BAHAN SEMINAR TUGAS AKHIR
ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)
pada Departemen Teknik Elektro
Oleh:
04 0402 036 MUHAMMAD LUTHFI
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA
Oleh :
040402036
MUHAMMAD LUTHFI
Disetujui oleh,
Pembimbing
NIP : 131 945 356
IR. M. ZULFIN, MT
Diketahui oleh,
Ketua Departemen Teknik Elektro
NIP : 131 459 554
IR. NASRUL ABDI, MT
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Switching Omega merupakan jaringan interkoneksi antara modul memory dan modul
processor pada sistem jaringan multiprocessor. Jaringan switching omega merupakan salah satu
bentuk dari jaringan delta. Jaringan switching Omega pertama kali dipublikasikan oleh Duncan
H Lawrie.
Tugas akhir ini menganalisis kinerja jaringan switching Omega. Kinerja yang dianalisis
adalah probabilitas bloking dan throughput. Untuk mengukur kinerja jaringan switching omega
harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara membangun jaringan, bagaimana prinsip
kerjanya, dan apa saja kinerja yang dapat diukur dari jaringan switching Omega.
Metode yang digunakan dalam menganlisis kinerja jaringan switching Omega ini adalah
metode kuantitatif. Ukuran kuantitatif yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan switching
omega ini adalah probabilitas bloking dan throughput.
Dari hasil analisis terhadap jaringan switching Omega yang telah dilakukan, diperoleh
bahwa semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun, probabilitas bloking dan throughput pada
jaringan switching Omega juga semakin tinggi. Kenaikan nilai probabilitas bloking dan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul “ANALISIS
KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA”. Adapun Tugas Akhir ini dibuat untuk
memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat
bantuan dan dukungan serta masukan dalam penulisan Tugas Akhir dari banyak pihak. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Ir. H. Surya Dharma dan Ibunda Dra. Masfria, MS yang telah membesarkan
dan memberikan kasih sayang dan support yang berlimpah kepada penulis. Adik penulis
Nurshadrina, yang selalu memberikan doa dan bantuannya pada penulis.
2. Bapak Ir. M. Zulfin, MT, selaku dosen pembimbing penulis yang telah sangat banyak
membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini
3. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, selaku dosen wali penulis selama penulis menimba ilmu di
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, dan Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Ketua dan
Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
6. Teman-teman stambuk 2004, Bayu, Rozi, Firdaus, Muhfi, Bismo, Hafiz, Faisal, Nurul,
Wahyu, Izal, Idris, Aris, Hans, Eko, Adinata, Kurniadi, Syamsi, Harry, Jefri, Eka, Nando,
Pay, Fauzan, Leo, Irsan, Alex, Wiclif, Yensen, Halim, Budiman dan teman-teman yang
belum disebut namanya, yang selama ini menjadi teman diskusi di kampus.
7. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Berbagai usaha telah penulis lakukan demi terselesaikannya Tugas Akhir ini dengan baik,
tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, saran dan
kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat
penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis.
Medan, November 2008
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iv
DAFTAR GAMBAR...vi
DAFTAR TABEL...vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2Rumusan Masalah…... 2
1.3Tujuan Penulisan... 2
1.4Batasan Masalah... 2
1.5Metodologi Penulisan... 3
1.6Sistematika Penulisan... 3
BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT 2.1 Switching... 5
2.2 Jaringan Interkoneksi... 7
2.3 Karakteristik Jaringan Interkoneksi... 8
2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi... 12
2.4.1 Jaringan Interkoneksi Statis (Jaringan Langsung)... 12
2.4.2.1 Jaringan Interkoneksi Satu Tingkat... 14
2.4.2.2 Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 15
2.5 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 18
BAB III JARINGAN SWITCHING OMEGA 3.1 Jaringan Omega... 21
3.2 Karakteristik Jaringan Omega... 22
3.2.1 Self Routing... 22
3.2.2 Perfect Shuffle... 25
3.3 Membangun Sebuah Jaringan Omega... 27
3.4 Mengatur Jaringan Switching Omega... 29
3.5 Kinerja Jaringan Switching Omega... 32
BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA 4.1 Umum... 35
4.2 Perhitungan Analisis Kinerja Jaringan Switching Omega... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 47
5.2 Saran... 47
DAFTAR PUSTAKA... 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Elemen Switching... 6
Gambar 2.2 Arsitektur Crossbar... 8
Gambar 2.3 Pemecahan Data Menjadi Paket-paket... 10
Gambar 2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi... 12
Gambar 2.5 Beberapa Contoh Jaringan Statis... 13
Gambar 2.6 Skema Jaringan Satu Tingkat... 14
Gambar 2.7 Arsitektur Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 17
Gambar 2.8 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat... 19
Gambar 3.1 Jaringan Omega 8 x 8... 21
Gambar 3.2 Flowchart self-routing... 23
Gambar 3.3 Perutean sendiri (self routing) pada jaringan Omega... 24
Gambar 3.4 perfect shuffle dari vektor elemen N... 25
Gambar 3.5 Elemen – elemen switching... 27
Gambar 3.6 Membangun jaringan Omega 8 x 8... 29
Gambar 3.7 Koneksi antara (010,110)... 30
Gambar 3.8 Konflik pada jaringan Omega... 31
Gambar 3.9 Jaringan Omega dengan menggunakan elemen 4 x 4 dan 2 x 2... 32
Gambar 4.1 Model interkoneksi antara prosesor dan memori... 35
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel Perhitungan Pb
Tabel 4.2 Tabel Perhitungan Throuhgput... 44 ... 43
Tabel 4.3 Tabel Perhitungan pm...
ABSTRAK
Switching Omega merupakan jaringan interkoneksi antara modul memory dan modul
processor pada sistem jaringan multiprocessor. Jaringan switching omega merupakan salah satu
bentuk dari jaringan delta. Jaringan switching Omega pertama kali dipublikasikan oleh Duncan
H Lawrie.
Tugas akhir ini menganalisis kinerja jaringan switching Omega. Kinerja yang dianalisis
adalah probabilitas bloking dan throughput. Untuk mengukur kinerja jaringan switching omega
harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara membangun jaringan, bagaimana prinsip
kerjanya, dan apa saja kinerja yang dapat diukur dari jaringan switching Omega.
Metode yang digunakan dalam menganlisis kinerja jaringan switching Omega ini adalah
metode kuantitatif. Ukuran kuantitatif yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan switching
omega ini adalah probabilitas bloking dan throughput.
Dari hasil analisis terhadap jaringan switching Omega yang telah dilakukan, diperoleh
bahwa semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun, probabilitas bloking dan throughput pada
jaringan switching Omega juga semakin tinggi. Kenaikan nilai probabilitas bloking dan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia komunikasi dan informasi berjalan sedemikian cepatnya.
Dunia komunikasi menuntut suatu sistem informasi yang tertata dengan apik. Demikian
juga dunia informasi yang tersedia menuntut adanya layanan komunikasi yang handal.
Salah satu dari banyak faktor yang menentukan kinerja dari sebuah jaringan
telekomunikasi adalah jaringan switching. Dewasa ini, jaringan switching sudah
menggunakan teknologi mikroprosesor dengan biaya murah dan Very Large Scale
Integration (VLSI) dalam bentuk chip-chip yang memiliki bentuk yang kecil dengan
kemampuan yang sangat handal. VLSI merupakan sistem yang dapat berisi ratusan
bahkan ribuan dari modul processor dan modul memory. Dengan tujuan untuk
meningkatkan efisiensi dari sebuah jaringan yang besar, maka desain dari sebuah
interkoneksi menjadi sangat penting. Oleh karenanya VLSI menggunakan teknologi
jaringan switching banyak tingkat (Multistage Interconnection Network). Jaringan
switching banyak tingkat digunakan untuk menyediakan jaringan komunikasi antara
prosesor dan memori yang efektif dengan biaya yang murah dan bandwidth yang besar.
Ada banyak jenis jaringan switching banyak tingkat yang diusulkan dan
dipelajari. Salah satunya adalah jaringan switching omega. Jaringan switching omega
merupakan salah satu keluarga dari switching banyan yang popular karena lebih murah
dan lebih mudah untuk dikendalikan bila dibandingkan dengan jaringan non – banyan.
dapat diketahui bagaimana probabilitas bloking dan throughput-nya sebagai
perbandingan ataupun bahan studi dengan kinerja jaringan switching yang lain.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:
1. Bagaimana cara membangun jaringan switching omega
2. Bagaimana prinsip kerja jaringan switching omega pada jaringan processor -
memory
3. Apa saja kinerja jaringan switching omega
4. Bagaimana cara menganalisis kinerja probabilitas bloking dan throughput pada
jaringan switching omega
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis kinerja jaringan
switching omega khususnya mengenai probabilitas bloking dan throughput pada jaringan
switching omega.
1.4 Batasan Masalah
Agar masalah dalam Tugas Akhir ini tidak terlalu luas dan menyimpang dari topik
yang ada, maka penulis perlu membatasi permasalahan sebagai berikut :
a. Jaringan yang dibahas hanya jaringan switching omega.
b. Kinerja yang dianalisis hanya mencakup probabilitas bloking dan througput.
d. Tidak membahas komponen atau rangkaian elektronika yang mencakup operasi
switching.
e. Delay antar tingkat switching diabaikan
f. Koneksi antara processor dan memory hanya point to point.
1.4 Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal-jurnal dan artikel
pendukung.
2. Studi diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai
masalah-masalah yang timbul selama penulisan Tugas Akhir.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang
masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT
Bab ini membahas tentang jenis-jenis jaringan switching banyak
BAB III JARINGAN SWITCHING OMEGA
Bab ini membahas tentang cara membangun, prinsip kerja,
karakteristik, dan kinerja jaringan switching omega
BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA
Bab ini menerangkan tentang analisis dari kinerja jaringan switching
omega, yaitu probabilitas bloking dan throughput..
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis data-data yang
telah diperoleh.
BAB II
JARINGAN INTERKONEKSI BANYAK TINGKAT
2.1 Switching
Komponen utama dari sistem switching atau sentral adalah seperangkat sirkit
masukan dan keluaran yang disebut dengan inlet dan outlet. Fungsi utama dari sistem
switching adalah membangun jalan listrik diantara sepasang inlet dan outlet tertentu,
dimana perangkat yang digunakan untuk membangun koneksi seperti itu disebut
switching matriks atau switching network.
Jaringan switching tidak membedakan antara inlet/outlet yang tersambung ke
pelanggan maupun ke trunk. Sebuah sistem switching tersusun dari elemen-elemen yang
melakukan fungsi-fungsi switching, kontrol dan signaling.
Seiring dengan perkembangan yang terjadi pada sistem transmisi dimana dengan
ditemuka nnya sistem transmisi serat optik yang menyebabkan peningkatan kecepatan
transmisi dan menyebabkan adanya tuntutan akan suatu desain sistem switching yang
sesuai dengan kebutuhan transmisi tersebut. Desain elemen switching yang dibutuhkan
adalah desain yang dapat meneruskan paket data secara cepat, dapat dikembangkan
dengan skala yang lebih besar dan dapat secara mudah untuk diimplementasikan. Suatu
elemen switching dapat digambarkan sebagai suatu elemen jaringan yang menyalurkan
paket data dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Kata terminal dapat berarti
sebagai suatu titik yang terdapat pada elemen switching. Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa switching adalah proses transfer data dari terminal masukan menuju
terlihat bahwa suatu switch yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu: modul masukan,
switching fabric, dan modul keluaran.
Switching
Gambar 2.1 Tipe Elemen Switching
Ketiga komponen switch tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Modul masukan
Modul masukan akan menerima paket yang datang pada terminal masukan. Modul
masukan akan menyaring paket yang datang tersebut berdasarkan alamat yang
terdapat pada header dari paket tersebut. Alamat tersebut akan disesuaikan dengan
daftar yang terdapat pada virtual circuit yang terdapat pada modul masukan.
Fungsi ini juga dilakukan pada modul keluaran. Fungsi lain dilaksanakan pada
modul masukan adalah sinkronisasi, pengklasifikasian paket menjadi beberapa
kategori, pengecekan error dan beberapa fungsi lainnya sesuai dengan teknologi
yang ada pada switching tersebut.
2. Switching fabric
Switching fabric melakukan fungsi switching dalam arti sebenarnya yaitu
merutekan paket dari terminal masukan menuju terminal keluaran. Switching
fabric terdiri atas jaringan transmisi dan elemen switching. Jaringan transmisi ini
bersifat pasif dalam arti bahwa hanya sebagai saluran saja. Pada sisi lain elemen
3. Modul keluaran
Modul keluaran berfungsi untuk menghubungkan paket ke media transmisi dan ke
berbagai jenis teknologi seperti kontrol error, data filterring, tergantung pada
kemampuan yang terdapat pada modul keluaran tersebut.
2.2 Jaringan Interkoneksi
Komunikasi diantara terminal-terminal yang berbeda harus dapat dilakukan
dengan suatu media tertentu. Interkoneksi yang efektif antara prosesor dan modul memori
sangat penting dalam lingkungan komputer. Menggunakan arsitektur bertopologi bus
bukan merupakan solusi yang praktis karena bus hanya sebuah pilihan yang baik ketika
digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen dengan jumlah yang sedikit.
Jumlah komponen dalam sebuah modul IC bertambah seiring waktu. Oleh karena itu,
topologi bus bukan topologi yang cocok untuk kebutuhan interkoneksi
komponen-komponen di dalam modul IC. Selain itu juga tidak dapat diskalakan, diuji, dan kurang
dapat disesuaikan, serta menghasilkan kinerja toleransi kesalahan yang kecil.
Di sisi lain, sebuah crossbar yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 menyediakan
interkoneksi penuh diantara semua terminal dari suatu sistem tetapi dianggap sangat
kompleks, mahal untuk membuatnya, dan sulit untuk dikendalikan. Untuk alasan ini
jaringan interkoneksi merupakan solusi media komunikasi yang baik untuk sistem
komputer dan telekomunikasi. Jaringan ini membatasi jalur-jalur diantara terminal
komunikasi yang berbeda untuk mengurangi kerumitan dalam menyusun elemen
P1
Pn P2
M1 M2 Mn
. . .
. . .
Gambar 2.2 Arsitektur Crossbar
Fungsi jaringan interkoneksi dalam sistem komputer dan telekomunikasi adalah
untuk mengirimkan informasi dari terminal sumber ke terminal tujuan [4].
2.3 Karakteristik Jaringan Interkoneksi Topologi
Struktur fisik dari suatu jaringan interkoneksi ditunjukkan oleh topologinya
sendiri. Topologi suatu jaringan interkoneksi ditunjukkan secara matematis dengan
sebuah grafik G=(V,E), dimana V adalah seperangkat terminal (prosesor, modul memori,
komputer, dan elemen switching perantara) dan E adalah seperangkat link/jalur.
Teknik Switching
Secara umum digunakan tiga teknik switching, yaitu circuit switching, packet
switching dan message switching. Tetapi yang sering digunakan adalah circuit switching
dan packet switching.
Pada circuit switching, jalur antara sumber dan tujuan harus telah disediakan
sebelum komunikasi terjadi dan koneksi ini harus tetap dijaga sampai pesan mencapai
mengakibatkan dibangunnya kanal komunikasi fisik diantara terminal sumber dengan
terminal tujuan. Kanal komunikasi ini digunakan secara khusus selama terjadi koneksi.
Jaringan circuit switching juga menyediakan kanal dengan laju yang tetap.
Pada hubungan circuit switching, koneksi biasanya terjadi secara fisik bersifat
point to point. Kerugian terbesar dari teknik ini adalah penggunaan jalur yang bertambah
banyak untuk jumlah hubungan yang meningkat. Efek yang timbul adalah biaya yang
akan semakin meningkat disamping pengaturan switching menjadi sangat komplek.
Kelemahan yang lain adalah munculnya idle time bagi jalur yang tidak digunakan. Hal ini
tentu akan menambah inefisiensi. Circuit switching mentransmisikan data dengan
kecepatan yang konstan sehingga untuk menggabungkannya dengan jaringan lain yang
berbeda kecepatan tentu akan sulit.
Pemecahan yang baik yang bisa digunakan untuk mengatasi persoalan di atas
adalah dengan metode packet switching. Dengan pendekatan ini, pesan yang dikirim
dipecah-pecah dengan besar tertentu dan pada tiap pecahan data ditambahkan informasi
kendali. Informasi kendali ini, dalam bentuk yang paling minim, digunakan untuk
membantu proses pencarian rute dalam suatu jaringan sehingga pesan dapat sampai ke
alamat tujuan. Contoh pemecahan data menjadi paket-paket data ditunjukkan pada
Data
Header paket
Paket
Gambar 2.3 Pemecahan Data Menjadi Paket-paket
Penggunaan packet switching mempunyai keuntungan dibandingkan dengan
penggunaan circuit switching antara lain :
1. Efisiensi jalur lebih besar karena hubungan antar node dapat menggunakan jalur
yang dipakai bersama secara dinamis tergantung banyakanya paket yang dikirim.
2. Bisa mengatasi permasalahan laju data yang berbeda antara dua jenis jaringan
yang berbeda laju datanya.
3. Saat beban lalu lintas meningkat, pada model circuit switching, beberapa pesan
yang akan ditransfer dikenai pemblokiran. Transmisi baru dapat dilakukan apabila
beban lalu lintas mulai menurun. Sedangkan pada model packet switching, paket
tetap bisa dikirimkan, tetapi akan lambat sampai ke tujuan (delivery delay
meningkat).
4. Pengiriman dapat dilakukan berdasarkan prioritas data. Jadi dalam suatu antrian
Sinkronisasi
Dalam suatu jaringan interkoneksi sinkron, kegiatan elemen switching dan
terminal masukan maupun terminal keluaran (I/O) dikendalikan oleh sebuah clock pusat
sehingga semuanya bekerja secara sinkron. Sedangkan pada jaringan interkoneksi
asinkron tidak.
Strategi Pengaturan
Pengaturan sebuah jaringan dapat dilakukan dengan cara terpusat ataupun
terdistribusi. Dalam strategi pengaturan terpusat, sebuah pengendali pusat harus memiliki
semua informasi yang global dari sistem pada tiap waktu. Ini akan menghasilkan dan
mengirimkan sinyal kontrol kepada terminal yang berbeda pada jaringan tergantung dari
informasi yang dikumpulkan. Kompleksitas sistem bertambah dengan cepat seiring
bertambahnya jumlah terminal dan dampaknya mengakibatkan sistem dapat berhenti.
Berbeda dengan jaringan terdistribusi, pesan-pesan yang dirutekan mengandung
informasi perutean yang dibutuhkan. Informasi ini ditambahkan kepada pesan dan akan
dibaca dan digunakan oleh elemen switching untuk merutekan pesan-pesan tersebut
sampai ke tujuan.
Algoritma Perutean
Algoritma perutean tergantung pada sumber dan tujuan dari suatu pesan, jalur
interkoneksi yang digunakan ketika melalui jaringan. Perutean dapat disesuaikan ataupun
ditentukan. Jalur yang telah ditentukan mekanisme peruteannya tidak dapat diubah sesuai
dengan trafik yang terjadi pada jaringan, artinya tidak dapat dialihkan ke rute yang
2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi
Jaringan interkoneksi dapat dibagi menjadi statis atau jaringan langsung (direct
network), dinamis atau jaringan tidak langsung (undirect network), dan hybrid. Jaringan
hybrid adalah jaringan interkoneksi yang memiliki struktur yang rumit. Untuk
selanjutnya akan dibahas lebih tentang jaringan statis dan dinamis dan dalam Tugas
Akhir ini difokuskan pada jaringan interkoneksi dinamis yaitu jaringan switching Omega.
Gambar 2.4 menunjukkan klasifikasi jaringan interkoneksi [4].
Interconnection Network
Direct Networks
Indirect Networks
Hybrid Networks
2-D Bidirectional Torus
Other Topologies: Trees, Cube-connecter Cycles, de Brujin Network, Star Graphs,etc Hypercube
Irregular Topologies
3-D Mesh
Torus (k-ary n-Cube Mesh
1-D Unidirectional Torus or Ring
Strictly Orthogonal Topologies
Other Hypergraph Topologies: Hypercubes, Hypermeshes, etc Hierarchical Networks Cluster-Based Networks
Gambar 2.4 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi
2.4.1 Jaringan Interkoneksi Statis (Jaringan Langsung)
Dalam jaringan interkoneksi statis, jalur diantara terminal yang berbeda dari
sistem bersifat pasif dan hanya jalur yang telah ditentukan oleh prosesor pengendali yang
langsung ke terminal lain dengan jalur interkoneksi tertentu. Beberapa hal yang penting
dalam topologi ini:
- Derajat terminal (node), yaitu jumlah jalur yang dihubungkan ke terminal yang
menghubungkan tetangganya.
- Diameter, yaitu jarak maksimum antara dua terminal dalam jaringan.
- Regularity, yaitu sebuah jaringan yang teratur jika semua terminalnya memiliki
derajat yang sama.
- Simetris, yaitu sebuah jaringan simetrik jika terlihat sama dari masing-masing
perspektif terminal.
Linier Array Ring
Mesh Fully Interconnected Hypercube
Gambar 2.5 Beberapa Contoh Jaringan Statis
Dalam jaringan statis, jalur pentransmisian pesan dipilih dengan algoritma
perutean. Mekanisme switching menentukan bagaimana masukan dihubungkan ke
keluaran dalam sebuah terminal. Semua teknik switching dapat digunakan dalam jaringan
2.4.2 Jaringan Dinamis (Jaringan Tidak Langsung)
Jika dibandingkan dengan jaringan statis, dengan jalur interkoneksi antar terminal
yang pasif, konfigurasi jalur dalam sebuah jaringan interkoneksi dinamis merupakan
fungsi dari kondisi elemen switching. Jalur diantara terminal pada jaringan interkoneksi
dinamis berubah sesuai dengan perubahan kondisi elemen switching. Jaringan dinamis
dibangun menggunakan crossbar (khususnya yang berukuran 2 x 2) [4].
2.4.2.1 Jaringan Interkoneksi Satu Tingkat
Jaringan interkoneksi satu tingkat adalah sebuah jaringan dinamis yang dibangun
dari satu tingkat penghubung dan dua tingkat elemen switching. Gambar 2.6
menunjukkan skema umum jaringan interkoneksi satu tingkat. Crossbar yang
menyediakan koneksi penuh antara semua terminal dari sistem merupakan jaringan
interkoneksi non-blocking satu tingkat.
Tingkat penghubung dalam Gambar 2.6 adalah fungsi permutasi atau pertukaran
keluaran elemen switching ke tingkat yang terjauh ke kiri masukan elemen switching
yang lain. Lebih dari satu jalur yang dibutuhkan melalui jaringan untuk komunikasi yang
. . .
Tingkat dari elemen switching Tingkat Penghubung
Gambar 2.6 Skema Jaringan Satu Tingkat
2.4.2.2 Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat
Jaringan merupakan suatu gambaran berarah dimana node-nodenya terdiri dari
tiga bagian berikut:
- terminal sumber, yang memiliki indegree 0
- terminal tujuan, yang memiliki outdegree 1
- elemen switching, yang memiliki indegree dan outdegree positif
Jaringan banyak tingkat adalah jaringan dimana terminal-terminalnya dapat
diubah pada tingkat-tingkatnya, dimana semua terminal sumber pada tingkat 0, dan
semua keluaran pada tingkat i dihubungkan ke masukan pada tingkat i+1. Jika semua
terminal tujuan dari jaringan banyak tingkat dihubungkan ke tingkat n+1, maka disebut
jaringan n-tingkat.
Jaringan uniform adalah jaringan banyak tingkat dimana semua elemen switching
yang sama. Jaringan square dengan derajat k adalah jaringan banyak tingkat yang
dibangun dari elemen switching k x k.
Jaringan interkoneksi banyak tingkat (Multistage interconnection network/MIN)
adalah jaringan interkoneksi yang digunakan untuk menghubungkan sekelompok N
masukan ke sekelompok M keluaran melalui sejumlah tingkat perantara menggunakan
elemen switching yang berukuran kecil diikuti oleh interkoneksi tingkat-tingkat
penghubung.
Secara formal, jaringan interkoneksi banyak tingkat merupakan rangkaian
tingkat-tingkat elemen switching dan jalur interkoneksi. Arsitektur elemen switching yang paling
umum adalah jaringan interkoneksi antara elemen-elemen switching itu sendiri yang
berukuran lebih kecil. Elemen switching yang paling sering digunakan adalah hyperbar
dan lebih lebih khusus lagi adalah crossbar.
Tingkat-tingkat penghubung merupakan fungsi interkoneksi, masing-masing
fungsi adalah bijeksi dari alamat elemen switching tingkat-tingkat sebelumnya yang
menghubungkan semua keluaran elemen switching dari tingkat yang diberikan ke
masukan dari tingkat berikutnya.
Dalam lingkungan multiprosesor, link tingkat pertama dihubungkan ke sumber
(biasanya prosesor) dan link tingkat terakhir dihubungkan ke tujuan (modul memory).
Jumlah tingkat minimum jaringan interkoneksi banyak tingkat harus menyediakan
koneksi penuh (full connection) dari terminal masukan ke terminal keluaran. Jaringan
interkoneksi banyak tingkat secara umum ditunjukkan pada Gambar 2.7. Elemen
switching pada jaringan interkoneksi banyak tingkat boleh memiliki buffer masukan
pesan-pesan yang diblok ketika konflik terjadi. Dalam kasus ini disebut jaringan interkoneksi
banyak tingkat dengan buffer. Sedangkan jaringan interkoneksi banyak tingkat tanpa
buffer merupakan jaringan interkoneksi banyak tingkat yang paling sederhana.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7, jaringan interkoneksi banyak tingkat
memiliki N masukan dan M keluaran. Jaringan interkoneksi banyak tingkat memiliki n
tingkat, G0 sampai Gn-1. Masing-masing tingkat Gi memiliki Wi elemen switching yang
berukuran ai,j x bi,j dimana 1≤j≤Wi, dengan demikian tingkat Gi memiliki pi terminal
masukan dan qi terminal keluaran sehingga [4]
∑
SE = Switching Element = Elemen Switching SE
Tingkat-tingkat dari elemen-elemen switching Tingkat-tingkat dari link/jalur interkoneksi
Pola koneksi antara dua tingkat yang berbatasan atau berdekatan, Gi-1 dan Gi
yang ditunjukkan Ci, menggambarkan pola koneksi untuk link pi = qi-1 dimana p0 = N
dan qn-1 = M. Dengan demikian sebuah jaringan interkoneksi banyak tingkat dapat
ditunjukkan sebagai [4]:
C0(N)G0(W0)C1(p1)G1(W1) . . . Gn-1(Wn-1)Cn(M) ……….(2.2)
Dimana C0 adalah pola koneksi dari sumber ke tingkat switching pertama dan Cn
adalah pola koneksi dari tingkat switching terakhir ke tujuan. Pola koneksi Ci(pi)
menggambarkan bagaimana link-link pi seharusnya dihubungkan ke keluaran qn-1 = pi
dari tingkat Gi-1 dan masukan pi ke tingkat Gi. Pola koneksi yang berbeda memberikan
perbedaan karakteristik dan topologi jaringan interkoneksi banyak tingkat. Link-link itu
diberi label dari 0 sampai pi-1 pada Ci [4].
2.5 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat
Penggolongan jaringan interkoneksi banyak tingkat berdasarkan defenisi-defenisi
yang telah diberikan ditunjukkan pada Gambar 2.8. Jaringan interkoneksi banyak tingkat
telah digolongkan ke dalam tiga kelas menurut ketersediaan jalur-jalur untuk membangun
koneksi baru, yaitu [4]:
1. Blocking. Suatu koneksi antara pasangan masukan/keluaran yang bebas tidak
selalu mungkin dikarenakan konflik dengan koneksi yang sudah ada. Pada
umumnya, ada suatu jalur yang unik antara setiap pasangan masukan/keluaran,
dengan memperkecil jumlah elemen switching dan tingkat. Jaringan dengan satu
Jaringan switching banyan digambarkan sebagai suatu kelas dari jaringan
interkoneksi banyak tingkat dimana ada satu dan hanya satu jalur dari setiap
terminal masukan ke setiap terminal keluaran.
Multistage Interconnection Network
Non Uniform (Non Square) Square
Gambar 2.8 Klasifikasi Jaringan Interkoneksi Banyak Tingkat
Dengan menyediakan jalur yang banyak (multiple path) dalam jaringan bloking
(blocking network), konflik dapat dikurangi dan toleransi kesalahan dapat
ditingkatkan. Jaringan-jaringan bloking ini juga dikenal sebagai jaringan banyak
jalur (multipath network).
2. Nonblocking. Setiap masukan dapat dihubungkan ke terminal keluaran yang bebas
tanpa mempengaruhi koneksi-koneksi yang ada. Mereka membutuhkan
tingkat-tingkat tambahan dan memiliki jalur yang banyak antara setiap masukan dan
keluaran. Contoh yang popular dari jaringan nonblocking adalah jaringan Clos.
jalur yang dapat diubah-ubah. Jaringan-jaringan ini juga membutuhkan jalur yang
banyak antara setiap masukan dan keluaran, tetapi jumlah jalur dan biaya lebih
kecil daripada penggunaan jaringan non-bloking.
Berdasarkan jenis saluran (channel) dan elemen switching, jaringan interkoneksi
banyak tingkat dapat juga dibagi menjadi:
1. Jaringan interkoneksi banyak tingkat satu arah (unidirectional), kanal-kanal dan
elemen-elemen switchingnya satu arah.
2. Jaringan interkoneksi banyak tingkat dua arah (bidirectional), kanal-kanal dan
elemen-elemen switchingnya dua arah. Ini menunjukkan bahwa informasi dapat
dikirimkan secara simultan (bersamaan) dalam arah yang berlawanan antara
BAB III
JARINGAN SWITCHING OMEGA
3.1 Jaringan Omega
Jaringan Omega merupakan anggota keluarga dari jaringan delta. Jaringan ini
pertama kali dipublikasikan oleh Lawrie [1]. Jaringan Omega merupakan salah satu
jaringan banyak tingkat (multistage network) yang memiliki jalur yang unik dengan
struktur yang sederhana. Jaringan Omega hanya membutuhkan luas area yang kecil
karena kesederhanaan dari jalur interkoneksinya dan jumlah elemen switching-nya yang
sedikit. Jaringan Omega dapat dipakai sebagai penghindar-kerusakan (defect-avoidance)
dan bertujuan sebagai toleransi kesalahan (fault-tolerant).
Tingkat 1 2 3
Jaringan Omega merupakan salah satu dari jaringan banyak tingkat yang
digunakan sebagai arsitektur dari aliran data seperti pada struktur interkoneksi antara
prosesor dan arsitektur dari shared-memory multiprosesor saat terhubung pada jaringan
global. Jaringan Omega juga merupakan keluarga dari jaringan interkonesi banyak
tingkat banyan yang dapat berfungsi sebagai switch buatan (switch fabric)[6].
3.2 Karakteristik Jaringan Omega
Jaringan Omega memiliki karakteristik utama yaitu perutean sendiri (self routing)
dan kocokan sempurna (perfect shuffle).
3.2.1 Self Routing
Jaringan Omega memiliki karakteristik yaitu mampu melakukan perutean sendiri
(self-routing), dimana bit-bit alamat keluaran yang terdapat pada header paket dapat
menentukan sendiri kemana perutean akan dilakukan. Ruting diputuskan oleh tujuan,
maksudnya yaitu label pada keluaran ditandai dengan bilangan biner dengan susunan
yang menurun merupakan alamat keluaran. Diagram alir (flow chart) dari sistem self
Mulai
selesai Data dihasilkan
oleh perangkat sumber
Prosesor memecah data menjadi paket-paket dan mengirimkannya ke terminal
masukan elemen switching
Elemen switching membaca header paket [d1...dn]
di=1
Paket dirutekan ke keluaran sebelah atas dari elemen
switching
Paket dirutekan ke keluaran sebelah
Data yang dihasilkan oleh perangkat-perangkat sumber diteruskan ke prosesor.
Prosesor kemudian membagi data ini ke dalam bentuk paket-paket untuk diteruskan ke
terminal masukan elemen switching pada tingkat pertama. Elemen switching pada tingkat
pertama membaca header pada paket kemudian merutekan paket ke keluaran sebelah atas
jika bit pertama pada alamat tujuan adalah 0 dan merutekan ke keluaran sebelah bawah
jika bernilai 1. Elemen switching berikutnya juga memperlakukan paket-paket yang
masuk dengan cara perutean yang sama yaitu dengan menggunakan bit berikutnya pada
alamat tujuan. Dengan cara perutean seperti ini sebuah paket akan menemukan jalannya
menuju terminal keluaran yang dituju tanpa memperdulikan dari masukan yang mana ia
datang.
Gambar 3.3 Perutean sendiri (self routing) pada jaringan Omega
Sebagai contoh, dengan memperhatikan Gambar 3.3 jika terminal masukan ingin
menyampaikan paket ke alamat tujuan (110), maka pada tingkat 1 perutean dikendalikan
paket dikendalikan oleh bit 1, sehingga paket lewat melalui elemen switching sebelah
bawah dan pada tingkat terakhir dikendalikan oleh bit 0 dan tiba pada tujuannya melalui
elemen switching sebelah atas. Garis tebal memperlihatkan jalur yang dilalui oleh paket.
3.2.2 Perfect Shuffle
Jaringan Omega memiliki karakteristik kocokan sempurna (perfect shuffle).
Perfect shuffle pertama kali dipublikasikan oleh Stone [2]. Perfect shuffle mengacu
kepada pola interkoneksi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Bagian sebelah kiri
dari Gambar 3.4 adalah vector dari operand dengan indikasi berjalan dari 0 ke N – 1,
dimana N = 2m untuk integer m. Operand terhubung ke vektor di bagian sebelah kanan
gambar, melalui jalinan pola interkoneksi. Dan pola interkoneksi inilah yang disebut
perfect shuffle[2].
Gambar 3.4 telah mengindikasikan bahwa yang sebelah kiri telah terpetakan kepada
yang sebelah kanan berdasarkan permutasi P yaitu[2]:
P(i) = 2i 0 ≤ i ≤ N/2 – 1
= 2i + 1 – N N/2 ≤ i ≤ N - 1 ... (3.1)
Hal tersebut dapat dianalogikan dengan kocokan dari setumpuk kartu. Bagikan
vektor di kiri menjadi dua bagian yang sama, lalu kombinasikan dua bagian tadi dengan
cara dikocok (shuffling) sebagaimana seharusnya. Dengan cara itu dapat lebih mudah
dimengerti dua bagian elemen seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Cara pandang lain dari proses shuffle adalah berhubungan dengan representasi
biner dari elemen – elemen vector. Diklaim bahwa elemen ke-ith dikocok (shuffled) ke
posisi i’ , dimana i’ adalah angka yang diperoleh dengan merotasi bit – bit dalam
representasi biner dari posisi i ke arah kirinya. Secara spesifik dapat dibuat sebagai
berikut[2]:
i = im-12m-1 + im-22m-2 + ...+ i12 + i0
Lalu i’ diperoleh dari:
.
i’ = im-22m-1 + im-32m-2 + ...+i02 + i
Untuk lebih mudahnya, perfect shuffle dapat diterjemahkan menjadi interkoneksi antar
tingkat yang didefinisikan dengan logika perputaran ke kiri (rotate left) dari bit – bit yang
digunakan pada port identitas. Contoh:
m-1
• 000 ---> 000 ---> 000 ---> 000
• 001 ---> 010 ---> 100 ---> 001
• 011 ---> 110 ---> 101 ---> 011
3.3 Membangun Sebuah Jaringan Omega
Sebuah jaringan Omega N x N terdiri dari tingkat identik l = logk
Setiap elemen switching hanya dapat memiliki satu dari empat jenis tingkat
seperti pada Gambar 3.5. Oleh karenanya, elemen – elemen switching ini dapat
menyebabkan data dikirim langsung dari masukannya (input), menukar masukkannya,
atau mentransmisikan data dari masukannya ke kedua keluarannya (output). Tidak
diizinkan kedua masukkan untuk keluar dari keluaran yang sama[1].
N. Setiap
tingkat, terdiri dari interkoneksi dengan perfect shuffle (kocokan sempurna) berdasarkan
N/2 elemen switching seperti terlihat pada Gambar 3.1
Straight Interchange
Upper Broadcast
Lower Broadcast
Gambar 3.5 Elemen – elemen switching
Koneksi perfect shuffle memiliki kemampuan untuk mengambil masukan pada
posisi yang sesuai dengan representasi biner yaitu s1s2…..si dan menggerakkannya ke
posisi s2s3….sis1. Switch lalu dapat menggerakkan keluarannya ke posisi s2s3….si0 atau
s2s3…si
Dengan maksud untuk menukar data melalui jaringan, setiap elemen jaringan
tidak sepenuhnya selalu sama, dan lalu data dapat diizinkan untuk lewat dari masukan
jaringan menuju keluaran jaringan. Inilah yang mempengaruhi sebuah pemetaan jaringan
input ke output, satu ke satu (one-to-one) atau satu ke banyak (one-to-many) [1].
Jaringan Omega adalah jaringan switching dengan an x bn dengan tingkat n, yang
terdiri dari modul – modul elemen crossbar a x b. Pola link antar tingkat dibuat
sedemikian rupa hingga ada jalur unik yang panjangnya konstan diantara sumber dan
tujuan. Berikut adalah tahapan pembangunan jaringan Omega 8 x 8 dengan 3 tingkat
berdasarkan perfect shuffle. Seperti yang telah diketahui perfect shuffle merupakan logika
perputaran ke kiri (rotate left), maka Gambar 3.6 (a) menunjukkan pembentukan jalur
dari (000 – 000) dan (001-100). Gambar 3.6 (b) menunjukkan pembentukan jalur dari
(010 – 001) dan (011 – 101). Gambar 3.6 (c) menunjukkan pembentukan jalur dari (100 –
010) dan (101 – 110) dan Gambar 3.6 (d) menunjukkan pembentukan jalur dari (110 –
1 2 3
Gambar 3.6 Membangun jaringan Omega 8 x 8
3.4 Mengatur Jaringan Switching Omega
Seperti yang telah diketahui, ada sebuah algoritma yang efisien untuk mengatur
tingkatan pada jaringan Omega. Pertama, anggap masukan switching adalah S dan
keluarannya adalah D. Dengan mempelajari Gambar 3.5, dengan mudah dapat dilihat
keluaran ke masukan S, harus terhubung, dan biarkan S = s1s2…si menjadi ujung sumber,
contoh representasi biner dari masukan. Memulai dari masukan S, switch pertama,
dimana S dihubungkan untuk mengatur switch masukan S ke keluaran atas jika d1 = 0
atau keluaran bawah, jika d1 = 1. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3.7 untuk S = 010
dan D = 110. Jika terus mengikuti jalur ini untuk tingkat switch yang berikutnya, maka
lagi – lagi dapat menukar masukan ke masukan atas jika d2 = 0 atau ke masukan bawah
jika d2 = 1. Jika diteruskan aturan ini, switching pada di
pada setiap tingkat i, sampai
diperoleh keluaran yang tepat [1].
Gambar 3.7 Koneksi antara (010,110)
Dengan maksud untuk mengatur pemetaan yang berbeda antara masukan dan
keluaran, dapa diikuti prosedur di atas secara simultan untuk semua masukan dan semua
keluaran. Jadi dapat dilihat bahwa prosedur ini lengkap dengan anggapan bahwa jaringan
dapat mengatur pemetaan apa saja dari tiap – tiap jaringan yang sanggup (capable). Hal
memilih satu jalur pada jaringan antara masukan dan keluaran yang diberikan. Lalu,
algoritma akan memilih jalur untuk pemetaan apa saja untuk masukan ke keluaran.
Karena ada satu dan hanya satu antara tiap masukan dan keluaran, pengaturan jalur dari
setiap pemetaan yang diberikan harus unik, dan ini haruslah merupakan yang diatur oleh
algoritma. Bagaimanapun dapat disadari bahwa algoritma dapat memilih jalur yang diatur
untuk pemetaan dari jaringan yang tidak mampu. Sebagai contoh, Gambar 3.8
menunjukkan jalur yang dibangun untuk pemetaan 000 – 000, 100 – 010. Bagian ini
berbagi hubungan yang umum di sisi keluaran dari tingkat pertama, sebuah kondisi yang
dapat disebut sebuah konflik dan dimana secara definisi tidak diizinkan, karena hal ini
berarti dua sinyal berbeda harus berbagi pada jalur umum. (anggap dua sinyal dapat
berbagi pada jalur umum hanya jika kedua sinyal memiliki sumber yang umum juga,
yang dalam beberapa kasus dianggap bahwa kedua sinyal adalah sama). Lalu jika dilihat,
algoritmanya akan memilih jalur unik pada jaringan, tapi jalur yang diatur tidak dipaksa
untuk berpisah, oleh karenanya konflik terjadi [1].
Tingkat 1
Ada beberapa pilihan untuk merancang sebuah jaringan Omega. Elemen
switching pada Gambar 3.1 adalah sebuah unit pertukaran – transmisi
(exchange-broadcast) dengan pola masukan 2 x 2. Sangat mungkin untuk membangun sebuah
jaringan Omega dari elemen yang lebih besar seperti yang diilustrasikan pada Gambar
3.9. Gambar 3.9 menunjukkan sebuah jaringan Omega dengan pola masukan 8 x 8 yang
dibangun dari elemen switching dengan pola masukan 4 x 4 dan elemen switching dengan
pola masukan 2 x 2. Elemen switching 4 x 4 dapat berupa elemen crossbar/broadcast.
Dalam beberapa kasus, bentuk jaringan seperti ini lebih kuat (powerfull) daripada
jaringan yang dibangun hanya dari elemen switching 2 x 2 [1].
000
001
010
011
100
101
110
111
Gambar 3.9 Jaringan Omega dengan menggunakan elemen 4 x 4 dan 2 x 2
3.5 Kinerja Jaringan Switching Omega
Untuk menganalisa kinerja dari jaringan switching Omega, harus terlebih dahulu
diketahui apa saja parameter yang akan dihitung. Jaringan switching Omega adalah
mengirimkan paket melalui elemen switching yang sama dan membutuhkan keluaran
yang sama, maka secara acak akan dipilih satu paket untuk dilewatkan dan sisanya akan
diblok atau dibuang. Maka diperoleh beberapa asumsi sebagai berikut :
• Pada setiap siklus, setiap prosesor menghasilkan sebuah permintaan yang
independen dengan sebuah probabilitas p;
• Permintaan-permintaan didistribusikan secara seragam diantara memori;
• Permintaan-permintaan yang diblok dihiraukan;
Dari asumsi – asumsi di atas dapat diperoleh probabilitas – probabilitas antara
lain:
• Probabilitas (sebuah terminal masukan menerima sebuah permintaan ke sebuah
terminal keluaran terterntu) = p/k
• Probabilitas (sebuah terminal masukan tidak menerima sebuah permintaan ke
sebuah terminal keluaran tertentu) = (1 – p/k)
• Probabilitas (sebuah terminal keluaran tertentu tidak dipilih) = (1 – p/k)
• Probabilitas (sebuah terminal keluaran dipilih oleh paling sedikit satu prosesor) =
1-(1-p/k)
k
k
Pendekatan untuk hal ini dapat disebut sebagai probabilitas p [8][9].
m. Maka dapat
dianggap bahwa pm adalah probabilitas paket dari setiap paket yang akan di kirim dari
setiap elemen switching pada tiap tingkat ke-m. pm dapat dihitung sebagai berikut [8][3]:
Dengan syarat p = p0, dari asumsi yang sama diatas, setiap permintaan dari
prosesor yang diblok atau yang dapat dikatakan sebagai probabilitas bloking, dapat
dihitung sebagai berikut[9]:
0
Dimana p0 adalah probabilitas paket independen yang dihasilkan prosesor. P0
merupakan beban yang terdapat pada link masukan dari switching yang berasal dari
permintaan – permintaan independen dari tiap prosesor. Dalam jaringan switching seperti
pada jaringan switching Omega paket yang dikirim bersamaan dan membutuhkan
keluaran yang sama akan diblok atau dibuang. Nilai p0 yang berubah – ubah dapat
mempengaruhi probabilitas bloking karena nilai p0 lah yang akan diteruskan atau di blok
pada jaringan switching. Sebagai contoh jika nilai dari p0
Banyak paket rata – rata yang tiba pada keluaran jaringan per satuan waktu
disebut Throughput. Throughput pada jaringan switching adalah bandwidth jaringan
tersebut. Throughput dapat dihitung sebagai berikut [3]:
= 0,9 berarti pengiriman data
dari prosesor adalah sebesar 90 %. Hal ini berarti hampir seluruh masukan pada jaringan
switching mengirim data yang berarti nantinya akan terjadi bloking yang tinggi pula.
Throughput = N.Plogk
BAB IV
ANALISIS KINERJA JARINGAN SWITCHING OMEGA
4.1 Umum
Karakteristik dari sebuah sistem multiprosesor adalah kemampuan dari setiap
prosesornya untuk berbagi dengan sebuah memori tunggal. Kemampuan berbagi ini
diwujudkan melalui sebuah jaringan interkoneksi antara prosesor dan modul memori.
Model dari sistem ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Prosesor 1
Prosesor 2
Prosesor n
Memori 1
Memori 2
Memori n Switch
Interconnection network
Gambar 4.1 Model interkoneksi antara prosesor dan memori
Fungsi dari sebuah switch interkoneksi adalah untuk membuat sebuah jalur yang
valid antara tiap – tiap prosesor dan tiap – tiap modul memori. Pada Tugas Akhir ini
jaringan interkoneksi yang ditawarkan sebagai penghubung antara prosesor dan modul
menganalisis kinerja jaringan switching Omega. Kinerja yang diukur dalam tugas akhir
ini adalah probabilitas bloking dan throughput. Jaringan Omega ini merupakan jaringan
tanpa buffer, yang berarti jika ada paket – paket yang membutuhkan keluaran yang sama,
maka akan dipilih salah satu paket secara acak yang akan diteruskan. Sedangkan sisa
paket yang lain akan terblok atau terbuang.
4.2 Perhitungan Analisis Kinerja Jaringan Switching Omega
Parameter – parameter yang digunakan untuk menganalisis kinerja jaringan
switching Omega antara lain:
• Ukuran elemen switching = k x k
= 2 x 2
• Jumlah tingkat = m
• Jumlah terminal masukan (N) = 2m
• Probabilitas paket yang dihasilkan pada terminal sumber (p
.
0
• Probabilitas pada tingkat ke-m pada jaringan (p
)
m
• Probabilitas bloking (P
)
b
• Throughput (TP)
)
Berikut akan dihitung kinerja jaringan switching Omega dengan menggunakan
Untuk p0
1. Untuk jaringan switching Omega 1 tingkat
= 0,1
2. Untuk jaringan switching Omega 2 tingkat
3. Untuk jaringan switching Omega 3 tingkat
4. Untuk jaringan switching Omega 4 tingkat
5. Untuk jaringan switching Omega 5 tingkat
m = 5
N = 2m = 25
p
= 32
5 = 1 – (1 – 0,0906/2)
= 0,0885
2
Pb = 1 – (p5/p0
= 1 – (0,0885/0,1) )
= 0,1150
TP = N.p
= 32.(0,0885)
5
Untuk p0
6. Untuk jaringan switching Omega 1 tingkat
= 0,2
7. Untuk jaringan switching Omega 2 tingkat
8. Untuk jaringan switching Omega 3 tingkat
9. Untuk jaringan switching Omega 4 tingkat
10.Untuk jaringan switching Omega 5 tingkat
m = 5
N = 2m = 25
p
= 32
5 = 1 – (1 – 0,1652/2)
= 0,1583
2
Pb = 1 – (p5/p0
= 1 – (0,1583/0,2) )
= 0,2085
TP = N.p
= 32.(0,1583)
5
= 5,0656
Dengan rumus dan perhitungan yang sama, dihitung kinerja jaringan switching
omega untuk tingkat 1 hingga 5 dengan p0 yang berubah dari 0,3 hingga 0,9. Perhitungan
– perhitungan tersebut disimpulkan kedalam Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 sebagai
Tabel 4.1 Tabel Perhitungan P
pb = probabilitas bloking
= probabilitas paket dihasilkan di sumber
Probabilitas bloking yang dihasilkan dari perhitungan yang tampak pada Tabel
4.1 menunjukkan bahwa semakin banyak tingkat yang dibentuk dan semakin tinggi nilai
p0 maka semakin tinggi pula probabilitas bloking yang dihasilkan. Tabel 4.1
menunjukkan saat p0 = 0,9, hampir seluruh masukan pada switching menerima paket
yang dikirim oleh prosesor. Dan terlihat bahwa peluang untuk paket – paket tersebut di
blok dalam perjalanan juga semakin besar sesuai dengan pertambahan p0
nya. Tingkat
dapat dibentuk sebanyak mungkin selama nilai dari probabilitas bloking tidak mencapai
Tabel 4.2 Tabel Perhitungan Throuhgput
p
Tingkat
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
1 0,1950 0,3800 0,5550 0,7200 0,8750 1,0200 1,1550 0,6400 1,3950
2 0,3804 0,7236 1,0328 1,3104 1,5584 1,7796 1,9764 2,1504 2,3032
3 0,7424 1,3816 1,9320 2,4056 2,8128 3,1632 3,4640 3,7224 3,9432
4 1,4496 2,6432 3,6304 4,4480 5,1296 5,7008 6,1776 6,5776 6,9136
5 2,8320 5,0656 6,8480 8,2752 9,4368 10,384 11,1616 11,8016 12,3328
Keterangan:
p0
TP = Throughput
= probabilitas paket dihasilkan di sumber
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh pada Tabel 4.2, nilai throughput yang
dihasilkan akan semakin tinggi jika tingkat yang dibentuk semakin banyak dan nilai p0
Selain probabilitas bloking dan throughput, juga diperoleh perhitungan p semakin tinggi.
m, yang
merupakan probabilitas paket yang ada pada tiap tingkat pada jaringan switching omega.
Dalam Tugas Akhir ini dihitung pm sampai tingkat ke-5 atau p5. Perhitungan pm tersebut
Tabel 4.3 Tabel Perhitungan p
p1 0,0975 0,1900 0,2775 0,3600 0,4375 0,5100 0,5775 0,6400 0,6975
p2 0,0951 0,1809 0,2582 0,3276 0,3896 0,4449 0,4941 0,5376 0,5758
p3 0,0928 0,1727 0,2415 0,3007 0,3516 0,3954 0,4330 0,4653 0,4929
p4 0,0906 0,1652 0,2269 0,2780 0,3206 0,3563 0,3861 0,4111 0,4321
p5 0,0885 0,1583 0,2140 0,2586 0,2949 0,3245 0,3488 0,3688 0,3854
Keterangan:
p0
p
= probabilitas paket dihasilkan di sumber
m = probabilitas paket pada tingkat ke-m pada jaringan switching omega
Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa nilai pm akan semakin kecil jika jumlah
tingkat bertambah dan semakin bertambah jika nilai po bertambah. Nilai pm pada tingkat
sebelumnya akan mempengaruhi nilai pm pada tingkat setelahnya. Nilai pm
Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 diperoleh hubungan antara probabilitas bloking dan
troughput seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
juga
Gambar 4.2 Perbandingan antara throughput dan probabilitas bloking
jaringan switching omega 5 tingkat dan p0 = 0,9.
Gambar 4.2 menunjukkan grafik yang diperoleh dari hubungan antara nilai
probabilitas bloking dan nilai throughput dengan menggunakan sampel perhitungan dari
jaringan switching omega tingkat 5 dan dengan p0 = 0,9. Diperlihatkan bahwa nilai
probabilitas bloking dan throughput semakin bertambah sesuai dengan pertambahan
tingkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembangunan jaringan switching Omega dilakukan dengan kocokan sempurna
(perfect shuffle) yaitu sebuah interkoneksi antar tingkat yang didefinisikan
sebagai logika perputaran ke kiri (rotate left).
2. Semakin banyak jumlah tingkat yang dibangun dengan menggunakan p0
3. Jika jumlah tingkat tetap tapi nilai p
yang
tetap, maka diperoleh nilai dari probabilitas bloking dan throughput yang semakin
tinggi.
0
4. P
bertambah, diperoleh nilai probabilitas
bloking dan throughput yang semakin tinggi.
0 yang semakin kecil juga berpengaruh kepada probabilitas pada tingkat ke-m
(pm) pada jaringan yang semakin kecil.
5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat penulis berikan:
1. Analisis kinerja jaringan switching Omega dapat dibuat dengan metode simulasi
dengan asumsi – asumsi yang realistik agar dapat diperoleh kinerja jaringan
switching yang mendekati sebenarnya.
2. Analisis kinerja jaringan switching Omega dapat dibahas lebih lanjut dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Lawrie, Duncan H. 1975. Access and Aligment of Data in an Array Processor.
IEEE Trans. Comput. vol c-24. hal 1145 – 1155.
2. Stone, Harold S. 1972. Parallel Processing with the Perfect Shuffle. IEEE Trans.
Comput . vol C - 20. hal 153 – 161.
3. Yang, Yuanyuan. 1997. The Performance of Multicast Banyan Networks. Dept of
Computer Science, University of Vermount. hal 51 – 59.
4. Imran Rafiq Quadri, Pierre Boulet, dan Jean Luc Dekeyser. 2007. Modeling of
Topologies of Interconnection Networks based on Multidimensional Multiplicity.
Raport de Recherche, Institut National De Recherche En Informatique Et En
Automatique.
5. Patel, J.H. 1979. Processor – Memory Interconnections for Multiprocessors.
IEEE Trans. Hal 168 – 177.
6. Cvetanovic, Z. 1987. Best and Worst Mappings for The Omega Networks. IBM J.
Res. Develop. Vol 31. hal 452 – 463.
7. OmegaNetwork.
8. Arindam Saha dan Meghanad D. Wagh, 1990, Performance Analysis of Banyan
Networks Based On Buffer Of Various Sizes, IEEE Trans., hal 157-164
9. Ted H Szymansky dan V. Carl Hamacher, 1987, On the Permutation Capability
of Multistage Interconnection Networks. IEEE Trans. Comput. Vol C – 36. Hal
LAMPIRAN
% script Matlab
% Perhitungan kinerja jaringan switching omega
p=input('masukan p0 = ');
m=input('masukan jumlah tingkat = ');
b=p;
plot(z,t,'bs--','LineWidth',2);