• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Landasan Teori

2.9 Sistem Sensor

Sensor merupakan peralatan atau komponen yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis. Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor akan sangat menentukan kinerja dari sistem pengaturan secara otomatis. Selain itu sensor dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Contoh; kamera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, Light

Dependent Resistor (LDR) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.

Perkembangan sensor sangat cepat sesuai dengan kemajuan teknologi otomasi, semakin kompleks suatu sistem otomasi dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan. Dalam sistem kendali industri, sensor berperan untuk mendeteksi gejala perubahan informasi sinyal dalam sistem kontrol, dan berfungsi sebagai umpan balik pada sebuah sistem kendali otomatis.

2.9.1 Persyaratan Sensor yang Baik

Dalam memilih sensor yang tepat dan sesuai dengan sistem yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini:

a. Linearitas

Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik.

b. Sensitivitas

Sensitivitas akan menunjukkan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukkan “perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan”. Beberapa sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepekaan dua kali dari sensor yang pertama. Linearitas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linear, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan.

c. Tanggapan waktu

Tanggapan waktu pada sensor menunjukkan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisisi merkuri. Pada frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan temperatur sangat cepat, maka tidak diharapkan akan melihat perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya akan menunjukkan temperatur rata-rata. Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 Hertz”. Tanggapan frekuensi dapat pula dinyatakan dengan decibel (dB), yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan daya keluaran pada frekuensi referensi.

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Sensor thermal (panas) b. Sensor mekanis

c. Sensor optik (cahaya)

Sensor thermal dalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan panas/temperatur/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu. Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, phototransistor, photodioda,

photomultiplier, photo voltaik, infra red pyrometer, hygrometer, dan sebagainya.

Sensor mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti perpindahan atau pergeseran posisi, gerak lurus atau melingkar, tekanan, aliran, level dan sebagainya. Contoh; strain gage, Linear Variable Deferential

Transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dan

sebagainya.

Sensor optik adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengenai benda atau ruangan. Contoh; photo cell, phototransistor, photodioda, photo voltaik, photomultiplier,

pyrometer optic, dan sebagainya.

2.9.3 Sistem Sensor Infra Merah

Sistem sensor infra merah pada dasarnya menggunakan infra merah sebagai media untuk komunikasi data antara receiver dan transmitter. Sistem akan bekerja jika sinar infra merah yang dipancarkan terhalang oleh suatu benda yang mengakibatkan sinar infra merah tersebut tidak dapat terdeteksi oleh penerima. Keuntungan atau manfaat dari sistem ini dalam penerapannya antara lain sebagai pengendali jarak jauh, alarm keamanan, dan otomatisasi pada sistem.

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Pemancar pada sistem ini terdiri atas sebuah Light Emitting Diode (LED) infra merah yang dilengkapi dengan rangkaian yang mampu membangkitkan data untuk dikirimkan melalui sinar infra merah, sedangkan pada bagian penerima biasanya terdapat fototransistor, fotodioda, atau infra merah module yang berfungsi untuk menerima sinar infra merah yang dikirimkan oleh pemancar.

Untuk jarak yang cukup jauh, kurang lebih tiga sampai lima meter, pancaran data infra merah harus dimodulasikan terlebih dahulu untuk menghindari kerusakan data akibat noise.

Data Sinyal IR

Gambar 2.1. Data dan sinyal infra merah

Untuk transmisi data yang menggunakan media udara sebagai media perantara biasanya menggunakan frekuensi carrier sekitar 30 kHz sampai dengan 40 kHz. Infra merah yang dipancarkan melalui udara ini paling efektif jika menggunakan sinyal carrier yang mempunyai frekuensi di atas. Sinyal yang dipancarkan oleh pengirim diterima oleh penerima infra merah dan kemudian didecodekan sebagai sebuah paket data biner. Proses modulasi dilakukan dengan mengubah kondisi logika 0 dan 1 menjadi kondisi ada dan tidak ada sinyal carrier infra merah yang berkisar antara 30 kHZ sampai dengan 40 kHz.

2.9.4 Infra Red Transmitter

Infra red transmitter merupakan suatu modul pengirim data melalui gelombang infra

merah dengan frekuensi carrier sebesar 38 kHz. Modul ini dapat difungsikan sebagai output dalam aplikasi transmisi data nirkabel seperti robotik, sistem pengaman, dan sebagainya.

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Pemancar yang digunakan pada sistem ini terdiri atas sebuah Light Emitting

Diode (LED). LED adalah suatu bahan semikonduktor yang memancarkan cahaya

monokromatik yang tidak koheren ketika diberi tegangan maju. LED infra merah adalah jenis dioda yang memancarkan cahaya infra merah, aplikasi sederhana penggunaan LED infra merah ini adalah pada remote TV. LED infra merah pada dasarnya adalah dioda PN silicon biasa yang dikemas dalam kotak transparan.

Gambar 2.2 LED Infra Merah

Sinar infra merah dihasilkan dari pertemuan Arsenida Galium pada LED infra merah yang diberikan tegangan listrik. LED infra merah merupakan salah satu komponen elektronika yang akan mengantar arus jika dialiri bias maju. LED infra merah terbuat dari bahan Arsenida Galium atau Fosfida Galium (GaAs atau Gap), dan ditempatkan di dalam suatu wadah yang tembus pandang.

Untuk membedakan antara katoda dan anodanya dapat dilihat dari bentuk elektrodanya yang besar adalah katoda. Material yang digunakan dalam konstruksi LED akan menentukan jenis cahaya yang diradiasikan. Apakah cahaya tampak atau cahaya tidak tampak. Sebagai contoh material GaAlAs menghasilkan cahaya infra merah (cahaya tidak tampak), sedangkan GaAsP menghasilkan cahaya tampak merah. Pada sistem ada dua jenis LED yang digunakan yaitu sebagai indikator dan juga sebagai komponen pengirim cahaya infra merah.

Cahaya LED timbul sebagai akibat penggabungan elektron dan hole pada persambungan antara dua jenis semikonduktor dimana setiap penggabungan disertai dengan pelepasan energi. Pada penggunaannya LED infra merah dapat diaktifkan

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

dengan tegangan Direct Current (DC) untuk transmisi atau sensor jarak dekat, dan dengan tegangan Alternating Current (AC) (30-40 kHz) untuk transmisi atau sensor jarak jauh.

2.9.5 Infra Red Receiver

Infra red receiver merupakan suatu modul penerima data melalui gelombang infra

merah dengan frekuensi carrier sebesar 38 kHz. Modul ini dapat difungsikan sebagai input dalam aplikasi transmisi data nirkabel seperti robotik, sistem pengaman, dan sebagainya.

Receiver (penerima) yang digunakan oleh sensor infra merah adalah jenis

fototransistor, yaitu jenis transistor bipolar yang menggunakan kontak (junction)

base-collector untuk menerima atau mendeteksi cahaya dengan gain internal yang

dapat menghasilkan sinyal analog maupun digital. Fototransistor merupakan salah satu komponen yang berfungsi sebagai detektor cahaya yang dapat mengubah efek cahaya menjadi sinyal listrik. Karena itu fototransistor termasuk dalam detektor optik.

Gambar 2.3 Fototransistor

Fototransistor dapat diterapkan sebagai sensor yang baik, karena memiliki kelebihan dibandingkan dengan komponen lain yaitu mampu untuk mendeteksi sekaligus menguatkannya dengan satu komponen tunggal. Bahan utama dari fototransistor adalah silikon atau germanium sama seperti pada transistor jenis

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

lainnya. Fototransistor juga memiliki dua tipe seperti transistor yaitu tipe NPN dan tipe PNP.

Fototransistor sebenarnya tidak berbeda dengan transistor biasa, hanya saja fototransistor ditempatkan di dalam suatu material yang transparan sehingga memungkinkan cahaya (cahaya infra merah) mengenainya (daerah basis), sedangkan transistor biasa ditempatkan pada bahan logam dan tertutup.

Fototransistor memiliki beberapa karakteristik yang sering digunakan dalam perancangan, yaitu:

1. Dalam rangkaian jika menerima cahaya akan berfunsi sebagai resistan. 2. Dapat menerima penerimaan cahaya yang redup (kecil).

3. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diterima, maka semakin besar pula resistan yang dihasilkan.

4. Memerlukan sumber tegangan yang kecil.

5. Menghantarkan arus saat ada cahaya yang mengenainya. 6. Penerimaan cahaya dilakukan pada bagian basis.

7. Apabila tidak menerima cahaya maka tidak akan menghantarkan arus.

Berdasarkan tanggapan spektral, sifat-sifat dan cara kerja dari fototransistor tersebut, maka perubahan cahaya yang kecil dapat dideteksi. Oleh karena itu fototransistor digunakan sebagai detektor cahaya yang peka, terutama pada cahaya infra merah.

2.9.6 Relay

Pada sistem sensor infra merah, rangkaian-rangkaian sensornya dihubungkan dengan relay-relay tertentu. Relay yang digunakan memiliki fungsi masing-masing, disesuaikan dengan kebutuhan sensor tersebut. Relay adalah sebuah alat yang bekerja secara otomatis mengatur atau memasukkan suatu rangkaian listrik (rangkaian trip atau alarm) akibat adanya perubahan rangkaian yang lain. Relay

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

awalnya berdasar dari teknik telegrafi, dimana sebuah coil di-energize oleh arus lemah, dan coil ini menarik armature untuk menutup kontak. Relay kini telah berkembang menjadi peralatan yang rumit. Relay dibedakan dalam dua kelompok: 1. Komparator: mendeteksi dan mengukur kondisi abnormal, dan

membuka/menutup kontak (trip).

2. Auxiliary relays: dirancang untuk dipakai di auxiliary circuit yang dikontrol oleh

relay komparator, dan membuka/menutup kontak-kontak lain (yang umumnya

berarus kuat).

Berdasarkan fungsinya, relay dapat juga dibedakan sebagai berikut: 1. Overcurrent Relay

Relay ini berfungsi mendeteksi kelebihan arus yang mengalir pada zona proteksinya.

2. Differential Relay

Relay ini bekerja dengan membandingkan arus sekunder transformator, current

transformer (CT) yang terpasang pada terminal-terminal peralatan listrik dan relay ini aktif jika terdapat perbedaan pada arus sirkulasi.

3. Directional Relay

Relay ini berfungsi mengidentifikasi perbedaan fasa antara arus yang satu dengan yang lain atau perbedaan fasa antar tegangan. Relay ini dapat membedakan apakah gangguan yang terjadi berada di belakang (reverse fault) atau di depan (forward fault).

4. Distance Relay

Relay ini berfungsi membaca impedansi yang dilakukan dengan cara mengukur arus dan tegangan pada suatu zona apakah sesuai atau tidak dengan batas setting-nya.

5. Ground Fault Relay

Relay ini digunakan untuk mendeteksi gangguan ke tanah atau lebih tepatnya mengukur besar arus residu yang mengalir ke tanah.

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Relay menggunakan prinsip kerja medan magnet untuk menggerakkan

saklar. Saklar tersebut digerakkan oleh magnet yang dihasilkan oleh kumparan di dalam relay yang dialiri arus listrik. Seperti switch pada umumnya relay menggunakan logika NC (Normally Close) dan NO (Normally Open). Relay menggunakan medan magnet untuk menggerakkan armatur berporos (kontak). Pada saat logika NO, armatur pada awalnya terbuka yang kemudian akan tertutup bila mendapat energi atau tegangan. Sebaliknya, pada saat logika NC, armatur pada awalnya tertutup yang kemudian akan terbuka bila mendapatkan energi atau tegangan.

Selain logika NC atau NO, relay juga mempunyai logika CO (Change Over). Pada logika CO, relay mempunyai kontak tengah yang normal tertutup. Ketika relay dicatu, kontak tengah tersebut akan membuat hubungan dengan kontak-kontak yang lain. Relay yang digunakan pada perangkat Oil Mist Detector adalah relay R. V. H dan relay RS.

Gambar 3.2 Relay Proteksi Pembangkit

Relay proteksi yang digunakan pada pembangkit listrik biasanya digunakan

untuk mengamankan operasi peralatan pembangkit terhadap kondisi abnormal.

2.9.7 Switching Transistor

Salah satu cara untuk menggunakan transistor adalah sebagai switch. Artinya kita mengoperasikan transistor pada saat keadaan saturasi atau pada saat keadaan titik sumbat (cut off). Jika sebuah transistor berada dalam keadaan saturasi, transistor

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

tersebut seperti sebuah switch yang tertutup dari kolektor ke emitter. Jika transistor dalam keadaan cut off, transistor seperti sebuah switch yang terbuka.

Gambar 3.1 (a) Cut off, lampu mati (b) Saturasi, lampu menyala

Sesuai dengan gambar di atas, jika switch terbuka (gambar a), kaki basis transistor tidak dihubungkan dengan apapun, maka tidak ada arus yang melewatinya. Pada keadaan ini, transistor dikatakan cut off. Jika switch tertutup (gambar b), maka elektron akan mengalir melalui emiter menuju ke basis melewati switch dan terus menuju ke atas hingga sampai sebelah kiri lampu dan kembali ke bagian positif dari batere. Arus basis ini membawa elektron lebih banyak dari emiter menuju ke kolektor, sehingga mampu menyalakan lampu. Pada saat arus maksimum, transistor dikatakan saturasi.

2.9.8 Prinsip Kerja Sensor Infra Merah pada OMD

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa sistem ini bekerja dengan mengambil sampel kabut asap yang berada di ruangan mesin untuk dideteksi dengan menggunakan sensor infra merah pada OMD. Asap pada ruang mesin akan terserap melalui pipa menuju OMD karena adanya scavenging air system pada scavenging

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010. Vcc +12 V Vcc +5 V Infra red receiver R 1k R 1k Transistor Tegangan 24 V Relay RS Ground NC NO Relay R.V.H

Gambar 4.1 Rangkaian sensor infra merah OMD

Pada awalnya infra red receiver (penerima infra merah) masih menerima data dari infra red transmitter (pengirim infra merah) sehingga infra red receiver berlogika 1. Keluaran dari infra red receiver akan dihubungkan pada switching

transistor. Transistor difungsikan sebagai switch yang bekerja untuk mengaktifkan relay R. V. H. Karena transistor yang digunakan adalah jenis PNP maka pada saat

berlogika 1, transistor ini tidak aktif atau saturasi. Sehingga transistor tidak mampu mengaktifkan relay R. V. H. Sedangkan pada saat sensor infra merah terhalang oleh kabut asap maka data yang diterima oleh infra red receiver berlogika 0. Saat transistor PNP berlogika 0 pada kaki basis maka transistor tersebut akan saturasi. Dengan saturasinya transistor maka relay R. V. H akan aktif karena relay R. V. H telah terhubung dengan ground.

Relay R. V. H bekerja dengan tegangan sebesar +24 Volt. Dengan tegangan

sebesar ini, relay R. V. H tidak mampu untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin Sulzer. Untuk itu diperlukan satu buah relay lagi yang bekerja dengan tegangan yang lebih besar untuk difungsikan sebagai switch untuk mematikan mesin.

Relay yang dimaksud dinamakan dengan relay RS. Relay ini bekerja dengan

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

, maka relay R. V. H yang berfungsi sebagai switch bagi relay RS akan aktif dan

relay RS juga akan aktif karena kaki relay RS telah terhubung dengan ground. Relay

RS berlogika Normally Close (NC) sehingga pada saat aktif relay RS akan open (terbuka) dan mesin akan mati.

Kedua relay ini (relay R. V. H dan relay RS) terletak di dalam lemari panel yang terletak tidak jauh dengan tempat mesin Sulzer berada. Di lemari panel ini terletak puluhan relay lagi yang mempunyai fungsi masing-masing untuk mengontrol mesin.

Bila terjadi gesekan pada bagian mesin, proses ini akan berlangsung selama beberapa detik untuk mematikan mesin sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih parah atau bahkan ledakan. Akan tetapi bagaimanapun juga sistem ini bekerja setelah terjadi kerusakan pada mesin. Sistem ini tidak mampu mencegah terjadinya kerusakan yang akan terjadi. Sehingga bila OMD telah mematikan mesin secara otomatis, maka mesin harus diperiksa secara keseluruhan untuk memperbaiki letak kesalahannya.

Relay R. V. H dan relay RS tidak bekerja sendirian. Keduanya juga

terhubung pada relay-relay dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pengontrolan mesin. Misalnya relay R. V. H terhubung dengan switch yang membunyikan alarm. Sehingga bila relay R. V. H aktif maka alarm akan menyala seketika. Sedangkan relay RS terhubung dengan relay-relay yang berfungsi untuk membuka dan menutup pipa bahan bakar dan pelumas, sehingga mesin diesel akan berhenti beroperasi secara otomatis.

BAB 3

Maulina Tanjung : Analisis Sistem Sensor Infra Merah Pada Oil Mist Detector (OMD) Di PLTD Lueng Bata Banda Aceh, 2010.

Dokumen terkait