• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motivation of Farmers in Running the Business on Private Forest in Cingambul Village, Cingambul Sub-District, Majalengka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Motivation of Farmers in Running the Business on Private Forest in Cingambul Village, Cingambul Sub-District, Majalengka"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

MOTIVASI PETANI DALAM USAHA HUTAN RAKYAT

DESA CINGAMBUL, KECAMATAN CINGAMBUL,

MAJALENGKA

SUHERDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SUHERDI. Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka. Dibimbing oleh SITI AMANAH dan PUDJI MULJONO.

Kebutuhan kayu semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk, namun potensi kayu dari hutan alam semakin menurun, maka sangat dibutuhkan peningkatan pasokan kayu dari hutan tanaman termasuk hutan rakyat. Pada sisi lain, kerusakan hutan dan lahan masih tinggi. Pemerintah Indonesia bersama masyarakat telah melakukan upaya rehabilitasi lahan kritis secara terus menerus. Di banyak tempat, masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan kehutanan telah berhasil mengembangkan hutan rakyat. Dilihat dari aspek sosial, pengembangan hutan rakyat telah mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, baik sebagai petani hutan rakyat maupun pelaku lainnya (buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, jasa pemasaran dan pelaku industri kayu).

Menurut data Kementerian Kehutanan, lahan kritis di Indonesia pada tahun 2012 seluas 27.294.842 hektar (Kemenhut 2013). Pengembangan hutan rakyat merupakan hal yang penting dilakukan untuk merehabilitasi lahan kritis. Petani adalah pelaku utama dalam pengembangan hutan rakyat. Keberhasilan usaha hutan rakyat ditentukan oleh motivasi petani, di samping kemampuan petani dan peluang usaha dalam melakukan usaha hutan rakyat.

Penelitian bertujuan untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat; (2) menganalisis peran penyuluh dalam pengembangan usaha hutan rakyat; dan (3) menganalisis jenis aktivitas petani dalam usaha hutan rakyat.

Penelitian dilakukan di Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka. Survei dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2013. Unit analisis penelitian adalah rumah tangga petani hutan rakyat. Responden sebanyak 81 yang dipilih menggunakan metoda acak sederhana terstratifikasi dari populasi sebanyak 101 petani hutan rakyat. Data primer terdiri atas: (1) Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat menurut karakteristik demografi, karakteristik psikososial, karakteristik usaha hutan rakyat, intensitas penyuluhan kehutanan; (2) Peran penyuluh kehutanan dalam pengembangan hutan rakyat; dan (3) Aktivitas petani dalam usaha hutan rakyat. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan statistik deskriptif (distribusi frekuensi) dan statistik inferensia (korelasi rank Spearman) dengan didukung oleh perangkat lunak SPSS 20.

(5)

diperluas lagi untuk membantu petani dalam hal akses modal yang mudah dan murah, akses pasar untuk mendapatkan harga yang lebih baik, membangun jejaring kerjasama/kemitraan dengan perusahaan/industri. Peran lainnya yang sangat penting adalah sebagai motivator untuk memberi dorongan kepada petani agar mau mengembangkan hutan rakyat dan peran sebagai penganalisa untuk membantu petani dalam menentukan pilihan pengembangan usaha hutan rakyat yang sesuai dengan potensi sumber daya yang dimiliki dan peluang yang ada, dan (3) Aktivitas petani dalam usaha hutan rakyat meliputi pengadaan bibit tanaman, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran kayu. Aktivitas petani belum optimal yang ditandai oleh rendahnya intensitas pemeliharaan tanaman, khususnya penjarangan tanaman kayu hanya dilakukan oleh 33.3 persen petani serta pengendalian hama dan penyakit dilakukan oleh 12.3 persen petani.

(6)

SUMMARY

Suherdi. Motivation of Farmers in Running the Business on Private Forest in Cingambul Village, Cingambul Sub-District, Majalengka. Supervised by SITI AMANAH and PUDJI MULJONO.

Demand of wood is increasing in line with the increase of population, but the potential of timber from natural forests decline: consequently, wood supply from forest plantations including private forest needs to be improved. On the other hand, the destruction of forests and land are still high. Government of Indonesia together with the community have implemented the efforts to rehabilitate critical land continuously. In many places, people, as the main actors of forestry development, have succeeded in developing private forests. In the social aspect, the development of private forests has been able to absorb sizeable workforce, both as farmers and as other actors of community forests (workers, cutting services providers, transportation services, marketing services and timber industry).

According to the data provided by the Ministry of Forestry (MoF 2013), critical land in Indonesia covers the area of 27.294.842 hectares. The development of private forests seems very important to rehabilitate critical land. Farmers is the main actors in developing private forest. The succes of private forest is determined by their motivation beside the ability of farmers and business opportunities in implementing the private forest business.

The research objectives wereto: (1) analyze factors related to motivation of farmers in their business of private forest, (2) analyze the role of forests extension workers in the development of private forests, and (3) analyze the type of activities of farmers in the business of private forests.

(7)

The research results are: (1) motivation of the farmers positif related: the perception of the benefits of private forests, attitudes of forest people toward their private forest business, availability of plant species, ease of marketing, frequency of forest extension workers visit, suitability of the material, equipment availability, and accuracy methods applied in the extension activity, (2) the dominant roles of forestry extension workers accords to the farmers are as a advisors, facilitators and as a educators. The extension workers role as a facilitator should be expanded again to help the farmers in terms of access to capital that is easy and inexpensive, access the market to get a better price, build networks of cooperation/partnership with a company/industry. Other very important role is as a motivator to encourage the farmers to develop private forest, and the role as an analyzer to assist farmers in determining the choice of the development of private forest business in accordance with the available resources and potential opportunities, and (3) Activity of farmers in the business of private forests covering plant seedlings, land preparation, planting, maintenance, harvesting and marketing timber. Farmers activities are not optimum characterized by low intensity plant maintenance, especially the thinning of timber plants is only done by 33.3 percent of the farmers as well as pest and disease control is done by 12.3 percent of the farmers.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

MOTIVASI PETANI DALAM USAHA HUTAN RAKYAT

DESA CINGAMBUL, KECAMATAN CINGAMBUL,

MAJALENGKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka

Nama : Suherdi NIM : I351110081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) yang berjudul: Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, Majalengka. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada bulan Juli-Agustus 2013.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr Ir Siti Amanah, MSc dan Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku penguji luar komisi. 2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan

Pembangunan (PPN) IPB, para staf pengajar serta staf sekretariat (Ibu Desi) Program Studi PPN IPB yang telah memberikan ilmu, dukungan dan fasilitas selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan, Kementerian Kehutanan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan S2 PPN IPB.

4. Kepala Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka, Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Majalengka, Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan Dishutbunnak Kabupaten Majalengka, Camat Cingambul, serta Kepala Desa Cingambul, yang telah memberikan ijin dan fasilitasi dalam melaksanakan penelitian.

5. Penyuluh Kehutanan di Cingambul (Bapak Karsono), Ketua Gabungan Kelompok Tani Harapan Mulya Desa Cingambul (Bapak Budijanto), para Ketua Kelompok Tani di Desa Cingambul, serta para petani hutan rakyat di Desa Cingambul, atas bantuannya selama pelaksanaan kegiatan lapang penelitian.

6. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan atas dukungan dan diskusi-diskusi selama ini.

7. Istri (Siti Handayani) dan anak-anakku tersayang (Annisa Hernanda F dan Muhammad Fikra F), atas dukungan dan doa yang diberikan selama ini. 8. Kedua orang tua tercinta Bapak Sutarsa dan Ibu Waspinah, atas doa tulus yang

tiada henti. Kakak dan adik atas dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada almarhum Bapak Prof Darwis A. Gani atas bimbingan dan nasihat dalam memahami persoalan secara bijak.

Demikian, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah Penelitian 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Hutan Rakyat 5

Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat 7

Karakteristik Demografi 9

Karakteristik Psikologi Sosial 12

Karakteristik Usaha Hutan Rakyat 13

Intensitas Penyuluhan Kehutanan 16

Peran Penyuluh Kehutanan 18

Aktivitas Petani Hutan Rakyat 19

Kerangka Berpikir dan Hipotesis 20

3. METODE 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Rancangan Penelitian 23

Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 23

Teknik Pengumpulan Data 24

Jenis Data 25

Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian 25

Analisis Data 27

Konseptualisasi dan Definisi Operasional 28

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 31

Profil Desa Cingambul 31

Sejarah Perkembangan Hutan Rakyat di Desa Cingambul 34

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 35

Karakteristik Demografi Responden 35

Karakteristik Psikososial Petani 38

Karakteristik Usaha Hutan Rakyat 39

Intensitas Penyuluhan 42

Motivasi Petani Hutan Rakyat 43

Hubungan Karakteristik Demografi dengan Motivasi Usaha Hutan Rakyat 45 Hubungan Karakteristik Psikososial dengan Motivasi Usaha Hutan Rakyat 48 Hubungan Karakteristik Usaha Hutan Rakyat dengan Motivasi Usaha Hutan

Rakyat 50

Hubungan Intensitas Penyuluhan dengan Motivasi 53

Peran Penyuluh Kehutanan 55

(14)

6. SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 70

DAFTAR TABEL

1. Sebaran populasi dan jumlah sampel 24

2. Teknik pengumpulan data 25

3. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian 27 4. Penduduk Desa Cingambul menurut kelompok umur pada tahun 2012 31 5. Komposisi penduduk Desa Cingambul menurut tingkat pendidikan pada

tahun 2012 32

6. Pola penggunaan lahan di Desa Cingambul tahun 2012 34 7. Penyebaran responden pada berbagai karakteristik demografi 35 8. Penyebaran responden menurut aspek psikososial 38 9. Penyebaran responden pada berbagai karakteristik usaha hutan rakyat 40 10.Penyebaran responden berdasarkan intensitas penyuluhan 42 11.Penyebaran responden menurut motivasi usaha hutan rakyat 44 12.Hubungan karakteristik demografi dengan motivasi usaha hutan rakyat 45 13.Hubungan psikososial dengan motivasi usaha hutan rakyat 48 14.Hubungan karakteristik usaha hutan rakyat dengan motivasi usaha hutan

rakyat 50

15.Hubungan intensitas penyuluhan dengan motivasi usaha hutan rakyat 53 16.Peran penyuluh kehutanan dalam pengembangan usaha hutan rakyat 55 17.Sebaran responden berdasarkan cara perolehan bibit tanaman untuk

hutan rakyat di Desa Cingambul 58

18.Sebaran responden menurut pola penanaman hutan rakyat di Desa

Cingambul 60

19.Tingkat aktivitas petani hutan rakyat dan peran penyuluh di Desa

Cingambul 62

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka operasional penelitian 21

2. Saluran pemasaran kayu hasil produksi hutan rakyat. 62

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta lokasi penelitian 70

2. Matriks Pengembangan Instrumen Penelitian 71

3. Daftar petani hutan rakyat di Desa Cingambul 74

(15)

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada hakikatnya pembangunan adalah upaya untuk mencapai taraf hidup rakyat yang lebih berkualitas sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku (Slamet 1992). Rakyat merupakan faktor terpenting dalam pembangunan yaitu sebagai pelaksana pembangunan dan juga sekaligus sebagai sasaran pembangunan, artinya bahwa rakyat mempunyai hak dalam merencanakan dan melaksanakan, maupun menikmati hasil pembangunan. Oleh karena itu setiap proses pembangunan membutuhkan partisipasi rakyat, baik berupa tenaga kerja maupun kemauan rakyat untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan memperbaiki kualitas hidupnya sendiri (Slamet 1992). Kemampuan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan diawali oleh proses belajar, yaitu untuk memperoleh dan memahami informasi dan kemudian memprosesnya menjadi pengetahuan tentang kesempatan-kesempatan yang ada bagi dirinya, melatih dirinya agar mampu berbuat, dan termotivasi agar mau benar-benar bertindak. Agar tumbuh partisipasi, Slamet (2003) menyatakan paling tidak ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1) adanya kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan, (2) adanya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, dan (3) adanya kemauan dari masyarakat untuk berpartisipasi.

Menurut pandangan psikologi bahwa motivasi sangat mempengaruhi gairah atau semangat kerja seseorang. Setiap orang memerlukan motivasi yang kuat agar mau melaksanakan pekerjaannya secara bersemangat, bergairah dan berdedikasi (Nawawi 2003). Individu yang dimotivasi akan melakukan aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tidak dimotivasi (Atkinson dan Atkinson 1983). Bersama-sama kemampuan dan kesempatan, motivasi dapat menentukan kinerja individu (Robbins dan Judge 2009). Secara rinci fungsi motivasi dikemukakan Nawawi (2003) sebagai: (a) energi atau motor penggerak dalam beraktivitas, (b) pengatur dalam memilih alternatif diantara dua macam aktivitas, (c) pengatur arah atau tujuan dalam melakukan aktivitas.

(16)

2

antusias untuk mengelola hutan sehingga tercapai produktivitas yang tinggi dengan mengedepankan kelestarian hutan (Suprayitno et al. 2011).

Saat ini potensi kayu dari hutan alam semakin berkurang akibat illegal logging, perambahan, konversi kawasan hutan, kebakaran hutan dan lain-lain. Pada sisi lain kebutuhan kayu untuk memenuhi berbagai keperluan pembangunan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk dan minimnya alternatif pengganti bahan baku kayu. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kayu dimaksud adalah melalui pengembangan hutan tanaman baik pada kawasan hutan maupun hutan tanaman pada tanah hak (hutan rakyat). Dilihat dari aspek ekonomi, kondisi demikian merupakan peluang bagi petani untuk melakukan usaha hutan rakyat. Hutan rakyat memberikan manfaat ekonomi bagi rumah tangga, yaitu kayu hasil hutan rakyat (kayu rakyat) telah menjadi salah satu sumber pendapatan petani, walaupun masih bersifat sampingan dan tabungan (Hardjanto 2003).

Pada saat yang sama pengembangan hutan rakyat dilihat dari aspek lingkungan (ekologi) telah mampu berperan dalam merehabilitasi lahan kritis. Pada tingkat nasional, luas hutan rakyat selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan. Data pada Kemenhut (2012) menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan melalui penanaman hutan rakyat di Indonesia pada tahun 2008 seluas 227.913 hektar. Terjadi penurunan pada tahun 2009 seluas 56.951 hektar, tahun 2010 seluas 23.831 hektar, selanjutnya terjadi kenaikan pada tahun 2011 menjadi seluas 403.741 hektar dan tahun 2012 seluas 407.501 hektar. Khusus di Provinsi Jawa Barat penanaman hutan rakyat pada tahun 2011 seluas 17.027 hektar. Berbanding terbalik terhadap data hutan rakyat tersebut, luas lahan kritis di Indonesia mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2006 seluas 30.196.802 hektar dan pada tahun 2012 seluas 27.294.842 hektar.

Pada aspek sosial, pengembangan hutan rakyat telah mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar, baik sebagai petani hutan rakyat maupun pelaku lainnya (buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan, jasa pemasaran dan pelaku industri kayu). Hutan rakyat di Indonesia yang luasnya mencapai 3.589.343 hektar mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.038.335 keluarga atau diperkirakan sebanyak 6.115.005 jiwa (Putranto et al. 2009). Di samping itu, manfaat sosial hutan rakyat lainnya antara lain penguatan kelembagaan petani dan peningkatan kapasitas petani.

Uraian di atas membuktikan bahwa hutan rakyat sangat bermanfaat dilihat dari aspek sosial, ekonomi maupun ekologi. Saat ini pengembangan hutan rakyat tidak hanya dilaksanakan melalui program pemerintah, di beberapa daerah telah ada inisiatif masyarakat untuk membangun hutan rakyat melalui pola swadaya. Begitu pula dunia usaha telah banyak yang tertarik melakukan kemitraan dengan masyarakat dalam pengusahaan hutan rakyat. Walaupun demikian, peranan pemerintah berupa dukungan kebijakan dan fasilitasi sangat diperlukan guna mendorong berkembangnya hutan rakyat khususnya dalam rangka rehabilitasi lahan kritis.

(17)

3

“….di tengah euforia (baca: semangat) pengembangan hutan rakyat para pihak, timbul pertanyaan bahkan gugatan - mengapa laju pertumbuhan pembangunan hutan rakyat relatif kecil dibanding luasan lahan kritis maupun laju kerusakan hutan per tahunnya. Berdasarkan data Ditjen RLPS (2009) bahwa luas kawasan hutan rusak dan lahan kritis di seluruh Indonesia mencapai 30.196.800 hektar yang meliputi lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 19.506.488 hektar dan di luar kawasan hutan seluas 10.690.312 hektar. Berdasarkan luas kawasan hutan dan lahan kritis tersebut, program rehabilitasi hutan dan lahan yang dicanangkan sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 hanya mampu merehabilitasi hutan dan lahan seluas 2.161.920 hektar yang terdiri dari penanaman di luar kawasan seluas 1.110.089 hektar dan penanaman di dalam kawasan seluas 990.521 hektar. Kenyataannya, kini hutan rakyat yang telah terbangun di seluruh Indonesia baru mencapai angka sekitar 3.5 juta hektar….”.

Hutan rakyat merupakan kumpulan pohon‐pohon yang ditanam di lahan milik rakyat dan semua sumber daya yang ada sepenuhnya menjadi milik rakyat (BPKH 2009). Pendapat yang sama dikemukakan Hardjanto (2000), hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepe-milikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Dalam posisi seperti ini, maka keberhasilan pengelolaan usaha hutan rakyat sangat ditentukan oleh kemampuan, motivasi dan kesempatan yang dimiliki petani dalam melakukan usaha hutan rakyat dengan unit manajemen terkecil adalah keluarga petani. Oleh karena itu, meningkatkan produktivitas usaha hutan rakyat berarti meningkatkan motivasi petaninya, di samping meningkatkan kemampuan dan kesempatannya. Petani dengan motivasi keberhasilan yang tinggi akan mempunyai keinginan untuk berhasil sangat besar. Ciri-ciri petani yang memiliki motivasi keberhasilan tinggi adalah petani yang mempunyai tujuan jelas dalam bekerja, memiliki keyakinan diri, mampu bersaing, memiliki kebanggaan, sanggup menerima tugas, mau menerima kritik dan saran perbaikan, serta siap menerima resiko (Iskandar 2002).

Penyuluhan merupakan proses meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya (van den Ban dan Hawkins 1999). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial,

yaitu diantaranya: “memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam

(18)

4

Perumusan Masalah Penelitian

Motivasi, kemampuan dan kesempatan merupakan unsur-unsur penting yang berfungsi membentuk kinerja seseorang dalam menjalankan pekerjaannya. Apabila dikaitkan dengan usaha tani, motivasi keberhasilan petani memiliki hubungan positif dengan produktivitas petani, artinya semakin kuat motivasi keberhasilan petani maka semakin tinggi produktivitas petani dalam menggarap lahan pertanian, begitu pula sebaliknya. Oleh karenanya dalam usaha peningkatan produktivitas, motivasi keberhasilan petani merupakan variabel yang penting untuk diperhatikan (Iskandar 2002).

Dalam hal usaha hutan rakyat, keberhasilannya sangat ditentukan antara lain oleh motivasi petani hutan rakyat sebagai pelaku utamanya. Pentingnya motivasi petani tersebut diperkuat hasil penelitian Yumi et al. (2011) bahwa aspek karakteristik petani, khususnya aspek konsep diri, motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik mempengaruhi perilaku petani dalam mengelola hutan rakyat lestari. Temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sumarlan (2012) bahwa motivasi petani merupakan faktor pertama yang memberikan pengaruh terkuat terhadap kinerja petani sekitar hutan.

Pada tahun 2012 Kabupaten Majalengka memiliki hutan rakyat seluas 10.910 hektar yang tersebar di 26 kecamatan. Pada saat yang sama di wilayah Kabupaten Majalengka juga terdapat lahan kritis seluas 16.562 hektar (Dishut-bunnak 2013) yang perlu segera direhabilitasi khususnya melalui pembangunan hutan rakyat. Dalam hal penggunaan lahan, di Kabupaten Majalengka terjadi penurunan area pada jenis guna lahan belukar, hutan, dan perkebunan, sedangkan area yang bertambah terjadi pada guna lahan ladang, pemukiman dan sawah (Warlina 2011).

Pengembangan usaha hutan rakyat oleh petani perlu terus dilakukan dalam rangka rehabilitasi lahan kritis, namun upaya dimaksud masih terhambat oleh rendahnya pendapatan hasil usaha hutan rakyat. Hal ini berkaitan dengan sempitnya kepemilikan lahan petani, pengelolaan hutan rakyat yang masih sederhana dan lemahnya posisi tawar petani dalam menentukan harga kayu. Dilihat pada sisi kemauan berusaha, motivasi petani sebagai pelaku utama usaha hutan rakyat merupakan penentu keberhasilan usaha hutan rakyat, di samping kemampuan petani dan kesempatan usaha. Instansi yang menangani urusan kehutanan dan lembaga penyuluhan berperan dalam hal mendorong pengembangan hutan rakyat melalui regulasi dan fasilitasi, namun di lapangan penyuluh kehutanan memiliki peran penting untuk memotivasi masyarakat dengan menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan diri melakukan usaha hutan rakyat, serta memiliki semangat melakukan aktivitas guna mencapai tujuan yang direncanakan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(1) Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan motivasi petani dalam melakukan usaha hutan rakyat?

(19)

5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam melakukan usaha hutan rakyat.

(2) Menganalisis peran penyuluh dalam pengembangan usaha hutan rakyat.

(3) Menganalisis jenis aktivitas petani yang dapat mendukung pengembangan usaha hutan rakyat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

(1) Kegunaan secara akademis/keilmuan, yaitu memperkaya kajian tentang motivasi petani dalam melakukan usaha hutan rakyat, serta dapat dijadikan landasan atau sumbangan pemikiran bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.

(2) Kegunaan secara praktis, yaitu memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka dan pihak lain dalam kebijakan pengembangan hutan rakyat dan strategi penyuluhan tentang hutan rakyat, khususnya dalam meningkatkan motivasi petani dalam mengembangkan usaha hutan rakyat.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat

(20)

6

Hutan rakyat bermanfaat sangat penting untuk perlindungan tata air, sumber pendapatan rumah tangga, penghasil kayu dan serta hasil lainnya yaitu buah-buahan, daun, kulit kayu dan biji (Hardjanto 2000). Oleh karenanya konsep hutan rakyat tidak hanya hamparan lahan yang seluruhnya ditumbuhi pohon-pohonan, tetapi berupa hamparan lahan yang di dalamnya tumbuh berbagai macam tumbuhan tanaman keras, tanaman pangan, tanaman hijauan makanan ternak, tanaman kayu bakar, tanaman penghasil non kayu dan buah-buahan (Awang et al. 2001). Pada program pemerintah, pembuatan tanaman hutan rakyat merupakan upaya rehabilitasi untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil berupa kayu-kayuan dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (Kemenhut 2004).

Berdasarkan pendanaannya, pengembangan hutan rakyat terdiri atas pola swadaya, pola subsidi dan pola kemitraan (BPK 2008). Pada hutan rakyat pola swadaya, pembangunan hutan rakyat sepenuhnya dilakukan oleh petani, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pendanaannya. Hutan rakyat pola subsidi dibangun pada tanah milik atau tanah negara dengan biaya sebagian atau seluruhnya dari pemerintah. Hutan rakyat pola kemitraan adalah hutan rakyat yang dikembangkan oleh petani/kelompok petani yang bekerjasama dengan pemerintah atau dengan pihak swasta/koperasi. Menurut pola tanam, hutan rakyat dikelompokkan sebagai berikut: (a) hutan rakyat murni (monokultur), yaitu hutan rakyat yang ditanami satu jenis kayu-kayuan dan dengan menerapkan silvikultur intensif, (b) hutan rakyat campuran (polikultur), yaitu hutan rakyat yang ditanami berbagai jenis kayu-kayuan dengan menerapkan silvikultur intensif, (c) hutan rakyat wanatani (agroforestri), yaitu manajemen pemanfaatan hutan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasi kegiatan kehutanan dan usahatani lainnya (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lain-lain) pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Aryadi 2012).

(21)

7 Motivasi Petani dalam Usaha Hutan Rakyat

Motivasi berasal dari kata motif yang berarti kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire), daya penggerak atau sebab/alasan (Hasibuan 2001; Nawawi 2003; Usman 2006). Motivasi merupakan keinginan, dorongan, daya penggerak, semangat, gigih dalam melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuh-an/kepuasan (Usman 2006; Santrock 2008; Uno 2012). Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk mencapai tujuannya. Intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha, arah terkait dengan konsistensi upaya yang dilakukan dengan tujuan, sedangkan ketekunan merupakan ukuran berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya. Motivasi dikatakan pula sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan (Uno 2012).

Menurut Berelson dan Steiner (1967), Newman dan Newman (1979) dalam Mardikanto (2009), secara psikologis kegiatan yang dilakukan oleh seseorang (untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu) dilatarbelakangi oleh adanya motivasi, yaitu tekanan dan dorongan (yang berupa kebutuhan, keinginan, harapan dan atau tujuan-tujuan) yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tersebut. Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa tumbuhnya motivasi individu akibat dari interaksi individu dengan situasi yang ada di lingkungannya. Motivasi pada setiap individu berbeda-beda, tergantung dari individu yang bersangkutan dan situasi lingkungan yang berkembang.

Nawawi (2003), Zainun (2004) dan Usman (2006) membagi teori motivasi ke dalam teori kepuasan atau teori isi (content theories) dan teori proses (process theories). Teori kepuasan atau teori isi membahas/menjelaskan tentang kebutuhan dan motif atau faktor-faktor dalam diri individu yang menggerakan, menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku individu tersebut. Teori isi terdiri atas teori hirarki kebutuhan (need hierarchy theory) dari Abraham Maslow, teori dua faktor dari Frederick Herzberg, teori prestasi (achievement) dari David McClelland, teori existence, relatedness, and growth (ERG) dari Clayton Alderfer. Teori proses memusatkan perhatian pada proses menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu. Teori proses terdiri atas teori penguatan (reinforcement), teori harapan (expectancy) dari Victor H. Vroom, teori tujuan sebagai motivasi dan teori keadilan (equity).

(22)

8

2008). Perkembangan berikutnya tumbuh teori-teori motivasi lainnya, salah satunya mengoreksi atau mengkritisi teori Maslow.

Robbins dan Judge (2009) dan Uno (2012) menjelaskan Clayton Alderfer berusaha mengolah hirarki kebutuhan Maslow agar semakin dekat dengan penelitian empiris. Alderfer berpendapat kebutuhan inti dinyatakan dalam tiga kelompok yaitu keberadaan/kehidupan, keterkaitan/hubungan, dan pertumbuhan (existence, relatedness dan growth) yang selanjutnya disebut Teori ERG. Terdapat persamaan antara teori ERG dengan teori hirarki kebutuhan Maslow, yaitu: a) kebutuhan akan keberadaan/kehidupan adalah semua kebutuhan yang berkaitan dengan keberadaan manusia yang dipertahankan dan ini berhubungan dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman pada hirarki Maslow, b) kebutuhan keterkaitan/hubungan berkaitan dengan hubungan kemitraan atau sama dengan kebutuhan sosial milik Maslow, dan c) kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan yang berhubungan dengan perkembangan potensi perorangan dan ini berhubungan kebutuhan penghargaan atau aktualisasi diri yang dikemukakan Maslow.

Hal yang berbeda dengan teori Maslow, pada teori ERG tidak berasumsi terdapat kebutuhan hirarki yang kaku yaitu pemenuhan kebutuhan harus dari tingkat rendah terlebih dahulu sebelum naik ke tingkat selanjutnya (Robbins dan Judge 2009). Seseorang bisa mengusahakan kebutuhan pertumbuhan meskipun kebutuhan hubungan atau kebutuhan kehidupan belum terpenuhi. Kebutuhan manusia yang kompleks diusahakan pemuasannya secara simultan, meskipun tingkat intensitasnya berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain atau seseorang pada waktu berbeda-beda. Teori ERG lebih mendekati kenyataan hidup yang dihadapi sehari-hari (Siagian 2004). Berdasarkan uraian tersebut, maka teori yang mendasari penelitian ini adalah teori ERG.

Menurut Lyman Porter dan Raymond Miles (Wahjosumidjo 1987), tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap motivasi, yaitu: a) ciri-ciri pribadi seseorang (individual characteristic), b) tingkat dan jenis pekerjaan (job characteristics), dan c) lingkungan kerja (works situation characteristic). Indika-tor seseorang yang memiliki motivasi adalah: (a) adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (b) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (c) adanya harapan dan cita-cita, (d) penghargaan dan penghormatan atas diri, (e) adanya lingkungan yang lebih baik, (f) adanya kegiatan yang menarik (Uno 2012).

Dalam rangka melengkapi uraian tersebut di atas, disarikan beberapa hasil penelitian terkait motivasi petani dalam usaha hutan rakyat sebagai berikut:

Nur (2005) menemukan bahwa motivasi petani dalam mengelola Kahuma di areal hutan rakyat Kabupaten Muna didorong oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhan pokok, luas garapan sempit, kemudahan dalam pemasaran dan peningkatan pendapatan.

Martin dan Galle (2009), bahwa motivasi menanam kayu bawang masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara atas alasan komersial, pemenuhan kebutuhan bahan bangunan, berkeyakinan menguntungkan.

(23)

9 Merujuk pada teori motivasi dan beberapa hasil penelitian di atas, maka yang dimaksud motivasi petani dalam usaha hutan rakyat dalam penelitian ini adalah kekuatan yang mendorong petani dalam melakukan usaha hutan rakyat yang terdiri atas untuk memenuhi kebutuhan dasar, memenuhi kebutuhan sosial dan pengakuan atas keberhasilan rehabilitasi lahan kritis melalui pengelolaan hutan rakyat. Apabila dihubungkan dengan manfaat hutan rakyat, maka motivasi tersebut sangat terkait dengan manfaat hutan rakyat, yaitu: a) manfaat ekonomi, meliputi peningkatan pendapatan keluarga, pemanfaatan aneka ragam hasil hutan rakyat dan lain-lain), b) manfaat sosial, meliputi penyediaan lapangan kerja, pelestarian nilai budaya, pengembangan interaksi sosial, peningkatan kapasitas petani, partisipasi dalam program pemerintah dan lain-lain, dan c) manfaat ekologis, meliputi rehabilitasi lahan kritis, mencegah erosi dan banjir, memelihara kualitas lingkungan hidup.

Karakteristik Demografi

Karakteristik demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan aspek demografi. Berdasarkan komposisi penduduk karakteristik demografi dapat diklasifikasikan ke dalam ciri-ciri: biologis (umur dan jenis kelamin), sosial (tingkat pendidikan, status perkawinan), ekonomi (lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan), geografis (tempat tinggal). Karakteristik demografi petani hutan rakyat dalam hal ini adalah ciri-ciri menurut aspek demografi pada seorang petani yang mengusahakan hutan rakyat.

Karakteristik petani hutan rakyat dalam penelitian Susantyo (2001) meliputi tingkat pendidikan, sifat kosmopolit dan kebutuhan rumah tangga yang secara nyata mempengaruhi motivasi petani dalam usahatani. Rukka (2003) menyimpul-kan hasil penelitiannya, bahwa karakteristik internal yang berhubungan dengan motivasi petani dalam menerapkan usahatani organik yaitu pendidikan non formal, pengalaman berusahatani dan kekosmopolitan. Diniyati et al. (2008) membedakan petani hutan rakyat berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan utama dan besaran pendapatan. Temuan yang agak berbeda oleh Martin dan Galle (2009), bahwa masyarakat yang berpendidikan formal rendah cenderung menyu-kai dan mempertahankan tradisi membudidayakan jenis pohon penghasil kayu pertukangan, apabila mereka telah merasakan sendiri aspek kemanfaatan hasil usaha tersebut. Merujuk pada beberapa hasil penelitian tersebut, maka karakteristik demografi petani hutan rakyat yang diteliti meliputi umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha hutan rakyat, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat kebutuhan rumah tangga.

Umur

(24)

10

psikologis dan kemampuan fisiologisnya. Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tingkat kemampuan fisiologisnya hingga sampai pada titik tertentu, namun setelah melewati titik tersebut, semakin tinggi umur seseorang akan semakin menurun kemampuan fisiologisnya. Hal ini sebenarnya juga berlaku terhadap kemampuan psikologis seseorang, namun keadaannya dalam mencapai titik optimal biasanya lebih lama dibandingkan dengan kemampuan fisiologisnya. Hal tersebut mengakibatkan adanya pola tindakan yang berbeda antara kelompok orang tua dengan kelompok anak muda (Rakhmat 2008).

Menurut Soekartawi (2005), bahwa petani yang lebih tua kurang termotivasi menerima hal-hal baru daripada mereka yang relatif umur muda. Lionberger (Mardikanto 2009) mengemukakan faktor umur mempengaruhi proses adopsi, semakin tua (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterap-kan oleh warga masyarakat setempat. Dalam kasus usaha hutan rakyat, hasil penelitian Martin dan Galle (2009) agak berbeda, bahwa motivasi tinggi dalam menanam pohon kayu bawang justru dimiliki oleh angkatan kerja tua karena merupakan strategi investasi pada saat tenaga menjadi pembatas. Orang tua tidak dapat bekerja penuh, maka pilihannya adalah menanam pohon yang tidak memerlukan tenaga kerja intensif sebagaimana dipersyaratkan dalan usahatani tanaman semusim dan tanaman industri ( misalnya karet, kakao, kopi).

Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk pendapat dan keberanian dalam mengambil keputusan secara tepat (van den Ban dan Hawkins 1999). Menurut Slamet (2003), perubahan perilaku yang disebabkan oleh pendidikan berupa: 1) perubahan dalam pengetahuan atau hal yang diketahui, 2) perubahan dalam keterampilan atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu dan 3) perubahan dalam sikap mental atau segala sesuatu yang dirasakan. Dengan demikian pendidikan merupakan proses pembinaan pengetahuan dan sikap manusia untuk mempengaruhi dan mengubah perbuatan sesuai dengan tujuan. Sedangkan Soekartawi (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi positif dalam kemampuan adopsi-inovasi, begitu pula sebaliknya. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang relatif masih muda menyebabkan petani lebih dinamis. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin berkembang wawasan berpikirnya dan semakin baik keputusannya dalam menentukan cara-cara berusahatani yang lebih produktif. Pada prinsipnya sebagaimana pendapat Robbins dan Judge (2009), bahwa pendidikan merupakan sarana dan prasarana terbaik untuk mempersiapkan perubahan perilaku yang lebih baik.

Pendidikan Nonformal

(25)

mening-11 katkan kesejahteraannya. Pendidikan non formal bagi petani sangat mendukung peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam melakukan usaha-tani. Implikasi selanjutnya dapat mengembangkan kesempatan kerja dan berusaha bagi petani. Pendidikan non formal masih sering dianggap sebagai investasi yang besar, namun dalam jangka panjang akan menghasilkan tenaga kerja terampil yang dapat mengganti pengorbanan biaya yang besar tersebut.

Pengalaman Berusaha Hutan Rakyat

Padmowihardjo (1999) menyatakan pengalaman berkaitan dengan dimensi waktu, dengan kata lain pengetahuan akan bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya. Pengalaman dapat menunjukkan kadar interaksi, baik dari segi waktu maupun kualitas kejadian yang dilalui dalam kehidupan seseorang dalam ling-kungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Rakhmat (2008) yang menyatakan secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Nur (2005) mengemukakan secara teoritis, bahwa petani yang lebih lama pengalamannya dalam usahatani cenderung lebih selektif dalam memilih dan menerapkan inovasi yang dapat menunjang usahatani mereka tanpa mengabaikan prinsip ekologi dan sosial budaya yang sejak dahulu lebih kental dengan sistem ini.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga adalah orang yang tinggal dalam satu keluarga dan secara langsung menjadi tanggungan kepala keluarga ataupun yang berada di luar rumah namun kehidupannya masih merupakan tanggungan kepala keluarga. Menurut Soekartawi (2005) jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan tingkat pendapatan bersih usahatani. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan komsumsi keluarga sehingga akan mengurangi modal untuk kegiatan usahatani selanjutnya. Hasil penelitian Nur (2005), bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan besarnya jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan atau beban dari petani. Besarnya jumlah tanggungan dalam keluarga dapat berdampak positif apabila besarnya jumlah tanggungan tersebut dapat menyumbangkan tenaganya bagi kemajuan usahatani. Sebaliknya berdampak negatif, apabila besarnya jumlah tanggungan bukan penambah tenaga kerja tetapi hanya menambah beban keluarga. Akibatnya pengeluaran keluarga menjadi lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh, sehingga akhirnya akan menghambat pengembangan usahatani.

Tingkat Kebutuhan Rumah Tangga

(26)

12

Karakteristik Psikologi Sosial

Psikologi sosial (psikososial) adalah telaah tentang cara berpikir, merasa dan bertindak dalam lingkungan sosial dan pengaruh lingkungan sosial terhadap pikiran, perasaan dan tindakan kita (Atkinson dan Atkinson 1983). Menurut Syam (2012), psikososial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang dianggapnya sebagai pikiran, perasaan dan tindakan orang lain. Psikososial mem-bahas mengenai persepsi dan sikap, yaitu bagaimana seseorang mempersepsikan atau mengartikan perilaku orang lain, serta bagaimana ia membentuk dan mengubah sikapnya (Sears et al. 1985). Psikososial dapat secara luas dipandang sebagai ilmu mengenai perilaku individu dalam masyarakat (Krech et al. 1996). Psikososial berkaitan dengan cara seseorang berperilaku dalam kelompok, dan bagaimana kelompok mempengaruhi anggotanya. Dapat dikatakan pula, psiko-sosial berfokus pada telaah tentang pengaruh psiko-sosial. Ciri psikopsiko-sosial dalam penelitian ini meliputi persepsi, sikap, serta status dan interaksi sosial.

Persepsi

van den Ban dan Hawkins (1999) mendefinisikan persepsi sebagai proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Siagian (2004) mengemukakan tentang persepsi bahwa apa yang ingin dilihat oleh seseorang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya. Keinginan dapat mengakibatkan interpretasi yang berbeda diantara dua orang atau lebih tentang sesuatu yang sama-sama dilihat atau dialaminya. Dijelaskan lebih lanjut oleh Rakhmat (2008) bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh dan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Sikap

(27)

13 masyarakat menilai penguasa sebagai pelindung dan mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, maka proses adopsi inovasi akan semakin cepat terutama jika penyuluhannya dilakukan atau didampingi oleh aparat pemerintah. Status dan Interaksi Sosial

Soekanto (2009) mengartikan status sosial sebagai kedudukan sosial seseorang dalam suatu kelompok sosial, dimana kedudukan sosial seseorang tidak terlepas dari lingkungan pergaulannya, prestise, hak dan kewajiban. Status sosial seseorang umumnya dikembangkan dari dua cara, yaitu (1) ascribed status, adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut didapatkan melalui kelahiran; (2) achieved status, merupakan kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan yang lainnya adalah assigned status (kedudukan yang diberikan) yang terkait erat dengan achieved-status, yaitu kedudukan yang diberikan karena berjasa memperjuangkan kebutuhan kepenting-an masyarakat. Umumnya orkepenting-ang ykepenting-ang mempunyai status sosial tinggi mempunyai akses yang lebih mudah terhadap kegiatan pembangunan.

Gillin dan Gillin (Soekanto 2009) mengemukakan interaksi sosial merupa-kan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Lebih lanjut Soekanto (2009) menyatakan syarat terjadinya interaksi sosial meliputi adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Interaksi sosial akan menumbuhkan nilai-nilai positif seperti pentingnya kerjasama, kepercayaan serta ketaatan terhadap norma-norma yang berlaku untuk disepakati bersama (Hakim 2007).

Karakteristik Usaha Hutan Rakyat

Mosher (1987) mengemukakan dalam kegiatan pembangunan terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk meningkatkan produktivitas usahatani, yaitu syarat-syarat pokok dan faktor-faktor pelancar pembangunan pertanian. Syarat-syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) pasaran hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berubah, (3) tersedianya sarana produksi secara lokal, (4) perangsang produksi bagi petani, dan (5) pengangkutan. Faktor-faktor pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produk-si, (3) kerjasama kelompok tani, (4) memperbaiki dan memperluas tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.

(28)

14

Usaha hutan rakyat memiliki karakteristik tersendiri, khususnya pada aspek produksi. Para pelaku usaha hutan rakyat (petani) hendaknya memahami betul karakteristik hutan rakyat agar mampu melakukan usaha dengan sebaik-baiknya. Beberapa ciri pengusahaan hutan rakyat menurut Hardjanto (2000) adalah sebagai berikut: (1) pelaku usaha hutan rakyat adalah petani dan bukan petani (buruh, penyedia jasa tebang, jasa angkutan dan lain-lain) dan pada umumnya merupakan usaha kecil dilakukan secara sederhana, kurang keberlanjutannya dan mutu hasil produksi rendah, (2) distribusi lokasi hutan rakyat pada umumnya berada pada lahan-lahan kering atau lahan marjinal, (3) teknik budidaya dilakukan secara sederhana, (4) belum dilakukan prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik, serta pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pen-dapatan sampingan, (5) posisi petani hutan rakyat masih lemah dalam penentuan harga karena kepemilikan sumber daya terbatas, kurang menguasai informasi pasar dan tidak membentuk usaha bersama.

Terdapat permasalahan dalam pengembangan hutan rakyat sebagaimana hasil penelitian Mindawati et al. (2006) yaitu (a) keterbatasan modal masyarakat, (b) luas pemilikan lahan yang sempit, (c) posisi tawar petani dalam menentukan harga kayu lemah, (d) peraturan yang berkaitan dengan izin tebang dan pengangkutan kayu dirasakan cukup rumit; dan (e) belum ada jaminan tentang kejelasan pasar dan perlindungan harga kayu rakyat yang wajar. Selain itu terdapat permasalahan lainnya sebagaimana hasil penelitian Diniyati dan Awang (2010) bahwa adanya faktor-faktor yang berpotensi memicu terjadinya perubahan lahan hutan rakyat menjadi fungsi lainnya, antara lain (a) informasi budidaya tanaman yang lebih prospektif dan (b) adanya keinginan meniru keberhasilan budidaya jenis tanaman tertentu yang telah dilakukan pihak lain. Hasil penelitian serupa oleh Alam (2007) terdapat faktor kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berpengaruh terhadap konversi hutan rakyat menjadi penggunaan lain, yaitu (a) terdapat pilihan yang lebih menguntungkan secara ekonomi, (b) banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, serta (c) faktor kelembagaan, yaitu status hak penguasaan hutan rakyat. Berdasarkan uraian tersebut, maka karakteristik usaha hutan rakyat yang diamati dalam penelitian ini meliputi luas penguasaan lahan, ketersediaan jenis tanaman, ketersediaan sarana produksi, kemudahan pemasaran dan pendapatan dari usaha hutan rakyat.

Luas Penguasaan Lahan

(29)

15 Ketersediaan Jenis Tanaman

Ainunjariyah dan Wahyuningrum.(2008) menemukan bahwa pemilihan jenis tanaman berdasarkan harga jual yang tinggi, mudah dalam pemasaran, disukai petani, mudah ditanam dan mudah dalam pengelolaannya. Selanjutnya dijelaskan, keuntungan usaha hutan rakyat lebih banyak dipengaruhi harga pasar, daur tebang, dan kerapatan tanaman. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Suharjito (2002), petani memilih suatu jenis tanaman untuk dibudidayakan karena hasilnya banyak atau maksimal, hasilnya beragam, mudah dipelihara, mudah pemasaran-nya, serta harga jual stabil/naik. Alasan-alasan itu menunjukkan orientasi produk-tivitas, kegunaan untuk konsumsi keluarga dan dipasarkan, dan kontinuitas (harian, musiman, tahunan). Oleh karena itu petani perlu memiliki kemampuan memilih jenis tanaman yang tepat sehingga memenuhi alasan-alasan tersebut. Ketersediaan Sarana Produksi

Sarana produksi merupakan faktor pendukung penting sekaligus sebagai perangsang petani dalam menjalankan aktivitas usahataninya. Sarana produksi dapat pula diartikan sebagai modal bagi petani, di samping modal lainnya. Hasil penelitian Nur (2005), kepemilikan sarana produksi merujuk pada kesesuaian sarana produksi yang dimiliki oleh petani dengan sarana produksi yang diperlukan dalam penerapan usaha hutan rakyat. Kesesuaian sarana produksi dapat dilihat dari jenis dan jumlah peralatan yang tersedia, jenis dan jumlah pupuk yang tersedia, jenis dan jumlah obat-obatan dan jenis dan jumlah bibit yang akan ditanam, baik untuk tanaman pertanian maupun untuk tanaman kehutanan.

Kemudahan Pemasaran

Pemasaran atau pasar merupakan salah satu mata rantai yang sangat penting dalam kegiatan produksi karena setiap kegiatan produksi selalu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Kemudahan pemasaran juga merupakan prasyarat pokok guna memajukan pembangunan pertanian secara umum. Hasil penelitian Susantyo (2001) kemudahan pemasaran mempengaruhi motivasi petani dalam melakukan usahatani, dapat diartikan semakin mudah memasarkan hasil produksi pertanian maka akan semakin tinggi motivasi petani dalam berusahatani.

Pendapatan Usaha Hutan Rakyat

(30)

16

Intensitas Penyuluhan Kehutanan

Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan memberikan pendapat untuk membantu sasarannya sehingga dapat membuat keputusan yang benar (van den Ban dan Hawkins 1999). Definisi lebih rinci dikemukakan Mardikanto (2009), kegiatan penyuluhan sebagai usaha untuk memberikan keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, bantuan jalan keluar dan arah yang harus ditempuh oleh setiap orang yang berusaha hingga dapat menaikkan guna, mutu, dan nilai produknya sehingga lebih bermanfaat bagi kehidupannya sendiri dan keluarganya dan bagi masa depannya dengan tetap mempertahankan dan membina kelestarian dan potensi sumber daya alam yang diolahnya. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta

pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas, efesiensi usaha, pendapatan, kesejahtera-annya, dan meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi

lingkungan”.

Mengacu definisi di atas, penyuluhan dimaknai sebagai proses pembelajaran. Uraian tersebut diperjelas kembali oleh Amanah (2007), penyuluhan setidaknya menyangkut lima unsur yaitu: (1) proses pembelajaran, (2) ada subyek yang belajar, (3) pengembangan kesadaran dan kapasitas diri dan kelompok, (4) pengelolaan sumber daya untuk perbaikan kehidupan, dan (5) diterapkannya prinsip berkelanjutan dari sisi sosial, ekonomi, dan menerapkan fungsi kelestarian lingkungan. Lebih lanjut Amanah (2007) mengemukakan bahwa penyuluhan merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku pada individu, kelompok, komunitas, ataupun masyarakat agar mereka tahu, mau, dan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Pada akhirnya, penyuluhan bertujuan mewujudkan hidup dan kehidupan manusia yang berkualitas dan bermartabat.

(31)

17 (2009) menjelaskan dalam pelaksanaan penyuluhan perlu mencermati pemilihan dan penetapan materi, metode, waktu, tempat dan perlengkapan penyuluhan yang diperlukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, variabel intensitas penyuluhan yang diamati meliputi frekuensi penyuluhan, kesesuaian materi, ketepatan metode dan ketersediaan perlengkapan penyuluhan.

Frekuensi Penyuluhan

Nur (2005) mengemukakan frekuensi penyuluhan merupakan jumlah perte-muan atau kunjungan antara penyuluh dengan sasaran penyuluhan (masyarakat atau petani) yang membicarakan tentang masalah usahatani dan tanaman kehutanan dari kahuma. Intensitas penyuluhan dapat dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan petani (Sumarlan 2012). Semakin sering penyuluh melakukan penyuluhan maka penyuluh semakin dikenal masyarakat, sehingga materi suluhnya dapat dipahami oleh petani. Demikian pula sebaliknya, semakin jarang atau bahkan tidak pernah melakukan penyuluhan, maka penyuluh akan dijauhi atau tidak dikenal oleh masyarakat.

Kesesuaian Materi Penyuluhan

Menurut Mardikanto (2009), materi penyuluhan pada hakekatnya merupa-kan segala pesan yang ingin dikomunikasimerupa-kan oleh penyuluh kepada masyarakat penerima manfaatnya. Asngari (2001) menyatakan bahwa dalam kegiatan penyuluhan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna: (1) informasi tersebut secara ekonomis menguntungkan, (2) secara teknis memungkinkan dilaksanakan, (3) secara sosial-psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijakan pemerintah. Menurut Knowles dalam Yumi et al. (2011), orientasi belajar orang dewasa adalah aplikasi belajar yang langsung dimanfaatkan sehingga materi pembelajaran berorientasi pada pemecahan masalah dan pengalaman belajar dirancang berdasarkan masalah atau fokus perhatian peserta belajar. Materi penyuluhan tidak harus bersumber dari textbook, tetapi dapat dari media-massa (koran, tabloid, majalah, laporan-laporan, radio, televisi, internet dan lain-lain) termasuk cerita rakyat maupun pesan-pesan generasi tua (para pendahulu), maupun pengalaman kerja dan pengalaman kehidupan sehari-hari (Mardikanto 2009).

Ketepatan Metode Penyuluhan

(32)

18

Ketersediaan Perlengkapan Penyuluhan

Mardikanto (2009) menyatakan perlengkapan penyuluhan sangat penting untuk membantu kelancaran pelaksanaan penyuluhan maupun untuk memperjelas materi yang disampaikan agar mudah diingat dan dipahami oleh masyarakat sasaran penyuluhan. Perlengkapan penyuluhan terdiri dari alat bantu dan alat peraga. Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat penyuluhan yang diperlukan guna memperlancar proses pembelaran selama kegiatan penyuluhan itu dilaksanakan, diantaranya kurikulum, alat tulis, proyektor dan perlengkapan ruangan. Alat peraga adalah alat atau benda yang indera manusia dapat diamati, didengar, diraba atau dirasakan, yang berfungsi sebagai alat untuk memeragakan dan atau men-jelaskan uraian yang disampaikan secara lisan (oleh penyuluh) guna membantu proses belajar sasaran penyuluhan agar materi penyuluhan lebih mudah diterima dan dipahami. Contoh alat peraga adalah benda sampel/model/tiruan, barang cetakan (pamflet, leaflet, folder, foto dan lain-lain), gambar diproyeksikan, lambang-lambang grafika. Perlengkapan penyuluhan sebaiknya berupa barang yang mudah disediakan dan dapat digunakan sesuai dengan kondisi setempat.

Peran Penyuluh Kehutanan

Menurut Soekanto (2009) peran merupakan fungsi, penyesuaian diri, dan suatu proses dari suatu kedudukan. Peran menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Sumarlan (2012) mengemukakan secara konvensional peran penyuluh dibatasi untuk menyampaikan inovasi dan memberikan penerangan kepada masyarakat, tetapi dalam perkembangannya peran penyuluh kemudian berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat, artinya penyuluh berupaya untuk membantu memandirikan masyarakat sehingga masyarakat dapat memecahkan masalahnya dan dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan.

Menurut Mosher (1968) bahwa setiap penyuluh harus mampu melaksanakan peran ganda sebagai: (a) guru, untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) masyarakat sasaran, (b) penganalisa, untuk melakukan pengamatan terhadap keadaan dan masalah-masalah sesuai kebutuhan masyarakat sasaran dan menganalisis alternatif pemecahan masalah, (c) penasihat, untuk memilih alter-natif perubahan yang paling tepat yang secara teknis dapat dilaksanakan, secara ekonomi menguntungkan dan dapat diterima oleh nilai-nilai sosial budaya setempat, dan (d) organisator, mampu menjalin hubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat, menumbuhkan kesadaran dan menggerakan partisipasi, berinisiatif terciptanya perubahan, serta memobilisasi sumber daya.

(33)

19 serta memfasilitasi setiap kegiatan petani. Sebagai inspirator, penyuluh membina dan memelihara hubungan dengan petani dalam rangka peningkatan pendapatan petani. Sebagai mediator atau jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan petani, penyuluh menjadi duta penyampai informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dan petani. Sebagai analisator, penyuluh melakukan pengamatan keadaan (sumber daya alam, perilaku masyarakat, kemampuan dana dan kelembagaan yang ada) dan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat sasaran, melakukan analisis tentang alternatif pemecahan masalah.

Pusbangluhhut (2011) menjelaskan peran penyuluh kehutanan dalam program pembangunan kehutanan yaitu: (a) membangun motivasi masyarakat; dilakukan agar masyarakat tahu, mau dan mampu berperan serta dalam pembangunan kehutanan yang berkelanjutan, (b) pengembangan kemandirian masyarakat; dilakukan melalui pendampingan berbagai kegiatan usaha produktif masyarakat yang berbasis kehutanan, dengan membangun berbagai model atau percontohan kegiatan pembangunan kehutanan, serta (c) mendukung pem-bangunan fisik sektor kehutanan. Pempem-bangunan kehutanan dimaksud pada tahun 2010-2014 adalah untuk mewujudkan visi: “Hutan lestari untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan” (Kemenhut 2010). Dalam konteks hutan rakyat, termuat salah satu indikator kinerja utama Rencana Strategis Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014 yaitu terbangunnya hutan rakyat kemitraan seluas 250.000 hektar. Dukungan pemerintah dalam mencapai sasaran dimaksud antara lain berupa penyediaan kredit, bimbingan penyuluhan dan pelatihan dan bantuan bibit.

Dalam paradigma penyuluhan kehutanan bahwa penyuluhan kehutanan merupakan proses pemberdayaan masyarakat berbasis pembangunan kehutanan (Muljono 2008). Berdasarkan paradigma tersebut, maka peran penyuluh kehutan-an dalam pemberdayakehutan-an masyarakat adalah sebagai: a) pendamping masyarakat (fasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat, pendampingan kegiatan usaha masyarakat), b) pengorganisir masyarakat, c) pengawal keberhasilan pembangun-an kehutpembangun-anpembangun-an, dpembangun-an d) sebagai pengampembangun-an aset negara ypembangun-ang berupa hutpembangun-an.

Aktivitas Petani Hutan Rakyat

(34)

20

Pengamatan terhadap aktivitas petani hutan rakyat untuk melihat sejauh-mana petani menerapkan teknologi dalam usaha hutan rakyat. Teknologi tidak hanya berupa inovasi yang datang dari luar lingkungan petani, tetapi juga merupakan kearifan lokal dan pengalaman petani secara turun temurun yang telah terbukti tepat digunakan di lingkungan petani. Setiap pola tanam hutan rakyat memiliki jenis dan intensitas kegiatan yang mungkin berbeda. Dalam penelitian ini, aktivitas usahatani hutan rakyat merupakan segenap upaya/tindakan yang dilakukan petani dalam melakukan usaha hutan rakyat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Aktivitas petani yang diamati meliputi pemilihan jenis, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan dan pemasaran.

Aktivitas usaha hutan rakyat sebagaimana diuraikan Kemenhut Ditjen RLPS (2004) yaitu sebagai berikut: a) penataan areal tanaman, meliputi pembersihan lahan, pengolahan tanah (pembuatan larikan dan pembuatan lobang tanam, b) pemilihan jenis tanaman, terdiri atas tanaman kayu-kayuan, tanaman MPTS (multi purpose trees spesies) serta tanaman lainnya, c) pengadaan bibit tanaman, baik melalui pembuatan persemaian sendiri maupun pengadaan bibit siap tanam, d) penanaman, meliputi sistim cemplongan dan sistim tumpangsari, e) pemeliharaan tanaman, meliputi penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan, perlin-dungan dan pengamanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit serta pencegahan dan penanggulangan kebakaran, serta f) pemanenan kayu.

Kerangka Berpikir dan Hipotesis Kerangka Berpikir

Kabupaten Majalengka memiliki lahan kritis yang cukup luas. Hal ini menunjukkan perlunya tindakan rehabilitasi lahan guna memperbaiki kualitas lahan dan tata air, di sisi lain kondisi ini juga menunjukkan ketersediaan lahan untuk kegiatan bercocok tanam. Oleh karena itu, pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Majalengka sangat penting dilakukan, selain dalam rangka rehabilitasi lahan kritis dan perbaikan lingkungan, juga usaha hutan rakyat mampu menyediakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan perekonomian daerah.

Petani merupakan pelaku utama dalam usaha hutan rakyat. Tujuan usaha hutan rakyat dapat tercapai apabila petani memiliki motivasi melakukan usahanya. Petani yang memiliki motivasi akan giat dalam berusaha yang ditunjukkan oleh intensitas kerja yang tinggi, konsisten terhadap tujuan yang ingin dicapai, serta tekun menjalankan usaha hutan rakyatnya. Tiga kelompok kebutuhan menurut teori ERG yaitu keberadaan/kehidupan (existence), keterkaitan/hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth), dalam penelitian motivasi usaha hutan rakyat dimaknai menjadi tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, tingkat pemenuhan kebutuhan sosial dan pengakuan atas keberhasilan rehabilitasi lahan kritis.

(35)

21 formal, pendidikan nonformal, pengalaman berusaha hutan rakyat, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat kebutuhan rumah tangga, b) karakteristik psikososial (X2) yang meliputi persepsi terhadap manfaat hutan rakyat, sikap terhadap usaha hutan rakyat, status dan interaksi sosial, c) karakteristik usaha hutan rakyat (X3) yang meliputi luas penguasaan lahan, ketersediaan jenis tanaman, ketersediaan sarana produksi, kemudahan pemasaran, pendapatan usaha hutan rakyat, serta d) intensitas penyuluhan kehutanan (X4) yang meliputi frekuensi penyuluhan, kesesuaian materi penyuluhan, ketepatan metode penyuluhan, ketersediaan perlengkapan penyuluhan.

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang mendukung pemilihan variabel penelitian sebagai berikut:

1. Faktor-faktor pada variabel karakteristik demografi yang berhubungan dengan motivasi diungkapkan Pakpahan et al. (2006), yaitu umur, pengalaman berusaha dan tanggungan keluarga nelayan berpengaruh terhadap motivasi kerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Hasil penelitian tentang motivasi usaha hutan rakyat oleh Dewi et al. (2002) menemukan umur dan tingkat pendidikan berhubungan dengan motivasi petani dalam mengembang-kan hutan rakyat di Gowa Sulawesi Selatan.

Gambar 1 Kerangka operasional penelitian

(X2.2) Sikap terhadap usaha hutan rakyat (X2.3) Status dan interaksi sosial petani

Intensitas Penyuluhan Kehutanan (X4)

Motivasi petani dalam usaha hutan rakyat (Y) (Y1) Tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (Y2) Tingkat pemenuhan kebutuhan sosial (Y3) Pengakuan keberhasilan rehabilitasi

lahan kritis

(36)

22

2. Hasil penelitian terkait karakteristik psikososial dikemukakan Nur (2005) bahwa persepsi menunjukkan tingkat wawasan dan tanggapan petani tentang manfaat kegiatan-kegiatan dalam usaha hutan rakyat. Begitu pula pemahaman petani berpengaruh terhadap motivasi sebagaimana temuan Handoko (2012) bahwa petani membangun hutan rakyat di sekitar hutan lindung meningkat sejalan dengan meningkatnya pemahaman terhadap nilai manfaat hutan lindung. Hasil penelitian Sihabudin et al. (2010) bahwa interaksi sosial komunitas adat Baduy melalui komunikasi interpersonal dan dengan agen pembaharu berhubungan nyata dengan persepsi kepala keluarga pada kebutuhan dasar, kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai, dan kebutuhan dihargai yang dirasakannya, dan persepsi pada kepuasan kebutuhan dasar rasa aman, kebutuhan dicintai, dan dihargai.

3. Hasil penelitian Simon (2010) membuktikan tentang beberapa faktor menurut karakteristik usaha hutan rakyat, yaitu luas pemilikan lahan, pendidikan, pasar tenaga kerja, ketersediaan modal dan pemasaran berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan hutan rakyat di Kapur Selatan. Sejalan dengan temuan tersebut, BPKH (2009) melaporkan permasalahan pengembangan hutan rakyat yaitu keterbatasan dana atau modal dan tenaga, kelangkaan informasi pemasaran kayu dan daur tanaman (masa panen) yang lama.

4. Berdasarkan hasil penelitiannya, Suprayitno et al. (2011) mengemukakan peningkatan intensitas peran penyuluh kehutanan terutama peran fasilitator dan peran pendidik, sebagai faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan kemampuan petani hutan rakyat. Menurut Yumi et al. (2011), keberhasilan petani pengelola hutan rakyat memperoleh sertifikat ekolabel di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Wonogiri merupakan hasil dari proses belajar masyarakat yang intensif dalam mengelola hutan secara lestari. Peningkatan kapasitas petani memerlukan frekuensi dan interaksi yang lebih banyak, baik dengan penyuluh, materi belajar maupun lingkungan belajar. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor menurut karakteristik demografi meliputi umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha hutan rakyat, jumlah tanggungan keluarga, tingkat kebutuhan rumah tangga berhubungan positif dan nyata dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat.

2. Faktor-faktor menurut karakteristik psikososial meliputi persepsi terhadap manfaat hutan rakyat, sikap terhadap usaha hutan rakyat, status dan interaksi sosial petani berhubungan positif dan nyata dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat.

3. Faktor-faktor menurut karakteristik usaha hutan rakyat meliputi luas penguasaan lahan, ketersediaan jenis tanaman, ketersediaan sarana produksi, kemudahan pemasaran, pendapatan usaha hutan rakyat berhubungan positif dan nyata dengan motivasi petani dalam usaha hutan rakyat.

Gambar

Gambar 1 Kerangka operasional penelitian
Tabel 2  Teknik pengumpulan data
Tabel 3  Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
Tabel 4  Penduduk Desa Cingambul menurut kelompok umur pada tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Insert name of company) has a (insert number of days) ˘day return policy. When your merchandise comes in please check it right away. If something is not right please call me right

dini akan memiliki Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yang lebih tinggi dan mereka yang matang terlambat memiliki IMT lebih kecil pada usia yang sama (Soetjiningsih, 2004).

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara lebih mengutamakan pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, berorientasi pada penelitian-penelitian yang sesuai dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, capital intensity , preferensi risiko efektif, dan leverage

Ekonomi Perbanas Surabaya yang telah memberikan banyak bekal ilmu.. pengetahuan dan suri tauladan kepada penulis selama menjadi mahasiswa

Tiga subjek penelitian yang lain menyetujui bahwa berdoa dengan spiritualitas level satu menyebabkan stres. dengan alasan yang sama dengan pendapat Zsolnai dan Okoro,

Penerapan Pembelajaran Melalui Model Kooperatif Numbered Head Together Siswa kelas V SDN No 1 Tonggolobibi Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PKn. Psikologi Pendidikan

Penelitian ini berjudul Kesantunan dengan Daya Semiotika Bahasa Caleg Partai Golongan Karya di Labuhanbatu Utara. Penelitian ini berupa kajian sebagai