• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA

PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN

KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR

RETNO ANGGRAENI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang di terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

RETNO ANGGRAENI. Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.

(6)
(7)

ABSTRACT

RETNO ANGGRAENI. Richness and diversity of spiders in Organic and Conventional Rice Planting in Ngawi, East Java. Supervisied by HERMANU TRIWIDODO.

Rice is an important commodity in agriculture, because it produces food, which is the most basic human needs. The dependence of Indonesian population on paddy (rice) as a staple food is very high. There are several problems in rice cultivation, such as reducing paddy field due to conversion of rice fields into residential land which is the most important to pest attack on agricultural land. Control measures which is widely used by farmers is using chemical pesticides. It cause bad affect to the environmental conditions, such as reduce biodiversity in agro-ecosystems. Organic rice cultivation for pest control using natural enemies such as parasites, parasitoids, and predators. Spiders are generally known as insect predators. This study was aimed to obtain information on the richness and diversity of spider in organic and conventional rice crops in Ngawi, East Java. This study was expected to provide information on the richness and diversity of spider’s community in rice crop, so the role of spiders as natural enemies of rice pests can be optimized. The results of the research showed that organic field had a high density of spiders web than conventional crop. The percentage of rice area which inhabited by spider was higher than conventional fields. Observation in this research, found 7 families and 13 species of spiders.

(8)
(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA

PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN

KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR

RETNO ANGGRAENI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Penelitian : Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Retno Anggraeni

NIM : A34100030

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Program Studi

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014, dilaksanakan di lahan sawah organik yang tergabung dengan Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) dan lahan konvensional milik petani Desa Guyung, di Ngawi, Jawa Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada

1. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi.

2. Ayah, Ibu, seluruh keluarga dan teman-teman, dukungan dan kasih sayangnya. 3. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih M.Si., selaku dosen penguji tamu.

4. Kastam, SP., selaku penanggung jawab KNOC yang telah memberikan izin serta bimbingan selama penelitian di KNOC

5. Aldila Rachmawati, SP., Damayanti, SP. M.Si., Aan Rizka Pajarina, Khoir Samsi, yang telah membantu kelancaran tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(16)
(17)

ix

Kekayaan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Lahan Organik dan Konvensional 8

Persebaran Laba-laba Pembuat Jaring 8

Dominasi Famili 9

Persebaran Laba-laba di Pertanaman Padi Organik dan Konvensional 10

(18)
(19)

viii

DAFTAR GAMBAR

1. Posisi titik pengamatan per petak sawah yang diamati 3 2. kuadran sensus jumlah jaring laba-laba (jumlah kuadran disesuaikan

jumlah rumpun) 4

3. Petak pertanaman padi organik 6

4. Petak pertanaman padi konvensional 6 5. Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi organik

di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 10 6. Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi konvensional

di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa

Timur 10

DAFTAR TABEL

1. Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik

di sawah konvensional untuk menjadi sawah organik 7 2. Kepadatan laba-laba pembuat jaring pada pertanaman padi

organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 9 3. Presentase luasan sawah yang dihuni laba-laba pada pertanaman padi

Organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 9 4. Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam 9 5. Populasi laba-laba di titik contoh pada tanaman padi organik dan

konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur 11

6. Kelimpahan dan kanekaeragaman laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,

Kabupaten Ngawi, Jawa Timur 12 7. Populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi organik

dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

(20)
(21)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur pada umur 4 MST 17 2. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik

dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur pada umur 6 MST 17 3. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik

dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur pada umur 8 MST 18 4. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik

dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur pada umur 10 MST 18 5. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik

dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur pada umur 12 MST 19 6. Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam 20 7. Pengamatan spesies laba-laba pada tanaman padi organik

dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten

Ngawi, Jawa Timur 21

8. Gambar spesies laba-laba yang ditemukan di Desa Guyung,

(22)
(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan komoditas penting dalam bidang pertanian, karena padi menghasilkan bahan pangan yang merupakan kebutuhan manusia paling mendasar yaitu beras. Beras adalah bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun padi (beras) bisa digantikan dengan bahan makanan lain tetapi padi mempunyai nilai tersendiri untuk orang yang biasa mengonsumsi nasi setiap harinya. Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap padi sebagai makanan pokok sangat tinggi. Kurang lebih 250 juta rakyat Indonesia mengonsumsi beras setiap harinya, sehingga ketersediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat harus terjamin.

Berbagai permasalahan dalam budidaya padi muncul, mulai dari berkurangnya lahan persawahan karena alih fungsi menjadi lahan pemukiman, hingga yang paling utama adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian. Dampak gangguan dari OPT berbeda-beda, yaitu gangguan yang ringan sampai sangat berat yang menyebabkan kegagalan panen. Hama, penyakit, serta gulma merupakan OPT di Indonesia yang dapat menjadi faktor pembatas produksi padi di Indonesia. Salah satu hama yang menjadi masalah pada tanaman padi di Indonesia adalah Nilaparvata lugens (wereng cokelat) (Kalshoven 1981).

Pengendalian yang dilakukan petani umumnya menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik pada sistem pertanian modern dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi lingkungan, yang akan berdampak pada rendahnya keanekaragaman hayati pada agroekosistem (Suana 2005).

Budidaya padi organik adalah budidaya padi tanpa menggunakan bahan kimia sintetik. Sedangkan budidaya padi konvensional adalah budidaya padi yang masih menggunakan bahan kimia sintetik, baik dari pemupukannya sampai cara pengendalian OPTnya. Budi daya padi organik untuk pengendalian OPT dapat menggunakan musuh alami yaitu parasit, parasitoid, dan predator.

Laba-laba secara umum dikenal sebagai predator banyak jenis serangga. Laba-laba banyak ditemukan di pertanaman padi dan memangsa berbagai spesies hama, sehingga laba-laba dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati hama pada tanaman padi (Sosromarsono dan Untung 2000). Keragaman spesies laba-laba bergantung pada kondisi lingkungannya. Pada umumnya kelimpahan dan keragaman spesies laba-laba lebih tinggi di pertanaman padi di daerah dataran rendah yang beririgasi daripada di daerah dataran yang lebih tinggi tanpa irigasi. Kelimpahan dan keragaman laba-laba juga tinggi pada tempat dengan vegetasi liar dibandingkan dengan di tengah hamparan (Barrion dan Listinger 1995).

Tujuan

(24)

2

Manfaat

(25)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah organik dari Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) dan lahan konvensional milik petani desa Guyung di Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi laba-laba menggunakan buku kunci identifikasi Barrion dan Litsinger (1995). Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014.

Metode Penelitian

Penentuan Lahan Pengamatan dan Wawancara Petani

Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapang. Menentukan 6 petak sawah yang terdiri dari 3 petak dengan sistem tanam padi organik dan 3 petak dengan sistem tanam padi konvensional. Lahan sistem padi organik dan konvensional terletak dalam 1 hamparan yang sama dan aliran air irigasi yang sama. Wawancara petani dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara budidaya tanaman padi yang dilakukan petani, misalnya mengetahui luas lahan yang dimiliki, jenis varietas yang digunakan, jenis pupuk yang digunakan, dan lain-lain. Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi petani dalam budi daya terutama masalah hama tanaman padi. Responden terdiri dari 6 petani yang lahannya diamati.

Pengamatan Langsung

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu metode pengamatan langsung dan metode sensus jaring laba-laba. Metode pengamatan langsung dilakukan dengan menetapkan titik pengamatan secara acak yang mewakili bagian tepi dan tengah petak sawah. Pada setiap petak sawah ditentukan 5 titik pengamatan (Gambar 1), di setiap titik pengamatan diambil 4 rumpun padi untuk diamati. Pengamatan dilakukan secara langsung di setiap titik pengamatan, bagian tanaman yang diamati yaitu dari pangkal rumpun sampai tajuk tanaman. Laba-laba yang ada di titik pengamatan dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan pada botol film yang berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Metode ini bertujuan untuk mengamati spesies laba-laba yang berada di bagian tanaman terutama pada bagian tajuk tanaman padi.

(26)

4

Sensus Jaring Laba-laba

Metode sensus jaring laba-laba dilakukan dengan mengamati dan menghitung jumlah jaring laba-laba yang ada di pertanaman padi secara langsung. Pengamatan dilakukan pada setiap rumpun padi dengan jarak 1m atau setiap 4 rumpun padi, lalu dihitung jumlah jaring laba-laba yang ada. Penghitungan mulai dari pangkal rumpun tanaman sampai tajuk tanaman (Hoerunnisa 2006). Pengamatan metode sensus jaring laba-laba dilakukan pada 6 petak sawah yaitu, 3 petak dengan sistem tanam padi organik dan 3 petak dengan sistem tanam padi konvensional. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman padi dari umur 4 MST sampai 12 MST. Metode sensus jaring laba-laba bertujuan untuk melihat jumlah jaring yang ada di pertanaman padi.

Gambar 2 Contoh kuadran sensus jumlah jaring laba-laba (Hoerunnisa 2006). Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan dengan 2 perlakuan yaitu sistem tanam padi organik dan konvensional. Data primer disajikan dalam Microsoft Excel 2007 dan diolah menggunakan program SAS for Windows versi 9.1 dan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

Kekayaan dan Keanekaragaman Spesies

Kekayaan spesies dapat menyatakan jumlah spesies yang ada di suatu habitat. Indeks keanekaragaman menggambarkan jumlah kekayaan laba-laba baik dari segi famili maupun spesies (Magurran 1987). Kekayaan dan keanekaragaman spesies di lahan organik dan konvensional ditetapkan berdasarkan pengamatan langsung dan pengambilan sampel di titik pengamatan. Penetapan keanekaragaman spesies laba-laba didasarkan pada indeks keanekaragaman H’ Shannon-Wiener (Magurran 1987) sebagai berikut:

H’ = -

H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-wiener Pi : Proporsi tiap spesies

s : Spesies

(27)

5 Sebaran jaring dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rata-rata laba-laba = ∑ ( )

Persentase luasan sawah yang dihuni laba-laba = ( x 100% a = jumlah jaring laba-laba/m2

b = jumlah total jaring laba-laba/m2 c = jumlah total dalam 1 petak

Keterkaitan antara Frekuensi Jumlah Jaring dan Cara Tanam

Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam di lahan organik dan konvensional dapat dilihat menggunakan rumus chi-square. Dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis: H0 : Frekuensi jumlah jaring saling bebas dengan cara tanam H1 : Frekuensi jumlah jaring saling terkait dengan cara tanam chi-square, 2= ∑ (O – E)2

E 2

= Chi-square

O = Obsevasi (amatan) E = Ekspektasi

Apabila 2 hitung > 2 tabel maka tolak H0 yang artinya adalah frekuensi jumlah jaring saling terkait dengan cara tanam.

(28)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Lokasi penelitian terletak di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk di desa Guyung yaitu 6386 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 5782. Desa guyung memiliki sawah seluas 137 517 ha dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Batas-batas wilayah Desa Guyung adalah sebagai berikut, sebelah barat berbatasan dengan desa Kedung putri, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambakromo, sebelah utara berbatasan dengan Desa Tepas, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gerih. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan lahan organik dan lahan konvensional, dengan ulangan 3 petak sistem tanam organik dan 3 petak sistem tanam konvensional. Pengamatan dilakukan mulai dari umur tanaman 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Masing-masing luas lahan yang diamati berbeda-beda, total dari luas lahan organik yang diamati adalah 0.9 ha sedangkan luas lahan konvensional adalah 1.4 ha. Letak lahan sistem tanam organik dan konvensional dalam 1 hamparan dan menggunakan aliran air irigasi yang sama. Petak sawah dengan sistem organik dapat dilihat pada Gambar 3 dan petak sawah konvensional dapat dilihat pada Gambar 4. Terdapat perbedaan antara sistem tanam padi organik dan sistem tanam padi konvensional yaitu pada tepi lahan sistem padi organik terdapat kolam-kolam kecil yang dibuat oleh petani dengan tujuan untuk menetralkan air irigasi sistem organik agar tidak tercemar bahan kimia pada sistem tanam padi konvensional.

Gambar 3 Petak pertanaman padi Gambar 4 Petak pertanaman padi

organik konvensional

Proses Tahapan Sistem Tanam Padi Konvensional menjadi Sistem Tanam Padi Organik

(29)

7

akhirnya pada tahun ke-3 pupuk kimia tidak digunakan. Penambahan pupuk organik pada tahun pertama yaitu 7 kwintal, sedangkan pada tahun ke-2 dan ke-3 pupuk organik ditambahkan sebanyak 1.5 kwintal menjadi 8.5 kwintal. Pengendalian hama dan penyakit di sawah organik tidak menggunakan pestisida melainkan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) dan agens hayati. MOL merupakan mikroorganisme lokal yang mengandung mikroba dan dapat berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Suhastyo 2011). Agens hayati yang digunakan yaitu agens hayati Beauveria bassiana, Verticillium spp, Trichoderma spp, Corynebacterium spp.

Tabel 1 Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik di sawah konvensional untuk menjadi sawah organik (Sumber KNOC)

(30)

8

Kekayaan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Lahan Organik dan Konvensional

Dalam usaha tani padi sawah terdapat berbagai kegiatan yang diterapkan oleh petani untuk meningkatkan produksi. Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan ekosistem pertanian yang diduga dapat mempengaruhi komponen-komponen yang hidup dalam ekosistem tersebut. Laba-laba adalah salah satu komponen komunitas yang diduga dapat terpengaruh oleh aktivitas bercocok tanam baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh itu dapat bersifat negatif maupun positif terhadap komunitas laba-laba. Kegiatan yang dapat berpengaruh negatif antara lain penggunaan pestisida, pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi serangga hama dan gulma dapat berdampak pada komunitas artropoda lain seperti serangga parasitoid, predator, pemakan bahan organik dan artoproda predator lain seperti laba-laba (Settle 1996).

Lahan dengan sistem tanam organik adalah pengelolaan lahan tanpa menggunakan bahan kimia sintetik. Sedangkan lahan dengan sistem konvensional adalah pengelolaan lahan menggunakan bahan kimia sintetik, baik dari pupuknya maupun cara pengendalian hama dan penyakitnya. Pada lahan organik peranan musuh alami sangat dominan untuk pengendalian hama baik itu musuh alami yang bersifat spesifik maupun generalis, seperti dari golongan Arachnida (laba-laba). Semakin tinggi musuh alami maka akan semakin rendah populasi hamanya. Sedangkan lahan konvensional adalah lahan yang sangat bergantung terhadap bahan kimia baik itu pupuk kimia maupun pestisida. Pengendalian hama pada lahan dengan sistem konvensional umumnya menggunakan pestisida.

Persebaran Laba-laba Pembuat Jaring

Dari pengamatan jaring laba-laba menggunakan metode sensus, dapat dilihat jumlah jaring di masing-masing petak pada setiap meter. Jumlah jaring dapat menggambarkan jumlah laba-laba pembuat jaring yang ada di lahan tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai total jumlah laba-laba pembuat jaring dari petak organik 0.218 jaring/m2 sedangkan pada petak konvensional adalah 0.046 jaring/m2 (Tabel 2). Nilai jumlah laba-laba pembuat jaring pada lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional namun nilai jumlah laba-laba pembuat jaring pada lahan konvensional tidak berbeda nyata dengan nilai jumlah laba-laba pembuat jaring di lahan organik.

Pada Tabel 3 dapat dilihat persen luasan sawah yang dihuni laba-laba di lahan konvensional berbeda nyata dengan persen luasan sawah yang dihuni laba-laba di lahan organik, luasan sawah yang dihuni laba-laba-laba-laba di lahan organik yaitu 18% sedangkan di lahan konvensional adalah 4%. Persen luasan sawah yang dihuni laba-laba di lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional. Hal ini disebabkan lahan organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan bahan kimia sintetik sehingga populasi laba-laba pembuat jaring menjadi lebih tinggi.

(31)

9

yang ada di lahan. Sistem tanam padi organik dengan tidak menggunakan bahan kimia sintetik memiliki frekuensi jaring lebih tinggi dibandingkan dengan cara tanam konvensional menggunakan pestisida kimia.

Tabel 2 Kepadatan laba-laba pembuat jaring pada pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

a

Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji Duncan, = 0.05.

Tabel 3 Persentase luasan petak yang dihuni laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

a

Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata berdasarkan uji Duncan, = 0.05.

Tabel 4 Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring laba-laba dan sistem tanam padi

Dalam pengamatan ditemukan 7 famili laba-laba, yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu laba-laba pemburu seperti Famili Lycosidae, Oxyopidae, Clubionidae dan laba-laba pembuat jaring seperti Famili Araneidae, Theriidae, Tetragnathidae, Linyphidae. Kelompok laba-laba pemburu lebih mendominasi komunitas laba-laba di pertanaman padi baik di pertanaman padi organik maupun konvensional terutama Famili Lycosidae (Gambar 5 dan Gambar 6).

Kelompok laba-laba pembuat jaring di lahan organik didominasi oleh Famili Linyphidae (Gambar 5), sedangkan kelompok laba-laba pembuat jaring di lahan konvensional didominasi oleh Famili Theriidae dan Linyphidae (Gambar 6).

Perlakuan Waktu pengamatan (MST) Rata-rata

4 6 8 10 12

Organik 0.025 0.160 0.189 0.490 0.229 0.218a Konvensional 0.006 0.044 0.068 0.062 0.051 0.046a

Perlakuan Waktu pengamatan (MST) Rata-rata

4 6 8 10 12

(32)

10

Gambar 5 Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi organik di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Gambar 6 Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur Persebaran Laba-laba di Pertanaman Padi Organik dan Konvensional

(33)

11

Perbandingan kepadatan laba-laba di titik pengamatan dilihat dari waktu pengamatan baik pada lahan organik maupun konvensional menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata tetapi jumlah laba-laba yang ditemukan di lahan organik lebih banyak dibandingkan di lahan konvensional.

Tabel 5 Populasi laba-laba di titik contoh pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Pada pengamatan spesies di pertanaman padi organik dan konvensional ditemukan 13 spesies di pertanaman organik dan 12 spesies di pertanaman konvensional dapat dilihat pada lampiran 7. Jenis spesies yang ditemukan adalah Pardosa pseudoannulata, Pardosa birmanica, Enoplognatha ovate, Enoplognatha latimana, Theridion sp, Atypena adelinae, Atypena formosana, Erigone prominensis, Araneus inustus, Argiope catenulata, Tetragnatha javana, Oxyopes lineatipes, Clubiona japonicola. Kekayaan spesies laba-laba di padi konvensional dan organik tidak berbeda nyata, tetapi ada satu spesies yaitu Pardosa birmanica dimana dalam pengamatan hanya ditemukan di lahan organik. Kehadiran laba-laba di lahan pertanian dapat terjadi karena laba-laba-laba-laba tersebut berpencar secara pasif melalui udara dalam jarak dekat sampai jauh dari habitat sekitarnya dengan cara melayang maupun pergerakan aktif seperti berjalan diatas permukaan tanah (Bishop, Riechert 1990).

Berdasarkan indeks keanekaragaman spesies pada lahan organik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan konvensional, dapat dilihat pada Tabel 6. Hal tersebut menunjukan bahwa populasi laba-laba di lahan organik lebih banyak dari lahan konvensional. Hal ini disebabkan oleh cara pengelolaan sawah yang berbeda antara sawah organik dan konvensional, sehingga mempengaruhi keberadaan laba-laba. Menurut Tulung (1999) populasi laba-laba pada sawah yang tidak diaplikasi dengan insektisida lebih banyak dari pada yang diaplikasi insektisida

(34)

12

Tabel 6 Kelimpahan dan keanekaragaman laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Perlakuan Petak

4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST

famili Spesies H’ famili spesies H’ famili spesies H’ famili spesies H’ famili spesies H’

Organik

1 1 1 5.54 4 4 29.8 4 5 24.9 4 4 30.3 2 2 16.2

2 1 1 16.6 3 4 44.0 4 4 15.7 3 3 14.3 4 4 22.8

3 2 3 17.6 2 3 17.9 3 3 14.6 4 4 33.8 5 5 25.7

Konvensional

1 2 2 0 2 3 14.1 3 3 35.3 3 3 10.2 4 5 14.9

2 2 2 4.6 2 3 5.5 3 3 18.7 3 3 29.3 3 3 23.5

3 2 2 1.3 4 4 27.3 4 5 32.3 3 3 9.4 5 5 10.2

Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener

(35)

13

Dominasi Spesies

Dari 13 spesies yang ditemukan, spesies laba-laba yang paling banyak ditemukan atau mendominasi di lahan konvensional maupun organik adalah Pardosa pseudoannulata yang sering disebut sebagai laba-laba serigala. Pada Tabel 7 dapat dilihat populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi konvensional dan organik, yaitu pada umur 8 MST populasi Pardosa pseudoanulata pada lahan organik berbeda nyata dengan populasi Pardosa pseudoanulata di lahan konvensional. Beberapa faktor yang mendukung tingginya dominasi spesies laba-laba yaitu laba-laba dapat menginvasi secara aktif dengan bergerak di permukaan tanah dan melayang dari habitat sekitar pertanaman, laba-laba secara aktif memburu mangsa tanpa membangun jaring dan ukuran tubuh yang relatif besar untuk melumpuhkan beragam ukuran mangsa (Tulung 1999).

Pardosa pseudoannulata memiliki ciri-ciri gambaran seperti garpu pada punggung sefalotoraks dan gambaran berupa garis atau bercak warna putih pada abdomen. Betina dewasa panjang tubuhnya 9.95 mm, sefalotoraks panjang 4.75 mm, lebar 4.00 mm dan tebal 3.00 mm, abdomen panjang 5.20 mm, lebar 5.00 mm, dan tebal 3.50 mm. Sefalotoraks berwarna kelabu coklat sampai kelabu gelap kecuali daerah mata, dibagian tengah terdapat gambaran-gambaran berbentuk garpu dan pita submarginal. Jantan panjang tubuhnya 6.80 mm, sefalotoraks panjang 3.80 mm, lebar 3.00 mm dan tebal 1.80 mm, abdomen panjang 3.20 mm, lebar 1.80 mm, tebal 1.70 mm. Seperti pada betina, di bagian tengah dan tepi sefalotoraks terdapat pita yang jelas (Barrion, Litsinger 1995). Pardosa pseudoannulata memangsa jenis serangga seperti wereng hijau, wereng batang coklat, penggerek batang padi kuning, jenis Collembola dan Diptera (Tulung 1999). Pardosa pseudoannulata berperan penting terhadap dinamika populasi hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis Guen (Kumar, Singh, Pandey 1996). Tabel 7 Populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi organik dan

(36)

14

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Lahan organik memiliki kelimpahan laba-laba pembuat jaring dan persentase luasan sawah yang dihuni laba-laba lebih tinggi dibanding lahan konvensional. Pada pengamatan ditemukan 7 famili, famili yang mendominasi pada pertanaman padi organik maupun kovensional adalah Famili Lycosidae. Jenis spesies yang ditemukan yaitu 12 spesies di lahan konvensional dan 13 spesies di lahan organik. Spesies yang membedakan adalah Pardosa birmanica dimana dalam pengamatan hanya ditemukan di lahan organik. Sedangkan spesies yang mendominasi dan sering ditemukan dilahan organik maupun konvensional adalah spesies Pardosa pseudoannulata. Adanya keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dengan cara tanam. Cara budidaya padi mempengaruhi frekuensi jaring laba-laba yang ada di lahan dalam hal ini yaitu sistem tanam padi organik dan konvensional.

Saran

(37)

15

DAFTAR PUSTAKA

Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Taxonomy of Rice Insect Pests and Their Arthropod Parasites and Predators. Manila: IRRI.

Bishop L, Riechert. 1990. Spider colonization of agroecosystem: Mode and source. Jurnal Environmental Entomology. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 11]; 19 (16): 1738-1745. Tersedia pada: http://www. ingentaconnect.com/content/esa/envent/1990/00000019/00000006/art00016 Heong KL, Hardy B, editor. 2009. Planthoppers: New Threats to the

Sustainability of Intensive Rice Production System in Asia. Manila: IRRI. Hoerunnisa. 2006. Kekayaan dan keragaman laba-laba pada pertanaman padi PHT

dan konvensional di Ciasem Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.

Kumar P, Singh R, Pandey SK. 1996. Population dynamics of leaf folder, Cnaphalocrosis medinalis Guen., in relation to stage of the crop, weather factors and predatory spiders. Jurnal Entomology. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 11]; 20 (3): 205-210. Tersedia pada: http:// www. indianjournals. com/ijor.aspx?target=ijor:jer&volume=20&issue=3&article=004

Magurran AE. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (AS). Princeton University Press.

Settle et al. 1996. Managing tropical rice pest through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Jurnal Ecology. [Internet]. [diunduh 2013 Desember 11]; 77 (7): 1975-1988. Tersedia pada: http://www.esajournals.org/doi/abs/10.2307/2265694.

Suana IW. 2005. Bioekologi laba-laba pada bentang alam pertanian di Cianjur: Kasus daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, sub-sub DAS Citarum Tengah, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sosromarsono S, K. Untung. 2000. Keanekaragaman hayati artropoda predator dan parasit di Indonesia dan pemanfaatannya. Jurnal Inovasi Pertanian [internet]. [diunduh 2013 November 16]. Tersedia pada: http://Kusumbogo.Staff.Ugm.ac.id/detailarticle.

Suhastyo, Arum Asriyanti. 2011. Studi mikrobiologi dan sifat kimia mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode SRI [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

(38)

16

(39)

17

Lampiran 1 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur pada umur 4 MST

Jumlah

Lampiran 2 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur pada umur 6 MST

(40)

18

Lampiran 3 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur pada umur 8 MST

Lampiran 4 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur pada umur 10 MST

(41)

19

Lampiran 5 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,

Jawa Timur 12 MST

Jumlah jaring/m2

Petak ke-

Konvensional Organik

1 2 3

Rata-rata

1 2 3

Rata-rata

0 2574 2299 0 1624 949 2346 4176 2490.3

1 131 173 0 101.33 395 387 792 524.6

2 15 23 0 12.66 42 5 27 24.66

3 0 4 0 1.33 12 0 5 5.66

4 0 1 0 0.33 2 0 0 0.66

5 0 0 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 2720 2500 0 1739.6 1400 2738 5000 3045.7

Rata-rata 0.059 0.094 0 0.373 0.144 0.172

% hunian laba-laba

(42)

20

(43)

Lampiran 7 Pengamatan spesies laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Spesies Laba-laba

4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST

Organik Konven Organik Konven Organik Konven Organik Konven Organik Konven

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Pardosa pseudoannulata 4 8 6 1 0 2 6 4 3 3 4 8 5 0 5 6 6 6 6 4 7 2 8 5 0 4 3 5 7 3

Pardosa birmanica 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 2 0 0 0

Enoplognatha ovate 0 0 0 0 0 0 0 5 0 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

Enoplognatha latimana 0 0 0 0 0 0 0 4 5 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 0 0 0 0 6 0 3 0 0 1

Theridion sp 0 0 0 0 0 0 4 2 3 2 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 4 3 0 0 3 0 0 0 0

Atypena adelinae 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Atypena formosana 0 0 0 1 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 6 3 5 0 0 0 0 0 0 4

Erigone prominensis 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 6 0 3 0 2 0 0 0 0 0 0 1 0 4 0 3 1 3 0

Araneus inustus 0 0 4 0 2 1 0 0 0 0 1 1 3 0 0 4 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0

Argiope catenulata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 1 0 1

Tetragnatha javana 0 0 2 0 3 0 5 0 3 1 0 0 4 0 3 6 5 1 4 0 5 0 0 1 0 0 0 0 0 0

Oxyopes lineatipes 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1 4 3 4 0 0 0 0 0 0 2 0 0 3 4 0 0 1

Clubiona japonicola 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0 3 0 2 0 0 6 0 6 5 4 0 0

(44)

Lampiran 8 Spesies laba-laba yang ditemukan di pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Keterangan : a) Pardosapseudoannulata (Hoerunnisa 2006), b) Pardosa birmanica, c) Argiope catennulata, d) Tetragnatha javana,

e) Erigon prominens, f) Enoplognatha ovata, g) Enoplognatha latimana (Heong dan Hardy 2009), h) Theridion sp. (Heong

dan Hardy 2009) , i) Atypena formosana (Heong dan Hardy 2009), j) Araneus inustus (Heong dan Hardy 2009), k) Clubiona

japonicola (Heong dan Hardy 2009), l) Oxyopes lineatipes (Heong dan Hardy2009).

a b c d e f

g h i j k l

(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu, Lampung, pada tanggal 11 Desember 1992. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tori Subiyantoro dan Ibu Sumeisih. Tahun 2008 – 2010 penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Gadingrejo. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan tercatat sebagai mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1  Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik di
Tabel 5 menunjukkan perbandingan kepadatan laba-laba di titik pengamatan
Tabel 6  Kelimpahan dan keanekaragaman laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penelitian, diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Ada pengaruh latihan lari sprint training dan hollow sprint terhadap kecepatan lari antar base

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950) sebagaimana

Petani yang tidak bermitra sebagian besar (52,6 persen) menyatakan bahwa produktivitas lahan yang digunakan pada pola kemitraan sama dengan sebelumnya, sedangkan

Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa empat dari enam dimensi dukungan sosial keluarga yang diperoleh responden memiliki peran terhadap naik/turunnya motivasi

Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi..

E valuate the outcome (Evaluasi hasil tersebut): langkah terakhir adalah siswa ditugaskan untuk mengevaluasi hasil apakah solusi itu efektif memecahkan masalahnya

Sebagai bentuk nyata implementasi pemantauan kehadiran karyawan Universitas XYZ dan sebagai sarana informasi pelanggaran prosedur maka penelitian ini bertujuan untuk

indica yang diduga resisten-glifosat dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Langkat (Tabel 1 dan Gambar 1), dilakukan dengan cara mengambil biji