SKRIPSI
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP
PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA
UTARA
OLEH
TRI HALISAH ZAHRA 110503073
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban
akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau
lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin,
dan/atau dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat
dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Medan, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 18 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 20011-2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id). Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.
ABSTRACT
The Effect of Economic Growth, Local Own Revenue, and Intergovernmental Transfer toward Capital Expenditure in Regency/Municipality at Sumatera
Utara Province
The purpose of this research is to examine the significant impact of economic growth, Local Own Revenue (PAD), Intergovernmental Transfer (DAU) toward capital expenditure in regency/ city at North Sumatera Province. This is a replica research.
The method of this minithesis is a causal research design with 18 regency/ city as a sample for every year from 33 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2011-2013 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id). The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense (APBD). The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.
The result of this research show that partially Local Own Revenue (PAD) and Intergovernmental Transfer (DAU) have a positive significant impact to the capital expenditure. Whereas, economic growth have unsignificantly impact to the capital expenditure. Economic growth, Local Own Revenue (PAD), Intergovernmental Transfer (DAU) have a positive significant impact to the capital expenditure simultaneously
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Hidayah-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” ini guna melengkapi tugas-tugas serta memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis masih dan akan terus belajar untuk meningkatkan kemampuan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak, terutama untuk kedua orang tua Ayahanda Drs. Kariono, M.Si dan Ibunda Sufiatun yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan materil, nasehat, serta doanya kepada peneliti. Terimakasih buat semua kasih sayang, do’a, pengorbanan dan semangat yang telah diberikan
Pada kesempatan ini juga penulis sertakan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum,M.Ec.Ac, Ak, CA selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak. Selaku Ketua
Departemen Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Ja`far, MM, Ak selaku
Sekretaris Departemen Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S-1
Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris S-1
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Hotmal Ja`far, MM, Ak., selaku Dosen Penguji dan Bapak
Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak., selaku Dosen Pembanding yang telah
memberikan saran, masukan, serta waktu demi kesempurnaan skripsi.
6. Kepada kakanda Arif Nurcahyo S.Ikom dan Hasnan Habib yang selalu
memberikan dukungan dan semangat, teman-teman Sephine, Septy, Lilis,
Ayu, Latifah, Fany, Kiki yang senantiasa memberi dukungan, motivasi,
dan bantuan kepada penulis.
Dengan bantuan yang penulis dapatkan akhirnya dengan menyerahkan
diri dan senantiasa memohon petunjuk serta perlindungan dariAllah SWT semoga
amalan dan perbuatan baik tersebut mendapat imbalan yang baik pula.
Medan, Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.1 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) ... 7
2.1.1.1 Pengertian APBD ... 7
2.1.1.2 Struktur APBD ... 8
2.1.1.3 Fungsi APBD ... 9
2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi ... 10
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 12
3.5 Defenisi Operasional ... 24
3.7 Metode Analisis Data ... 27
3.7.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 27
3.7.1.1 Uji Normalitas ... 27
3.7.1.2 Uji Heterokedositisitas ... 29
3.7.1.3 Uji Autokorelasi ... 30
3.7.1.4 Uji Multikolinearitas ... 31
3.7.2 Uji Hipotesis ... 32
3.7.2.1 Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 32
3.7.2.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F) ... 33
3.7.2.3 Koefisien Determinan �2 ... 34
BAB IV ANALISIS PENELITIAN ... 35
4.1 Data Penelitian ... 35
4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 37
4.2.1 Statistik Deskriptif ... 37
4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 38
4.2.2.1 Uji Normalitas ... 38
4.2.2.2 Uji Heterokedositisitas ... 41
4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 42
4.2.2.4 Uji Multikolinearitas ... 43
4.2.3 Analisis Regresi ... 44
4.2.4 Uji Hipotesis ... 46
4.2.4.1 Uji-t ... 46
4.2.4.2 Uji F ... 48
4.2.4.3 Koefisien Determinan ... 49
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Jenis Belanja Modal dan Komponen-Komponennya ... 17
2.2 Penelitian Terdahulu ... 29
3.1 Skala Pengukuran Variabel ... 26
4.1 Tabel Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 37
4.2 Hasil Uji Statistik dengan Kolmogrov-Smirnov ... 40
4.3 Hasil Uji Heteroskedesitisitas ... 42
4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 43
4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 44
4.6 Hasil Uji Analisis Regresi Linear ... 45
4.7 Hasil Uji-t ... 47
4.8 Hasil Uji F ... 48
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual... 23
4.1 Hasil Uji Analisis Grafik dengan Grafik Histogram .... 38
4.2 Hasik Uji Grafik dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
i Populasi dan Sampel ... 57
ii Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan 2000 menurutKabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2011 – 20013 (dalam jutaan rupiah) ... 58
iii Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2011 – 2013 (dalam jutaan rupiah) ... 59
iv Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2011 – 2013 (dalam jutaan rupiah) ... 60
v Realisasi Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2011 – 2013 (dalam jutaan rupiah) ... 61
vi Tabel Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 62
vii Hasil Uji Analisis Grafik dengan Histogram ... 62
viii Hasil Uji Grafik dengan Normal Probability Plot ... 63
ix Hasil Uji Statistik dengan Kolmogrov-Smirnov ... 64
x Hasil Uji Heteroskedasitisitas ... 65
xi Hasil Uji Autokorelasi ... 65
xii Hasil Uji Multikolinearitas ... 66
xiii Hasil Uji Analisis Regresi Linear ... 67
xiv Hasil Uji-t ... 68
xv Hasil Uji F ... 68
ABSTRAK
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian replikasi.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 18 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 20011-2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id). Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal.
ABSTRACT
The Effect of Economic Growth, Local Own Revenue, and Intergovernmental Transfer toward Capital Expenditure in Regency/Municipality at Sumatera
Utara Province
The purpose of this research is to examine the significant impact of economic growth, Local Own Revenue (PAD), Intergovernmental Transfer (DAU) toward capital expenditure in regency/ city at North Sumatera Province. This is a replica research.
The method of this minithesis is a causal research design with 18 regency/ city as a sample for every year from 33 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2011-2013 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id). The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense (APBD). The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.
The result of this research show that partially Local Own Revenue (PAD) and Intergovernmental Transfer (DAU) have a positive significant impact to the capital expenditure. Whereas, economic growth have unsignificantly impact to the capital expenditure. Economic growth, Local Own Revenue (PAD), Intergovernmental Transfer (DAU) have a positive significant impact to the capital expenditure simultaneously
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung
jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Pemerintah telah mengeluarkan landasan hukum penerapan otonomi
daerah yaitu UU 22/1999 (direvisi menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah
Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif)
dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif).
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia dokumen anggaran daerah disebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun
kabupaten dan kota.
Halim (2004) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) merupakan rencana kegiatan Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam
bentuk angka dan batas maksimal untuk periode anggaran. Penyusunan APBD
diawali dengan membuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang
Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang akan menjadi
pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan anggaran belanja.
Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan Umum
dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda).
Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete
contract), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan
anggaran oleh eksekutif. Besarnya kewenangan legislatif dalam proses
penyusunan anggaran (UU 32/2004) membuka ruang bagi legislatif untuk
“memaksakan” kepentingan pribadinya. Posisi legislatif sebagai pengawas bagi
pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, dapat digunakan untuk
memprioritaskan preferensinya dalam penganggaran.
Untuk merealisasikan kepentingan pribadinya, politisi memiliki preferensi
atas lokasi yang mengandung lucrative opportunities dan memiliki dampak politik
jangka panjang. Oleh karena itu, legislatif akan merekomendasi eksekutif untuk
menaikkan alokasi pada sektor-sektor yang mendukung kepentingannya.
Legislatif cenderung mengusulkan pengurangan atas alokasi untuk pendidikan,
kesehatan dan belanja publik lainnya yang tidak bersifat job programs dan
targetable.
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan
pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan
publik. Pergeseran ini ditunjukkan untuk peningkatan investasi modal dalam
bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya.
Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas
layanan publik, karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja
modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja
modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.
Namun pada praktiknya, sebagian besar APBD digunakan untuk belanja tidak
langsung (gaji pegawai) sehingga diperlukan upaya meningkatkan kualitas
pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya.
Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan
untuk hal-hal produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan.
Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk
membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang
dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong
pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola
sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat
untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi
perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004).
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang
besar kepada daerah untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai sumber
pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah dalam rangka pelayanan
Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah
berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), sangat tergantung pada kemampuan
merealisasikan potensi ekonomi menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang
mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang
berkelanjutan. Kekuasaan legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas
penggunaan spread PAD sering kali tidak sesuai dengan preferensi publik.
Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam
mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara
satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan
fiskal ini Pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Salah satu dana
perimbangan dari pemerintah ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang
pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras
dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (UU 32/2004). Dengan adanya
transfer dana dari pusat ini diharapkan pemerintah daerah bisa lebih
mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai belanja modal di
daerahnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai : “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah Pertumbuhan ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh
signifikan secara parsial dan simultan terhadap pengalokasian anggaran Belanja
Modal pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tujuan yang dicapai dalam penelitian ini
adalah : Untuk mengetahui apakah Pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan secara
parsial dan simultan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal pada
pemerintahan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
sehubungan dangan pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di provinsi
Sarjana Ekonomi pada program studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai
bahan dan masukan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sejenis.
Penelitian ini juga bermanfaat untuk kemungkinan penelitian topic-topik
yang berkaitan, baik yang bersifat lanjutan, melengkapai, maupun
menyempurnakan.
3. Bagi pemerintah pusat dan daerah, memberikan masukan dalam hal
penyusunan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal pengalokasian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun
kabupaten dan kota.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya
merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Menurut Halim (2004 : 15) tentang Anggaran Pendapatan dan belanja
Daerah (APBD) yaitu :
“Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) adalah suatu anggaran Daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun”.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 14, ” Anggaran pendapatan
dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan
Menurut Bastian (2006 : 189) APBD merupakan “pertanggungjawaban
rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan
dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.”
APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja,
standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen
kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan
untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan
dan belanja modal/investasi.
Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut
1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
2.1.1.2 Struktur APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang
pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang
didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian,
yaitu : “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.”
sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. (Permendagri 13/ 2006)
Menurut halim (2004) terkait dengan struktur Anggaran Pendapatan dan
Belanja Modal yaitu :
“Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang”.
2.1.1.3 Fungsi APBD
Fungsi APBD pada dasarnya sama dengan fungsi APBN. Fungsi APBD
terdiri dari:
1. Fungsi otoritasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa
dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan
2. Fungsi perencanaan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan
pemerintah daerah.
4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran,
dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian daerah.
5. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah harus memperlihatkan rasa keadilan dan kepatuhan.
6. Fungsi stabilitas memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.
2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Boediono (dalam Tarigan, 2006 : 46), “Pertumbuhan ekonomi
adalah proses kenaikan output per kapita”. Menurut Arsyad (2005 : 7)
“pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang
apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk, atau apakah pertumbuhan struktur ekonomi terjadi atau tidak”.
Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan
dan jasa yang dihasilkan bertumbuh besar pada tahun berikutnya yang berarti
bahwa produktivitas dari fakta-fakta yang dimasukkan dalam produksi yang
menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat.
Pertumbuhan Ekonomi sering diukur dengan menggunakan pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB
atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar
harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa dihitung dengan
menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai
tahun dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk menilai
pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk menghitung angka-angka PDRB ada tiga pendekatan umum yang
dapat digunakan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi, PDRB jumlah nilai tambah atas barang dan jasa
yang dihasilkan oleh berbagai oleh berbagai unit produksi di suatu daerah
2. Pendekatan Pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tetentu (biasanya satu
tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB
mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak
langsung dikurangi subsidi).
3. Pendekatan Pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan
akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumahtangga dan
lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan
modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok dan (5) ekspor neto,
(ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Halim (2004 : 67) tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu :
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.”
Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, maka
diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, “Pendapatan Asli Daerah selanjutnya
disebutkan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
PAD bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi. Sumber-sumber penerimaan daerah yang dimasukkan dalam pos
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, serta Lain-lain PAD yang sah.
Klasifikasi PAD berdasarkan Permendagri 13/2006 adalah sebagai
berikut :
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusaahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran / cicilan penjualan.
Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakannya sebagai
menghasilkan pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah yang
diterima, maka akan semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut
dalam melaksnakan kebijakannya. Upaya meningkatka kemampuan penerimaan
daerah, khususnya penerimaan dari pendapatan asli daerah harus diarahkan pada
usaha yang terus menerus dan berlanjut agar pendapatan asli daerah tersebut terus
meningkat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperkecil
ketergantungan terhadap sumber penerimaan dari pemerintah diatasnya
(pemerintah pusat).
2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut Pemendagri 13 Tahun 2006, “Kelompok pendapatan dana
perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: dana bagi hasil,
dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.”
Menurut UU No. 34 Tahun 2004, “Dana Alokasi Umum, selanjutnya
disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”
Menurut Halim (2004 : 141), “Dana Alokasi Umum adalah dana yang
berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.”
DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan
pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju
dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Pada dasarnya, dengan
diberlakukannya otonomi daerah diharapkan ketergantungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat tentang keuangan daerah diharapkan semakin kecil
(sumbangan DAU kecil), atau dengan kata lain sumber pendapatan daerah bisa
bersumber pada daerah sendiri (sumbangan PAD besar).
2.1.5 Belanja Modal
Menurut Halim (2004 : 73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah
daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah
belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja
Administrasi Umum.”
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 53
ayat (1) :
“Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya”.
Syaiful (2006) menjelaskan bahwa belanja modal dapat dikategorikan dalam
5 kategori utama :
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian untuk balik nama dan
sewa, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah,
pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan
perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan
kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk
pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai
gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan
pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran
jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/
pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat
dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam
belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian
barang-barang kesenian, barang-barang purbakala dan barang-barang untuk museum, hewan
ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Berikut ini adalah tabel komponen biaya yang termasuk dalam belanja
modal :
Tabel 2.1
Jenis Belanja Modal dan Komponen-Komponennya
Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang Dimungkinkan di dalam
Belanja Modal Belanja Modal Tanah 1) Belanja Modal Pembebasan Tanah
2) Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah 3) Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah
4) Belanja Modal Pengurugan dan Pematangan
Tanah
5) Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah 6) Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah Belanja Modal Gedung
dan Bangunan
1) Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan
Bangunan
2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan
3) Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan
Bangunan
4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
5) Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan 6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran
Bangunan Lama Gedung dan Bangunan
7) Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan
Bangunan Belanja Modal
Peralatan dan Mesin
1) Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin
2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin
3) Belanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan Mesin
4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Peralatan dan Mesin
5) Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin 6) Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin 7) Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Jalan,
Irigasi dan Jaringan
1) Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan
2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Tekhnis Jalan dan Jembatan
3) Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan
Jembatan
4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Jalan dan Jembatan
5) Belanja Modal Perizinan Jalan dan Jembatan 6) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran
Bangunan Lama, Jalan dan Jembatan
7) Belanja Modal Perjalanan Jalan dan Jembatan 8) Belanja Modal Bahan Baku Irigasi dan Jaringan
9) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
Pengelola Teknis Irigasi dan Jaringan
10) Belanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan
Jaringan
11) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Irigasi dan Jaringan
12) Belanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan 13) Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran
Bangunan Lama,Irigasi dan Jaringan
14) Belanja Modal Perjalanan Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Fisik
Lainnya
1) Belanja Modal Bahan Baku Fisik Lainnya
2) Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan
Pengelola Teknis Fisik Lainnya
3) Belanja Modal Sewa Peralatan Fisik Lainnya
4) Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan
Fisik Lainnya
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama dan
Tahun
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Halim dan
Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Hasil Daerah
Secara parsial dan simultan DAU dan PAD berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah
Hadi (2006) Variabel Dependen: PDRB dan PAD
Variabel Independen: Belanja Pembangunan
Belanja Pembangunan memberikan dampak postif dan signifikan terhadap PAD
maupun pertumbuhan
Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah
Secara parsial maupun secara simultan DAU, PAD dan pendapatan lain-lain yang Asli Daerah terhadap Belanja Modal
Terdapat pengaruh yang
signifikan antara PDRB, Pendapatan Asli Daerah, DAU terhadap Belanja Modal
2.3 Kerangka Konseptual
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/investaris yang
adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau
menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Belanja Modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset tetap yang
dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang
pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam
membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Untuk dapat mengetahui
terjadinya peningkatan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah bisa dijadikan
sebagai tolak ukurnya karena PAD ini sendiri merupakan komponen yang penting
yang merencanakan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri
kegiatannya melalui komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah.
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan pelayanan publik dan merupakan output pengalokasian sumberdaya.
Keterbatasan sumber daya adalah pangkal masalah utama dalam pengalokasian
anggaran daerah. Hal ini dapat diatasi dengan menciptakan manajemen pelayanan
publik yang terencana dengan baik.
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja
modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kualitas pelayanan
publik. Besarnya belanja modal yang dialokasikan pemerintah daerah dalam
APBD tentu sangat dipengaruhi oleh posisi keuangan pada daerah tersebut. Posisi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) pada daerah
tersebut.
Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka kerangka konseptual
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka penulis membuat hipotesis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan
secara simultan dan parsial terhadap pengalokasian anggaran belanja modal pada
pemerintahan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.
Belanja Modal
(Y)
Dana Alokasi Umum
(X3)
Pendapatan Asli Daerah (X2)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suatu variabel
dengan variabel yang lainnya (Umar, 2003 : 30).
Dalam peneltian ini terdapat variabel independen/ variabel yang
mempengaruhi/ variabel bebas dan variabel dependen /dipengaruhi/ variabel
terikat. Penelitian ini dilakukan untuk mempengaruhi dan membuktikan pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum
(DAU) sebagai variabel independen terhadap pengalokasian anggaran belanja
modal sebagai variabel dependen.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2007 : 115). Populasi
dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Kabupaten/Kota yang ada di provinsi
Sumatera Utara tahun 2011-2013, yaitu sebanyak 25 Kabupaten dan 8 Kota.
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2007 : 116). Metode pengambilan sampel dilakukan
dengan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.
Beberapa pertimbangan yang ditentukan oleh penulis dalam pengambilan
sampel adalah :
1. Tersedianya data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 2000 masing-masing Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara
pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara melalui situs
www.bps.go.id/sumut.
2. Data realisasi PAD, DAU dan Belanja Modal dari Laporan Realisasi APBD
pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara yang terdaftar
dalam situs www.djpk.depkeu.go.id periode 2011-2013.
3. Kabupaten/Kota Sumatera Utara yang mengalami peningkatan dalam
PDRB, PAD, DAU dan Belanja Modal 3 tahun berturut-turut.
Berdasarkan ketiga kriteria diatas, maka jumlah Kabupaten/Kota yang akan
dijadikan sampel penelitian sebanyak 18 terdiri dari 15 Kabupaten dan 3 Kota.
3.3 Jenis Data dan Sumber Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak lain. Penelitian ini
cross section selama periode tahun 2011 sampai dengan 2013. Data penelitian
berupa :
1. Data realisasi PAD, DAU dan Belanja Modal dari Laporan Realisasi APBD
pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011
sampai dengan 2013 yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan
Keuangan Pemerintah Daerah (www.djpk.depkeu.go.id).
2. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
2000 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara
melalui www.bps.go.id/sumut.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik dokumentasi,
yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara melalui www.bps.go.id/sumut dan mendownload situs www.djpk.depkeu.go.id. Selain itu, peneliti juga melakukan studi kepustakaan melalui buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah menjelaskan karakter dari objek ke dalam
elemen yang dapat diobservasi sehingga suatu konsep dapat diukur di dalam
penelitian (Erlina, 2011 : 48). Tujuan dari definisi operasional adalah memberikan
Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan dalam
penelitian yang merupakan suatu konsep yang memiliki variasi nilai. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas (Independent variable) adalah variabel yang dianggap
berpengaruh terhadap variabel lain. Variabel independen dalam
penelitian ini diantaranya
�1= Pertumbuhan Ekonomi
�2= Pendapatan Asli Daerah (PAD)
�3= Dana Alokasi Umum (DAU)
2. Variabel Terikat (Dependent variable) merupakan variabel yang
tergantung atau dapat dipengaruhi oleh variabel lain. Sehingga yang
menjadi variabel dependen adalam penelitian ini adalah Belanja Modal.
3.6 Skala Pengukuran Variabel
Adapun skala pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini
Tabel 3.1
Skala Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala
Independen Variabel lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk, atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2005 : 7) bagian dana perimbangan
Rasio
Dependen Variabel
Belanja Modal Belanja Modal
merupakan belanja
Besarnya belanja modal dapat dilihat dalam
pemerintah daerah
3.7 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik dengan menggunakan software SPSS. Peneliti melakukan terlebih
dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis.
3.7.1 Uji Asumsi Klasik
Penelitian ini menggunakan pengujian regresi linier berganda. Pengujian
regresi linier berganda dapat dilakukan apabila data yang diteliti dapat
terdistribusi secara normal, tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi.
3.7.1.1 Uji Normalitas
Ghozali (2011 : 110), uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah
normal. Uji normalitas perlu dilakukan untuk menentukan alat statistik yang
dilakukan, sehingga kesimpulan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak, yaitu :
1. Analisis grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan
melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi
dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih
handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan
distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal,
maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
2. Analisis statistik
Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan
nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji
normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov
(K-S), Jika tingkat signifikansinya > 0,05, maka data itu terdistibusi normal
dan dapat dilakukan model regresi berganda.
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau
merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat
1.Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data
adalah tidak normal.
2.Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data
adalah normal.
3.7.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians
berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011 : 105).
Untuk mengetahui adanya masalah heteroskesdatisitas, kita bisa
menggunakan korelasi jenjang Spearman, Park test, Goldfeld-Quandt test, BPG
tast, White test atau Glejser test. Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman,
maka kita harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen
terhadap nilai residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan
Glejser test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu
ke variabel independen.
Salah satu cara untuk mengurangi masalah heteroskesdatisitas adalah
menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah satu cara yang bisa dilakukan
untuk menurunkan rentang data adalah melakukan transformasi (manipulasi)
3.7.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi
berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model
yang tidak mengandung autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana
variabel error-term pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel error-term
pada periode lain yang bermakna variabel error-term tidak random. Pelanggaran
terhadap asumsi ini berakibat interval keyakinan terhadap hasil estimasi menjadi
melebar sehingga uji signifikansi tidak kuat. Uji ini dilakukan pada penelitian
yang menggunakan data time series. Oleh karena data dalam penelitian ini
merupakan gabungan antara data cross section dan time series, maka harus
dilakukan uji autokorelasi terlebih dahulu.
Uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-Watson
(DW). Langkah pendeteksian adanya autokorelasi adalah dengan membandingkan
nilai Durbin-Watson statistic table dengan Ho, tidak ada autokorelasi bila DW
berada di :
0 (a) dl (b) du (c) (4-du) (d) (4-dl) (e) 4
Ho : tidak ada autokorelasi
(a) : daerah menolak Ho : ada autokorelasi
(b) : daerah ragu-ragu
(c) : daerah tidak menolak Ho : tidak ada autokorelasi positif atau negatif
(d) : daerah ragu-ragu
3.7.1.4 Uji Multikolinearitas
Ghozali (2011 : 92), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi
adalah sebagai berikut :
1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
Cara untuk mengobati jika terjadi multikolinearitas, yaitu:
1. Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi
tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel independen lainnya
untuk membantu prediksi.
2. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data).
3.7.2 Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis (Ha) metode analisis yang digunakan adalah
regresi berganda, karena menyangkut tiga buah variabel independen dan satu buah
variabel dependen. Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis dengan
formulasi sebagai berikut :
Y = a+b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana;
Y = Belanja Modal
a = konstanta
X1 = Pertumbuhan Ekonomi
X2 = Pendapatan Asli Daerah
X3 = Dana Alokasi Umum
b1 = Koefisien Regresi Pertumbuhan Ekonomi
b2 = Koefisien Regreasi Pendapatan Asli Daerah
b3 = Koefisen Regresi Dana Alokasi Umum
e = Error (pengganggu)
Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan t-test, F-test dan Koefisien
3.7.2.1 Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Bentuk
pengujiannnya adalah :
Ho : b1,b2,b3=0 , artinya Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Alokasi Umum secara Parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pengalokasin anggaran Belanja Modal.
Ha : b1,b2,b3≠0 , artinya Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Alokasi Umum secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pengalokasian anggaran Belanja Modal.
Pengujian dilakukan menggunakan uji – t dengan tingkat pengujian pada α
5% derajat kebebasan (degree of freedom) atau df = (n – k).
Kriteria pengambilan keputusan :
Ho diterima jika t hitung < t tabel Ha diterima jika t hitung > t tabel
3.7.2.2 Uji Signifikan Simultan (Uji F)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan. Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan
membandingkan antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi yang
Bentuk pengujiannya adalah :
Ho : b1=b2=b3=0 , artinya variabel Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Alokasi Umum secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.
Ha : b1≠b2≠b3≠0 , artinya Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan
Dana Alokasi Umum secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.
Kriteria pengambilan keputusan :
Ho diterima jika F hitung < F tabel
Ha diterima jika F hitung > F tabel
3.7.2.3 Koefisien Determinan (��)
Pengujian Koefisien Determinan (R²) digunakan untuk mengukur proporsi
atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik
turunnya variabel dependen. Koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan satu ( 0 ≤ R² ≤ 1 ). Hal ini berarti bila R² = 0 menunjukkan tidak adanya
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R² semakin
besar mendekati 1, menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen dan bila R² semakin kecil mendekati nol maka dapat
dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1° - 4°
Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah
Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut :
1.Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.
2.Sebelah Selatan berbatasan dengan Sumatera Utara dan Riau.
3.Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
4.Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.
Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas 3
kelompok wilayah yaitu :
1) Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias).
2) Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo, dan
Dairi).
3) Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai,
dan Labuhan Batu).
Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya,
Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka
sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari
Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23
km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota, 325 kecamatan, dan 5.456
kelurahan/desa.
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya
di Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu,
Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa, dan Banjar dan menganut berbagai agama
seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.
Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000, penduduk
Provinsi Sumatera Utara berjumlah 11,5 juta jiwa (seperlima dari 203,5 juta jiwa
penduduk Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20 % per tahun sejak tahun 1990.
Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km²
dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km². Dengan Laju
Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota Sumatera
Utara yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 Kota. Setelah dilakukan pemilihan
sampel dengan kriteria yang telah ditetapkan, sampel dalam penelitian ini
4.2 Analisis Hasil Penelitian
4.2.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai nilai minimun,
maksimum, rata-rata, dan standar deviasi.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PDRB 54 174.740 43303.960 5801.63056 9500.443888
PAD 54 2000.000 1758787.835 1.22213E5 3.219344E5
DAU 54 193665.000 1270244.794 5.02984E5 2.647361E5
Belanja Modal 54 65155.925 1201667.115 2.16665E5 1.946884E5
Valid N (listwise) 54
Sumber: Diolah dari SPSS 17.0
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa (dalam jutaan
Rupiah):
1. Nilai rata-rata PDRB adalah 5801.63056 dengan standar deviasi sebesar
9500.443888 dan data berjumlah 54. Nilai terendah pertumbuhan
ekonomi (X1) sebesar 174.740 dan nilai tertinggi sebesar 43303.960
2. Nilai rata-rata Pendapatan Asli Daerah adalah 1.22213E5 dengan standar deviasi sebesar 3.219344E5 dan data berjumlah 54. Nilai terendah pendapatan asli daerah (X2) sebesar 2000.000 dan nilai tertinggi sebesar
3. Nilai rata-rata Dana Alokasi Umum adalah 5.02984E5 dengan standar deviasi sebesar 2.647361E5 dan data berjumlah 54. Nilai terendah Dana Alokasi Umum (X3) sebesar 193665.000 dan nilai tertinggi sebesar
1270244.794.
4. Nilai rata-rata belanja modal adalah 2.16665E5 dengan standar deviasi sebesar 1.946884E5 dan data berjumlah 54. Nilai terendah belanja modal (Y) sebesar 65155.925 dan nilai tertinggi sebesar 1201667.115.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data terdistribusi secara
normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan melalui analisis grafik dengan
melihat grafik histogram dan normal probability plot.
Hasil uji analisis grafik dengan grafik histogram adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
Hasil Uji Analisis Grafik dengan Grafik Histogram
Hasil uji normalitas di atas menjelaskan bahwa pada grafik histogram
memberikan pola distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak
menceng ke kiri maupun ke kanan. Dapat dipastikan bahwa data terdistribusi
normal.
Hasil uji analisis grafik dengan normal probability plot adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.2
Hasil Uji Analisis dengan Normal Probability Plot
Hasil uji normalitas di atas menjelaskan bahwa pada gambar normal
probability plot, titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis
diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
Selain analisis grafik, uji normalitas juga dilakukan melalui uji statistik
Kolmogorov-Smirnov. Dalam uji ini, data terdistribusi secara normal jika nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05. Sebaliknya, data tida terdistribusi secara normal
jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
Tabel 4.2
Hasil Uji Statistik dengan Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 54
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 4.72124348E4
Most Extreme Differences Absolute .123
Positive .123
Negative -.061
Kolmogorov-Smirnov Z .907
Asymp. Sig. (2-tailed) .383
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Nilai Kolmogrov – Smirov sebesar 0.907 dan tidak signifikan pada 0.05
(karena p= 0.383 > dari 0.05). Jadi kita tidak dapat menolak HO yang
mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain
residual berdistribusi normal.
Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas
menunjukkan hasil yang sama yaitu normal, dengan demikian telah terpenuhi
asumsi normalitas dan bisa dilakukan pengujian asumsi klasik berikutnya pada
data.
4.2.2.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Erlina, 2011). Pendeteksian ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser. Heteroskedastisitas tidak
terjadi jika nilai thitung < ttabel dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05, dan nilai
signifikansi lebih besar daripada 0,05. Heteroskedastisitas terjadi jika thitung > ttabel,
dan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05.
Hasil uji heteroskedastisitas dengan melakukan uji Glejser adalah sebagai
Tabel 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 43789.869 11066.282 3.957 .000
PDRB -1.090 1.605 -.359 -.679 .500
PAD .036 .039 .400 .910 .367
DAU -.010 .028 -.088 -.344 .733
a. Dependent Variable: Ares
Sumber: Diolah dari SPSS 17.0
Berdasarkan hasil Uji Glejser di atas, dapat dilihat bahwa pada tabel
Coefficients(a) nilai sig. semua variabel independen lebih besar dari 0,05 (5%).
Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas
4.2.2.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi
berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model
yang tidak mengandung autokorelasi.