• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Kantor Pelayanan Pajak MEDAN POLONIA

DISUSUN

OLEH :

NAMA : MAJU FERNANDO PAKPAHAN

NIM : 082600120

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur serta sembah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus untuk segala hikmat, karunia dan kasihNya serta untuk setiap berkat yang telah dianugerahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dengan judul “Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Kantor Pelayanan Pajak medan polonia”.

Selama penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Laporan Tugas Akhir ini penulis persembahkan terkhusus kepada orang tua saya yang sangat saya sayangi, Ayahanda Serka.Efendi Pakpahan dan Ibunda T.br Sianturi, yang sudah mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang.

Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu dan pengetahuan, penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini tidak akan mungkin dapat terselesaikan dengan lancar tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma III Admnistrasi Perpajakan FISIP USU.

(3)

4. Ibu Dra. Arlina, M. Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, pemikiran serta pengertian untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar hingga selesainya penulisan Laporan Tugas Akhir ini.

5. Seluruh staf pegawai Program Studi Diploma III Admnistrasi Perpajakan FISIP USU yang telah membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

6. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

7. Kepala Sub Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

8. Pegawai Seksi Pelayanan dan Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

Akhir kata, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, 20 Juni 2011

(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Manfaat ... 4

C. Ruang Lingkup ... 6

D. Metode PKLM ... 6

E. Metode Pengumpulan Data ... 8

F. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 9

BAB II GAMBARAN LOKASI PKLM A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia ... 11

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia ... 22

BAB III GAMBARAN DATA PKLM A. Pengertian Pajak ... 23

B. Dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa ... 23

C. Penagihan Pajak ... 25

D.Penagihan Utang Pajak ... 28

(5)

F.Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak ... 31

G.Penagihan Dengan Surat Paksa ... 33

H.Tata Cara Penagihan Surat Paksa... 39

I.Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 40

BAB IV ANALISIS DATA A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ... 43

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa .. 49

C. Cara Penyelesaian Masalah Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa . 52 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKLM

PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis dilapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari para dosen program studi Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan yang sebenarnya.

Sebagai negara yang berkembang Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain – lain. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak . Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya.Dalam prakteknya sering kali dijumpai adanya pihak – pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa penagihan pajak dapat dipaksakan penagihannya, sehingga kepada pihak – pihak yang tidak mau membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa.

(7)

wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya. Maka kepadanya dapat dikenakan sanksi kurungan atau penyitaan atas hartanya.Sanksi kurungan dan penyitaan merupakan upaya paksa terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak.Adanya sanksi kurungan ini mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang, dan adanya penyitaan barang mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula. Penagihan pajak – pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan dengan sewenang – wenang.

Maka dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah mengeluarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa yang bertujuan untuk: memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 ini, untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan.

(8)

Penagihan Pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya atas Surat Teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak dengan menggunakan surat paksa yang diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada penanggung pajak . Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita pajak pusat maupun daerah. Jadi, surat paksa dalam proses penagihan tunggakan pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menetukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut.

Sebagai salah satu syarat dalam rangka penyusunan tugas akhir, Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) adalah suatu metode untuk memperaktikan teori yang selama ini diperoleh di bangku perkuliahan pada kondisi di lapangan sebenarnya. Diharapkan PKLM ini dapat memberikan pengetahuan yang praktis mengenai lingkungan kerja beserta aspek – aspek perpajakan yang terdapat didalamnya.Dari uraian di atas maka penulis ingin mencoba menulis laporan tugas akhir Dengan judul tentang “Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat

(9)

B. TUJUAN DAN MANFAAT

I.Tujuan PKLM ( Praktek Kerja Lapangan Mandiri )

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksan PKLM :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanaan Pajak Medan Polonia

2. Untuk mengetahui faktor penghambat pelaksanaan penagihanpajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

3. Cara Peneyelesaian Masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

II. Manfaat PKLM

Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya adalah :

1. Bagi mahasiswa

a. Menambah pengetahuan penulis di bidang perpajakan khususnya pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.

(10)

2. Pihak Universitas

a. Mendapatkan Masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk evaluasi kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi penyempurnaan revisi kurikulum.

b. Mempromosikan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang memahami tentang Administrasi Perpajakan.

3. Pihak Kantor Pelayanan Pajak

a. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jendral Pajak SUMUT I khususnya Kantor Pelayanan Pajak medan polonia dalam menangani administrasi perpajakan.

b. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari perguruan tinggi menyangkut penanganan masalah perpajakan.

c. Mempererat hubungan antara Direktorat Jendral Pajak SUMUT I dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

d. Mempromosikan image Kantor Pelayanan Pajak.

(11)

C. RUANG LINGKUP

Dalam Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

2. Faktor Penghambat pelaksanaan penagihan pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

3. Cara Penyelesaian Masalah di kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

D. METODE PKLM

Dalam Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Persiapan

(12)

2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data – data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui buku – buku Perpajakan, majalah, Undang – undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jendral Pajak, dan bahan – bahan lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan.

3. Observasi Lapangan

Penulis melaksanakan pengamatan secara langsung pada objek PKLM untuk mengetahui Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

4. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data Primer dan Sekunder yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM.

5. Analisa Data dan Evaluasi

(13)

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM, terdapat beberapa cara untuk pengumpulan data yaitu :

a. Wawancara ( Interview )

Dengan cara melakukan komunikasi dan Tanya jawab secara langsung dengan pihak Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Medan Polonia mengenai hal – hal yang menjadi objek pembahasan.

b. Observasi

Dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data yang diperlukan untuk pembahasan masalah.

c. Daftar Dokumentasi

(14)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam laporan pelaksanaan PKLM ini penulis menguraikan penulisan tersusun secara sistematika. Adapun sistematika yang akan dilakukan dalam penulis laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan, dan manfaat PKLM, ruang lingkup, metode PKLM, dan sistematika

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM, sejarah singkat, serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak.( KPP ) Medan Polonia.

BAB III : GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK

DENGAN SURAT PAKSA

Pada bab ini penulis membahas mengenai teori ketentuan, tata cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa berdasarkan Undang – Undang Pada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Medan Polonia.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

(15)

pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

(16)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001, KPP Medan Polonia didirikan pada tahun 2002. KPP Medan Polonia merupakan pecahan dari KPP Medan Barat yang terletak di jalan Sukamulia medan. Keputusan Menteri Keuangan tersebut berisi tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat jendral Pajak, Kantor pelayanan Pajak, kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan, kantor pemeriksaan dan penyelidikan pajak dan kantor penyuluhan dan pengamatan potensi pajak.

Dan berdasarkan keputusan tersebut maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia memiliki kedudukan, tugas dan fungsi yang sama dengan KPP lainnya. Yang menjadi lokasi dan wilayah Kantor pelayanan pajak medan polonia adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan medan maimun

2. Kecamatan medan polonia

3. Kecamatan medan baru

4. Kecamatan medan selayang, dan

(17)

Kantor pelayanan pajak (KPP) medan polonia berlokasi di jalan Diponegoro No. 30 A Medan. Berdampingan dengan kantor wilayah I direktorat jendral pajak departemen keuangan sumatera utara dan kantor gubernur propinsi sumatera utara. Kantor pemerintah ini berkewajiban untuk memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam pembayaran pajak.

Kantor pelayanan pajak mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak di bidang pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan pajak tidak langsung (PTLL) dalam wilayah wewenangnya.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas, KPP menyelenggarakan fungsi :

1. Mengumpulkan data dan mengolah data, menyajikan informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi wajib pajak.

2. Penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Surat Pemberitahuan (SPT) masa dan berkas wajib pajak.

3. Pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan pajak tidak langsung lainnya.

4. Penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan banding dan restitusi pajak penghasilan pajak, penambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya.

5. Pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan.

(18)

7. Pembetulan surat ketetapan pajak.

8. Pengurangan sanksi pajak.

9. Penyuluhan dan konsultasi pajak.

10. Pelaksanaan administrative kantor pelayanan pajak.

2. Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

Berdasarkan surat keputusan menteri keuangan republic Indonesia Nomor: 443/KMK.01/2001, menyatakan bahwa kantor pelayanan pajak medan polonia terdiri dari :

1. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum Pembagian Bidang sebagai berikut :

a. Koordinator Pelaksana Tata Usaha dan Kepegawaian

Menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas, penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas kantor pelayanan pajak.

b. Koordinator Pelaksanaan Keuangan

(19)

c. Bendaharawan Gaji / Tunjangan Khusu Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN).

Menerima, menyimpan dan membayar gaji / TKPKN kepada para pegawai di lingkungan kantor pelayanan pajak berdasarkan ketentuan yang berlaku.

d. Bendaharawan Rutin

Menyelenggarakan pengolaan anggaran rutin dengan cara menyiapkan dan mengajukan surat permintaan pembayaran, menerima, menyimpan, mengeluarkan uang dan mengajukan surat permintaan pembayaran / uang yang harus di pertanggungjawabkan pengganti serta membuat laporan keadaan kredit Anggaran / laporan keadaan rutin berdasarkan peraturan yang ada.

e.Bendaharawan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP.PBB)

Menyelenggarakan pengolaan dana PB.PBB dengan menyiapkan dan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran / Uang yang harus dipertanggungjawabkan serta membuat Laporan Keadaan Kredit berdasarkan peraturan yang berlaku.

f. Koordinasi Pelaksana Rumah Tangga

Melakukan urusan rumah tangga dan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak agar menunjang pelaksanaan tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

(20)

ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :

a. Koordinasi Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi I

Tugasnya adalah menyelenggarakan penatausahaan data perpajakan, respon, editing, transkip, dan pengadaan perbaikan rekaman data perpajakan serta pembuatan monografi pajak berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam rangka penyajian informasi b. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi II

Tugasnya adalah mengaktifkan dan mematikan sistem komputer, menjaga keamanan data / informasi, peralatan komputer dan perangkat pendukungnya, menjaga kebersihan ruang komputer, melakukan pembentukan Bank Data dan mencetak keluaran yang diperlukan.

c. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi III

Tugasnya adalah menyelenggarakan penyimpanan dan pelayanan peminjaman dan Wajib Pajak serta pencarian data, menyajikan data potensial perpajakan dan melakukan urusan ekstensifikasi Wajib Pajak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(21)

penelitian surat pemberitahuan dan surat wajib pajak lainnya, kearsipan berkas wajib pajak, serta ketetapan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

a. Koordinator Pelaksana Pelayanan Terpadu

Tugasnya adalah melakukan urusan penerimaan surat pemberitahuan, surat wajib pajak lainnya, serta melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan dan pencabutan identitas Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Surat Pemberitahuan Pajak

Tugasnya adalah melakukan penelitian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (PPH) dan menyelesaikan pemohon penundaan penyampaian surat pemberitahuan tahunan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Koordinator Pelaksana Ketetapan dan Arsip Wajib Pajak

Tugasnya adalah melaksanakan urusan tata usaha penerbitan surat ketetapan pajak dan kearsipan berkas wajib pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Seksi Pajak Penghasilan (PPh) Perseorangan

(22)

Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pajak Penghasilan

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan, pengecekan dan perekaman surat pemberitahuan, serta pemantauan penatausahaan pembayaran masa PPh orang pribadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Pajak Penghasilan Orang Pribadi II

Tugasnya adalah melaksanakan penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana lapangan / kantor wajib pajak orang pribadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pajak Penghasilan (Pph) Badan

Seksi pajak penghasilan badan terdiri dari seorang kepala seksi pajak penghasilan badan yang tugasnya adalah mengkoordinasi urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan pajak penghasilan Badan. Pengawasan pembayaran masa, pemeriksaan sederhana berdasarkan criteria yang ditentukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Seksi Pajak dan Penghasilan Badan terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pajak Penghasilan Badan I

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan, pengecekan dan pemantauan pembayaran masa PPh Badan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(23)

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan dan memproses daftar Wajib Pajak yang ditertibkan surat tagihan pajak atas keterlambatan penyampaian surat tagihan pajak atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan tahunan atau keterlambatan / kekurangan setor PPh pasal 29 serta merencanakan melaksanakan pemeriksaan lapangan / kantor berdasarkan ketentuan yang berlaku.

5. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

Seksi pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan terdiri dari seorang Kepala Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan yang tugasnya mengkoordinasi urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan, pengawasan pembayaran masa serta melakukan pemeriksaan sederhana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan I

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan, pengecekan dan perekaman surat pemberitahuan, serta pemantauan dan penatausaha pembayaran masa pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan II

(24)

6. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

Seksi PPN dan PTLL terdiri dari seorang kepala seksi pajak pertambahan nilai dan pajak tidak langsung lainnya yang tugasnya adalaha mengkoordinasikan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan masa PPN, PPnBm, PTLL, pengawasan pembayaran SPT masa, konfirmasi faktur pajak, serta pemeriksaan sederhana berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Seksi PPN dan PTLL terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Pajak Tambahan Nilai Industri.

Tugasnya adalah melakukan urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan masa pajak pertambahan Nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pengawasan pembayaran masa, konfirmasi faktur pajak, serta penatausahaan dan pelaksanaan sederhana di sektor industry sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Pajak Tambahan Nilai Perdagangan

Tugasnya adalah melakukan perekaman surat pemberitahuan masa. Konfirmasi faktur pajak, serta penatausahaan dan melaksanakan pemeriksaan sederhana di sektor perdagangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Koordinator Pelaksana PPN Jasa dan PTLL

(25)

7. Seksi Penagihan

Seksi penagihan terdiri dari seorang kepala seksi penagihan yang tugasnya adalah mengkordinasikan urusan penatausahaan piutang pajak, serta penagihan, penundaan dan angsuran, serta pembuatan usulan penghapusan piutang pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Seksi penagihan terdiri dari :

a. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Piutang Pajak

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan piutang pajak, usul penghapusan piutang pajak, dan angsuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif

Tugasnya adalah melakukan penyiapan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, sita, usulan lelang dan dukungan penagihan lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

8. Seksi Penerimaan dan Keberatan

Seksi penerimaan dan keberatan yang terdiri dari seorang kepala polisi penerimaan dan keberatan yang tugasnya adalah mengkordinasikan urusan rekonsiliasi penerimaan, pengolaan dan penyaluran surat setoran pajak (SSP) serta surat penghitungan pajak, dan surat perintah pembayaran kelebihan pajak, serta pengurangan sanksi dengan peraturan yang berlaku.

Seksi penerimaan dan keberatan terdiri dari :

(26)

Tugasnya adalah melakukan urusan penatausahaan penerimaan pajak, pembukaan restitusi, pembuatan register pemindahbukuan, pengolaan dan penatausahaan bermacam-macam penerimaan pajak, penyiapan surat ketetapan pajak kelebihan pembayaran pajak dan surat perintah membayar kelebihan pajak.

b. Koordinator pelaksana keberatan pajak penghasilan.

Tugasnya adalah melakukan urusan penyelesaian keberatan, penyusunan konsep uraian banding, konsep uraian pemandangan penyelesaian keberatan dan pengurangan, penghapusan, atau pembatalan utang pajak, konsep peninjauan kembali sengketa pajak penghasilan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

c. Koordinator pelaksana keberatan pajak pertambahan nilai dan pajak tidak langsung lainnya.

Melakukan urusan penyelesaian keberatan penyusunan uraian banding, penyusunan uraian pemandangan penyelesaian keberatan dan pengurangan, penghapusan atau pembatalan utang pajak atas ketetapan pajak, peninjauan kembali, sengketa pajak pertambahan nilai.

9. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan

(27)

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

(28)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

A. Pengertian Pajak

Prof. Dr. P.J. A. Adriani (pernah menjadi guru besar pada Universitas Amsterdam) dikutip dari buku pengantar perpajakan; Bohari, S.H adalah sebagai berikut “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas pemerintah” (Pengantar perpajakan; Bohari, S.H, hal 31). Sedangkan,

Menurut Undang – undang 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

B. Dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa sebagai berikut :

1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana dirubah dengan Undang – undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(29)

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 148/KMK.04/2000 Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa.

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus Pelaksanaan Surat Paksa.

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002 Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-21/PJ./2002 tentang Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang berwenang Menerbitkan Surat Paksa.

8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-459/PJ./2002 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-474/PJ./2003 Tanggal 2 November 2003 tentang bentuk, Jenis dan Kode Kartu, Formulir, Surat dan Buku yang digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

(30)

11.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 294/KMK.03/2003 - M-02-UM.09-01 Tahun 2003 Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

12.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-01/PJ.75/2004 Petunjuk Pelaksanaan Penagihan dalam Rangka Reorganisasi direktorat Jenderal Pajak.

13.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 Kebijakan Penagihan Pajak Tahun2004

Dengan adanya peraturan dan undang – undang yang menjadi landasan hukum penagihan pajak dengan surat paksa di Indonesia ini, maka pajak dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan bagi wajib pajak.

C. Penagihan Pajak

(31)

Disamping pendapat tersebut Drs. Mardiasmo,MBA,Akt, mengatakan bahwa Surat Tagihan Pajak adalah : “surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa denda / atau bunga’.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat diberikan kepada Wajib Pajak antara lain :

1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak dibayar atau kurang bayar.

2. Dari hasil penelitian Surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

3. WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda / atau bunga.

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai tetapi tidak melaporkan kegiatannya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

5. Pengusaha yang dikukuhkan sebagai kena pajak tetapi telah membuat faktur pajak atau yang dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

(32)

Pada umumnya banyak Wajib Pajak belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan, sehingga menimbulkan penilaian atas penggunaan pajak seperti ;

a. Anggapan WP

Dalam pembayaran pajak, Wajib Pajak merasakan adanya ketidakadilan. Dimana Wajib Pajak yang dibayar atau pajak yang terutang lebih dari yang seharusnya. Perasaan ini bisa saja timbul karena Wajib Pajak pada dasarnya tidak membedakan untuk pajak daerah, pajak pusat, iuran, sumbangan, pungutan dan sebagainya. Sehingga seringkali Wajib Pajak menganggap semua itu menjadi bebannya, tidak rela sebagian penghasilannya dipotong pajak.

b. Rasional

Wajib pajak yang paham dan matang terhadap perpajakan pasti akan selalu mencari kemungkinan yang diperhitungkan dalam reaksinya menghindari ataupun mengurangi beban pajak, seperti: menghindari pajak ataupun menyelundupkan pajak. Sebagaimana diketahui dalam sistem perpajakan kepada Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak terutang (self assessment). Melalui Azas Self Assessment itu tentu saja memerlukan waktu, keuletan, kerja keras dan menuntut pengabdian serta disiplin yang tinggi.

(33)

masalah ini, maka fiskus akan bertindak melakukan penagihan aktif salah satunya dengan Penagihan Surat Paksa.

D. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritas dapat dilakukan dengan 2 langkah:

a) Penagihan Pasif

Pada dasarnya penagihan secara pasif terdiri atas 2 tahap:

1. Penyerahan ketetapan pajak maupun tagihan pajak: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Apabila ketetapan pajak diserahkan dan sampai batas waktu pembayaran belum memenuhi kewajibannya maka tindakan berikutnya adalah dikeluarkannya Surat Teguran mungkin diberikan lebih dari satu kali.

b) Penagihan Aktif

(34)

1. nama Wajib Pajak, atau Penanggung Pajak

2. besarnya utang pajak

3. perintah untuk membayar

c) Penagihan Paksa (UU no. 19 Tahun 1949)

Fiskus memulai juru sita pajak Negara menyampaikan / memberitahukan surat paksa melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui kantor lelang negara terhadap barang – barang wajib pajak. Penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law-Enforcement di bidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila tidak ada jalan lain.

E. Dasar Penagihan Pajak

Sesuai dengan system self assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak diwajibkan menghitung memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau wajib pajak melanggar ketentuan UU perpajakan barulah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak yang dapat berupa STP, SKPKB, SKPKBT, SKP, SKK, PB.

1. Surat Tagihan Paksa (STP) adalah: surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau sanksi administrasi berupa bunga dan/ atau benda.

(35)

a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

b. Dari hasil penelitian Sp terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib pajak dikenal sanksi administrasi berupa benda/ atau bunga.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah: surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.

Pasal 3 UU no.9 tahun 1994 KUP menentukan dalam jangka 10 tahun sesudah saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian direktur jenderal pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal:

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

b. Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan menurut UU dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

(36)

ditemukan data baru dan/ atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang.

4. Surat Keputusan Pembetulan adalah: Surat Keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung/ atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang – undangan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atas surat tagihan pajak.

5. Surat Keputusan Keberatan (SKK) adalah: surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

6. Putusan Banding (PB) adalah: putusan badan peradilan atau banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.

Keenam jenis surat ini merupakan dasar atau sarana administrasi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Untuk tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakan penagihan pajak, Menteri keuangan akan mengatur tata caranya termasuk aspek administrative baik mengenai tindakan penagihan itu sendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak.

F. Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak

Tindakan pelaksanaan penagihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 dan Pasal 4 diawali UU 19 Tahun 2000 dengan :

(37)

Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penangguung Pajak setelah lewat waktu 21 ( dua puluh satu ) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa

3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 kali 24 ( dua puluh empat ) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menertibkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat yang lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang di bebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu seperti :

(38)

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.

G. Penagihan Dengan Surat Paksa

Berdarkan surat edaran Dirjen Pajak No. D.15.4/VI/31/1976 tanggal 30 Maret 1976 tentang Pedoman Juru Sita, mengatakan bahwa: “Surat Paksa adalah surat perintah dengan paksa kepada penanggung pajak untuk membayar utang pajak. Didalam surat paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya”.

(39)

Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama dengan grosse (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggu gugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintahkan pelaksanaan itu. Surat paksa memuat perintah kepada wajib pajak untuk melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.

1. Latar Belakang

a. Bahwa masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

b. Bahwa UU No. 19 tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan UU perpajakan yang berlaku.

c. Perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak dan member motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan kewajiban membayar pajak.

2. Tujuan

(40)

b. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak.

c. Meningkatkan penerimaan Negara dari sector bea masuk, cukai, denda administrasi, utamanya yang merupakan piutang macet.

3. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinnya dan segi karakteristiknya.

a. Dari segi isinya:

1) Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2) Nama Wajib Pajak/Penanggung Pajak, keterangan yang cukup alasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

3) Dikeluarkan/ ditandatangani oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Kepala Daerah.

b. Dari segi karakteristiknya :

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.

(41)

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan)

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyanderaan/pencegahaan.

Surat paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Ekekusi (eksekusi langsung), yaitu berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

4. Penertiban Surat Paksa

Menurut Pasal 8 Undang – undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenisnya.

b. Pada dasarnya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lainnya yang sejenis hanya diterbitkan satu kali. Pengertian Surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya sama dengan Surat Teguran atau Surat Peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat Paksa diterbitkan.

(42)

d. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya karena penanggung pajak mengalami kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan Pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.

Dengan demikian, apabila kemudian Penanggung Pajak, tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat lainnya yang sejenis.

5. Pelaksana Penagihan

a) Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan sketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak Daerah.

1. Syarat – syarat diangkat menjadi Juru sita Pajak :

a. Berizajah serendah – rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu.

b. Berpangkat serendah – rendahnya Pengatur Muda / Golongan I.

(43)

d. Lulus pendidikan dan latihan Juru sita Pajak.

e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.

2. Pemberitahuan Juru sita Pajak

Juru sita Pajak diberhentikan apabila :

a. Meninggal dunia

b. Pensiun

c. Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela ; melanggar sumpah atau janji Juru sita Pajak ; atau

d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 19 Tahun 2000

Jurusita Pajak bertugas :

a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

b. Memberitahukan Surat Paksa

c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

(44)

b) Petugas pelelangan adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang melalui pejabat.

H. Tata Cara Penagihan Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Penanggung Pajak di tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;

(45)

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

I. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Juru sita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh uang pajak dari semua jenis pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika :

a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi

(46)

c. Terdapat tanda – tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara ; atau

e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda – tanda kepailitan.

Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indicator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian dilelang, kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini tentu perlu diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan Negara tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu juru sita pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

(47)
(48)

BAB IV

ANALISA DATA

Didalam Penulisan ini penulis akan menganalisa suatu masalah guna mendapatkan pengertian yang berasal dari suatu perbandingan antara hal – hal yang ditetapkan dari suatu teori dan praktik pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.

A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Cara penagihan yang terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak ialah penagihan pajak, dimana fiskus melalui juru sita pajak Negara menyampaikan/memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang – barang wajib pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila wajib pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.

Tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh kantor pelayanan pajak yang tidak melunasi hutang pajaknya adalah :

1. Kantor Pelayanan Pajak Mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk hasil penelitian diantaranya :

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

(49)

2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak yang seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini :

a. Juru sita mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan wajib pajak/penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru Sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.

b. Jika juru sita bertemu langsung dengan wajib pajak/penanggung pajak dan meminta agar wajib pajak/memperlihatkan surat – surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti.

- Apakah tunggakkan pajak menurut STP/SKP/SKPT cocok dengan jumlah tunggakkan yang tercantum dengan surat paksa.

- Apakah ada surat keputusan pengurangan/penghapusan.

- Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang diperhitungkan.

- Apakah terdapat utang tersebut dalam surat paksa, diajukan keberatan.

c. Kalau juru sita pajak menjumpai wajib pajak/penanggung pajak maka salinan paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

(50)

- Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha bersangkutan atau;

- Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir a dan b diatas juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada surat paksa dan salinannya kepada wajib pajak/penanggung pajak yang bersangkutan.

- Juru Sita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.

d. Kalau penanggung pajak tidak ditemukan dikantor ( Pada Badan Hukum ).

Apabila hal ini terjadi, maka juru sita dapat menyerahkan salinan surat paksa kepada :

- Seseorang yang ada dikantornya ( salah seorang pegawai ).

- Seseorang yang ada ditempat tinggalnya ( misalnya : Istri, anak, atau pembantu rumahnya ). Sebaliknya apabila penanggung pajak tidak dikenal / tidak mempunyai tempat tinggal dikenal perusahaan masih ada/sudah dibubarkan/tidak mempunyai kantor lagi. Surat Paksa (salinannya) ditempelkan pada pintu utama Kantor Pelayanan Pajak dimana penanggung pajak/wajib pajak semula berdomisili. Dapat juga surat paksa dimuat dalam Berita Negara atau dimuat dalam salah satu harian dalam kota itu ( UU N0. 19 tahun 1997, pasal 6 ayat 5 ).

(51)

- Jumlah Biaya

Menurut KEP. DJP No. 01/PJ.75/1994 tanggal 14 januari 1994 besarnya biaya penyampaian surat paksa sebagai berikut :

- Biaya Harian Juru Sita = Rp. 10.000,-

- Biaya Perjalanan =

f. Surat paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi Penagihan disertai laporan pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan diteruskan kepada Seksi Penagihan dan Vertifikasi untuk ditanda tangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan wajib pajak / penanggung pajak yang bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan surat paksa dalam

Rp. 15.000,-

Jumlah Rp. 25.000,-

- Apabila seorang juru sita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh wajib pajak/penanggung pajak atau belum.

(52)

buku register pengawasan penagihan, buku register tindakan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan tindakan STP/SKP/SKPT yang bersangkutan. Dalam melaksanakan surat paksa tersebut juru sita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga/perusahaan wajib pajak/penanggung pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

g. Laporan pelaksanaan surat paksa.

- Atas pelaksanaan surat paksa dibuat laporan oleh juru sita yang melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut.

- Hal – hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :

- Pengakuan penyelesaian surat keberatan. Mengenai hal ini agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

- Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.

- Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari wajib pajak/penanggung pajak antara lain : kemampuan bayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan/penagihan pajak dan sebagainya, sehingga juru sita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.

(53)

usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya surat paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.

Disamping Pejabat / Juru sita melaksanakan tugasnya menyampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak Juru sita dapat memperhatikan / melihat asset – asset atau barang – barang yang dimiliki WP untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika WP masih tetap untuk tidak membayar utangnya.

3. Apabila juga utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 2 kali 24 ( dua puluh empat ) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau ditempat lain, termasuk penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu.

Didalam pelaksanaan Juru sita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita. Biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Juru sita dikarenakan :

a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

(54)

Barang dari hasil yang disita harus sebanding dengan jumlah utang pajak yang ditanggung Penanggung Pajak dan jika tidak sebanding maka akan dilakukan penyitaan lagi.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Dan dalam hal pelaksanaan lelang Juru sita mempertanyakan dulu kepada dinas yang bersangkutan mengenai hak milik barang yang dilelang. Misalnya tanah kepada dinas pertanahan setempat. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada penanggung pajak setelah pelaksanaan lelang.

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa

Adapun kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia adalah :

1. Terdapat tunggakan yang berbeda

(55)

diatas, yaitu tunggakan menurut surat paksa berbeda dengan tunggakan menurut surat ketetapan pajak yang ada pada penanggung pajak, maka juru sita tidak dapat mengubah, apa yang tertulis pada surat paksa atau mencoret dan menambahkan pembetulannya. Juru sita pajak mengembalikan surat paksa tersebut kepada kepala seksi penerimaan dan penagihan/kepala subseksi penagihan dengan disertai laporan dan usul agar dikeluarkan surat paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (pengganti surat paksa yang tadi) sesuai dengan data yang sebenarnya.

2. Penanggung pajak menolak surat paksa

Adakalanya Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan. Alasan penolakan ini kadang kala sengaja dicari-cari karena wajib pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainnya, misalnya:

- Karena sedang mengajukan surat keberatan

- Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas

(56)

3. Jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah

Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi juru sita tidak diperbolehkan masuk kedalam rumah Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang barang-barangnya akan disita.

4. Jurusita pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/penanggung pajak

Hambatan lain yang sering ditemui dalam pelaksanaan penyitaan adalah jurusita tidak diperbolehkan menyita barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

5. Wajib Pajak/penanggung pajak tidak mau menandatangani berita acara sita

Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh jurusita, para saksi dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya yang barangnya disita. Sering terjadi Wajib Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita, sehingga penyitaan barang Wajib Pajak guna pelunasan hutang pajaknya menjadi tertunda.

6. Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak/penanggung pajak

Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan dilakukan.

7. Tingkat Kesadaran WP / Penanggung Pajak Masih Rendah

(57)

baik dan benar serta membayar hutang pajak tepat pada waktu masih rendah dikarenakan masih kurang Pengetahuan WP tentang perpajakan.

Dilihat dari kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

Tidak semua Wajib Pajak mempunyai kesadaran dan kemampuan yang sama, sehingga ketaatannya pun juga tidak sama. Ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan penagihan secara pasif – persuasive ternyata Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak memenuhi kewajiban walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem self assessment namun tingkat kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar tidak dapat memenuhi kewajibannya bahkan menghindarinya dengan berbagai alasan diantaranya menolak Surat Paksa.

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa

Pemecahan Masalah dalam hal Penagihan pajak dengan surat paksa :

(58)

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Oleh karena itu WP hendaknya membayar pajak.

3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan wajib pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

4. Apabila juru sita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka juru sita dapat melapokan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Ada kalanya WP keberatan atau tidak memperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik WP tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak supaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila WP tersebut melunasi utang pajaknya.

6. Pada waktunya melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa WP / Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu WP / Penanggung Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya WP / Penanggung Pajak.

(59)
(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang Penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab – bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan membuat kesimpulan dan saran.

Adapun kesimpulan yang Penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.

2. Wajib pajak masih kurang turut berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya ini disebabkan minimnya pengetahuan Wajib Pajak tentang Perpajakan.

3. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus mengikuti Dasar Hukum yang telah ditetapkan.

B. SARAN

(61)

2. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif.

3. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum tanggal jatuh tempo.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Soemitro. 1996.Penagihan Pajak. Jakarta : PT.Grasindo

Rusdji. 2004. Penagihan Pajak dan Melaksanakan Penyitaan. Bandung : Cv. Alfabeta

Moeljo, Hadi. 2002. Modul Selayang Pandang Penagihan Pajak Negara. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum

Peraturan perundang-undangan :

Undang-undang Nomor.19 tahun 2000

Undang-undang Nomor 19 tahun 1997

Departemen Keuangan (Direktorat Jendral Pajak), Pedoman Tata Usaha Piutang dan Penagihan Pajak, Departemen Keuangan, Direktorat Jendral Pajak, 1995.

Modul Dasar-dasar Penagihan Piutang Pajak, Departemen Keuangan,1991.

Dasar-dasar Penagihan Pajak Negara, Cet. I tahun 1983 PT. Raja Grafindo Persada.

Perubahan 5 Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000, Penerbit Pusat Penyuluhan Perpajakan.

Sumber Internet :

Referensi

Dokumen terkait

Dalarn hal ini, pakaian adat kain tenun songket tradisional merupakan bagian dari kebudayaan, karena dalam kehidupan. masyarakat Minangkabau hanyr, dipakai pada

Bila siswa jurusan Bangunan ada 200 siswa, Listrik 250 siswa, Mesin 450 siswa dan sisanya Otomotif maka persentase jumlah siswa jurusan Otomotif adalah .... Jika harga sebuah

Pengaplikas ian kontrol s uhu menggunakan metode fuzzy logic diharapkan dapat mengatas i mas alah yang terjadi pada kontrol on-off inkubator bayi.. Penelitian

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “ Analisis Kinerja Perusahaan Terhadap Return Saham: Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur

Peubah amatan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang pada cabang utama, umur berbunga, umur panen, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi, jumlah polong

Penelitian terbaru yang dilakukan di Riyad dengan menganalisis pasien yang menggunakan pelayanan kesehatan menggunakan mobile dengan yang tidak menggunakan

Prestasi kerja yang lebih baik akan mengakibatkan penghargaan yang lebih tinggi apabila penghargaan tersebut dianggap adil dalam memadai, maka kepuasan kerja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan seksual pada suami di fase dewasa awal dan fase dewasa madya di Desa Kedondong Kecamatan Sokaraja. Hipotesis yang