• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI KEMAMPUAN CAMPURAN

Trichoderma

sp DAN

Aspergillus

sp SEBAGAI BIODEKOMPOSER TERHADAP

LAJU PENGOMPOSAN LIMBAH JERAMI PADI

AHMAD HAMDANI

A14070086

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)

ii

ABSTRAK

AHMAD HAMDANI. Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan DYAH TJAHYANDARI.

Biodekomposer adalah bahan aktif mengandung mikrob yang berperan dalam mempercepat proses pengomposan limbah organik. Dalam penelitian ini digunakan Biodekomposer A yang mengandung Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp. Sebagai pembanding, digunakan Biodekomposer B yang mengandung Trichoderma sp. Pengujian Biodekomposer A dan B ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas keduanya dalam merombak limbah jerami padi menjadi kompos. Percobaan dilakukan menggunakan bak pengomposan yang terbuat dari bambu berukuran 1m x 1m x 1m. Bahan pengomposan yang digunakan adalah limbah jerami padi yang dicampur dengan kotoran sapi, sedangkan perlakuannya adalah: 1) Kontrol (P1, bahan pengomposan tanpa dekomposer), 2) Bahan pengomposan + Biodekoposer A (P2) dan 3) Bahan Pengomposan + Biodekomposer B (P3). Parameter yang diamati yaitu: suhu, nisbah C/N, kadar air, penyusutan volume dan warna kompos. Hasil penelitian menunjukkan pada minggu pertama, tidak terlihat perbedaan suhu pengomposan antar perlakuan, dengan nilai berkisarantara 53,8

o

C - 54,5 oC. Pada minggu kedua, penurunan suhu terendah terjadi pada perlakuan P2 (32.1 oC),dan berbeda nyata dengan perlakuan P1(44,5 oC) dan P3 (44,4 oC). Pada minggu ketiga dan keempat terjadi pola penurunan suhu yang sama dengan minggu kedua, dimana pada minggu keempat, perlakuan P2 (31.4 oC) mengalami penurunan terendah dan berbeda nyata dibanding perlakuan P1 (41,3 oC ) dan P3 (35.0 oC). Parameter rasio C/N menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antar perlakuan, namun demikian, adanya biodekomposer A pada P2 dan biodekomposer B pada P3 menyebabkan kecepatan penurunan rasio C/N pada P2 dan P3 lebih cepat dibandingkan P1. Kadar air kompos menunjukkan perbedaan nyata pada minggu ketiga dan keempat, dimana pada minggu keempat perlakuan P2 memiliki kadar air yang lebih tinggi (68.30%) dibanding perlakuan P1 dan P3 (masing-masing 63.71% dan 62.75%). Data volume tumpukan kompos menunjukkan penambahan biodekomposer A dan B pada P2 dan P3 cenderung mengurangi volume tumpukan kompos lebih cepat dibanding kontrol (P1). Sementara itu warna kompos pada perlakuan P2 tampak lebih gelap dibanding kontrol.

(5)

iii

ABSTRACT

AHMAD HAMDANI. Evaluation the Effectiveness of Trichoderma sp and Aspergillus sp as Biodecomposer in Rice Straw Waste Composting Rate. Supervied by RAHAYU WIDYASTUTI and DYAH TJAHYANDARI

Biodecomposer is an active substance that contains beneficial microbes contributed in accelerating the process of composting organic waste. This research used Biodecompocer A containing Trichoderma harzianum DT 38, DT 39 T. pseudokoningii and Aspergillus sp. As a comparison, also used biodecomposer B containing Trichoderma sp used for composting. The research aimed to evaluate the effectiveness of biodecomposers to degrade rice straw waste in composting. The experiment was performed using composting tubs made from bamboo with a size of 1m x 1m x 1m. Rice straw waste were used as composting materials mixed with cow manure. The treatments were 1) Control (P1, composting material without decomposers), 2) Composting material with Biodecomposer A (P2) and 3) Composting material with Biodekomposer B (P3). The observed parameters were: temperature, C/N ratio, water content, volume of composting material and the color of compost. The results showed in the first week, there was no difference of temperature between treatments, with range values between 53.8 ° C - 54.5 ° C. In the second week, the lowest temperature occurred in the P2 (32.1 ° C), and significantly different from P1 (44.5 ° C) and P3 (44.4 ° C). The pattern of temperature in the third and fourth weeks, showed the same pattern with those in the second week, whereas in the fourth week, P2 decrease significantly compared to P1 and P3. C/N ratio indicated that there were no significant differences between treatments; never the less, biodecomposer A (P2) and biodecomposer B (P3) tended to have C/N ratio less than control (P1). The water content of the compost material showed significant differences in the third and fourth weeks. In the fourth week P2 treatment had a higher moisture content (68.30%) compared to P1 and P3 treatment (63.71% and 62.75%, respectively). Compost pile volume showed the addition of biodecomposer A (P2) and biodecomposer B (P3) tended to reduce the volume of the compost pile faster than control (P1). While the color of the compost in the P2 appeared darker than the control.

(6)
(7)

v

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Petanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

UJI KEMAMPUAN CAMPURAN

Trichoderma

sp DAN

Aspergillus

sp SEBAGAI BIODEKOMPOSER TERHADAP

LAJU PENGOMPOSAN LIMBAH JERAMI PADI

AHMAD HAMDANI

A14070086

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

vii

Judul Skripsi : Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi

Nama : Ahmad Hamdani NIM : A14070086

Disetujui oleh

Dr. Rahayu Widyastuti, M. Sc. Pembimbing I

Dr.Ir.R.A. Dyah Tjahyandari S, Mappl Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, M. Sc Ketua Departemen

(10)

viii

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi, sebagai salah satu syarat kelulusan dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi.

Terima kasih tak terhingga penulis ingin ucapkan kepada:

1. Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi pertama, untuk bimbingan selama penyelesaian skripsi ini. Terutama untuk kesabaran beliau menghadapi penulis yang sering kali meninggalkan tanggung jawab penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dyah Tjahjandari Suryaningtyas, M.Appl selaku dosen pembimbing kedua atas kebaikan dan saran-saran yang diberikan beliau.

3. Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc. selaku dosen penguji skripsi ini atas nasehat-nasehat yang membangun.

4. Seluruh staf Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB (Bu Asih, Bu Julaeha, Bu Yeti, Bu Laela, Almarhumah Mbak Nia, Mbak Nina, Pak Jito) yang telah memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium.

5. Kedua orang tua penulis, almarhum bapak Hasbullah (Ae bolla) dan Ibu Maryam (Mak Iyung) serta semua saudara penulis yang seperti tak memiliki batas kesabaran untuk terus memberikan dukungan dan bimbingan untuk penulis.

6. Kawan-kawan yang tak pernah bosan mengingatkan penulis pada tugas skripsi ini.

7. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih membutuhkan saran serta kritik. Namun, penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(11)

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

METODOLOGI PENELITIAN 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Suhu Pengomposan 5

Kadar air 7

Volume Kompos 8

Morfologi Kompos 8

Rasio C/N 9

KESIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

(12)

x

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1 Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap suhu

pengomposan (oC) limbah jerami padi ... 5

2 Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap kadar air (%) bahan pengomposan limbah jerami padi ... 7

3 Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap rasio C/N pada proses pengomposan limbah jerami padi ... 10

DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1 Wadah pengomposan ... 3

2 Suhu selama proses pengomposan limbah jerami padi ... 6

3 Kadar air pada proses pengomposan limbah jerami padi ... 7

4 Volume kompos pada proses pengomposan limbah jerami padi yang ditambah dekomposer ... 8

5 Bahan kompos pada minggu ke 4: (a) Kontrol, (b) Perlakuan P2 dan (c) Perlakuan P3 ... 9

6 Rasio C/N pada pengomposan limbah jerami padi ... 10

DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1 Sidik ragam suhu ... 13

2 Sidik ragam kadar air ... 14

3 Sidik ragam rasio C/N... 15

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Akhir-akhir ini mulai tampak gejala dan dampak yang ditimbulkan oleh pertanian anorganik, baik pada produksi pertanian maupun lingkungan. Penggunaan pupuk kimia yang terus menerus dan cenderung dalam jumlah yang berlebihan tanpa mengembalikan bahan organik ke dalam tanah, mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak yang timbul antara lain adalah adanya pencemaran tanah dan air, menurunkan tingkat kesuburan tanah, dan ketergantungan petani secara ekonomi dan sosial (Udiyani dan Setyawan, 2003). Penyebab rusaknya tanah ini tidak terlepas dari rusaknya fungsi biologis tanah, seperti terganggunya organisme tanah yang berperan sebagai penyedia hara dan pembuat struktur tanah yang baik. Mengutip Rao (1994), humus, polisakarida dan poliuronida yang dihasilkan oleh mikrob tanah membantu merekatkan partikel-partikel tanah bersama-sama sementara jamur berbenang memberikan tambahan sokongan mekanis.

Organisme tanah mempunyai peran yang signifikan pada kualitas tanah. Peranan organisme yang terdapat di tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme tanah (Hardjowigeno, 2003).

Pemberian bahan organik sangat diperlukan bagi praktik pertanian sebagai usaha untuk memperbaiki kondisi organisme tanah. Selain itu, bahan organik merupakan penyumbang sebagian besar unsur hara yang diperlukan tanaman (N, P dan S), khususnya yang tidak diberi input dari luar (Yulipriyanto, 2010). Pemberian bahan organik bisa dilakukan dengan cara menambahkan secara langsung pada tanah atau dikomposkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke tanah.

Salah satu permasalahan yang sering ditemukan pada proses pengomposan adalah dibutuhkannya waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kompos yang baik, sehingga banyak petani enggan melakukannya. Penambahan mikrob tertentu, seperti fungi dari kelompok Trichoderma dan Aspergillus diketahui mampu mempercepat proses pengomposan limbah oganik. Pada penelitian ini pemberian biodekomposer yang mengandung mikrob dari jenis Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, pada proses pengomposaan jerami padi diharapkan dapat mempercepat pelapukan dan pematangan kompos.

Dekomposisi bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin berlangsung sangat lambat. Jerami padi termasuk bahan organik yang mengandung selulosa dan lignin yang sulit didegradasi (Herawati dan Wibawa, 2010). Taherzadeh dan Karimi (2008) menyatakan untuk mempercepat proses degradasi bahan organik yang mengandung lignoselulosa perlu dilakukan pretreatment bahan baku. Jin dan Chen, (2006) meneliti jerami padi dipotong 5-8 cm kemudian dimasak dengan steam 220°C selama 5 menit akan meningkatkan yield gula dan hidrolisis enzimatis.

(14)

2

pembuatan pupuk bokashi dan kompos. Hasil penelitian Mardhiansyah dan Widyastuti (2007) menunjukkan Trichoderma spp. memiliki kemampuan sebagai dekomposer (T. koningii), dan pengendali hayati (T. reesei dan T. harzianum). Menurut Alexander (1976), genus Aspergillus dan Trichoderma merupakan kapang perombak bahan organik yang mengurai sisa-sisa tanaman khususnya yang mengandung hemiselulosa, selulosa, dan lignin.

Selain mempercepat pelapukan dan pematangan kompos, beberapa kelompok fungi Trichoderma diketahui dapat berfungsi sebagai musuh alami bagi mikrob lain yang merugikan. Achmad et al. (2010), melaporkan bahwa Trichoderma harzianum dan T. Pseudokoningii dapat menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum dan R. Solani. Penelitian Mukarlina et al. (2010) menunjukkan bahwa T. harzianum dalam kondisi in vitro mampu menekan pertumbuhan Fusarium spp. yang menginfeksi tanaman cabai dengan persentase antagonis antara 71,2 % sampai dengan 94,2%. Penelitian Sudarma dan Suprapta, (2011), menunjukkan bahwa fungi Aspergillus Spp. (Aspergillus nidulans, A. Niger dan A. Terreus) dan Trichoderma spp. dapat mengendalikan penyakit layu Fusarium pada pisang dengan menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp.cubense.

Selain mempercepat laju dekomposisi, berdasarkan hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, diharapkan kompos yang dibuat dengan pemberian biodekomposer berbahan aktif mikrob Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, dan biodekomposer berbahan aktif Trichoderma sp dapat memberikan manfaat pada praktik-praktik pertanian tanpa menimbulkan kerusakan pada lingkungan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu: mempelajari efektifitas biodekomposer A dengan bahan aktif mikrob Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, dan biodekomposer B dengan bahan aktif Trichoderma sp pada proses pengomposan limbah jerami padi serta menganalisis pengaruhnya pada percepatan proses pengomposan limbah jerami padi.

Hipotesis

1. Aktivitas mikroba meningkat dengan penambahan biodekomposer A dan B pada proses pengomposan jerami padi.

2. Peningkatan aktivitas mikroba akan mempercepat laju pelapukan kompos jerami padi.

(15)

3

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University Farm, IPB), Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanaian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Mei 2013 hingga Juli 2013.

Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu antara lain: wadah pengomposan yang terbuat dari bambu (Gambar 1), cangkul, garpu, ember, timbangan, polybag, oven, inkubator, termometer, erlenmeyer, CHNS analyzer, plastik dan kertas. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah jerami dan kotoran sapi basah sebagai bahan kompos, biodekomposer A dengan bahan aktif mikroba Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, dan biodekomposer B dengan bahan aktif Trichoderma sp. yang merupakan koleksi dari laboratorium bioteknologi tanah, IPB.

Gambar 1. Wadah pengomposan

Metode Penelitian 1. Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Kompos

(16)

4

Perlakuan yang diberikan adalah: Wadah 1 merupakan kontrol tanpa pemberian biodekomposer (P1), wadah 2 ditambahkan biodekomposer A (P2) dan wadah 3 ditambahkan biodekomposer B (P3). Setelah itu masing-masing kotak dibasahi dengan air hingga basah merata, dengan tujuan menjaga kelembaban optimum (sekitar 60%) agar mikrob di dalam tumpukan kompos bisa hidup dan melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Pembalikan bahan kompos dilakukan apabila suhu tumpukan kompos meningkat > 50 oC. Pembalikan dilakukan terus hingga suhu pengomposan stabil sekitar 30 oC

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia kompos. Sifat fisik meliputi suhu, kadar air, volume, dan morfologi. Sedangkan sifat kimia yang diamati adalah rasio C/N bahan kompos.

A. Suhu Pengomposan

Suhu kompos diukur tiap minggu. Pengukuran dilakukan di empat titik dalam kotak kompos agar mewakili keseluruhan bagian kotak kompos. Pengukuran suhu dilakukan dengan menancapkan termometer sedalam setengah dari tinggi kompos (mengikuti penyusutan tinggi kompos).

B. Kadar Air

Pengambilan sampel untuk analisis kadar air dilakukan setiap minggu hingga minggu keempat, secara subsampel sebanyak 4 titik pada masing-masing kotak perlakuan. Subsampel diambil masing-masing sebanyak 10 gram bahan kompos.

Kadar air diukur dengan metode gravimetri. Secara prinsip, metode ini dilakukan dengan menguapkan semua air yang ada pada bahan, kemudian dilihat perubahan beratnya. Pengukuran dilakukan dengan menimbang 10 gram bahan kompos, kemudian dikeringkan di dalam oven. Hasilnya dihitung dengan rumus:

Kadar Air x 100%

C. Volume

Volume kompos diukur dengan melihat perubahan tinggi (penyusutan) pada tumpukan kompos. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus mengikuti volume kubus = panjang x lebar x tinggi.

D. Morfologi

Morfologi kompos ditentukan dengan pengamatan pada perubahan warna dan bentuk kompos. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil gambar menggunakan kamera. Pengamatan dilakukan tiap minggu.

E. Rasio C/N

(17)

5

2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, yaitu: 1) tanpa pemberian biodekomposer (kontrol) (P1), pemberian biodekomposer A (P2), dan 3) pemberian biodekomposer B (P3). Pengambilan sampel untuk analisis laboratorium dilakukan pada 4 titik pada masing-masing kotak perlakuan sehingga diperoleh 12 subsampel. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam dan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Model linier yang digunakan adalah:

Yij = μ + τi + εij Dimana:

i = 1, 2, ...., t dan j= 1, 2, ...., r

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j μ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke- i

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke- i ulangan ke- j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Aminah et al (2003), kompos merupakan hasil dari proses biokimiawi yang melibatkan mikrob sebagai agensia (perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Menurut Storm (1985), pengendalian kompos pada tingkat mikrob meliputi 4 faktor yang saling berkaitan yaitu: kelembaban, panas akibat metabolisme, temperatur dan aerasi. Faktor lain selain keempat faktor tersebut yaitu rasio C/N dan kondisi bahan awal (De Bertoldi et al, 1983).

Suhu Pengomposan

Aktivitas mikrob pada proses pengomposan dapat dilihat dari perubahan suhu pada bahan yang dikomposkan. Suhu yang tinggi mengindikasikan tingginya aktivitas mikrob, sedangkan suhu yang rendah menunjukkan sebaliknya. Fluktuasi suhu masing-masing pada perlakuan P1, P2, dan P3 dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Tabel 1. Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap suhu pengomposan (oC) limbah jerami padi

Perlakuan

(18)

6

Tabel 1 menunjukkan, perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan baru terlihat setelah minggu ke tiga dan ke empat. Pada minggu pertama tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan, sedangkan pada minggu ke dua perbedaan nyata tejadi hanya antara P2 dengan P1 dan P3. Pada minggu ke tiga, P1 dan P2 (45,4 oC dan 35,2 oC) mengalami sedikit peningkatan suhu, sedangkan P3 (40,5 oC) terus mengalami penurunan. Penurunan suhu pada P3 ini dikarenakan kompos sedang dalam proses pematangan (data rasio C/N). Kemudian pada minggu keempat, suhu semua perlakuan menurun, yaitu P1 41,3 oC, P2 31,4 oC, dan P3 35 oC. Penurunan suhu ini terjadi karena semakin sedikitnya aktivitas mikrob yang disebabkan oleh semakin berkurangnya bahan organik sebagai sumber energi bagi mikrob. Pada fase ini, semua perlakuan mengalami proses pematangan kompos. Proses pematangan kompos pada perlakuan P2 lebih cepat dibandingkan perlakuan P3, sedangkan perlakuan kontrol (P1) menunjukkan penurunan suhu paling lambat. Adanya pemberian biodekomposer A dan B pada perlakuan P2 dan P3 mempengaruhi hal tersebut.

Naik dan turunnya suhu terjadi pada proses pengomposan karena perubahan aktivitas mikrob. Menurut Chen (1994) proses pengomposan meliputi tiga fase: fase mesofilik, fase thermofilik dan fase mesofilik. Proses pengomposan yang optimum akan melahirkan temperatur optimum kira-kira 45o-60oC (Yuliprianto, 2010). Pada pengamatan ini, fase mesofilik terjadi pada minggu ke nol, fase thermofilik terjadi pada minggu pertama, fase mesofilik berikutnya terjadi pada minggu kedua sampai keempat.

Gambar 2. Suhu selama proses pengomposan limbah jerami padi

Gambar 2 menunjukkan bahwa rata-rata suhu pada minggu pertama tertinggi dibanding minggu-minggu setelahnya, yang menunjukkan aktivitas mikrob yang tinggi. Pada minggu pertama ini hampir semua perlakuan memiliki suhu diatas 50 oC (Tabel 1) dan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Pada minggu kedua, suhu pengomposan semua perlakuan mengalami penurunan. Suhu P1 dan P3 (44,5 oC dan 44,4 oC) masih relatif sama, namun P2 mengalami penurunan yang tajam. Menurut Sutanto (2002), selama proses pengomposan, perubahan kualitatif dan kuantitatif terjadi pada tahap awal akibat perubahan lingkungan. Beberapa spesies jamur menjadi aktif dan berkembang dalam waktu relatif singkat,

(19)

7

dan kemudian hilang untuk memberikan kesempatan pada jenis lain untuk berkembang.

Kadar air

Kandungan air di dalam kompos sangat menentukan aktivitas dan keberlangsungan mikrob yang bekerja sebagai dekomposer. Menurut Yuliprianto (2010), mikrob hanya dapat menggunakan molekul organik yang larut dalam air. Kandungan air optimum bagi tumpukan kompos berkisar antara 40-60 %.

Tabel 2. Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap kadar air (%) bahan pengomposan limbah jerami padi

Perlakuan Kadar air (%) pada minggu ke

1 2 3 4

Kontrol (P1) 62.23a 68.68a 66.42b 63.71ab

Biodekomposer A (P2) 68.56a 71.84a 70.83a 68.30a BiodekomposerB (P3) 65.35a 68.05a 67.01b 62.75b

Keterangan: a, b, dan c menunjukkan tingkat berbeda nyata taraf 5% pada masing-masing perlakuan tiap minggunya.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata pada minggu pertama dan ke dua. Perbedaan nyata kadar air terlihat pada minggu ketiga dan keempat antara P1 dan P3 dengan P2. Seperti yang terlihat pada Gambar 4, kadar air pada P2 selalu lebih tinggi dibandingkan P1 dan P3 setiap minggunya, terutama pada minggu ke tiga dan ke empat. Menurut Soepardi (1983), fungi sangat peka terhadap aerasi. Aerasi yang buruk akan menekan perkembangan fungi. Dengan demikian, tingginya kadar air pada P2 ini mengakibatkan pertumbuhan fungi terhambat, sehingga kerja fungi yang ada pada P2 kurang optimum. Mengutip Alexander (1976), apabila oksigen tersedia dalam kadar rendah, organisme yang terdapat dalam jumlah yang banyak adalah bakteri, karena fungi bersifat aerob atau membutuhkan oksigen.

(20)

8

Volume Kompos

Selama proses dekomposisi volume kompos berkurang disebabkan oleh penguapan air dan gas. Pada waktu mikrob tumbuh dan berkembang biak pada pengomposan, digunakan karbon untuk menyusun bahan selular sel-sel mikrob dengan membebaskan karbon dioksida, metana, dan bahan-bahan lain yang mudah menguap (Rao, 1994). Penguapan tersebut mengakibatkan berkurangnya volume kompos. Besarnya pengurangan volume ini tergantung besaran bahan organik yang dimanfaatkan oleh mikrob di dalam kompos.

Gambar 4. Volume kompos pada proses pengomposan limbah jerami padi yang ditambah dekomposer

Gambar 4 menunjukkan penyusutan volume kompos per minggu tidak berbeda nyata antar perlakuan. Meskipun demikian terlihat adanya kecenderungan penyusutan volume kompos yang lebih cepat pada perlakuan yang diberi dekomposer A maupun B, dibanding kontrol, khususnya pada minggu terakhir pengamatan.

Pada awal proses pengomposan, aktivitas mikrob dalam mengurai sampah masih rendah. Hal ini disebabkan karena penyesuaian diri mikrob pengomposan dengan lingkungan dan adanya seleksi secara alami (Budiyanto, 2004 ). Pada minggu ketiga dan keempat penyusutan volume kompos per minggu pada perlakuan P2 (58% dan 66%) dan P3 (62% dan 64%) lebih tinggi dibandingkan P1 (57% dan 62%). Penambahan bioaktivator A dan B pada P1 dan P2 mempengaruhi kecepatan berkurangnya volume kompos pada P1 dan P2 walaupun dalam penelitian ini pengaruhnya masih tidak terlihat nyata.

Morfologi Kompos

Selain nilai rasio C/N, morfologi bahan kompos, yaitu warna dan bentuk, dapat dijadikan faktor untuk menilai tingkat kematangan kompos.Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos

(21)

9

tersebut masih belum matang. Gambar 5 menunjukkan warna bahan kompos pada minggu ke empat.

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Bahan kompos pada minggu ke 4: (a) Kontrol, (b) Perlakuan P2 dan (c) Perlakuan P3

Pada Gambar 5 terlihat warna kompos pada perlakuan P2 (Gambar 5b) dan P3(Gambar 5c) lebih gelap dan bentuknya sudah hancur dibanding dengan perlakuan kontrol (Gambar 5a). Perubahan warna dan bentuk dari aslinya ini terjadi karena adanya aktivitas dekomposisi bahan organik oleh mikrob menjadi kompos matang. Dengan demikian, dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa proses pematangan kompos P2 dan P3 lebih cepat jika dibandingkan kontrol (P1).

Rasio C/N

(22)

10 proses pengomposan limbah jerami padi

Perlakuan Nilai rasio C/N pada minggu ke

1 2 3 4

Kontrol (P1) 34.27a 20.55a 16.81a 15.26a

Biodekomposer A (P2) 36.22a 18.89a 15.33a 14.37a Biodekomposer B (P3) 31.21a 18.62a 15.83a 14.46a

Keterangan: a dibelakang angka menunjukkan tingkat berbeda nyata taraf 5 % pada masing-masing perlakuan tiap minggunya.

Hasil analisis sidik ragam statistik rasio C/N pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata, baik pada minggu pertama maupun minggu-minggu berikutnya. Walau demikian, pemberian biodekomposer A dan biodekomposer B cenderung menyebabkan proses pematangan kompos pada P2 dan P3 lebih cepat jika dibandingkan kontrol (P1). Hal ini dapat dilihat dari kompos pada kontrol (P1) belum matang hingga minggu ke-2 dengan nilai rasio C/N 20,55 (Gambar 2), sedangkan kompos pada P2 dan P3 sudah matang dengan nilai rasio C/N masing-masing 18,89 dan 18,62. Menurut Novizan (2001), jika rasio C/N telah mencapai angka 12-20 berarti unsur hara yang terikat pada humus telah dilepaskan melalui proses mineralisasi sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Umumnya, rasio C/N yang baik digunakan pada lahan berkisar antara 15 – 20 (Kayhanian dan Tchobanoglous, 1993). Namun rasio C/N yang memiliki nilai 10 lebih disarankan untuk hasil yang ideal (Mathur, 1991).

Kompos yang memiliki nilai rasio C/N di atas 20 sangat tidak disarankan atau harus dihindari penggunaannya pada lahan pertanian karena akan memberikan dampak yang tidak baik pada pertumbuhan tanaman (Golueke, 1977). Hal ini karena kompos yang memiliki nilai rasio C/N yang terlalu tiggi akan menyebabkan immobilisasi nitrogen (Hampton et al., 2001). Immobilisasi ini terjadi akibat terjadinya persaingan antara tanaman dan mikrob untuk mengkonsumsi N, sehingga tumbuhan hanya memperoleh sedikit nitrogen dari tanah (Soepardi, 1983).

(23)

11

Seperti dijelaskan diatas, penurunan rasio C/N merupakan indikasi semakin banyaknya bahan organik yang terdekomposisi. Gambar 6 menunjukkan penambahan biodekomposer A pada perlakuan P2 dan biodekomposer B pada P3 cenderung menyebabkan penurunan rasio C/N yang lebih cepat dibandingkan kontrol (P1) setiap minggunya.

KESIMPULAN

Pemberian biodekomposer A dengan bahan aktif Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, maupun B dengan bahan aktif Trichoderma sp. pada proses pengomposan limbah jerami padi dapat meningkatkan laju pengomposan. Hal ini dapat dilihat dari parameter penurunan suhu (proses pematangan) yang lebih cepat dibanding kontrol, rasio C/N yang memiliki nilai lebih rendah dibanding kontrol, dan penyusutan volume kompos yang lebih cepat dibanding kontrol. Sedangkan morfologi kompos, yaitu warna dan bentuk kompos, warna kompos pada perlakuan biodekomposer A dan B lebih gelap dibandingkan dengan kontrol dan bentuk kompos menjadi lebih hancur.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, dkk. 2010. Aktivitas Antagonisme Dan Terhadap Patogen Lodoh In Vitro Trichoderma harzianum dan Trichoderma pseudokoningii Terhadap Patogen Lodoh Pinus merkusii. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol.7 No.5, Desember 2010, 233 - 240

Alexander, M.1976. Introduction to Soil Microbiology, 2nd Edition. Willey Eastern Limited. New Delhi

Aminah S, Soedarsono G.B, Sastro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Jakarta (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Budiyanto, M.AK. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang (ID): Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang

Chen, Sh.H. 1994. Survey on municipal demestic wastes composting technology in maindland china. Chin. J. Environ. Sci., IS (1): 53-56

De Bertoldi M, Vallini G dan Pera A. 1983. The Biology of Composting: A review. –Waste Management & Research 1: 157-176

Golueke, C.G. 1977. Biological reclamation of solid wastes. Rodale Press, Emmauis, Pennsylvania, p.9.

Hampton MO, Obreza TA dan Stofella J. 2001. Weed Control in Vegetable Crops with Composte Organic Mulches. Di dalam: Stofella PJ, Kahn BA, editor. Compost Utilization in Horticultural Cropping System; 2001; Florida (US): Lewis Publisher. Hlm 275-286

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo

(24)

12

Jin S and Chen H. 2006. Superfine Grinding of Steam Exploded Rice Straw and Its Enzymatis Hydrolisis. Biochem Eng, J. 30: 225-230.

Kayhanian, M. dan G. Tchobanoglous. 1993. Computation of C/N ratio for various organic fraction. Biocycle 33(5): 58-60

Mardhiansyah M dan Widyastuti SM. 2007. Potensi Trichoderma spp. Pada Pengomposan Sampah Organik sebagai Media Tumbuh dalam Mendukung Daya Hidup Semai Tusam (Pinus merkusii. Et de Vries). SAGU. Vol. 6 No. 1, Maret 2007: 29-33

Marianah L. 2013. Analisa Pemberian Trichoderma sp Terhadap Pertumbuhan Kedelai. Jambi (ID): Balai Pelatihan Pertanian Jambi

Mathur, S.P. 1991. Composting processes, p. 147-183. In: A.M. Martin (ed). Bioconversion of waste materials to industrial products. Elsevier Applied Science, New York

Mukarlina, Khotimah S, dan Rianti R. 2010. Uji Antagonis Trichoderma harzianum Terhadap Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Secara In Vitro. J. Fitomedika. 7 (2): 80 – 85

Novizan. 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Tangerang (ID): Agromedia Pustaka

Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati Susilo (penerjemah). Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Storm PF. 1985. Effect of temperature on bacterial species diversity in thermophilic solid-waste composting. Appl Environ Microbiol. 50 (4): 899-905.

Sudarma IM dan Suprapta DN. 2011. Potensi Jamur Antagonis Yang Berasal Dari Habitat Tanaman Pisang dengan dan Tanpa Gejala Layu Fusarium untuk Mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp. cubense secara in vitro. The Excellence Research Universitas Udayana. Hlm 161-166

Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius

Taherzadeh MJ and Karimi K. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas. A Review. International Journal of Molecular Sci. 9: 1621-1651

Udiyani PM dan Setiawan MB. 2003. Kajian Terhadap Pencemaran Lingkungan di Daerah Pertanian Berdasarkan Data Radioaktivitas Alam. Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir – Jakarta. P2TRR – BATAN. 11 Desember 2003, 172-18

(25)

13

Lampiran 1. Sidik ragam suhu

MSP Sumber Keragaman

DB Jumlah

kuadrat

Nilai tengah

Nilai F Pr > F KK

1 Perlakuan 2 1.17 0.58 0.30 0.74 2.56

Galat 9 17.25 1.92

Total koreksi 11 18.42

2 Perlakuan 2 404.29 202.15 167.29 <.0001 2.73

Galat 9 10.88 1.21

Total koreksi 11 415.17

3 Perlakuan 2 210.29 105.15 30.65 <.0001 4.59

Galat 9 30.88 3.43

Total koreksi 11 241.17

4 Perlakuan 2 199.63 99.81 90.40 <.0001 2.93

Galat 9 9.94 1.10

(26)

14

Lampiran 2. Sidik ragam kadar air

MSP Sumber Keragaman

DB Jumlah kuadrat

Nilai tengah

Nilai F Pr > F KK

1 Perlakuan 2 80.21 40.10 3.15 0.09 5.46

Galat 9 114.68 12.74

Total koreksi 11 194.89

2 Perlakuan 2 32.97 16.48 0.52 0.61 8.06

Galat 9 282.63 31.40

Total koreksi 11 315.60

3 Perlakuan 2 45.65 22.83 6.22 0.02 2.81

Galat 9 33.00 3.67

Total koreksi 11 78.66

4 Perlakuan 2 70.50 35.25 2.83 0.11 5.43

Galat 9 112.04 12.45

(27)

15

Lampiran 3. Sidik ragam rasio C/N

MSP Sumber Keragaman

DB Jumlah kuadrat

Nilai tengah

Nilai F Pr > F KK

1 Perlakuan 2 51.01 25.51 0.33 0.72 25.74

Galat 9 685.44 76.16

Total koreksi 11 736.46

2 Perlakuan 2 8.71 4.36 0.85 0.46 11.72

Galat 9 46.29 5.14

Total koreksi 11 55.00

3 Perlakuan 2 4.50 2.25 3.47 0.08 5.04

Galat 9 5.83 0.65

Total koreksi 11 10.34

4 Perlakuan 2 1.92 0.96 0.51 0.61 9.30

Galat 9 16.80 1.87

(28)

16

Lampiran 4. Rekapitulasi sidik ragam terhadap peubah pengamatan

Peubah Minggu pengamatan

1 2 3 4

Suhu tn * * *

Kadar air tn tn * *

C/N Rasio tn tn tn tn

Keterangan: tn = tidak nyata

(29)

17

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1. Wadah pengomposan
Gambar 3. Kadar air pada proses pengomposan limbah jerami padi
Gambar 4. Volume kompos pada proses pengomposan limbah jerami padi yang
Gambar 5. Bahan kompos pada minggu ke 4: (a) Kontrol,  (b) Perlakuan P2 dan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Mencermati karya-karya tersebut maka, peneliti berkesimpulan bahwa judul yang peneliti ajukan tentang Tinjauan Maqashid al-Syari‟ah sebagai Hikmah al-Tasyri‟ terhadap

Penelitan ini merupakan re- plikasi dari penelitian Layata dan Setiawan (2014) yang meneliti ten- tang Pengaruh Kewajiban Moral, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pa- jak

1) Jual beli al-majhul , yaitu jual beli yang barangnya secara global tidak dapat diketahui, dengan syarat kemajhulannya bersifat menyeluruh.. Akan tetapi, apabila

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Pengembangan LKPD Berbasi SETS Tema Karlahut Pada Mata Pelajaran Biologi Kelas X SMA dapat menambah pemahaman

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis secara

Ayam Parmigiana adalah sebuah hidangan klasik Italia yang terkenal dengan kelezatannya. Makanan ini terdiri dari daging ayam goreng yang garing digabung dengan spageti dan keju.

Alasan lain dipilihnya ragam bahasa laki-laki tersebut yaitu bagi orang Indonesia keberadaan bahasa pria/laki laki (danseigo) terkadang menjadi salah satu kesulitan pada

Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Bahasa