BAB I PE NDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem pemerintahan yang demokratis dengan menggunakan demokrasi
perwakilan (representative democracy), seringkali diasumsikan sebagai metode yang
paling efektif untuk melangsungkan pemerintahan pada masyarakat modern.
Metode ini dianggap sebagai metode yang paling wajar. Karenanya kemudian
diterapkan oleh sebagian besar negara-negara di dunia.
Kehadiran anggota dewan yang mewakili masyarakat lazimnya berasal
dari keterwakilan politik (political representation)dan keterwakilan daerah (regional
representation). Di sebagian kecil negara seperti Perancis dan Irlandia, dilakukan
pula rekrutmen anggota dewan melalui metode functional representation. Yaitu
metode yang dilakukan untuk mengimbangi dominasi kepentingan politik yang
melingkupi praktek kenegaraan di negara tersebut.
Adapun perkembangan demokrasi di Indonesia memperlihatkan adanya
dorongan pada pemerintahan rakyat. Rakyat mempunyai kedaulatan yang
tertinggi, dengan sistem politik yang demokratis sehingga seluruh kebijakan
dan aturan yang mengikat rakyat dilaksanakan dengan persetujuan rakyat.
Adapun persetujuan rakyat di peroleh secara langsung melalui: (1) Pemilu; (2)
Referendum; dan(3) Konsultasi publik (pembuatan kebijakan partisipatif).1
Persetujuan melalui perwakilan memperlihatkan adanya pendelegasian
kedaulatan rakyat kepada wakil-wakilnya di parlemen yang dipilih melalui
pemilu, adanya legitimasi (keabsahan) pemerintah bersumber dari persetujuan
rakyat. Pengaturan kedaulatan rakyat tidak dapat dibatasi oleh pemerintah
tanpa persetujuan rakyat dan pemerintahan yang konstitusional (berdasarkan,
melaksanakan dan tunduk kepada hukum dan peraturan perundang-undangan)
di mana kekuasaan yang dipegang oleh sejumlah pemimpin—termasuk yang
dipegang oleh anggota badan legislatif—dikontrol oleh rakyat.
Kedaulatan rakyat ini harus diartikan dan diterapkan sepanjang waktu,
bukan hanya ketika rakyat diperlukan, misalnya pada saat Pemilu. Artinya,
ketika para wakil rakyat dan pejabat eksekutif dipilih untuk menduduki jabatan
publik, dan ketika mereka memiliki hak untuk memutuskan sesuatu atas nama
publik, mereka tidak boleh melupakan bahwa mereka hanyalah alat kedaulatan
rakyat, dan bahwa rakyatlah tetap yang berdaulat. Dengan demikian mereka
harus memperlakukan jabatan yang diterimanya itu sebagai amanah yang kapan
saja harus dikembalikan kepada pemberi mandat, yaitu rakyat, kalau mereka
gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Persoalan yang lazim terjadi adalah pemahaman dan kecenderungan
sulitnya membina hubungan antara legislator (anggota Dewan terpilih) dengan
rakyat sebagai konstituen. Persoalan ini menjadi kendala komunikasi antara
Dewan dengan rakyat yang diwakilinya, sehingga kecenderungan adanya pola
Dalam masyarakat politik, yaitu sebuah arena dimana masyarakat
mengorganisir dirinya untuk memperebutkan hak absah mengontrol kekuasaan
publik dan aparatur negara, terdapat tiga aktor utama yang berperan aktif yaitu
konstituen, partai politik dan parlemen. Yang harus dipahami secara benar
oleh seorang anggota Dewan adalah bahwa ketiganya mempunyai posisi dan
peran yang berbeda.2
Dengan kondisi ini, maka kejelasan dan pemahaman istilah konstituen
memang menjadi penting karena sering kali secara teknis sulit untuk dipetakan.
Konstituen sering dimaknai sebagai rakyat biasa, pemilih di daerah pemilihan,
pendukung partai politik, pemberi mandat pihak yang harus diberi tanggung
jawab, masyarakat yang diwakili, atau kelompok sasaran yang harus dilayani
oleh partai atau parlemen.3
Menurut beberapa sumber dari berbagai tulisan, istilah pemilih
pendukung pada daerah pemilihan memang sering digunakan untuk menunjuk
makna konstituen atas partai politik atau parlemen. Pemaknaan lebih dalam
oleh partai politik, konstituen adalah pendukung yang tetap loyal, yang
memilihnya dan harus ia perjuangkan.
Tanggungjawab sebagai wakil rakyat mengharuskan anggota
DPR/DPRD untuk menjalin komunikasi secara intensif dengan konstituennya
untuk mengetahui berbagai perubahan maupun permasalahan yang terjadi.
Dengan komunikasi politik yang berjalan baik, para wakil rakyat tersebut akan
memiliki kemampuan untuk menghimpun informasi, kemudian melakukan
identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan yang ada serta memikirkan
kemungkinan-kemungkinan tawaran solusi yang mungkin diajukan. Tanpa
komunikasi yang efektif antara konstituen dengan anggota legislatif, maka akan
terjadi kemacetan dalam sistem politik yang mengakibatkan aspirasi dan
kepentingan konstituen tidak terwujud. Kemacetan ini seringkali berakibat
pada munculnya cara-cara penyaluran aspirasi dengan menggunakan metode
lain seperti demontrasi bahkan cara-cara yang melibatkan kekerasan dan
sebagainya.
Sistem pemilu di Indonesia yang menganut sistem semi distrik sejatinya
mengisyarakatkan prasyarat bahwa setiap calon anggota legislatif haruslah
dikenal oleh konstituen yang ada di daerah pemilihannya. Akan tetapi, dalam
beberapa kali pemilu yang pernah dilaksanakan di Indonesia prasyarat itu selalu
diabaikan sehingga masyarakat menjadi bingung dalam menentukan pilihannya.
E k sesyang kemudian muncul adalah pola-pola penentuan pilihan dengan cara
kedekatan emosional tanpa melihat kapabilitas dari setiap calon yang ada.
Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey Indonesia
(LSI) mengatakan bahwa dalam pemilu tahun 2009 yang lalu sebanyak 79,6%
masyarakat mengaku bahwa mereka tidak mengenal calon anggota legislatif
yang ada di daerah pemilihan mereka. Hanya sekitar 20,4% saja yang mengenal
kekerabatan dan pertemanan selebihnya boleh dikatakan tidak ada.4 Sehingga, sangat wajar apabila kemudian muncul tragedi meninggalnya salah satu ketua
DPRD di kabupaten yang ada di Sulawesi akibat dipukul oleh kontituenya saat
aksi unjuk rasa.
Secara teoritis, menurut Burns dalam Mengenal Teori-Teori Politiknya
Toni, E frizal, dan kemal (2006:142-143), menyatakan bahwa salah satu
orientasi perilaku anggota legislatif dipengaruhi oleh persepsi mereka tentang
bagaimana yang dirasakan oleh konstituen yang diwakilinya. Tekanan partai
dan eksekutif juga berperan, tetapi ketika semua sudah dikatakan dan terlasana,
masa depan politik anggota bergantung pada bagaimana perasaan mayoritas
pemilih tentang kinerja mereka.5
Berangkat dari pemikiran Burns diatas, maka seharusnya relasi antara
anggota legislatih dengan konstituen bisa digunakan oleh masyarakat sebagai
mekanisme reward and punishment. Bagi mereka yang dianggap mampu mewakili
kepentingan konstituen di daerah pemilihannya maka pada periode berikutnya
akan bisa terpilih lagi, begitu juga sebaliknya apabila anggota legislatif mereka
tidak mampu melaksanakan mandat keterwakilannya maka kredibilitasnya
menjadi pantas untuk dipertanyakan dan tidak dipilih kembali. Sehingga
dengan kondisi hubungan seperti itu akan menjadikan anggota dewan
benar-benar berjuang atas nama konstituten yang diwakilinya dan akan jarang ditemui
4
seorang anggota dewan yang secara konsisten dan sengaja memberikan suara
bertentangan dengan kehendak msyarakat dari daerah pemilihannya.
Dalam sebuah sistem politik yang berjalan baik, para wakil rakyat akan
mampu melakukan fungsinya untuk melakukan agregasi dan artikulasi
kepentingan konstituen yang diwakilinya sebagai in-put dalam proses
melaksanakan fungsi-fungsinya di parlemen. Out-put yang dihasilkan dari
proses pengolahan kebijakan di parlemen mencerminkan proses
tawar-menawar dalam perdebatan yang terjadi sebagai wujud kinerja wakil rakyat
dalam memperjuangkan aspirasi konstituen yang diwakilinya. 6
Out-put dapat berarti pula peningkatan pemahaman konstituen tentang
agenda dan bagaimana pemerintahan bekerja, pengetahuan tentang program
pemerintah dan kemana konstituen dapat memperoleh bantuan dan mendapat
akses yang diperlukan, pemahaman kemana dapat memberikan masukan
terhadap program pemerintah, dan mendapatkan asistensi atau rujukan
terhadap permasalahan legal ataupun sosial yang dihadapi. Dalam kontek
seperti ini, mekanisme umpan–balik (feed-back) memainkan peran penting agar
proses politik dapat berjalan secara kontinyu.
Dari produk yang dikeluarkan oleh parlemen inilah maka konstituen
dapat memberikan penilain apakah wakil rakyat yang telah dipilihnya
benar-benar mewakili kepentingan konstituen yang bersangkutan atau tidak. Kunci
keberhasilan dari mekanisme ini sekali lagi adalah apabila wakil rakyat berhasil
membangun komunikasi yang efektif dengan konstituen yang diwakilinya.
Diakui atau tidak, sejauh ini seringkali kita temui anggota legislatif
ketika terpilih hal pertama yang kemudian mereka lakukan adalah penyusunan
strategi tentang bagaimana cost politik yang mereka keluarkan secepat mungkin
bisa kembali. Hal tersebut terbukti dengan pernyataan salah satu anggota
legislatif kabupaten Pamekasan yang dirilis dalam sebuah media cetak yang
berisi : gunak an saat k ampanye Pemilu L egislatif lalu.(Radar Madura, 22/ 08/ 2009)
Besarnya biaya politik yang dikeluarkan selalu menjadi alasan klasik bagi
anggota dewan dalam membuat alibi kenapa kemudian konstituen menjadi
nomor kesekian buat mereka. Padahal dalam kontek keterwakilan sejatinya
mereka merupakan orang yang kemudian mendapat mandat dan otoritas untuk
melakukan tugas konstituen yang diwakilinya.
Selain itu, masa reses yang seharusnya berfungsi untuk datang ke
konstituen dalam rangka untuk menyerap aspirasi juga belum mampu
dijalankan secara maksimal. Masa reses anggota DPR/DPRD membutuhkan
dana sangat besar yang tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
bahkan makna dan manfaat masa reses-pun masih kabur dan tumpang tindih.
yang menganut paradigma transmisi. Namun karena organisasi partai politik
“mati suri” sehingga anggota DPR/DPRD sendiri yang harus turun menyerap
aspirasi.7
Selama ini yang terlihat bahwa penggunaan dana reses sering
bercampur aduk antara untuk berlibur, menyerap aspirasi pemilih, konsolidasi
parpol, dan menebalkan kantong anggota DPR/DPRD sendiri. Dengan
demikian, akuntabilitas dana reses layak dipertanyakan sehingga kebijakan
masa reses memang harus dikoreksi dan ditinjau ulang. Bukan hanya besaran
dan frekuensinya namun juga penggunaannya.
Banyaknya anggota DPR/DPRD yang ikut menjadi tersangka bahkan
yang menjadi ”sutradara” dalam skandal korupsi maupun tindakan-tindakan
yang bersifat amoral seperti perselingkuhan, video mesum, dan narkoba
menjadikan tingkat trust (kepercayaan) masyarakat terus menurun. Bahkan
menurut hasil penelitian Said Amin, peneliti program The Word Bank
menuturkan, bahwasanya dalam rentang waktu 2004-2009 tercatat sudah ada
967 anggota DPRD dan 61 kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia
tersngkut kasus korupsi.8 Bentuknya juga sangat beragam, mulai dari kasus
penyelewengan APBD, suap, proyek pengentasan kemiskinan sampai pada
kasus proposal fiktif.
7www.suaramerdeka.com, opini “Masa Reses: Proses dan E kses”oleh Joko J Prihatmoko (diakses tanggal 01 Juli 2010
Pukul 09.27 WIB)
8
Hampir dapat dipastikan, peran parlemen bermetamorfosis dan fungsi
pengawasan menjadi instrumen akumulasi kekayaan semata. Karena itu, tidak
mengherankan jika saat pencalonan, para caleg rela menghamburkan uang
dengan harapan saat terpilih mereka bisa mendapat untung yang lebih besar.
Seorang ilmuwan politik berkebangsaan Argentina Atilio Boron pernah
menggambarkan hilir sejarah percaturan politik adalah uang. Hal itulah, yang
terlihat dalam percaturan politik kita saat ini. Apalagi ditengah ramainya
pelaksanaan pilkada langsung di berbagai daerah di Indonesia. Berpolitik di
Indonesia memang ibarat dagang, Bukan politik dalam pengertian modern
dengan politisi hadir sebagai negarawan yang rela bekerja untuk rakyat banyak.
Lebih fatal lagi perilaku korup wakil rakyat seolah diterima sebagai sesuatu
yang wajar dan dipertontonkan secara kasar di mata rakyat.
Realitas yang menceritakan kondisi parlemen Indonesia baik pusat dan
daerah menjadi bukti bahwa derajat keterwakilan, efektifitas kinerja lembaga—
legislatif—dan representasi keterwakilannya masih menyisakan kisah yang
menarik untuk dikaji lebih jauh. Hasil penelitian Samsudin Haris menemukan
bahwa banyak diantara wakil rakyat yang tidak memperlihatkan perilaku
sebagaimana mestinya. Perannya dalam menyuarakan aspirasi rakyat terasa
amat kurang. Alih-alih bertindak sebagai saluran aspirasi rakyat, mereka
kepentingan rakyat. Salah satu penyebabnya, para wakil rakyat terlalu
bergantung pada elit partainya.9
Determinasi dari partai politik, baik langsung atau melalui mekanisme
fraksi, amat kuat sehingga wakil rakyat tidak bebas dalam melakukan perannya
sebagai legislator. Dalam berbagai kasus terlihat bagaimana kepentingan partai
politik amat dominan dalam penentuan langkah anggota dewan. Bahkan dalam
beberapa kasus terlihat perubahan sikap anggota dewan yang terjadi secara
tiba-tiba. Misalnya, Dukungan dua anggota dewan dari fraksi Partai Demokrat
terhadap interpelasi lumpur Lapindo yang dicabut secara tiba-tiba
memperlihatkan betapa dominannya kekuasaan partai politik
atas anggota
dewan.
Padahal, menurut Huntington proses pembentukan budaya politik
demokratis ditunjang oleh tiga hal, salah satunya adalah pelembagaan politik.
Dimana, lembaga-lembaga politik telah mampu menempatkan diri sesuai
fungsinya, dan melakukan penataan atas pranata-pranata politik yang ada
sehingga mengarah pada proses stabilitas sistem politik. Partai politik sebagai
salah satu lembaga politik, jika kemudian tidak mampu mencapai proses
pelembagaan dan masih terus melakukan intervensi seperti halnya di atas,
maka konsekuensi yang dihasilkan adalah proses pembentukan budaya
demokratis akan semakin jauh dari harapan.10
9Haris, Syamsuddin. 2005. Proses Pencalonan Legislatif Lokal: Pola, Kecenderungan, dan Profil Caleg.Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Halaman 10-11
10Huntington, Samuel. P. 2002. Tertib Politik pada Masyarakat yang Sedang Berubah.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Konstituen yang selama ini hanya diingat dan diperhatikan ketika
menjelang perhelatan akbar yang bernama pemilu saja memang menjadi
menarik untuk diteliti. Permasalahan terabaikannya mereka—konstituen—
pasca pemilu merupakan faktor penghambat dalam upaya penguatan demokrasi
Indonesia dan berakibat pada semakin meluasnya apatisme masyarakat untuk
ikut aktif dalam upaya pembangunan bangsa dan negara.
Disamping itu, kondisi masyarakat yang tidak pernah didengar dan
diserap aspirasinya karena ketidakpedulian atau bahkan mungkin ketidaktahuan
anggota legislatif terhadap peran fungsionalnya menjadikan permasalahan yang
ada semakin kompleks dan tidak berkesudahan. Dari sinilah kemudian peneliti
mengambil judul : “Strategi Anggota Legislatif Daerah Dalam
Memperkuat Hubungan Dengan Konstituen” (Studi pada anggota DPRD Kabupaten Pamek asan Periode 2009-2014).
B. Rumusan Masalah
Mencermati dalam uraian latar belakang di atas kiranya peneliti akan
membatasi permasalahan sehingga akan sesuai dengan realita dan peneliti
inginkan: Bagaimana strategi anggota DPRD dalam memperkuat
hubungan dengan konstituennya? C. Tujuan Penelitian
Senada dengan rumusan masalah diatas, dalam kajian tentang strategi
studi pada anggota DPRD Kabupaten Pamekasan Periode 2009-2014, tujuan
yang ingin dicapai adalah:
1. Mendiskripsikan cara yang ditempuh oleh anggota DPRD Kabupaten
Pamekasan dalam upaya melakukan pendekatan dan pemeliharaan
terhadap konstituennya.
2. Dapat menemukan faktor apa saja yang mempengaruhi pembuatan
strategi berkenaan dengan penguatan hubungan antara anggota legislatif
dengan konstituen di daerah pemilihannya.
D. Manfaat Penelitian
D.1. Kegunaan Akademik
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti
terhadap perkembangan ilmu sosial khususnya kajian ilmu pemerintahan
(politik) yang telah ada, terkait dengan persoalan penguatan hubungan
antara anggota legislatif dan konstituen, dinamika partai politik dalam
memperkuat dan memperbesar organisasinya serta perilaku konstituen
dalam menentukan dukungan terhadap calon anggota legislatif.
D.2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini berharap mampu menjadi pondasi yang
kokoh terhadap dinamika politik bangsa oleh pemerintah, birokrat, dan
dapat menjadi acuan bagi politisi utamanya yang terpilih menjadi anggota
legislatif serta bagi partai politik masing-masing mengenai pentingnya
bagaimana seharusnya tindakan dan perilaku anggota legislatif mampu
dijalankan sesuai fungsinya dalam berbagai proses politik maupun suksesi
politik yang terjadi dengan harapan bahwa nantinya aktivitas politik tidak
hanya selalu dimaknai dengan perebutan kekuasaan semata.
E . Definisi Konseptual
Definisi konseptual adalah unsur atau bagian penting dalam penelitian
dan merupakan definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan
secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena yang alami.11
Definisi konseptual ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan
tentang makna arti dari kalimat yang ada dalam permasalahan yang disajikan.
Dimana, dengan adanya penegasan arti tersebut akan mampu mempermudah
dalam memahami maksud kalimat yang tercantum dalam penelitian.12
E .1. Strategi Anggota DPRD
Strategi dapat dipahami sebagai proses penentuan rencana para
pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang
organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana
agar tujuan tersebut dapat dicapai.13
Secara khusus strategi merupakan tindakan yang bersifat
incremental—senantiasa meningkat—dan terus-menerus, serta
11Singarimbun, Masri. 1982. Metode Penelitian Survey.Jakarta: LP3E S. Halaman: 17
dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan
masyarakat di masa depan (Glueck dan Jauch, 1989:9).
Anggota DPRD kabupaten/kota merupakan unsur pelaksana
pemerintah daerah yang juga wakil rakyat di daerah dan lembaga
yang paling dekat secara geografis dengan konstituen. Sehingga,
sangat ideal kiranya apabila proses penguatan hubungan antara
parlemen dengan konstituen dimulai dari DPRD kabupaten atau
kota.
Ditengah semakin dewasanya paradigma politik masyarakat dan
sistem pemilu yang open list, maka menjadi sebuah keharusan
bahkan kewajiban untuk anggota DPRD untuk mampu
benar-benar menjadi representasi dari suara konstituen di daerah
pemilihan yang diwakilinya. Apabila pola itu tidak berjalan akan
sangat bergantung pada keberlanjutan posisi anggota dewan
tersebut pada pemilu berikutnya. Daya kritis masyarakat saat ini
secara tidak langsung menjadi punishment bagi anggota parlemen
yang dianggap tidak mampu melakukan tugasnya dengan cara tidak
dipilih lagi oleh konstituennya pada periode berikutnya.
E .2. Penguatan Hubungan Dengan Konstituen
Pada dasarnya penguatan adalah upaya terstruktur untuk menguasai
akar rumput lewat berbagai aktivitas dan pendampingan.14
Konstituen adalah masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu
ideologi tertentu yang kemudian termanifestasikan dalam institusi
politik..15
Definisi diatas menegaskan bahwa konstituen adalah pemegang
otoritas yang sesungguhnya. Dan apabila otoritas itu dipercayakan
atau diberikan kepada orang lain, maka orang lain itu kita sebut
pemimpin. Ia dapat bertindak mewakili atau atas nama
konstituennya itu dalam rangka memberikan pelayanan.
Bagi parpol dan anggota parlemen penguatan hubungan dengan
konstituen sangat penting mengingat secara struktural maupun
fungsional konstituen akan sangat diperlukan mengingat basis masa
merupakan kekuatan utama bagi anggota legislatif dalam melakukan
segala aktifitasnya.
E .3. Strategi Anggota DPRD Dalam Memperkuat Hubungan Dengan Konstituen
Sebagai sebuah konsep politik, perwakilan (representatiton) bukan
sekedar pada relasi antara wakil dengan kelompok terwakil. Paling
tidak menurut Marijan (2010:41) ada empat hal ketika
memperbincangkan konsep perwakilan.16 Pertama adalah adanya
sekelompok orang yang mewakili, yang termanifestasi dalam
bentuk lembaga perwakilan, organisasi, gerakan, dan
lembaga negara yang lain. Kedua, adanya sekelompok orang yang
diwakili, seperti konstituen dank lien. Ketiga, adanya sesuatu yang
diwakili, seperti pendapat, kepentingan dan perspektif. Keempat,
adalah konteks politik dimana perwakilan itu berlangsung.
Dalam situasi seperti ini, perwakilan politik berarti adanya relasi
antara wakil dan terwakili, yang terbalut oleh
kepentingan-kepentingan, baik kepentingan wakil maupun terwakil di dalam
konteks politik tertentu. Kondisi ini yang nantinya bisa mencakup
desain kelembagaan politik dan budaya politik yang berkembang
dalam masyarakat.
Dalam kaitannya dengan kepentingan, relasi antara wakil dengan
terwakil itu tidak terlepas dari adanya transaksi dan akuntabilitas.
Baik transaksi dan akuntabilitas yang terjadi pada saat pemilu
maupun setelah terpilih untuk menjadi wakil di parlemen. Misalnya,
bisa mendiskusikan tentang kepentingan-kepentingan atau
kebijakan-kebijakan yang hendak diperjuangkan oleh para wakil.
Pada saat yang sama, para pemilih juga bisa melakukan evaluasi,
apakah transaksi sebelumnya sudah dilaksanakan oleh para wakil
atau tidak. Finalnya, secara politis, para wakil ini bisa dikatan
F . Definisi Operasional
Definisi operasional adalah petunjuk tentang bagaimana suatu variabel
di observasi atau diukur.17 Dalam penelitian ini terkait dengan judul “Strategi
Anggota Legislatif Daerah Dalam Memperkuat Hubungan Dengan
Konstituen” (Studi pada anggota DPRD K abupaten Pamekasan Periode
2009-2014), dapat dirumuskan beberapa indikator di antaranya:
1. Latar Belakang Anggota Legislatif
2. Makna Konstituen Bagi Anggita DPRD
3. Cara yang digunakan dalam memperkuat hubungan dengan konstituen
4. Hambatan yang Ditemui dalam Proses Penguatan Hubungan dengan
Konstituen
G. Metode Penelitian
Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan metode penelitian adalah
serangkaian prosedur berupa cara yang digunakan untuk memecahkan masalah
dalam penelitian ini. Sehingga, dalam keberlanjutanya menjadi satu kesatuan
yang utuh dan konsisten antara metode yang digunakan dengan tehnik-tehnik
operasional dalam pengumpulan data, instrument penelitian, serta dalam
proses menganalisis data.
Maka dari itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Utamanya adalah metode deskriptif, yang bisa dipahami
yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan obyek penelitian atau
subyek penelitian—seseorang, lembaga, masyarakat, nilai-nilai, dan lain-lain—
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya.18
G.1. Subyek Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang bermanfaat untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar sebuah penelitian.19 Karena sebagai
subyek yang mampu memberikan informasi yang seluas-luasnya, maka dalam
penelitian sangat berhati-hati dalam menentukan informan, agar didapatkan
informasi yang lengkap untuk mendukung informasi yang berkenaan dengan
penguatan hubungan anggota legislatif dengan konstituen, sehingga
ditetapkanlah subyek penelitian yang dimaksud adalah Anggota DPRD
Kabupaten Pamekasan Periode 2009-2014 dari setiap fraksi yang ada.
G.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dimaksudkan agar peneliti mampu mengungkapkan
fakta supaya mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan oleh
peneliti. Adapun lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah di DPRD
Kabupaten Pamekasan.
G.3. Teknik Pengumpulan Data
Pada prinsipnya pengumpulan data empirik diawali dengan memahami
setting. Dalam hal ini peneliti masuk sebagai bagian dari subyek penelitian.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka digunakan tekhnik pengumpulan data
berupa pengamatan, wawancara atau interview, dan dokumentasi. Menurut
Gulo, pengumpulan data digunakan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian20. Teknik pengumpulan
data yang dipilih tergantung pada faktor utama dan jenis data. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah:
a. Wawancara atau Interview
Dalam penelitian ini sengaja menggunakan teknik wawancara semi
terstruktur yang mana teknik wawancara ini lebih bebas dalam
mengungkap pertanyaan kepada informan. Tujuan dari wawancara
ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diwawancara diminta pendapat dan ide-idenya21.
Dalam penelitian ini deperlukan informan yang dianggap
memahami masalah yang diteliti.
b. Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan penelusuran dokumen resmi dalam
menjajaki sumber tertulis sehingga memperkaya data. Disamping
itu, metode dokumentasi akan membantu dalam proses
menganalisa.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, serta dokumen yang
berbentuk tulisan22.
G.4. Analisa Data
Teknik analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam
metode ilmiah karena dengan analisa data dapat diberi arti tentang makna yang
berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Untuk analisa data peneliti
menggunakan teknik analisa data kualitatif. Menurut Miles dan Huberman23
analisa data kualitatif terdiri dari:
1. Pengumpulan data
Dalam hal ini peneliti mencari dan mengumpulkan semua data yang
ada dilapangan sesuai dengan judul penelitian, untuk kemudian
dijadikan sebagai tambahan dalam penulisan.
2. Reduksi Data
Merupakan proses penyajian, kompilasi data setelah direduksi ke
dalam bentuk-bentuk simbol yang bisa menggambarkan
keseluruhan data-data utamanya hasil penelitian. Kegiatan ini
merupakan penyederhanaan data yang kompleks ke dalam
narasi-narasi pendek sesuai kriteria dan klasifikasi data berdasarkan
rumusan masalah sehingga dengan mudah bisa difahami maknanya
22Ibid Hal 82
3. Display Data
Merupakan tahap seleksi data atas data atau catatan-catatan
lapangan (fieldnotes), sehingga data yang di dapat sesuai dengan
pokok yang dituju dalam penelitian.
4. Verifikasi Data atauConclusion Drawing
Setelah data diolah atau disajikan, maka diambil beberapa alternatif
yang terbaik untuk dijadikan bahan penyampaian informasi dan
pengambilan keputusan guna kemudian diambil sebuah
kesimpulan.
G.5. Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data yang dikumpulkan, peneliti akan
menggunakan teknik Triangulasi yaitu teknik triangulasi dengan sumber.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
suatu sumber data yang lain di luar data itu untuk keperluan pembanding atau
pengecekan derajat kepercayaan hasil penelitian. Teknik triangulasi yang paling
banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.
Dalam metode pemeriksanaan keabsahan data ini dapat melalui
perbandingan antara data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
membandingkan antara data hasil wawancara dengan data dokumentasi,
sebelumnya yang dianggap relevan, dan membandingkan data hasil penelitian
dengan teori.24
G.6. Jadwal Penelitian
Kegiatan Waktu
1. Pembuatan proposal 1 Juli s/d 15 Juli 2010
2. Pra penelitian
Konsultasi proposal
Menguruskelengkapan
administrasi penelitian
Seminar Proposal15 Juli s/d 31 Juli 2010
15 s/d 31 Juli 2010
2 Agustus 2010
3. Penelitian ke lapangan 4 Agustus s/d 31 Agustus 2010
4. Analisis data hasil
penelitian 1 September s/d 20 September 2010
5. Pembuatan laporan
penelitian 20 September s/d 10 Oktober 2010
STRATEGI ANGGOTA LEGISLATIF DALAM MEMPERKUAT
HUBUNGAN DENGAN KONSTITUEN
(Studi pada anggota DPRD Kabupaten Pamekasan Periode 2009-2014)
Disusun Oleh:
Ibnun Hasan Mahfud
06230035
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
i
UNIVE RSITAS MUHAMMADIYAH MALANG F AKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU PE ME RINTAHAN
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. (0341) 460948 Pes. 132 Malang 65144
LE MBAR PE NGE SAHAN Telah dipertahankan
Dihadapan Sidang Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Pemerintahan
F akultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
pada:
Hari : Senin
Tanggal : 24 Januari 2011 Jam : 08.00-09.00
ii
UNIVE RSITAS MUHAMMADIYAH MALANG F AKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU PE ME RINTAHAN
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. (0341) 460948 Pes. 132 Malang 65144
LE MBAR PE RSE TUJUAN
Nama : Ibnun Hasan Mahfud
NIM : 06230035
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul : STRATE GI ANGGOTA LE GISLATIF DALAM
ME MPE RKUAT HUBUNGAN DE NGAN
KONSTITUE N
(Studi Pada Anggota DPRD Kabupaten Pamekasan
iii
UNIVE RSITAS MUHAMMADIYAH MALANG F AKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU PE ME RINTAHAN
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. (0341) 460948 Pes. 132 Malang 65144
SURAT PE RNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ibnun Hasan Mahfud
NIM : 06230035
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan bahwa karya ilmiah atau skripsi yang berjudul STRATE GI
ANGGOTA LE GISLATIF DALAM ME MPE RKUAT HUBUNGAN DE NGAN KONSTITUE N (Studi Pada A nggota DPRD Kabupaten Pamek asan Periode 2009-2014) adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik
sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami
sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik
sebagaimana berlaku.
Malang, 22 Januari 2011 Yang menyatakan
iv
UNIVE RSITAS MUHAMMADIYAH MALANG F AKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU PE ME RINTAHAN
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Telp. (0341) 460948 Pes. 132 Malang 65144
BE RITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : Ibnun Hasan Mahfud
NIM : 06230035
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul : STRATE GI ANGGOTA LE GISLATIF DALAM
ME MPE RKUAT HUBUNGAN DE NGAN
KONSTITUE N (Studi Pada Anggota DPRD Kabupaten Pamekasan Periode 2009-2014)
Pembimbing : 1. Drs. Asep Nurjaman, M.Si
v
M.O.T.T.O
“Hidup adalah untuk mempersembahkan yang
terbaik , bermakna di dunia dan berarti di
akhirat”
(A a` Gym)
“ Menulislah agar dipahami, ber bicar alah agar didengar , dan
membacalah agar menjadi besar
”
(L awrence Clark P owell)
“Selama ini par a f ilusuf hanya sibuk ber d ebat
t ent ang bagaimana mendef inisikan dunia, padahal
yang t er pent ing adalah bagaimana mer ubahnya”
(the K arl “ prophet” M ax)
“Setiap orang mungkin bisa menjalankan kapalnya, tetapi
hanya seorang pemimpinlah yang bisa menentukan
arahnya"
vi
KATA PE NGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi Rabbil `Alamin, puji syukur saya panjatkan kehadiran Rabbul `Izzzati atas segala limpahan rahmat serta nikmat yang telah di anugerahkan kepada kita semua, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Shalatan wa salaman semoga tetap selalu tersampaikan kepada Sang Proklamator Islam Muhammad SAW, berkat beliau kita bisa merasakan nikmatnya beragama Islam yang Kaffah.
Hubungan antara anggota legislatif dengan konstituen merupakan isu penting dalam sistem demokrasi perwakilan. Keberadaan lembaga perwakilan rakyat dapat dikatakan efektif apabila lembaga ini mampu merefleksikan kepentingan konstituennya dalam setiap proses pengambilan keputusan. Tanggungjawab DPRD sebagai wakil rakyat di daerah mengharuskan mereka untuk membangun komunikasi secara intensif dengan konstituennya untuk mengetahui berbagai isu maupun permasalahan yang terjadi pada konstituen.
Akan tetapi, sampai detik ini relasi politik antara seorang politisi dengan
konstituensinya masih belum menampakkan pola-pola yang saling
menguntungkan (mutualisme) dalam arti sebenarnya. Dapat dikatakan hubungan antara anggota dewan dengan konstituennya hari ini adalah sebuah ”simbiosis parasitisme” dimana konstituen hanya dijadikan obyek eksploitasi dari ambisi politik seorang politisi. Tidak jarang praktek pengatasnamaan rakyat terjadi di lingkaran elit untuk memuluskan suatu agenda politik meskipun si pemilik kedaulatan sejatinya tidak memahami jalan pikiran wakilnya.
Namun, sebagaimana kata pepatah bahwa “tak ada gading yang tak retak ”,
begitu pula dengan karya ini yang masih jauh dari kata sempurna sehingga segala bentuk saran dan kritik untuk perbaikan karya ini kedepannya selalu penulis nantikan. Serta tak lupa ungkapan terimakasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu proses terselesainya karya ini sehingga penulis bisa dikukuhkan sebagai Sarjana Ilmu Politik lulusan Universitas Muhammadiyah Malang.
Terimakasih penulis secara khusus ditujukan kepada :
1. Segenap pimpinan UMM: DR. Muhadjir E ffendy, M.AP, Prof. DR.
Sujono, M.Kes, Drs. Joko Widodo, M.Si. terimakasih atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk belajar di UMM, dan terimakasih banyak buat beasiswanya.
2. Seluruh jajaran Dekanat FISIP UMM: DR. Wahyudi, M.Si, Drs. Asep
Nurjaman, M.Si, Drs. Sulismadi, M.Si. dan Drs. Abdullah Masmuh, M.Si. semua nasehat bapak semoga akan saya ingat terus pak. Insya Allah.
3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UMM: ibu DR.
vii
4. Bapak Drs. Asep Nurjaman, M.Si selaku pembimbing I dan Drs.
Krishno Hadi selaku pembimbing II, bimbingan bapak benar-benar membuat saya belajar, berpikir dan berdialektika, terimakasih banyak pak.
5. Segenap bapak/ibu dosen serta karyawan di lingkungan FISIP UMM,
terimakasih saya yang sangat besar atas ilmu, pengalaman dan pelayanan yang telah diberikan selama saya menempuh pendidikan di fakultas ini.
6. Seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Pamekasan
periode 2009-2014 yang telah menyempatkan dan meluangkan waktu untuk saya interview, tanpa bantuan bapak-bapak mungkin karya ini belum bisa tersusun sampai sekarang.
7. Semua kakanda di IMM Renaissance FISIP UMM: pak Yana, pak Him,
pak Nashrul, pak Zen, pak Masmuh, pak Joko, mbak Luluk, mas Muad, mas Ilham, mas Salam, mas Udin, mas Aan, mas Joko, mas Agus pak ilmunya tapi lupa saya sebutin hehe. Makasih banyak ya udah mau ngasih saran, kritik, ilmu dan tumpangan makan klo lg g ada uang hehehe
8. Teman-teman IMM Renaissance FISIP mulai dari angkatan 2006; abim,
tora, doni, safrin, Zainal, Juhairi, khususnya yang masuk personil Renaissance periode 2008-2009; Arsad, phiet “emak”, Sandra yang sekarang jadi peri, Riska “genk”, bang Idrus, E rwin, Sururin “turtle” sang juragan jamur, nia “gendut”, sisil BCL “calon Pengajar Muda”, Saprol (tenang boy semua mkhluk udah tersedia jodohnya hehehe), beno (ayo ndang cepet2 bimbingan) terimakasih buat semuanya rek yo, pokonya kita harus tetep akur sampe kapanpun, klo kalian udah sukses secepatnya kasih tauQ ya, kalian wajib jadi donatur buat sekolahQ hehehe, dan yang belum lulus cepetan menyusul kampus wes sumpek kelamaan ada kalian hehehe. Angkatan 2007; Yayak “jumbo”, Fitri “welas”, Ferdia, Dati`, Intan, Hendro, Hafid, Rofiq, Andre, Romli, Rustan de el el, kalian harus mampu jadi kakak yang baik dan bijak buat adik-adiknya, buat temen2 angkatan 2008, 2009, 2010, buatlah sejarah kalian sendiri yang bisa dibanggakan dan bisa diceritakan buat penerus kalian nanti. Kalian adalah generasi yang akan membawa Renaissance lebih maju dan progresif kedepannya.
9. All crew IP FISIP UMM 2006; Yasin “pak de”, samid, Faisal “pak haji”,
Slamet, Alfian, Awie, Cecep, Andre “bodok”, Mas`ud, Risang, Farid, Iwan, Andre S, Marianus, Indra, Lucky, Ayu, Vilna, Imel, semuanya wes, sukses ya buat kita semua, yang belum lulus ndang digarap skripsine rek, jangan lupa keep contact yo,,,,
10. Semua yang pernah tinggal seatap, teman bercanda dan tertawa bersama
viii
C11+ TE A L4 (Aris, Vhery, Anam, Rosi, Fely, Udik, Umam “7 tahun lagi kabarin ya kalo km udah mau wisuda”), bu kapolres and keluarga sakalangkong yeh cuy.
11. Iib Robiatutsaniah, terimakasih tak terhingga atas segala kasih dan sayang
yang telah diberikan hingga detik ini. Sebuah keputusan besar yang telah aku ambil dengan memilihmu akan terus aku perjuangkan, karena aku sangat yakin bahwa perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh tidak akan pernah sia-sia, itulah janji Tuhan yang selalu aku yakini kepada kebenarannya.
12. Terakhir, terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan semangat, kritikan, dan lain-lain kepada peneliti mulai dari pertamakali menginjakkan kaki di kota Malang sampai peneliti lulus, semoga Allah membalas semua kebaikan yang diberikan dengan kebaikan yang lebih besar. Amin
Sekian, terimakasih.
Malang, 26 Januari 2011 Penulis,
ix
Daftar Gambar, Bagan dan Tabel ……… ……… ………….. xvi
BAB I Pendahuluan
E .2. Penguatan Hubungan Dengan K onstituen … ……….. 14
E .3. Strategi Anggota DPRD Dalam Mamperkuat Hubungan Dengan Konstituen …… ……… ……… ………….. 15
F. Definisi Operasional ……… ……… ………... 16
G. Metode Penelitian ……… ……… ………… 16
G.1. Subyek Penelitian ………… ……… ………… 17
G.2. Lokasi Penelitian ……… ……… …………. 17
G.3. Teknik Pengumpulan Data … ……… ………. 18
a. Wawancara atau interview ………… ……… .. 18
b. Dokumentasi …… ……… ……… …. 19
G.5. Pemeriksaan Keabsahan Data ……… ……… . 20
G.6. Jadwal Penelitian ………… ……… ……… . 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Lahirnya Lembaga Perwakilan ………… ……… 22
B. Definisi Perwakilan ……… ……… ……… 23
B.1. Teori Hubungan Wakil Dengan Terwakil … ………. 24
x
B.1.2. Teori Organ ……… ……… …….. 25
C. Relasi Partai Politik Dengan Tipe Perwakilan ………… …………. 29
C.1. E fektifitas Keterwakilan Dalam Partai Politik ……… …. 32
C.2. Dampak Sistem Pemilihan Terhadap Pola Keterwakilan …… 34
C.3. Kontruksi Daerah Pemilihan … ……… ………. 38
D. Penguatan Hubungan Dengan Konstituen ……… ……… 39
BAB III DINAMIKA POLITIK KABUPATE N PAME KASAN …… 49
A. Dinamika Politik Dalam Tinjauan Historis Berdirinya Kabupaten Pamekasan ……… ……… ……… … 49
B. Dinamika Sosial Masyarakat Pamekasan ………… ……… 53
C. Peran Kiai Dalam Membangun Budaya Politik Masyarakat Pamekasan64 D. Daerah Pemilihan dan Karakteristik Masyarakat Pamekasan di Setiap Wilayah ……… ……… ……… ………. 68
BAB IV STRATE G I ANGGOTA LE GISLATIF DALAM ME MPE RKUAT HUBUNGAN DE NGAN KONSTITUE N …… ……… 75
A. Pengantar …… ……… ……… ……….. 75
B. Latar Belakang Anggota Legislatif Kabupaten Pamekasan ……… 78
C. Makna Konstituen Bagi Anggota DPRD Kabupaten Pamekasan … 86 D. Strategi Anggota DPRD Dalam Memperkuat Hubungan Dengan Konstituen …… ……… ……… …………. 90
E . Faktor-Faktor Penghambat Penguatan Hubungan Anggota DPRD dengan Konstituen di Daerah Pemilihannya …… ………. 99
BAB V PE NUTUP DAN SARAN ...…… ……… …… 104
A. Penutup ……… ……… ……… …….. 104
B. Saran ……… ……… ……… ……… 107
xi
DAF TAR GAMBAR, BAGAN DAN TABE L
DAF TAR GAMBAR
Gambar 1. Penguatan Motivasi dan Keanggotaan … ……… 44
Gambar 2. Peta dan Persebaran Daerah Pemilihan Kabupaten Pamekasan69
DAF TAR BAGAN
Bagan 1. Strategi Mempertahankan Konstituen …… ……… .. 92
Bagan 2. Strategi Penguatan Hubungan Dengan Konstituen …… …… 94
DAF TAR TABE L
Tabel 1. Jadwal Penelitian ………… ……… ……… .21
Tabel 2. Daftar Anggota DPRD Kabupaten Pamekasan Periode 2009-2014 62
xii
DAF TAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. III. Jakarta: Depdiknas RI
dan Balai Pustaka
Andrianus Pito, Toni. Afriza. Fasyah, Kemal, 2006, ME NGE NAL TE
ORI-TE ORI POLITIK: Dari Sistem Politik sampai Korupsi. Bandung: Penerbit Nusa.
Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik (E disi Revisi). Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Faisal, Sanapiah, 1999, Format-Format Penelitian Sosial. PT RajaGrafindo.
Jakarta.
Firmanzah, 2007, MARKE TING POLITIK: Antara Pemahaman dan
Realitas.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Hamidi, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian.Malang: UMM Press.
Haris, Syamsuddin, 2005, Proses Pencalonan Legislatif Lokal: Pola,
Kecenderungan, dan Profil Caleg. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Huntington, Samuel. P, 2002,Tertib Politik pada Masyarakat yang Sedang
Berubah.Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Lay, Cornelis, 2006, Involusi Politik: E sei-E sei Transisi Indonesia.
Jogjakarta. Diterbitkan oleh Program Pasca Sarjana Politik Lokal dan
xiii
Kantaprwira, Rusadi, 2004, Sistem Politik Indonesia: Suatu Model
Pengantar. Bandung. Sinar Baru Algesindo
Marijan, Kacung, 2010, SISTE M POLITIK INDONE SIA: Konsolidasi
Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Maruto MD dan Anwari WMK. (E ds.), 2002, Reformasi Politik dan
Kekuatan Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi. Jakarta: Pustaka LP3E S.
Rachman, M. Fadjroel, 2007,Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat, Tentang
Kebebasan, Demokrasi, dan Negara Kesejahteraan. Depok: Koekoesan.
Sanit, Arbi, 1985, PE RWAKILAN POLITIK DI INDONE SIA. Jakarta:
CV. Rajawali
Singarimbun, Masri, 1982,Metode Penelitian Survey.Jakarta: LP3E S.
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia
Turmudi, E ndang. 2004. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta.
LkiS.
Wiyata, A. Latief. 2002. Carok; Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang
Madura. Yogyakarta: L KiS.
Wiyata, A. Latief. 2003. Madura yang Patuh?; Kajian Antropologi
xiv
Winarno, Budi. 2007. Sistem Politik Indonesia E ra Reformasi. Jakarta: PT.
Buku Kita.
Wisadirman, Darsono, 2005, Metode Penelitian dan Pedoman Penulisan
Skripsi Untuk Ilmu Sosial. UMM press, Malang
Hadari, Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995. Instrumen Penelitian Bidang
Sosial. Yogyakarta: UGM Press.
Meleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosdakarya.
Dari Koran dan Internet
Astro, Masuki M. 2006. Orang Madura Peramah yang Sering
Dikonotasikan Negatif. (http://www.mamboteam.com ) diakses 10 Oktober 2010.
Wiyata, A. Latief. 2005. Model Rekonsiliasi Orang Madura.
(http://www.fisip.ui. edu/ceric ) diakses 10 Oktober 2010.
Radar Madura (Jawa Pos Group), 22 Juli 2009
www.suaramerdeka.com, opini “Masa Reses: Proses dan E kses” oleh Joko
J Prihatmoko (diakses tanggal 01 Juli 2010 Pukul 09.27 WIB)
www.google.com/leadership/konstituen.html (diakses tanggal 01 Juli 2010
Pukul 09.27 WIB)
www.pamekasan.go.id/berita/penetapan caleg terpilih di pamekasan 15