Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
ANALISIS SISTEM SENSOR INFRA MERAH PADA OIL MIST DETECTOR (OMD) DI PLTD LUENG BATA BANDA ACEH
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
MAULINA TANJUNG 040801012
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS SISTEM SENSOR INFRA MERAH
PADA OIL MIST DETECTOR (OMD) DI PLTD LUENG BATA BANDA ACEH
Kategori : SKRIPSI
Nama : MAULINA TANJUNG
Nomor Induk Mahasiswa : 040801012
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, 27 Oktober 2009
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing Ketua,
Dr. Marhaposan Situmorang Prof. Dr. Muhammad Zarlis
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
PERNYATAAN
ANALISIS SISTEM SENSOR INFRA MERAH PADA OIL MIST DETECTOR (OMD) DI PLTD LUENG BATA BANDA ACEH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 27 Oktober 2009
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
PENGHARGAAN
Seagala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, pemilik segala ilmu pengetahuan di langit dan di bumi, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, keluarganya serta para sahabatnya. Sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir ini, terutama ditujukan kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta di Banda Aceh, yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan cinta terbesar yang merupakan hal yang terindah dan terbaik yang pernah Lina miliki. Semoga Lina akan selalu bisa memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda.
2. Yuli dan Fatma adik-adik saya terkasih. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan semangat yang telah diberikan. Semoga kalian juga tidak pernah berhenti memberikan yang terbaik untuk Ayahanda dan Ibunda kita tercinta.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, ilmu kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik, untuk semua yang telah Bapak berikan kepada saya.
4. Bapak Tanisyahdin, Supervisor Pemeliharaan Listrik di PLTD Lueng Bata, beserta stafnya, Pak Rachmat Zikran, ST. Terima kasih atas ilmu, kerja sama, kesabaran dan bimbingan yang telah diberikan selama saya melakukan penelitian di PLTD Lueng Bata.
5. Bang Brian, Lili, Jepri, Latifa H. Siregar, Heni, Devi dan semua rekan-rekan seperjuangan Fisika ’04. Terima kasih atas diskusi, bantuan, semangat dan do’a kalian. Maafkan Lina kalau sering merepotkan.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
ABSTRAK
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
ANALYSIS OF INFRA RED SENSORING SYSTEM IN OIL MIST DETECTOR (OMD) AT PLTD LUENG BATA BANDA ACEH
ABSTRACT
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ... i
Pernyataan ... ii
Penghargaan ... iii
Abstrak ... iv
Abstract ... v
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Singkatan ... x
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.5 Tempat Penelitian ... 3
1.6 Metode Penelitian ... 4
1.7 Sistematika Penulisan ... 4
Bab 2 Landasan Teori 2.1 Mesin Diesel... 6
2.1.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel 4 Langkah (4 tak) ... 7
2.1.2 Mesin Sulzer 12 ZV 40/48 ... 8
2.1.3 Bagian Mesin Diesel yang Rawan Terjadi Gesekan ... 9
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata ... 10
2.3 PLTD Lueng Bata Banda Aceh ... 11
2.4 Bagian-bagian Utama Oil Mist Detector (OMD) ... 12
2.4.1 Detector ... 13
2.4.2 Monitor ... 14
2.4.3 Scavenging Air Set Block ... 14
2.5 Prinsip Kerja OMD ... 15
2.6 Jenis-jenis (Model) OMD ... 15
2.7 Versi (Generasi) Produksi ... 16
2.8 Penggunaan Oil Mist Detector pada PLTD ... 19
2.9 Sistem Sensor ... 21
2.9.1 Persyaratan Sensor yang Baik ... 22
2.9.2 Klasifikasi Sensor ... 23
2.9.3 Sistem Sensor Infra Merah ... 24
2.9.4 Infra Red Transmitter... 27
2.9.5 Infra Red Receiver ... 28
2.9.6 Relay... 31
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Bab 3 Metodologi Penelitian
3.1 Tahap-tahap Penelitian ... 36
3.2 Flowchart Prinsip Kerja OMD sebagai Emergency Shut Down pada Mesin Diesel ... 37
3.3 Pengambilan Input Data... 38
3.4 Metode Pengambilan Data ... 39
3.4.1 Pengujian Sensitivitas OMD ... 40
3.4.2 Pengujian Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara terhadap Sensitivitas OMD ... 40
Bab 4 Analisis Data 4.1 Spesifikasi Perangkat OMD ... 42
4.2 Analisis Prinsip Kerja Sistem Sensor Infra Merah pada OMD…………. ... 43
4.3 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Persentase Ketebalan Asap ... 45
4.4 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Level Sensitivitas Sensor... 47
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 49
5.2 Saran ... 50
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
DAFTAR TABEL
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bearing yang Mengalami Gesekan 10
Gambar 2.2 Oil Mist Detector VN 215/93 21
Gambar 3.1 Flowchart Prinsip Kerja OMD 37
Gambar 3.2 Posisi OMD pada Mesin Diesel 39
Gambar 4.1 Rangkaian Digital Sensor OMD 43
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
DAFTAR SINGKATAN AC : Alternating Current CO : Change Over
CMOS : Complement Metal Oxide Semiconductor CT : Current Transformer
DC : Direct Current
EMC : Electronic Module Card IR : Infra Red
LED : Light Emitting Diode LEL : Lower Explosive Level
LVDT : Linear Variable Deferential Transformer NC : Normally Close
NO : Normally Open
NPN : Negative-Positive-Negative OMD : Oil Mist Detector
PC : Personal Comput er
PLTD : Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PNP : Positive-Negative-Positive
TTL : Transistor-Transistor Logic VN : Visatron
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman yang sudah serba canggih saat ini efisiensi waktu dan tenaga adalah sebuah prioritas. Penggunaan tenaga mesin sebagai pengganti tenaga manusia diangggap sebagai solusi dari masalah ini. Tenaga manusia hanya digunakan sebagai operator, pengawas atau pemelihara dari mesin itu sendiri. Dalam hal ini, tenaga manusia juga masih memiliki kelemahan terutama dalam mengontrol mesin yang bekerja 24 jam. Sehingga diperlukan juga sebuah alat atau sistem kontrol otomatis yang bisa menutupi kelemahan manusia dalam hal pengawasan 24 jam.
Bila sebuah mesin mendapatkan masalah yang bisa merusak mesin lebih parah lagi atau bahkan bisa membahayakan nyawa manusia, maka yang diperlukan adalah sebuah sistem Emergency Shut Down yang akan mematikan mesin secepat mungkin untuk menghindari kerusakan lebih lanjut atau untuk menjaga keselamatan manusia.
Seperti halnya pada mesin diesel yang digunakan pada Pembangkit Listrik
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Dengan demikian untuk menghindari hal tersebut, PLTD menggunakan
suatu alat yang disebut Oil Mist Detector (OMD) dalam sistem Emergency Shut
Down mesin. OMD merupakan alat pendeteksi kabut minyak yang sangat unggul
dan efektif dalam menyelamatkan mesin-mesin diesel yang dimiliki oleh PLTD dari kerusakan yang fatal. OMD bekerja menggunakan sistem sensor infra merah. Sensor infra merah ini akan mendeteksi tingkat ketebalan asap yang ditimbulkan dari percikan api yang bertemu dengan minyak pelumas pada mesin yang saling bergesekan dan kemudian OMD akan mengirimkan sinyal ke ruang panel untuk mengaktifkan sistem Emergency Shut Down yang akan mematikan mesin secara otomatis.
Oleh karena itu, untuk lebih mengoptimalkan kinerja OMD dalam memproteksi mesin diesel pada PLTD maka perlu dipahami mengenai prinsip kerja sistem sensor infra merah pada OMD terutama berkaitan dengan aplikasinya yang secara khusus dilakukan pada Emergency Shut Down pada mesin diesel milik PLTD. Selain itu, perlu juga diketahui mengenai bagaimana suhu dan tekanan udara berpengaruh terhadap sensitivitas sensor infra merah itu sendiri.
1.2 Batasan Masalah
Penelitian mengenai sistem sensor infra merah pada Oil Mist Detector (OMD) ini dibatasi pada:
1. Analisis aplikasi OMD dilakukan secara khusus pada proses Emergency Shut
Down pada mesin diesel.
2. Analisis rangkaian hanya dilakukan pada rangkaian sensor infra merah OMD.
3. Suhu dan tekanan udara hanya ditinjau pada bagian internal mesin.
1.3 Tujuan Penelitian
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
1. Menganalisis aplikasi OMD pada mesin diesel.
2. Menganalisis prinsip kerja rangkaian sensor infra merah pada OMD.
3. Mengetahui pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap kinerja sensor infra merah pada OMD.
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan analisis untuk lebih memahami proses pendeteksian asap menggunakan sistem sensor infra merah pada OMD, sehingga mampu mengoptimalkan fungsi OMD tersebut untuk menyelamatkan mesin diesel dari kerusakan fatal yang dapat menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar bagi pihak PT PLN dan juga membahayakan masyarakat, terutama di lingkungan sekitar PLTD.
1.5 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata Banda Aceh.
1.6 Metode Penelitian
Adapun metode penelitian dilakukan melalui hal-hal berikut:
1. Metode Literatur
Studi pustaka sebagai persiapan dalam melakukan penelitian dengan mencari dan mengumpulkan referensi mengenai Oil Mist Detector (OMD) yang digunakan pada mesin diesel PLTD.
2. Metode Konsultasi
Berkonsultasi secara interaktif dengan dosen pembimbing dan pembimbing instansi yang berkompeten langsung dengan peralatan Oil Mist Detector (OMD).
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Melakukan pengamatan dan inspeksi langsung ke lapangan untuk melihat
perangkat Oil Mist Detector (OMD) yang digunakan pada mesin Sulzer 12 ZV 40/48.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Menjelaskan secara singkat tentang latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab III Metodologi Penelitian
Membahas tentang diagram alir penelitian dan prosedur penelitian yaitu metode pengambilan data pada pengujian rangkaian sensor infra merah pada Oil Mist Detector (OMD).
Bab IV Analisis Data
Bab ini membahas tentang pengolahan data yang berisi pengolahan hasil pengamatan dan analisis data penelitian.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Bab ini memuat kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk
penelitian selanjutnya. .
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Mesin Diesel
Pada tahun 1900 di Jerman, Rudolph Diesel merencanakan sebuah motor dengan mengkompresikan udara sampai mencapai temperatur nyala dari bahan bakar, kemudian bahan bakar diinjeksikan dengan laju penyemprotan sedemikian rupa sehingga dihasilkan proses pembakaran pada tekanan konstan. Penyalaan terhadap bahan bakar diakibatkan oleh suatu kompresi dan bukan oleh penyalaan busi seperti halnya motor cetus api (Spark Ignition Engine). Oleh karena itu, motor diesel
disebut juga motor penyalaan kompresi (Compression Ignition Engine), dimana pelayanan motor diesel adalah dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara bertekanan dan bertemperatur tinggi. Sehingga motor diesel digolongkan ke dalam mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine).
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
bahan bakar yang dipergunakan, siklus kerja, kecepatan operasi, sistem pembakaran,
dan aksi kerja tunggal atau ganda.
Beberapa jenis bahan bakar untuk mesin pembakaran dalam adalah bensin, bahan bakar gas, dan minyak diesel. Motor-motor dengan kecepatan rendah mempunyai kecepatan di bawah 400 rpm, kecepatan menengah antar 400 rpm sampai dengan 1.000 rpm, dan kecepatan tinggi di atas 1.000 rpm. Mesin pembakaran dalam kebanyakan bekerja dengan siklus 4 langkah, tetapi dengan siklus 2 langkah juga masih banyak digunakan.
Menurut sistem penyalaan, mesin pembakaran dalam dibedakan menjadi mesin pembakaran cetus api (Spark Ignition) dan mesin pembakaran kompresi (Compression Ignition). Biasanya motor bakar adalah single acting, tetapi untuk motor propulsi kapal laut yang besar sering digunakan motor double acting, di mana besar daya indikatif yang dihasilkan pada bagian atas torak sedikit lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh bagian bawah torak akibat adanya pengurangan oleh luas penampang torak.
2.1.1 Prinsip kerja mesin diesel 4 langkah (4 tak)
Pada mesin diesel jenis 4 langkah dihasilkan suatu langkah kerja untuk setiap 4 langkah atau 2 kali putaran poros engkol. Langkah-langkah dari mesin diesel 4
langkah adalah langkah hisap, langkah kompresi, langkah kerja dan langkah buang. Selama langkah hisap, katup masuk terbuka, katup buang tetap tertutup dan torak bergerak dari titik mati atas ke titik mati bawah, baik secara mendatar maupun secara tegak lurus ke bawah pada mesin-mesin yang vertikal.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
tekanan yang lebih tinggi. Pada mesin diesel, bahan bakar disemprotkan pada
saat-saat akhir langkah kompresi, sehingga terbentuk campuran udara dengan bahan bakar. Fluida kerja kemudian dinyalakan akibat kalor kompresi pada mesin diesel dan dengan busi pada mesin Otto.
Selama langkah kerja, baik katup masuk maupun katup buang tetap dalam posisi tertutup, sehingga gas hasil pembakaran akan berekspansi dan mendorong torak bergerak menuju titik mati bawah. Gerakan linear ini diubah menjadi gerak putar oleh mekanisme poros engkol, sehingga daya luaran dapat dihasilkan. Selama langkah buang, katup buang terbuka, sedangkan katup masuk tetap tertutup, dan torak bergerak ke titik mati atas mendorong gas hasil pembakaran keluar melalui katup buang.
2.1.2 Mesin Sulzer 12 ZV 40/48
Mesin Sulzer 12 ZV 40/48 merupakan sebuah mesin diesel 4 tak (4 langkah) yang mempunyai dimensi panjang 9,38 meter dan tinggi 5,27 meter serta mempunyai bobot 132 ton. Mesin ini bekerja pada putaran 600 rpm dan mampu untuk menggerakkan beban generator sebesar 1.200 kWatt.
Seperti mesin diesel lainnya, mesin diesel Sulzer 12 ZV 40/48 juga memiliki
bagian-bagian yang sama seperti Piston, Bearing dan Main Bearing. Bagian utama dari mesin ini adalah pada Main Bearing. Main Bearing adalah batangan baja berbentuk silinder yang terletak memanjang di tengah-tengah badan mesin. Ujung dari Main Bearing ini nantinya dihubungkan dengan generator. Dengan berputarnya
Main Bearing, maka generator juga akan berputar dan menghasilkan medan listrik.
Agar main bearing bisa berputar, main bearing di hubungkan dengan piston. Piston adalah sebuah silinder yang bergerak naik-turun pada tabungnya (Cilinder
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
bearing. Sehingga dengan bergerak naik-turunnya piston, maka bearing akan
bergerak dan otomatis main bearing juga akan berputar.
Walaupun mempunyai bagian yang sama dengan mesin diesel yang lain, tetapi konstruksi mesin ini berbeda dengan mesin diesel pada umumnya yang memiliki satu buah piston pada masing-masing chamber (kamar). Mesin ini memiliki dua buah piston untuk menggerakkan bearing pada satu buah chamber. Keseluruhan mesin ini mempunyai 12 piston yang saling bersisian. Enam di sisi kiri dan sisanya di sisi sebelah kanan.
Piston-piston ini nantinya akan terhubung dengan con rod (cincin pengait)
yang melingkar pada bearing dan kemudian seiring dengan bergerak naik-turunnya
piston, con rod ini akan memutar bearing yang pada ujungnya dihubungkan dengan
generator. Sehingga dengan berputarnya bearing maka generator juga akan berputar dan menghasilkan medan listrik.
2.1.3 Bagian Mesin Diesel yang Rawan Terjadi Gesekan
Bagian-bagian dari mesin Sulzer ini saling terhubung dan rawan terjadi gesekan antar komponen dan ini sangat berbahaya bagi mesin. Gesekan yang terjadi akan menimbulkan percik api dan dalam temperatur tinggi di dalam bagian mesin bisa menimbulkan ledakan. Bagian-bagian yang rawan terjadigesekan adalah Piston
Seizure, Top End Bearing, cilinder Liner, Main Bearing Bottom End Bearing dan
Cam Shaft Bearing.
Cilinder Linear merupakan rongga/tabung tempat bergerak naik-turunnya
badan piston. Dengan desain ruang yang selebar badan piston (piston seizure) agar
piston bergerak stabil, mengakibatkan daerah ini rawan terjadi gesekan yang dapat
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Piston Seizure merupakan badan piston yang bergerak naik turun pada
tabungnya yang memutar batang bearing. Piston Seizure mempunyai potensi besar untuk menimbulkan percikan api karena bergesekan dengan tabungnya (Cilinder
Liner).
Cam Shaft Bearing adalah roda yang berfungsi untuk membuka dan menutup
katup pelumas dan udara pada Piston Seizure. Roda ini berputar pada selnya dan memiliki kemungkinan terjadi gesekan.
Top End Bearing merupakan batangan baja yang tersambung dengan badan
piston. Bagian ini berfungsi sebagai penghubung antara badan piston dengan badan
bearing. Top End Bearing terpasang pada tuas di badan piston dan seiring
pergerakannya akan memungkinkan terjadi gesekan.
Bottom End Bearing merupakan batangan baja yang tersambung dengan
bearing. Bagian ini berfungsi sebagai penghubung antara badan piston dengan
badan bearing. Top end bearing terpasang pada tuas di badan bearing dan seiring dengan pergerakan memutar dari bearing maka akan memungkinkan terjadi gesekan.
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata
PLTD Lueng Bata berdiri pada tahun 1978 di bawah PLN cabang Banda Aceh
wilayah 1 – Aceh.
1. Pada tahun 1988 PLTD Lueng Bata dibawahi oleh PLN Sektor Lueng Bata PLN wilayah 1 – Aceh.
2. Pada tahun 1997 PLTD Lueng Bata dibawahi oleh PLN Sektor Kitlur Lueng Bata PT. PLN Kitlur Sumbagut.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
PLTD Lueng Bata merupakan suatu pembangkit listrik yang menyalurkan
daya kepada konsumen yang mempunyai banyak mesin pembangkit. PLTD Lueng Bata kini mempunyai 16 mesin yang terdiri dari berbagai jenis dan merek serta kapasitas untuk memenuhi kebutuhan energi listrik kota Banda Aceh dan sekitarnya. Salah satu jenis mesin diesel yang hingga saat ini masih beroperasi di PLTD Lueng Bata adalah mesin diesel merek Sulzer 12 ZV 40/48.
Sebagaimana mesin diesel pada umumnya, maka mesin-mesin diesel yang berada pada PLTD Lueng Bata juga berdasarkan siklus 4 langkah, dimana untuk melakukan sekali kerja mekanik (proses pembakaran) yang dibutuhkan empat kali piston turun-naik dengan kali melakukan putaran poros engkol (penggerak mula).
Mesin-mesin pembangkit yang akan dioperasikan perlu terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan seperti pemeriksaan terhadap mesin pembangkit mana yang akan dioperasikan, dan persiapan-persiapan terhadap alat-alat dari sistem pendukung, pemeriksaan terhadap generator dan exciter dari setiap mesin pembangkit yang akan dioperasikan. Sedangkan dalam memulai (start) mesin pembangkit dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditentukan.
2.3 Sejarah Oil Mist Detector (OMD)
Sejarah Oil Mist Detector (OMD) sudah bermula sejak ditemukannya mesin diesel pertama kali oleh Rudolf Diesel. Rudolf Diesel telah mengetahui adanya bahaya yang bisa menyebabkan terjadinya ledakan pada crankcase (cangkang mesin) akibat terjadinya gesekan pada bagian-bagian mesin diesel tersebut.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
korban jiwa sebanyak 28 orang meninggal. Pemerintah Inggris waktu itu segera
memerintahkan untuk segera menemukan cara untuk menangkal bahaya ini terulang kembali.
Hasil penelitian tentang kecelakaan tersebut mengarah pada pengembangan tindakan awal pengamanan dan memperbaiki bentuk desain crankcase. Langkah-langkah ini sudah bisa mengurangi bahaya ledakan, tetapi itu semua belum cukup aman. Perlu dilakukan tindakan lebih untuk meminimalisasi kerusakan pada mesin dan kecelakaan pada manusia.
Karena penyebab terjadinya ledakan adalah akibat terjadinya gesekan pada bagian-bagian tertentu mesin diesel yang indikasi awalnya adalah berupa timbulnya asap, maka pada tahun 1960-an ditemukanlah sebuah alat yang berguna untuk mendeteksi asap pada crankcase begitu terjadi adanya gesekan. Alat ini disebut Oil
Mist Detector (OMD). Bila telah terjadi gesekan maka tindakan terbaik yang bisa
dilakukan adalah mencegah mesin dari kerusakan yang lebih parah dan menghindarkan manusia (operator) dari bahaya yang mengancam jiwa.
Oil Mist Detector (OMD) ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu. Sampai sekarang banyak perusahaan menawarkan keunggulan pruduknya masing-masing yang memiliki kelebihan dibanding yang lain. Salah satunya adalah pabrikan Visatron yang meluncurkan produk mulai dari VN 115/79, VN 115/87, VN
116/87, VN VN 215/87, VN 115/93, VN 116/93 dan VN 215/93.
2.4 Bagian-bagian Utama Oil Mist Detector (OMD)
Oil Mist Detector (OMD) merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
2.4.1 Detektor
Detektor itu sendiri terdiri dari Measuring Head Unit, yang merupakan bagian paling vital yang berfungsi mengendalikan seluruh fungsi kerja OMD. Beberapa bagian dari Measuring Head Unit yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:
1. Electronic Module Card (EMC)
EMC merupakan unit rangkaian elektronik yang tergolong sensitif, karena di situ antara lain terdapat rangkaian sistem sensor infra merah.
2. Penutup Measuring Head
Meski hanya berfungsi sebagai penutup, keberadaan dan kondisinya tidak bisa diabaikan. Alasannya, jika pernutup tersebut sudah tidak bisa terkait rapat sempurna dengan measuring box, maka hal itu akan menyebabkan masuknya udara dari luar mesin ke dalam OMD. Sehingga udara dari ruang mesin akan bercampur dengan udara tadi dan mengakibatkan kinerja OMD menjadi tidak optimal.
3. Fresh Air Filter
Jika penutup Measuring Head dibuka, maka akan tampak dua buah filter bulat berbentuk koin dan berwarna kuning emas. Filter tersebut berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk ke dalam OMD.
4. Measuring Box
Selain filter, juga akan tampak rongga-rongga di dalam Measuring Head, jika penutupnya dibuka. Rongga tersebut adalah bagian dari saluran yang berada di dalam unit OMD dan dilalui oleh udara yang dideteksi, dimana di situ juga terdapat filter infra merah.
2.4.2 Monitor
Bagian-bagian ini berfungsi untuk mengamati segala aktifitas dari OMD dan menampilkan hasil pendeteksiannya pada layar. Pada monitor terdiri dari Level
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
1. Level Indicator
Level Indicator merupakan LED yang menginformasikan tingkat ketebalan asap di dalam crankcase.
2. Alarm LED
Saat alarm LED menyala, berarti ada kerusakan pada Oil Mist Detector (OMD) yang memerlukan tindakan darurat atau terjadi explose (ledakan) yang menimbulkan kabut asap pada crankcase sehingga mesin akan mati dengan sendirinya.
3. Test LED
Test LED menyala saat dilakukan pengetesan pada OMD. Lampu ini
menandakan bahwa kondisi alat pada saat itu adalah dalam keadaan uji coba. 4. Ready LED
Saat LED ini menyala, berarti alat sedang bekerja dan dalam keadaan baik yang tidak memerlukan penanganan khusus.
2.4.3 Scavenging Air Set Block
Scavenging Air Set Block adalah tempat dimana asap yang diambil yang kemudian
dideteksi oleh sensor infra merah dan merupakan sistem aliran udara di dalam OMD yang berfungsi untuk menyerap sampel udara /asap di dalam mesin kemudian mengeluarkan dari OMD.
Pada bagian ini juga dapat mengurangi resiko kesalahan alarm yang diakibatkan oleh polusi udara di dalam mesin yang bertumpuk di bagian detektor, namun tekanan udara di dalamnya harus stabil dan konstan.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
OMD bekerja berdasarkan kabut asap dari dalam mesin yang terus bergerak, dimana
asap ini timbul dari gesekan/panas dari bagian mesin yang bergerak terus menerus yang kemudian dilalui pelumas. Asap akan diserap masuk ke dalam Scavenging Air
Set Block melalui pipa kemudian sensor infra merah akan mendeteksi ketebalan asap
tersebut. Apabila asap tersebut telah mencapai ketebalan asap berdasarkan ketentuan dari OMD maka sensor infra merah akan memberikan sinyal kepada monitor dan dengan segera memberi peringatan melalui alarm/emergency stop yang kemudian menutup pipa bahan bakar dan pelumas melalui relay yang terhubung dengan OMD yang berfungsi menutup bahan bakar dan pelumas untuk mematikan mesin.
2.6 Jenis-jenis (Model) OMD
OMD yang dikeluarkan oleh pabrikan Visatron memiliki tiga varian model, yaitu sebagai berikut:
1. Model VN 115
Model ini akan segera memberikan sinyal alarm atau menghentikan mesin. Apabila OMD mendeteksi adanya uap oli yang melebihi batas normalnya, maka OMD tidak bisa menunjukkan lokasi dimana kerusakan terjadi. Karena itu, pihak terkait di lapangan harus melakukan pemeriksaan menyeluruh dengan teliti dan cermat, untuk mengetahui apa jenis dan dimana sumber kerusakan terjadi.
2. Model VN 116
Model ini agak lebih mengarah dalam menunjukkan lokasi dimana kerusakan terjadi, apakah di sisi sebelah kiri atau kanan OMD berdasarkan pipa saluran yang terhubung langsung dengan OMD. Contoh, ada uap oli yang melebihi batas normal dan itu berasal dari carter nomor 2. Sementara itu, pipa saluran udara yang keluar dari carter 2 dihubungkan ke OMD melalui sisi kanan. Jadi, OMD tidak memberikan indikasi bahwa kerusakan terjadi di carter 2, melainkan hanya mengindikasikan ada kerusakan dari sebelah kanannya.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Apabila terjadi kerusakan mesin yang menimbulkan uap oli melebihi batas
normal, OMD model ini akan segera memberikan sinyal alarm atau stop mesin, sekaligus menunjukkan lokasi dimana kerusakan terjadi. Dengan demikian, pemeriksaan hanya dilakukan pada carter (bagian) mesin yang ditunjukkan oleh OMD tersebut. VN 215 lebih diminati oleh pemakai dan belakangan juga sudah menjadi kelengkapan standar dari beberapa merek mesin diesel.
2.7 Versi (Generasi) Produksi OMD
Sejauh ini, sudah ada 3 versi OMD keluaran pabrikan Visatron, yaitu sebagai berikut:
1. Versi 79
Versi 79 adalah generasi pertama dan saat ini sudah tidak diproduksi lagi, termasuk suku cadangnya. Khusus di unit pembangkitan diesel PLN, versi ini masih digunakan terutama pada mesin Sulzer type ZV 40/48 yang merupakan “bawaan” dan menjadi standar kelengkapan bagi mesin tersebut. Versi 79 mempunyai kelemahan antara lain:
a. Respon pendeteksian tergolong cukup lambat. Sehingga meskipun mesin tidak sampai mengalami kerusakan fatal karena OMD menghentikan mesin, kerusakan yang terjadi dianggap terlanjur berat.
b. Tidak bisa secara lebih spesifik memberikan indikasi adanya gangguan
OMD. Sehingga akan menyulitkan pihak di lapangan mengidentifikasi jenis gangguannya.
c. Tidak bisa menunjukkan kadar uap oli yang dideteksi.
d. Meski OMD mengindikasikan berfungsi, tetapi tidak dapat dipastikan optimal tidaknya.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
OMD tidak lagi mendeteksi uap oli tadi, maka secara otomatis OMD
akan kembali normal dan mesin dapat kembali dijalankan. Jika tidak segera dilakukan pemeriksaan pada OMD, maka pihak di lapangan sulit mengetahui penyebab terhentinya mesin dan kemudian langsung menekan tombol “start”. Demikian seterusnya sampai akhirnya kerusakan terlanjur fatal.
f. Tidak mampu berfungsi optimal karena faktor teknologi dan umur teknis yang sudah sangat tua.
Tanpa mengetahui pasti versi OMD yang digunakan, ada pihak-pihak yang mempermasalahkan OMD yang dianggap tidak mampu memberikan proteksi sebagaimana mestinya.
2. Versi 87
Versi 87 memiliki kelebihan antara lain seperti: a. Respon pendeteksian lebih cepat
b. Sudah menggunakan sistem Light Emitting Diode (LED) yang bisa memberikan indikasi adanya gangguan OMD sekaligus mampu mengidentifikasi jenis gangguannya dan bisa menunjukkan kadar uap oli yang dideteksi (meski belum spesifik).
c. Sudah dilengkapi dengan sensor dan indikator ambient temperature. d. Sudah dilengkapi dengan pengunci alarm. Jika mesin dihentikan oleh
OMD, maka OMD tetap akan memberikan sinyal alarm dan mesin tetap tidak dapat dijalankan (meski tombol “start” ditekan), sebelum
tombol “reset” ditekan. Dengan demikian, pihak di lapangan dapat langsung mengetahui penyebab terhentinya mesin dan memeriksa jenis kerusakan yang terjadi.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Beberapa faktor yang menyebabkan pemeliharaan OMD terabaikan, antara
lain adalah padatnya jadwal pekerjaan pemeliharaan mesin, kurangnya tenaga pelaksana serta kurangnya informasi tentang OMD dan pentingnya pemeliharaan terhadapnya.
3. Versi 93
Versi 93 merupakan generasi terbaru yang sudah memiliki berbagai penyempurnaan dan pengemabangan teknologi yang mengedepankan aspek kecepatan pendeteksian dan aspek kemudahan bagi pemakainya.
Kelebihannya dibandingkan dengan versi sebelumnya, antara lain sebagai berikut:
a. Respon pendeteksiannya lebih cepat lagi.
b. Mengaplikasikan sistem digital yang lebih memudahkan lagi serta lebih cepat bagi pihak di lapangan untuk mengetahui jenis gangguan pada OMD, kadar uap oli yang dideteksi., ambient temperature dan tekanan hisap. Meskipun menggunakan sistem elektronik digital yang lebih sensitif, fungsi kerja OMD versi ini tidak akan terganggu oleh faktor vibrasi mesin.
c. Arsitekturnya lebih disempurnakan, sehingga jauh lebih memudahkan pemakainya dari segi pengoperasian maupun pemeliharaannya (tidak lagi seketat sebagaimana yang diperlukan oleh OMD generasi sebelumnya).
d. Sudah dilengkapi dengan fitur yang tidak ada pada generasi
sebelumnya. Misalnya, kemampuan berintegrasi dengan komputer yang memungkinkan aktifitas OMD dimonitor dari ruang pengawasan (control room).
Kemampuan OMD versi ini sudah dibuktikan di beberapa lokasi unit pembangkitan diesel PLN yang sudah menggunakannya, seperti yang sudah dipasang pada mesin SWD dan Sulzer ZV 40/48.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Pada name plate tersebut antara lain tertera:
Tipe: 115 / 79 Identifikasi model identifikasi versi
Dimana kedua identifikasi tersebut tertera dengan tulisan tangan (dari pihak produsennya). Jika keduanya sudah hilang, maka identifikasinya dilakukan melalui
serial number yang juga tertera (dengan tulisan tangan) pada name plate OMD
tersebut.
2.8 Penggunaan Oil Mist Detector (OMD) pada PLTD Lueng Bata
Oil Mist Detector (OMD) atau pendeteksi kabut minyak adalah suatu alat proteksi
yang dipakai oleh mesin diesel di PLTD Lueng Bata Banda Aceh untuk mendeteksi adanya uap oli yang melebihi batas normalnya sehingga bisa menyebabkan kerusakan pada mesin diesel tersebut. Uap oli berlebih yang berasal dari pergesekan
sparepart mesin sehingga menimbulkan panas yang dapat menguapkan oli mesin.
Uap oli memberikan beberapa pertanda utama pada permasalahan-permasalahan yang membahayakan bagian-bagian tertentu dari mesin diesel yang terus bergerak. Ada dua jenis uap oli namun yang perlu diperhatikan adalah yang
dikenal dengan asap biru dan asap putih. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai kedua asap tersebut.
a. Asap biru
Asap biru ini dapat didentifikasi berdasarkan warnanya dan hanya terjadi
ketika suhu oli meningkat hingga 800 C atau lebih. Uap ini memiliki ukuran partikel sekitar 1 micron. Asap biru dapat dilihat langsung dan cukup berbahaya.
b. Asap putih
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
micron. Jika konsentrasi uap oli lebih besar dari 50 mg/l udara, yang
merupakan tingkat ledakan yang lebih rendah/ Lower Explosive Level (LEL), telah diakumulasi, maka dibutuhkan temperatur mendekati 200 C untuk menyalakan uap oli tersebut. Ini dapat terjadi pada ledakan di dalam ruang mesin yang kemudian menyebabkan kerusakan pada mesin. Pemeriksaan yang secepat mungkin dapat mengurangi biaya pemeliharaan mesin secara signifikan.
OMD menggunakan infra merah untuk mendeteksi adanya uap oli yang berbahaya bagi mesin diesel. Jika uap oli yang dihasilkan melebihi batas normal dari mesin itu sendiri, OMD akan memberikan sinyal alarm pada mesin untuk stop.
Oil Mist Detector (OMD) merupakan suatu alat pendeteksi kabut minyak
[image:30.595.131.470.346.621.2]yang sangat unggul dan efektif dalam menyelamatkan mesin-mesin diesel yang dimiliki oleh PLTD dari kerusakan yang fatal. OMD yang hingga saat ini masih digunakan di PLTD Lueng Bata adalah OMD VN 215/93.
Gambar 2.4 Oil Mist Detector VN 215/93
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
merah dan proses pendeteksiannya dapat berlangsung dalam waktu singkat sehingga
respon OMD terhadap adanya kerusakan relatif singkat dan tidak sampai menimbulkan kerusakan yang lebih fatal pada mesin.
2.9 Sistem Sensor
Sensor merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan secara otomatis. Selain itu sensor dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Contoh; kamera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, Light
Dependent Resistor (LDR) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.
Perkembangan sensor sangat cepat sesuai dengan kemajuan teknologi otomasi, semakin kompleks suatu sistem otomasi dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan. Dalam sistem kendali industri, sensor berperan untuk mendeteksi gejala perubahan informasi sinyal dalam sistem kontrol, dan berfungsi sebagai umpan balik pada sebuah sistem kendali otomatis.
2.9.1 Persyaratan Sensor yang Baik
Dalam memilih sensor yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini:
a. Linearitas
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan
dengan masukannya berupa sebuah grafik. b. Sensitivitas
Sensitivitas akan menunjukkan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukkan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepekaan dua kali dari sensor yang pertama. Linearitas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linear, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan.
c. Tanggapan waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukkan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisisi merkuri. Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat, maka tidak diharapkan akan melihat perubahan
besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukkan temperatur rata-rata. Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 Hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan decibel (dB), yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor dapat dikelompokkan
menjadi 3 bagian, yaitu: a. Sensor thermal (panas) b. Sensor mekanis
c. Sensor optik (cahaya)
Sensor thermal dalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperatur/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, phototransistor, photodioda,
photomultiplier, photo voltaik, infra red pyrometer, hygrometer, dan sebagainya.
Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran posisi, gerak lurus atau melingkar, tekanan, aliran, level dan sebagainya. Contoh; strain gage, Linear Variable Deferential
Transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dan
sebagainya.
Sensor optik adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengenai benda atau ruangan. Contoh; photo cell, phototransistor, photodioda, photo voltaik, photomultiplier,
pyrometer optic, dan sebagainya.
2.9.3 Sistem Sensor Infra Merah
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Pemancar pada sistem ini terdiri atas sebuah Light Emitting Diode (LED)
infra merah yang dilengkapi dengan rangkaian yang mampu membangkitkan data untuk dikirimkan melalui sinar infra merah, sedangkan pada bagian penerima biasanya terdapat fototransistor, fotodioda, atau infra merah module yang berfungsi untuk menerima sinar infra merah yang dikirimkan oleh pemancar.
Untuk jarak yang cukup jauh, kurang lebih tiga sampai lima meter, pancaran data infra merah harus dimodulasikan terlebih dahulu untuk menghindari kerusakan data akibat noise.
Data
[image:34.595.157.440.289.402.2]Sinyal IR
Gambar 2.1. Data dan sinyal infra merah
Untuk transmisi data yang menggunakan media udara sebagai media
perantara biasanya menggunakan frekuensi carrier sekitar 30 kHz sampai dengan 40 kHz. Infra merah yang dipancarkan melalui udara ini paling efektif jika menggunakan sinyal carrier yang mempunyai frekuensi di atas. Sinyal yang dipancarkan oleh pengirim diterima oleh penerima infra merah dan kemudian didecodekan sebagai sebuah paket data biner. Proses modulasi dilakukan dengan mengubah kondisi logika 0 dan 1 menjadi kondisi ada dan tidak ada sinyal carrier infra merah yang berkisar antara 30 kHZ sampai dengan 40 kHz.
2.9.4 Infra Red Transmitter
Infra red transmitter merupakan suatu modul pengirim data melalui gelombang infra
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Pemancar yang digunakan pada sistem ini terdiri atas sebuah Light Emitting
Diode (LED). LED adalah suatu bahan semikonduktor yang memancarkan cahaya
[image:35.595.161.433.228.383.2]monokromatik yang tidak koheren ketika diberi tegangan maju. LED infra merah adalah jenis dioda yang memancarkan cahaya infra merah, aplikasi sederhana penggunaan LED infra merah ini adalah pada remote TV. LED infra merah pada dasarnya adalah dioda PN silicon biasa yang dikemas dalam kotak transparan.
Gambar 2.2 LED Infra Merah
Sinar infra merah dihasilkan dari pertemuan Arsenida Galium pada LED infra merah yang diberikan tegangan listrik. LED infra merah merupakan salah satu komponen elektronika yang akan mengantar arus jika dialiri bias maju. LED infra merah terbuat dari bahan Arsenida Galium atau Fosfida Galium (GaAs atau Gap), dan ditempatkan di dalam suatu wadah yang tembus pandang.
Untuk membedakan antara katoda dan anodanya dapat dilihat dari bentuk elektrodanya yang besar adalah katoda. Material yang digunakan dalam konstruksi LED akan menentukan jenis cahaya yang diradiasikan. Apakah cahaya tampak atau cahaya tidak tampak. Sebagai contoh material GaAlAs menghasilkan cahaya infra merah (cahaya tidak tampak), sedangkan GaAsP menghasilkan cahaya tampak merah. Pada sistem ada dua jenis LED yang digunakan yaitu sebagai indikator dan juga sebagai komponen pengirim cahaya infra merah.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
dengan tegangan Direct Current (DC) untuk transmisi atau sensor jarak dekat, dan
dengan tegangan Alternating Current (AC) (30-40 kHz) untuk transmisi atau sensor jarak jauh.
2.9.5 Infra Red Receiver
Infra red receiver merupakan suatu modul penerima data melalui gelombang infra
merah dengan frekuensi carrier sebesar 38 kHz. Modul ini dapat difungsikan sebagai input dalam aplikasi transmisi data nirkabel seperti robotik, sistem pengaman, dan sebagainya.
Receiver (penerima) yang digunakan oleh sensor infra merah adalah jenis
fototransistor, yaitu jenis transistor bipolar yang menggunakan kontak (junction)
base-collector untuk menerima atau mendeteksi cahaya dengan gain internal yang
[image:36.595.117.480.431.597.2]dapat menghasilkan sinyal analog maupun digital. Fototransistor merupakan salah satu komponen yang berfungsi sebagai detektor cahaya yang dapat mengubah efek cahaya menjadi sinyal listrik. Karena itu fototransistor termasuk dalam detektor optik.
Gambar 2.3 Fototransistor
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
lainnya. Fototransistor juga memiliki dua tipe seperti transistor yaitu tipe NPN dan
tipe PNP.
Fototransistor sebenarnya tidak berbeda dengan transistor biasa, hanya saja fototransistor ditempatkan di dalam suatu material yang transparan sehingga memungkinkan cahaya (cahaya infra merah) mengenainya (daerah basis), sedangkan transistor biasa ditempatkan pada bahan logam dan tertutup.
Fototransistor memiliki beberapa karakteristik yang sering digunakan dalam perancangan, yaitu:
1. Dalam rangkaian jika menerima cahaya akan berfunsi sebagai resistan. 2. Dapat menerima penerimaan cahaya yang redup (kecil).
3. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diterima, maka semakin besar pula resistan yang dihasilkan.
4. Memerlukan sumber tegangan yang kecil.
5. Menghantarkan arus saat ada cahaya yang mengenainya. 6. Penerimaan cahaya dilakukan pada bagian basis.
7. Apabila tidak menerima cahaya maka tidak akan menghantarkan arus.
Berdasarkan tanggapan spektral, sifat-sifat dan cara kerja dari fototransistor tersebut, maka perubahan cahaya yang kecil dapat dideteksi. Oleh karena itu fototransistor digunakan sebagai detektor cahaya yang peka, terutama pada cahaya
infra merah.
2.9.6 Relay
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
awalnya berdasar dari teknik telegrafi, dimana sebuah coil di-energize oleh arus
lemah, dan coil ini menarik armature untuk menutup kontak. Relay kini telah berkembang menjadi peralatan yang rumit. Relay dibedakan dalam dua kelompok: 1. Komparator: mendeteksi dan mengukur kondisi abnormal, dan
membuka/menutup kontak (trip).
2. Auxiliary relays: dirancang untuk dipakai di auxiliary circuit yang dikontrol oleh
relay komparator, dan membuka/menutup kontak-kontak lain (yang umumnya
berarus kuat).
Berdasarkan fungsinya, relay dapat juga dibedakan sebagai berikut: 1. Overcurrent Relay
Relay ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada zona proteksinya.
2. Differential Relay
Relay ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder transformator, current
transformer (CT) yang terpasang pada terminal-terminal peralatan listrik dan
relay ini aktif jika terdapat perbedaan pada arus sirkulasi.
3. Directional Relay
Relay ini berfungsi mengidentifikasi perbedaan fasa antara arus yang satu dengan yang lain atau perbedaan fasa antar tegangan. Relay ini dapat membedakan apakah gangguan yang terjadi berada di belakang (reverse fault) atau di depan (forward fault).
4. Distance Relay
Relay ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona apakah sesuai atau tidak dengan batas setting-nya.
5. Ground Fault Relay
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Relay menggunakan prinsip kerja medan magnet untuk menggerakkan
saklar. Saklar tersebut digerakkan oleh magnet yang dihasilkan oleh kumparan di dalam relay yang dialiri arus listrik. Seperti switch pada umumnya relay menggunakan logika NC (Normally Close) dan NO (Normally Open). Relay menggunakan medan magnet untuk menggerakkan armatur berporos (kontak). Pada saat logika NO, armatur pada awalnya terbuka yang kemudian akan tertutup bila mendapat energi atau tegangan. Sebaliknya, pada saat logika NC, armatur pada awalnya tertutup yang kemudian akan terbuka bila mendapatkan energi atau tegangan.
Selain logika NC atau NO, relay juga mempunyai logika CO (Change Over). Pada logika CO, relay mempunyai kontak tengah yang normal tertutup. Ketika relay dicatu, kontak tengah tersebut akan membuat hubungan dengan kontak-kontak yang lain. Relay yang digunakan pada perangkat Oil Mist Detector adalah relay R. V. H dan relay RS.
[image:39.595.115.459.340.540.2]
Gambar 3.2 Relay Proteksi Pembangkit
Relay proteksi yang digunakan pada pembangkit listrik biasanya digunakan
untuk mengamankan operasi peralatan pembangkit terhadap kondisi abnormal.
2.9.7 Switching Transistor
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
tersebut seperti sebuah switch yang tertutup dari kolektor ke emitter. Jika transistor
dalam keadaan cut off, transistor seperti sebuah switch yang terbuka.
Gambar 3.1 (a) Cut off, lampu mati (b) Saturasi, lampu menyala
Sesuai dengan gambar di atas, jika switch terbuka (gambar a), kaki basis transistor tidak dihubungkan dengan apapun, maka tidak ada arus yang melewatinya. Pada keadaan ini, transistor dikatakan cut off. Jika switch tertutup (gambar b), maka elektron akan mengalir melalui emiter menuju ke basis melewati switch dan terus menuju ke atas hingga sampai sebelah kiri lampu dan kembali ke bagian positif dari batere. Arus basis ini membawa elektron lebih banyak dari emiter menuju ke kolektor, sehingga mampu menyalakan lampu. Pada saat arus maksimum, transistor dikatakan saturasi.
2.9.8 Prinsip Kerja Sensor Infra Merah pada OMD
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa sistem ini bekerja dengan mengambil sampel kabut asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Asap pada ruang mesin akan terserap melalui pipa menuju OMD karena adanya scavenging air system pada scavenging
[image:40.595.151.501.150.244.2]Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Vcc +12 V
Vcc +5 V Infra red
receiver R 1k
R 1k Transistor
Tegangan 24 V Relay RS
Ground NC
[image:41.595.150.483.84.302.2]NO Relay R.V.H
Gambar 4.1 Rangkaian sensor infra merah OMD
Pada awalnya infra red receiver (penerima infra merah) masih menerima data dari infra red transmitter (pengirim infra merah) sehingga infra red receiver berlogika 1. Keluaran dari infra red receiver akan dihubungkan pada switching
transistor. Transistor difungsikan sebagai switch yang bekerja untuk mengaktifkan
relay R. V. H. Karena transistor yang digunakan adalah jenis PNP maka pada saat
berlogika 1, transistor ini tidak aktif atau saturasi. Sehingga transistor tidak mampu mengaktifkan relay R. V. H. Sedangkan pada saat sensor infra merah terhalang oleh kabut asap maka data yang diterima oleh infra red receiver berlogika 0. Saat
transistor PNP berlogika 0 pada kaki basis maka transistor tersebut akan saturasi. Dengan saturasinya transistor maka relay R. V. H akan aktif karena relay R. V. H telah terhubung dengan ground.
Relay R. V. H bekerja dengan tegangan sebesar +24 Volt. Dengan tegangan
sebesar ini, relay R. V. H tidak mampu untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin Sulzer. Untuk itu diperlukan satu buah relay lagi yang bekerja dengan tegangan yang lebih besar untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin.
Relay yang dimaksud dinamakan dengan relay RS. Relay ini bekerja dengan
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
, maka relay R. V. H yang berfungsi sebagai switch bagi relay RS akan aktif dan
relay RS juga akan aktif karena kaki relay RS telah terhubung dengan ground. Relay
RS berlogika Normally Close (NC) sehingga pada saat aktif relay RS akan open (terbuka) dan mesin akan mati.
Kedua relay ini (relay R. V. H dan relay RS) terletak di dalam lemari panel yang terletak tidak jauh dengan tempat mesin Sulzer berada. Di lemari panel ini terletak puluhan relay lagi yang mempunyai fungsi masing-masing untuk mengontrol mesin.
Bila terjadi gesekan pada bagian mesin, proses ini akan berlangsung selama beberapa detik untuk mematikan mesin sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih parah atau bahkan ledakan. Akan tetapi bagaimanapun juga sistem ini bekerja setelah terjadi kerusakan pada mesin. Sistem ini tidak mampu mencegah terjadinya kerusakan yang akan terjadi. Sehingga bila OMD telah mematikan mesin secara otomatis, maka mesin harus diperiksa secara keseluruhan untuk memperbaiki letak kesalahannya.
Relay R. V. H dan relay RS tidak bekerja sendirian. Keduanya juga
terhubung pada relay-relay dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pengontrolan mesin. Misalnya relay R. V. H terhubung dengan switch yang membunyikan alarm. Sehingga bila relay R. V. H aktif maka alarm akan menyala seketika. Sedangkan relay RS terhubung dengan relay-relay yang berfungsi untuk membuka dan menutup pipa bahan bakar dan pelumas, sehingga mesin diesel akan berhenti beroperasi secara otomatis.
BAB 3
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
3.1 Tahap-tahap Penelitian
Penelitian mengenai sistem sensor infra merah pada Oil Mist Detector dilakukan berdasarkan pengamatan langsung dan melalui beberapa tahapan pengujian serta pengukuran untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam melengkapi analisis sistem sensor infra merah pada Oil Mist Detector (OMD).
Penelitian diawali dengan melakukan studi pustaka sebagai persiapan dalam melaksanakan penelitian dengan mencari dan mengumpulkan referensi mengenai OMD yang digunakan pada mesin diesel PLTD.
Selanjutnya peneliti melakukan konsultasi interaktif dengan dosen pembimbing dan pembimbing instansi yang berkompeten langsung dengan peralatan OMD sekaligus melakukan observasi lapangan berupa pengamatan dan inspeksi langsung untuk melihat perangkat OMD pada mesin diesel merk Sulzer 12 ZV 40/48.
Tahapan penelitian berikutnya adalah pengujian sensitivitas perangkat OMD dengan cara melakukan pengamatan terhadap kepekatan asap yang dideteksi dan kemudian mengukur ketebalan asap yang dideteksi tersebut.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
3.2 Flowchart Prinsip Kerja OMD sebagai Emergency Shut Down pada Mesin Diesel
Ketebalan Asap > 5%
Terjadi Gesekan di
d l i
Sensor IR Bekerja
Switching
Transistor
Relay R.V.H
Aktif
Relay R.S
Aktif
Mesin Shut
Down
START
OMD
Standby
Ya Tidak
Ya
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Gambar 3.1 Flowchart Prinsip Kerja Oil Mist Detector
Ketika program dimulai, Oil Mist Detector (OMD) telah standby. Saat terjadi gesekan di dalam mesin, maka akan timbul asap. Jika persentase ketebalan asap tidak melebihi 5%, maka OMD akan tetap standby. Namun jika persentase ketebalan asap telah melebihi 5%, maka sensor infra merah akan langsung bekerja sehingga mengakibatkan switching transistor saturasi. Switching transistor kemudian akan mengaktifkan relay R. V. H yang selanjutnya mengaktifkan relay RS yang berfungsi sebagai switch untuk mematikan mesin (shut down). Namun apabila tidak terjadi gesekan di dalam mesin, program akan kembali ke proses awal.
3.2 Pengambilan Input Data
Sesuai dengan objektivitas dalam penelitian ini, untuk mengetahui dengan lebih jelas mengenai proses pengambilan data awal, maka perlu kiranya dijelaskan mengenai posisi instalasi OMD pada mesin diesel.
Posisi OMD terletak tepat di tengah-tengah mesin. Itu dimaksudkan agar tercapainya keseimbangan pendeteksian OMD baik dari sisi sebelah kanan maupun dari sisi sebelah kiri OMD. Posisi OMD juga harus diupayakan sedekat mungkin dengan mesin. Hal itu dimaksudkan agar respon OMD bisa semaksimal mungkin.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Gambar 3.2 Posisi OMD pada Mesin Sulzer 12 ZV 40/48
Merupakan hal penting untuk memasang pipa dengan benar. Apabila pemasangan pipa didesain dengan desain yang salah akan menyebabkan kesalahan
alarm pada OMD. Pemasangan pipa didesain agar tidak ada benda atau zat lain
selain kabut asap yang masuk ke OMD, mencegah munculnya endapan kotoran (oli) dan genangan air di sepanjang saluran udara, dan mencegah kemungkinan masuknya kotoran padat ke dalam OMD. Juga tidak diperkenankan adanya lekukan di sepanjang pipa yang berpotensi menimbulkan adanya genangan air dan endapan kotoran (oli). Panjang pipa diupayakan sependek yang memungkinkan.
OMD menggunakan power supply dengan tegangan input 24 V DC, dan tegangan output 5 V DC, 12 V DC serta Ground.
3.3 Metode Pengambilan Data
Sesuai dengan diagram alir penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka proses pengambilan data dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok pengujian, yakni:
a. Pengujian sensitivitas OMD
b. Pengujian pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap sensitivitas OMD
3.3.1 Pengujian Sensitivitas OMD
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor
infra merah pada OMD. Asap pada ruang mesin akan terserap melalui pipa menuju OMD karena adanya scavenging air system pada scavenging air set block pada OMD.
Pada pengujian ini, dilakukan simulasi dengan menggunakan asap rokok. Asap rokok ditiupkan ke dalam OMD melalui pipa penghubung. Sistem sensor infra merah pada OMD yang telah standby segera mendeteksi keberadaan asap tersebut. Dalam hal ini, persentase ketebalan asap langsung ditampilkan pada display OMD. Pada tingkat ketebalan asap tertentu, OMD akan membunyikan alarm sekaligus mengaktifkan relay-relay untuk mematikan mesin.
3.3.2 Pengujian Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara terhadap Sensitivitas OMD
Suhu dan tekanan udara sangat berpengaruh terhadap sensitivitas kerja OMD. Oleh karena itu, pengujian pengaruh suhu dan tekanan udara ini sangat penting untuk dilaksanakan.
Pada pengujian ini, suhu dan tekanan udara hanya diamati pada bagian internal mesin. Pengukuran suhu menggunakan termokopel yang dihubungkan
langsung ke main bearing mesin diesel. Hasil penunjukan suhu akan ditampilkan di ruang panel mesin. Sedangkan pengukuran tekanan udara secara terpisah menggunakan manometer.
a. Langkah-langkah pengukuran suhu:
1. Termokopel dipasang pada mesin diesel.
2. Diamati penunjukan suhu pada setiap peningkatan ketebalan asap yang dideteksi oleh OMD.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
2. Langkah-langkah pengukuran tekanan udara: 1. Manometer dihubungkan ke rumah bearing.
2. Diamati penunjukan tekanan udara pada setiap peningkatan ketebalan asap. 3.Hasil penunjukan tekanan udara kemudian dicatat.
BAB 4 ANALISIS DATA
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis prinsip kerja rangkaian sensor infra merah pada OMD dan mengetahui pengaruh suhu dan tekanan udara terhadap kinerja sensor infra merah tersebut.
4.1 Spesifikasi Perangkat Oil Mist Detector (OMD)
Oil Mist Detector merupakan suatu alat proteksi yang digunakan pada mesin diesel
untuk mendeteksi adanya uap oli yang melebihi batas normalnya sehingga bisa
menyebabkan kerusakan pada mesin diesel.
Oil Mist Detector (OMD) memiliki spesifikasi khusus sebagai berikut:
1. Bekerja pada tegangan 24 V DC
2. Arus maksimum yang dibutuhkan/digunakan adalah 3 A
3. Tekanan udara yang dibutuhkan pada pintu masuk pompa mendekati 0,6 bar Udara tersebut dapat diperoleh dari sistem kontrol pneumatik mesin atau dari
starting air system (sistem udara permulaan)
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
5. Suhu penyimpanan berkisar di antara -25 0C sampai +85 0C (dalam ruang tertutup)
6. Mampu mendeteksi opacity (ketebalan asap) dengan tingkat persentase dimulai dari 0,7 % sampai 28 %
7. Waktu respon pendeteksian kurang dari 5 detik 8. Massa total OMD sekitar 14,5 kg
9. Menggunakan kabel penghubung yang menggunakan interface adapter RS 485/RS 232
4.2 Analisis Prinsip Kerja Sistem Sensor Infra Merah OMD
OMD bekerja dengan mengambil sampel kabut asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Sensor infra merah OMD terdiri atas fototransistor sebagai infra red receiver dan LED infra merah sebagai infra red transmitter. Pada awalnya infra red receiver masih menerima data dari infra red transmitter. Sehingga infra red receiver berlogika 1. Fototransistor akan aktif apabila terkena cahaya dari LED infra merah.
Sedangkan pada saat asap telah mencapai ketebalan tertentu, asap tersebut
akan menghalangi daerah operasi antara infra red transmitter dengan infra red
receiver. Dimana dalam hal ini, intensitas cahaya infra merah yang dipancarkan oleh
LED infra merah semakin lama semakin berkurang sehingga pada akhirnya mengakibatkan fototransistor menjadi tidak aktif (berlogika 1), karena transistor yang digunakan adalah jenis PNP. Dengan saturasinya transistor, maka relay-relay proteksi yang telah terhubung dengan ground akan aktif dan secara otomatis sistem
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Gambar 4.1 Rangkaian Digital Sensor Infra Merah OMD
Berdasarkan penelitian di lapangan, tegangan output sensor yang terukur pada setiap persentase ketebalan asap dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Tegangan Output Sensor OMD Ketebalan Asap (%) Vout Sensor (V)
5.5 3.7 2.4 1.6
[image:50.595.176.433.493.607.2]Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00%
0.5V 2.3V 3.6V 4.8V
Vout (V)
K
et
eb
al
an
A
sap
(
%
[image:51.595.121.441.101.275.2])
Gambar 4.2 Hubungan Ketebalan Asap terhadap Tegangan Output Sensor
Sesuai dengan grafik di atas, dapat dijelaskan bahwa ketebalan asap berbanding terbalik dengan tegangan output sensor. Semakin besar jumlah persentase ketebalan asap yang terdeteksi di dalam mesin oleh Oil Mist Detector (OMD), semakin kecil tegangan output sensor Oil Mist Detector (OMD).
4.3 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Persentase Ketebalan Asap
[image:51.595.100.523.674.730.2]Berdasarkan pengukuran suhu dan tekanan udara yang dilakukan, maka diperoleh hasil pengukuran sebagaimana tercantum pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pada Suhu 30 0C
T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. 30 30 30 30 0,4 0,5 0,6 0,7 1,7 1,8 1,9 2,1
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran pada Suhu 40 0C
T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)
40 40 40 40 40 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 2,2 2,4 2,6 2,8 3,1
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran pada Suhu 50 0C
T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)
50 50 50 50 50 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 3,3 3,5 3,7 4,2 4,6
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran pada Suhu 60 0C
T (0C) P(bar) Ketebalan Asap(%)
[image:52.595.102.524.218.699.2]Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Sesuai dengan data-data hasil pengukuran yang diperoleh pada setiap tabel
dapat dilihat bahwa pada saat persentase ketebalan asap di dalam mesin semakin meningkat, maka suhu dan tekanan udara semakin meningkat pula. Pada setiap kenaikan suhu dan tekanan udara, diamati dan dicatat tingkat persentase ketebalan asap yang terukur yang ditampilkan pada display OMD.
Analisis pengujian suhu dan tekanan udara pada setiap persentase ketebalan asap dimulai pada suhu 30 0C hingga 60 0C. Hal ini sesuai dengan spesifikasi perangkat Oil Mist Detector (OMD) yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa suhu kerja OMD berkisar diantara 0 0C hingga 70 0C. Akan tetapi pengujian untuk suhu di bawah 30 0C tidak dilakukan karena pihak operator mesin telah mengatur suhu terendah pada mesin Sulzer ZV 40/48 adalah 30 0C.
Demikian pula pengujian untuk suhu di atas 60 0C tidak dapat dilaksanakan karena pada saat suhu mencapai 60 0C dan tekanan udara mencapai 0,6 bar, alarm proteksi mesin akan berbunyi dan secara otomatis mesin akan berhenti beroperasi (trip mesin). Hal ini disebabkan oleh ketebalan asap yang terdeteksi oleh OMD telah mencapai batas sensitivitas OMD, sehingga mengakibatkan OMD secara otomatis mengaktifkan relay-relay yang dapat mengaktifkan sistem Emergency Shut Down pada mesin diesel. Sistem Emergency Shut Down ini yang kemudian mengakibatkan terjadinya trip mesin.
4.4 Analisis Data Pengujian Suhu dan Tekanan Udara pada Setiap Level Sensitivitas Sensor
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Tabel. 4.6 Suhu dan tekanan udara pada masing-masing level sensitivitas sensor
T (oC) P (bar) Ketebalan Asap (%) Level Sensitivitas Sensor 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 0,7 1,1 1,6 2,4 3,7 5,5 8,2 12,4 18,5 27,8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berdasarkan tabel di atas, ketika suhu di dalam mesin berada pada kisaran 10 0
C hingga 50 0C, sistem sensor infra merah OMD sudah bekerja (standby) dan mendeteksi ketebalan asap di dalam mesin. Ini dapat dilihat pada penunjukan level sensitivitas sensor yang ditampilkan pada display OMD. Sejauh ini, sensor infra merah OMD belum menangkap adanya gannguan pada mesin.
Akan tetapi, ketika suhu mulai mencapai 60 0C, sensor infra merah OMD telah mulai mendeteksi adanya gangguan. Gangguan ini berupa gesekan yang terjadi antar bagian-bagian internal mesin yang kemudian menimbulkan asap dengan ketebalan yang semakin meningkat. Hal ini juga sejalan dengan semakin meningkatnya suhu di dalam ruang mesin.
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
Emergency Shut Down untuk mematikan mesin. Sehingga pemeriksaan dan
perbaikan kerusakan pada bagian mesin yang bergesekan dapat segera dilaksanakan oleh para operator mesin.
BAB 5
Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.
5.1 Kesimpulan
1. Oil Mist Detector sangat tepat diterapkan dalam sistem Emergency Shut Down karena prose