PARAMETER EKHOKARDIOGRAFI
MOTION-MODE
SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR POTENSI
PERFORMA KUDA PACU INDONESIA
BUDHY JASA WIDYANANTA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Parameter Ekhokardiografi
Motion-Mode Sebagai Salah Satu Indikator Potensi Performa Kuda Pacu Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
BUDHY JASA WIDYANANTA Motion-Mode Echocardiography Parameter as an Indicator of Potential Performance of Indonesian Race Horse. Under direction of DENI NOVIANA and R. HARRY SOEHARTONO
Kuda Pacu Indonesia (KPI) has become our popular race horse as well as our local research resources. It came from a selective breeding programme of the thoroughbred (THB) stallion and the local pony mare up to the third (G3) or fourth crossing generation (G4). The third or fourth generation crossed to each other, creating a new blood line called KPI. M-mode echocardiography is a highly valuable technique to predict the horse potential performance through evaluation of the heart size since a giant heart has a strong correlation with high race performance of the THB. This research was conducted to find out KPI myocardial thickness, intracardial dimension, cardiac volume, cardiac function index and heart size measurements values to predict KPI potential performance through M-Mode echocardiography technique. The result was compared to THB values in order to evaluate the potential performance of KPI. The result of this research showed that the KPI echocardiography values and KPI heart size was smaller than THB therefore KPI potential performance were not equal with THB. Heart size evaluation should be considered on the selective breeding program of KPI.
BUDHY JASA WIDYANANTA. Parameter Ekhokardiografi Motion-Mode
Sebagai Salah Satu Indikator Potensi Performa Kuda Pacu Indonesia. Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan R. HARRY SOEHARTONO
Kuda Pacu Indonesia (KPI) telah menjadi salah satu jenis kuda pacu unggulan dan sumber ilmu penelitian. Sistem persilangan yang dilakukan untuk membentuk KPI adalah melalui grading up poni betina lokal dengan pejantan
Thoroughbred (THB) selama 3 hingga 4 generasi (G). Pengamatan post mortem kuda pacu juara menunjukkan bahwa performa kuda pacu ditentukan oleh ukuran jantungnya. Kuda dengan ukuran jantung yang besar akan memiliki performa yang lebih baik. Ukuran ventrikel kiri merupakan parameter utama prediksi potensi performa anak kuda.
Ekhokardiografi M-mode adalah teknik yang sangat berharga untuk pemeriksaan potensi performa kuda karena dapat mengukur dan menilai anatomi jantung secara akurat untuk mendapatkan nilai left ventricle myocardial mass
(LVMM). Nilai LVMM dipercaya sebagai parameter yang paling akurat untuk menilai potensi performa kuda. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi ketebalan otot jantung, dimensi intrakardial, volume jantung, indeks fungsi jantung, dan perhitungan ukuran jantung yang dapat dipergunakan untuk memprediksi potensi performa KPI melalui teknik ekhokardiografi M-mode.
Metode penelitian ini adalah modifikasi penelitian Lightowler et al (2004) dan Buhl (2008). Penelitian diawali dengan pengamatan umum seperti pengukuran tinggi dan berat badan, jenis kelamin, serta penentuan umur. Delapan ekor KPI diukur berat dan tinggi badannya dengan pita pengukur berat badan kemudian ditentukan umurnya dari kartu paspor kuda (BRK) serta dari pengamatan gigi. Pemeriksaan fisik KPI meliputi pemeriksaan warna mukosa,
skin recoil (SR), capilary refill time (CRT) serta pengamatan denyut jantung (HR) dengan stetoskop. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan EKG dan ekhokardiografi. Pemeriksaan ekhokardiografi dilakukan dengan metode right parasternal short axis view di level chorda tendinae dengan frekuensi probe 3-5,9 MHz dan kedalaman penetrasi 24,1 cm.
Rata-rata persentasi genetik THB pada delapan sampel KPI adalah 90,83%. Rata-rata tinggi badan KPI adalah 156 cm, sedikit lebih rendah dibanding tinggi kuda THB pada umumnya yaitu 157 cm. Rata-rata berat badan KPI berumur 26,5 bulan adalah 374,4 kg, jauh di bawah berat badan kuda THB berumur 24 bulan yaitu 443,3-449,3 kg. Sampel KPI yang dipilih memiliki rata-rata umur 26,5 bulan untuk menghindari bias akibat latihan pada umur 36 bulan. Jenis kelamin sampel KPI terdiri dari 4 jantan dan 4 betina untuk menghindari bias karena ukuran jantung pejantan lebih besar.
Rata-rata SR KPI adalah 1,3 detik dengan CRT 2 detik menunjukkan kondisi normal. Warna mukosa KPI menunjukkan kondisi fisik yang normal, demikian pula pemeriksaan EKG dan USG menunjukkan hasil yang normal. Rata-rata HR KPI pada saat istirahat cukup tinggi yaitu 47 kali/menit sehingga lebih tinggi dibanding HR kuda THB dewasa yaitu 44 kali/menit.
Rata-rata nilai IVSs, LVWs, LVWd KPI berada di kisaran normal bawah kuda THB namun nilai IVSd KPI berada di bawah kisaran minimum THB. Dimensi internal ventrikel kiri jantung KPI pada saat sistol dan diastol berada di bawah kisaran kuda THB. Pengamatan SV KPI menunjukkan nilai di bawah kisaran normal kuda THB. sedangkan Q KPI cukup mendekati referensi kuda THB. Pengamatan indeks fungsi jantung FS KPI menunjukkan nilai yang sesuai dengan kisaran THB sedangkan nilai EF KPI sedikit lebih rendah dari THB. Nilai LVMM sampel KPI menunjukkan bahwa ukuran jantung KPI berada di dalam kisaran normal bawah kuda THB.
Nilai ekhokardiografi KPI terlihat tidak berbeda jauh dari THB cross. Nilai ekhokardiografi KPI mendekati kuda THB yang di kisaran berat badan sampel KPI. Penelitian pada kuda THB menunjukkan bahwa performa kuda pacu sangat ditentukan oleh LVMM, SV, Q dan morfologi jantung. Perbedaan ras antara KPI dan THB diduga menjadi faktor utama penentu ukuran jantung. Faktor lain yang memungkinkan perbedaan nilai di atas adalah perbedaan keragaman data kuda THB referensi yang tidak menjelaskan kisaran umur, berat badan dan level latihan kuda-kuda yang ditelitinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai ekhokardiografi dan ukuran jantung KPI masih lebih rendah dari kuda THB sehingga potensi performa KPI belum setara dengan kuda THB namun demikian performa KPI masih dapat ditingkatkan melalui metode pemilihan pejantan dan betina yang berjantung besar, latihan yang efektif, serta pemilihan jenis latihan yang sesuai untuk setiap KPI.
Kata kunci : KPI, ekhokardiografi M-mode, nilai ekhokardiografi, ukuran jantung,
@ Hak Cipta milik IPB , tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PARAMETER EKHOKARDIOGRAFI
MOTION MODE
SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR POTENSI
PERFORMA KUDA PACU INDONESIA
BUDHY JASA WIDYANANTA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Parameter Ekhokardiografi Motion Mode Sebagai Salah Satu Indikator Potensi Performa Kuda Pacu Indonesia
Nama : Budhy Jasa Widyananta
NRP : B351070061
Program Studi : Ilmu Bedah Hewan
Program : S2
Disetujui
Komisi Pembimbing
drh. Deni Noviana, Ph.D
Ketua Anggota
Dr. drh. R. Harry Soehartono, M.App.Sc
Diketahui
Ketua Program Studi Pascasarjana Dekan Ilmu Biomedis Hewan Program Magister Sekolah Pascasarjana
drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Dr. Ir. Dahrul Shah, M.Sc. Agr
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
hidayah-Nya tesis dengan judul “Parameter Ekhokardiografi Motion Mode
sebagai salah satu Indikator Potensi Performa Kuda Pacu Indonesia” telah berhasil
penulis selesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka penelitian program magister
pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang
terhormat drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet sebagai Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan, drh. Deni Noviana, Ph.D sebagai Ketua Komisi
Pembimbing, Dr. drh. R. Harry Soehartono, M.App.Sc sebagai Anggota Komisi
Pembimbing dan Prof Dr. Drh. Agik Suprayogi M.Sc sebagai Dosen Penguji Luar
Komisi atas segala bimbingan, arahan, masukan dan perhatian yang diberikan
selama penyusunan proposal. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu
Soehardjono selaku pemilik Pamulang Stud and Stable dan Bapak Eddy Saddak
dan Bapak Ferry Saddak selaku pemilik dan pelatih Aragon Stable Bandung yang
telah memberikan ijin kepada penulis menggunakan kuda-kudanya sebagai hewan
model dalam tesis ini.
Penulis menyadari, tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran serta masukkan sangat penulis harapkan dan semoga tulisan ini
bermanfaat.
Bogor, 10 Juli 2011
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 1977 dari ayah
Sukamto S.Sos dan ibu Wiwiek Surtiningsih. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang
sama lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri IPB di Fakultas Kedokteran
Hewan.
Pada tahun 2007 penulis mendaftar sebagai mahasiswa Pasca Sarjana di
program studi Ilmu Biomedis Hewan, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis menjadi staf pengajar di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik,
DAFTAR ISI
1. Fungsi Sistol Ventrikel………..……... 8
2. Fungsi Diastol Ventrikel……... 8
Evaluasi Fungsi Ventrikel untuk Penentuan Performa Jantung... 9
1. Ekhokardiografi Brightness-mode (B-mode) atau Ekhokardiografi 2 Dimensi Real Time (2-DE)………. 14
2. Ekhokardiografi (Time)-Motion-mode (M-mode)………... 15
Ketebalan Otot Jantung (Miokardium)………... 16
Pengamatan Dimensi Intrakardial……….. 17
Pengamatan Indeks Fungsi Jantung……… 18
Penghitungan Ukuran Jantung……… 18
BAHAN DAN METODE ………...………... 19
Tempat Dan Waktu ……..………... 19
Bahan Dan Alat …………... 19
Metode Penelitian………... 19
Analisa Data .………... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
Kuda Pacu Indonesia (KPI)... 24
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang pada KPI ... 25
Pengamatan Nilai Ekhokardiografi KPI …... 30
1. Ketebalan Otot Jantung/Miokardium……… 30
2. Dimensi Internal……… 31
3. Volume Jantung……… 32
4. Indeks Fungsi Jantung………... 33
5. Ukuran Jantung………. 34
Estimasi Performa KPI... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
DAFTAR PUSTAKA ……….... 40
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah kuda G dan KPI di tahun 2009 dan 2010... 4
2. Variasi berat jantung dari beberapa kuda pacu juara... 11
3. Rata-rata nilai EKG kuda……… 12
4. Alur metode pengamatan umum dan pemeriksaan fisik KPI...………... 20
5. Presentase genetik kuda generasi (G) dan KPI... 24
6. Tipe persilangan KPI dan presentase gen kuda THB pada sampel KPI... 25
7. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang KPI... 26
8. Rata-rata IVS dan LVW KPI………... 30
9. Rata-rata LVIDs dan LVIDd KPI... 31
10. Rata-rata EDV, ESV, SV dan Q KPI... 32
11. Rata-rata FS dan EF KPI... 34
12. Rata-rata LVMM KPI…………... 34
13. Hubungan HS, ukuran jantung, SV dan Q pada saat latihan…………... 35
14. Perbandingan nilai ekhokardiografi KPI terhadap ras kuda lain………. 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambaran EKG kuda normal... 12
2. a. Gambaran Ekhokardiografi B-Mode kuda dengan metode right parasternal short axis view pada kuda... 14
b. Penjelasan struktur jantung kuda... 14
3. a. Gambaran ekhokardiografi M-Mode kuda di level chorda tendinae 15 b. Penjelasan struktur jantung kuda... 15
4. Penampang struktur luar dan dalam jantung kuda……….... 16
5. Teknik pengukuran berat badan (a), tinggi badan (b), dan denyut jantung KPI (c)………... 19
6. Teknik pemasangan EKG 4 lead pada KPI…... 21
7. Lokasi penempatan probe untuk pengamatan ekhokardiografi right parasternal short axis view pada KPI…………...……… 21
8. Teknik pemasangan EKG 3 lead pada KPI... 22
9. Foto perbandingan konformasi kuda THB (kiri) dan KPI ... 24
10. Gambaran EKG 4 lead pada sampel KPI... 27
11. Gambaran EKG 3 lead pada sampel KPI……….. 28
12. Contoh gambaran ekhokardiografi B-Mode short axis right parasternal view KPI... 29
13. Contoh gambaran ekhokardiografi M-Mode short axis right parasternal view KPI... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Silsilah Pejantan dan Indukan Sampel KPI... 42
2. Kemenangan KPI di Pacuan Kuda Derbi Sejak Tahun 2007-2010... 42
3. Tanggal Lahir dan Umur Sampel KPI... 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Evolusi kuda telah terjadi selama 60 juta tahun melalui poses seleksi alam salah
satunya adalah kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Pada jaman
primitif sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi (SM), manusia memburu kuda untuk diambil
dagingnya (Edward 1994).
Domestikasi kuda baru dilakukan manusia setelah hewan peliharaan yang lain karena
ukuran tubuhnya yang besar, temperamen yang keras dan perilakunya yang sulit ditebak
sehingga sulit ditangkap (Edward 1994). Penelitian arkheolog menunjukkan bahwa
domestikasi kuda baru terjadi pada awal 5000 tahun SM di Kazakhstan. Pada awalnya kuda
didomestikasi manusia untuk diambil susu dan dagingnya namun bukan untuk ditunggang
(Hirst 2011).
Kereta kuda sudah dikenal di Mesopotamia pada 2000 tahun SM sedangkan
penggunaaan kuda sebagai hewan tunggang baru dimulai 3500-3000 tahun SM di Kazakhstan
(Hirst 2011). Pacuan kereta kuda lebih dahulu dikenal di Yunani yaitu sejak 680 tahun SM
(Edward 1994) sedangkan pacuan kuda baru didokumentasikan pada abad ke 12 Masehi
(Anonim 2011) sejak kedatangan kuda Arab di Inggris.
Kuda Thoroughbred (THB) adalah hasil persilangan pejantan Arab dengan kuda lokal
Inggris yang menghasilkan ras kuda pacu tercepat dan terkuat di Inggris (Edward 1994).
Sistem persilangan selektif tersebut dicatat dalam General Stud Book untuk menghindari
terjadinya inbreeding. Sejak awal abad 18 Masehi, hanya kuda THB yang tercatat dalam
General Stud Book yang boleh berpacu di Inggris (Anonim 2011).
Pacuan kuda sudah menjadi kebudayaan masyarakat di beberapa daerah di tanah air.
Ras kuda yang sering digunakan seperti poni lokal, kuda generasi (kuda G), kuda pacu (KP),
kuda pacu Indonesia (KPI) serta kuda THB. Sistem persilangan yang dilakukan untuk
membentuk KPI yaitu grading up poni lokal dengan kuda THB selama 3 sampai 4 generasi
(G), kemudian persilangan antar sesama (interse mating) keturunan ke-3 (G3) atau ke-4 (G4)
yang diseleksi untuk memperoleh KPI unggul (Soehardjono 1990).
Performa kuda pacu ditentukan oleh faktor genetik, konformasi, dan ukuran
jantungnya. Ukuran jantung mampu memberikan kontribusi terhadap kemampuan atletik
pada kuda adalah penyebab performa buruk yang ketiga setelah gangguan muskuloskeletal
dan respirasi (Anonim, 2009).
Hasil pemeriksaan post mortem menunjukkan adanya korelasi antara berat jantung
dan prestasi kuda. Kuda dengan ukuran jantung besar memiliki performa lebih baik
dibandingkan dengan ukuran jantung kecil. Ukuran ventrikel kiri jantung merupakan
parameter utama prediksi potensi performa anak kuda (Buhl 2008; Haun 2009; Hinchcliff et
al. 2008; Reef 1998).
Pengukuran struktur fisik jantung dengan menggunakan ultrasound (USG) disebut
ekhokardiografi. Ekhokardiografi yaitu teknik pemeriksaan potensi performa kuda yang tidak
memerlukan tindakan invasif. Ekhokardiografi Motion (M)-mode lebih unggul dibanding
Brightness (B)-mode karena teknik pengukuran dan penilaian anatomi jantung lebih akurat
untuk mendapatkan nilai left ventricle myocardial mass (LVMM). Nilai LVMM dipercaya
sebagai parameter yang paling akurat untuk menilai potensi performa kuda (Buhl 2008;
Lightowler et al. 2004).
Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan sumber kekayaan genetik Indonesia yang
belum banyak dipelajari dari aspek fisik kesehatan hewan terutama kondisi jantung.
Ekhokardiografi merupakan teknik yang masih baru dan belum banyak dikembangkan di
dalam negeri. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui profil
jantung KPI melalui teknik ekhokardiografi M-mode.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mencari standar awal dan evaluasi nilai ekhokardiografi
M-mode KPI meliputi ketebalan otot jantung, dimensi intrakardial, volume jantung, indeks
fungsi jantung, dan perhitungan ukuran jantung yang dapat dipergunakan dalam memprediksi
potensi performa KPI.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran
ekhokardiografi KPI, memperoleh data normal KPI, membandingkan besar jantung KPI
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Kuda
Menurut Klappenbach (2010), secara ilmiah kuda diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Perissodactyla
Family : Equidae
Species : Equus caballus
Keluarga equidae terdiri dari kuda, keledai, dan zebra. Kuda memiliki karakteristik
dasar mammalia seperti : memiliki kelenjar susu, rambut, diafragma, kelenjar keringat,
kelenjar rambut, korteks otak yang besar dan empat ruang jantung (Klappenbach 2010).
Kuda Lokal dan Thoroughbred (THB)
Menurut Edward (1994), kuda-kuda lokal di Indonesia tergolong ke dalam kelas poni.
Poni Sumba merupakan jenis kuda yang umum tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
khususnya wilayah Sumatera. Poni Sumba awalnya diimpor oleh pendatang India, Cina,
Belanda dan Portugis, namun tidak diketahui tahun kedatangannya. Diduga generasi kuda
lokal saat ini mengalami persilangan dengan kuda Arab pada masa kolonial Belanda. Poni
Sumba dan kuda THB merupakan cikal bakal kuda Generasi dan KPI (Edward 1994).
Kuda THB merupakan hasil proses persilangan 4 ras utama kuda selama lebih dari
200 tahun yang lalu, yaitu ras kuda Byerly Turk, Darley Arabians, Godolphin Arabian dan
Barb. Hasil persilangan tersebut selanjutnya dikawinkan dengan ras kuda lokal Inggris
seperti: Feel Pony dan Connemara (Edward 1994).
Kuda Generasi (G) dan Kuda Pacu Indonesia (KPI)
Sejak tahun 1975, proses pembentukan KPI dimulai dengan menyilangkan poni betina
lokal Indonesia yaitu poni Sumba dengan kuda jantan THB maka keturunannya disebut kuda
dengan kuda pejantan THB (Soehardjono 1990). Kuda Pacu Indonesia merupakan hasil
persilangan antara kuda betina G3 dan pejantan G3, betina G4 dan pejantan G4, atau betina
G3 dan pejantan G4 (Soehardjono 1990). Kuda Pacu Indonesia telah terdaftar pada tahun
1996 dengan nomor registrasi SNI 01-4226-1996 (Soehadji 2008). Tabel 1 menunjukkan
jumlah kuda Generasi dan KPI yang terdaftar di Biro Registrasi Kuda (BRK) Indonesia.
Tabel 1 Jumlah kuda G dan KPI di tahun 2009 dan 2010
Jenis Kuda Jumlah Total Kuda di Tahun 2009 Penambahan Kuda di Tahun 2010
G1 1986 9
G2 2289 30
G3 1806 85
G4 795 87
KPI 120 24
KP5 101 23
KP6 11 2
*G: Generasi ke-, KPI: Kuda Pacu Indonesia Sumber : Pamulang Stable (2010)
Sistem Syaraf Otonom
Kerja jantung diatur oleh sistem syaraf otonom (Reece 2004). Sistem syaraf otonom
memiliki kemampuan untuk mengatur resistensi aliran darah sehingga mampu memilih
sistem organ untuk perfusi. Sistem syaraf simpatis lebih dominan pada saat latihan di mana
aliran darah lebih diarahkan ke otot sedangkan sistem syaraf parasimpatis lebih dominan pada
saat istirahat dan aliran darah diarahkan ke sistem pencernaan (Colville dan Bassert 2002).
Inervasi syaraf simpatis ke jantung terjadi oleh serat eferen dari ganglion stela dari
batang simpatis. Stimulus simpatis akan menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan
tekanan (Colville dan Bassert 2002) sehingga akan meningkatkan aktifitas jantung. Aktifitas
jantung sangat diperlukan untuk: laju kontraksi, kekuatan kontraksi, laju konduksi impuls,
dan jumlah aliran darah koroner (Reece 2004).
Inervasi parasimpatis didapat dari nervus vagus. Peningkatan aktivitas parasimpatis
akan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah (Colville dan Bassert 2002)
Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler terbagi menjadi sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi
pulmonum. Aliran darah dari jantung kiri ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung kanan
disebut sirkulasi sitemik. Sirkulasi sistemik pada saat kuda istirahat memiliki tekanan yang
sangat tinggi yakni sebesar 100 mmHg karena harus memompa darah cukup jauh dan
melawan gravitasi. Sirkulasi sistemik membawa nutrisi, produk sisa, hormon dan panas.
Tekanan hidrostatik tinggi diperlukan untuk perfusi jaringan pada organ yang memiliki
resistensi cukup tinggi terhadap aliran darah seperti otak, jantung dan ginjal serta melawan
gaya gravitasi menuju jaringan di atas jantung (Marlin dan Nankervis 2004).
Aliran darah dari jantung kanan ke paru-paru dan kembali ke jantung kiri disebut
sirkulasi pulmonum. Sirkulasi pulmonum memiliki tekanan lebih rendah yakni 15-25 mmHg
(Marlin dan Nankervis 2004). Sirkulasi pulmonum memiliki tekanan rendah karena memiliki
resistensi yang rendah terhadap aliran darah. Tekanan darah yang tinggi di sistem vena dapat
menyebabkan kebocoran pembuluh darah dan menyebabkan udema (Colville dan Bassert
2002).
Sirkulasi sistemik mengandung presentasi volume darah total sekitar 80% sedangkan
sirkulasi pulmonum mengandung 15% dan sisanya berada di jantung (5%). Sirkulasi sistemik
vena mengandung volume darah yang terbesar yaitu 65% sedangkan sirkulasi sistemik arteri
dan arteriol mengandung 10% serta sirkulasi sistemik kapiler mengandung 5% volume darah
total (Colville dan Bassert 2002).
Siklus Jantung
Kontraksi dan relaksasi jantung merupakan respon terhadap stimulus elektrik yang
berasal dari pace maker. Siklus jantung dibagi 2 bagian yaitu sistol dan diastol. Sistol adalah
periode kontraksi jantung dan pembentukan tekanan dalam jantung sehingga darah dapat
dikeluarkan ke sirkulasi sistemik dan pulmonum. Periode istirahat jantung dan pengisian
jantung dengan darah disebut diastol. Umumnya sistol dan diastol lebih ditekankan pada
ventrikel dibanding atrium (Colville dan Bassert 2002).
Sistol mewakili fase kontraksi isovulumic dan ejeksi ventrikel sedangkan diastol
terdiri dari fase relaksasi isovolumic, fase pengisian cepat, diastasis, dan kontraksi atrium
(Marr dan Bowen 2010).
Kondisi di mana ventrikel terisi darah hingga mencapai volume maksimum pada saat
berkontraksi hingga terjadi peningkatan tekanan di dalam ventrikel akibat stimulus elektrik
ke ventrikel. Pada saat tekanan ventrikel lebih tinggi dari atrium maka katup atrioventrikular
dan semilunar tertutup sedangkan volume ventrikel tidak berubah. Kondisi ini disebut
isovolumetric contraction period. Suara denyut jantung pertama akan terdengar pada saat
katup atrioventrikular tertutup (Colville dan Bassert 2002).
Katup semilunar akan terbuka pada saat tekanan ventrikel setara atau melebihi
tekanan aorta dan arteri pulmonum . Ejeksi ventrikel akan terjadi pada saat katup semilunar
terbuka dan berakhir pada saat katup tertutup. Jumlah darah yang tertinggal di jantung pada
akhir sistol disebut end sistolic volume (ESV). Jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel
pada setiap sistol disebut stroke volume (SV) yang dihitung dari EDV dikurangi ESV. Akhir
sistol ditandai oleh penutupan katup semilunar yang menghasilkan suara jantung kedua
(Colville dan Bassert 2002).
Permulaan diastol disebut isovolumetric relaxation time terjadi saat katup semilunar
dan atrioventrikular tertutup. Pada saat ini ventrikel mengalami relaksasi dan tekanan di
dalam ventrikel berkurang walaupun volume darah di dalam ventrikel tidak berubah. Ketika
tekanan ventrikel berkurang dibanding atrium maka katup atrioventrikular akan terbuka dan
ventrikel mulai terisi darah. Periode pengisian awal ini terjadi secara pasif dan ditandai
dengan suara jantung ketiga (Colville dan Bassert 2002).
Enam puluh persen fase pengisian diastol terjadi pada awal pengisian yang disebut
rapid filling phase. Slow filling phase akan mengikuti rapid filling phase. Atrium
berkontraksi dan menambah pengisian ventrikel sesaat sebelum sistol berikutnya. Kontraksi
atrium berperan 20–30% dalam pengisian volume ventrikel. Suara jantung keempat terdengar
pada saat kontraksi atrium (Colville dan Bassert 2002.
Denyut Jantung/Heart Rate/HR
Denyut jantung adalah frekuensi siklus jantung yang dihitung oleh jumlah denyutan
permenit (Reece 2004). Denyut jantung kuda pada saat istirahat berkisar 30-40 kali/menit
sedangkan pada saat latihan dapat meningkat menjadi 240 kali permenit (Rose dan Hudgson
2000). Menurut Reece (2004), HR kuda THB berkisar antara 38–44 kali/menit sedangkan
jenis kuda lainnya adalah 32-44 kali/menit.
Dua pertiga sampai tiga perempat (66–75%) siklus jantung berada pada kondisi
meningkat, durasi diastol cenderung memendek. Pada saat latihan maksimal durasi sistol dan
diastol dapat menjadi seimbang (Marlin dan Nankervis 2004).
Perubahan HR dipengaruhi oleh faktor fisiologis seperti: ketakutan, latihan otot, suhu
lingkungan yang tinggi, pencernaan, tidur, ukuran tubuh yang lebih kecil dan umur.
Pengukuran HR kuda dengan stetoskop dapat meningkatkan HR hingga 5-10 kali/menit
(Marlin dan Nankervis 2004).
Kuda muda umumnya memiliki HR yang lebih tinggi karena ukurannya lebih kecil
dan kemampuan penghambatan tonus vagusnya belum berkembang. Hinchcliff et al. (2008)
mengatakan bahwa HR akan menurun seiring dengan peningkatan umur kuda. Pada umur
36-48 bulan, kuda memiliki HR yang lebih rendah dan SV lebih tinggi pada saat berlari karena
peningkatan ukuran jantung dan respon latihan. Pada umur 36 bulan, kemampuan
kardiovaskuler dan enzim oksidatif otot kuda akan meningkat sehingga ukuran jantung
menjadi lebih besar dengan HR yang lebih rendah (Hinchcliff et al. 2008).
Denyut jantung kuda THB turun seiring dengan latihan akibat pertumbuhan
(hipertrofi) otot jantung/miokardium. Pertumbuhan miokardium akan meningkatkan kekuatan
kontraksi otot jantung sehingga lebih banyak darah yang dapat dipompa keluar jantung dalam
setiap denyutan dan jumlah darah yang diperlukan jaringan dapat tercapai dengan sedikit
denyut jantung. Kuda yang dilatih selama 7 bulan akan mengalami penurunan HR dari 47
menjadi 38 kali/menit pada siang hari dan 40 menjadi 34 kali/menit pada malam hari (Marlin
dan Nankervis 2004).
Faktor patologis yang dapat mempengaruhi HR adalah demam, dan gangguan
jantung. (Reece 2004). Denyut jantung maksimal adalah HR tertinggi yang dapat dicapai oleh
kuda yang diikuti dengan respon penurunan HR. Denyut jantung maksimal kuda pacu
berumur 2 -3 tahun adalah 240 – 250 kali/menit yang dapat dicapai saat gallop dalam waktu
20 -30 detik. Denyut jantung selain HR maksimal disebut sebagai denyut jantung
submaksimal (Marlin dan Nankervis 2004).
Fungsi Ventrikel
Fungsi ventrikel adalah kemampuan ventrikel untuk memompa darah. Fungsi
ventrikel dinilai lebih penting dibanding atrium dalam penentuan performa jantung. Nilai
cardiac output (Q) dan SV digunakan untuk menjelaskan fungsi ventrikel dan merefleksikan
performa jantung. Fungsi ventrikel dibagi menjadi 2 yaitu: yakni fungsi sistol ventrikel dan
1. Fungsi Sistol Ventrikel
Fungsi sistol ventrikel adalah kekuatan ventrikel untuk berkontraksi dan memompa
darah keluar dari jantung. Faktor yang mempengaruhi fungsi sistol ventrikel adalah preload,
kontraksi miokardium, afterload, dan HR (Marr dan Bowen 2010).
Preload adalah jumlah darah di jantung sebelum berkontraksi/EDV (Strickland 2002)
atau volume dan kekuatan pengisian ventrikel kanan (Marlin dan Nankervis 2004).. Preload
ditentukan oleh jumlah venous return, regurgitasi darah ke atrium akibat kegagalan katup
atrioventrikular atau volume darah yang tertinggal akibat kelemahan kontraksi sistol.
Peningkatan preload akan meregangkan miokardium sehingga fungsi sistol akan meningkat
untuk berkontraksi lebih kuat menghasilkan tekanan ejeksi yang kuat sehingga meningkatkan
SV dan Q (Strickland 2002). Semakin besar volume darah yang mencapai ventrikel maka
semakin besar volume darah yang dikeluarkan. Oleh karena itu EDV adalah parameter
penting untuk menentukan fungsi sistol ventrikel (Marr dan Bowen 2010).
Kontraksi miokardium merupakan hasil kontraksi miosit yang kekuatannya
dipengaruhi oleh faktor luar seperti: output otonom, senyawa yang bersirkulasi (hormon,
agen farmasi, toksin endogen dan eksogen), produk metabolit lokal dan adanya proses
patologi (iskemia, asidosis, infark). Peningkatan kontraksi miokardium akan meningkatkan
fungsi sistol ventrikel (Marr dan Bowen 2010).
Afterload merupakan kekuatan untuk melawan pemendekan miokardium (Marr dan
Bowen 2010) atau kekuatan yang diperlukan ventrikel untuk berkontraksi memompa darah
keluar (Strickland 2002) atau tekanan di sirkulasi arteri sistemik (Marlin dan Nankervis
2004). Afterload dipengaruhi dua hal yaitu 1) resistensi vaskuler dan arteri dan 2) tekanan
darah. Peningkatan resistensi akan mengurangi fungsi sistol ventrikel dan SV (Marr dan
Bowen 2010). Bila tekanan darah meningkat (hipertensi), maka afterload akan tinggi dan
fungsi jantung akan terganggu. Sebaliknya bila tekanan darah rendah maka afterload akan
menjadi rendah dan miokardium akan berkompensasi menjadi lebih tebal agar mampu
mendorong darah lebih kuat (Strickland 2002).
2. Fungsi Diastol Ventrikel
Fungsi diastol ventrikel adalah kekuatan pengisian darah ke ventrikel. Pengamatan
fungsi diastol ventrikel lebih jarang digunakan dibanding pengamatan fungsi sistol ventrikel
Fungsi diastol ventrikel dipengaruhi oleh: kelenturan ruangan ventrikel kiri dan
relaksasi miokardium. Penebalan miokardium akan mengurangi kelenturan ruangan ventrikel
sehingga meningkatkan tekanan pengisian ventrikel untuk mencukupi kebutuhan EDV.
Penyempitan lumen ventrikel kiri, hipertrofi ventrikel patologis, fibrosis, penyakit infiltrasi,
tamponade pericardium, dan dilatasi ventrikel kompensasi dapat mengurangi kelenturan
ruangan ventrikel. Kegagalan relaksasi miokardium berakibat penurunan tekanan ventrikel
kiri dan penurunan pengisian ventrikel awal. Relaksasi jantung dipengaruhi oleh kondisi
loading, keserasian kontraksi dan relaksasi, dan proses intraseluler Ca. Relaksasi jantung
dapat meningkat sebagai respon hipoksia, iskemia, afterload, takikardi, catecholamin dan
berbagai agen farmasi (Marr dan Bowen 2010).
Gangguan fungsi diastol ventrikel kiri adalah suatu kegagalan pengisian ventrikel
tanpa adanya kompensasi peningkatan tekanan arteri kiri sehingga terkadang menyebabkan
udema pulmonum atau kegagalan sekunder ventrikel kanan (Marr dan Bowen 2010).
Penelitian menunjukkan bahwa latihan dinamis akan meningkatkan fungsi diastol ventrikel
pada kuda atlet.
Evaluasi Fungsi Ventrikel untuk Penentuan Performa Jantung
Performa jantung dinilai dari fungsi ventrikel. Evaluasi fungsi ventrikel untuk
performa jantung kuda diwakili oleh dua hal yakni: aliran darah dan indeks kontraksi (Marr
dan Bowen 2010). Evaluasi aliran darah dilakukan melalui pengamatan Q. Kekuatan Q
dipengaruhi oleh: kemampuan kontraksi miokardium, pengisian darah, keserasian atrium
ventrikel, kemampuan katup dan HR (Marr dan Bowen 2010).
Evaluasi indeks kontraksi ventrikel melalui pengamatan fractional shortening (FS)
dan ejection fraction (EF). Indeks FS merupakan persentasi pengurangan minor axis ventrikel
kiri dan EF adalah persentasi pengurangan EDV ventrikel kiri. Nilai FS lebih sering
digunakan dan nilainya berkisar antara 32-45%. Nilai EF akan berkurang seiring dengan
peningkatan afterload dan penurunan kontraksi miokardium. Nilai EF tidak dapat dipercaya
pada kejadian regurgitasi aorta atau mitral akut karena terjadi ketidakseimbangan afterload
dan dapat bernilai normal pada kasus yang kronis (Marr dan Bowen 2010).
Sumber Energi Tubuh
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam performa kuda adalah energi asal pakan.
dari karbohidrat) serta asam lemak. Protein hanya digunakan untuk energi pada saat tubuh
mengalami kelaparan, sangat kelelahan atau sakit (Marlin dan Nankervis 2004).
Glukosa dan asam lemak berakumulasi dalam darah dan dapat dipergunakan atau
dilepas oleh otot dengan mudah sedangkan glikogen sel tidak dapat masuk ke sirkulasi darah
karena struktur dan ukurannya. Umumnya glikogen tersimpan dalam hati (95%) dan otot
(5%) sedangkan asam lemak akan tersimpan 95% di jaringan adiposa dan hanya 5%
tersimpan dalam otot (Marlin dan Nankervis 2004).
Jalur pembentukan energi ada yang memerlukan O2 (aerob) dan ada yang tidak
memerlukan O2 (anaerob). Pada saat latihan dengan intensitas rendah dan durasi lama (HR di
bawah 160 kali/menit), energi akan diproduksi dari jalan aerob (Marlin dan Nankervis 2004).
Penggunaan energi aerob dapat dipengaruhi oleh gangguan transfer O2
Jalur produksi energi anaerob akan ditempuh pada saat kebutuhan energi tubuh
sangat tinggi namun waktu yang dibutuhkan untuk produksi energi aerob maksimal sangat
terbatas seperti pada saat percepatan gallop. Produksi energi anaerob hanya menghasilkan
sedikit ATP per molekul glikogen/glukose sehingga menghabiskan cadangan glikogen.
Pemecahan glikogen secara anaerob akan menghasilkan asam laktat. Semakin banyak
produksi asam laktat akan menurunkan PH sehingga terjadi kekakuan/fatigue (Marlin dan
Nankervis 2004).
dari atmosfir ke
mitokondria seperti: masalah kardiovaskuler, obstruksi saluran pernafasan atas dan bawah,
ketakutan, sakit, tipe pemanasan latihan, waktu pemberian pakan, dan lingkungan (Marlin
dan Nankervis 2004).
Energi anaerob umumnya digunakan pada saat menempuh start dan menjelang finish
dan pada saat HR berkisar antara 150–180 kali/menit. Produksi energi anaerob akan
meningkat dengan peningkatan kecepatan (di atas 500-600 m/menit). Kuda THB akan
memerlukan energi anaerob saat menempuh jarak 1000 m (Marlin dan Nankervis 2004).
Kombinasi jalur pembentukan energi kadang harus dilakukan tergantung kondisi
latihan dan cadangan energi yang ada. Setiap jalur ini memiliki perbedaan dalam efektifitas
penggunaan energinya dan percepatan pembentukannya. Kontribusi jalur energi aerob dan
anaerob dalam memenuhi kebutuhan energi total latihan di kenal sebagai energy partitioning.
Kuda THB yang menempuh jarak 2,4 km menggunakan 80% energi aerob dan 20% energi
anaerob. Kuda endurance yang berlari sejauh 160 km dengan kecepatan 16 km/jam
Ukuran Jantung
Jantung yang besar memberikan kontribusi terhadap kemampuan atletik kuda (Marlin
dan Nankervis 2004). Gunn (1989) mengatakan bahwa ukuran jantung kudaTHB lebih besar
dibanding ras kuda lainnya.
Tabel 2 Variasi berat jantung dari beberapa kuda pacu juara
Nama Kuda (Warna, Jenis kelamin, Tahun Lahir) Berat Jantung (kg)
Secretariat (ch.s. 1970) 10
Sham (ch.s. 1970) 8.2
Kuda THB cenderung memiliki jantung yang besar yaitu seberat 4.5 kg (Marlin dan
Nankervis 2004). Gunn (1989) dalam penelitiannya memperkirakan rata-rata berat jantung
dari kuda THB dewasa seberat 500 kg adalah 4,6 kg sedangkan berat jantung jenis kuda
dewasa lainnya dengan berat badan yang sama adalah 3,4 kg. Hasil pemeriksaan post mortem
menunjukkan bahwa ukuran jantung kuda pacu THB juara lebih dari 6 kg (Tabel 2).
Kuda dengan ukuran jantung lebih besar memiliki diameter ventrikel kiri lebih lebar
dan miokardium lebih tebal, sehingga hal ini mempengaruhi besar SV. Peningkatan SV dan
HR akan mempengaruhi Q. Nilai Q yang besar akan meningkatkan pengiriman oksigen dan
kapasitas produksi energi aerob yang pada akhirnya akan meningkatkan performa seekor
kuda pacu (Buhl 2008; Haun 2009; Hinchcliff et al. 2008; Reef 1998).
Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi adalah pengukur jumlah aktivitas elektrik jantung dalam siklus
denyut jantung. Alat ini sangat bermanfaat dalam memberi informasi kualitas dan ritme
denyut jantung pada saat normal, anaesthesi, tes latihan fisik atau mendiagnosa ada gangguan
Sejak tahun 1963, Dr James Steel menggunakan EKG untuk menemukan hubungan
antara ukuran jantung dan performa kuda (Marlin dan Nankervis 2004). Rata rata nilai EKG
kuda pada lead 2 dengan denyut jantung kurang dari 30 kali per menit adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Rata-rata nilai EKG kuda
Gambaran EKG Nilai
Durasi gelombang P (detik) <0,171) 0,12-0,142) 0,11±0,02
Amplitudo gelombang P (mm) 2,61±1,04
Interval puncak gelombang P (detik) 0,08 Durasi interval PR (detik) <0,44
Durasi interval PQ (detik) 0,35-0,55 0,34±0,04 Durasi komplek QRS (detik) <0,17 0,1-0,15 0,10-0,01
Amplitudo komplek QRS (mm) 8,25±6,42
Durasi interval QT (detik) <0,60 0,6 0,54±0,05
Durasi gelombang T (detik) 0,17±0,04
Amplitudo gelombang T (mm) 4,52±1,91
Koreksi QT 0,51±0,03
Sumber 1) Rose dan Hudgson2000 2) Marlin dan Nankervis 2004 3) Piccione 2003
Gambar 1 Gambaran EKG kuda normal.
Sumber : Rose and Hudgson 2000
Gelombang P menunjukkan depolarisasi atrial dan bervariasi bentuknya baik bentuk
difase atau bifase (bentuk M). Adanya 2 bentuk gelombang P pada kuda dalam satu
perekaman EKG adalah normal dan disebut wondering pacemaker. Interval PR adalah
interval dari awal gelombang P ke awal komplek QRS. Durasi interval gelombang PR
dipengaruhi oleh HR dan akan memendek bila HR meningkat. Interval PR akan memanjang
seiring dengan penambahan umur atau first degree AV block. Komplek QRS menunjukkan
depolarisasi ventrikel dan bentuknya dipengaruhi oleh lokasi lead. Gelombang Q sering
Gelombang T mewakili repolarisasi ventrikel dan bentuknya berubah dipengaruhi
oleh HR. Peningkatan HR akan meningkatkan amplitudo sehingga menjadi positif di lead 5.
Perubahan gelombang T sulit di interpretasi karena dipengaruhi oleh latihan. Interval QT
adalah interval dari awal komplek QRS ke akhir gelombang T. Nilai ini tidak terlalu
signifikan dan akan memendek dengan peningkatan HR (Rose dan Hudgson 2000).
Heart Score (HS)
Heart score (HS) adalah durasi gelombang QRS (komplek QRS) yang dihitung dalam
milidetik dengan perekaman lead. Jantung besar memiliki komplek QRS yang lebar, komplek
QRS menunjukkan waktu yang diperlukan oleh gelombang elektrik untuk menyebar dan
mendepolarisasi massa ventrikel. Semakin tebal massa ventrikel, semakin lama waktu yang
diperlukan untuk depolarisasi ventrikel sehingga HS berkorelasi dengan ukuran jantung
(Steel 1963 diacu dalam Grundland dan Ohad 2010).
Heart score (HS) berkorelasi dengan prestasi kuda pacu sehingga HS merupakan
indikasi performa kuda (Steel 1963; Young dan Wood 2001, diacu dalam Grundland dan
Ohad 2010). Hinchcliff et al. (2008) mengatakan HS dapat digunakan untuk memprediksi
besar atau kecil SV dan Q. Teori HS didukung juga oleh Steel dan Stewart 1974; Stewart
1980; Nielsen dan Peterson 1980 diacu dalam Grundland dan Ohad (2010).
Namun teori HS ditolak oleh beberapa peneliti. Celia 1999 diacu dalam Grundland
dan Ohad (2010) menemukan efek depolarisasi ventrikel pada ECG sangat minimal dan
komplek QRS tidak selalu berhubungan dengan waktu depolarisasi ventrikel. Proses
depolarisasi jantung kuda berbeda dengan hewan kecil, karena distribusi serabut Purkinye
menyebar di miokardium membuat sinyal saling berbenturan yang akan meniadakan
gelombang. Lightowler et al. (2004) mengatakan interval QRS tergantung pada jumlah
jaringan otot yang dilalui gelombang elektrik.
Marlin dan Nankervis (2004) mengatakan HS tidak dapat menilai SV dan mengukur
jantung secara kuantitatif. Lightowler et al. (2004) membuktikan bahwa HS tidak memiliki
korelasi dengan berat badan dan left ventricular myocardial mass (LVMM) sehingga HS
tidak boleh dijadikan indikator performa kuda. Grundland dan Ohad (2010) juga melaporkan
Ekhokardiografi
Ekhokardiografi merupakan salah satu alat diagnostik non invasif yang paling
berguna dalam pemeriksaan jantung kuda sejak diperkenalkan oleh Pipers dan Hamin pada
akhir tahun 1970-an (Marlin dan Nankervis 2004). Ekhokardiografi dapat menilai morfologi
jantung seperti struktur dan ukuran ruang jantung, serta pembuluh darah untuk mengetahui
fungsi jantung dengan akurat (Meral et al. 2007; Patteson 2002). Teknik ekhokardiografi
yang biasa dipergunakan ada dua yaitu : B-mode dan M-mode (Patteson 2002).
1. Ekhokardiografi Brightness-mode (B-mode) atau Ekhokardiografi 2 Dimensi Real Time (2-DE)
Ekhokardiografi B-mode adalah dasar dari semua prosedur echocardiography yang
mulai dikembangkan sejak tahun 1980-an. Gambar visual yang dihasilkan berupa kedalaman
struktur jantung pada sumbu y dan lebar struktur jantung pada sumbu x (Reef 1998)
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2a Gambaran ekhokardiografi B-mode kuda dengan metode right parasternal short
axis view pada kuda. b Penjelasan struktur jantung kuda.
* IVS: Interventricular Septa, LVID: Left Ventricular Internal Dimension, LVW: Left Ventricular Wall
Sumber : Schwarzwald (2004)
Ekhokardiografi B-mode bermanfaat untuk melihat dan menilai ukuran jantung, ruang
jantung, struktur jantung dan ketebalan dinding jantung, fungsi katup dan miokardium, serta
aliran darah (Marr 1994; Reef 1998; Schwarzwald 2004).
Teknik penggunaan dari ekhokardiografi B-mode dapat dilakukan dari sisi kanan kuda
(right parasternal) maupun sisi kiri kuda (left parasternal). Probe diletakkan sejajar/sagital
dengan sumbu jantung (long axis) maupun diputar 90 o sampai memotong/transversal dengan
sumbu jantung (short axis). Sudut probe terhadap sumbu jantung disesuaikan dengan tujuan
pengamatan. Ekhokardiografi B-mode lebih mudah dipahami dibanding M-mode hanya tidak
dapat menunjukkan ketebalan struktur jantung secara akurat (Reef 1998).
2. Ekhokardiografi(Time) Motion-mode(M-mode)
Ekhokardiografi M-mode diperkenalkan pertama kali pada tahun 1970-an. Gambaran
satu dimensi dari struktur jantung dalam skala waktu terlihat lebih akurat pada sumbu x
sedangkan kedalaman struktur jantung terlihat pada sumbu y (Reef 1998) sebagaimana yang
terlihat pada Gambar 3.
Ekhokardiografi M-mode bermanfaat untuk mengamati diameter lumen ventrikel kiri,
ketebalan dinding ventrikel kiri, serta ketebalan katup interventrikular pada saat sistol dan
diastol (Meral et al. 2007; Schwarzwald 2004). Pengukuran ventrikel kiri umumnya
dilakukan di sisi kanan kuda dengan metode right parasternal short axis view di level chorda
tendinae (Patteson 2002; Schwarzwald 2004).
Gambar 3a Gambaran ekhokardiografi M-mode kuda di level chorda tendinae.
b Penjelasan struktur jantung kuda.
* IVS: Interventricular Septa, LVID: Left Ventricular Internal Dimension, LVW: Left Ventricular Wall, LV: left ventricle,
RV: right ventricle
Sumber : Schwarzwald (2004)
Ekhokardiografi M-mode lebih unggul dibanding ekhokardiografi B-mode, karena
dapat menunjukkan akhir sistol dan diastol dengan tepat (Patteson 2002) sehingga dapat
Ketebalan Otot Jantung (Miokardium)
Jantung kuda merupakan terdiri dari dua atrium dan dua ventrikel. Ventrikel kiri
berbentuk kerucut memiliki otot dinding jantung yang disebut miokardium. Miokardium
ventrikel terdiri dari lapisan otot yang memanjang dan spiral dan mendapat asupan darah dari
arteri dan vena koroner (Marr dan Bowen 2010).
Gambar 4 Penampang struktur luar dan dalam jantung kuda.
*1. Brachiocephalic trunk, 2. cranial vena cava, 3. pulmonary trunk, 4. right ventricle, 5. Interventrikular groove, 6. Aorta, 7. cranial vena cava, 8. Papillary muscle, 9. left atrium, 10. right atrium, 11. Left ventricle, 12. Chorda tendinae, 13. Pulmonary veins, 14. Left atrium, 15. aortic valve, 16. Left ventricle, 17. Left ventricular wall, 18.Interventricular septal.
Sumber : Anonim 2009
Left ventricular wall (LVW) adalah miokardium bagian luar ventrikel kiri yang
berhubungan langsung dengan perikardium. Left ventricular wall memiliki ketebalan 3 kali
lipat miokardium ventrikel kanan (Marr dan Bowen 2010) karena harus memompa darah ke
seluruh tubuh (Reece 2004).
Inter ventricular septal (IVS) adalah miokardium pembatas antara ventrikel kiri dan
kanan jantung yang diukur dari batas terdalam ventrikel kanan sampai batas terdalam
ventrikel kiri. Sebagian besar IVS tersusun oleh jaringan otot namun di bagian atasnya
meluas menjadi sekat membran yang tidak berotot dan lebih tipis yang tersusun atas jaringan
fibrin. Papilary muscle muncul secara simetris dari IVS ventrikel kiri dan kanan. Papilary
muscle ventrikel kiri akan mengait ke chorda tendinae dari katup mitral (Marr dan Bowen
2010). Papilary muscle bergerak bersamaan dengan miokardium sehingga pergerakan chorda
tendinae menjadi teratur chorda tendinae berfungsi mencegah katup mital tertarik keluar ke
arah aorta oleh tekanan balik dari ventrikel (Reece 2004).
Pengamatan Dimensi Intrakardial
Left ventricular internal dimension (LVID) adalah lebar lumen ventrikel kiri jantung
yang dihitung dari batas luar IVS sampai batas dalam LVW. Nilai LVIDs dihitung pada saat
sistol yaitu pada awal gelombang P sedangkan LVIDd dihitung pada saat diastol yaitu
menjelang akhir gelombang T pada gambaran EKG.
Pengamatan Volume Jantung
Volume darah yang dipompa keluar dari ventrikel kiri jantung dalam sekali denyutan
disebut stroke volume (SV). Nilai SV ditentukan oleh volume dan kekuatan pengisian
ventrikel kanan (preload), tekanan di sirkulasi arteri sistemik (afterload), dan kekuatan
kontraksi miokardium pada setiap denyutan (Patteson 2002; Marlin dan Nankervis 2004).
Volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel kiri per menit disebut cardiac output
(Q). Nilai Q akan meningkat karena kebutuhan oksigen pada saat latihan yang sebagian besar
Q yang dihasilkan dikirim ke miokardium, sedangkan sisanya dikirim ke lambung, usus,
ginjal serta kulit sebagai pengatur suhu/thermoregulator (Hinchcliff et al. 2008; Marlin dan
Nankervis 2004).
Semakin besar volume darah yang mencapai ventrikel maka semakin besar volume
darah yang dikeluarkan (SV). Upaya peningkatan SV ini yang membantu mengatur
kestabilan Q pada berbagai kondisi pernafasan yang normal. Nilai Q dapat meningkat oleh
peningkatan preload termasuk oleh peningkatan darah vena dan penurunan kemampuan
resistensi pembuluh darah perifer seperti pada saat latihan, anemia, demam dan kebuntingan
(Marr dan Bowen 2010).
Pada kuda THB seberat 450 kg terjadi sedikit peningkatan SV mencapai 1 hingga 1,5
liter per denyut pada saat berlatih. Peningkatan SV ini akan meningkatkan Q dari 40 liter per
menit pada saat istirahat menjadi 240 sampai 350 liter per menit pada saat latihan maksimal
Pengamatan Indeks Fungsi Jantung
Fractional shortening (FS) adalah indikator fungsi (kemampuan kontraksi) ventrikel
kiri pada saat sistol yang dihitung dengan rumus = LVIDd-LVIDs/LVIDd x 100%
(Schwarzwald 2004). Nilai FS merupakan persentasi pengurangan minor axis ventrikel kiri
(Marr dan Bowen 2010).
Ejection Fraction (EF) adalah proporsi darah yang dikeluarkan oleh left ventrikel
selama satu denyut dibagi dengan end diastolic volume. Nilai EF dihitung dengan rumus :
SV/EDV x 100% (Schwarzwald 2004). Nilai EF adalah persentasi pengurangan EDV
ventrikel kiri(Marr dan Bowen 2010)
Penghitungan Ukuran Jantung
Ukuran jantung kuda THB umumnya lebih besar daripada standarbred (Buhl 2008),
Arab, dan warmblood (Hinchcliff et al. 2008). Gunn (1989) mengatakan bahwa ukuran
jantung kuda THB lebih besar dibanding seluruh ras kuda lain.
Volume darah kuda juga dipengaruhi oleh ras. Kuda THB memiliki volume darah
68% lebih besar, plasma darah 46% lebih besar, dan volume sel darah merah 2 kali lebih
besar dibanding kuda Parcheron dengan berat badan yang sama (Kline dan Foreman 1991).
Ukuran jantung kuda THB yang belum dilatih diperkirakan mencapai 0,9-1% berat badannya,
kuda Arab kurang dari 0,8% berat badannya, dan kuda beban kurang dari 0,65% berat
badannya (Hinchcliff et al. 2008).
Left ventricular myocardial mass (LVMM) adalah persentasi berat jantung ventrikel
kiri yang didapat dari pengamatan ekhokardiografi M-mode. Nilai LVMM dapat
menunjukkan adanya hipertrofi otot jantung secara tepat dan dapat dipertangungjawabkan
dibanding dengan nilai HS (Lightowler et al. 2004).
Penghitungan nilai LVMM secara akurat sangat penting dalam penilaian potensi
performa kuda (Grundland dan Ohad 2010). Menurut Lighttowler et al. (2004), ukuran
ventrikel kiri LVMM dihitung dengan rumus sebagai berikut : LVMM (gram) = 1,5 x (IVSd
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Pamulang stable Ciputat dan Aragon stable Lembang pada
bulan November 2010 - Januari 2011. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 8 ekor
KPI dengan rataan umur 26,5 bulan dan belum dilatih secara intensif untuk menghindari
terjadi hipertrofi otot akibat latihan. Marlin dan Nankervis (2004) menyatakan latihan selama
2 bulan dapat mengakibatkan hipertrofi otot jantung sampai 0.4% dari berat badan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah gel ultrasound (USG), gel elektroda EKG dan perekat
(rubber straps) EKG. Alat yang digunakan adalah pita pengukur berat badan dan tinggi
badan kuda, stetoskop, pencukur rambut, EKG 4 lead (Cardisunny), USG (Sonoscape)
dilengkapi EKG 3 lead, probe USG, printer USG, serta kamera digital.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini sebagai modifikasi penelitian yang dilakukan oleh Lightowler et
al. (2004) dan Buhl (2008). Penelitian diawali dengan pengamatan umum KPI dilanjutkan
pemeriksaan fisik KPI, dan pemeriksaan penunjang (Tabel 4).
a b c
Pengamatan umum KPI meliputi pengukuran tinggi dan berat badan (Gambar 5), jenis
kelamin, serta penentuan umur. Delapan ekor KPI diukur berat dan tinggi badan dengan pita
pengukur berat badan kemudian umur ditentukan dari paspor kuda-Biro Registrasi Kuda
(BRK) dan pengamatan gigi.
Pemeriksaan fisik KPI meliputi pemeriksaan warna mukosa, skin recoil (SR), capilary
refill time (CRT) serta pemeriksaan denyut jantung dengan stetoskop.
Tabel 4 Alur metode pengamatan umum dan pemeriksaan fisik KPI
Metode Sub Metode Alat dan Bahan
Pengamatan Umum - Pengukuran berat badan pita pengukur berat badan - Pengamatan tinggi badan pita pengukur berat badan - Penentuan umur paspor kuda – BRK
Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan warna mukosa - PemeriksaanSR
- PemeriksaanCRT
- Pemeriksaan denyut jantung Stetoskop
Pemeriksaan penunjang - Pemeriksaan EKG EKG, lead
- Pemeriksaan ekhokardiografi USG, probe, printer
*BRK: Biro Registrasi Kuda, CRT: capilary refill time, SR: skin recoil, EKG: elektrokardiografi, USG: ultrasonografi
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan EKG dan ekhokardiografi.
Perekaman EKG dilakukan dengan kecepatan kertas 25 mm/detik dengan standar
defleksi/sensitivitas 1 mV = 10 mm atau 10 mm/mv (Picione 2003; Rose dan Hudgson
2000).
Pemeriksaan EKG diawali dengan pencukuran rambut dengan clipper dan pemberian
gel EKG di area pemasangan lead elektroda. Lead merah dipasang di bahu kanan depan, lead
kuning dipasang di bahu kiri depan, lead hitam dipasang di dada kanan dan lead hijau
dipasang di dada kiri (Gambar 6).
Penilaian hasil EKG dilakukan dengan mengamati denyut jantung, irama/ritme
gelombang, sumbu/axis, adanya tanda hipertrofi dan tanda iskemik/infark (Wijaya 1990;
Rose dan Hudgson 2000). Evaluasi EKG diawali dengan pengamatan ada tidaknya kompleks
interval/durasi dan amplitudo setiap gelombang (Rose dan Hudgson 2000). Durasi dan
amplitudo gelombang P, durasi interval P-Q, durasi dan amplitudo kompleks QRS, durasi
gelombang T, serta durasi interval Q-T perlu diamati dan dibandingkan dengan pustaka
(Picione 2003).
Gambar 6 Teknik pemasangan EKG 4 lead pada KPI
Pemeriksaan ekhokardiografi didahului dengan pencukuran rambut pada intercostae
ke 3 dan 4 thorak kanan kuda untuk meningkatkan kualitas gambar. Posisi kuda berdiri di
tempat pemeriksaan atau di dalam kandang untuk mengurangi stres sebelum dilakukan
pemeriksaan.
Gambar 7 Lokasi penempatan probe untuk pengamatan ekhokardiografi right parasternal
short axis view pada KPI.
Kaki kanan kuda ditarik cranial sedikit untuk membuka ruang jantung. Jenis probe
yang dipilih untuk pengamatan jantung adalah konveks. Sector width diatur pada nilai
maksimal, frekuensi probe berkisar 3-5,9 MHz, power diatur pada nilai 100, depth diperbesar
Awal pemeriksaan ekhokardiografi dengan standar pandang B-Mode dengan metode
right parasternal short axis view (Gambar 7) di level chorda tendinae untuk menampilkan
gambaran lumen ventrikel kiri yang bulat (Lightowler et al. 2004; Schwarzwald 2004)
sebagaimana terlihat pada Gambar 2a. Kursor diarahkan tepat di antara kedua chorda
tendinae kemudian ekhokardiografi M-mode diaktifkan (Gambar 3a).
Pengamatan ekhokardiografi M-mode meliputi pengukuran ketebalan
interventrikular/Interventrikular Septa/IVS, diameter ventrikel kiri/Left Ventricular Internal
Dimension/LVID, ketebalan dinding ventrikel kiri/Left Ventricular free Wall/LVW pada saat
sistol dan diastol (Schwarzwald 2004).
Gambar 8 Teknik pemasangan EKG 3 lead pada KPI
Penentuan titik end sistole dan end diastole dibantu oleh EKG 3 lead yang terdapat
pada alat USG sebagaimana yang terlihat pada Gambar 8. Lead berwarna merah (Lead LL)
diletakkan di thorak kiri di belakang jantung, lead berwarna putih (lead RA) di kaki kanan
depan dan lead berwarna hitam (lead LA) di kaki kiri depan. Rubber straps, gel elektroda dan
isolasi digunakan untuk merekatkan elektroda pada kulit kuda.
Denyut jantung/heart rate/HR kuda pada saat pemeriksaan dihitung dari jarak antar
gelombang yang sama. Nilai stroke volume/SV, cardiac output/Q, ejection fraction/EF,
ejection time/ET, dan fractional shortening/FS, dihitung dengan rumus atau didapatkan dari
kalkulasi alat USG secara otomatis. Perekaman USG untuk setiap kuda dilakukan sebanyak 3
kali. Nilai yang menyimpang terlalu jauh dibuang. Nilai tersebut kemudian di rata-rata dan
Analisa Data
Nilai IVS, LVID, LVW KPI akan dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan
nilai LVMM KPI. Nilai LVMM KPI akan di rata-rata dan dibandingkan dengan kisaran kuda
THB menurut pustaka. Analisa data dilakukan secara deskriptif untuk mengevaluasi potensi
performa KPI di masa mendatang yang diharapkan dapat mengetahui nilai standar awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuda Pacu Indonesia (KPI)
KPI didefinisikan sebagai hasil persilangan antara kuda betina G3 dan pejantan G3,
betina G4 dan pejantan G4, atau betina G3 dan pejantan G4 (Soehadji 2008).
Tabel 5 Persentase genetik kuda generasi (G) dan KPI
Jenis Kuda Kuda Lokal Indonesia (%) Kuda THB (%)
G0 (keturunan murni) 100 0
G1 (keturunan ke-1) 50 50
G2 (keturunan ke-2) 25 75
G3 (keturunan ke-3) 12,50 82,50
G4 (keturunan ke-4) 6,25 93,75
KPI (G3 x G3) 12,50 82,50
KPI (G3 x G4) 9,38 90,63
KPI (G4 x G4) 6,25 93,75
*G: Generasi ke-, KPI:Kuda Pacu Indonesia Sumber : Soehadji (2008)
Sistem persilangan KPI adalah lebih mengutamakan kuda pejantan THB unggul
dengan harapan menurunkan potensi performa pacu yang baik. Haun (2009) lebih
mengutamakan pemilihan betina berukuran jantung besar dalam sistem persilangan kuda
pacu karena kromosom Y pada pejantan lebih kecil dibanding kromosom X pada betina
sehingga hanya mampu membawa sedikit material turunan.
Ukuran jantung yang besar diwariskan melalui kromosom X. Pejantan yang
berukuran jantung besar hanya mampu mewariskan satu kromosom X jantung besar yang
didapat dari induknya sedangkan indukan dapat mewariskan 2 buah kromosom X. Indukan
yang membawa genetik ukuran jantung yang besar pada 1 kromosom X saja akan memiliki
peluang yang sama untuk mewariskan kromosom X ukuran jantung besar maupun ukuran
jantung kecil. Indukan dengan 2 kromosom X ukuran jantung besar akan mewariskan salah
satu kromosom ukuran jantung besar (Haun, 2009)
Peningkatan jumlah KPI di lapangan telah memacu peternak kuda untuk
menyilangkan KPI dengan kuda G3, G4 atau sesama KPI untuk menghasilkan jenis KPI baru.
Rata-rata persentasi genetik THB pada sampel KPI lebih dari 90 persen (tabel 6) sehingga
bentuk tubuh dan konformasi KPI sudah mendekati kuda THB (Gambar 9).
Tabel 6 Tipe persilangan KPI dan persentasi gen kuda THB pada sampel KPI
Nama Kuda Tipe Persilangan Persentase Gen THB (%)
Kuda 1 (G3) x (G4) 90,63
Sumber : Aragon Stable (2010) dan Pamulang Stable 2010
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang pada KPI
Pemeriksaan fisik pada sampel KPI meliputi pemeriksaan denyut jantung (HR), skin
recoil (SR), capillary refill time (CRT), warna mukosa, berat badan, tinggi badan dan umur.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan EKG dan USG.
Hasil pemeriksaan fisik sampel KPI disajikan dalam Tabel 7. Rata-rata berat badan
sampel KPI yang berumur 26,5 bulan adalah 374,4 kg. Nilai ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan referensi rata-rata berat badan kuda THB yang berumur 24 bulan yang
satu faktor yang dapat mempengaruhi ukuran ventrikel kiri (Hinchcliff et al. 2008; Collin
2010).
Tabel 7. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang KPI
Nama
Rata-rata tinggi badan KPI adalah 156 cm, nilai ini cukup mendekati rata-rata tinggi
THB pada umumnya yaitu 157 cm. Perbedaan berat dan tinggi badan KPI dari kuda THB
disebabkan oleh perbedaan ras di samping faktor lain seperti: pemeliharaan (pakan,
pemeliharaan, perawatan) dan atau pengaruh lingkungan.
Sampel KPI yang dipilih memiliki rata-rata umur 26,5 bulan. Umur ini dipilih untuk
menghindari bias akibat latihan karena memasuki usia 30 bulan KPI sudah mulai dilatih.
Pada umur 36 bulan, kemampuan kardiovaskuler dan enzim oksidatif otot kuda meningkat
sehingga ukuran jantung menjadi lebih besar dengan HR yang lebih rendah (Hinchcliff et al.
2008). Buhl (2008) dan Collin (2010) juga membenarkan bahwa penambahan umur akan
meningkatkan ukuran ventrikel kiri. Jantung dapat tumbuh kembang hingga umur kuda
mencapai 4 tahun walaupun ukuran jantung masih dapat bertambah sedikit dengan latihan
(Haunn, 2009).
Jenis kelamin sampel KPI terdiri dari 4 jantan dan 4 betina untuk menghindari bias
ukuran jantung oleh jenis kelamin karena secara umum kuda betina memiliki ukuran jantung
lebih kecil daripada pejantan akibat konsentrasi hormon anabolik endogen di pejantan lebih
Pada tabel 7 terlihat bahwa rata-rata nilai SR KPI adalah 1,3 detik dengan CRT 2
detik menunjukkan kondisi normal. Warna mukosa KPI menunjukkan kondisi fisik yang
normal.
Rata-rata HR KPI adalah 47 kali/menit sedikit di atas rata-rata HR kuda THB yakni
antara 38–44 kali/menit (Reece 2004). Faktor penyebabnya diduga akibat perbedaan umur,
berat dan tinggi badan, stres dan ketakutan, waktu pemeriksaan, HR, dan faktor latihan.
Rata-rata umur KPI adalah 26,5 bulan sehingga masih tergolong kuda muda. Hinchcliff et al.
(2008) mengatakan bahwa kemampuan kardiovaskuler dan enzim oksidatif otot kuda
meningkat pada umur 36-48 bulan sehingga terjadi peningkatan ukuran jantung dan
penurunan HR.
Kuda muda memiliki HR yang lebih tinggi karena ukuran tubuhnya lebih kecil dan
kemampuan penghambatan tonus vagusnya belum berkembang (Reece 2004). Rata-rata berat
dan tinggi badan KPI lebih rendah dari kuda THB. Reece (2004) mengatakan bahwa ukuran
tubuh memiliki korelasi positif dengan HR. Kuda yang berukuran tubuh kecil memiliki HR
yang lebih tinggi.
Kuda-kuda KPI belum terbiasa menjalani pemeriksaan dengan alat-alat medis seperti:
stetoskop, pemeriksaan USG dan EKG sehingga mengalami peningkatan HR yang cukup
tinggi. Peningkatan HR ini diduga akibat faktor fisiologis seperti: stres dan ketakutan (Marlin
dan Nankervis 2004; Reece 2004). Pemeriksaan HR pada sampel KPI dilakukan pada siang
hari juga dapat meningkatkan HR kuda (Marlin dan Nankervis 2004). Pemeriksaan sampel
dilakukan pada KPI yang belum menjalani latihan intensif sehingga memiliki HR yang
tinggi. Latihan dapat mengakibatkan hipertrofi miokardium dan peningkatan ukuran jantung.
Kontraksi miokardium yang mengalami hipertrofi mampu memompa lebih banyak darah
keluar jantung dalam setiap denyutan dengan sedikit HR (Marlin dan Nankervis 2004).
Berikut hasil gambaran EKG 4 lead pada salah satu sampel KPI :
Gambar 10 Gambaran EKG 4 lead pada sampel KPI.
Sebagian besar gambaran gelombang P sampel KPI di EKG 3 dan 4 lead
menunjukkan defleksi positif dua puncak (bifase) dan hanya sebagian kecil memiliki satu
puncak (difase). Variasi bentuk difase dan bifase pada gelombang P adalah normal pada kuda
(Rose dan Hudgson 2000).
Gambar 11 Gambaran EKG 3 lead pada sampel KPI.
Interval PR sampel KPI terlihat sedikit memendek. Pemendekan interval PR ini
disebabkan oleh nilai HR yang cukup tinggi dan umur KPI yang masih muda. Rose dan
Hudgson (2000) menyatakan bahwa interval PR akan memanjang seiring dengan
penambahan umur dan penurunan HR kuda.Setiap gelombang P selalu diikuti gelombang
QRS. Konfigurasi QRS dipengaruhi posisi kaki dan denyut jantung kuda sehingga pada saat
EKG disarankan posisi kaki kiri depan kuda sedikit di depan kaki kanan depan dan dengan
denyut jantung kuda sebaiknya kurang dari 42 kali per menit (Rose dan Hudgson 2000).
Gelombang Q pada beberapa sampel KPI tidak muncul pada gambaran EKG 3 dan 4
lead. Gelombang S kadang tidak muncul pada EKG 4 lead. Variasi bentuk ini masih
dianggap normal karena gelombang Q pada kuda seringkali menghilang sedangkan
gelombang S terkadang memiliki beberapa variasi bentuk (Rose dan Hudgson 2000.
Gelombang T sampel KPI pada EKG 4 lead mengalami defleksi positif sedangkan
pada EKG 3 lead mengalami defleksi negatif. Hal ini diduga disebabkan oleh lokasi
pemasangan lead. Bila arah impuls repolarisasi searah dengan impuls depolarisasi (impuls
menjauhi elektroda) maka arah defleksi repolarisasi yang dihasilkan akan menjadi
berlawanan dengan arah defleksi depolarisasi. Gelombang T juga dipengaruhi oleh posisi
kaki dan denyut jantung (Rose dan Hudgson 2000).
Interval QT sampel KPI agak memendek diduga akibat peningkatan HR (Rose dan
Hudgson 2000). Hasil gambaran umum EKG sampel KPI menunjukkan peningkatan HR
KPI menunjukkan gambaran normal dan tapak adanya tanda-tanda hipertrofi, iskemik atau
infark.
Pemeriksaan EKG menunjukkan hasil yang normal. Gambaran EKG 3 lead maupun 4
lead pada sampel KPI tidak menunjukkan ada kelainan jantung. Gambaran EKG
menunjukkan bahwa sampel KPI memiliki gelombang P, Q, R, S, T dengan irama/ritme
defleksi, interval dan amplitudo yang sesuai dengan kisaran kuda THB (Tabel 3).
Pemeriksaan USG menunjukkan gambaran normal baik pada pengamatan B-Mode
maupun M-Mode. Pada gambaran B-Mode terlihat bentuk lumen ventrikel kiri yang bulat
dengan chorda tendinae yang muncul di kedua sisinya. Kontraksi ventrikel teramati dengan
baik dan tidak terlihat adanya kelainan pada jantung KPI. Berikut gambaran ekhokardiografi
B-Mode pada sampel KPI :
Gambar 12 Contoh gambaran ekhokardiografi B-Mode-short axis right parasternal view KPI.
Gambar 13 Contoh gambaran ekhokardiografi M-mode-short axis right parasternal view
pada KPI.
Pada gambaran M-Mode setiap struktur jantung terlihat memiliki ekhogenitas yang
baik dengan batas yang jelas. Sistol dan diastol terlihat memiliki irama yang teratur yang
menunjukkan bahwa sampel KPI memiliki jantung yang sehat.
Pengamatan NilaiEkhokardiografiKPI
1. Ketebalan Otot Jantung/Miokardium
Hasil pengamatan ketebalan miokardium (IVS dan LVW) pada sampel KPI dapat
dilihat pada tabel 8. Ketebalan miokardium KPI baik pada saat sistol maupun diastol telah
berada pada kisaran bawah referensi kuda THB, kecuali IVSd KPI berada sedikit di bawah
kisaran minimum THB.
Ketebalan miokardium dipengaruhi oleh ras (Schwarzwald 2004; Meral et al. 2007;
Young et al. 2005). Ketebalan miokardium KPI belum setara dengan kuda THB mengingat
KPI bukanlah kuda THB asli karena ukuran jantung kuda THB lebih besar dibanding ras
kuda lainnya (Gunn 1989).
Ketebalan miokardium dipengaruhi oleh berat badan (Stadler et al. 1993 diacu dalam
Meral et al. 2007). Rata-rata berat badan KPI berada di bawah kisaran kuda THB. Ketebalan
miokardium juga dapat dipengaruhi juga oleh latihan (Schwarzwald 2004; Meral et al. 2007;
Young et al. 2005). Sampel kuda KPI yang diteliti belum menjalani masa latihan intensif
sedangkan referensi kuda THB yang digunakan tidak menjelaskan level latihan kuda-kuda
yang ditelitinya. Oleh karena itu dapat dipahami jika ketebalan miokardium KPI berada di
kisaran bawah kuda THB.
Tabel 8 Rata-rata IVS dan LVW KPI
Otot Jantung KPI Referensi THB
IVSs (cm) 4,093 3,747-4,6731) 4,000-5,1002)
IVSd (cm) 2,553 2,572-3,178 2,630-3,410
LVWs (cm) 3,553 3,436-4,264 3,030-4,890
LVWd (cm) 2,183 1,938-2,702 2,130-2,650
*IVSs = Intra Ventricular Septal at Systole, IVSd = Intra Ventricular Septal at Diastole, LVWs = Left Ventricular Wall at Systole, LVWd = Left Ventricular Wall at Diastole
Sumber : 1) Grundland dan O Had (2000), 2) Reef (1998)
Ketebalan miokardium dapat mempengaruhi kekuatan kontraksi otot jantung padahal
fungsi jantung ditentukan oleh kemampuan kontraksi miokardium. Kontraksi miokardium