• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Terigas Tangerine Degreening Originate from Sambas Regency of West Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Terigas Tangerine Degreening Originate from Sambas Regency of West Kalimantan"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGUNINGAN (

DEGREENING

) PADA JERUK

KEPROK MADU TERIGAS ASAL KABUPATEN SAMBAS

KALIMANTAN BARAT

RENNY ANGGRAINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Penguningan (Degreening) Pada Jeruk Keprok Madu Terigas Asal Kabupaten Sambas Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Renny Anggraini NRP F153110061

(4)

RINGKASAN

RENNY ANGGRAINI. Kajian Penguningan (Degreening) pada Jeruk keprok Madu Terigas Asal Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Di bawah bimbingan ROKHANI HASBULLAH dan SUTRISNO.

Jeruk keprok madu Terigas pada saat dipanen masih kehijau-hijauan. Masyarakat lebih menyukai buah jeruk dengan kulit berwarna kuning sedangkan jeruk dengan warna hijau dianggap belum matang. Kulit jeruk berwarna kuning merata membuat konsumen tidak keberatan untuk membayar dengan harga lebih tinggi. Perlakuan pascapanen guna memperbaiki estetika buah jeruk dapat dilakukan dengan teknik penguningan (degreening) menggunakan gas etilen. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji konsentrasi dan lama pemaparan (trigger time) pada jeruk keprok madu Terigas (Citrus nobilis var. chrysocarpa), (2) mengkaji pengaruh degreening terhadap perubahan fisikokimia dan sensori jeruk keprok madu Terigas, (3) menetapkan konsentrasi dan trigger time terbaik dalam proses degreening jeruk keprok madu Terigas.

Mutu jeruk terlebih dahulu dianalisis, kemudian jeruk disusun dalam kotak karton yang telah dilapisi plastik LLDPE (Linear Low Density Polyethilene) dengan ketebalan 0,06 mm. Plastik tersebut kemudian ditutup dengan bagian atas kotak karton tetap terbuka. Masing-masing plastik berisi kurang lebih 3 kg buah jeruk. Gas etilen dengan konsentrasi 0, 1000, 1500, dan 2000 ppm masing-masing diinjeksi ke dalam plastik LLDPE yang berisi jeruk menggunakan syringe. Selanjutnya proses dibiarkan berjalan dengan trigger time sesuai perlakuan yaitu 10, 20, dan 30 jam. Setelah trigger time masing-masing tercapai, plastik dibuka dan jeruk dibiarkan pada suhu ruang hingga jeruk berubah warna menjadi kuning. Jeruk kemudian dianalisis mutunya meliputi perubahan warna, kekerasan, kadar air jus, pH, kandungan vitamin C, kandungan klorofil dan karotenoid, total padatan terlarut, serta organoleptik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa etilen mampu mengubah warna jeruk menjadi lebih menarik, meningkatkan total karotenoid, dan menurunkan total klorofil. Namun etilen tidak mempengaruhi kualitas seperti kadar air, kekerasan, total padatan terlarut, dan vitamin C. Degreening juga meningkatkan nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk, dan tidak mempengaruhi nilai kesukaan panelis terhadap kemanisan, tekstur, maupun aroma jeruk keprok madu Terigas. Proses degreening jeruk keprok madu Terigas yang terbaik adalah dengan konsentrasi etilen 1000 ppm dan trigger time 30 jam. Hasil degreening terjadi pada hari keempat pemaparan pada suhu ruang yang ditandai dengan perubahan warna hijau menjadi kuning.

(5)

Sambas Regency of West Kalimantan. Supervised by ROKHANI HASBULLAH and SUTRISNO

Terigas tangerine peel is still green even when it has reached acceptable internal maturity, meanwhile the green peel indicated immature fruit. Improving tangerine uniform yellow peel will also improve its aesthetic quality and price which could be taken by ethylene degreening technique. The objectives of this research were: (1) to study the ethylene concentration and trigger time of Terigas tangerine (Citrus nobilis var. chrysocarpa) degreening process, (2) to investigate influences of degreening on physicochemical and organoleptic changes of Terigas tangerine, (3) to determine the best ethylene consentration and trigger time of Terigas tangerine degreening process.

Initial tangerine quality were analyzed before the tangerine were arranged inside box layered by LLDPE 0.06 mm plastic. After that the plastic was closed with the top of box remained open. Each box contained of 3 kg tangerines which finally exposed by 1000, 1500, and 2000 ppm of exogenous ethylene and without ethylene (control), with trigger time for 10, 20, and 30 hours. Soon after each trigger time was reached, the plastic was then opened and tangerines were placed at room temperature until their peel turned to be yellow. After that, quality of tangerines were analyzed which consisted of color changes, firmness, juice misture content, pH value, vitamin C content, total of chlorophyll and carotenoid, total soluble solid, and organoleptic.

Results of the research showed that ethylene enhanced color of tangerine, increased total of carotenoid, and decreased total of chlorophyll. However it did not affect internal quality such as moisture content, firmness, total soluble solid, and vitamin C. Postharvest degreening also increased panelists preference of tangerine external color, nevertheless it did not affect sweetness, texture, and aroma of Terigas tangrine. The best treatment was 1000 ppm ethylene with trigger time for 30 hours. Uniform yellow peel of Terigas tangerine occured on the fourth day of storage at room temperature.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

KAJIAN PENGUNINGAN (

DEGREENING

) PADA JERUK

KEPROK MADU TERIGAS ASAL KABUPATEN SAMBAS

KALIMANTAN BARAT

RENNY ANGGRAINI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

NRP : F153110061

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi Ketua

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pasca Panen

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini adalah degreening, dengan judul Kajian Penguningan (Degreening) Pada Jeruk Keprok Madu Terigas Asal Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. selaku komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr. selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis tetap membuka diri untuk menerima saran dan kritik yang sifatnya konstruktif. Di samping itu penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Ahmad dan Bapak Sulyaden selaku laboran di laboratorium Teknik Lingkungan Biosistem dan TPPHP yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

Ungkapan terima kasih yang tak terkira dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada suami tercinta (Amri Yahya, S.Hut) dan orangtua tercinta (Ibu Ir. Ani Muani M.S. dan Ibu Nurhayati), adik (Nia), tante (Bi Mul dan Bi Uti), paman (Om Di dan Om Gigin), kakak-kakak (Rezza dan Elizza), dan seluruh keluarga serta kerabat di Pontianak yang telah menjadikan penelitian ini terlaksana dan karya ilmiah ini selesai ditulis. Kepada almarhum Ayahanda tercinta (Ir. Maman Rukmantara, M.S.) yang selalu memberi panutan semasa hidupnya. Serta kepada rekan-rekan TPP yang selalu dapat diandalkan (Kak Nur, Asni, Bu Nini, Adhitya, Kania, Sugihartati) dan teman-teman seperjuangan TPP dan TMP 2011 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas segala masukan, saran, kritik, serta bantuan yang terus-menerus diberikan.

Harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat di masa depan. Terakhir penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk semua dan semoga Allah SWT meridhoi kita semua, Amin.

Bogor, Februari 2014

(11)

merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. Maman Rukmantara, M.S. (Alm.) dan Ir. Ani Muani, M.S. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Selama program sarjana, penulis pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Tingkat 1 Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura dan menjadi finalis lomba TOEFL Universitas Tanjungpura. Sebagai syarat kelulusan pada program sarjana penulis menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Varietas Jeruk Keprok dan Jenis Penstabil Terhadap Fisikokimia dan Sensori Cloudy Juice.”

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Aspek Botani Tanaman Jeruk Keprok Madu Terigas 4

Kondisi Degreening 5

Etilen (C2H4) 5

Degreening Menggunakan Gas Etilen 6

Pengemasan Degreening 7 Pengaruh Konsentrasi Etilen Terhadap Warna Buah Jeruk 20

Proses Degreening 22

Total Klorofil dan Karotenoid 23

Derajat Kecerahan (L*) 25

Derajat Warna Hijau (a*) 26

Derajat Warna Kuning (b*) 27

Derajat Hue (oHue) 29

Perubahan Sifat Fisikokimia 31

Kadar Air Jus 31

Penentuan Perlakuan Terbaik 41

SIMPULAN DAN SARAN 43

DAFTAR PUSTAKA 44

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Kandungan gizi jeruk keprok per 100 gram bahan 4 2 Hasil Analisis mutu jeruk keprok madu Terigas 19 3 Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap warna

jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di udara terbuka 22 4 Perkembangan perubahan ohue jeruk keprok madu Terigas dengan

trigger time 30 jam 29

5 Perkembangan perubahan warna jeruk keprok madu Terigas dengan

trigger time 30 jam 30

6 Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap sifat fisikokimia jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di

udara terbuka 31

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Kotak Karton Single Wall 8

2 Diagram alir penelitian pendahuluan degreening buah jeruk Siam 11 3 Diagram alir degreening jeruk keprok madu Terigas 12

4 Pengemasan dalam melakukan degreening 13

5 Chromameter 14

6 Rheometer 14

7 Spektrofotometer 17

8 Refraktometer 17

9 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm (•), 1500 ppm (■), dan 2000 ppm (▲) terhadap derajat kecerahan (L*) buah jeruk Siam setelah ditrigger

selama 30 jam 20 karotenoid jeruk keprok madu Terigas dengan trigger time 30 jam pada

hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 23

13 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 26 14 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat warna hijau jeruk keprok

madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 26 15 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat warna kuning jeruk keprok

madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 28 16 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap kadar air jus jeruk keprok madu

Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 31 17 Pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kadar air jus jeruk

keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen 0 ppm (•) ppm (♦), 1500 ppm (■)dan 2000 ppm (▲) dengan trigger time 30 jam 32 18 Pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kekerasan jeruk

keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen 0 ppm (•) dan 2000 ppm (▲) dengan trigger time 10 jam 33 19 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap TPT jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 35 20 Pengaruh lama pemaparan di suhu ruang terhadap kandungan vitamin C

jus jeruk keprok madu Terigas pada konsentrasi etilen 0 ppm (•) dan 2000 ppm (▲) dengan trigger time 30 jam 36 21 Nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk keprok madu Terigas pada

berbagai konsentrasi etilen 38

(16)

23 Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur jeruk keprok madu Terigas pada

berbagai konsentrasi etilen 39

24 Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jeruk keprok madu Terigas pada

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji Anova kekerasan jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 50

2 Hasil uji Anova TPT jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 50

3 Hasil Uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2 pemaparan di suhu ruang untuk TPT 50 4 Hasil uji Anova vitamin C jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 51

5 Hasil uji Anova total klorofil jeruk keprok madu Terigas pada hari

ke-2 pemaparan di suhu ruang 51

6 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2 pemaparan di suhu ruang untuk total klorofil 51 7 Hasil uji Anova total karotenoid jeruk keprok madu Terigas pada hari

ke-2 pemaparan di suhu ruang 52

8 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2 pemaparan di suhu ruang untuk total karotenoid 52 9 Hasil uji Anova kadar air jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 52

10 Hasil uji Anova derajat warna hijau (a*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2 pemaparan di suhu ruang 53 11 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-2 pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna hijau (a*) 53 12 Hasil uji Anova derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-2 pemaparan di suhu ruang 54 13 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok Madu Terigas pada

hari pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna kuning (b*) 54 14 Hasil uji Anova derajat kecerahan (L*) jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-2 pemaparan di suhu ruang 55

15 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2 pemaparan di suhu ruang untuk derajat kecerahan (L*) 55 16 Hasil uji Anova kekerasan jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 56

17 Hasil uji Anova TPT jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 56

18 Hasil uji Anova vitamin C jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 56

19 Hasil uji Anova total klorofil jeruk keprok madu Terigas pada hari

ke-4 pemaparan di suhu ruang 57

20 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk total klorofil 57 21 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk total klorofil 57 22 Hasil uji Anova total karotenoid jeruk keprok madu Terigas pada hari

(18)

23 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk total karotenoid 58 24 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk total karotenoid 58 25 Hasil uji Anova kadar air jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 59

26 Hasil uji Anova derajat warna hijau (a*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 59 27 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna hijau (a*) 59 28 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna hijau (a*) 59 29 Hasil uji Anova derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 60 30 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna kuning (b*) 60 31 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna kuning

(b*) 60

32 Hasil uji Anova derajat kecerahan (L*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang 61 33 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk derajat kecerahan (L*) 61 34 Hasil uji Duncan 5% terhadap trigger time jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang untuk derajat kecerahan (L*) 61 35 Hasil uji Anova kekerasan jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 62

36 Hasil uji Anova TPT jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 62

37 Hasil uji Anova vitamin C jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 62

38 Hasil uji Anova total klorofil jeruk keprok madu Terigas pada hari

ke-6 pemaparan di suhu ruang 63

39 Hasil uji Anova total karotenoid jeruk keprok madu Terigas pada hari

ke-6 pemaparan di suhu ruang 63

40 Hasil uji Anova kadar air jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 63

41 Hasil uji Anova derajat warna hijau (a*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6 pemaparan di suhu ruang 64 42 Hasil uji Duncan 5% konsentrasi etilen jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-6 pemaparan di suhu ruang untuk derajat warna hijau (a*) 64 43 Hasil uji Anova derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas

pada hari ke-6 pemaparan di suhu ruang 65 44 Hasil uji Anova derajat kecerahan (L*) jeruk keprok madu Terigas pada

hari ke-6 pemaparan di suhu ruang 65

(19)

46 Nilai kesukaan panelis terhadap warna jeruk keprok madu Terigas

setelah degreening 66

47 Nilai kesukaan panelis terhadap kemanisan jeruk keprok madu Terigas

setelah degreening 67

48 Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur jeruk keprok madu Terigas

setelah degreening 68

49 Nilai kesukaan panelis terhadap aroma jeruk keprok madu Terigas

setelah degreening 69

50 Derajat kecerahan (L*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 70

51 Derajat warna hijau (a*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 70

52 Derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-2

pemaparan di suhu ruang 71

53 Derajat kecerahan (L*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 71

54 Derajat warna hijau (a*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 72

55 Derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4

pemaparan di suhu ruang 72

56 Derajat kecerahan (L*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 73

57 Derajat warna hijau (a*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 73

58 Derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-6

pemaparan di suhu ruang 74

59 Derajat kecerahan (L*), derajat warna hijau (a*), dan derajat warna kuning (b*) jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-0 74 60 Uji indeks efektifitas jeruk keprok madu Terigas pada berbagai

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Maraknya buah impor antara lain sunkist, apel, pear, kiwi dan anggur yang masuk ke Indonesia sangat mempengaruhi daya jual buah lokal. Buah lokal dengan penampilan dan kualitas yang kurang baik mulai ditinggalkan konsumennya. Walaupun tidak secara total ditinggalkan, buah lokal tidak dapat bersaing di segmen pasar yang sama dengan buah-buahan impor. Salah satu buah lokal yang mulai tergeser oleh buah impor karena penampilannya adalah jeruk lokal.

Jeruk merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek yang baik untuk diusahakan. Selain rasanya enak, buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang sangat diperlukan oleh tubuh. Tanaman jeruk meja, seperti jeruk siam, jeruk manis, dan jeruk keprok, tersebar di seluruh Indonesia dengan sentra produksi terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur (Agrimas Kapitalindo 2007). Sekitar 70-80% jeruk yang dikembangkan di Indonesia adalah jeruk siam, dan sisanya adalah jeruk keprok unggulan daerah dan jeruk lainnya (Suyamto et al. 2005).

Indonesia memiliki beragam jenis jeruk keprok berkualitas baik dan berpotensi mengisi permintaan dalam negeri. Jenis jeruk keprok tersebut di antaranya adalah; jeruk keprok SoE (NTT), Batu 55, Pulung dan Madura (Jawa Timur), Garut (Jawa Barat), Tejakula (Bali), Siompu (Sulawesi Tenggara) dan Kelila (Papua). Selain itu terdapat pula beberapa varietas yang baru dikembangkan yaitu keprok madu Terigas (Kalimantan Barat), Jeruk Kacang (Sumatera Barat) dan Borneo Prima (Kalimantan Timur).

Daerah di Kalimantan Barat yang dikenal sebagai sentra penghasil jeruk berkualitas terbaik adalah dari kecamatan Tebas Kabupaten Sambas. Saat ini, selain jeruk siam Pontianak, masyarakat Sambas juga mengembangkan jeruk varietas baru yaitu jeruk keprok madu Terigas. Jeruk keprok madu Terigas memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan jeruk siam dan dengan rasa yang lebih manis. Namun, kendala yang dihadapi jeruk keprok madu Terigas salah satunya adalah penampakannya. Satuhu (1995), menjelaskan bahwa mutu buah-buahan sangat dipengaruhi oleh penampakan dan cita rasanya yang dipengaruhi pula oleh tingkat ketuaan buah. Buah yang tingkat kematangannya cukup akan mempunyai penampilan menarik dan rasa yang enak.

(22)

Rais dan Nurhadi (1996), menjelaskan bahwa perlakuan pascapanen guna memperbaiki penampakan dan kualitas buah jeruk dapat dilakukan dengan teknik penguningan (degreening) menggunakan gas etilen, teknik pengemasan dengan pengaturan konsentrasi CO2/O2, pengurangan susut bobot melalui pelapisan lilin, model kemasan dan alat pengangkutan.

Penguningan dilakukan untuk membuat warna kuning kulit buah jeruk lebih merata dan seragam. Penguningan merupakan proses perombakan pigmen hijau (klorofil) pada kulit jeruk secara kimiawi dan sekaligus membentuk warna kuning jingga (karotenoid) pada kulit jeruk. Proses ini tidak berpengaruh terhadap bagian dalam jeruk seperti gula, asam dan jus jeruk.

Kulit jeruk lokal yang masak warnanya cenderung hijau, kalau pun menguning, tetap tidak merata warnanya (Setiawan dan Trisnawati 2001). Buah jeruk yang matang lebih identik dengan warna kulit yang kuning, sedangkan buah jeruk keprok madu Terigas yang sudah matang optimal tidak selalu mempunyai warna kuning yang seragam, masih ada warna hijaunya. Oleh karena itu untuk mengusahakan agar jeruk keprok madu Terigas berwarna kuning seragam dan dapat bersaing dengan jeruk impor, dilakukanlah degreening pada jeruk keprok madu Terigas.

Rumusan Masalah

Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik di kalangan petani, pedagang, maupun di kalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Hal tersebutlah yang menjadi perhatian agar produk hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat dipanen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaik-baiknya.

Salah satu cara untuk meningkatkan daya tarik jeruk keprok madu Terigas adalah dengan degreening sehingga warna yang didapat pada jeruk keprok madu Terigas menjadi kuning seragam, namun proses degreening juga memiliki kelemahan di mana jika tidak dilakukan dengan tepat maka justru akan menjadikan jeruk cepat rusak, oleh sebab itu perlu diteliti cara penanganan degreening yang tepat sehingga menghasilkan produk jeruk dengan kualitas maksimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengkaji proses degreening menggunakan etilen. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk :

1. Mengkaji konsentrasi etilen dan lama pemaparan (trigger time) pada proses degreening jeruk keprok madu Terigas (Citrus nobilis var. chrysocarpa).

2. Mengkaji pengaruh degreening terhadap perubahan fisikokimia dan sensori jeruk keprok madu Terigas

(23)

Kerangka Pemikiran

Penanganan buah dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan pemasaran. Langkah yang harus dilakukan dalam penanganan buah setelah dipanen meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengepakan (packing). Namun demikian, untuk beberapa komoditi atau jenis buah tertentu memerlukan tambahan penanganan seperti degreening, pencucian, penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating), dan pendinginan awal (precooling).

Buah jeruk lokal memiliki potensi yang besar sehingga perlu dilakukan penanganan pascapanen yang baik dan tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas buah jeruk lokal. Teknologi pascapanen yang mudah diterapkan pada buah jeruk adalah teknik degreening yaitu upaya menghilangkan warna hijau melalui dekomposisi pigmen. Penghilangan warna hijau dengan maksud membentuk warna tertentu yang dikehendaki karena permintaan (kesukaan) yang dapat meningkatkan penampilan dengan membuat warna buah menjadi lebih menarik.

Penguningan biasanya menggunakan zat perangsang metabolik berupa gas alifatis tidak jenuh yang disebut etilen. Ritenour et al. (2004) merekomendasi beberapa kondisi dalam penguningan (dengan etlilen)

,

yaitu: suhu, konsentrasi etilen,

kelembaban relatif, ventilasi dan sirkulasi udara. Suhu 82-83 oF (28-29 oC) adalah suhu optimum dalam penguningan. Suhu di atas atau dibawah suhu tersebut cenderung memperlambat proses penguningan. Konsentrasi 5 ppm etilen cukup untuk mencapai laju penguningan yang maksimal.

Prinsip proses penguningan jeruk dengan asetilen sama dengan etilen karena bentuknya sama, yaitu gas. Hasil penguningan terbaik diperoleh dari penggunaan 2000 ppm asetilen ke jeruk Valensia selama 11 jam pemeraman pada kondisi ruangan yang bersuhu 29-32 oC dengan kelembaban relatif 80-90% dan penyimpanan selama 7.4 hari. Penampakan jeruk berubah secara drastis dari warna kulit hijau menjadi kuning (Broto et al.1996).

Konsentrasi gas etilen dan trigger time yang tepat akan menghasilkan hasil

degreening yang terbaik pada jeruk keprok madu Terigas sehingga buah jeruk

tersebut yang pada umumnya berwarna hijau kekuningan dan tidak seragam menjadi berwarna kuning merata dan menarik.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Aspek Botani Tanaman Jeruk Keprok Madu Terigas

Tanaman jeruk keprok madu Terigas diklasifikasikan sebagai berikut (Anonim 2008):

Spesies : Citrus nobilis var chrysocarpa

Jeruk keprok madu Terigas memiliki ciri-ciri kulit tebal 0.2-0.3 cm dengan diameter buah 5.8–7.6 cm dan berat 150–300 gram serta rasa manis, sedikit asam dan segar, jika masak di pohon rasa sari buahnya seperti madu dengan tingkat kemanisan 9-12°Brix (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropik 2012). Pohon jeruk keprok madu Terigas memiliki tinggi yang sama dengan jeruk Siam. Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang 0.5-1.5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, eliptis atau berbentuk lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit sangat lemah dengan panjang 3.5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1.5-2.5 cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 1-1.5 mm.

Kandungan vitamin C jeruk keprok cukup tinggi yaitu sekitar 29.00 mg, dan kalsium sebesar 18.00 mg. Selain itu jeruk keprok juga mengandung karbohidrat, protein, fosfor, vitamin A, B1, B2, dan lainnya (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan gizi jeruk keprok per 100 gram bahan

(25)

Kondisi Degreening

Pada iklim tropis, jeruk tidak menampakkan warna menarik pada saat matang, hal inilah yang menyebabkan jeruk lokal memerlukan degreening, oleh karena itu diperlukan perlakuan etilen untuk mempercepat degradasi klorofil dan kenampakan warna orange (Ladaniya 2008). Analisis sampel kulit jeruk menunjukkan perubahan konsentrasi relatif, tingkat total klorofil berkurang seiring dengan kematangan jeruk dan degreening (Jahn dan Yang 1996). Degreening dengan konsentrasi etilen 1-5 ppm, temperatur 20-29 °C, dan RH 90-96% direkomendasikan. Fasilitas ventilasi pada ruang penyimpanan sangat penting. Etilen juga menyebabkan akumulasi karotenoid pada lemon dan jeruk keprok (Young dan Jahn 1994).

Kitagawa et al. (1999) menggunakan konsentrasi 500-1000 ppm etilen dengan waktu aplikasi selama 15 jam dengan suhu 20-25 °C untuk menguningkan jeruk Satsuma dengan sistem sederhana di mana jeruk dalam keranjang dibungkus dengan plastik PVC yang kemudian diekspos dengan etilen.

Fungsi etilen pada penguningan jeruk terdiri dari setidaknya 2 kategori. Pertama yaitu untuk degreening (degradasi klorofil), yang terjadi pada temperatur 30 °C dengan 5-10 ppm etilen. Kedua yaitu untuk pewarnaan, di mana etilen dibutuhkan untuk biosintesis β-citraurin. Karotenoid sangat sensitif terhadap temperatur. Perbedaan kelembaban (70-90%) selama pemaparan tidak mempengaruhi perubahan warna (Cohen 1998), meskipun demikian selalu disarankan degreening dalam kelembaban tinggi (lebih dari 90%) untuk mencegah pengerutan dan pembakaran gas.

Kombinasi optimal RH dan temperatur bervariasi pada setiap spesies jeruk yang berbeda. Pada beberapa contoh, manipulasi temperatur dan meningkatkan konsentrasi etilen dapat meningkatkan kecepatan degreening lebih dari 200%. Kecepatan degreening lebih baik pada temperatur lebih tinggi (29.4 °C) dan konsentrasi etilen 100-250 ppm (Ahrens dan Barmore 2001).

Etilen (C2H4)

Pertumbuhan dan perkembangan buah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi juga oleh hormon yang ada di dalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam tanaman belum mendapat perhatian khusus dari para petani. Adanya hormon inilah yang bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun kualitas buah.

Salah satu hormon yang mempengaruhi kualitas buah adalah etilen. Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut juga ethane. Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap.

(26)

klimakterik. Dalam pematangan buah, etilen bekerja dengan cara memecahkan klorofil pada buah muda, sehingga buah hanya memiliki xantofil dan karoten. Dengan demikian, warna buah menjadi jingga atau merah.

Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Menurut Mckeon et al. (1995), produksi etilen bergantung pada tipe jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan. Etilen dibentuk dari metionin melalui 3 proses:

1. ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat.

2. Asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat sintase (ACC-sintase) kemudian memfasilitasi produksi ACC dan SAM (S-adenosil metionin).

3. Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen.

Etilen digunakan dalam bentuk gas atau dalam bentuk larutan etilen lepas yang terurai dalam jaringan buah, sehingga terjadi degreening dan memperbaiki kenampakan. Metode yang digunakan dalam mengaplikasikan etilen tergantung dari biaya, kenyamanan, dan faktor keamanan. Larutan yang terurai di dalam atau di permukaan jeruk untuk melepaskan etilen memiki keuntungan berupa aplikasi yang mudah. Etilen yang berupa hidrokarbon, tersedia dari penyulingan minyak tanah dan diisi ke dalam tabung baja besar menjadi gas bertekanan.

Gas etilen merombak klorofil pada kulit jeruk dan mensintesis pigmen karotenoid. Aktivitas perombakan tersebut hanya terjadi pada lapisan subepidermal kulit buah. Hasilnya kulit buah yang semula hijau berubah menjadi jingga tanpa mengubah rasa buah. Menurut Broto et al. (1996), degreening dengan menggunakan gas etilen tidak mengubah nilai gizi jeruk. Gas etilen tidak mempengaruhi kadar gula total, kadar asam total, dan kadar vitamin C. Artinya, pemberian etilen hanya mengubah tampilan kulit jeruk dari hijau ke jingga tanpa mengubah rasa dan nilai gizi.

Degreening Menggunakan Gas Etilen

Proses degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning jingga. Degreening merupakan cara perlakuan pada buah jeruk untuk memperbaiki atau cara menguningkan buah agar dapat seragam terutama pada jeruk untuk dapat bersaing dalam ekspor seperti halnya jeruk keprok yang mempunyai warna kuning merata. Tujuan degreening adalah untuk meningkatkan nilai estetika jeruk, namun tidak membantu dalam menjaga kualitas. Degreening dapat dilakukan antara lain menggunakan gas etilen, gas asetilen (C2H2), dan ethepon. Pada umumnya zat perangsang metabolik yang digunakan untuk degreening buah jeruk adalah gas etilen.

(27)

jeruk disimpan pada ruang tertutup dengan etilen pada konsentrasi tertentu selama 1-12 jam tanpa kontrol lingkungan. Sistem tetesan dengan etilen 10 ppm lebih cepat merespon perkembangan warna dari pada shot method dengan konsentrasi 250-1000 ppm etilen. Untuk hasil yang optimal, diperlukan temperatur sekitar 29 o

C dan RH 95% (Jorgensen, 1998).

McCornack dan Wardowski (1998), merekomendasikan kondisi degreening menggunakan trickle method untuk jeruk Florida dengan konsentrasi 1-5 ppm, 27.8-29.4 oC, RH 90-96%, dan sirkulasi udara rata-rata 47.2 lit/s/408 kg jeruk atau satu kali pergantian udara per jam. Jeruk yang telah mencapai kematangan standar dan diberi perlakuan tersebut dapat didegreening dalam 72 jam. Pada tahap awal degreening, 30oC untuk penghilangan klorofil setelah itu 20-25 oC untuk sintesis karotenoid seringkali direkomendasikan untuk hasil yang memuaskan (Cohen 1997). Penggunaan etilen pada trickle method secara umum digunakan pada ruangan degreening yang besar.

Cohen (1997), memberikan perlakuan pada jeruk 5-10 ppm etilen yang dialirkan secara berkesinambungan pada suhu 25 oC selama 12 jam sehari diikuti dengan interval 12 jam. Perlakuan tersebut diulang dengan siklus 12 jam selama 3 hari pada RH 90% dan volume pertukaran udara 0,6 per jam.

Di Jepang, Kitagawa et al. (1999), mencoba metode yang berbeda dalam penggunaan etilen dengan dasar shot method. Pada uji skala kecil dengan jeruk Satsuma, keranjang dibungkus dengan polyester/polietilen film berlapis-lapis (agriculture grade, 0.2 mm, PVC film) dan diberi perlakuan etilen selama 15 jam. Setelah terpapar udara bebas, klorofil terdegradasi dengan cepat dan warna kuning segera muncul. Hasil degreening dengan konsentrasi etilen sebesar 500-1000 ppm sangat memuaskan. Lebih jauh lagi, Kitagawa et al. (2001), mengembangkan metode menggunakan plastik pengemas setebal 0.2 mm (PVC) untuk buah yang disimpan. Konsentrasi etilen sebesar 1000 ppm dan waktu perlakuan 15 jam adalah yang paling cocok. Dalam 3-4 hari setelah pemindahan dari plastik pembungkus, degradasi klorofil terjadi. 20-25 oC diketahui sebagai temperatur yang paling efektif.

Degreening menggunakan gas etilen dengan metode yang dilakukan Cohen (1997) menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan metode yang dilakukan Kitagawa et al. (1999) jika diaplikasikan pada jeruk yang kulit buahnya masih berwarna hijau, namun metode Kitagawa et al. (1999) menunjukkan hasil yang lebih unggul bila diaplikasikan pada jeruk yang baru mulai berubah warna.

Pengemasan Degreening

Pengemasan dalam degreening dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang cocok untuk mendukung terjadinya degradasi klorofil dan sintesis karotenoid pada kulit jeruk yang distimulasi oleh etilen.

Plastik LLDPE (Linear Low Density Polyethylene)

(28)

memiliki kekuatan tensil yang lebih tinggi dari LDPE, dan memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap tekanan.

LLDPE banyak diproduksi dengan blown film, diekstruksi pada 137-204 oC melalui die sirkular. Film yang berbentuk tabung ditiup dengan udara mencapai diameter tertentu. Kemudian film tersebut didinginkan, diratakan, diberi corona treatment, kemudian digulung menjadi roll. Proses ini menghasilkan film dengan orientasi molekul yang seimbang dan kekuatan lentur yang baik.

LLDPE mencair pada suhu 120°C hingga 160 °C, suhu transisi 20°C dan maksimum suhu operasi 50 °C. LLDPE memiliki OTR (Oxygen Transfer Rate) sebesar 2500 cc/m2/hari. OTR adalah kecepatan gas oksigen menembus melalui film pada kondisi suhu dan kelembaban relatif. Sedangkan WVTR (Water Vapor Transfer Rate) atau kecepatan uap air menembus suatu film pada kondisi suhu dan kelembaban udara tertentu adalah sebesar 1.75-7.50 g/m2/hari.

Kotak Karton

Kotak karton gelombang (Corrugated Carton Box) biasanya merupakan multi lapisan kertas yang digunakan untuk kemasan karton lipat. Kotak karton dianggap sebagai komoditas dan banyak digunakan dalam industri konsumen dan pertanian untuk tujuan kemasan. Bahan baku utama dari kotak karton adalah limbah kertas yang dihasilkan oleh industri kertas.

Kotak karton yang seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah kotak karton single wall. Single wall cocok digunakan untuk berbagai macam pengemasan. Karton ini seringkali digunakan dalam container atau media-media pengemas lainnya tanpa dibebani oleh beban statis. Kardus dengan single wall cocok untuk penyimpanan, pengemasan dan pengiriman. Kotak yang kecil dapat disimpan dalam kotak yang lebih besar guna keamanan barang yang lebih baik. Kotak karton ini merupakan lembaran karton gelombang yang terdiri dari 2 liner dan 1 lapisan gelombang dengan lapisan terakhir kertas kraft dan dapat ditutup untuk menambah keamanan.

(29)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Lingkungan Biosistem dan Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, dimulai dari 28 Januari 2013 sampai 29 April 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buah jeruk keprok madu Terigas, etilen murni, iodine, amilum, aseton. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kardus, plastik LLDPE dengan tebal 0.06 mm, syringe, penjepit, pipet tetes, alat pemeras, beker glass, gelas ukur, erlenmeyer, wadah, vortex, pH meter, buret, corong, timbangan analitik, alat tulis menulis, alat dokumentasi, peralatan uji sensori, desikator, oven, botol timbang, labu ukur. chromameter, rheometer, refraktometer, oven, spektrofotometer.

Prosedur Penelitian

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan degreening buah jeruk menggunakan gas etilen dilakukan sebagai pengamatan awal pengaruh gas etilen terhadap perubahan warna buah jeruk. Jeruk Siam dicuci bersih kemudian ditiriskan lalu dianalisis warna awalnya, kemudian jeruk disusun dalam kotak karton yang bagian dalamnya dilapisi plastik LLDPE (Linear Low Density Polyethilene) merk kluplas dengan ketebalan 0.06 mm. Plastik tersebut kemudian ditutup dengan kotak karton bagian atas dibiarkan terbuka. Plastik berisi jeruk tersebut kemudian diinjeksi dengan gas etilen murni dengan konsentrasi 1500 ppm, 2000 ppm, dan kontrol (tanpa injeksi etilen) kemudian dibiarkan selama 30 jam. Setelah 30 jam, plastik dibuka dan jeruk diletakkan pada suhu ruang. Pengamatan perubahan warna jeruk dilakukan setiap 2 hari hingga jeruk berwarna kuning/orange merata. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan range konsentrasi etilen pada perlakuan utama dalam menguningkan jeruk sehingga memastikan etilen dapat bekerja efektif pada penelitian utama.

Penelitian Utama

(30)

V0 (ml) =

dengan bagian atas kotak karton tetap terbuka. Masing-masing plastik berisi kurang lebih 3 kg buah jeruk.

Gas etilen masing-masing 0 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, dan 2000 ppm diinjeksi ke dalam plastik LLDPE (Linear Low Density Polyethilene) yang berisi jeruk menggunakan syringe. Selanjutnya proses dibiarkan berjalan dengan trigger time sesuai perlakuan yaitu 10 jam, 20 jam, dan 30 jam. Setelah trigger time masing-masing tercapai, plastik dibuka dan jeruk dibiarkan pada udara terbuka dan suhu ruang selama 6 hari hingga jeruk berubah warna menjadi orange. Jeruk kemudian dianalisis mutunya meliputi perubahan warna, kekerasan, kadar air, kandungan vitamin C, kandungan klorofil dan karotenoid, total padatan terlarut, serta organoleptik. Penelitian utama ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi dan trigger time terbaik dalam proses degreening jeruk keprok madu Terigas. Pelaksanaan penelitian pendahuluan ditunjukkan pada Gambar 2, cara yang dilakukan dalam degreening jeruk keprok madu Terigas dijelaskan pada Gambar 3, sedangkan ilustrasi pengemasan dalam melaksanakan degreening pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Cara perhitungan masing-masing konsentrasi injeksi gas etilen dalam satuan volume ( sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

V0 : Volume etilen (ml)

(31)

Pengemasan

Plastik LLDPE 0,06 mm & kotak karton

Gambar 2 Diagram alir penelitian pendahuluan degreening buah jeruk Siam Pencucian

Pemaparan pada suhu ruang

Pengamatan perubahan warna

Injeksi etilen murni Konsentrasi: 0, 1500, &

2000 ppm Trigger time: 30 jam

Jeruk berwarna kuning/orange

seragam Analisis warna awal

Jeruk lokal berwarna kehijauan

Penentuan range konsentrasi etilen yang akan diterapkan

(32)

Gambar 3 Diagram alir degreening jeruk keprok madu Terigas Sortasi dan pencucian

Analisis mutu jeruk (warna, kekerasan, kadar air, &TPT)

Pengemasan

Plastik LLDPE 0,06 mm & kotak karton

Pemaparan pada suhu ruang selama 6 hari

Jeruk keprok madu Terigas

Injeksi etilen murni Konsentrasi: 0, 1000. 1500, &

2000 ppm

Trigger time: 10, 20, & 30 jam

Analisis setiap 2 hari terhadap: Proses degreening: warna, klorofil & karotenoid

Sifat fisikokimia: kekerasan, TPT, vitamin C, & kadar air Organoleptik

Pengolahan data

(33)
(34)

dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiga titik yang berbeda pada salah satu sisi objek (Andarwulan et al. 2011).

Gambar 5 Chromameter

Kekerasan

Parameter reologi yang penting dan sering digunakan dalam menganalisis produk hortikultura yang bersifat padat adalah pengukuran kekerasan. Pengukuran parameter kekerasan produk hortikultura yang dalam penelitian ini berupa buah jeruk keprok madu Terigas dilakukan menggunakan alat rheometer, dimana prinsip pengujian kekerasan ini adalah mengukur ketahanan buah terhadap jarum yang terdapat pada alat rheometer.

Kekerasan adalah sifat produk yang menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Sifat derajat mudah patah dari suatu benda dapat dinyatakan sebagai nilai kekerasan (hardness). Cara untuk mengukur kekerasan yaitu di mana gaya tekan akan memecahkan produk padat dengan menekan hingga produk pecah/berlubang. Besarnya gaya tekan untuk memecahkan produk padat inilah yanga disebut nilai kekerasan. Semakin besar gaya yang diperlukan maka produk tersebut semakin kuat. Pengujian kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda pada masing-masing buah, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah. Nilai kekerasan dinyatakan dalam kg/mm2 (Andarwulan et al. 2011).

Gambar 6. Rheometer

(35)

Kadar Air Jus (Wet Basis)

Kadar air adalah besarnya kandungan air yang terkandung dalam suatu produk. Metode pengukuran yang digunakan adalah metode oven dengan suhu 100 oC. Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan. Metode pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeringan oven udara.

Metode oven udara adalah metode yang paling sering digunakan untuk analisis kadar air dalam bahan pangan. Pada metode ini air dikeluarkan dari bahan pada tekanan udara (760 mmHg) sehingga air menguap pada suhu 100 oC yaitu sesuai pada titik didihnya.

Oven yang digunakan pada analisis kadar air ini dipanaskan dengan listrik. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi analisis air dengan metode oven di antaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah pengeringan.

Analisis kadar air dilakukan dengan cara: (1) Mengeringkan cawan kosong dan tutupnya dalam oven vaccum selama 15 menit pada suhu 100 oC dan di dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang, (2) Menimbang 2 gram sampel jus jeruk, (3) Meletakkan cawan beserta isi dan tutupnya selama 6 jam, (4) Memindahkan cawan ke desikator, tutup dengan penutup cawan, lalu didinginkan, (5) Setelah dingin ditimbang kembali, kemudian (6) Mengeringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap.

Perhitungan dilakukan secara wet basis dan dinyatakan dalam persen (Sudarmadji et al. 1986).

Keterangan :

a : berat cawan kering yang sudah konstan (gram) b : berat sampel awal (gram)

c : berat cawan dan sampel kering yang sudah konstan (gram)

Kandungan Vitamin C Jus

Pengujian vitamin C pada jeruk keprok madu Terigas dilakukan dengan menggunakan metode iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0.01 N) dapat digunakan terhadap asam askorbat murni atau larutannya. Dalam pelaksanaannya, analisis vitamin C menggunakan indikator amilum 1% dan larutan iodium 0.01 N. Indikator amilum 1% dibuat dengan melarutkan 10 g pati dalam 1 liter aquades yang sedang mendidih, sedangkan larutan iodium 0.01 N dibuat dengan melarutkan 2-2.5 gram Kl dan 1.269 gram I2 dalam aquades sampai 1 liter.

(36)

Analisis vitamin C buah jeruk dilakukan dengan cara (1) Sampel jus jeruk ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, (2) Sampel diencerkan dengan menggunakan aquadest sampai tanda batas, kemudian dikocok sampai homogen, (3) Larutan sampel dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan indikator amilum 1% sebanyak 1 ml, kemudian (4) Dilakukan titrasi dengan larutan I2 0.01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru.

Menurut Sudarmadji et al. (1986), setelah didapatkan volume titrasi iodium, maka kadar vitamin C dihitung dengan persamaan :

Keterangan :

fp : faktor pengenceran (x) ekv : equivalen (mg/ml) 1 ml iodium : 0.88 mg asam askorbat

Kandungan Total Klorofil dan Karotenoid

Kandungan total klorofil dan karotenoid diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. Kulit jeruk digerus/diblender kemudian ditimbang beratnya sebesar 1 gram. Sampel yang sudah digerus (slurry) kemudian diekstraksi dengan 100 mL aseton 80%, diaduk hingga klorofil dan karotenoid larut. Ekstrak tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat ditempatkan dalam cuvet untuk selanjutnya diukur kandungan klorofil total d a n k a r o t e n o i d n y a d e n g a n a l a t spektrofotometer pada panjang gelombang 480 nm, 646 nm, dan 663 nm. Menurut Harborne (1991), setelah didapat nilai absorbansi, kandungan total klorofil dan karotenoid dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Total klorofil (mg/l) = (17.3 x A646) + (7.18 x A663)

Total karotenoid (µmol/l) =

Keterangan :

A480 : absorbansi pada panjang gelombang 480 nm A646 : absorbansi pada panjang gelombang 646 nm A663 : absorbansi pada panjang gelombang 663 nm V : volume ekstrak (ml),

W : berat sampel (gram) 1 µmol/L = 27.25 mg/L

mg Vit.C/100 gram = Titrasi sampel x fp x ekv

(37)

Gambar 7. Spektrofotometer

Gambar 7 Spektrofotometer

Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer dengan cara memeras jeruk untuk mendapatkan sari buahnya kemudian dilakukan pengukuran kadar gula dengan meletakkan cairan tersebut ke dalam prisma refraktometer, namun sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol agar konsentrasi buah jeruk yang diukur sebelumnya tidak tercampur pada pengukuran selanjutnya. Angka yang tertera pada refraktometer menunjukan kadar total padatan terlarut (°Brix) yang mewakili rasa manis (Dewi dan Padmarsari 2007).

Gambar 8. Refraktometer

Gambar 8 Refraktometer

Uji Organoleptik

Uji organoleptik pada dasarnya bersifat objektif dan subjektif. Objektif yaitu menjawab pertanyaan dasar dalam penilaian kualitas suatu bahan/produk, yaitu pembedaan dan deskripsi, sementara subjektif berkaitan dengan kesukaan atau penerimaan (Setyaningsih et al. 2010).

Uji organoleptik dalam penelitian ini dilakukan oleh 25 orang panelis tidak terlatih dengan menggunakan metode Hedonic Scale Scoring. Pada pelaksanaan pengujian, produk yang diujikan disajikan secara acak dengan memberikan kode yang berbeda yaitu dengan 3 angka acak (Pudjirahaju dan Astutik 1999). Pengujian sensori dilakukan dengan parameter warna, tingkat kemanisan, tekstur, dan aroma.

Data organoleptik dianalisis menggunakan analisis non parametrik dengan uji Kruskal-Wallis. Kaidah keputusan untuk uji ini adalah: apabila KW ≥ X2 maka perlakuan mempengaruhi sensori jeruk keprok madu Terigas, sedangkan bila KW ≤ X2

(38)

dapat dilihat pada tabel X2 taraf 5%, sedangkan KW (Kruskal-Wallis) yang didapat dengan rumus sebagai berikut :

Penentuan Perlakuan Terbaik

Selanjutnya untuk menentukan perlakuan terbaik dilakukan uji indeks efektifitas menggunakan metode De Garmo et al. (1984) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Variabel pengamatan diurutkan menurut prioritas dan kontribusi terhadap hasil. 2. Masing-masing variabel ditentukan bobotnya (BV) sesuai kontribusinya, yang

dikuantifikasikan antara 0 – 1.

3. Ditentukan bobot normal (BN) masing-masing variabel dengan membagi bobot tiap variabel (BV) dengan jumlah semua bobot variabel.

4. Ditentukan nilai efektivitas (Ne) masing-masing variabel, dengan rumus: Ne = (Nilai perlakuan - Nilai terjelek) / (Nilai terbaik - Nilai terjelek)

(Untuk variabel dengan nilai rata semakin besar semakin baik, maka rata-rata tertinggi sebagai nilai terbaik dan terendah sebagai nilai terjelek. Sebaliknya untuk variabel dengan rata-rata semakin kecil semakin baik, maka rata-rata terendah sebagai nilai terbaik dan tertinggi sebagai nilai terjelek). 5. Ditentukan nilai hasil (Nh) masing-masing variabel yang diperoleh dari

perkalian antara BN dengan Ne-nya.

6. Nh semua variabel untuk masing-masing alternatif perlakuan dijumlahkan. 7. Dipilih perlakuan terbaik (optimum), yaitu alternatif perlakuan yang

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Jeruk Keprok Madu Terigas

Jeruk keprok madu Terigas dipanen pada umur 31 minggu SBM (setelah bunga mekar) di mana pada umur ini buah sudah tidak terlalu keras jika dipegang, bagian bawahnya agak empuk, dan bila dijentik dengan jari bunyinya tidak nyaring. Hasil analisis mutu jeruk keprok madu Terigas yang disajikan pada Tabel 2, menunjukkan karakteristik jeruk keprok madu Terigas sebelum diberikan perlakuan degreening dan merupakan data hari ke-0 pada semua perlakuan. Hasil analisis mutu dengan 3 ulangan menunjukkan bahwa warna jeruk keprok madu Terigas cenderung menampakkan warna hijau dengan nilai a* sebesar -12.31 dan nilai b* sebesar 24.21. Derajat kecerahan pada jeruk keprok madu Terigas juga cukup rendah yaitu 43.01. Rata-rata kekerasan pada jeruk keprok madu Terigas adalah 3.01 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa buah jeruk masih memiliki tekstur yang keras.

Tabel 2 Hasil Analisis mutu jeruk keprok madu Terigas

Kandungan rata-rata total padatan terlarut yaitu 9.76 oBrix, hal ini menggambarkan bahwa kandungan gula pada jeruk tersebut cukup tinggi dan buah memiliki rasa manis. Menurut Didik (2010), target mutu jeruk keprok madu Terigas untuk total padatan terlarut adalah sebesar 10 oBrix. Departemen Pertanian (2004), menambahkan bahwa buah jeruk siap dipanen bila kandungan jusnya 33–40%, dan nilai TPT nya 10-12 oBrix. Kandungan vitamin C jeruk keprok madu Terigas adalah sebesar 41.18 mg/100g. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropik (2012), menyatakan bahwa kandungan vitamin C dalam jeruk keprok madu Terigas adalah sebesar 32.27 mg/100g. Sedangkan

Komponen Rerata

Derajat kecerahan (L*) 43.01 ± 1.89 Derajat warna hijau (a*) -12.31 ± 0.92 Derajat warna kuning (b*) 24.22 ± 2.39

Kekerasan (kgf) 3.01 ± 0.04 TPT (oBrix) 9.76 ± 0.73 Vitamin C (mg/100g) 41.18 ± 11.42

(40)

kadar vitamin C dalam jeruk keprok Batu adalah sebesar 38.21 mg/100 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan vitamin C yang dimiliki jeruk keprok memiliki kisaran yang sama.

Total klorofil pada jeruk keprok madu Terigas adalah 3.46 mg/l, sedangkan total karotenoid adalah 0.03 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen warna hijau lebih besar dibandingkan pigmen warna kuning meskipun jeruk telah matang.

Kadar air pada jeruk keprok madu Terigas cukup tinggi yaitu 92.36%. Menurut Varheij dan Coronel (1993), buah jeruk matang memiliki kadar air 77- 92%. Diameter jeruk menunjukkan rerata 6.83 cm sehingga jeruk digolongkan pada grade A.

Pengaruh Konsentrasi Etilen Terhadap Warna Buah Jeruk

Penelitian pendahuluan degreening menggunakan jeruk Siam berwarna hijau dengan perlakuan konsentrasi etilen ternyata memiliki respon yang berbeda terhadap perubahan warna (Gambar 9, 10, dan 11).

Gambar 9 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm ( , 1500 ppm ( , dan 2000 ppm (▲) terhadap perkembangan derajat kecerahan (L*) buah jeruk Siam setelah ditrigger selama 30 jam

40

45 50 55 60 65 70

0 2 4 6

ke

ce

ra

ha

n

(L

*)

(41)

Gambar 10 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm ( , 1500 ppm ( , dan 2000 ppm (▲) terhadap derajat warna hijau (a*) buah jeruk Siam setelah ditrigger selama 30 jam

Gambar 11 Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm ( , 1500 ppm ( , dan 2000 ppm (▲) terhadap derajat warna kuning (b*) buah jeruk Siam setelah ditrigger selama 30 jam

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada hari ke 0, 2, 4, dan 6 didapat bahwa jeruk Siam tanpa perlakuan etilen memiliki kecerahan (L*), derajat warna hijau (a*) dan derajat warna kuning (b*) terendah dibandingkan dengan jeruk Siam dengan perlakuan konsentrasi etilen 1500 ppm dan 2000 ppm. Sedangkan jeruk Siam dengan perlakuan konsentrasi etilen 2000 ppm memiliki kecerahan, derajat warna hijau dan derajat warna kuning tertinggi di antara jeruk Siam dengan perlakuan yang lain. Namun perbedaan kecerahan (L*), derajat warna hijau (a*), dan derajat warna kuning (b*) antara konsentrasi etilen 1500 maupun 2000 ppm tidak berbeda nyata, sehingga ada kemungkinan konsentrasi etilen yang

(42)

lebih rendah akan menghasilkan nilai L*, a*, dan b* yang tidak berbeda nyata pula dengan konsentrasi 1500 dan 2000 ppm. Oleh sebab itu range konsentrasi etilen pada penelitian utama menjadi 0, 1000, 1500, dan 2000 ppm.

Perubahan warna yang terjadi pada jeruk lokal pada nilai kecerahan, derajat warna hijau dan kuning memiliki pola yang sama antara ketiga perlakuan yaitu semakin meningkat dari hari ke hari. Hal tersebut disebabkan karena telah terjadi degradasi warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning. Kitagawa et al. (2001), mengatakan bahwa dalam 3-4 hari setelah pemindahan jeruk dari tempat pemaparan etilen, degradasi klorofil terjadi.

Proses Degreening

Proses degreening merupakan proses perombakan atau degradasi klorofil disertai dengan sintesis karotenoid. Proses tersebut berimplikasi terhadap terjadinya perubahan warna buah di mana hilangnya klorofil dan terbentuknya karotenoid akan memperlihatkan warna kuning pada kulit buah (Pantastico 1986).

Warna merupakan salah satu faktor penentu mutu dan kualitas buah-buahan. Perubahan warna pada buah seringkali dijadikan kriteria utama oleh konsumen dalam menentukan kematangannya. Pada jeruk, warna kuning cerah pada umumnya lebih disukai dan lebih menarik dibandingkan warna hijau walaupun seringkali jeruk yang telah matang tidak menunjukkan perubahan warna hijau menjadi kuning seragam. Perubahan warna hijau menjadi kuning pada jeruk yang matang dengan keadaan warna hijau harus dibantu dengan degreening. Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap warna jeruk keprok madu Terigas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh interaksi konsentrasi etilen dan trigger time terhadap warna jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di udara terbuka

(43)

Analisis statistik pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi etilen dan trigger time tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kecerahan, warna hijau, maupun kuning jeruk keprok madu Terigas, serta tidak berpengaruh pula terhadap kandungan klorofil dan karotenoid totalnya.

Total Klorofil dan Karotenoid

Kandungan klorofil pada kulit buah tidak hanya mempengaruhi fotosintesis, namun juga berperan dalam pewarnaan buah yang juga merupakan indeks kematangan buah yang penting. Grafik total klorofil jeruk keprok madu Terigas pada berbagai konsentrasi etilen ditunjukkan pada Gambar 12a, dan grafik total karotenoid ditunjukkan oleh Gambar 12b.

(a)

(b)

Gambar 12 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap (a) total klorofil dan (b) total karotenoid jeruk keprok madu Terigas dengan trigger time 30 jam pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang

(44)

Hasil penelitian yang direpresentasikan pada grafik Gambar 12a menunjukkan kecendrungan pola menurun. Semakin tinggi konsentrasi etilen menyebabkan kandungan total klorofil semakin menurun dan buah semakin kehilangan warna hijaunya. Hal ini menunjukkan penurunan klorofil total semakin meningkat dengan adanya perlakuan etilen. Senada dengan yang dinyatakan oleh Peng et al. (2013), bahwa kehilangan klorofil secara jelas ditingkatkan oleh adanya aplikasi etilen, meningkat selama 48-72 jam dan mencapai 70% dalam 72 jam setelah perlakuan. Di samping itu, perlakuan aplikasi etilen memicu peningkatan rasio klorofil a dan klorofil b. Shimokawa et al. (1988), menambahkan bahwa menurunnya kandungan klorofil pada buah yang diberi perlakuan etilen disebabkan oleh meningkatnya aktifitas enzim klorofilase dan menurunnya ukuran dan jumlah kloroplas pada kulit jeruk.

Nilai kandungan klorofil terendah dicapai oleh perlakuan degreening dengan konsentrasi etilen 2000 ppm yaitu sebesar 0.10 mg/l, sedangkan kandungan klorofil tertinggi didapatkan oleh perlakuan degreening tanpa konsentrasi etilen (0 ppm) yaitu sebesar 0.82 mg/l..

Selama perkembangan buah jeruk, warna berubah dari hijau menjadi kuning atau merah yang berhubungan dengan berkurangnya kandungan klorofil dan bertambahnya karotenoid. Kandungan klorofil dapat pula dipengaruhi oleh biosintesis klorofil, interkonversi klorofi a dan b, dan juga degradasi (Tanaka dan Tanaka 2006). Selain itu, didapatkan bahwa kondisi ikatan klorofil juga mempengaruhi degradasi klorofil. Suhu ruang yang berkisar antara 25-30 oC dalam penyimpanan jeruk setelah trigger time tercapai turut mempercepat terjadinya degradasi klorofil di mana Cohen (1998) menyatakan bahwa degradasi klorofil akibat pemaparan etilen terjadi paling efektif pada suhu kurang lebih 30 o

C.

Hasil uji Anova pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa konsentrasi etilen maupun trigger time sama-sama berpengaruh nyata terhadap total klorofil jeruk keprok madu Terigas. Uji lanjut Duncan pada taraf 5% menunjukkan antara konsentrasi etilen 0, 1000, dan 1500 ppm tidak berbeda nyata, namun ketiga konsentrasi tersebut berbeda nyata dengan konsentrasi etilen 2000 ppm (Lampiran 20). Uji lanjut Duncan taraf 5% terhadap trigger time menunjukkan antara trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan trigger time 30 jam (Lampiran 21).

Jeruk adalah sumber karotenoid yang kompleks dengan jumlah karotenoid terbesar yang ditemukan pada buah. Selama pemaparan, terjadi akumulasi karotenoid bersamaan dengan degradasi klorofil. Gambar 12b memperlihatkan kecendrungan peningkatan total karotenoid yang seiring dengan meningkatnya konsentrasi etilen. Semakin tinggi konsentrasi etilen menyebabkan kandungan total karotenoid semakin meningkat pula.

(45)

Nilai kandungan total karotenoid terendah dicapai oleh perlakuan tanpa konsentrasi etilen (0 ppm) yaitu sebesar 0.009 µmol/l, sedangkan kandungan klorofil tertinggi didapatkan oleh perlakuan dengan konsentrasi etilen 2000 ppm yaitu sebesar 0.016 µmol/l.

Hasil uji Anova menunjukkan trigger time berpengaruh nyata dan konsentrasi etilen berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan total karotenoid (Lampiran 22). Lebih jauh lagi dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5 % yang hasilnya menunjukkan bahwa antara perlakuan trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap trigger time 30 jam (Lampiran 24). Uji lanjut Duncan pada taraf 5% terhadap perlakuan konsentrasi etilen menunjukkan antara konsentrasi etilen 0 dan 1000 ppm tidak berbeda nyata, begitu pula antara konsentrasi 1500 dan 2000 ppm. Namun antara konsentrasi etilen 0 dan 1000 ppm dengan 1500 dan 2000 ppm memperlihatkan perbedaan yang nyata (Lampiran 23).

Noack (2000) menyatakan bahwa proses pertama yang terjadi dalam degreening adalah proteolisis dari plastid stroma. Degreening terjadi akibat etilen mempercepat aktifitas enzim proteolitik, degenerasi lemak dari kloroplas dengan formasi tetes minyak di mana pigmen kuning (karotenoid) terlarut. Lebih lanjut lagi Roper dan Miller (2001) menyatakan bahwa proses degreening jeruk terjadi akibat etilen dan enzim menghidrolisis plastid stroma sehingga menyediakan zat-zat yang dapat digunakan dalam respirasi. Hal tersebut menyebabkan klorofil tidak terlindung sehingga klorofil bertindak berdasarkan klorofilase dan dioksidasi oleh hidrogen peroksida dengan bantuan katalis besi(II)hidroksida atau oleh besi(III)hidroksida ditambah katalis kuprum(II)diroksida. Reaksi tersebut menyebabkan klorofil terdegradasi dan karotenoid terakumulasi.

Derajat Kecerahan (L*)

Warna yang digunakan dinyatakan dari tingkat L*, di mana nilai L* menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik (putih, abu-abu, dan hitam). Derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 13.

(46)

Gambar 13 Pengaruh konsentrasi etilen terhadap derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas pada hari ke-4 pemaparan di suhu ruang

Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan perlakuan etilen nilai L* jauh lebih meningkat dibandingkan tanpa perlakuan etilen. Hal ini terlihat di mana pada trigger time 30 jam, pemberian etilen sebesar 1000 ppm dapat meningkatkan nilai L* sebesar 21.77% dari perlakuan tanpa etilen. Hasil uji Anova menunjukkan (Lampiran 32) bahwa konsentrasi etilen dan trigger time berpengaruh sangat nyata terhadap derajat kecerahan jeruk keprok madu Terigas. Uji lanjut Duncan pada taraf 5 % menunjukkan antara konsentrasi etilen 1000, 1500, dan 2000 ppm tidak berbeda nyata namun ketiga konsentrasi etilen tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm (Lampiran 33). Sedangkan uji lanjut Duncan taraf 5% untuk trigger time menunjukkan bahwa trigger time 10 dan 20 jam tidak berbeda nyata namun kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap trigger time 30 jam (Lampiran 34). Barus (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian perlakuan etepon maupun etilen terhadap buah jeruk manis dapat menambah kecerahan warna buah. Perlakuan terbaik konsentrasi etilen adalah 1000 ppm dan trigger time terbaik yaitu selama 30 jam.

Derajat Warna Hijau (a*)

Buah-buahan yang berwarna hijau banyak mengandung klorofil karena kandungan klorofil jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan karotenoid atau pigmen-pigmen lainnya. Derajat warna hijau (a*) pada berbagai konsentrasi etilen ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar

Gambar 3 Diagram alir degreening jeruk keprok madu Terigas
Gambar 7. Spektrofotometer
Tabel 2 Hasil Analisis mutu jeruk keprok madu Terigas
Gambar 9  Pengaruh konsentrasi etilen 0 ppm (
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membandingkan kondisi strategi perusahaan yang digunakan saat ini yaitu dengan menggunakan jumlah karyawan yang tetap, dibandingkan dengan usulan

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, laporan penelitian skripsi ini dilakukan dengan meneliti penyetoran sampah di Kabupaten Kudus dengan pengelola adalah

Desain lekapan adalah rancangan suatu benda berdasarkan unsur dan prinsip desain pada media dasar menggunakan teknik lekapan. Bahan lekapan untuk menghias dapat

Melihatobentuk DAS Sarokah yang memiliki bentuk yang memanjang, maka dipilih stasiun hujan hasil rekomendasi analisaoKagan – Rodda dengan 7 stasiun hujan agar

Takrir atau pengulangan yang dilakukan dalam menghafal Al- Qur‟an masuk dalam kategori pertama yaitu pengulangan yang dilakukan tanpa mengubah struktur dan yang terpenting

perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “... Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Rebulik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan

Tujuan dalam penulisan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut ; Untuk mengetahui media internet dengan menggunakan model pembelajaran problem based

Informan dalam penelitian ini terdiri dari 4 (Empat) informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas Sario, Penanggung Jawab Gudang Obat di Puskesmas Sario,