ dan Minnesota multiphasic personality Innventory, untuk jabatan-jabaatn tertentu. Berdasarkan ketidakcocokan tersebut, Mc.Clelland menyarankan penggunaan pengukuran kompetensi untuk menggantikan tes-tes standar semacam itu. Dikatakannya bahwa “Jika anda akan menguji seberapa baik seorang polisi atau memprediksikan akan seberapa baik seorang calon polisi, selidiki apa saja yang dilakukan seorang polisi, ikuti dia, buat daftar apa saja aktivitasnya, dan ambil sampel dari daftar itu sebagai bahan ujian untuk para kandidat.” Rekomendasi serupa berlaku untuk penggunaan tes-tes standar psikologi di lingkungan

Perilaku Interpretation

Selectivity

Persepsi Pengalaman

masa silam

Closure Mekanisme

pembentukan persepsi

Informasi sampai

ke individu

(29)

organisasi dan perusahaan yang ketika itu dirancang untuk memprediksi kinerja akademis di lingkup pekerjaan, manajemen dan organisasi industri (Prihadi, 2004).

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya. Kompetensi merupakan karakteristik mendasar pada orang dan mengidentifikasikan cara-cara berpikir atau berperilaku, melakukan generalisasi di berbagai situasi, dan menetap selama waktu yang cukup lama Gilley dan England (1989). Kompetensi merupakan segala bentuk tentang motif, sikap, ketrampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting, untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior (Spencer dan Spencer, 1993).

Menurut Sumardjo (2009) kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar, terdapat polarisasi dua sudut pandang yang didasari asumsi yang berbeda yaitu :

(1) pandangan pertama meletakkan perilaku sebagai fokus pemahaman terhadap kompetensi, dengan bertumpu pada asumsi bahwa hanya perilaku yang dapat diamati dalam latihan-latihan simulasi sebagai metode utama yang seharusnya menjadi sasaran pengukuran dalam evaluasi,

(2) pandangan kedua meletakkan karakteristik mendasar individu sebagai titik berat dalam konsep mereka mengenai kompetensi. Aspek perilaku manusia dianggap sebagai pucak permukaan sebuah gunung es. Aspek terpenting dalam kompetensi justru aspek-aspek mendasar pada diri manusia yang menjadi penentu perilaku seperti motivasi, traits, self-concept dan nilai-nilai pribadi.

Selain itu, menurut Sumardjo (2009) penggunaan istilah kompetensi memiliki dua makna yaitu: (1) digunakan untuk merujuk pada pekerjaaan atau peranan yang mampu dilakukan oleh seseorang dengan kompeten (job specification), dan (2) digunakan untuk merujuk pada dimensi-dimensi perilaku yang terletak di balik kinerja yang kompeten (person specification).

Spencer dan Spencer (1993) mengemukakan ada lima tipe kompetensi yaitu: (1) Knowledge, kompetensi yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki individu dalam bidang pekerjaan tertetu. Misalnya, pengetahuan seorang dokter bedah mengenai saraf dan otot dalam tubuh manusia.

(2) Skill, kompetensi yang berkaitan dengan unjuk kinerja fisik atau mental. Misalnya, kemampuan fisik seorang dokter gigi untuk menambal gigi tanpa merusak sarafnya.

(3) Self concept, kompetensi yang berkaitan dengan sikap individu, nilai-nilai yang dianut serta citra diri. Misalnya, self-confidence dan belief seseorang bahwa ia dapat efektif dalam situasi apapun adalah bagian dari konsep orang itu mengenai dirinya.

(4) Traits, kompetensi yang berkaitan dengan karakteristik fisik dan respon yang konsisten atas situasi tertentu. Misalnya, orang-orang yang bermotivasi

(30)

(5) Motives, kompetensi yang berkaitan dengan pemikiran yang konstan dan mendorong individu bertindak atau berperilaku. Misalnya, orang yang bermotivasi achievement konsisten menetapkan tujuan yang menantang untuk dirinya sendiri, memikul tanggungjawab pribadi untuk pencapaiannya.

Tipe kompetensi memiliki implikasi praktis bagi perencanaan SDM. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan cenderung berupa karakteristik orang yang terlihat dan relatif di permukaan. Kompetensi self-concept, trait dan motive

lebih tersembunyi dan pusat bagi kepribadian. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan relatif mudah dikembangkan. Salah satu cara pengembangannya adalah melalui pelatihan yang bisa menjamin kemampuan-kemampuan karyawan dalam aspek ini. Kompetensi self-concept terletak di antaranya. Sikap dan nilai seperti self-confidence dapat diubah melalui pelatihan, psikoterapi, dan/atau pengalaman developmental positif. Kompetensi trait dan motive berada pada gunung es kepribadian lebih sulit dikembangkan. Salah satu cara yang efektif untuk peningkatan kompetensi ini adalah mengadakan seleksi untuk karakteristik ini (Spencer dan Spencer, 1993).

Penelitian Murfiani (2006) yang berkaitan dengan kompetensi penyuluh dalam pengembangan modal usaha kecil di bidang pertanian dipengaruhi oleh karakteristik penyuluh yang merupakan faktor psikologisnya. Karakteristik penyuluh yang diduga berpengaruh adalah umur, pendidikan formal, macam institusi pendidikan formal, bidang keahlian, pendidikan nonformal, pengalaman menyuluh, pengalaman usaha, konsumsi media, kekosmopolitan, pendapatan, motivasi dan dukungan organisasi. Penelitian Sitorus (2009) karakteristik individu penyuluh perikanan adalah identifikasi internal yang melekat pada diri seorang penyuluh perikanan seperti umur penyuluh, masa kerja, besar tanggungan keluarga, jenjang pendidikan, persepsi tentang bidang keahlian, pelatihan yang pernah diikuti, motivasi kerja, dan penghasilan yang diperolehnya.

Hasil penelitian Marliati et al. (2008) di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, ditemukan bahwa kompetensi penyuluh yang berhubungan nyata dengan kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani yakni (1) kompetensi penyuluh

berkomunikasi, (2) kompetensi penyuluh membelajarkan petani, dan (3) kompetensi interaksi sosial. Nuryanto (2008) menambahkan karakteristik

pribadi penyuluh yang terdiri atas umur, pengalaman kerja, pendidikan nonformal, kekosmopolitan, dan motivasi penyuluh berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh.

(31)

penyuluhan menentukan persepsinya terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Semakin baik persepsi responden terhadap intensitas, materi, maupun metode penyuluhan, semakin baik persepsinya terhadap kompetensi penyuluh pertanian.

Fatchiya (2009) menambahkan bahwa kinerja penyuluh di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur dalam mengindentifikasi masalah dan menyusun rencana kerja, penyelenggaraan proses belajar mengajar, penumbuhkembangan kelompok dan menjalin jaringan menunjukkan kinerja penyuluh sangat rendah. Hal ini dipengaruhi kegiatan penyuluhan yang jarang dilakukan dan tidak terjadwal ataupun frekuensi kunjungan penyuluh ke desa sangat rendah.

Pengertian kompetensi dalam penelitian ini adalah kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan.

Kompetensi Penyuluh

Menurut Sumardjo (2008) kompetensi penyuluh adalah karaktetistik yang melekat pada diri penyuluh yang menentukan keefektifan kinerja penyuluh dalam mengemban misi penyuluhan. Dalam organisasi penyuluhan dibutuhkan penentuan tingkat kompetensi, agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan. Penentuan ambang kompetensi penyuluh dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, sukses perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan kompetensi masing-masing level kualifikasi penyuluh.

Berlo (1961) mengemukakan empat kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh mencakup:

(1) Kemampuan berkomunikasi, hal ini tidak hanya terbatas pada kemampuan: memilih inovasi, memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang efektif, memilih dan menerapkan metoda penyuluhan yang efektif dan efisien, memilih dan menggunakan alat bantu dan alat peraga yang efektif dan murah, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya;

(2) Sikap penyuluh yang: (a) menghayati dan bangga terhadap profesinya, serta merasakan kehadirannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sasaran, (b) meyakini bahwa inovasi yang disampaikan telah teruji kemanfaatannya, (c) menyukai dan mencintai masyarakat sasaran;

(3) Kemampuan pengetahuan penyuluh tentang: (a) isi, fungsi, manfaat, dan nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi yang disampaikan, (b) latar belakang dan keadaan masyarakat sasaran, (c) segala sesuatu yang menyebabkan masyarakat suka atau tidak menghendaki perubahan;

(4) Karakteristik sosial-budaya penyuluh mencakup latar belakang bahasa, agama, dan kebiasaan-kebiasaan.

(32)

penyuluhan semula, (4) bagaimana menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugasnya sebagai penyuluh meski dengan kondisi yang berbeda, dan (5) mampu mensinergikan kemampuan lokal dengan kepentingan yang lebih luas.

Sumardjo (2009) mengemukakan bahwa kebutuhan kompetensi bagi penyuluh setidaknya disusun berdasarkan dua hal, yaitu: (1) kebutuhan pembangunan masyarakat; dan (2) kebutuhan kompetensi berdasarkan tugas pokok dan fungsi penyuluh. Lebih lanjut Sumardjo (2010) menyampaikan bahwa penyuluh setidaknya memiliki 4 kompetensi yakni:

(1) Kompetensi personal adalah kesesuaian sifat bawaan dan kepribadian penyuluh yang tercermin dari kemampuan membawakan diri, kepemimpinan, kesantunan, motif berprestasi, kepedulian, disiplin, terpercaya, tanggung jawab, dan ciri kepribadian penyuluh lainnya.

(2) Kompetensi sosial menyangkut kemampuan-kemampuan berinteraksi/ berhubungan sosial, melayani, bermitra, bekerjasama dan bersinergi, mengembangkan kesetiakawanan, kohesif, dan mampu saling percaya mempercayai.

(3) Kompetensi andragogik menyangkut kemampuan metodik dan teknik pembelajaran/mengembangkan pengalaman belajar untuk mempengaruhi dan mengubah pengetahuan/wawasan, keterampilan/tindakan dan sikap (minat) sasaran penyuluhan, membangkitkan kebutuhan belajar/berubah, menyadari tanggung jawab dan kebutuhan sasaran penyuluhan.

(4) Kompetensi komunikasi inovatif menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan berempati dan kemampuan komunikasi partisipatif/konvergensi, menggali dan mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (enterpreneurship).

Kompetensi penyuluh perikanan mengacu pada: (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.152 tahun 2010 tentang Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sektor KP bidang Penyuluhan Perikanan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan Kepmen KP No. 159/MEN/2010 tentang Pemberlakuan SKKNI Bidang Penyuluhan Perikanan dan (2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 159/MEN/2010 tentang Pemberlakuan Standar Kompentensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Penyuluhan Perikanan. Kompetensi penyuluh perikanan merupakan kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas penyuluhan perikanan (Kepmenakertrans No. 152 tahun 2010).

Pengelompokan kompetensi penyuluh perikanan terdiri atas 3 kelompok, yaitu kelompok kompetensi umum, kompetensi inti dan kompetensi pilihan.

Kelompok kompetensi umum meliputi: (1) Melakukan Komunikasi Dialogis, (2) Membangun Jejaring Kerja, dan (3) Mengorganisasikan Masyarakat.

Kelompok kompetensi inti mencakup unit-unit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas inti (fungsional), dan merupakan unit-unit yang wajib untuk bidang keahlian penyuluhan perikanan. Unit kompetensi inti antara lain: (1) Mengumpulkan Data/Informasi Potensi Wilayah

Perikanan, 2) Mengolah Data/Informasi Potensi Wilayah Perikanan, (3) Menganalisis Data/Informasi Potensi Wilayah Perikanan, (4) Menyusun

(33)

Membuat Media Penyuluhan Perikanan Tercetak, (7) Membuat Media Penyuluhan Perikanan Terdengar, (8) Membuat Media Penyuluhan Perikanan Tertayang, (9) Menerapkan Metode Penyuluhan Perikanan, (10) Mengembangkan Metode Penyuluhan Perikanan, (11) Menumbuhkembangkan Kelembagaan Kelompok Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha, (12) Menumbuhkembangkan Kelembagaan Gabungan Kelompok/Asosiasi Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha Perikanan, (13) Mengembangkan Kewirausahaan Kelompok Pelaku Utama dan/atau Pelaku Usaha, (14) Mengevaluasi Pelaksanaan Penyuluhan Perikanan, (15) Mengevaluasi Dampak Pelaksanaan Penyuluhan Perikanan, (16) Menyusun Kebijakan Pengembangan Penyuluhan Perikanan, dan (17) Melaksanakan Kegiatan Pengembangan Profesi Penyuluh Perikanan. Kelompok kompetensi pilihan mencakup unit-unit kompetensi yang bersifat pilihan dalam bidang keahlian teknologi perikanan. Unit kompetensi pilihan untuk kelompok budidaya perikanan meliputi: (1) Membenihkan Ikan, (2) Mendederkan Ikan, (3) Membesarkan Ikan, (4) Mengelola Prduksi Budidaya Ikan, (5) Merencanakan Proses Produksi, (6) Mengembangkan Produksi Budidaya Perikanan.

Berdasarkan beberapa pengertian, maka kompetensi penyuluh perikanan dalam penelitian ini disimpulkan sebagai kemampuan individu penyuluh perikanan yang mencakup apek pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja yang sesuai dengan standar yang diterapkan dan kewenangan yang dimiliki penyuluh perikanan dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan perikanan.

Minapolitan

Minapolitan berasal dari kata “mina” berarti ikan dan “politan” berarti polis atau kota, sehingga secara bebas dapat diartikan sebagai kota perikanan. Pengembangan konsep dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan cepat tumbuh layaknya sebuah kota. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Sementara itu, Kawasan Minapolitan adalah kawasan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan, jasa, permukiman, dan kegiatan lainnya yang saling terkait.

Tujuan pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan konsep

minapolitan adalah: (1) Meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas; (2) Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan

yang adil dan merata; dan (3) Mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.

Sasaran pelaksanaan Minapolitan meliputi: (1) meningkatkan kemampuan

ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala mikro dan kecil, (2) meningkatkan jumlah dan kualitas usaha kelautan dan perikanan skala

(34)

sentra-sentra produksi yang berbasis pada sumberdaya kelautan dan perikanan. Setiap kawasan minapolitan beroperasi beberapa sentra produksi berskala ekonomi relatif besar, baik tingkat produksinya maupun tenaga kerja yang terlibat dengan jenis komoditas unggulan tertentu.

Pendekatan pengembangan minapolitan dilakukan melalui:

(1) Pendekatan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dilakukan dengan mendorong penerapan manajemen hamparan untuk mencapai skala ekonomi, mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya, sekaligus mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan sarana produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan dalam suatu kesisteman yang mapan.

(2) Pendekatan kawasan komoditas unggulan adalah memacu pengembangan komoditas yang memiliki kriteria (a) bernilai ekonomis tinggi, (b) teknologi tersedia, (c) permintaan pasar besar, dan (d) dapat dikembangkan secara massal.

(3) Pendekatan sentra produksi dimaksudkan minapolitan berada dalam kawasan pemasok hasil perikanan (sentra produksi perikanan) yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan masyarakatnya. Seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin.

(4) Pendekatan unit usaha dilakukan dengan menggunakan prinsip bisnis secara profesional dan berkembang dalam suatu kemitraan usaha yang saling memperkuat dan menghidupi.

(5) Pendekatan penyuluhan berupa penguatan kelembagaan dan pengembangan jumlah penyuluh merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan pengembangan minapolitan.

(6) Pendekatan lintas sektor dikembangkan dengan dukungan dan kerjasama berbagai instansi terkait untuk mendukung kepastian usaha antara lain terkait dengan sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan, tata ruang wilayah, penyediaan air bersih, listrik dan akses jalan.

3 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir

Sektor perikanan memiliki kekhasan berkaitan dengan karakteristik sumber daya alam dan lingkungan yang dihadapi terutama dalam usaha perikanan tangkap, sikap komoditas yang diusahakan, dan perilaku pelaku utama dan usaha dalam menghadapi perubahan (Amanah, 2011). Salah satu program pembangunan kelautan dan perikanan adalah minapolitan. Pembangunan minapolitan mutlak memerlukan dukungan kegiatan penyuluhan perikanan. Penyuluh perikanan yang kompeten salah satu ujung tombak dalam pembangunan perikanan.

(35)

situasi lainnya. Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa karakteristik individu petani yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan adalah umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas, mental, orientasi pada usaha tani sebagai bisnis dan kemudahan menerima inovasi. De Vito (1997) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi ketepatan persepsi diantaranya adalah umur dan kesan latihan atau hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi seleksi persepsi menurut Pareek (Sobur, 2003) diantaranya adalah pengalaman dan intensitas.

Kompetensi penyuluh perikanan dapat diukur melalui unjuk kerja penyuluh, dilihat dari sudut pandang persepsi penyuluh itu sendiri, persepsi penyuluh rekan sejawat dan persepsi pembudidaya ikan sebagai pihak yang mendapat layanan penyuluhan perikanan. Kompetensi penyuluh perikanan PNS yang diteliti dalam penelitian ini dilihat dari pembudidaya ikan sebagai pihak penerima manfaat penyuluhan perikanan di wilayah kerja masing-masing penyuluh perikanan.

Menurut Rusmono (2008 komponen kompetensi penyuluh pertanian, yakni: (1) Kompetensi kepribadian, yakni kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi sasaran penyuluhan dan berakhlak mulia.

(2) Kompetensi andragogik meliputi pemahaman terhadap sasaran penyuluhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan laporan penyuluhan, serta pengembangan sasaran untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimiliki.

(3) Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi (sumber bahan ajar) penyuluhan secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi yang dibutuhkan sasaran dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan struktur dan metodologi keilmuannya.

(4) Kompetensi sosial merupakan kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sasaran, sesama penyuluh, peneliti, dan pemangku kepentingan lainnya.

Penetapan SKKNI Bidang Penyuluhan Perikanan menetapkan tiga kompetensi yaitu kompetensi umum, kompetensi inti dan kompetensi pilihan. Kompetensi penyuluhan perikanan yang akan diteliti yakni: (1) kompetensi umum, tercakup kedalam kompetensi kepribadian dan sosial, (2) kompetensi inti, tercakup kedalam kompetensi andragogik dan profesional, dan (3) kompetensi pilihan, tercakup ke dalam kompetensi andragogik dan profesional.

(36)

profesional penyuluh perikanan (Y3), dan kompetensi sosial penyuluh perikanan (Y4). Secara terstruktur kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka, hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Terdapat hubungan yang nyata antara profil pembudidaya ikan dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan.

(2) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik usaha pembudidaya ikan dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan. (3) Terdapat hubungan yang nyata antara layanan penyuluhan perikanan dengan

persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan. Profil Pembudidaya Ikan (X1):

1. Umur (X1.1)

2. Tingkat Pendidikan formal (X1.2)

3. Kesertaan dalam pelatihan usaha perikanan (X1.3)

4. Pengalaman usaha perikanan (X1.4)

Layanan Penyuluhan Perikanan (X3):

1. Intensitas penyuluhan (X3.1) 2. Materi penyuluhan (X3.2) 3. Metode dan teknik penyuluhan

(X3.3)

Karakteristik Usaha Pembudidaya Ikan (X2): 1. Luas lahan usaha (X2.1)

2. Status kepemilikan lahan (X2.2) 3. Aksesibilitas lembaga keuangan

(X2.3)

4. Aksesibilitas sarana produksi perikanan (X2.4)

5. Aksesibilitas pasar (X2.5)

Persepsi Pembudidaya Ikan terhadap Kompetensi Penyuluh

(37)

4 METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi pembudidaya ikan terhadap kompetensi penyuluh perikanan PNS. Untuk mencapai tujuan tersebut rancangan penelitian ini berbentuk explanatory research, yang menurut Singarimbun dan Efendi (2008) bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah survei menggunakan paradigma kuantitatif. Metode survei dilakukan untuk menggambarkan keadaan sebagaimana adanya atau sesuai fakta yang dikumpulkan. Penelitian ini akan menguraikan fakta-fakta d an i n fo rm a si yang diperoleh di lapangan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapat gambaran secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta tersebut, hubungan antara fenomena yang diteliti, menguji hipotesis, membuat makna serta implikasi dari hasil yang diperoleh. Disamping itu, penjelasan secara deskriptif dan kualitatif dilakukan dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin sehingga mendukung dan memberi makna data kuantitatif yakni melalui cara pengamatan dan wawancara mendalam. Wawancara semi terstruktur dilakukan pada informan kunci yaitu penyuluh perikanan PNS untuk melengkapi data dan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui metode survei.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Cirebon sebagai salah satu lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan minapolitan di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada: (1) Potensi perikanan yang beragam baik air tawar, payau/laut, (2) banyaknya penerima manfaat penyuluhan yaitu pembudidaya ikan, (3) dukungan kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten dan kecamatan, dan (4) dukungan penyuluh perikanan PNS dalam kegiatan penyuluhan perikanan. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Juli-September 2013 Tabulasi, pengolahan dan analisis data dilakkan pada bulan September-Oktober 2013.

Populasi dan Sampel

Populasi

(38)

Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Kelompok Pembudidaya Ikan Binaan Penyuluh Perikanan PNS di Kabupaten Cirebon

No. Wilayah Kecamatan Jumlah

Kelompok Anggota (orang)

1 Barat Palimanan 5 50

2 Gunungjati 5 69

3 Kapetakan 7 203

4 Panguragan 1 18

5 Gegesik 4 54

6 Suranenggala 6 112

7 Tengah Beber 2 37

8 Greged 3 44

9 Talun 2 30

10 Plumbon 2 26

11 Kedawung 1 13

12 Weru 1 10

13 Tengah Tani 1 10

14 Dukupuntang 5 79

15 Sumber 5 50

16 Timur Losari 5 78

17 Ciledug 1 10

18 Gebang 3 39

19 Babakan 3 30

20 Sedong 1 11

Jumlah 63 973

Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenai langsung suatu penelitian (Arikunto, 1996). Penentuan sampel dilakukan berdasarkan teknik Two Stage Cluster Sample (Scheaffer et al, 2006). Hal pertama yang dilakukan dalam pengambilan sampel menggunakan metode ini adalah menggerombolkan berdasarkan wilayah dimana para kelompok pembudidaya ikan melakukan usahanya, kemudian dari masing-masing wilayah ditentukan berapa kelompok yang akan diambil sebagai sampel, dalam kasus ini diambil kurang lebih 30 persen dari total kelompok pembudidaya ikan yang ada, yaitu sekitar 18 kelompok. Masing-masing wilayah dengan proporsi sebanding juga ditentukan banyaknya responden yang akan diambil sebagai sampel. Besarnya jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

n = jumlah sampel N = populasi

Gambar

Gambar 1.  Proses Terjadinya Tanggapan terhadap Rangsangan
Gambar 2.  Proses Terjadinya Persepsi
Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 1.  Rekapitulasi Jumlah Kelompok Pembudidaya Ikan Binaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kao što navodi Stiglitz (Stiglitz, 2009:26), „ekonomija pokreće globalizaciju, no oblikuje je politika“. Doista, „pravila igre“ određuju visoko razvijene industrijske

Tafsri ibnu Kastir menjelaskan kata ُْلوُسَرْ ٌدَّمَُمُ adalah berbentuk mubtada‟ dan khabar yang berbarti menunjukkan sifat yang baik secara keseluruhan.

Kesimpulan Untuk membuat aplikasi program pengenalan pola angka pada sistem operasi android dengan menggunakan template matching seperti program ini, keberhasilan pengenalan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gejala klinis tonsilitis kronis berdasarkan Kriteria Centor modifikasi Mc Isaac terbanyak adalah skor 5 dengan gejala

Terlepas dari fenomena di atas, secara dinamis BMT ini lebih dikelola oleh beberapa individu dan menjangkau sektor mikro dari perekonomian rakyat, terlepas dari fungsi baitul

Meskipun dalam buku pedoman yang ditulis oleh BKKBN terkait dengan program PUP ini lebih banyak menitikberatkan pada aspek kesehatan reproduksi, namun aspek-aspek lain seperti

Saya dapat menyelesaikan tugas dengan komputer jika ada yang mengajari saya untuk memulai.. Saya dapat menyelesaikan tugas dengan software di komputer jika diberi banyak waktu