• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANG

ORGANIK DAN

DEPA

IN

GAN POPULASI HAMA PADA SIS

N SISTEM PADI KONVENSIONAL

JAWA TIMUR

AAN RIZKA PAJARINA

ARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

NSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

STEM PADI

L DI NGAWI,

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perkembangan Hama pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Aan Rizka Pajarina

(4)
(5)

ABSTRAK

AAN RIZKA PAJARINA. Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.

Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia. Sekitar 1.75 miliar dari sekitar tiga miliar penduduk Asia, termasuk 210 juta penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Namun saat ini produksi beras mulai menurun, salah satu penyebab dari penurunan produksi beras saat ini yaitu karena serangan hama. Hama adalah organisme perusak tanaman pada akar, batang, daun atau bagian tanaman lainnya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan sempurna atau mati. Penelitian ini mengamati populasi hama yang ada pada tanaman padi dengan mengamati langsung di lapang pada padi sistem organik dan sistem konvensional. Pengamatan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani mengenai hama-hama penting pada tanaman padi sehingga bisa membantu petani menentukan cara budidaya serta pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Dari penelitian yang dilakukan selama tiga bulan, didapatkan hasil bahwa jumlah rata-rata populasi hama pada sistem padi organik lebih rendah bandingkan dengan sistem padi konvensional sehingga didapatkan hasil produksi pada sistem padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan sistem padi konvensional, selain itu harga jual beras organik lebih tinggi dibandingkan dengan beras konvensional.

(6)
(7)

ABSTRACT

AAN RIZKA PAJARINA. Rice Pest Growth Population in Organic Rice System and Conventional Rice System in Ngawi, East Java. Supervised by HERMANU TRIWIDODO.

Rice is the most important crop in Indonesia. Approximately 1.75 billion to three billion people in Asia, including 210 million Indonesian people depend on rice. However, rice production is going down because of pest attacked. Pest is organisms that consume on the plant which live in roots, stems, leaves or other plant parts, so the host plant can not grow properly or die. This study was aimed to observe pest populations in rice crops by observed directly in the field on organic rice system and conventional rice system. These observations were expected to provide information to farmers about important pests in rice that could help farmers determine how the cultivation and pest control. From the research which conducted during three months, , showed that the average number of pest populations at lower organic rice systems compared with conventional rice system. The results on the production of organic rice was higher than conventional rice, in addition, the sale price on organic rice was more higher than conventional rice.

(8)
(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

PERKEMBANGAN POPULASI HAMA PADA SISTEM PADI

ORGANIK DAN SISTEM PADI KONVENSIONAL DI NGAWI,

JAWA TIMUR

AAN RIZKA PAJARINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Penelitian : Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur Nama Mahasiswa : Aan Rizka Pajarina

NIM : A34100052

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Program Studi

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai bulan Maret 2014 dengan tema populasi hama, yang berjudul Perkembangan Populasi Hama pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur.

Terimakasih penulis ucapkan kepada

1. Ayah, ibu dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya. 2. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc selaku pembimbing skripsi karena atas

bimbingan beliau dan arahannya penulis bisa menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

3. Dr. Ir. Bonny Purnomo Wahyu Soekarno, M.S sebagai dosen penguji tamu. 4. DIKTI (Direktorat Jendral Perguruan Tinggi) yang sudah membantu

memberikan beasiswa Bidikmisi sehingga penulis bisa menyelesaikan kuliah di IPB.

5. Kastam, SP. selaku penanggung jawab KNOC yang telah memberikan izin serta bimbingan selama saya penelitian di KNOC.

6. Aldila Rachmawati, SP., Damayanti, SP. M.Si., Retno Anggraeni, Khoir Samsi dan seluruh teman-teman yang telah membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

 

 

DAFTAR TABEL vii 

DAFTAR GAMBAR vii 

DAFTAR LAMPIRAN vii 

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan 2  Manfaat 2 

BAHAN DAN METODE 3 

Tempat dan Waktu 3 

Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman 3 

Wawancara dengan Petani 3 

Pengamatan Hama 3 

Analisis Data 4 

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 

Keadaan Umum Lahan Pengamatan Tanaman Padi 5  Budidaya Padi Pada Sawah Organik dan Konvensional 5  Jumlah Anakan Dan Produktivitas Tanaman Padi 8 

Hama Penting Tanaman Padi 9 

Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens) 9 

Walang Sangit (Leptocorisa oratorius) 10 

Wereng Hijau (Nephotetix virescens) 10 

SIMPULAN DAN SARAN 12 

Kesimpulan 13  Saran 13 

DAFTAR PUSTAKA 14 

LAMPIRAN 16 

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik lahan sawah organik di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, a Timur

7

DAFTAR GAMBAR

1 Petak contoh pengamatan padi sistem organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

3 2 Keadaan lokasi pengamatan sistem organik dan konvensional di Desa

Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

5 3 Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem

padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 6

4 Sertifikat organik SNI yang didapat dari LeSOS dan kemasan beras organik yang digunakan oleh KNOC di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

8 5 Grafik jumlah anakan padi pada sistem organik dan konvensional di

Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

9 6 Grafik jumlah populasi WBC pada sistem organik dan konvensional

di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 10

7 Grafik jumlah populasi walang sangit pada sistem organik dan

Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur 11 8 Grafik jumlah populasi wereng hijau pada sistem organik dan

Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil wawancara petani organik 1 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

17 2 Hasil wawancara petani organik 2 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

18 3 Hasil wawancara petani organik 3 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

19 4 Hasil wawancara petani konvensional 1 di Desa Guyung, Kecamatan

Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

19 5 Hasil wawancara petani konvensional 2 di Desa Guyung, Kecamatan

Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

(20)
(21)

6 Hasil wawancara petani konvensional 3 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

20 7 Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem

padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 21

8 Jumlah anakan dan produksi gabah padi pada sistem organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

21 9 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi wereng

batang coklat pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

21 10 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi walang sangit

pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

22 11 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi wereng hijau

pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

(22)
(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peran penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia (Yani 2012). Sekitar 1.75 miliar dari 3 miliar penduduk Asia, termasuk 210 juta penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara itu, di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1.2 miliar, 100 juta diantaranya pun hidup dari beras (Andoko 2002).

Organisme pengganggu tanaman (OPT) pada padi merupakan kendala utama dalam budidaya padi. Hama merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas padi. Hama dapat menyerang akar, batang, daun dan bulir padi. Rata-rata kehilangan hasil produksi pertanian karena serangan OPT ±30% dari potensi hasil, kehilangan hasil karena hama sekitar 20-25% (Untung 2010). Hama utama tanaman padi antara lain adalah tikus, penggerek batang padi, dan wereng batang coklat. Beberapa hama lainnya yang berpotensi merusak pertanaman padi adalah wereng punggung putih, wereng hijau, lembing batu, ulat grayak, pelipat daun, dan walang sangit (Efendi 2009).

Penggunaan pupuk kimia sintetik dan pestisida sintetik merupakan komponen utama dalam teknologi intensifikasi pertanian yang diterapkan pada saat ini untuk memaksimalkan produksi beras dan palawija (jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian). Penggunaan pupuk kimia sintetik dan pestisida sintetik yang terus menerus dapat menimbulkan efek samping yang kurang menguntungkan seperti kemunduran kualitas lingkungan dan pengurangan stabilitas produksi oleh munculnya hama dan penyakit baru, senyawa beracun pada tanaman (residu), menurunnya kesuburan tanah dan meningkatnya biaya sarana produksi (Deptan 2005).

Teknik pengendalian hama tanaman padi yang dilakukan petani pada sistem budidaya pertanian secara konvensional yaitu dengan pemakaian pestisida sintetik secara intensif. Penggunaan pestisida sintetik secara intensif dan tidak bijaksana dapat menimbulkan beberapa masalah seperti; pencemaran lingkungan, resistensi dan resurjensi hama serta matinya musuh alami hama (Warti 2006).

(24)

2

seperti pemilihan bibit berkualitas, pupuk berimbang, penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) dan pengaturan pola tanam.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati populasi hama pada sistem padi organik dan konvensional di kecamatan Gerih, kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Manfaat

(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan padi sistem organik yang tergabung dalam Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) dan lahan sistem konvensional milik petani setempat di Ngawi, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014.

Metode Penelitian

Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman

Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapang. Pada setiap perlakuan diamati masing-masing tiga petak contoh yaitu tiga petak sawah organik dan tiga petak sawah konvensional. Setiap petak sawah diambil lima titik pengamatan. Setiap titik pengamatan di ambil masing-masing empat rumpun sehingga jumlah total yang diamati per petak adalah 20 rumpun seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 (modifikasi dari Fensionita 2006). Pengamatan ini dilakukan di satu hamparan sawah yang sama dalam satu desa.

Gambar 1 Petak contoh pengamatan sistem organik dan konvensional. Wawancara dengan Petani

Wawancara dilakukan bertujuan untuk mengetahui teknik budidaya padi yang dilakukan petani serta permasalahan yang dihadapi petani dalam proses budidaya terutama masalah hama tanaman padi. Responden terdiri dari para petani yang lahannya diamati yaitu 3 orang petani sistem padi organik dan 3 orang petani sistem padi konvensional.

Pengamatan Hama

Pengamatan hama dilakukan secara langsung dari pangkal rumpun (di atas permukaan tanah) sampai tajuk setiap tanaman contoh dengan mengidentifikasi

(26)

4

jenis hama. Pengamatan dilakukan pada tanaman contoh dengan menghitung jumlah populasi hama yang ada di lahan pengamatan tersebut. Untuk hama yang tidak dapat diidentifikasi ditempat, dimasukan ke dalam botol yang berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi di Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Analisis Data

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pengamatan Tanaman Padi

Pengamatan ini dilakukan di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Pengamatan dilakukan pada musim tanam dari bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Maret 2014. Pengamatan dilaksanakan pada musim hujan. Desa Guyung memiliki sawah seluas 137 517 ha dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Lahan yang diamati adalah petak padi dengan sistem organik (Gambar 2a) dan petak padi dengan sistem konvensional (Gambar 2b). Pada petak sistem padi organik terdapat kolam-kolam kecil di pinggir petak sawah (Gambar 2a), hal ini bertujuan untuk menampung air hujan dan untuk menetralkan air irigasi sebelum masuk lahan sistem organik agar tidak terkontaminasi dengan air irigasi sistem konvensional. Selain itu pada sawah-sawah juga terdapat sumur-sumur kecil untuk membantu petani ketika kekurangan air irigasi. Letak lahan sistem padi organik dan konvensional ini berada dalam satu hamparan.

Gambar 2 Lahan pengamatan sistem padi organik (a) dan sistem padi konvensional (b) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Budidaya Padi pada Sistem Organik dan Konvensional

Perlakuan budidaya padi pada sistem organik dan konvensional berbeda. Sistem budidaya organik tidak menggunakan bahan kimia sintetik dan benih yang digunakan adalah varietas Sintanur. Penggunaan varietas Sintanur pada sistem organik karena menurut petani varietas ini memiliki batang padi yang lebih kokoh sehingga cocok untuk pertanian organik selain itu beras yang dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan varietas Ciherang. Penggunaan pupuk pada sistem padi organik yaitu dengan pemberian pupuk kompos sebelum dan setelah tanam dilakukan tiga kali pemberian dengan waktu sekitar dua minggu sekali. Untuk pengendalian OPT, sistem organik menggunakan MOL dan agens hayati dengan perlakuan penyemprotan sebanyak sembilan kali permusim tanam dengan rentang waktu 3-4 hari sekali. Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah

(28)

6

tangga. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi. MOL mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung mikroba yang berpotensi sebagai pengurai bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai pengendali hama penyakit tanaman. Menurut Suhastyo (2011), berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL tersebut, maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungsida. Padi sistem konvensional dalam praktik budidaya masih menggunakan unsur kimia, pemupukan sawah konvensional ini menggunakan Urea, ZA, Phonska. Padi pada sawah konvensional ini menggunakan varietas Ciherang dan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada padi petani konvensional menggunakan pestisida (lampiran 4, 5 dan 6).

Gambar 3 menunjukan perbedaan komponen biaya dan pendapatan usaha tani antara sistem padi organik dan konvensional. Komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem padi organik tidak berbeda nyata dengan sistem padi konvensional. Pada sistem padi organik biaya pengeluaran lebih rendah dan pendapatan lebih tinggi, hal ini dikarenakan pada pertanian organik kebutuhan pupuk organik, agens hayati serta MOL dibantu oleh pihak KNOC pada musim tanam pertama, petani hanya menanggung biaya pengolahan lahannya saja. Sedangkan pada sistem budidaya konvensional memiliki biaya pengeluaran lebih tinggi dan pendapatan lebih rendah, hal ini dikarenakan petani pada sistem budidaya konvensional menanggung sendiri semua biaya pengeluarannya. Selain itu hasil panen dan harga jual gabah juga berpengaruh terhadap jumlah pendapatan yang diterima oleh petani. Hasil panen dan harga gabah pada sistem padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan sistem padi konvensional (Lampiran 7).

Gambar 3 Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Tabel 1 menunjukkan tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik pada sistem padi organik. Pengolahan lahan dari sistem konvensional menjadi sistem organik dilakukan dari tahun 2009 sampai tahun 2012 dan baru mendapatkan sertifikasi organik dari LeSOS (Lembaga

(29)

7 Sertifikasi Organik Seloliman) di tahun 2013 (Gambar 4a) dan mulai memasarkan beras organik yang sudah bersertifikat SNI (Standar Nasional Indonesia) (Gambar 4b), pupuk kimia selalu dikurangi terus sedangkan pupuk organik mengalami penambahan setiap tahunnya, pada tahun 2009/2010 diberikan sebanyak 7 kwintal namun untuk tahun berikutnya diberikan pupuk organik setiap musim tanam sebanyak 8.5 kwintal. Untuk benih padi yang akan ditanam di petak organik berasal dari KNOC yang didapat dari hasil pertanaman padi organik sebelumnya. Pupuk organik, MOL, dan agens hayati yang digunakan selama proses tanam organik berasal dari KNOC. Pengendalian hama dan penyakit pada padi sawah organik ini selalu disemprot menggunakan MOL dan agens hayati sehingga tidak menggunakan pestisida kimia. MOL yang ada di KNOC ada beberapa macam di antaranya MOL rebung, MOL bonggol pisang, MOL buah dan sayur, serta MOL urin pasca biogas. Sedangkan agens hayati hama dan penyakitnya menggunakan

Beauveria bassiana, Verticillium sp, Chorynebacterium dan Trichoderma sp. Tabel 1 Tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk

organik pada lahan sistem padi organik di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (a)

Agens hayati Verticillium sp. Jerami

Agens hayati Verticillium sp. Jerami

Agens hayati Verticillium sp. Jerami

(30)

8

Gambar 4 Sertifikat organik SNI yang didapat dari LeSOS (a) dan kemasan beras organik yang digunakan oleh KNOC (b)

Jumlah Anakan dan Produktivitas Tanaman Padi

Menurut Sutanto (2002), semakin banyak pupuk organik maka semakin banyak anakan padi terbentuk. Pencampuran pupuk organik dengan tanah lapisan olah akan menghasilkan sistem perakaran tanaman yang dalam dan hasil yang tinggi. Gambar 5 menunjukan bahwa pada tanaman umur 4-6 MST jumlah anakan pada sistem organik dan konvensional meningkat kemudian terjadi penurunan dari umur 8-12 MST. Hal ini dikarenakan tanaman padi terserang penyakit yang bisa menurunkan jumlah anakan karena pada fase generatif anakan tidak terbentuk lagi. Pada tanaman padi umur 6 MST dan 10 MST jumlah anakan berbeda nyata antara sistem organik dan sistem konvensional yaitu memiliki nilai rataan masing-masing untuk sawah organik adalah 76.26 anakan dan 59.86 anakan sedangkan untuk sawah kovensional 87.53 anakan dan 68.33 anakan.

Perbedaan jumlah anakan ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah bibit yang digunakan perlubang tanam yang berbeda, sehingga mempengaruhi jumlah anakan yang terbentuk. Selain itu varietas yang digunakan juga mempengaruhi jumlah anakan. Pada sistem padi organik, varietas padi yang digunakan adalah varietas Sintanur sedangkan pada sistem padi konvensional varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Menurut Djunaedy (2009), jumlah anakan padi varietas Ciherang lebih banyak dari pada padi varietas Sintanur. Namun rata-rata jumlah bulir gabah pada varietas Sintanur lebih besar dan banyak dari pada varietas Ciherang sehingga berpengaruh pada jumlah padi yang dihasilkan ketika panen lebih tinggi produksi pada varietas Sintanur dari pada varietas Ciherang. Hal ini terbukti pada tabel produktivitas bahwa hasil produksi pada sistem organik yang menggunakan varietas Sintanur memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional yang menggunakan varietas Ciherang (Lampiran 7). Produksi pada sistem organik sebesar 4 524 kg dan sistem konvensional sebesar 3 567 kg.

Dari hasil wawancara, didapatkan bahwa hasil panen pada musim tanam ini mengalami penurunan dari hasil panen pada musim tanam sebelumnya, baik itu di sistem padi organik maupun konvensional. Hal ini disebabkan oleh hujan abu vulkanik yang kemungkinan besar berdampak pada menurunnya produksi karena berpengaruh besar dalam pembentukan malai. Selain itu serangan hama dan penyakit juga berpengaruh dalam penurunan hasil produksi padi. Harga jual gabah

(31)

9 pada padi organik lebih mahal di bandingkan dengan padi konvensional, yakni Rp 5000/kg untuk gabah organik dan Rp 3500/kg untuk gabah konvensional.

Gambar 5 Jumlah anakan padi pada sistem organik dan sistem konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Hama Utama Tanaman Padi

Ada beberapa hama penting yang ditemukan pada saat pengamatan di lapang dengan sistem budidaya organik dan konvensional, diantaranya wereng batang coklat (Nilaparvata lugens), wereng hijau (Nephotettix virescens), walang sangit (Leptocorisa oratorius). Dari ketiga hama tersebut, yang memiliki populasi paling banyak adalah wereng batang coklat (WBC).

Wereng Batang Coklat (N. lugens)

Perkembangan WBC dari telur sampai dewasa lebih kurang 4 minggu. WBC dapat menjadi vektor penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Nurbaeti et al. (2010) menyatakan bahwa serangga ini merusak tanaman dengan cara menghisap cairan pembuluh ayak pada batang padi, sehingga seluruh bagian tanaman menjadi kering bahkan mati dan di kenal dengan gejala hopperburn.

Populasi wereng batang coklat di sawah organik dan konvensional pada umur 4 MST, 6 MST, 10 MST dan 12 MST tidak berbeda nyata sedangkan populasi wereng pada umur 8 MST terdapat hasil yang berbeda nyata antara sawah organik dan sawah konvensional (Lampiran 9). Namun secara keseluruhan populasi WBC pada sistem konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan sitem organik. Hal ini dikarenakan WBC lebih menyukai tempat dengan kelembaban tinggi. Tanaman padi yang memiliki jumlah anakan yang banyak sangat membantu perkembangan wereng dengan baik karena faktor kelembaban yang tinggi. Selain itu musuh alami pada sistem budidaya organik lebih banyak dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional, hal ini di karenakan sistem budidaya organik menggunakan input yang ramah lingkungan sehingga populasi musuh alami hama yang ada di alam tidak terganggu, tidak seperti pada sistem budidaya

(32)

10

konvensional yang menggunakan pestisida sintetik sebagai pengendali populasi hama.

Populasi wereng dari awal pengamatan sampai umur tanaman 8 MST selalu mengalami peningkatan namun populasi WBC pada saat umur tanaman 10 MST dan 12 MST mengalami penurunan (Gambar 6), hal ini diduga berpengaruh dari bencana alam yang terjadi yaitu meletusnya gunung Kelud. Meletusnya gunung kelud ini berpengaruh karena abu dari letusan gunung ini mengenai lahan sawah yang ada di Ngawi sehingga kemungkinan akibat dari turunnya abu tersebut populasi WBC mengalami penurunan. Selain itu populasi musuh alami (laba-laba) tertinggi pada 8 MST juga berpengaruh pada penurunan populasi WBC (Anggraeni 2014).

Gambar 6 Jumah populasi hama WBC pada padi sistem budidaya organik dan Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Walang Sangit (L. oratorius)

Gambar 7 menunjukan hasil bahwa jumlah populasi walang sangit pada sistem konvensional terus meningkat sampai dengan umur 12 MST sedangkan pada sistem organik terjadi penurunan pada umur 6 dan 8 MST. Pada umur 4 MST pada sawah konvensional berbeda nyata dengan sawah organik. Sedangkan pada umur 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (lampiran 9). Populasi walang sangit tertinggi ditemukan pada pengamatan umur tanaman 12 MST dengan rataan sebesar 3.53 invidu untuk sistem organik 4.40 individu untuk sistem konvensional. Perubahan populasi pada setiap minggu dipengaruhi oleh perilaku walang sangit yang dapat terbang sehingga serangga ini selalu berpindah-pindah tempat ke rumpun padi lain di luar titik pengamatan. Selain itu keberadaan telur walang sangit yang diambil setiap pengamatan juga mempengaruhi jumlah populasi berikutnya.

Jumlah telur pada setiap kelompok 10 sampai 20 butir. Setiap walang sangit betina dapat bertelur lebih dari 100 butir telur dan telur akan menetas setelah 6 sampai 7 hari. Nimfa mengalami 5 instar selama 17 sampai 27 hari

(33)

11 (Sutanto 2002). Walang sangit biasanya bertelur pada waktu sore hari. Perkembangan dari telur sampai dewasa lebih kurang 25 hari, umur yang dewasa lebih kurang 21 hari. Walang sangit muda dan dewasa dapat menghisap bulir padi saat fase masak susu. Akibat serangannya gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa bulir padi menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman. Serangan selama masa pengisian bulir menyebabkan bulir menjadi cacat dan timbul bercak-bercak kemudian bulir berubah warna sebagian atau seluruhnya yang disebabkan oleh bakteri atau cendawan yang menginfeksi bulir pada saat penghisapan tersebut (Ashokappa 2011).

Gambar 7 Jumlah populasi hama walang sangit pada padi sawah organik dan Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Wereng Hijau (N. virescens)

Wereng hijau merupakan salah satu hama utama yang sering menyebabkan kerusakan pada tanaman padi, karena hama tersebut dapat menularkan (vektor) penyakit tungro, dengan rentang efisiensi penularan antara 35-83%. Tinggi rendahnya kerugian yang diakibatkan oleh virus tungro yang ditularkan oleh serangga ini tergantung dari jumlah populasi wereng hijau sebagai vektor virus tungro, bentuk virus yang menyerang, tingkat ketahanan varietas tanaman dan waktu terjadinya infeksi. Perkembangan wereng hijau berkorelasi positif dengan keberadaan penyakit tungro di lapangan khususnya dari spesies N. virescens

terutama stadia imago, karena stadia imago tiga kali lebih efektif didalam menularkan penyakit tungro dari pada stadia nimfa, karena stadia imago mobiltasnya lebih tinggi untuk bergerak menghisap tanaman yang sakit (Meidiwarman 2008).

Dari penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa populasi wereng hijau ini tidak berbeda nyata antara sistem padi organik dan sistem padi konvensional kecuali pada umur tanaman 6 MST yang menunjukan hasil yang berbeda nyata, pada umur ini juga ditemukan populasi tertinggi wereng hijau. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruhnya abu vulkanik dari letusan gunung Kelud ketika umur 10 MST sehingga populasi wereng hijau mengalami penurunan. Namun walaupun terdapat wereng hijau pada titik pengamatan ini tidak terdapat penyakit tungro, akan tetapi diluar titik pengamatan ditemukan penyakit tungro namun

(34)

12

hanya sedikit sekali. Hal ini dikarenakan populasi wereng hijau yang tidak terlalu banyak sehingga penyebaran virus ini rendah.

Gambar 8 Jumlah populasi wereng hijau pada padi sawah organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

0.48 0.63

1.83

0.77

0 0.35

0

0.91

0.35

0 -0.2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

4 6 8 10 12

Populasi wereng

hijau

(individu)

Umur tanaman (MST)

(35)

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan populasi hama wereng batang coklat, walang sangit, dan wereng hijau pada sistem padi organik lebih rendah dibandingkan dengan sistem padi konvensional.

Saran

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Andoko A. 2002. Budi Daya Padi Secara Organik. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Anggraeni R. 2014. Kekayaan dan keragaman laba-laba pada sawah organik dan konvensional di Ngawi, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ashokappa BHT. 2011. Bioecology and management of rice earhead bug,

Leptocorisa oratorius Fabricius (Hemiptera: Alydidae) in rainfed ecosystem of uttara kannada district. [Tesis]. Dharwad (IN): University of Agricultural Sciences.

Djunaedy A. 2009. Ketahan padi (way apo buru, sinta nur, ciherang, singkil dan IR 64) terhadap serangan penyakit bercak coklat (Drechslera oryzae) dan produksinya. Jurnal Agrovigor. [Internet]. [diunduh 2014 Mar 17]; 2(1):4. Tersedia dalam: http:/ /pertanian. Trunojoyo .ac.id/wp-content /uploads /2013/02/2.-Agrovigor-Maret-2009-Vol-2-No-1-Ketahanan-padi Way-Apo-dll-A.-Djunaedy.pdf

[Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Buku pedoman non kimia.

http://www.deptan.go.id [ 4 Mei 2014].

Effendi BS. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam perspektif praktek pertanian yang baik (Good Agricultural Practices).

Jurnal Pengembangan Inovasi. [Internet]. [diunduh 2013 Nov 27]; 2(1): 65-78. Tersedia pada: http:// pustaka.litbang. deptan.go. id/publikasi/ ip021095.pdf

Fensionita A. 2006. Perkembangan hama dan penyakit tanaman padi (Oryza sativa L.) pada beberapa sistem budidaya [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kusumawardani R. 2009. Perkembangan populasi hama pada pertanaman padi organik sistem konvensional dan SRI [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Meidiwarman. 2008. perkembangan populasi wereng hijau (nephotettix sp.) pada beberapa varietas padi unggul nasional di musim hujan. Jurnal agroteksos. [Internet].[diunduh 2014 Mei 06]. 18:1-3. Tersedia pada:

http://fp.unram.ac.id/data/2012/04/AgFin_18-1_03-Meidiwarman-_No.-Reviwer-Sudantha_.pdf.

Nurbaeti B, Diratmaja A, Putra S. 2010. Hama Wereng Cokelat (Nilaparvata Lugens stal) dan Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Departemen Pertanian.

Priadi D, Kuswara T, Soetisna U. 2007. Padi organik versus non-organik: studi fisiologi benih padi (Oryza sativa L.) lokal Rojolele. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. [Internet]. [diunduh 2013November 14]; 9(2): 120-138. Tersedia pada: http://repository.unib.ac.id/30/1/130JIPI-2007.pdf.

Suhastyo, Arum Asriyanti. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan Pada Budidaya Padi Metode SRI. Tesis Pascasarjana. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

(37)

15 Untung K. 2010. Diktat Dasar – Dasar Ilmu Hama Tanaman. Yogyakarta (ID):

Universitas Gajah Mada

Warti. 2006. Perkembangan hama tanaman padi pada tiga sistem budidaya pertanian di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(38)
(39)

17

Lampiran 1 Hasil wawancara cara budidaya pada petani organik 1 (Pak Djumijatno) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Kegiatan Tanggal Keterangan

Membeli benih padi 10 -11- 2013 Sintanur

Mengolah lahan untuk benih 13-11-2013 -

Sebar benih 17-11-2013 -

Mempersiapkan lahan: a. Mopok tambing b. Bajak + garu c. meratakan

17-11-2013 - 30-11-2013 -

Mencabut benih 02-12-2013 -

Sebar kompos 1 11-12-2013 6 kwintal

Tanam 03-12-2013 Umur 17 hari

Menyiangi gulma 13s/d 17-12-2013 Menggunakan sorok

Semprot MOL + agens hayati 1 17-12-2013 30 liter + 5 liter Semprot MOL + agens hayati 2 20-12-2013 30 liter + 3 liter

Sebar kompos 2 21-12-2013 7 kwintal

Semprot MOL + agens hayati 3 23-12-2013 30 liter + 3 liter Semprot MOL + agens hayati 4 27-12-2013 30 liter + 3 liter

Sebar kompos 3 04-1-2014 7 kwintal

Semprot MOL + agens hayati 5 15-1-2014 30 liter + 3 liter Semprot MOL + agens hayati 6 09-1-2014 30 liter + 3 liter Semprot MOL + agens hayati 7 13-1-2014 30 liter + 3 liter Semprot MOL + agens hayati 8 16-1-2014 30 liter + 3 liter

Luas lahan - 2738 m2

Hasil panen - 1622,4 kg

1

(40)

Lampiran 2 Hasil wawancara cara budidaya pada petani organik 2 (Pak Juyatno) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

kegiatan tanggal Keterangan

Persemaian 16-11-2013 Sintanur

Tanam 5-12-2013 -

Pemupukan kompos 1 4-12-2013 350 kg

Pemupukan kompos 2 14-12-2013 350 kg

Pemupukan kompos 3 28-12-2013 350 kg

Penggunaan Mol/agens hayati 1 10-12-2013 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 2 14-12-2013 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 3 17-12-2013 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 4 21-12-2013 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 5 25-12-2013 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 6 28-12-2013 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 7 1-1-2014 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 8 5-1-2014 20 liter

Penggunaan Mol/agens hayati 9 8-1-2014 20 liter

Luas lahan - 0.14 ha

Hasil panen - 7 kwintal

(41)

19

Lampiran 3 Hasil wawancara cara budidaya pada petani organik 3 (Bu Pamini) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Kegiataan Keterangan

Membuat lahan untuk benih -

Menyebar benih 20-11-2013

Benih di pupuk organik Umur 7 hari

Sebar kompos sebelum tanam -

Tanam -

Semprot MOL dan agens Pada umur 3 hari

Pupuk organik Umur 10 hari tanam

Semprot mol dan agens lagi Setiap 1 minggu 2 kali

Pupuk organik (terakhir) Umur 25 hari

Luas lahan 0.5 ha

Hasil panen 1323,4

1

(42)

Lampiran 4 Hasil wawancara cara budidaya pada petani konvensional 1 (Bu Harti) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

kegiatan tanggal Keterangan

Tanam 6-12-2013 Ciherang

Pupuk 1 13-13-2013 Urea ½ kwintal

Za 1 kwintal Ponska 1 kwintal

Pupuk 2 24-12-2013 Urea ½ kwintal

Za 1 kwintal Ponska 1 kwintal

Penyemprotan 1 Umur 40 hari Pakai score (2 tutup botol/tangki)

Penyemprotan 2 Umur 60 hari Pakai score (2 tutup botol/tangki)

Luas lahan 2720 m2 -

Hasil panen 1473 kg -

Semprot ketika ada walang sangit

- Dengan arrivo

2

(43)

21

Lampiran 5 Hasil wawancara cara budidaya pada petani konvensional 2 (Pak Suratmin) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Kegiatan Tanggal Keterangan

Luas lahan - 0.5 ha

Tanam 6-12-2013 Ciherang

Pemupukan Umur 1 minggu – 1 bulan Sp36 :50 kg

Za 50 kg Urea: 50 kg Phonska: 50 kg Pemyemprotan pestisida Umur 35 hari Regen : penggerek batang

Arrivo :walang sangit Penyiangan gulma Umur 10 hari

Panen 6-3-2014 15 kwintal

Lampiran 6 Hasil wawancara cara budidaya pada petani konvensional 3 (Pak Yahmo) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Kegiatan Tanggal Keterangan

Tanam 3-12-2013 Ciherang

Pemupukan 1 13-12-2013 Urea 50 kg

Ponska 50 kg

Pemupukan 2 23-12-2013 ZA 50 kg

Ponska 50 kg

Penyemprotan - Arrivo :ketika muncul malai

Score: ketika mulai tua Penyiangan gulma 13-12-2013

18-12-2013 28-12-2013

Di sorok Di bersihkan

Di siangi

Panen Akhir Februari 16 kwintal

Luas lahan - 7000 m2

2

(44)

22

Lampiran 7 Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Komponen Organik (Rp) Konvensional (Rp) Biaya pengeluaran 2 000 000 a 3 325 601 a Pendapatan 22 620 483 a 11 248 897a

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Lampiran 8 Jumlah anakan dan produksi gabah padi pada sawah organik dan Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

Lampiran 9 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi WBC pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Umur

(45)

23

Lampiran 10 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi Walang sangit pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Populasi walang sangit (Individu) Umur Organik

Rataan ± SE

Konvensional Rataan ± SE

4 MST 1.00 ± 1.51 a 0.00 ± 0.00 b

6 MST 0.13 ± 0.51 a 0.06 ± 0.25 a

8 MST 0.00 ± 0.00 a 0.53 ± 1.30 a

10 MST 1.20 ± 2.80 a 3.13 ± 4.71 a

12 MST 3.53 ± 3.27 a 4.40 ± 5.57 a

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan tidak berbeda pada taraf Duncan 5 %

Tabel 11 Pengaruh cara budidaya terhadap populasi wereng hijau pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa

Timur

Populasi wereng hijau (Individu) Umur Organik

(Rataan ± SE)

Konvensional (Rataan ± SE)

4 MST 0.13 ± 0.35 a 0.33 ± 0.48 a

6 MST 0.00 ± 0.00 b 0.40 ± 0.63 a

8 MST 0.53 ± 0.91 a 0.93 ± 1.83 a

10 MST 0.13 ± 0.35 a 0.20 ± 0.77 a

12 MST 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

(46)

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Petak contoh pengamatan sistem organik dan konvensional.
Tabel 1  Tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk
Gambar 5  Jumlah anakan padi pada sistem organik dan sistem konvensional di
Gambar 6  Jumah populasi hama WBC pada padi sistem budidaya organik  dan
+4

Referensi

Dokumen terkait